Efektivitas Aplikasi Insektisida Sipermetrin Terhadap Kutu Ayam Petelur

EFEKTIVITAS APLIKASI INSEKTISIDA SIPERMETRIN
TERHADAP KUTU AYAM PETELUR

WIWEKA NANDA ARDHANI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Aplikasi
Insektisida Sipermetrin Terhadap Kutu Ayam Petelur adalah benar karya saya
denganarahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013

Wiweka Nanda Ardhani
NIM B04070107

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari peneliti kerjasama denga pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

ABSTRAK
WIWEKA NANDA ARDHANI. Efektivitas Aplikasi Insektisida Sipermetrin
Terhadap Kutu Ayam Petelur. Dibawah bimbingan UPIK KESUMAWATI HADI
dan SUPRIYONO.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui spesies kutu dan
penyebarannya pada ayam petelur, dan pengaruh sipermetrin sebagai insektisida
terhadap kutu pada ayam petelur. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober
2010 dalam enam tahap, yaitu mencari dan mengkoleksi ayam petelur yang
terinfeksi kutu, mengidentifikasi spesies kutu, menghitung jumlah kutu,
menentukan konsentrasi insektisida yang digunakan, aplikasi insektisida
(dipping), dan pengamatan pengaruh insektisida. Hasil menunjukkan bahwa
spesies kutu yang ditemukan pada ayam petelur adalah Menopon gallinae (100%).
Berdasarkan region, sebaran kutu tertinggi ditemukan pada region dada (92.5%).
Melalui aplikasi dipping, Sipermethrin efektif membunuh kutu dengan

konsentrasi 0.01 g/L (tingkat mortality >90%).
Kata kunci:ayam petelur, kutu, Menopon gallinea, sipermetrin

ABSTRACT
WIWEKA NANDA ARDHANI. The Efectivity of Cypermethrin Insecticide
Againts Poultry Layers Lice.Supervised by UPIK KESUMAWATI HADI dan
SUPRIYONO.

The aim of this study was to determine the species of lice and its
distribution, and also the effect of cypermethrin as insecticide against the lice in
poultry layers. This research was conducted on October 2010 in six phase i.e.
searching and collecting lice from a infested layers, identifiying the species of lice,
counting the number of infested lice, determining the concentration of insecticide,
applicating the insecticide (dipping) and observing the effect of insecticide. The
result showed that the lice species found in layer was Menopon gallinae (100%).
Base on the region of infestations, the highest distribution of the lice was found in
breast region (92.5%). By dipping application, the cypermethrin was effective for
killing the lice in the concentration of 0.01 g/L (the mortality rate ≥90%).
Keywords:cypermethrin, layers, lice, Menopon gallinae


EFEKTIVITAS APLIKASI INSEKTISIDA SIPERMETRIN
TERHADAP KUTU AYAM PETELUR

WIWEKA NANDA ARDHANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi: Efektivitas Aplikasi Insektisida Sipermetrin Terhadap Kutu Ayam
Petelur
:
Wiweka Nanda Ardhani

Nama
NIM
: B04070107

Disetujui oleh

'MセB@

セ@
Dr drh Upik Kesumawati Hadi, MS
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

23 AUG 2013

Judul Skripsi : Efektivitas Aplikasi Insektisida Sipermetrin Terhadap Kutu Ayam
Petelur
Nama
: Wiweka Nanda Ardhani

NIM
: B04070107

Disetujui oleh

Dr drh Upik Kesumawati Hadi, MS
Pembimbing I

drh Supriyono
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, Ph.D, APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

karunia-Nya skripsi yang berjudul “Efektivitas Aplikasi Insektisida Sipermetrin
Terhadap Kutu Ayam Petelur” berhasil diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tidak
terhingga kepada :
1 Dr drh Upik Kesumawati Hadi, MS dan drh Supriyono selaku dosen
pembimbing tugas akhir yang telah memberikan ilmunya, banyak
direpotkan oleh penulis, dan selalu sabar dalam membimbing penulis.
2 Dr drh Susi Soviana, M.Si yang selalu memberikan nasihat-nasihat
membangun untuk penulis
3 Dosen-dosen dan staf Laboratorium Entomologi yang selalu bersedia
membantu penulis, khususnya Pak Heri
4 Dr drh Eko S. Pribadi, MS selaku dosen pembimbing akademik yang
memberikan nasihat selama penulis mengenyam pendidikan
5 Keluarga tercinta papa, mama dan adek atas segala doanya dan nasehat
kepada penulis
6 I Putu Agus Ekayana Tusan, S.Tp dan seluruh keluarga besarnya yang
selalu memberikan semangat kepada penulis
7 Teman-teman yang sudah banyak membantu penulis Astri, Nurul,
Yunita, Yasmin, Selvi, Septi, Yayuk, Elsye, Ayu, Wayan
8 Kakak-kakak yang sudah sabar dan membantu penulis Abang Al, kak

Ria, kak Nica
9 Gianuzzi 44, Avenzoar 45, HKSA, LB, dan KMHD
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
W.Nanda Ardhani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Petelur (Gallus sp.)
Jenis Ektoparasit pada Ayam Petelur
Insektisida Sipermetrin
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian

