Karakteristik Individu dengan Pencarian Sensasi

Keberadaan MAO monoamine oxidase, kode kelas genetik dopamine 4 DRD4, kadar hormon seksual dan kadar tingginya neurotransmitter norepinephrine maupun dopamine dipercaya menjadi kondisi biologis yang menyebabkan individu memiliki kebutuhan arousal dan sensasi yang tinggi. Kondisi biologis ini tentu disebabkan oleh susunan genetika yang diturunkan oleh generasi sebelumnya. Oleh sebab itu faktor herediter diprediksi memberi pengaruh setidaknya 60 pada seseorang untuk memiliki kebutuhan arousal dan sensasi yang tinggi dalam dirinya.

b. Faktor Lingkungan

Hasil pembelajaran sosial social learning merupakan faktor yang mempengaruhi dan ‘mengajarkan’ individu untuk menyukai sensasi dan perilaku mencari sensasi tertentu. Faktor lingkungan dan pembelajaran sosial ini kemudian diprediksi sebagai 40 kemungkinan seseorang untuk terstimulus dalam memiliki trait sensation seeking dan kebutuhan pencarian sensasi lainnya. Observasi dan imitasi pada orangtua, teman, dan significant others memungkinkan seseorang untuk mempelajari perilaku yang cenderung mencari sensasi, baik secara tinggi maupun rendah.

4. Karakteristik Individu dengan Pencarian Sensasi

Berikut merupakan table perbedaan indivdu pencari sensasi tinggi dan individu pencari sensasi yang rendah London Exner, 1978. Tabel 2.1 Perbedaan Diri Individu Pencari Sensasi Pencari Sensasi Tinggi Pencari Sensasi Rendah Antusias Penakut frightening Senang bermain playful Panik Petualang Tegang tense Imaginatif Gugup nervous Pemberani Gemetar shaky Riang elated Gelisah fearful Lucu zany Mudah cemas Nakal mischievous Pemarah 11 Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014 HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Menurut London Exner 1978. Karakteristik individu yang memiliki tingkat sensation seeking sedang adalah gabungan dari karakteristik tingkat sensation seeking tinggi dan rendah. Ini menunjukan bahwa individu tersebut memiliki sebagian aspek dari sensation seeking tinggi dan sebagian aspek dari sensation seeking rendah.

B. Self-Esteem 1. Pengertian Self-Esteem

Self-esteem secara bahasa berarti penghargaan diri. Dalam ilmu psikologi self esteem adalah sebuah penilaian terhadap diri sendiri, baik itu penilaian diri yang positif ataupun negatif yang mempengaruhi penerimaan terhadap dirinya sendiri. Menurut Centi 1995 konsep diri merupakan gambaran mental yang terdiri dari bagaimana individu melihat diri sendiri sebagai pribadi, bagaimana individu merasa mengenai diri sendirinya sendiri, dan bagaimana individu menginginkan diri seperti yang individu harapkan. persepsi individu atas diri sendiri disebut gambaran diri self-image, perasaan dan penilaian individu atas diri sendiri merupakan harga diri self-esteem, dan harapan individu atas diri sendiri disebut cita-cita diri self-idea Calhoun Acocella dalam Wulansari, 2010. Hal senada juga dikemukakan oleh Coopersmith 1967 yang mendefinisikan: Self esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan terutama yang berkaitan dengan harga dirinya sendiri, yang diekspresikan menjadi sikap menerima atau menolak, dan mengidikasikan tingkat dimana individu tersebut meyakini dirinya sebagai seorang yang memiliki kemampuan capable, keberartian significance, kesuksesan successful, dan keberhargaan worthy. Sementara menurut Rosenberg dalam Burns, 1993, self-esteem ini adalah suatu sikap positif atau negatif terhadap objek tertentu, objek tersebut tiada lain adalah dirinya sendiri.

2. Karakteristik Self-Esteem

12 Muhammad Abdillah Arsi Efsa, 2014 HUBUNGAN SENSATIONA SEEKING DENGAN SELF ESTEEM PADA COSPLAYER Studi Kotelasioanal Cosplayer di Kota Bandung Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu