1
Senja Wijaya Rahmat, 2014 Profil Resiliensi Siswa Yang Berlatar Belakang Orangtua Tunggal Studi Deskriptif Pada
Siswa SMP Negeri 18 Tasikmalaya TA 2013 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga merupakan lembaga pendidikan pertama dan utama bagi anak, dalam keluarga terjadi proses pendidikan orang tua pada anak yang dapat
membantu perkembangan anak. Salah satu bentuk pendidikan orang tua kepada anak yaitu melalui dukungan dan keterlibatan. Dukungan yang diberikan terbukti
berpengaruh terhadap harga diri anak Felson Zghielinski, 1989 ; Lestari, 2012 : 60 dan kepuasan hidup anak Young dkk, 1995 : Lestari, 2012 : 20.
Perubahan globalisasi dan modernisasi yang saat ini terjadi memberikan pengaruh terhadap kehidupan berkeluarga Hawari, 2004 : 741. Mudahnya akses
informasi melalui berbagai media turut membiaskan budaya dan aturan hidup yang diyakini bangsa Indonesia. Misalnya, melalui tayangan film yang banyak
menampilkan perilaku menyimpang, seperti pergaulan bebas, minum-minuman keras, perilaku anarkis, dan konsumtif. Efek-efek perubahan global ini seolah
menjadi lingkaran kesesatan karena melalui informasi negatif yang pesat beredar, nilai-nilai kehidupan keluarga menjadi memudar, individu menjadi permisif
terhadap arus informasi yang diterima dan mengakibatkan terganggunya sosialisasi nilai-nilai kehidupan yang perlu diwariskan kepada generasi sebagai
identitas bangsa dan negara. Hambatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga akan sangat dirasakan oleh
anak-anak terutama dalam keluarga terjadi perubahan baik yang sifatnya fungsional maupun struktural. Pada saat ini, fenomena perceraian, perselingkuhan,
penyimpangan perilaku seks, dan perpisahan dalam keluarga tidak begitu sulit ditemukan pada masyarakat. Fenomena-fenomena tersebut terjadi didasari oleh
faktor keharmonisan keluarga, ekonomi, penghargaan, gaya hidup, kebebasan, dan kekerasan Akbar, 2013 : m.sindoweekly-magz.com. Akhirnya, banyak pasangan
Senja Wijaya Rahmat, 2014 Profil Resiliensi Siswa Yang Berlatar Belakang Orangtua Tunggal Studi Deskriptif Pada
Siswa SMP Negeri 18 Tasikmalaya TA 2013 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
suami istri yang lebih memilih atau terpaksa menjadi orang tua tunggal dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua tunggal adalah seorang ayah atau ibu yang
bertanggung jawab untuk membesarkan anaknya sendirian Edwards, 2009 :
www.scoe.org
. Jenis-jenis orang tua tunggal, diantaranya, orang tua tunggal karena perceraian, orang tua tungal karena kematian salah satu pasangan, orang
tua tunggal karena perpisahan tempat tinggal
separated
, dan orang tua tunggal karena tidak menikah Ooms Preister, 1988 :
www.familyimpactseminar.org
. Menurut Ketteringham 2007 :
voices.yahoo.com
pada 22 juta anak di Amerika sekitar 38 anak-anak hidup dalam kondisi orang tua yang bercerai,
35 dengan kondisi orang tua yang tidak menikah, 19 dengan kondisi terpisah dari kedua orang tua, 4 dengan kondisi orang tua yang merupakan janda atau
duda, dan 4 dengan kondisi orang tua yang memiliki pasangan tinggal di tempat lain akibat bisnis atau alasan lainnya. Data profil kependudukan jawa barat tahun
2011
jabarprov.go.id
mengungkap bahwa penduduk Jawa Barat yang berstatus cerai mati 7,99 lebih besar daripada cerai hidup 3,89 dari jumlah penduduk
sebanyak 13.452.082 jiwa. Jumlah persentase cerai mati berbanding lurus dengan jumlah usia seseorang artinya semakin bertambah usia maka kemungkinan
mengalami cerai mati semakin besar. Peristiwa-peristiwa tidak menyenangkan yang mengganggu struktur dan