Cara Pengujian
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
2
2
2
2
3

4
5
5
5
6
6
6
12
13
13
14
14
16

DAFTAR TABEL
1 Sebaran kutu Menopon gallinae pada ayam berdasarkan regio tubuh
2 Persentase penurunan jumlah kutu ayam (M. gallinae) pada perlakuan
konsentrasi 0.035 g/L
3 Persentase penurunan jumlah kutu ayam (M. gallinae) pada perlakuan
konsentrasi 0.02 g/L

4 Persentase penurunan jumlah kutu ayam (M. gallinae) pada perlakuan
konsentrasi 0.01 g/L
5 Hasil rata-rata reduksi kutu ayam (M. gallinae) setelah diberikan
perlakuaan dengan insektisida sipermetrin

8
9
10
10
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

9

Ayam Petelur
Struktur kimia sipermetrin
Kutu ayam M. gallinae
Kepala M. gallinae
Abdomen M. gallinae
Penurunan jumlah kutu pada konsentrasi 0.035 g/L
Penurunan jumlah kutu pada konsentrasi 0.02 g/L
Penurunan jumlah kutu pada konsentrasi 0.01 g/L
Nilai reduksi kutu pada berbagai konsentrasi pemberian sipermetrin

2
5
7
7
8
9
10
11
12

PENDAHULUAN
Ayam merupakan sumber utama protein hewani bagi masyarakat
Indonesia. Seiring meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia maka kebutuhan
protein hewani berupa telur dan daging yang bersumber dari ayam juga meningkat.
Hal ini memberikan peluang besar kepada peternak khususnya ayam petelur untuk
mengembangkan usahanya. Berbagai hambatan dan kesulitan dihadapi peternak
dalam usaha budidaya ternak ayam petelur. Masalah yang sering dihadapi di
dalam pemeliharaan ayam adalah penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri,
jamur, endoparasit dan ektoparasit.
Ektoparasit merupakan parasit yang hidup dibagian luar tubuh atau pada
permukaan inangnya. Jenis ektoparasit yang sering menyerang ayam adalah kutu.
Jenis kutu yang sering ditemukan pada ayam adalah kutu penggigit (Mallophaga)
yang merupakan parasit obligat yang seluruh hidupnya dari satu generasi ke
generasi berikutnya pada inang. Ayam yang terinfeksi kutu dapat mengalami
gangguan kenyamanan karena gigitannya dapat menimbulkan rasa gatal, sehingga
ayam dapat mengalami penurunan produksi. Gangguan produksi dapat berupa
pertumbuhan yang terlambat dan produktivitas telur tidak tercapai secara optimal.
Infestasi kutu juga menyebabkan perubahan perilaku, kebotakan pada leher dan
pada beberapa kasus menyebabkan kematian.
Jenis-jenis kutu yang banyak menyerang ayam di Indonesia adalah
Menopon gallinae, Menacanthus stramineus, Cuclotogaster heterographus,
Goniocotes dissimilis, Goniodes gigas, dan Lipeurus caponis (Hadi 2011). Banda
(2011) di Malawi bagian utara melaporkan ektoparasit yang banyak ditemukan
pada ayam petelur adalah C. mutans, M. gallinae, L. caponis, G. gigas dan M.
stramineus. Sementara itu Sychra et al. (2008) melaporkan bahwa jenis kutu yang
ada di Republik Czech adalah Goniocotes gallinae, M. gallinae, M. stramineus, L.
caponis, Menacanthus cornutus, C. heterographus, dan Goniocotes microthorax.
Upaya untuk menanggulangi infestasi ektoparasit ini umumnya dilakukan
dengan dua cara yaitu tindakan sanitasi dan penyemprotan insektisida. Tindakan
sanitasi dilakukan dengan desinfeksi kandang sekurang-kurangnya dua kali dalam
satu tahun dan penyemprotan insektisida pada kandang dilakukan pada malam
hari (Akoso 1998). Penggunaan insektisida sintetik yang sering digunakan untuk
pengendalian ektoparasit adalah sipermetrin. Sipermetrin merupakan golongan
piretroid dan disintesis pertama kali pada tahun 1974. Insektisida ini umumnya
digunakan dalam pengendalian serangga tetapi masih jarang dalam pengendalian
kutu pada ayam petelur. Keunggulan piretroid sintetik adalah memiliki pengaruh
melumpuhkan (knock down) dengan cepat serta tingkat toksisitas rendah pada
manusia. Pengendalian kutu ayam dengan insektisida sipermetrin belum banyak
dilakukan orang, oleh karena itu perlu dikaji aplikasi insektisida sipermetrin
terhadap kutu ayam petelur.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui jenis dan sebaran kutu
pada ayam petelur dan (2) efektivitas aplikasi insektisida sipermetrin terhadap
kutu ayam.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam memilih insektisida
untuk pengendalian kutu pada ayam petelur.

