LANDASAN TEORI Perbedaan tingkat perilaku seksual beresiko pada remaja sekolah yang mendapat program pendidik sebaya dan yang tidak mendapat program pendidik sebaya.

9

BAB II LANDASAN TEORI

A. Remaja

1. Pengertian dan batasan remaja Remaja atau adolescence berasal dari kata latin yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Ba nyak ahli berbeda-beda dalam memberikan pengertian tentang remaja, contohnya adalah Hurlock 1991 yang mengemukakan masa remaja sebagai masa peralihan dari suatu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya. Pada masa remaja seseorang dituntut untuk meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan mulai mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan. Erikson 1989, mengemukakan bahwa adolesensi adalah suatu masa pertumbuhan yang berada di antara masa kanak-kanak dan masa dewasa. Pada masa ini tindakan dan perbuatan individu belum menunjukan kedewasaan dan juga identitas masa depannya belum pasti. Pada masa ini terjadi perubahan fisiologis, psikologis, dan sosial. Persoalan pokok masa adolesensi adalah berkembangnya suatu kesadaran akan identitas dan konflik pokoknya adalah “krisis identitas”. Periode yang merupakan bagian dari lingkaran hidup ini bermula pada waktu setiap kaum muda mulai mencari bagi dirinya sendiri suatu pandanga n dan arah hidup sentral serta mencari satu kesatuan batiniah yang mantap, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10 berdasarkan sisa-sisa dari masa kanak-kanaknya dan harapan- harapan akan masa dewasanya yang diantisipasikannya. Ia harus menemukan satu kesamaan yang berarti antara bentuk identitas yang telah ia lihat dalam dirinya sendiri dan bentuk identitasnya yang menurut kesadarannya yang tajam diharapkan darinya oleh orang lain. Mussen dkk 1969 menyatakan juga bahwa masa remaja merupakan tahap kehidupan yang penuh tantangan dan kesulitan. Hal ini disebabkan karena pada masa remaja selain terjadi perubahan fisik, psikis dan kognitif juga terjadi perubahan dalam tuntutan sosial terhadap remaja. Hampir sama dalam memberikan definisi, para ahli pun berbeda- beda dalam memberikan batasan usia masa remaja. Monks 1987 menyatakan masa remaja secara global berlangsung antara unur 12 sampai 21 tahun. Jersild dalam Mappiare, 1982 menyebutkan bahwa masa remaja berada pada usia sekitar 11 sampai 20 tahun. Gunarsa Gunarsa 1991 memberikan batasan masa remaja pada usia 12 sampai 22 tahun. Sedangkan batasan usia remaja menurut WHO adalah antara usia 10 sampai 20 tahun dengan pembagian usia 10 sampai 14 tahun sebagai remaja awal dan usia 15 sampai 20 tahun sebagai remaja akhir sarwono, 1981. Batasan remaja tersebut hampir sama seperti yang dikemukakan dalam PBB yang menetapkan usia 15 sampai 24 tahun sebagai usia pemuda dan di Indonesia batasan remaja mendekati batasan PBB, yaitu antara usia 14 sampai 24 tahun Sarwono, 1989 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11 Dari beberapa pendapat di atas dapat peneliti menyimpulkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa dengan segala perubahan-perubahan yang dialami meliputi perubahan fisiologis, psikologis, dan sosial dengan batasan usia berkisar antara usia 14 atau 15 tahun sampai usia 20 atau 24 tahun. Peneliti menyimpulkan batasan usia remaja berdasarkan batasan yang dikemukakan oleh PBB karena melihat penelitian ini dilakukan di Indonesia. 2. Perkembangan pada masa remaja Perkembangan-perkembangan yang terjadi pada masa remaja menimbulkan berbagai macam perubahan seiring dengan perkembangannya. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Begitu juga dengan sebaliknya, jika perubahan fisik menurun maka perubahan sikap dan perilaku juga akan menurun. Perubahan-perubahan lainnya adalah meningginya emosi, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial, serta nilai-nilai. Terhadap setiap perubahan ini, sebagian besar remaja bersikap ambivalen yaitu keinginan dan tuntutan akan kebebasan, tetapi PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12 mereka masih takut bertanggung jawab akan akibatnya dan meragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggung jawab tersebut. Berikut ini adalah berbagai macam perkembangan yang terjadi pada masa remaja: a. Perkembangan fisik Pertumbuhan fisik masih jauh dari sempurna pada saat masa puber berakhir, dan juga belum sepenuhnya sempurna pada akhir masa awal remaja. Terdapat penurunan dalam laju pertumbuhan dan perkembangan internal lebih menonjol daripada perkembangan eksternal. Berbagai anggota tubuh lambat laun mencapai perbandingan tubuh yang baik. Misalnya, badan melebar dan memanjang sehingga anggota badan tidak lagi kelihatan terlalu panjang. Organ seks baik pria maupun wanita juga mencapai ukuran yang matang pada akhir masa remaja, tetapi fungsinya belum matang sampai beberapa tahun kedepan. Sedangkan ciri-ciri seks sekunder yang utama berada pada tingkat perkembangan yang matang pada akhir masa remaja. Dengan berkurangnya perubahan fisik, kecanggungan pada masa puber dan awal masa remaja pada umumnya menghilang, karena remaja yang lebih besar sudah mempunyai waktu tertentu untuk mengawasi tubuhnyayang bertambah besar. Hanya sedikit remaja yang mengalami kateksis-tubuh atau merasa puas dengan dirinya. Ketidak puasan lebih banyak dialami di 13 beberapa bagian tubuh tertentu. Kegagalan mengalami kateksis-tubuh menjadi salah satu penyebab timbulnya konsep diri yang kurang baik dan kurangnya harga diri selama masa remaja. Keprihatinan in timbul karena adanya kesadaran bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial Hurlock, 1991. b. Perkembangan kognitif Menurut Piaget dalam Santrock, 2002 pemikiran masa remaja