Efektivitas Sipermetrin terhadap Kutu Menopon galiinae dengan Metode Penyemprotan pada Ayam Petelur

 
 

EFEKTIVITAS SIPERMETRIN TERHADAP KUTU Menopon
gallinae DENGAN METODE PENYEMPROTAN PADA AYAM
PETELUR

YANIDA YUSUP SETIAWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

 
 

 
 

 

 

 
 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas
Sipermetrin terhadap Kutu Menopon gallinae dengan Metode Penyemprotan pada
Ayam Petelur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
Yanida Yusup Setiawan
NIM B04090032


 
 

 
 

ABSTRAK
YANIDA YUSUP SETIAWAN. Efektivitas Sipermetrin terhadap Kutu Menopon
gallinae dengan Metode Penyemprotan pada Ayam Petelur. Dibimbing oleh UPIK
KESUMAWATI HADI dan SUPRIYONO.
Keberadaan ektoparasit adalah satu di antara kendala yang dihadapi
peternakan ayam petelur. Kerugian yang diakibatkan infestasi ektoparasit cukup
besar, seperti penurunan produksi telur. Upaya pengendalian yang banyak
dilakukan yaitu dengan menggunakan insektiksida. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efektivitas sipermetrin dalam mengendalikan infestasi kutu Menopon
gallinae yang dilakukan dengan metode penyemprotan pada ayam petelur.
Sebanyak 51 ekor ayam petelur berkutu yang diperoleh dari peternakan komersil
di Ciseeng, Bogor dikelompokkan ke dalam lima kelompok. Empat kelompok
diberi perlakuan sipermetrin, dan satu kelompok sisanya sebagai kelompok
kontrol diberi perlakuan air. Tiap kelompok terdiri atas tiga ekor ayam, dan

perlakuan sipermetrin dilakukan dengan metode penyemprotan, dengan empat
kali ulangan. Konsentrasi sipermetrin untuk masing-masing kelompok adalah 0.5
gr/L, 0.375 gr/L, 0.25 gr/L, dan 0.125 gr/L. Kutu dihitung menggunakan counter
dan diidentifikasi. Pengamatan kutu dilakukan tiga kali yaitu sebelum perlakuan,
24, dan 48 jam setelah perlakuan sipermetrin. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa jenis kutu yang ditemukan hanya satu jenis yaitu M. gallinae dengan
sebaran terbanyak di regio dada (89.93%). Pengaruh perlakuan sipermetrin
dengan berbagai tingkat konsentrasi menunjukkan reduksi kutu yang tidak
berbeda nyata (p>0.05). Konsentrasi sipermetrin 0.125-0.5 g/L efektif
mengendalikan kutu pada ayam petelur dengan metode penyemprotan (nilai
reduksi 66.35-100% pada 24 jam setelah perlakuan).
Kata kunci : ayam petelur, ektoparasit, insektisida, kutu, M. gallinae, sipermetrin
ABSTRACT
YANIDA YUSUP SETIAWAN. Effectivity of Cypermethrin against Menopon
gallinae with Spraying Method in Laying Hens. Supervised by UPIK
KESUMAWATI HADI and SUPRIYONO.
The presence of ectoparasites is one of the obstacles faced by the layer
poultry farm. Losses caused by ectoparasites infestation were large enough, such
as the decreasing of egg production. Control measures were mostly done by using
insecticides. This study aimed to determine the effectiveness of cypermethrin in

controlling Menopon gallinae lice infestations by spraying method in laying hens.
A total of 51 lice infested laying hens obtained from commercial farms in
Ciseeng, Bogor were grouped into fives. Four groups were treated by the
cypermethrin, and the rest of the group as a control treated by water. Each group
consisted of three chickens, and treated by cypermethrin spraying with four
replications. The concentration of cypermethrin for each groups were 0.5 g/L,
0.375 g/L, 0.25 g/L, and 0.125 g/L. Lice were identified and calculated by using
the counter. Lice observations were done three times i.e before treatment, 24, and

 
 