TINJAUAN PUSTAKA
Ayam Petelur (Gallus sp)
Ayam ras petelur adalah jenis ayam yang sangat efisien untuk
menghasilkan telur. Ayam ini dikenal karena mempunyai ukuran badan yang kecil,
cepat bertelur dan tidak mempunyai sifat mengeram lagi. Ayam sangat dibutuhkan
oleh masyarakat baik dari telur maupun daging, sehingga kebutuhan produksi
telur setiap tahun terus meningkat. Jenis ayam petelur ada dua tipe yaitu ayam
petelur tipe ringan dan ayam petelur tipe medium (Rasyaf 2001). Infestasi kutu
pada ayam petelur tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik. Meskipun
terinfestasi kutu, ayam nampak sehat dengan ciri bulu cerah,dan nafsu makan
tidak menurun. Menurut Tabbu (2002) bahwa infestasi kutu dalam jumlah banyak
dapat menyebabkan penurunan telur sebesar 10-20%, mempengaruhi konsumsi
pakan dan selanjutnya mengalami penurunan berat badan pada ayam.
Menurut Sturkie (2000) ayam petelur memiliki klasifikasi sebagai berikut :
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Aves
Famili
: Phasianidae
Subkelas
: Neornithes
Ordo
: Galliformes
Genus
: Gallus
Spesies
: G. gallus

Gambar 1 Ayam petelur (Sumber : Anonim 2012)

3
Ayam petelur tipe ringan mempunyai badan yang ramping, mata bersinar,
produksi telur tinggi, kedewasaan kelamin tumbuh awal, dan cepat berproduksi.
Ayam petelur tipe ringan ini sensitif terhadap cuaca panas. Ayam tipe sedang
dapat memproduksi telur dan daging. Ukuran badan lebih besar dan lebih kokoh
daripada ayam tipe ringan serta berperilaku tenang, otot- otot kaki dan dada lebih
tebal, dan produksi telur cukup tinggi (Sudarmono 2003).
Jenis Ektoparasit pada Ayam Petelur
Kutu merupakan salah satu ektoparasit yang permanen pada ayam, siklus
hidupnya dimulai dari telur, nimfa dan dewasa. Kutu yang sudah dewasa berada
di atas permukaan tubuh hewan. Menurut Sychra et al. (2008), kutu biasanya
memakan kerak-kerak kulit, selubung pelindung bulu yang sedang berkembang,
dan serabut-serabut bulu.
Jenis kutu ayam yang termasuk dalam golongan penggigit diantaranya
adalah kutu tangkai bulu (M. gallinae), kutu badan (M. stramineus), kutu kepala
(C. heterografis), kutu sayap (L. caponis), kutu bulu halus (G. microthorax), dan
kutu besar bulu halus (G. gigas) (Hadi & Soviana 2010).
Kutu M. gallinae mempunyai ciri-ciri yaitu memiliki warna kuning pucat
dan banyak terdapat pada tangkai bulu ayam. Kutu jantan memiliki panjang tubuh
1.71 mm sedangkan kutu betina 2.04 mm. Pada ruas-ruas dada dan perut terdapat
sebaris bulu dorsal. Jenis kutu ini juga menyerang unggas lain seperti itik dan
merpati. Perkembangan kutu ini relatif cepat, telur-telurnya diletakkan secara
bergerombol pada bulu ayam (Soulsby 1982). Kutu badan (M. stramineus),
terdapat pada kulit bagian-bagian badan yang tidak lebat ditumbuhi bulu seperti
pada dada, dan dubur ayam. Kutu ini memakan sisik epidermis, runtuhan bulu,
dan eksudat. Kutu ini mengiritasi ayam dan menyebabkan hewan mengalami
penurunan berat badan dan produksi telur. Telur diletakkan secara bergerombol
pada bulu-bulu dekat kulit (Levine 1990).
Kutu kepala (C. heterografis), merupakan kutu yang tinggal di daerah
kepala dan leher ayam. Kutu jantan memiliki panjang tubuh 2.43 mm, sedangkan
betina 2.0-6.0 mm. Kutu sayap (L. caponis), merupakan kutu yang tinggal di
bawah bulu-bulu sayap dan ditemukan pada bulu ekor, punggung atau leher.
Panjang kutu ini mencapai 2.2 mm, lebar 0.3 mm dan memiliki bentuk tubuh yang
ramping (Wall& Shearer 1997).
Kutu bulu halus (G. microthorax) berhabitat pada bulu-bulu halus di dasar
bulu ayam dan memiliki ukuran kecil. Kutu jantan memiliki panjang 1 mm,
sedangkan kutu betina 1.6 mm (Soulsby 1982). Kutu ini sering disebut sebagai
kutu bulu kapas karena tempat tinggalnya di dasar bulu-bulu halus ayam. Kutu
yang hampir sama dengan Goniocotes adalah kutu besar bulu halus (G. gigas),
Memiliki ukuran yang besar betina memiliki panjang 5 mm dan kutu jantan
panjangnya mencapai 3.2 mm (Levine 1990). Kutu ordo Mallophaga banyak
ditemukan diunggas dan sangat sedikit pada mamalia. Kutu ini berinduk semang
sangat spesifik dan spesifik terhadap bagian tubuh tempat kutu ini ditemukan.
Menurut Hienet al. (2011), bahwa ordo Mallophaga ini 99% berada pada tubuh
burung, ayam yang terinfestasi akan menyebabkan penurunan produksi telur.
Kutu mengalami metamorfosis tidak sempurna, mulai dari telur, nimfa
instar pertama sampai ketiga kemudian berubah menjadi dewasa. Seluruh tahap