berada pada tahap operasional formal. Pemikiran ini lebih abstrak daripada pemikiran seorang anak. Remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman kongkret aktual sebagai dasar pemikiran, akan tetapi mereka dapat membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan- kemungkinan hipotesis, atau dalil-dalil dan penalaran yang labih abstrak. Remaja semakin dapat berpikir tentang pemikiran itu sendiri. Mereka dapat bertanya-tanya mengapa mereka memikirkan apa yang sedang mereka pikirkan. Hal ini mencirikan bertambahnya minat remaja pada memikiran itu sendiri dan keabstrakan pemikiran. Selain itu, pemikiran remaja juga idealis. Mereka mulai memikirkan tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri dan orang lain serta membandingkan diri mereka dan orang lain dengan standar- standar ideal ini. Selama masa remaja, pemikiran-pemikiran sering berupa fantasi yang mengarah ke masa depan. Pada saat yang bersamaan, ketika mereka berpikir lebih abstrak dan idealis, mereka juga berpikir lebih logis menurut Kuhn dalam 14 Santrock, 2002. Remaja mulai berpikir seperti ilmuwan yang menyusun rencana-rencana untuk memecahkan masalah- masalah dan menguji pemecahan-pemecahan masalah secara sistematis. Dalam kognisi sosial, remaja mengembangkan suatu egosentrisme khusus. Mereka mulai berpikir tentang kepribadian. Pemikiran egosentrisme ini menurut Elkind dalam Santrock, 2002 ada dua bagian, yang pertama yaitu penonton khayalan. Bagian ini adalah dimana remaja meyakini bahwa orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan dirinya sendiri. Bagian yang kedua adalah dongeng pribadi. Bagian ini meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Rasa unik pribadi remaja membuat mereka merasa bahwa tidak ada seorang pun yang dapat mengerti bagaimana perasaan mereka yang sebenarnya. c. Perkembangan sosial Dalam perkembangannya, remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan diri dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai- nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, serta nilai- nilai baru dalam seleksi pemimpin Hurlock, 1991. Monk 1987 juga mengungkapkan bahwa 15 pada perkembangan sosial remaja memperlihatkan dua macam gerak, yaitu memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman sebaya. Pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga. Horrocks dan Benimoff dalam Hurlock, 1991 mengungkapkan bahwa didalam kelompok sebaya remaja merumuskan dan memperbaiki konsep dirinya. Mereka dinilai oleh orang lain yang sejajar dengan dirinya dan yang tidak dapat memaksakan sanksi-sanksi dunia dewasa yang ingin mereka dihindari. Nilai- nilai dalam kelompok sebaya bukanlah nilai- nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman-teman seusianya. Dalam kelompok sebaya inilah mereka memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi, dan disini jugalah mereka dapat menemukan dunia yang memungkinkan mereka bertindak sebagai pemimpin apabila mampu melakukannya. Dalam hal memilih teman, remaja menginginkan teman yang mempunyai minat dan nilai yang sama, yang dapat mengerti dan membuatnya merasa aman, yang dapat mempercayakan masalah- masalah dan membahas hal- hal yang tidak dapat dibicarakan dengan orang tua maupun guru. Remaja juga tidak lagi hanya menaruh minat pada teman-teman sejenis. Minat terhadap lawan jenis bertambah besar pada masa remaja Hurlock, 1991; Santrock, 2002. 16 3. Minat seks Untuk memenuhi tugas perkembangan dalam hal peran seksual, Hurlock 1991 mengungkapkan minat terhadap seks meningkat pada masa remaja. Hal ini membuat remaja selalu berusaha mencari lebih banyak informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang berharap bahwa segala informasi mengenai seks dapat dipelajari dari orang tuanya. Oleh karena itu, remaja mencari berbagai sumber informasi yang dapat diperoleh, misalnya dari pendidikan seks disekolah, membahas dengan teman-teman, buku-buku dan situs internet tentang seks, atau mengadakan percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu atau bersenggama. Survey yang dilakukan ole h Youth Center PKBI di beberapa kota yaitu Cirebon, Tasikmalaya, Singkawang, Palembang, dan Kupang 2001 mengungkapkan bahwa pengetahuan remaja tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi terutama didapat dari teman sebaya, disusul oleh pengetahuan dari televisi, majalah atau media cetak lain, sedangkan orang tua dan guru menduduki posisi setelah kedua sumber tadi. Telaah telaah tentang apa yang terutama ingin diketahui tentang seks menunjukan bahwa perempuan sangat ingin tahu tentang keluarga berencana, “pil antihamil”, pengguguran dan kehamilan. Di sisi lain, laki- laki ingin mengetahui tentang penyakit kelamin, kenikmatan seks, hubungan seks, dan keluarga berencana. Minat utama mereka tertuju pada masalah hubungan seks, konteksnya dan akibatnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17 Untuk memenuhi tugas perkembangan membentuk hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis, remaja mulai mengembangkan sikap yang baru pada lawan jenisnya dan selain mengembangkan minat pada pelbagai kegiatan yang melibatkan laki- laki dan perempuan. Minat ini bersifat romantis dan disertai dengan keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dari lawan jenis. Remaja perempuan memiliki keinginan yang lebih kuat untuk penjajakan keintiman dan kepribadian dalam berkencan daripada remaja laki- laki Santrock, 2003. Berkencan bagi remaja ialah suatu konteks dimana harapan- harapan peran yang berkaitan dengan gender meningkat. Laki- laki merasakan tekanan untuk tampil secara “maskulin” dan perempuan merasakan tekanan untuk tampil secara “feminin”.