5
 

48 hours after cypermethrin treatments. The result showed that the lice found only
one species M. gallinae with the largest distribution in the breast region (89.93%).
The effect of cypermethrin treatment in different concentration levels showed that
the reduction of lice infestations were not significantly differents (p>0.05). The
concentration of cypermethrin 0.125-0.5 g/L was effectively to control lice in

laying hens by spraying method (reduction values 66.35-100% at 24 hours after
treatment).
Keywords: cypermethrin, ectoparasites, insecticide, laying hens, lice, M. gallinae

 
 

 
 

 
 

 
 

EFEKTIVITAS SIPERMETRIN TERHADAP KUTU Menopon
gallinae DENGAN METODE PENYEMPROTAN PADA AYAM
PETELUR
 


YANIDA YUSUP SETIAWAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
BOGOR
2013
 

 
 

 
 

 

 

7
 
Judul Skripsi
Nama
NIM

: Efektivitas Sipermetrin terhadap Kutu Menopon galiinae dengan
Metode Penyemprotan pada Ayam Petelur
: Yanida Yusup Setiawan
: B04090032

Disetujui oleh

drh Upik Kesumawati Hadi, MS PhD
Pembimbing I

drh Supriyono
Pembimbing II


Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus :

 
 

 
 

 
 


 


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan pada bulan April 2012 ini ialah analisis efikasi
insektisida, dengan judul Efektivitas Sipermetrin terhadap Kutu Menopon gallinae
dengan Metode Penyemprotan pada Ayam Petelur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu drh Upik Kesumawati Hadi, MS
PhD dan drh Supriyono selaku dosen pembimbing, serta teman-teman satu tim
penelitian Novita Elfrida Sembiring dan Eko Prasetyo Nugroho. Ungkapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah dan Ibu, kakak, beserta teman-teman
dan seluruh pihak yang telah membantu dan memberi dukungan sehingga
terselesaikannya karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013
Yanida Yusup Setiawan

 
 

 

 

 
 

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Tahap persiapan
Hewan Percobaan
Penghitungan Kutu
Tahap Pelaksanaan
Teknik Aplikasi Insektisida

Analisis data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jenis dan Sebaran Kutu
Pengaruh Perlakuan Sipermetrin
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

i
ii
ii
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
5
8
8
8
8
10

 
 

 
 

DAFTAR TABEL
1
2
3

Sebaran kutu M. gallinae pada tubuh ayam
Persentase reduksi jumlah kutu 24 jam setelah perlakuan
Persentase reduksi jumlah kutu 48 jam setelah perlakuan

5
5
6

DAFTAR GAMBAR
1
2

Persentase sebaran kutu pada regio tubuh ayam
Persentase reduksi pada berbagai tingkat konsentrasi insektisida

 
 