4
perkembanganya secara umum berada pada inangnya. Telur berukuran 1-2 mm,
berbentuk oval, berwarna putih, dan pada beberapa jenis permukaan telur
bercorak-corak dan dilengkapi operkulum (Hadi 2011). Keberadaan ektoparasit
tergantung pada faktor-faktor yang terdapat di luar maupun di dalam kutu (Bains
1979). Pengaruh dari dalam berupa persaingan dengan parasit lain, evolusi atau
mutasi gen sehingga kutu menjadi punah. Pengaruh dari luar kutu berasal dari
inang dan lingkungan. Pengaruh dari inang berupa frekuensi molting, grooming,
struktur bulu inang, temperatur tubuh dan jenis inang (Marshall 1981).
Menurut Tabbu 2002 kutu dapat berpindah dari satu ayam ke ayam yang
lainya jika dipelihara pada kandang yang sama. Pemeliharaan ayam dilakukan
berdasarkan umur, yaitu sejak DOC (Day Old Chick), masa pemeliharaan
(grower) hingga masa bertelur. Pemisahan ayam berdasarkan umur bertujuan agar
memudahkan peternak dalam memindahkan ayam yang sudah menginjak masa
bertelur. Ayam tersebut tidak ditempatkan pada kandang yang ramai karena akan
mempengaruhi penurunan produksi telur secara drastis.
Insektisida Sipermetrin
Sipermetrin merupakan kelompok insektisida golongan piretroid sintetik.
Piretroid merupakan kelompok insektisida organik yang digunakan secara luas
sejak tahun 1970 dan saat ini perkembanganya sangat cepat. Menurut Wirawan
(2006) target utama insektisida piretroid adalah ganglion sistem saraf pusat
serangga. Piretroid memiliki sejumlah karakterstik penting antara lain bekerja
cepat pada serangga, aplikasi dosis rendah, toksisitas pada mamalia rendah, tidak
berbau, non residual (untuk generasi pertama), kelarutan dalam air rendah, dan
toksik terhadap ikan. Piretroid bekerja secara cepat dan menimbulkan paralisis
pada serangga.
Struktur kimia sipermetrin mengandung α-siano-3-fenoksibensil
termasuk golongan piretroid.Piretroid adalah racun axonic, yaitu beracun terhadap
serabut syaraf. Insektisida ini terikat pada protein syaraf yang dikenal sebagai
voltage-gate sodium chanel. Pada keadaan normal, protein membuka untuk
memberikan rangsangan pada syaraf dan menghentikan sinyal syaraf. Piretroid
terikat pada gerbang ini, dan mencegah menutup secara normal yang
menghasilkan rangsangan syaraf secara berkelanjutan. Hal tersebut menyebabkan
tremor dan gerakan inkoordinasi. Kelompok insektisida ini mempunyai sifat khas
untuk pengendalian serangga karena mempunyai efektifitas tinggi, kurang toksik
terhadap mamalia, hilangnya efektifitas relatif cepat dan mempunyai efek knock
down cepat (Wirawan 2006).

5

Gambar 2 Struktur kimia sipermetrin (Sumber : Anonim 2011)

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2010 di kandang ayam FKHIPB, sedangkan identifikasi kutu dilakukan di Laboratorium Entomologi
Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Cara Pengujian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan ayam petelur yang terinfeksi
kutu sejumlah 18 ekor. Ayam tersebut berasal dari peternakan petelur di Bekasi.
Umur rata-rata ayam adalah sekitar 80 minggu. Sebelum diberi perlakuan
insektisida, ayam terlebih dahulu dipelihara di dalam kandang dengan pemberian
pakan dan air minum ad libitum.
Penghitungan kutu pada tubuh ayam dilakukan dengan cara mengamati
keberadaanya di setiap regio, yaitu regio leher, dada, ekor dan lipatan sayap.
Penghitungan dilakukan dengan menggunakan alat hitung (counter) dengan waktu
2-3 menit pada setiap regio (Hadi & Rusli 2006).
Insektisida yang digunakan adalah sipermetrin 40 WP dengan konsentrasi
pemakaian sesuai dengan label yang ditentukan. Konsentrasi pada setiap individu
ayam yang digunakan yaitu 0.01 g/L, 0.02 g/L, 0.035 g/L dan kontrol. Teknik
aplikasi perlakuan dilakukan dengan menggunakan cara dipping atau perendaman.
Perendaman dilakukan dengan merendam ayam kedalam ember berisi insektisida
selama 1-2 menit/ekor. Ayam direndam seluruhnya hingga basah kecuali pada
regio kepala. Perlakuan di ulang sebanyak tiga kali, setiap pengulangan terdiri atas
dua ekor ayam. Setelah dipping, ayam kemudian dimasukkan kembali ke dalam
kandang perlakuan. Pengamatan terhadap kematian kutu dilakukan pada jam ke24, 48 dan 72 setelah perlakuan.