fungsi dalam keluarga merupakan adversitas kemalangan bagi anak. Anak-anak akan cenderung menampilkan emosi atau perilaku negatif sebagai respon terhadap
kemalangan. Yusuf dan Nurihsan 2008 : 28 mengatakan bahwa : Anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang
broken home
, kurang harmonis, orang tua bersikap keras kepada anak, atau tidak
memperhatikan nilai-nilai agama, maka perkembangan kepribadiannya cenderung mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam penyesuaian
dirinya
maladjustment
. Hawari 2004 : 741 anak yang dibesarkan dalam keluarga yang mengalami
disfungsi mempunyai resiko yang lebih besar untuk bergantung tumbuh kembang jiwanya misalnya, berkepribadian anti sosial, daripada anak yang dibesarkan
Senja Wijaya Rahmat, 2014 Profil Resiliensi Siswa Yang Berlatar Belakang Orangtua Tunggal Studi Deskriptif Pada
Siswa SMP Negeri 18 Tasikmalaya TA 2013 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dalam keluarga yang harmonis dan utuh sakinah. Schoon 2006 : Mashudi, 2012 : 2 mengemukakan bahwa adversitas dapat membawa pada resiko, remaja
beresiko
at-risk adolesence
biasanya menjadi remaja yang rentan
vulnerable adolesence
dan remaja yang rentan memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menjadi remaja bermasalah
troubled adolesence
. Menurut penelitian Nisfiannoor dan Yulianti 2005 pada remaja usia 13-18
tahun di Jakarta utara yang mengalami perceraian orang tua menyebutkan bahwa sebesar 53,75 remaja mengaku bahwa perceraian kedua orang tua membuat
kehidupannya menjadi semakin hancur, 32,14 mengaku bahwa perceraian membuatnya semakin baik, dan 14,28 menanggapi perceraian orang tua dengan
biasa saja. Namun, 82,28 atau hampir seluruh subjek memiliki perilaku agresif. Penelitian ini membuktikan bahwa perceraian memberikan dampak buruk bagi
anak. Dampak negatif akibat orang tua tunggal pada anak lebih sering diungkapkan
daripada fenomena anak-anak yang mampu bertahan bahkan menjadi lebih baik karena pengasuhan orang tua tunggal. Padahal tidak semua anak yang diasuh oleh
orang tua tunggal akan menampilkan masalah kejiwaan dan perilaku menyimpang. Beberapa justru sukses dalam kehidupan pribadi sosial, sekolah,
dan karir. Hasil penelitian Ningrum 2013 pada anak yang mengalami perceraian orang tua menyebutkan tiga dari empat subjek menampilkan sikap menerima
kenyataan yang terjadi, dapat mengatasi masalah, dan memiliki kontrol emosi yang baik serta menjalin hubungan interpersonal yang baik dengan orang lain, dan
mengubah pandangan terhadap realitas untuk memiliki tujuan hidup kedepan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak semua individu yang mengalami
perceraian orang tua akan menampilkan perilaku resah, kehilangan, tidak dapat mengontrol emosi, anti sosial, dan cenderung putus asa.
Sebuah lembaga pelayanan remaja di New Jersey, Middle Earth 2010 :
www.middleearthnj.wordpress.com
anak-anak yang mengalami perceraian orang tua dan memiliki kemampuan resiliensi rendah lebih mungkin mengalami
Senja Wijaya Rahmat, 2014 Profil Resiliensi Siswa Yang Berlatar Belakang Orangtua Tunggal Studi Deskriptif Pada
Siswa SMP Negeri 18 Tasikmalaya TA 2013 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
kesulitan akademik dan perilaku di sekolah, memiliki tingkat putus sekolah lebih tinggi, memulai aktivitas seksual pada usia lebih dini, melakukan lebih banyak
kejahatan, memiliki tingkat kecanduan narkoba dan alkohol lebih tinggi, dan mereka memiliki harga diri lebih rendah dan kesulitan dalam menjalin hubungan
interpersonal daripada anak yang berasal dari keluarga utuh.