4
6

 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
 

Parasitosis merupakan satu di antara kendala yang dihadapi oleh suatu
peternakan, baik dalam peternakan komersial skala besar atau dalam peternakan
skala kecil (back yard farm). Kendala tersebut dapat mengakibatkan kerugian
ekonomi yang cukup signifikan. Parasit pada ayam yang menjadi kendala di
peternakan adalah endoparasit dan ektoparasit. Keberadaan parasit, khususnya
ektoparasit sangat merugikan sehingga perlu dilakukan pengendalian. Ektoparasit
yang umum menginfestasi unggas adalah kutu, tungau, pinjal, serta lalat. Kutu
yang penting bagi kesehatan ayam adalah Menopon gallinae dan Lipeurus
caponis. Ornithonyssus bursa adalah jenis tungau yang sering ditemukan
menginfestasi ayam dan dikenal sebagai gurem.
Kutu yang sering menginfestasi pada ayam adalah kutu penggigit (biting
lice). Dampak utama infestasi kutu penggigit pada ayam adalah iritasi dan pruritus
yang progresif akibat gigitan dari kutu tersebut. Ayam menjadi tidak tenang,
gelisah, kurang nafsu makan, serta penurunan produksi telur dan berat badan
(Huchzermeyer 1999). Ayam juga bisa melukai atau merusak bulunya sendiri
dengan cara mematuk dan menggosokkan bagian tubuh yang mengalami iritasi ke
dinding kandang.
Upaya pengendalian perlu dilakukan untuk mengatasi kerugian yang
disebabkan oleh infestasi kutu. Pengendalian dapat dilakukan melalui perbaikan
sistem manajemen peternakan dengan memperhatikan sanitasi kandang. Upaya
pengendalian lainnya yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan
insektisida. Penggunaan insektisida untuk mengendalikan infestasi kutu pada
ayam masih jarang dilakukan.
Insektisida yang banyak digunakan untuk mengendalikan hama
permukiman di Indonesia saat ini pada umumnya berbahan aktif sipermetrin.
Sipermetrin digunakan untuk mengendalikan serangga perusak kayu dan serangga
terbang seperti lalat, nyamuk, lipas serta beberapa hama pertanian seperti hama
penggerek (Wirawan 2006). Nagarjuna dan Doss (2009) menerangkan bahwa
sipermetrin biasa digunakan untuk mengendalikan hama perumahan, sektor
industri, dan pertanian. Suatu insektisida sudah harus diketahui efektivitasnya
terhadap serangga sasaran dan memenuhi kriteria Komisi Pestisida sebelum
formulasi insektisida tersebut di jual ke pasaran. Penulis merasa perlu untuk
melakukan kajian efikasi sipermetrin apabila insektisida tersebut akan digunakan
dalam pengendalian infestasi kutu pada ayam petelur. Uji efikasi sipermetrin 100
g/L terhadap mallophagosis pada ayam yang telah dilakukan Prelezov (2008)
dengan metode immersing dan powder dusting menunjukkan efektifitas 80-100%
pada 6 jam setelah perlakuan.
Tujuan Penelitian
 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas sipermetrin terhadap
kutu M. gallinae dengan metode penyemprotan pada ayam petelur.

 
 


 

Manfaat Penelitian
 

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
efektivitas sipermetrin terhadap kutu ayam dengan metode penyemprotan,
sehingga sipermetrin dapat digunakan dalam pengendalian kutu pada ayam
petelur.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai Juli 2012, bertempat di
kandang ayam Unit Pengelola Hewan Laboratorium (UPHL). Identifikasi kutu
dilakukan di Laboratorium Entomologi Kesehatan, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Tahap Persiapan
Hewan Percobaan
Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur yang
diperoleh dari peternakan ayam petelur King Farm yang berlokasi di Ciseeng,
Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan 51 ekor ayam yang terinfestasi
kutu dan berumur rata-rata 80 minggu. Aklimatisasi dilakukan selama satu
minggu dengan cara tidak memberikan perlakuan apapun pada ayam percobaan.
Ayam ditempatkan pada kandang baterai, diberi makan dan minum secara ad
libitum.
Penghitungan Kutu
Kutu pada tubuh ayam dihitung menggunakan counter pada regio leher,
dada, sayap, dan ekor. Waktu penghitungan adalah 2-3 menit per ekor ayam (Hadi
dan Rusli 2006). Penghitungan dilakukan tiga kali yaitu sebelum perlakuan, 24
dan 48 jam setelah perlakuan. Beberapa kutu hasil koleksi dibuat slide preparat
untuk diidentifikasi menggunakan mikroskop dengan kunci identifikasi Soulsby
(1982).
Tahap Pelaksanaan
Teknik Aplikasi Insektisida
Insektisida yang digunakan adalah sipermetrin dengan berbagai tingkat
konsentrasi yang ditentukan berdasarkan data yang tertera pada label (Max
Killer® 40 WP). Sebanyak 51 ekor ayam dikelompokan ke dalam lima kelompok
perlakuan. Empat kelompok diberi perlakuan aplikasi sipermetrin, dan satu
kelompok kontrol diberi perlakuan dengan air. Kelompok pertama adalah
kelompok perlakuan dengan konsentrasi 0.5 g/L, kelompok ke dua dengan
konsentrasi 0.375 g/L, kelompok ke tiga dengan konsentrasi 0.25 g/L, dan
kelompok ke empat dengan konsentrasi 0.125 g/L. Tiap kelompok terdiri dari tiga
ekor ayam.