6
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan membandingkan jumlah kutu sebelum
perlakuan sipermetrin dan setelah perlakuan. Insektisida sipermetrin dikatakan
efektif jika > 90% reduksi. Pengolahan data untuk menghitung persentase reduksi
(persentase kematian) dilakukan dengan rumus :
A = X – X’ x 100 %
X
A = % Reduksi
X = Jumlah Populasi kutu sebelum perlakuan
X’ = Jumlah populasi kutu setelah perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Jenis dan Sebaran Kutu
Berdasarkan hasil pengamatan, dari 1897 ekor kutu pada 18 ekor ayam
ditemukan semuanya adalah satu jenis yaitu M. gallinae, kutu ini termasuk ke
dalam jenis kutu penggigit. Morfologi M. gallinae terdiri dari kepala, toraks, dan
abdomen. Mempunyai ciri-ciri badan pipih dorsoventral, tidak mempunyai sayap,
dan berwarna kuning pucat. Ukuran tubuh kutu ini yaitu 465 µm. Bentuk tubuh
yang pipih dorsoventral mempunyai fungsi untuk mempermudah dalam
pergerakan atau berpindah pada bulu ayam. Tipe mulut pada kutu ini adalah
penggigit (Gambar 3).
Tubuh kutu ini ditutupi oleh rambut yang pendek dan halus, serta
dilengkapi oleh kaki yang kuat dan kokoh. Pada setiap kaki dilengkapi dengan
kuku yang besar pada ujung tarsus yang bersama dengan tonjolan tibia yang
berguna untuk menempel dan memegangi bulu pada inang atau kulit. Kaki pada
kutu ini sebanyak tiga pasang. Abdomen pada kutu ini terdiri dari 8-10 ruas, pada
ruas toraks dan abdomen bagian dorsalnya terdapat deretan seta (bulu) keras
(Gambar 3 & 5).

7
a
d
e
f

b
c
g
h
i

Gambar 3 Kutu ayam M. gallinae, (a) mandibula, (b) palpus maksila, (c)
fossa antena, (d) antena, (e) kuku, (f) tibia, (g) tarsus, (h)
protoraks dan (i) mesotoraks

a
b
c

Gambar 4 Kepala M. gallinae pandangan dorsal, (a) mandibula, (b) palpus
maksila, (c) antena
Kepala kutu M. gallinae berbentuk segitiga. Kepala terdiri dari antena,
mandibula, dan palpus maksila. Mandibula berwarna kuning kecoklatan yang
berfungsi untuk memotong bulu kemudian potongan-potongan bulu akan jatuh ke
labrum dan di dorong masuk ke dalam mulut. Antena berwarna kuning kecoklatan
dan berbentuk seperti gada yang terletak tersembunyi di rongga sisi
kepalasehingga biasanya tidak terlihat. Palpus maksila tersusun atas empat ruas

8
dan berwarna kuning kecoklatan. Kutu ini mempunyai mata majemuk yang
sebagian besar menghilang atau berdegenerasi (Gambar 4).

a
Gambar 5 Abdomen M. gallinae (a) bulu setae
Sebaran kutu M. gallinae pada 18 ekor ayam sebelum diberi perlakuan
ditemukan di beberapa regio, seperti leher, sayap, dada dan ekor (Tabel 1).
Tabel 1 Sebaran kutu M. gallinae pada ayam berdasarkan regio tubuh
No Ayam
Ayam 1
Ayam 2
Ayam 3
Ayam 4
Ayam 5
Ayam 6
Ayam 7
Ayam 8
Ayam 9
Ayam 10
Ayam 11
Ayam 12
Ayam 13
Ayam 14
Ayam 15
Ayam 16
Ayam 17
Ayam 18
Jumlah (kutu)
Rata-rata (kutu)
Persentase (%)

Sebaran Berdasarkan Regio Tubuh
Leher
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
1
0
7
0.4
0.37

Dada
145
118
115
112
80
55
105
58
91
105
180
28
144
109
62
33
70
144
1754
97
92.51

Sayap
2
0
0
3
2
0
0
12
0
0
5
2
15
0
0
2
0
15
58
3.2
3.06

Ekor
7
9
0
5
8
0
0
2
0
0
23
3
0
3
9
7
1
0
77
4.3
4.06

Berdasarkan Tabel 1, didapatkan persentase sebaran kutu terbanyak pada
regio dada (92.51%), diikuti oleh regio ekor (4%), regio sayap (3.1%) dan regio
leher (0.4%).