Berdasarkan studi pendahuluan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 18 Tasikmalaya, diketahui bahwa banyak siswa mengalami masalah perceraian dan
pengabaian orang tua yang bekerja di luar kotanegeri. Hasil studi pendahuluan pada bulan januari dan Agustus 2013, dari 657 siswa sebanyak 63 siswa
mengalami peristiwa kematian salah satu orang tua 9,6, 44 siswa mengalami keterpisahan baik dengan salah satu orang tua maupun keduanya 6,7, dan 60
siswa mengalami perceraian orang tua 8,6. Beberapa kasus yang ditemukan oleh guru BK pada anak-anak yang melakukan pelanggaran sekolah, diantaranya
akibat kurangnya perhatian yang diberikan orang tua terutama karena orang tua mereka sudah berpisah atau tidak tinggal serumah dengan orang tua. Namun,
persentase pelanggaran yang dilakukan oleh anak yang berasal dari keluarga yang berlatar belakang orang tua tunggal pun tidak terlalu tinggi sampai sejauh yang
diketahui. Fenomena-fenomena ini menunjukan bahwa melalui peristiwa negatif dan
tidak menyenangkan akibat perceraian, perpisahan, dan kematian orang tua, individu mengalami seleksi antara yang mampu bertahan, yang tidak mampu
bertahan, dan yang mampu menjadi lebih baik. Tentu saja yang paling baik adalah seorang individu diharapkan untuk menjadi lebih baik melalui serangkaian
peristiwa menyakitkan. Istilah yang menunjukan hal itu dalam psikologi disebut dengan
resiliensi
. Norman 2000 : 3 menyebutkan bahwa resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bangkit atau beradaptasi dengan sukses dalam
merespon atau menghadapi kondisi-kondisi yang menekan adversitas. Desmita 2011 : 8 menyatakan resiliensi merupakan sebuah konsep yang relatif baru
Senja Wijaya Rahmat, 2014 Profil Resiliensi Siswa Yang Berlatar Belakang Orangtua Tunggal Studi Deskriptif Pada
Siswa SMP Negeri 18 Tasikmalaya TA 2013 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dalam khasanah psikologi. Paradigma resiliensi didasari oleh pandangan kontemporer tentang bagaimana anak, siswa, dan orang dewasa dapat bangkit
kembali dan bertahan dari kondisi stress, trauma, dan resiko kehidupan mereka. Resiliensi sebagai salah satu kapasitas kemampuan untuk menghadapi
tantangan dengan positif perlu dikembangkan pada diri individu, terutama remaja, yang pada fasenya pun disebutkan Hurlock 1980 : 212 sebagai masa badai dan
tekanan. Sekolah sebagai bagian dari tempat penyelenggaraan kegiatan pendidikan dalam arti seluas-luasnya perlu turut mengambil bagian untuk
mencegah siswanya dari perilaku-perilaku negatif sekalipun sumber-sumber permasalahan siswa banyak yang terletak di luar sekolah. Menurut Prayitno
Amti 2004 : 29 permasalahan-permasalahan siswa meskipun sumber permasalahan terletak di luar sekolah tidak boleh dibiarkan begitu saja. Sekolah
diharapkan mampu mengembangkan resiliensi pada siswanya agar mereka dapat mandiri menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah berat yang menekan.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti bermaksud untuk mengungkap profil resiliensi siswa sekolah menengah
pertama yang berlatar belakang orang tua tunggal.
B. Identifikasi dan Rumusan Masalah