Hidrolisis Pati Palma Menggunakan α-Amilase

(1)

HIDRO

OLISIS PA

FAKU

IN

ATI PALM

DONY N

ULTAS TE

NSTITUT P

MA MENG

SKRIPSI

NOOR ROM

F34080034

EKNOLO

PERTANI

BOGOR

2012

GGUNAK

I

MADONA

4

GI PERTA

IAN BOG

R

KAN

α

-AM

ANIAN

GOR


(2)

HYDROLYSIS OF PALM STARCHES BY USING

α

-AMYLASE

Dony Noor Romadona andTiti Candra Sunarti

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Technology and Engineering Bogor Agricultural University, Dramaga Campus, P.O. Box 220 Bogor 16002

West Java, Indonesia

e-mail: Dony_Romadona@yahoo.co.id

ABSTRACT

Today, carbohydratesmostly supplied fromcerealand tuber crops.Even thoughit many other sources of starch for industrial rawmaterials, one of them is palm trees. To explore it’s possibility, thusneedinformation on the physico-chemical properties and processing technology of the starch. The objective of this study were to examine the correlation between starch as substrate and types of enzymes, it’s also to know attack action pattern of the enzyme to glycosides linkages in the starch.

Hydrolysis of starch used bacterial α-amylase, porcine pancreatin α-amylase, glucoamylase,

dextrozymes, and monitored the changes on the value of DE (dextrose equivalent) and DP (degree of polymerization). The values giveinformation aboutthe types of hydrolysis products and starch digestibility by pancreatin amylasefrom some kind of palm starch. The result showed the palm starches are normal starch with 20.04-26.67% of amylose contents. All palm starches can be utilized as substrates for raw material for starch hydrolysates industry. Completed hydrolysis of palm starch

enzymatically produced average 2.23-2.62 and 38.27-44.9 for bacterial α-amylase, and

average 2.28-3.31 and 30.27-43.91for pancreatin α-amylase.Onthe stage of saccharification, dextrozyme more effective than glucoamylasefor debranching of α-1,6-glycosides linkages so that

result value of DEgreater than glucoamylase with the average 95.74-98.81 and 1.01-1.04 for

dextrozyme, and average 94.65-98.21and 1.02-1.06 for amiloglukosidase.Palm starch from

Arenga pinnatahas a digestibilityvaluehigherthanothertypes ofpalmstarch.

Keywords: pancreatin amylase, thermophilic amylase, hydrolysis, palm starch, degree of polymerization, dextrose equivalent


(3)

Dony Noor Romadona. F34080034.Hidrolisis Pati Palma Menggunakan α-Amilase. Di bawah bimbingan Titi Candra Sunarti. 2012.

RINGKASAN

Sumber pangan yang banyak dikonsumsi berasal dari tanaman yang mengandung karbohidrat. Saat ini, tanaman penyedia karbohidrat mayoritas berasal dari serealia dan umbi-umbian. Meskipun terdapat berbagai jenis pati yang tersedia di setiap daerah, namun mayoritas pemenuhan kebutuhan karbohidrat sangat bergantung pada sumber lain seperti gandum, beras dan jagung. Padahal masih banyak sumber pati yang belum termanfaatkan secara optimal untuk bahan baku industri seperti tanaman palma. Pengembangan dan pemanfaatan pati baik di bidang pangan maupun non pangan sangat perlu dilakukan, sehingga sumber patitersebut dapat termanfaatkan secara optimal.

Produk berupa hidrolisat pati merupakan salah satu turunan dari pati yang dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk tergantung dari derajat atau tingkat hidrolisisnya. Selama proses hidrolisis susunan struktur pati baik amilosa maupun amilopektin akan mengalami perubahan.Salah satu proses hidrolisis yang dapat dilakukan adalahhidrolisis pati secara enzimatis, pada proses ini dilakukan pemutusan rantai polimer pati oleh enzim. Enzim sebagai katalis berperan penting dalam menunjang proses pembuatan produk di berbagai industri, salah satunya industri pangan. Kerja enzim tersebut sangat spesifik tergantung dari jenis produk yang ingin dihasilkan sehingga enzim yang ditambahkan harus sesuai dengan jenis polimer yang terkandung dalam bahan (substrat).