9
Efektivitas Aplikasi Sipermetrin
Efektivitas aplikasi sipermetrin terhadap kutu ayam ditunjukkan pada
Tabel 2, 3, 4, 5 dan Gambar 6,7, 8, 9.
Aplikasi pemberian sipermetrin dengan konsentrasi 0.035 g/L pada waktu
24 jam menunjukkan adanya penurunan jumlah kutu mencapai 99.82%. Adapun
pada jam ke-48 dan ke-72, kutu ayam sudah mengalami penurunan hingga 100%
(Tabel 2 dan Gambar 6).
Tabel 2 Persentase penurunan jumlah kutu ayam (M. galinnae) pada perlakuan
konsentrasi 0.035 g/L
Ulangan

Jumlah
ayam
perlakuan

Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rata-rata
total

2
2
2

Rata-rata
Jumlah
kutu
sebelum
perlakuan
141
119
72.5

24
jam

48 jam

100
100
99.5

100
100
100

100
100
100

111

99.82

100

100

Rata-rata Persentase Reduksi jumlah kutu setelah perlakuan
72 jam

100
99
Rataan Reduksi (%)

98
97
96
95
94
93
92
91
90
24 jam

48 jam
Waktu

72 jam

Gambar 6 Penurunan jumlah kutu pada konsentrasi 0.035 g/L

10
Tabel 3 Persentase penurunan jumlah kutu ayam (M. galinnae) pada perlakuan
konsentrasi 0.02 g/L
Ulangan

Jumlah.
ayam
perlakuan

Rata-rata
Jumlah
kutu
sebelum
perlakuan

2
2
2

Rataan Reduksi (%)

Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rata-rata
total

Rata-rata Persentase Reduksi jumlah kutu setelah perlakuan
24
jam

48
jam

72
jam

88.5
98
122

100
100
100

100
100
100

100
100
100

103

100

100

100

100
99
98
97
96
95
94
93
92
91
90
24 jam

48 jam
Waktu

72 jam

Gambar 7 Penurunan jumlah kutu pada konsentrasi 0.02 g/L
Persentase pemberian sipermetrin pada konsentrasi 0,02 g/L mencapai
100% pada setiap waktu pengamatan (Tabel 3 dan Gambar 7). Pada Gambar 7,
terlihat jumlah kematian mencapai 100%.
Tabel 4 Persentase penurunan jumlah kutu ayam (M. galinnae) pada perlakuan
konsentrasi 0.01 g/L
Rata-rata
Jumlah
sebelum
perlakuan

Ulangan

Ulangan 1
Ulangan 2
Ulangan 3
Rata- rata
total

Jumlah
ayam
2
2
2

Rata-rata Persentase reduksi jumlah kutu setelah perlakuan

135.5
56.5
115.5

96.85
99.3
84.8

48
jam
100
100
100

103

93.66

100

24 jam

72 jam
100
100
100
100

Rataan Reduksi (%)

11
100
99
98
97
96
95
94
93
92
91
90
24 jam

48 jam
Waktu

72 jam

Gambar 8 Penurunan jumlah kutu pada konsentrasi0.01 g/L
Tabel 4 dan Gambar 8 menunjukkan adanya penurunan jumlah kutu pada
tubuh ayam terhadap pemberian sipermetrin dengan konsentrasi 0,01 g/L. Hasil
reduksi pada 24 jam yaitu 93.66%, sedangkan pada 48 jam dan 72 jam sudah
mencapai 100% (Tabel 4). Hasil reduksi kutu ayam setelah diberikan perlakuan
menggunakan insektisida sipermetrin pada konsentrasi 0.035 g/L, 0.02 g/L dan
0.01 g/L tidak berbeda nyata (p
. Pada semua tingkat konsentrasi
perlakuan ternyata sudah mampu membunuh lebih dari 90% bahkan mencapai
100%.
Tabel 5 Hasil rata-rata reduksi kutu ayam (M. galinnae) setelah diberikan
perlakuan dengan insektisida sipermetrin
Perlakuan

Hasil rata-rata reduksi kutu ayam

Reduksi 24 jam
Reduksi 48 jam
Reduksi 72 jam
sipermetrin 0.035(g/L)
99.82± 0.45a
100.00 ± 0.00a
100.00 ± 0.00a
a
a
sipermetrin 0.02 (g/L)
100.00 ± 0.00
100.00 ± 0.00
100.00 ± 0.00a
a
a
sipermetrin 0.01 (g/L)
93.6550 ± 7.23
100.00 ± 0.00
100.00 ± 0.00a
Keterangan : Huruf superskrip yang sama pada baris dan kolom yang sama menyatakan berbeda
nyata (P

12
100
99
98
97

Reduksi (%)