3
 

Perlakuan sipermetrin dilakukan dengan metode spray yaitu dengan cara
menyemprotkan insektisida pada tubuh ayam, dan dilakukan sebanyak empat kali
pengulangan. Insektisida dilarutkan menggunakan pelarut air, dan disemprotkan
menggunakan back sprayer dengan nozzle 19 (diameter 1 mm) pada tekanan 6
atm, dengan jarak penyemprotan kurang lebih satu meter. Penyemprotan
dilakukan selama kurang lebih 30 detik sampai tubuh ayam cukup basah.
Pengamatan efektivitas sipermetrin dilakukan dengan cara penghitungan reduksi
kutu. Reduksi kutu dapat diketahui dengan cara menghitung selisih jumlah kutu
sebelum perlakuan dan setelah perlakuan. Insektisida dinilai efektif apabila
mampu mereduksi serangga sasaran dengan nilai reduksi ≥90% dalam waktu 24
jam (KOMPES 2012).
Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) untuk mengetahui perbandingan reduksi kutu yang diperoleh pada masingmasing perlakuan. Pengolahan data untuk menghitung persentase reduksi kutu
dilakukan dengan rumus :
A = X – X’
x 100 %
X
A = % Reduksi
X = Jumlah Populasi kutu sebelum perlakuan
X’ = Jumlah populasi kutu setelah perlakuan
Hasil yang diperoleh kemudian akan dianalisis dengan analisis sidik ragam
(ANOVA) dan dilanjutkan dengan uji Tukey.

 
HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis dan Sebaran Kutu
Berdasarkan hasil pengamatan, kutu yang teridentifikasi menginfestasi
ayam petelur ada satu jenis yaitu M. gallinae. Kutu M. gallinae diklasifikasikan
ke dalam kelas Insecta, ordo Phthiraptera, subordo Mallophaga, kelompok
Amblycera, dan famili Menoponidae. Kelompok Amblycera merupakan
kelompok kutu penggigit dengan ciri khas kepala lebar dan mempunyai palpus
maksila. M. gallinae merupakan spesies kutu yang biasa ditemukan pada ayam
(Khan et al. 2003). M. gallinae sering dikenal sebagai kutu batang bulu ayam
(shaft louse) dan berwarna kuning pucat. Kutu betina memiliki preferensi
oviposisi pada bagian dasar bulu inangnya. Kutu ini dianggap berbahaya bagi
unggas muda. Infestasi kutu pada unggas muda yang masih memiliki imunitas
rendah menyebabkan stres sehingga rentan terhadap infeksi penyakit serta
menyebabkan kematian (Kettle 1984).

 
 


 

Habitat kutu penggigit adalah permukaan kulit di antara bulu. Hal tersebut
sesuai dengan kebutuhan makanannya yang berupa kerak kulit dan eksudat
kering. Prevalensi kutu Mallophaga dipengaruhi oleh lingkungan. Intensitas
infestasi kutu pada ayam lebih tinggi pada musim panas atau kemarau (Saxena et
al. 1995). Kutu paling banyak ditemukan menginfestasi ayam di musim panas
terutama pada bulan Juni-Agustus, dan akan sangat jarang ditemukan pada bulan
November-Februari (El-Kifl et al. 1973).
Bentuk adaptasi morfologi kutu M. gallinae yaitu bentuk tubuh pipih
dorsoventral, tipe mulut penggigit, bentuk kepala lebar, tidak memiliki sayap, dan
tidak bermata. Kepala M. gallinae dilengkapi sepasang antena bertipe capitate
yang terlindungi dalam suatu celah. M. gallinae mempunyai toraks yang terbagi
atas protoraks, mesotoraks, dan metatoraks. Bagian protoraks biasanya terpisah
dari dua bagian lainnya yaitu bagian mesotoraks dan metatoraks yang bergabung
menjadi satu. M. gallinae memiliki tiga pasang kaki melekat pada toraks dengan
satu atau dua ruas pada tarsusnya (Soulsby 1982). Kaki yang kokoh dengan kuku
besar dan tonjolan tibia pada ujung tarsus berguna untuk merayap serta
memegangi bulu atau rambut inangnya. Tiap ruas abdomen terdapat setae (rambut
keras) untuk melindungi tubuh dari cekaman mekanik seperti gesekan pada
kandang dan patukan ayam. Abdomen M. gallinae beruas delapan sampai sepuluh
dan memanjang melebihi panjang toraksnya. Spirakel berjumlah enam pasang
terdapat pada tepi ruas-ruas abdomen.
Hasil penghitungan kutu dari 51 ekor ayam diperoleh sebanyak 10716
kutu dengan sebaran regionya yaitu regio dada, sayap, ekor, dan leher. Banyaknya
kutu pada tubuh ayam berbeda untuk tiap-tiap regio (Gambar 1 dan Tabel 1). M.
gallinae paling banyak ditemukan di tubuh ayam pada regio dada. Persentase
sebaran M. gallinae di tubuh ayam pada regio dada mencapai 89.93%. Hasil yang
sama juga dilaporkan pada penelitian Ardhani (2013) yang menunjukkan sebaran
M. gallinae pada ayam petelur terbanyak di regio dada dengan persentase sebesar
92.51%. Besarnya persentase pada regio dada tersebut lebih banyak dibandingkan
dengan regio sayap, ekor, dan leher (Tabel 1).