Perubahan struktur pati dapat diamati dengan melihat perubahan nilai DE (dextrose

equivalent) dan DP (derajat polimerisasi) sehingga dapat memberikan informasi mengenai jenis

produk yang dapat dihasilkan pati palma dan daya cerna dari pati tersebut. Oleh karena itu, kajian mengenai hidrolisis enzimatis terhadap pati palma perlu dilakukan dalam pengembangan dan pemanfaatan pati palma ini menjadi produk hidrolisat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perubahan nilai DE (Dextrose Equivalent) dan DP (Derajat Polimerisasi) yang terjadi selama hidrolisis enzimatis pati palma dan mengkaji keterkaitan antara substrat (jenis pati), jenis enzim, dan produk yang dapat dihasilkan serta menentukan daya cerna pati palma. Jenis pati palma yang digunakan ialah pati sagu rumbia, sagu baruk, sagu komersial, aren dan Caryota mitis. Digunakan beberapa industrial amylase yaitu α-amilase (bacterial), amiloglukosidase, dan dextrozyme untuk mengetahui potensi produk hidrolisat yang dapat dihasilkan pati palma danenzim α-amilase pankreatin digunakan untuk menentukan daya cerna pati secara in

vitro. Metodologi yang dipergunakan adalah persiapan bahan yang terdiri dari pemurnian pati

(deproteinasi dan defatting), dan persiapan 0,4% larutan pati tergelatinisasi (Sunarti et al. 2001), serta penentuan aktivitas enzim. Tahap kedua adalah penentuan kadar amilosa dan aktivitas enzim serta

hidrolisis enzimatis pati palma sesuai kondisi kerja optimum, konsentrasi substrat 0,2 % dan 5 U enzim/g pati. Tahap ketiga adalah analisa hidrolisat pati dengan pengamatan perubahan DP dan

DE di setiap waktu sampling. Hasil penentuan aktivitas kerja enzim diperoleh bahwa α-amilase (bacterial) pada pH 5,2 suhu 95°C adalah 811,305 U/ml enzim sedangkan amilase pankreatin pada pH 6 suhu 30°C memiliki aktivitas sebesar 758,430 U/ml enzim.

Patidaritanamanpalmatermasukpati normaldengankandungankadar amilosa berkisar 20,04-26,67 % dan amilopektin berkisar 73,3-9,96 %. Hidrolisis pati palma dengan menggunakan α

-amilase (bacterial) lebih cepat kerjanya dalam memotong ikatan α-1,4-glikosidik dibandingkan dengan α-amilase yang berasal dari mamalia/amilase pankreatin sehingga menghasilkan nilai DE yang lebih besar.


(4)

Hasil hidrolisis enzimatis pati palma dengan menggunakan enzim α-amilase (bacterial) pada tingkat hidrolisis 10 % menghasilkan 22,63-28,68 dan 3,82-4,49, sedangkan amilase pankreatin menghasilkan 24,02-38,81 dan 3,03-4,39. Hidrolisis enzimatis 40 % pada pati palma dengan menggunakan α-amilase (bacterial) menghasilkan 5,79-6,67 dan 15,3-17,96, sedangkan amilase pankreatin menghasilkan 5,7-8,3 dan 12,11-17,1. Semua jenis pati palma (sagu rumbia, sagu baruk, sagu komersial, aren dan Caryota mitis) yang dihidrolisis dengan menggunakan enzim α-amilase (bacterial) pada tingkat hidrolisis 10% dan 40% dapat menghasilkan maltodekstrin. Untuk hidrolisis enzimatis 100 % pada pati palma menghasilkan 2,23-2,62 dan 38,27-44,9 untuk α-amilase (bacterial), sedangkan amilase pankreatin menghasilkan 30,27-43,91 dan 2,28-3,31. Pada tingkat hidrolisis 100 %, semua jenis pati palma (sagu rumbia, sagu baruk, sagu komersial, aren dan Caryota mitis) yang dihidrolisis menggunakan α-amilase (bacterial) menghasilkan sirup campuran.

Pada tahap sakarifikasi, dextrozyme lebih efektif kerjanya dalam memotong ikatan α -1,6-glikosidik sehingga dapat menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan amiloglukosidase, yaitu dengan nilai 95,74– 98,81 dan 1,01 – 1,04 untuk dextrozyme, serta

94,65 – 98,21 dan 1,02 – 1,06 untuk amiloglukosidase. Pada tahap ini pati palma mampu menghasilkan sirup glukosa.