B. Program Pendidik Sebaya

1. Pendidikan seksualitas secara umum Menurut Sarlito 1994, secara umum pendidikan seksual adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Masalah pendidikan seksual yang diberikan sepatutnya berkaitan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat, apa yang dilarang, apa yang dilazimkan dan bagaimana melakukannya tanpa melanggar aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18 Pendidikan seksual merupakan cara pengajaran atau pendidikan yang dapat menolong muda-mudi untuk menghadapi masalah hidup yang bersumber pada dorongan seksual. Dengan demikian pendidikan seksual ini bermaksud untuk menerangkan segala hal yang berhubungan dengan seks dan seksualitas dalam bentuk yang wajar. Materi pendidikan seksual ini seharusnya diberikan sejak dini ketika anak sudah mulai bertanya tentang perbedaan kelamin antara dirinya dan orang lain, berkesinambungan dan bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan dan umur anak serta daya tangkap anak Gunarsa, 2001. Dalam hal ini pendidikan seksual idealnya diberikan pertama kali oleh orangtua di rumah, mengingat yang paling tahu keadaan anak adalah orangtuanya sendiri. Tetapi sayangnya di Indonesia tidak semua orangtua mau terbuka terhadap anak di dalam membicarakan permasalahan seksual. Selain itu tingkat sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan yang heterogen di Indonesia menyebabkan ada orang tua yang mau dan mampu memberikan penerangan tentang seks tetapi lebih banyak yang tidak mampu dan tidak memahami permasalahan tersebut. Dalam hal ini maka sebenarnya peran dunia pendidikan sangatlah besar Mutadin, 2002. Berdasarkan observasi yang dilakukan penulis selama menjadi pendamping pendidik sebaya PKBI DIY selama hampir dua tahun, masih banyak sekolah yang belum mempunyai jam pelajaran khusus tentang seksualitas untuk menyampaikan materi seksualitas secara utuh. Materi seksualitas diberikan secara terpisah pada jam pelajaran Bimbingan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19 Konseling, Agama, Pendidikan Jasmani dan Biologi. Meninjau berbagai fenomena yang terjadi di Indonesia, agaknya masih timbul pro-kontra di masyarakat, lantaran adanya anggapan bahwa membicarakan seks adalah hal yang tabu dan pendidikan seks akan mendorong remaja untuk berhubungan seks Sumardi, 1976. Dimensi biologis seksualitas, dalam hal ini tentang anatomi terpaparkan dalam bab Anatomi Tubuh kelas XI Syamsuri, 2007 dan Tia, 2008. Sehingga dapat terbayangkan siswa kelas X belum mendapatkan materi tentang anatomi tubuh secara kurikulum. Pendidikan Jasmani kelas XI berdasarkan observasi, ada beberapa sekolah yang menjelaskan tentang berbagai macam penyakit menular seksual dan pemeliharaan kesehatan organ reproduksi. Materi ini diberikan guru untuk melengkapi materi pemeliharaan kesehatan Mujahir, 1996. Materi seksualitas yang behubungan dengan psikologis dan sosial biasanya disampaikan melalui mata pelajaran Bimbingan Konseling dan Agama, akan tetapi hal itu tergantung pada guru dan kebijakan sekolah masing- masing Riandari, 2007. Dari pengalaman peneliti selama hampir dua tahun sebagai pendamping pendidik sebaya di sekolah, ada beberapa sekolah yang mulai meniadakan mata pelajaran bimbingan konseling mengingat, salah satu alasannya adalah, semakin padatnya materi kurikulum pelajaran. 20 2. Program Pendidik Sebaya Program Pendidik Sebaya adalah pengkaderan siswa sekolah untuk menjadi pendidik sebaya bagi teman-temannya. Para Pendidik Sebaya adalah orang yang me mberikan pendidikan kepada kelompok sebayanya. Program ini adalah program dampingan PBKI DIY kepada sekolah- sekolah di Yogyakarta yang nantinya ketika sekolah sudah dapat menjalankannya sendiri, PKBI akan melepas pendampingannya. Sampai saat ini, sudah ada 17 sekolah tingkat menengah umum dan 5 sekolah tingkat menengah pertama yang didampingi oleh PKBI DIY dengan 6 orang pendamping Pendidik Sebaya yang setiap orangnya mendampingi 3 sampai 4 sekolah. Latar belakang program ini adalah karena remaja sangat kuat dipengaruhi oleh kelompok sebayanya. Oleh karena itu akan lebih baik jika pengaruh yang diberikan oleh kelompok sebaya merupakan pengaruh yang positif dan membangun. Dalam kelompok sebaya inilah diharapkan program ini dapat membantu remaja menyelesaikan masalahnya dalam hal seksualitas. Program ini bertujuan untuk membantu remaja dalam menghadapi masalah- masalahnya seperti perilaku