Gambar 1 Banyaknya kutu pada regio tubuh ayam petelur.

5
 

Tabel 1 Sebaran kutu Menopon gallinae pada tubuh ayam petelur
Sebaran berdasarkan regio tubuh
Jumlah (kutu)
Persentase (%)
Rata-rata (kutu)
Kisaran (kutu)

Dada
9637
89.93
188.96 ± 121.56
13-973

Sayap
658
6.14
12.90 ± 14.10
0-55

Ekor
269
2.51
5.27 ± 8.67
0-43

Leher
152
1.41
2.98 ± 5.79
0-27

M. gallinae mempunyai spesifitas yang tinggi terhadap bagian tubuh
tempat ditemukan pada inangnya (Noble dan Noble 1982). Berdasarkan hasil
pengamatan predileksi M. gallinae yaitu pada regio dada. Regio dada merupakan
regio yang paling banyak bulunya, M. gallinae lebih suka menempati regio yang
banyak ditumbuhi bulu. Selain itu regio dada juga sulit dijangkau oleh patukan
ayam, sehingga populasi kutu akan banyak ditemukan di regio ini. Pada regio
leher, sayap, dan ekor jumlah kutu yang terhitung lebih sedikit. Hal tersebut
disebabkan karena regio sayap lebih aktif digerakkan daripada regio dada
sehingga tidak banyak kutu ditemukan pada regio sayap. Iritasi akibat gigitan kutu
menyebabkan ayam sering menggesekkan tubuhnya ke dinding kandang.
Pengaruh Perlakuan Sipermetrin
Hasil pemaparan sipermetrin dengan berbagai tingkat konsentrasi pada
penelitian ini menunjukkan terjadinya reduksi kutu pada tubuh ayam. Persentase
reduksi kutu yang berbeda ditunjukkan pada setiap konsentrasi. Persentase reduksi
kutu digunakan untuk mengevaluasi efektivitas sipermetrin.

Tabel 2 Persentase reduksi kutu pada 24 jam setelah perlakuan
Konsentrasi (g/L)
0.125
0.25
0.375
0.5
Kontrol negatif

1
95.73
72.34
88.21
100
0

Ulangan (%)
2
3
88.05
45.53
83.51
70.37
92.54
63.44
100
100
0
0

4
36.07
60.64
27.22
100
0

Rata-rata (%)
66.35 ± 29.91a
71.72 ± 9.38a
67.85 ± 29.97a
100 ± 0.00a
0b

Keterangan : Huruf superskrip yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan pengaruh yang tidak
berbeda nyata pada taraf 5% (p>0.05).