Daya cerna pati palma ditentukan secara in vitro dengan menghidrolisis pati palma menggunakan enzim α-amilase pankreatin selama 6 jam. Berdasarkan perubahantingkat hidrolisis yang terjadi pada waktu pengamatan diketahui bahwa pati aren memiliki nilai daya cerna yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pati palma lainnya.


(5)

HIDROLISIS PATI PALMA MENGGUNAKAN

α

-AMILASE

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DONY NOOR ROMADONA

F34080034

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(6)

Judul Skripsi :Hidrolisis Enzimatis Pati Palma Menggunakan α-Amilase Nama : Dony Noor Romadona

NIM : F34080034

Menyetujui, Pembimbing,

(Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si.) NIP 196612191991032001

Mengetahui : Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP 19621009 198903 2 001

     

Tanggal Lulus: November 2012  

   


(7)

 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

 

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Hidrolisis Pati Palma Menggunakan α-Amilase adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember2012 Yang membuat pernyataan

Dony Noor Romadona

F34080034

           


(8)

             

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

 

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari

Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

                         


(9)

BIODATA PENULIS

 

Dony Noor Romadona. Lahir di Subang pada tanggal 4 April 1991. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara pasangan Bapak AA Abdul Somad dan Ibu Mutati. Selama hidupnya penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Arif Rahman Hakim pada tahun 2002, Sekolah Lanjutan Pertama di SLTP Negeri 1 Ciasem pada tahun 2005 dan pada tahun 2008 penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Umum di SMA Negeri 1 Ciasem. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur PMDK atau USMI. Penulis diterima di Fakultas Teknologi Pertanian dengan jurusan Departemen Teknologi Industri Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa Fateta, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, diantaranya penulis menjadi pengurus Badan Pengawas Himalogin IPB pada tahun 2009-2010,anggota KPPM (Kelompok Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat) Himalogin IPB tahun 2009-2010, koordinator Club Teater Fateta IPB tahun 2009-2010, ketua divisi Kominfo BEM Fateta IPB tahun 2010-2011, dan menjadi anggota Himalogin pada tahun 2009-2012.

Selama menjalani kuliah penulis melaksanakan Kegiatan Praktek Lapang pada tahun 2011 di PT Tirta Marta yang berlokasi di di Jalan Raya Serang No.43 Km 17,2 Cikupa, Tangerang-Banten, dengan Judul Kegiatan Praktek LapangPenulis adalah “Mempelajari Aspek Proses Produksi

Starch-Based Biodegradable Plastics Dan Penerapan GMP (GoodManufacturing Practices) di PT Tirta

Marta, Serang. Pada tahun 2012 penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Hidrolisis Pati Palma Menggunakan α-Amilase”.


(10)

KATA PENGANTAR

Pujisyukurpenulispanjatkankehadirat Allah SWT, yang telahmemberikanrahmatdanhidayah-Nyasehinggapenulisdapatmenyelesaikanpenelitiandanskripsi yang berjudul“HidrolisisPati Palma Menggunakanα-Amilase” dilaksanakan diLaboratorium TIN FATETA IPB sejakbulanMarethinggaOktober 2012.

SkripsiinimerupakansalahsatusyaratuntukmemperolehgelarSarjanaTeknologiPertanian di DepartemenTeknologiIndustriPertanian, FakultasTeknologiPertanian, InstitutPertanian Bogor.Dalammenyelesaikantugasakhirini, tentunyabanyakpihak yang membantusecaralangsungmaupuntidaklangsung.Olehkarenaitu,

dalamkesempataninidengansegalakerendahanhati yang paling tuluspenulismenghanturkan rasa hormatdanterimakasih yang sebesar-besarnyakepadasemuapihak yang telahmembantudanmemotivasipenulisselamamengikutikuliahsampaidenganpenyusunanskipsiini.

Penulismengucapkantermakasihkepada:

1. Dr. Ir.Titi Chandra Sunarti, M.Si.,selakudosenpembimbingakademik yang telahmemberikanarahan, motivasidanbimbingan yang sangatbermanfaatselamaini.

2. Kedua orang tuadankeluarga yang

telahmendukungdanmemberikanmotivasisertadoakepadapenulisselamamelakukanpenelitiand anpenyusunanskripsi.

3. Seluruh staff pengajarDepartemenTeknologiIndustriPertanian yang telahmemberikanbanyakbekalilmu yang sangatbermanfaat.

4. BapakGunawan, BapakDicky, BapakSugiarto, Bu Ega, Bu Sri, Bu Rini,

sertasemualaboranDepartemenTeknologiIndustriPertanian yang telahmembantupelaksanaanpenelitianini.