seksual pranikah, kehamilan yang tidak diinginkan, aborsi, dan penularan penyakit menular seksual ataupun HIVAIDS. Salah satunya dengan memenuhi kebutuhan remaja akan informasi tentang seksualitas. Program ini juga berfungsi untuk melengkapi dan memperbaharui meng-update informasi yang telah 21 diberikan oleh sekolah ataupun mengkoreksi jika ada informasi yang salah. Sehingga, diharapkan kasus-kasus seksual yang tidak dikehendaki seperti hubungan seksual pra nikah, KTD Kehamilan Tidak Diinginkan, aborsi, IMS dan HIVAIDS dapat dikurangi atau dicegah. Para Pendidik sebaya dibekali informasi- informasi seputar seksualitas melalui pelatihan selama 3 hari yang diselenggarakan PKBI DIY setahun sekali. Berikut ini adalah topik-topik materi yang diberikan pada para pendidik sebaya Imran,2000: a. Kesehatan reproduksi remaja - Lonceng faali - Menstruasi dan mimpi basah - Pemeliharaan alat-alat reproduksi - Masa subur dan kehamilan - Mitos- mitos tentang kesehatan reproduksi b. Perkembangan seksualitas remaja - Jender atau Peran jenis kelamin - Perilaku seksual remaja - Perilaku seksual bertanggungjawab - Perilaku seksual menyimpang - Relasi heteroseksual - Menunda hubungan seksual - Seksualitas dalam keseharian PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22 c. Resiko reproduksi remaja - Resiko hubungan seksual pranikah - Resiko kehamilan remaja - Aborsi pada kehamilan remaja - Rentankah kamu terhadap HIVAIDS? - Gangguan saluran reproduksi akibat reproduksi pada masa remaja - ”NOT NOW FOR SEX”. Gangguan psikoseksual akibat perilaku seksual masa remaja d. Penyakit menular seksual dan Infeksi saluran reproduksi - Pengertian, penularan dan jenis-jenisnya - Cara pengobatan dan pencegahan e. NAPZA - Pengertian dasar dan jenis-jenis NAPZA - Dampak penyalahgunaan NAPZA - Faktor pendorong penyalahgunaan NAPZA - Metode pencegahan serta penanggulangan NAPZA - Ketrampilan pengendalian diri serta mengatasi tekanan lingkungan f. Pertumbuhan dan perkembangan - Aspek-aspek perkembangan remaja - Tugas-tugas perkembanga n remaja g. Pengembangan diri - Mengenal dan menerima diri - Mengembangkan kepercayaan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23 - Membuka diri - Komunikasi interpersonal - Mendengar aktif - Konflik - Strategi pemecahan masalah - Merencanakan masa depan h. Pendidik sebaya - Pengertian dan tujuan - Kemampuan dan ketrampilan yang diperlukan sebagai pendidik sebaya - Bagaimana menyelenggarakan kegiatan pendidik sebaya - Penyusunan program Di tiap sekolah ada 5-10 pendidik sebaya untuk menjangkau semua siswa yang ada. Pendaftaran untuk menjadi Pendidik Sebaya dibuka pada setiap awal tahun ajaran dan terbuka bagi siswa-siswa yang berminat. Penyeleksian untuk menjadi Pendidik Sebaya dilakukan dengan cara wawancara yang dilakukan oleh guru pengampu mata pelajaran bimbingan konseling dan wakil kepala sekolah. Hal ini dilakukan oleh pihak sekolah untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan dasar tentang seksualitas dan juga tentang kepribadian calon Pendidik Sebaya. Sarat-syarat kepribadian yang harus dipenuhi sebagai seorang Pendidik Sebaya, yaitu: - Aktif di kegiatan sosial dan populer di lingkungannya sehingga dapat menjadi icon atau contoh bagi siswa-siswa yang lain. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24 - Berminat secara pribadi dan mampu menyebarluaskan informasi tentang seksualitas dan issu- issu remaja lainnya. - Punya ciri-ciri kepribadian yang matang dan unggul, misalnya ramah, dapat dipercaya, supel, kreatif, terbuka dan lancar dalam mengemukakan pendapatnya. Kegiatan yang dilakukan oleh para pendidik sebaya di sekolah adalah misalnya pembuatan mading dan leaflet, konseling sebaya peer counseling , sarasehan dan diskusi. Dalam konseling remaja, para pendidik sebaya berperan mengidentifikasi masalah- masalah yang terjadi di antara rekan-rekan sebayanya, kemudian jika ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, merujuk rekan yang mengalami masalah tadi ke konselor, ahli yang ada di Youth Center. Dengan dampingan Pendamping Pendidik Sebaya, satu kali dalam semingu mereka melakukan pertemuan rutin untuk membahas program kegiatan dan mengevaluasinya. Mereka juga memonitoring siswa-siswa yang telah mereka jangkau. Dalam pertemuan ini pula mereka menambah dan memperbaharui meng-update pengetahuan tentang seksualitas melalui pengayaan yang diberikan oleh Pendamping Pendidik Sebaya.