 
 


 

Tabel 3 Persentase reduksi kutu pada 48 jam setelah perlakuan
Konsentrasi (g/L)
0.125
0.25
0.375
0.5
Kontrol negatif

1
98.29
86.04
92.39
100
0

Ulangan (%)
2
3
92.98
80.05
88.58
87.74
97.62
74.19
100
100
0
0

4
44.96
62.43
45.22
100
0

Rata-rata (%)
79.07 ± 23.99a
81.19 ± 12.56a
77.35 ± 23.66a
100 ± 0.00a
0b

Persentase reduksi kutu (%)

Keterangan : Huruf superskrip yang sama pada kolom rata-rata menunjukkan pengaruh yang tidak
berbeda nyata pada taraf 5% (p>0.05).

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0.125

0.25

0.375

0.5

Konsentrasi insektisida (g/L)
24 jam

48 jam

Gambar 2 Persentase reduksi pada berbagai tingkat konsentrasi insektisida.

Reduksi kutu yang teramati pada 24 jam dan 48 jam mengalami
peningkatan (Gambar 2). Peningkatan reduksi pada 24 jam dan 48 jam setelah
perlakuan terjadi karena perbedaan lama waktu paparan insektisida yang diterima
oleh serangga sasaran. Onset insektisida berbeda-beda pada setiap kutu.
Perbedaan onset menyebabkan perbedaan waktu kematian kutu. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sipermetrin dengan konsentrasi 0.5 g/L mampu
mengendalikan kutu sampai 100% pada 24 jam dan 48 jam setelah perlakuan.
Analisis statistika menunjukkan bahwa seluruh konsentrasi yang digunakan tidak
memberikan pengaruh yang berbeda nyata dalam mereduksi kutu (Tabel 2, 3).
Beberapa penelitian mengenai efektivitas sipermetrin terhadap kutu ayam
yang sudah dilakukan, menunjukkan sipermetrin sudah mampu mengendalikan
infestasi kutu pada tubuh ayam pada konsentrasi yang rendah. Penelitian
efektivitas insektisida sipermetrin 0.01 g/L terhadap kutu ayam petelur dengan
metode dipping (perendaman) oleh Ardhani (2013), menghasilkan efektivitas
mencapai 100% pada 72 jam setelah perlakuan. Prelezov (2008) melaporkan
bahwa sipermetrin 100 g/L mampu mengendalikan seluruh populasi kutu pada
tubuh ayam, yang teramati pada 6 jam setelah perlakuan di Trakia, Bulgaria.

