Faktor Pendukung Coping Stres

Begitu pula relasi teman sepermainan diganti dengan relasi antar-mahasiswa. Perubahan relasi ini dapat menjadi kesulitan tersendiri bagi mahasiswa. Mahasiswa juga memiliki kebebasan dalam mengatur waktu karena tidak ada orang lain yang mengontrol. Ketidakmampuan mengatur waktu antara kegiatan kuliah, belajar, bermain, atau mengurus rumah tangga bagi mahasiswa yang sudah menikah, dan aktivitas lainnya dapat mengakibatkan masalah lain yang berkaitan dengan tugas belajar. Di samping itu, informasi yang diterima di perguruan tinggi biasanya lebih terbuka dan kemungkinan mahasiswa mengalami krisis nilai hidup. Nilai-nilai lama yang dibawa dan dihidupi dihadapkan dengan nilai baru yang ditemui yang dirasakan mahasiswa justru lebih sesuai. Tidak jarang selama masa krisis ini, mahasiswa yang bersangkutan menjadi tidak menentu dan membawa setidaknya dampak negatif bagi kelangsungan hidupnya. Menurut Siswanto 2007, apabila mahasiswa yang bersangkutan berhasil menangani tekanan atau masalah dengan sukses, maka dia akan dapat menjalani kehidupan dan peranannya sebagai mahasiswa dengan lancar. Sebaliknya, bila mahasiswa tersebut gagal dalam melakukan penanganan atas permasalahan yang dihadapinya, maka peranannya sebagai mahasiswa akan mengalami gangguan atau hambatan.

2.4 Seks Pranikah

Schulz, Bohrnstedt, Borgatta, Evans 1977 menyebutkan bahwa seks pranikah atau premarital sexual intercourse adalah salah satu bentuk aktivitas seksual senggama atau coitus pada laki-laki dan perempuan yang telah matang secara biologis dan berlangsung tanpa ikatan perkawinan. Pandangan mengenai aktivitas seksual terbagi dalam tiga kategori utama Papalia, 2011. Pertama, sikap tradisional atau sikap reproduktif tentang seks bahwa seks hanya diperbolehkan untuk tujuan reproduksi dalam perkawinan. Kedua, pandangan rekreasional tentang seks bahwa selama menyenangkan dan tidak menyakiti orang lain maka sah-sah saja. Ketiga, hampir sebagian menganut pandangan relasional bahwa seks harus disertai dengan cinta dan kasih sayang, tapi tidak harus dengan pernikahan. Ada empat alasan yang dikemukakan oleh Christopher dan Cate dalam Sprecher McKinney, 1993 yang mendasari seseorang berhubungan seksual untuk pertama kalinya. Alasan pertama adalah positive affection atau communication, yaitu hubungan seks sexual intercourse sebagai ungkapan cinta pada pasangan meski ada kemungkinan terjadinya perkawinan. Alasan kedua yang mendasari hubungan seks, yaitu arousal atau receptivity gairah atau keterbukaan karena adanya rangsangan atau gairah fisik yang diterima segera sebelum terjadinya hubungan seksual. Sedangkan alasan ketiga adalah obligation dan pressure. Alasan ini muncul karena adanya anggapan akan suatu kewajiban