C. Perilaku Seksual Beresiko

1. Pengertian perilaku seksual Azwar 1998 menyatakan bahwa perilaku merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana atau kompleks. Artinya, stimulus yang sama PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25 belum tentu menimbulkan reaksi yang sama. Selanjutnya, pengertian tentang perilaku seksual dikemukakan oleh Sarwono 1994 yang mendefinisikan perilaku seksual sebagai segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Pengertian yang hampir sama juga dikemukakan oleh Imran 2000 bahwa perilaku seksual adalah perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Lebih detil lagi Masters 1992 memberikan pengertian perilaku seksualitas sebagai hasil dari dorongan kebutuhan biologis dan kebutuhan psikososial. Yang dimaksud dengan psikososial di sini adalah kombinasi dari keadaan psikologis seseorang meliputi emosi, pemikiran, dan kepribadian dengan elemen sosial menyangkut bagaimana seseorang berinteraksi dengan lingkungan sosial. Dari pengertian-pengertian yang disebut di atas, peneliti menyimpulkan bahwa perilaku seksual adalah tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik lawan jenis maupun sesama jenis yang dimunculkan individu sebagai reaksi terhadap stimulus seksual jasmani. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual Hurlock 1991 menyatakan bahwa manifestasi dorongan seksual dalam perilaku seksual dipengaruhi oleh a. Faktor internal, yaitu stimulus yang berasal dari dalam diri individu yang berupa bekerjanya hormon alat-alat reproduksi sehingga PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26 menimbulkan dorongan seksual pada individu yang bersangk utan dan hal ini menuntut untuk segera dipuaskan. b. Faktor eksternal, yaitu stimulus yang berasal dari luar diri individu, yang menimbulkan dorongan seksual sehingga menimbulkan perilaku seksual. Stimulus eksternal tersebut dapat diperoleh melalui pengalama n kencan, informasi mengenai seksualitas, diskusi dengan teman, pengalaman masturbasi, buku-buku bacaan dan tontonan porno, dorongan empati serta pengaruh orang dewasa lainnya. Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual yaitu pengaruh biologis meliputi perkembangan fisik dan hormon, kemampuan sosial kognitif, serta kepribadian. Pengaruh eksternal meliputi pengalaman seksual, pemahaman dan pengahayatan nilai- nilai keamanan serta pengetahuan tentang seksualitas, keluarga, serta teman sebaya. 3. Bentuk perilaku seksual Sarwono 1989 memandang bentuk perilaku seksual itu dapat berupa perasaan tertarik, tingkah laku berkencan, bercumbu dan berhubungan seksual. Objek seksualnya dapat berupa diri sendiri, orang lain atau orang dalam kha yalan. Perilaku seksual remaja umumnya dilakukan secara bertahap sebelum sampai pada tahap yang lebih berat. Urutan perilaku seksual tersebut adalah dari belum berpengalaman sama sekali, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, bercumbu, saling 27 meraba tubuh di luar pakaian, saling meraba tubuh di dalam pakaian, saling menempelkan alat kelamin dan berhubungan seksual. Secara bertahap dijabarkan sebagai berikut: a. Memegang tangan - Bergandengan saat jalan-jalan - Bergandengan tangan saat menyebrang jalan - Memenggang tangan saat duduk berduaan b. Mencium - Mencim pipi - Saling menempelkan bibir - Berciuman c. Memeluk - Memeluk saat jalan-jalan - Merangkul saat duduk berduaan - Merangkul saat menyebrang jalan - Memeluk saat berboncengan - Berpelukan d. Meraba tubuh - Meraba tubuh bagian atas yang sensitif di luar pakaian - Meraba tubuh bagian atas yang sensitif di dalam pakaian - Meraba tubuh bagian bawah yang sensitif di luar pakaian - Meraba tubuh bagian bawah yang sensitif di dalam pakaian - Meraba alat kelamin di luar pakaian 28 - Meraba alat kelamin di dalam pakaian e. Saling menempelkan alat kelamin petting - Petting dengan masih berpakaian lengkap - Petting dengan hanya berpakaian dalam - Petting dengan tanpa pakaian f. Masturbasi - Masturbasi pada diri sendiri - Saling memasturbasi dengan pasangannya g. Berhubunga n seks Mutadin 2002 mengurutkan perilaku seksual remaja antara lain berpegangan tangan, berpelukan ringan sampai dengan yang berat, berciuman ringan sampai yang berat, saling meraba payudara dan alat kelamin secara ringan sampai yang berat, berpelukan tanpa pakaian, saling menempelkan alat kelamin, saling memasturbasi dengan tangan samapi dengan mulut, dan berhubungan seksual. Selanjutnya, Imran 2000 menjelaskan bentuk-bentuk perilaku seksual, yaitu sebagai berikut: a. Berfantasi. Adalah perilaku membayangkan atau mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. Dampak perilaku seksual ini: - Aktivitas seksual ini dapat berlanjut ke kegiatan lainnya, seperti masturbasi, berciuman dan aktivitas seksual lainnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 29 - Tidak beresiko tertular penyakit. b. Berpegangan tangan Aktivitas seksual ini memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat, namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas seksual lainnya hingga kepuasan seksual dapat tercapai. Umumnya jika berpegangan tangan, maka muncul getaran-getaran romantis atau perasaan-perasaan aman atau nyaman. Berpegangan tangan juga merupakan bentuk pernyataan afeksi atau perasaan sayang yang berupa sentuhan. c. Cium Kering Adalah aktivitas seksual berupa sentuhan pipi dengan pipi, pipi dengan bibir. Dapak dari aktivitas ini yaitu: - Imajinasi atau fantasi seksual jadi berkembang. - Menimbulkan perasaan sayang jika diberikan pada saat-sat tertentu dan bersifat sekilas. - Menimbulkan keinginan untuk melanjutkan bentuk aktivitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati. d. Cium Basah Aktivitas seksual berupa sentuhan bibir dengan bibir sampai berciuman dalam french kiss. Dampak dari aktivitas ini yaitu: - Jantung menjadi lebih berdebar-debar. - Dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat yang membangkitkan dorongan seksual hingga tidak terkendali. Orang 30 akan mudah melakukan aktivitas seksual selanjutnya tanpa disadari seperti cumbuan, petting bahkan sampai hubungan intim. - Ketagihan perasaan ingin mengulangi perbuatan tersebut terus- menerus. e. Meraba Kegiatan meraba bagian-bagian sensitif rangsang seksual, seperti payudara, leher, paha atas, vagina, penis, pantat dan lain- lain. Dampak dari aktivitas ini adalah: - Terangsang secara seksual sehingga melemahkan kontrol diri dan akal sehat, akibatnya dapat melakukan aktivitas seksual selanjutnya seperti cumbuan berat dan hubungan intim. - Ketagihan perasaan ingin mengulangi perbuatan tersebut terus- menerus. - Muncul perasaan dilecehkan oleh pasangan. f. Berpelukan Dampak dari aktivitas ini adalah: - Jantung menjadi berdegup lebih cepat. - Menimbulkan perasaan aman, nyaman dan tenang. - Menimbulkan rangsangan seksual terutama jika mengenai daerah erogenus. g. Masturbasi Adalah perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual. Dampak dari perilaku ini adalah: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31 - Luka bahkan infeksi terutama jika menggunakan alat-alat yang membahayakan, seperti benda-benda tajam atau benda lain yang tidak steril. - Energi fisik dan psikis terkuras, biasanya orang menjadi mudah lelah, sulit berkonsentrasi, malas melakukan aktivitas lain. - Dapat merobek selaput dara. - Pikiran terus- menerus ke arah fantasi seksual. - Perasaan bersalah dan berdosa. - Kemungkinan mengalami ejakulasi dini pada saat nantinya berhubungan intim. - Kurang bisa memuaskan pasangan karena terbiasa memuaskan diri sendiri. - Menimbulkan kepuasan diri. - Menimbulkan ketagihan. h. Oral Adalah perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan dengan menggunakan mulut. Perilaku ini berdampak: - Dapat terkena bibit penyakit yang dapat menimbulkan radang tenggorokan ataupun pencernaan dan juga dapat tertular penyakit jika pasangan mengidap penyakit menular seksual PMS. - Menimbulkan ketagihan. - Dapat berlanjut ke hubungan intim. - Memuaskan kebutuhan seksual. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32 - Sanksi moral dan agama. i. Petting Adalah aktivitas menempelkan alat kelamin. Dampak dari perilaku ini adalah: - Menimbulkan ketagihan. - Dapat memungkinkan terjadinya kehamilan. - Dapat tertular penyakit menular seksual PMS. - Menimbulkan perasaan cemas dan bersalah. - Memuaskan kebutuhan seksual. - Dapat menyebabkan robeknya selaput dara. - Sanksi moral dan agama. j. Intercourse Aktivitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki- laki ke alat kelamin wanita. - Perasaan bersalah dan berdosa terutama pada saat melakukan pertama kali. - Ketagihan. - Kemungkinan terjadinya hamil sangat tinggi. - Dapat tertular penyakit menular seksual dan infeksi saluran reproduksi. - Resiko adanya gangguan fungsi seksual seperti frigiditas, vaginismus ataupun dispareunia. - Sanksi moral, agama dan sosial. 33 - Keperawanan dan keperjakaan hilang. Sebagai kesimpulan bentuk perilaku seksual remaja, peneliti menggabungkan uraian dari Sarwono 1989 dan Imran 2000 yang dijabarkan sebagai berikut di bawah ini: - Berfantasi seksual - Masturbasi pada diri sendiri - Berpegangan tangan - Cium kering - Cium basah - Berpelukan - Meraba tubuh bagian atas yang sensitif di luar pakaian - Meraba tubuh bagian bawah yang sensitif di luar pakaian - Meraba tubuh bagian atas yang sensitif di dalam pakaian - Meraba tubuh bagian bawah yang sensitif di dalam pakaian - Meraba alat kelamin di luar pakaian - Meraba alat kelamin di dalam pakaian - Petting dengan masih berpakaian lengkap - Saling memasturbasi dengan pasangannya - Oral - Petting dengan hanya berpakaian dalam - Petting dengan tanpa pakaian - Berhubungan seks 34 4. Bentuk perilaku seksual beresiko Dari uraian sebelumnya tentang bentuk-bentuk perilaku seksual menurut Imran 2000, terlihat bahwa setiap perilaku seksual mempunyai resiko yang berbeda-beda. Sehubungan dengan tujuan program pendidik sebaya yaitu untuk mengurangi dan mencegah perilaku hubungan seksual pranikah, kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi, dan penularan penyakit menular seksual ataupun HIVAIDS, maka yang dimaksud dengan perilaku seksual beresiko menurut penelitian ini adalah perilaku seksual yang me mpunyai resiko untuk