7
 

Sipermetrin digunakan dalam mengendalikan kutu pada ayam di Zimbabwe
(Chhabra dan Donora 1994). Preparat sipermetrin 1% yang diaplikasikan dengan
metode dipping efektif dalam mengendalikan infestasi L. caponis pada ayam
petelur (Islam et al. 1999). Verocai et al. (2008) melakukan uji efikasi pada
sipermetrin 15% dalam mengontrol Struthiolipeurus spp. (Phthiraptera) pada
ostrich (burung unta) di Brazil yang menunjukkan hasil bahwa sipermetrin pada
konsentrasi tersebut mampu mengendalikan infestasi kutu dengan efektivitas
mencapai 100% pada 21 hari setelah perlakuan. Van der Merwe et al. (2004)
melakukan evaluasi pengaruh formulasi sipermetrin 1% yang diaplikasikan secara
topikal pada 1mL/10kg berat badan terhadap S. struthionis pada burung unta di
Afrika Selatan dan menunjukkan efektivitas mencapai 100%.
Sipermetrin sangat efektif mengendalikan kutu karena mempunyai
karakteristik penting yaitu onset yang cepat (knockdown dan flushing), bertindak
sebagai repelen, dosis yang diperlukan relatif rendah, pada umumnya tidak
berbau, mudah larut dalam air, bersifat residual dalam jangka panjang, toksisitas
pada mamalia rendah, serta sangat toksik pada ikan (Wirawan 2006). Velisek et
al. (2006) melaporkan bahwa preparat sipermetrin 100 g/L menyebabkan
toksisitas akut pada ikan rainbow trout yang ditunjukkan dengan gejala klinis
seperti konvulsi, inkoordinasi gerak, dan respirasi dipercepat.
Sipermetrin merupakan jenis insektisida golongan piretroid sintetis yang
termasuk dalam generasi ke empat. Senyawa ini mempunyai kerja yang lebih
spesifik yaitu sebagai racun kontak dan racun perut (Wirawan 2006). Racun
kontak masuk ke dalam tubuh serangga secara langsung menembus kutikula,
trakhea, dan kelenjar sensoris serangga dengan minyak atau komponen lain yang
terdapat dalam formulasinya. Racun perut masuk ke tubuh serangga saat
insektisida tertelan, melalui saluran pencernaan hingga akhirnya menyebabkan
kematian.
Efektivitas suatu insektisida dalam mengendalikan ektoparasit diperkuat
dengan metode aplikasi yang digunakan. Metode yang dilakukan dalam penelitian
ini yaitu dengan penyemprotan (spray). Metode spray merupakan metode yang
paling banyak digunakan baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Sekitar 75%
dari seluruh preparat pestisida di dunia diaplikasikan dengan cara disemprotkan
(Djojosumarto 2008). Alat yang digunakan yaitu sprayer yang praktis dan mudah
digunakan. Metode spray ini sangat cocok diterapkan untuk mengendalikan
ektoparasit di peternakan ayam petelur skala besar. Keuntungan dari metode spray
adalah insektisida yang disemprotkan akan tepat mengenai bidang sasaran yang
diinginkan.
Metode aplikasi lainnya yang dapat digunakan untuk mengendalikan
ektoparasit kutu dan tungau pada ayam yakni metode dustbathing dengan
insektisida. Martin dan Mullens (2012) melaporkan bahwa metode housing dan
dustbathing menggunakan diatomaceous earth (DE), kaolin clay, dan sulfur
memberikan efek yang signifikan pada upaya pengendalian Menacanthus
stramineus dan O. sylviarum pada ayam petelur. Persentase reduksi kutu sebesar
80-100% dapat diamati setelah tujuh hari perlakuan. Permin dan Hansen (1998)
menyatakan bahwa insektisida dengan formulasi serbuk untuk mengendalikan
kutu pada unggas, seperti malathion 4-5%, permetrin 0,25%, dan karbaril 5%. Di
sisi lain, malathion 0,5%, permetrin 0,05%, dan 0,5% tetraklorvinfos dapat
digunakan dengan metode spray.

 
 


 

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Jenis kutu yang ditemukan pada ayam petelur adalah M. gallinae. Predileksi
kutu M. gallinae yaitu terbanyak pada regio dada (89.93%). Konsentrasi
sipermetrin 0.125-0.5 g/L yang diaplikasikan dengan metode spray efektif
mengendalikan kutu dengan nilai reduksi 66.35-100% pada 24 jam setelah
perlakuan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai residu insektisida sipermetrin
dan toksisitas insektisida tersebut terhadap vertebrata.

DAFTAR PUSTAKA
Ardhani WN. 2013. Efektivitas Aplikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Kutu
Ayam Petelur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Chhabra RC, Donora N. 1994. Ectoparasites of poultry in Zimbabwe and their
control. Zimbn Vet J. 25:26-32.
Djojosumarto. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Agro Media
Pustaka.
El-Kifl AH, Wahab A, Kamel MK, Abdel WAE. 1973. Poultry ectoparasites in
sharikia Governorate. Agri Rev. 51:113-120.
Hadi UK, Rusli VL. 2006. Infestasi caplak anjing Rhipicephalus sanguineus
(Parasitiformis : Ixodidae) di daerah kota Bogor. J Med Vet. Indones.
10(2):55-60.
Huchzermeyer FW. 1999. Patología de avestruces y otras ratites. Madrid (ESP):
Ediciones Mundi-Prensa: 284.
Islam MK, Mondal MMH, Rehman MM, Haque AKMF, Chaudhery MMA. 1999.
Effects of Lipeurus caponis Linnaeus, 1958 (Mallophaga: Philoptiridae) on
laying hens. Vet Rev. 14:32-33.
Kettle DS. 1984. Medical and Veterinary Entomology. New York-Toronto (US):
Wiley-Interscience.
Khan MN, Nadeem M, Iqbal Z, Sajid MS, Abbas RZ. 2003. Lice infestation in
poultry. Int. J Agri Biol 5(2):213-216.
[KOMPES] Komisi Pestisida. 2012. Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida
Rumah Tangga dan Pengendalian Vektor. Jakarta (ID): Direktorat Pupuk
dan Pestisida, Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian,
Kementrian Pertanian.