96
95
94

24 jam

93

48 jam

92

72 jam

91
90

0.035 g/L

0.02 g/L

0.01 g/L

Gambar 9 Nilai reduksi kutu pada berbagai konsentrasi pemberian
sipermetrin
Pembahasan
Hasil identifikasi yang diperoleh pada kutu ayam adalah satu jenis yaitu M.
gallinae. Kutu ini merupakan jenis kutu yang umum ditemukan pada unggas.
Keadaan geografi, iklim dan jenis ayam mempengaruhi variasi sebaran kutu.
Pengaruh tersebut terlihat dari dominasi dan jenis kutu yang hidup di tubuh inang.
Kutu M. gallinae merupakan kutu yang berkembang secara optimal pada daerah
dengan curah hujan yang cukup tinggi dan kondisi yang lembab (Banda 2011).
Tetapi Khan et al. (2003) menyebutkan pada ayam betina intensitas infestasi kutu
yang ditemukan lebih banyak L. caponis dibandingkan M. gallinae pada musim
panas.
Pada penelitian ini sebaran kutu terbanyak ditemukan pada regio dada
dengan persentase 92.51%, sedangkan pada regio ekor 4.06%, regio sayap 3.06%
dan regio leher lebih sedikit 0.37%. Persentase pada regio dada ditemukan paling
tinggi, dikarenakan pada daerah dada memiliki luas permukaan tubuh yang lebih
besar dan terdapat bulu-bulu yang halus serta lebat sehingga memungkinkan kutu
tersebut dapat terhindar dari patukan ayam.
Perkembangan kutu dari telur, nimfa hingga dewasa membutuhkan suhu
yang relatif tinggi. Menurut Marshall (1981) suhu lingkungan berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan telur dan nimfa kutu. Telur kutu akan
menetas selama 5-18 hari dan selama hidupnya kutu mampu menghasilkan teur
10-300 butir. Noble & Noble (1982) menyatakan bahwa preferensi habitat kutu
didahului dengan persaingan yang terjadi selama proses evolusi berlangsung.
Persaingan dalam memilih tempat-tempat khusus agar bebas untuk makan dan
berproduksi secara maksimal dengan batas-batas respon fisiologis dari inang.
Berdasarkan pengamatan, kutu ayam M. gallinae lebih banyak berada di
balik lipatan bulu-bulu ayam. Apabila bulu disibakkan terlihat kutu berjalan di
permukaan tubuh. Kutu ini bergerak dengan cukup cepat dan menyebar di seluruh
bagian tubuh. Kutu bertelur pada bulu, dan dapat berpindah dari ayam yang satu
ke ayam yang lainnya dengan cara kontak langsung.

13
Abdomen kutu M. gallinae berbentuk memanjang dan berukuran lebih
panjang daripada toraks. Ruas abdomen berjumlah delapan sampai sepuluh ruas,
dan pada ruas abdomen terdapat bulu (seta) yang berfungsi sebagai pelindung
mekanik bagi kutu (Borror et al. 1992). Abdomen berwarna kuning pucat.
Spirakel abdomen berjumlah enam pasang yang terletak di ruas kedua sampai
ketujuh atau ketiga sampai kedelapan (Essig 1954). Alat reproduksi M. gallinae
jantan yaitu berupa penis sedangkan pada betina menggunakan gonopods, yang
masing-masing terdapat pada segmen abdomen ke delapan (terakhir).
M. gallinae dikenal sebagai kutu tangkai bulu dan mempunyai kebiasaan
hidup pada bagian tengah tangkai bulu inangnya (Carwin & Nahm 1997).
Menurut Soulsby (1982) kutu jantan memiliki ukuran panjang 1.71 mm dan
memiliki bagian posterior kepala yang sangat lebar dan kepala bagian depan
berbentuk bulat. Kutu betina mempunyai panjang 2.04 mm dan memiliki bentuk
kepala triangular dengan panjang dan luas yang sama. M. gallinae pada penelitian
ini disajikan pada Gambar 3, dan mempunyai ukuran panjang yang jauh lebih
kecil, yaitu 0.486 mm.
Persentase penurunan jumlah kutu ayam pada konsentrasi 0.035 g/L
menunjukkan nilai reduksi 99.82% pada 24 jam setelah perlakuan sedangkan
konsentrasi 0.02 g/L menunjukkan nilai reduksi 100% pada semua perlakuan, dan
konsentrasi 0.01 g/L menunjukkan nilai reduksi 93.66% pada 24 jam ( Tabel 2, 3,
4 dan 5). Keseluruhan hasil persentase reduksi menunjukkan nilai ≥90%, artinya
konsentrasi insektisida tersebut bekerja dengan efektif dan optimal dalam
membunuh kutu. Apabila insektisida tersebut akan di pasarkan untuk
pengendalian kutu ayam, maka sudah memenuhi kriteria Komisi Pestisida (1995).
Insektisida sipermetrin memiliki efek sebagai racun kontak dan perut yang
sangat kuat dan merupakan racun yang mempengaruhi saraf serangga (racun
saraf) (Djojosumarto 2008). Efek lain yang ditimbulkan oleh sipermetrin yaitu
mempunyai efek knock down atau melumpuhkan serangga dengan cepat, sehingga
dalam waktu yang singkat dapat melumpuhkan kutu dan berakhir dengan
kematian. Cara kerja sipermetrin sebagai racun kontak yaitu masuk kedalam tubuh
serangga sasaran melalui kulit(kutikula), celah/lubang spirakel atau langsung
melalui mulut serangga. Penggunaan sipermetrin juga sering digunakan untuk
pengendalian serangga atau hama pemukiman seperti pengendalian nyamuk, lalat
dan kecoa (Sigit & Hadi 2006).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Jenis kutu yang ditemukan pada ayam petelur adalah M. gallinae, dan
terbanyak pada regio dada (92.51%). Aplikasi insektisida sipermetrin dengan
teknik dipping pada konsentrasi 0.01 g/L efektif mengendalikan kutu M.
gallinae pada ayam petelur.

14
Saran
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut pada ayam yang sedang berproduksi
tinggi untuk melihat respon adanya penurunan persentase produksi telur akibat
infestasi kutu.