perilaku hubungan seksual pranikah, kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi, dan penularan penyakit menular seksual ataupun HIVAIDS. Untuk menyederhanakan dan memberikan batasan dari pengertian di atas, peneliti mengkaji bahwa resiko untuk berperilaku hubungan seksual pranikah akan terjadi jika ada kesempatan untuk melakukan perilaku ketahap selanjutnya. Begitu pula dengan resiko aborsi, akan terjadi jika adanya kehamilan yang tidak dikehandaki. Perilaku aborsi belum tentu dilakukan oleh seseorang, karena perilaku aborsi adalah sebuah pilihan tergantung dari penerimaan atas kehamilan dan apakah kehamilan itu dikehendaki atau tidak. Dari kajian berikut dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual beresiko adalah perilaku seksual yang mempunyai resiko untuk melakukan perilaku seksual tahap selanjutnya, kehamilan, dan penularan penyakit menular seksual ataupun HIVAIDS. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35 Penggunaan alat kontrasepsi juga dapat mempengaruhi resiko yang akan diterima seseorang. Alat kontrasepsi KB seperti pil KB, tisu KB, spiral, ataupun IUD saat melakukan hubungan seksual akan mengindari seseorang dari resiko kehamilan. Alat kontrasepsi kondom dapat mencegah seseorang dari resiko kehamilan dan penularan penyakit menular ataupun HIVAIDS. Dari berbagai kajian di atas, dapat diambil kesimpulan bentuk perilaku seksual beresiko adalah sebagai berikut: a. Perilaku seksual yang beresiko untuk melanjutkan ketahap selanjutnya: - Berfantasi - Memasturbasi diri sendiri - Berpegangan tangan - Cium kering - Cium basah - Berpelukan - Meraba tubuh bagian atas yang sensitif di luar pakaian - Meraba tubuh bagian bawah yang sensitif di luar pakaian - Meraba tubuh bagian atas yang sensitif di dalam pakaian - Meraba tubuh bagian bawah yang sensitif di dalam pakaian - Meraba alat kelamin di luar pakaian - Meraba alat kelamin di dalam pakaian - Petting dengan masih berpakaian lengkap - Saling memasturbasi dengan pasangannya tanpa oral PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36 - Oral dengan tidak menggunakan kondom - Oral dengan menggunakan kondom - Petting dengan hanya berpakaian dalam - Petting dengan tanpa pakaian dengan menggunakan kondom - Petting dengan tanpa pakaian tetapi hanya menggunakan alat kontrasepsi pencegah kehamilan selain kondom misalnya pil KB, tisu KB, atau spiral - Petting dengan tanpa pakaian dan tanpa kondom ataupun alat kontrasepsi KB lain b. Perilaku seksual yang beresiko terjadi kehamilan: - Petting dengan hanya berpakaian dalam - Petting dengan tanpa pakaian dan tanpa kondom ataupun alat kontrasepsi KB lain - Berhubungan seks tanpa kondom ataupun alat kontrasepsi KB lain c. Perilaku seksual yang beresiko tertularnya penyakit menular seksual dan HIVAIDS: - Cium basah - Oral dengan tidak menggunakan kondom - Petting dengan hanya berpakaian dalam - Petting dengan tanpa pakaian dan tanpa kondom ataupun alat kontrasepsi KB lain PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37 - Petting dengan tanpa pakaian tetapi hanya menggunakan alat kontrasepsi pencegah kehamilan selain kondom misalnya pil KB, tisu KB, atau spiral - Berhubungan seks tanpa kondom ataupun alat kontrasepsi KB lain - Berhubungan seks tetapi menggunakan alat kontrasepsi pencegah kehamilan selain kondom misalnya pil KB, tisu KB, atau spiral

D. Perbedaan Tingkat Perilaku Seksual Beresiko Pada Remaja Sekolah

Yang Mendapat Program Pendidik Sebaya Dan Remaja Sekolah Yang Tidak Mendapat Program Pendidik Sebaya Pada sekolah yang mendapat program Pendidik Sebaya, remaja dapat menambah, memperbaharui meng-update informasi yang disampaikan di sekolah secara terpisah-pisah, dan mengkoreksi jika ada informasi yang salah dengan kelompok sebayanya yang telah terlatih dan dibekali. Kegiatan- kegiatan yang dilakukan oleh para pendidik sebaya seperti majalah dinding, pembagian leaflet, sarasehan dan diskusi yang secara rutin dilakukan akan memenuhi kebutuhan remaja akan informasi seksualitas. Dengan penyampaian bahasa yang sama, informasi akan lebih mudah diterima dan dicerna. Begitu pula dalam hal berdiskusi, karena adanya kesetaraan usia. Kegiatan Peer Counseling konseling remaja yang dilakukan pun akan sangat membantu remaja dalam menyelesaikan masalahnya, terutama masalah tentang seksualitas seperti tentang hubungan seksual pranikah, kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi dan penularan penyakit menular PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38 seksual ataupun HIVAIDS. Kecanggungan yang dialami remaja ketika membuka komunikasi dengan orang lain diharapkan akan berkurang bila ia berada dalam kelompoknya. Hasil studi dari Afiatin, dkk 1994 menunjukkan bahwa remaja telah melakukan berbagai usaha mengatasi permasalahan yang dirasakan. Usaha yang telah dilakukan tersebut sebagian besar mencoba megemukakan permasalahannya pada teman sebaya. Dengan sesama kelompok remaja mereka merasa aman karena dapat bebas mengemukakan permasalahannya, saling belajar dan saling mendapat umpan balik dari teman sebayanya. Kelompok remaja ini dipandang memiliki sifat-sifat