9
 

Martin CD, Mullens BA. 2012. Housing and dustbathing effects on northern fowl
mites (Ornithonyssus sylviarum) and chicken body lice (Menacanthus
stramineus) on hens. J Med Vet Entomol. 26(3):323-333.
Nagarjuna A, Doss PJ. 2009. Acute oral toxicity and histopathological studies of
cypermethrin in rats. Indian J Anim Res. 43(4):235-240.
Noble ER, Noble GA. 1982. Parasitology : The Biology of Animal Parasites.
Philadelphia (US): Lea & Febiger.
Permin A, Hansen JW. 1998. The Epidemiology, Diagnosis and Control of
Poultry Parasites. Roma (IT): FAO.
Prelezov P. 2008. Comparative testing of some insecticides for control of
mallophagosis in chickens. Trakia J Sci. 6:78-81.
Saxena AK, Kumar A, Singh SK. 1995. Prevalence of Menopon gallinae Linne
(Phthiraptera: Amblycera) on poultry birds of Garhwal. J Parasit Dis.
19:69-72.
Soulsby EJL. 1982. Parasitology: The Biology of Animal Parasites 5th Ed.
Philadelpia (US): Lea and Febiger.
Van Der Merwe JS, Smit FJ, Van Schalkwyk L. 2004. The efficacy of an
amitraz/cypermethirn pour-on applied topically against the lice of ostrich
(Struthio camelus). J S Afr Vet Assoc. 75:70-71.
Verocai GG, Lopes LN, Burlini L, Cruz-Viera VP, Melo RMPS, Coumendouros
K. 2008. Efficacy of cypermethrin on the control of Struthiolipeurus spp.
(Phthiraptera: Philopteridae) in ostrich. Arq Bras Med Vet
Zootec. 60(5):1274-1276.
Velisek J, Wlasow T, Gomulka P, Svobodova Z, Dobsikova R, Novotny L,
Dudzik M. 2006. Effects of cypermethrin on rainbow trout (Oncorhynchus
mykiss). Vet Med J. 51(10):469-476.
Wirawan IA. 2006. Insektisida Permukiman. Di dalam Singgih HS dan Upik KH,
editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan
Pengendalian. Bogor (ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman
(UKPHP) FKH IPB.

 
 

10 
 

RIWAYAT HIDUP
Yanida Yusup Setiawan lahir di Karanganyar, Solo, Jawa Tengah pada
tanggal 19 Januari1991 dan merupakan putra kedua dari pasangan Bapak Suroto
dan Ibu Kibti Muyasaroh. Penulis mengecap pendidikan dasar di SD Negeri 1
Cangakan pada tahun 1997 dan melanjutkan ke SMP Negeri 1 Karanganyar pada
tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri
Kebakkramat. Tahun 2009 penulis resmi menjadi civitas akademika Institut
Pertanian Bogor melalui jalur Usmi IPB. Kegiatan penulis diluar akademik adalah
mengikuti organisasi AgriaSwara yang merupakan Paduan Suara Mahasiswa
(PSM) IPB, menjadi anggota himpro (himpunan minat dan profesi) HKSA FKH
IPB, dan penulis cukup aktif di Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) asal Solo
yang bernama Ayumas. Penulis pernah didaulat menjadi seorang ketua dalam
sebuah acara tahunan himpro yang bertajuk “Lovepetsnia Gathering and
Conference” yang merupakan acara rutin yang diadakan untuk mengumpulkan
mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan dari seluruh Indonesia yang tergabung
dalam organisasi Lovpetsnia. Penulis juga aktif dalam bidang jurnalisme kampus
yakni penulis pernah menjadi reporter, desainer, editor, dan bendahara dalam
organisasi jurnalistik VET!ZONE buletin kampus Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.