Perkembangan Kognitif Perkembangan Anak Tunarungu

3. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif merupakan suatu perkembangan pikiran yang disadari oleh seseorang Santrock, 2009. Salah satu perkembangan proses kognitif terkait fungsi eksekutif, bahasa, dan komunikasi adalah theory of mind Marschark dan Hauser, 2012. Theory of mind adalah kesadaran seorang anak terhadap proses mental dirinya dan proses mental orang lain Santrock, 2009. Menurut Marschark dan Hauser 2012 theory of mind merupakan kemampuan seorang anak untuk mengetahui pikiran orang lain, emosi orang lain, dan kepercayaan belief orang lain. Perkembangan theory of mind sangat penting untuk anak-anak dalam berkomunikasi, belajar, dan berinteraksi sosial. Perkembangan theory of mind pada anak-anak sangat bergantung pada efektivitas komunikasi dengan orangtua mereka. Selain itu, kemampuan orangtua untuk menjelaskan emosi dan keadaan kognitif seseorang dalam konteks sebab akibat Marschark dan Hauser, 2012. Theory of mind juga membuat anak-anak belajar maksud dari orang lain yang mengatakan sesuatu secara tidak langsung. Misalnya, “anginnya kencang sekali” maksud yang sebenarnya adalah “tolong tutup jendelanya. Perkembangan theory of mind antara anak tunarungu dan „anak dengar‟ juga berbeda. Courtin dalam Santrock, 2009 mengatakan bahwa anak tunarungu menunjukkan perkembangan yang tidak cukup baik pada tugas theory of mind mereka, terutama anak-anak tunarungu yang memiliki „orangtua yang mendengar‟ hearing parents. Marschark dan Hauser 2012 juga mengatakan bahwa anak tunarungu mengalami keterbelakangan dalam theory of mind dibandingkan dengan „anak dengar‟ seusianya. Selain theory of mind, intelegensi anak tunarungu juga sering dibedakan dengan „anak dengar‟. Inteligensi merupakan sebuah kemampuan untuk mengatasi masalah, beradaptasi, dan belajar dari suatu pengalaman Santrock, 2009. Pada dasarnya anak tunarungu memiliki intelegensi yang sama dengan „anak dengar‟ Furth dalam Efendi, 2006. Hambatan-hambatan inteligensi yang terjadi pada anak tunarungu disebabkan oleh pengalaman berbahasa. Anak-anak tunarungu mengalami kesulitan untuk menghubungan atau menarik sebuah kesimpulan Somantri, 2007. Hambatan tersebut yang membuat anak tunarungu sering dilabel bodoh. Hal ini disebabkan inteligensi sering dikaitkan dengan pencapaian akademi seorang anak. Anak tunarungu memiliki kemampuan inteligensi yang setara den gan „anak dengar‟ akan tetapi disfungsi pendengaran yang dialami membuat mereka kesulitan memahami bahasa dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk belajar. Mereka juga membutuhkan bantuan orangtua atau guru di sekolah untuk bisa mencapai prestasi akademik seperti „anak dengar‟. Hal ini tidak dirasakan oleh „anak dengar‟ karena mereka bisa belajar sesuai dengan tahap perkembangan mereka.

4. Perkembangan Bahasa