positif dalam hal memberikan kesempatan luas untuk melatih caranya bersikap, bertingkah laku dalam hubungan- hubungan sosial. Sehingga, kelompok teman sebaya dapat dijadikan sebagai agen perubahan change agent yang dapat membantu remaja itu sendiri untuk memecahkan masalahnya. Dengan pendekatan ini juga remaja dapat berlatih caranya bersikap dan berperilaku yang lebih sehat terutama dalam kaitannya dengan seksualitas. Maka dari studi inilah dapat diasumsikan bahwa pendekatan kelompok teman sebaya merupakan sarana yang cukup efektif untuk membantu remaja memecahkan permasalahannya. Di sekolah yang tidak mendapat program Pendidik Sebaya, remaja mendapat pengetahuan seksualitas dari pelajaran sekolah yang terpisah-pisah dan sisanya mereka mencari sendiri dari berbagai sumber serta dari teman sebayanya. Karena kelompok sebaya tidak terlatih, maka informasi yang ada di kalangan kelompok sebaya belum tentu semuanya dapat 39 dipertangungjawabkan. Oleh karena itu remaja tidak dapat menambah, memperbaharui meng-update informasi yang disampaikan di sekolah secara terpisah-pisah, dan mengkoreksi jika ada informasi yang salah dengan sebayanya serta kebutuhan remaja untuk mendapatkan informasi tentang seksualitas tidak terpenuhi. Kegiatan-kegiatan di sekolah yang bertujuan untuk menambah pengetahuan seksualitas tidak dilakukan oleh kelompok sebayanya. Sehingga, tidak ada informasi yang disampaikan dengan bahasa yang sama, sebagai contoh yaitu tidak adanya konseling sebaya. Karena kelompok sebaya tidak terlatih dan dibekali informasi yang dapat dipertanggungjawabkan, maka kelompok sebaya ini tidak dapat memberikan kesempatan luas untuk melatih caranya bersikap, bertingkah laku dalam hubungan-hubungan sosial. Remaja tidak dapat saling belajar dan saling mendapat umpan balik dari teman sebayanya. Sehingga, kelompok teman sebaya tidak dapat dijadikan sebagai agen perubahan change agent yang dapat membantu remaja itu sendiri untuk memecahkan masalahnya. Masalah seksualitas tergolong masalah yang sensitif, sehingga terkadang tidak semuanya dapat remaja diskusikan atau ungkapkan pada orang dewasa, yang dalam hal ini adalah orang tua atau guru. Mereka akan lebih terbuka pada sebayanya dan seperti yang telah banyak banyak diulas sebelumnya tentang pengaruh kelompok sebaya, maka tingkat pengetahuan seksualitas kelompok sebaya akan sangat berpengaruh pada remaja itu sendiri. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40 Jika kelompok sebaya mempunyai pengetahuan yang memadai, maka kelompok sebaya ini akan dapat memberikan pengetahuan kepada temannya dan dapat dijadikan sebagai agen perubahan change agent yang dapat membantu remaja untuk memecahkan masalahnya dan membantunya berperilaku yang lebih sehat. Sebaliknya, apabila pengetahuan kelompok sebaya tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi rendah, maka yang beredar di kalangan remaja adalah informasi yang tidak dapat dipertanggung jawabkan, misalnya seperti mitos- mitos yang menyesatkan, sehingga kelompok sebaya tidak dapat dijadikan sebagai agen perubahan change agent yang dapat membantu remaja untuk memecahkan masalahnya. Hal ini tentunya sangat membahayakan, karena dapat membawanya pada perilaku yang salah atau tidak sehat dan beresiko. Berdasarkan uraian tentang sekolah yang mendapat progaram Pendidik Sebaya dan tidak mendapat program Pendidik Sebaya di atas, dapat disimpulkan bahwa kedua lingkungan sekolah memiliki situasi dan kondisi yang berbeda. Dinamika perbedaan dapat dilihat secara ringkas pada gambar 1. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41 Gambar 1. Skema Perbedaan Tingkat Perilaku Seksual Beresiko Pada Remaja Sekolah Yang Mendapat Program Pendidik Sebaya Dan Remaja Sekolah Tidak Mendapat Program Pendidik Sebaya REMAJA Sekolah yang mendapat program Pendidik Sebaya Sekolah yang tidak mendapat program Pendidik Sebaya • Kebutuhan akan informasi yang benar tentang seksualitas terpenuhi • Mendapat pengetahuan yang dapat dipertanggung jawabkan dari sebayanya • Dapat memperbaharui meng-update informasi yang disampaikan di sekolah secara terpisah-pisah • Dapat melakukan Peer Counseling konseling sebaya • Ada agen perubahan Change Agent yang positif • Tidak berkembang mitos- mitos seksual • Kebutuhan akan informasi yang benar tentang seksualitas tidak terpenuhi • Mendapat pengetahuan yang belum tentu semuanya dapat dipertanggungjawabkan dari sebayanya • Tidak dapat memperbaharui meng- update informasi yang disampaikan di sekolah secara terpisah-pisah • Tidak dapat melakukan Peer Counseling konseling sebaya • Tidak ada agen perubahan Change Agent yang positif • Berkembang mitos- mitos seksual Tingkat perilaku seksual beresiko rendah terhadap HIV AIDS, PMS, KTD Tingkat perilaku seksual beresiko tinggi terhadap HIV AIDS, PMS, KTD 42

E. Hipotesis

Tingkat perilaku seksual beresiko pada remaja sekolah yang mendapat program Pendidik Sebaya lebih rendah dari pada tingkat perilaku seksual beresiko pada remaja sekolah yang tidak mendapat program Pendidik Sebaya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43

BAB III METODOLOGI PENELITIAN