b. Armored Pada jenis ini biasanya cosplayer meniru tokoh-tokoh dari tokusatsu atau
sentai dan anime seperti Kamen Rider atau Saint Seiya, namun ada juga yang meniru desain dari mecha robot seperti Gundam. Pada dasarnya
cosplay jenis ini meniru desain atau kostum yang digunakan namun kostum tersebut memiliki bahan dari busa tebal atau resin dan biasanya menutupi
seluruh tubuh. Pada umumnya sedikit cosplayer yang memilih cosplay pada jenis ini dikarenakan biaya yang mahal dalam pembuatan kostum
Rp.400.000, kostum yang berat sehingga sulit untuk bergerak, pembuatan yang rumit dan membutuhkan waktu yang cukup lama, panas ketika
dikenakan, dan dalam event tidak dapat melakukan stunt act sehingga hanya menjadi objek foto bagi para kameraman dalam sebuah event,
meskipun ada juga beberapa armored cosplayer seperti cosplayer yang memerankan seri Saint Seiya yang melakukan stunt act ketika tampil di
panggung.
3. Perkembangan Cosplay di Indonesia
Cosplay di Indonesia baru dikenal pada tahun 2000 ketika gaya berpakaian harajuku dari Jepang mulai dikenal oleh remaja-remaja di Indonesia. Saat itu selain
gaya berpakaian, anime dan manga serta video game dari Jepang pun semakin gencar muncul di Indonesia yang membuat banyak remaja-remaja di Indonesia menyukai hal-
hal tersebut dan mulai melakukan cosplay secara individu. Pada tahun 2002 di Universitas Indonesia UI mencoba membuat sebuah event budaya Jepang yang
didalamnya memperbolehkan orang-orang untuk melakukan cosplay, ini menjadi awal dari event Jepang dan cosplay di Indonesia. Setelah membuka beberapa event di
Jakarta beberapa kota lainnya di Pulau Jawa seperti Bandung dan Yogyakarta mulai membuat event serupa yang mempertemukan orang-orang dengan hobi serupa seperti
cosplay, menonton anime, dan membaca manga. Di Bandung sendiri event budaya Jepang yang pertama adalah di Institut
Teknologi Bandung ITB dengan bekerja sama dengan majalah Animonster serupa majalah yang berfokus pada kebudayaan Jepang. Mulai saat itu terbentuk beberapa
komunitas cosplay di Bandung seperti Shinsen-Gumi, AEON Cosplay Team, ALBATROSS FORCE, dan komunitas lainnya.
20
Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014 HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER Studi
Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Dalam komunitas tersebut seorang cosplayer tidak hanya dapat bertemu dengan orang lain yang memiliki hobi yang sama, namun mereka dapat bertukar informasi
mengenai cosplay mulai dari cara pembuatan dan bahan yang digunakan dalam sebuah kostum, menjahit, membuat property dari barang yang sudah tidak terpakai lagi, dan
pendalaman karakter dengan belajar acting, maka banyak dari cosplayer-cosplayer ini memiliki kreativitas dan kemampuan lain yang orang lain tidak miliki.
Dalam perkembangan gaya cosplay di Indonesia pun terus berkembang mulai dari hanya sekedar mengenakan kostum, kemudian mulai bertingkah laku seperti
karakter yang diperankan, melakukan stunt act di panggung dan fenomena-fenomena yang mulai muncul sekarang ini seperti crossdress yaitu seorang perempuan yang
berpakaian dan berperilaku seperti laki-laki dan sebaliknya, light ecchi adalah perilaku- perilaku ketika cosplay yang agak senonoh seperti mencium dan berpelukan, serta
cosplay photography yaitu cosplay yang berfokus pada suatu adegan atau situasi yang diabadikan oleh foto.
D. Kerangka Berpikir