DAFTAR PUSTAKA
Akoso BT. 1998. Kesehatan Unggas. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Anonimus. 2011. Gambar Struktur Kimia Sipermetrin [Internet]. [Diacu 2012 Juni
29]. Tersedia dari: http://www.google.co.id/bahan-bahan untuk membuat
pestisida.html.
Anonimus. 2012. Gambar ayam petelur [Internet]. [Diacu2012 Januari 12].
Tersedia
dari:
http://www.ews.kemendag.go.id/berita/News
Detailaspx?v_berita = 1319.
Bain BS. 1979. A manveil of poultry disease. London (UK): Roche basic.
Banda Z. 2011. Ectoparasites ofIndigenous Malawi Chickens. Aust J Basic &
Appl Sci. 5(6):1454-1460.
Bina Kimia, 2001. Mustang 25 EC. Jakarta (ID): PT Bina Kimia.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Yogyakarta (ID):Gadjah Mada University pr.
Carwin RM, Nahm J. 1997. Parasitic Disease.Missouri (UK):University of
Missouri College of Veterinry Medicine.
Djojosumarto. 2008. Panduan Lengkap Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID).
Agro Media Pustaka.
Essig EO.1954. College Entomology. New York (US):The Mac Milan Company.
Hadi UK, Rusli VL. 2006. Infestasi caplak anjing Rhipicephalus sanguineus
(Parasitiformis : Ixodidae) di daerah kota Bogor. J. Med. Vet. Indonesia.
10(2): 55-60.
Hadi UK, S Soviana. 2010. Ektoparasit (Pengenalan, Identifikasi, dan
Pengendalianya). Bogor (ID): IPB Pr.
Hadi UK. 2011. Bioekologi Berbagai Jenis Serangga Pengganggu Pada Hewan
Ternak di Indonesia dan Pengendalianya. Departemen Ilmu Penyakit
Hewan dan Kesmavet. Fakultas Kedokteran Hewan. IPB
Hien OC, Diarra B, Dabire R, Wangrawa J, Sawadowo L. 2011. Effect of external
parasites on the productivity of Poultry in the Traditional Rearing System in
the Subhumid Zone of Burkinafaso. Int J Poul Sci.10(3):189-196.
Khan MN, Nadeem M, Iqbal Z, Sajid MS, Abbas RZ. 2003. Lice Infestation in
Poultry. Int J Agri Biol. 5(2):213-216.
Komisi pestisida.1995. Progress Report (1988-1994). Jakarta. Departemen
Pertanian.
Levine DN. 1990. Parasitologi Veteriner. Yogyakarta (ID). Gadjah Mada
University Pr.
Marshall AG. 1981. The Ecology of Ectoparasitic Insect. London (UK) :
Academic Press Incoparation.

15
Noble ER, GA Noble. 1982. Parasitology The Biology of Animal Parasites 5th Ed.
Philadelphia (US) :Lea and Febiger.
Rasyaf M. 2001. Beternak Ayam Petelur. Jakarta (ID):Penebar swadaya.
Sigit SH, Hadi UK. 2006. Hama Permukiman Indonesia. Unit Kajian
Pengendalian Hama Permukiman Fakultas Kedokteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor (ID).
Soulsby EJL. 1982. Helmint, Anthropods and Protozoa of Domesticated Animal
6th ed. Mannig’s Veterinary Helmintologi and Entomology. (US):Williams
and Wilkins.
Sudarmono. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Sychra O, HarmatP, Literak I. 2008. Chewing lice (Pthiraptera) on chicken
(Gallus gallus) from small backyard flocks in the eastern part of the Crezh
Republic.J Vet Parasitol. 152: 344-348.
Tabbu CR. 2002. Penyakit Ayam dan Penanggulanganya. Yogyakarta (ID):
Kanisius.
Wall R, Shearer D. 1997. Veterinary Entomology : Arthropod Ectoparasites of
Veterinary Importance. London (UK): Chapman & Hall.
Wirawan IA. 2006. Insektisida Permukiman. Di dalam : Singgih HS dan Upik KH,
editor. Hama Permukiman Indonesia. Unit Kajian Pengendalian Hama
Permukiman Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor (ID).

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banyuwangi pada tanggal 7 Oktober 1988 dari ayah
Jaeno,S.Pd dan Riyoni,S.Pd. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis dibesarkan di kota Banyuwangi dan menempuh pendidikan sekolah
taman kanak-kanak di TK Dharma Wanita Sumbersewu, kemudian melanjutkan
di SD Negeri 3 Sumbersewu hingga lulus tahun 2001. Penulis melanjutkan
pendidikan ke SLTP Negeri 1 Srono dan lulus tahun 2004. Penulis lulus dari
SMA N 1 Genteng Banyuwangi pada tahun 2007 dan diterima di IPB melalui
jalur USMI.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan seperti anggota Himpunan Minat dan Profesi Hewan Kecil dan
Satwa Akuatik (HIMPRO HKSA), aktif dalam organisasi KMHD dan juga aktif
dalam Organisasi Mahasiswa Daerah Banyuwangi (OMDA). Penulis juga aktif
dalam kepanitiaan acara seperti Seminar Nasional.