5. Rekanseperjuangan, SitiAminahdan Puja Dwisebagaitemansatubimbingan yang

selalumemberikanbantuan, kerjasama, dansemangatdalammenjalanipenelitiansertapenyusunanskripsi.

6. Rekanseperjuangantempatpenelitian Faisal, Kamal, Trio, Yuyun, Alya, Ayu, Citra, Ida, Anas, Fany,Tori, Yudadanlainya

7. Rekan-rekanmahasiswaTIN 45 dantemen-temankontrakan (Miftah, Rene, dan Habib)yang

tidakhenti-hentinyamemberikandukungansaatawalpenelitiansampaimenyelesaikanpenulisanskripsi ini. 8. Pihak-pihak lain yang tidakbisapenulistuliskansatu per satu.

Penulismenyadaribahwatulisaninimasihjauhdarisempurna, untukitupenulismohonkritikdan

saran yang

bersifatmembangun.Penulisberharapsemogatulisannibermanfaatbagipenuliskhususnyadanbagipembac apadaumumnya.

Bogor, Desember 2012

Dony Noor Romadona F34080034


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN vii

I. PENDAHULUAN 1

A. LATAR BELAKANG 1

B. TUJUAN 2 II. TINJAUAN PUSTAKA 3

A. TANAMAN PALMA 3

1. Sagu Rumbia 3

2. Aren 4

3. Sagu Baruk 5 4. Caryota mitis 6 B. PATI 7 C. ENZIM 9

1. Alfa-amilase 10 2. Glukoamilase 11

3. Dextrozyme 11 4. Amilase Pankreatin 12 D. HIDROLISIS PATI 12

III. METODOLOGI 15

A. BAHAN DAN ALAT 15

B. METODE PENELITIAN 15

1. Persiapan Bahan 15 1.1 Deproteinasi 15 1.2 Defatting 15 1.3 Persiapan 0,4 % Larutan Pati Tergelatinisasi 16

2. Penentuan KandunganAmilosa Pati 16 3. Penentuan Aktivitas Enzim α-Amilase 16

4. Hidrolisis Pati Palma Menggunakan α-Amilase Termofilik 16 5. Penentuan Daya Cerna Pati Palma 17


(12)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18

A. PATI PALMA 18

1. Deproteinasi 19

Halaman

2. Defatting 19

3. Rasio Amilosa-Amilopektin 20

B.AKTIVITASENZIM 21

C. HIDROLISIS PATI PALMA OLEH α-AMILASE TERMOFILIK 22 1. Hasil Hidrolisis Enzimatis Pati Palma 23

2. Aplikasi Produk Hidrolisat Enzimatis 31 D. HIDROLISIS PATI PALMA OLEH α-AMILASE PANKREATIN 32

V. KESIMPULAN DAN SARAN 39

A. KESIMPULAN 39

B. SARAN 39

DAFTAR PUSTAKA 40


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.Komposisikimiasagurumbia 4

Tabel 2.Kandungankimiasagubaruk 6

Tabel 3.Karakteristik amilosadanamilopektin 8

Tabel 4.Rasioamilosa-amilopektinpadapatipalma 21

Tabel 5.Nilai DE dan DP padahidrolisis 10, 40 dan 100 % dengan α-amilase (bacterial) 29

Tabel 6.Aplikasiprodukhidrolisispati 30

Tabel 7.Nilai DE dan DP darihidrolisis α-amilasedenganpenambahan

AMG dan dextrozyme 30


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar1. Pohonsagu (Metroxylon sp.) 4

Gambar 2. Pohonaren 5

Gambar3. Pohonsagubaruk 6

Gambar 4. Strukturamilosa 7

Gambar5. Strukturamilopektin 8

Gambar 6. Mekanismekerja α-amilasepadaamilosa 10

Gambar 7. Mekanismekerja α-amilasepadaamilopektin 11

Gambar 8. Proses hidrolisispatimenjadiglukosa 13

Gambar 9. Tahapan proses hidrolisispatisecaraenzimatis 14

Gambar10.Penampakanfisikpatipalma 18

Gambar11. Perubahantingkathidrolisispatisagubarukoleh α-amilase (bacterial) 24 Gambar12. Perubahantingkathidrolisispati (sagu,aren, Caryotamitis)

oleh α-amilase (bacterial) 24 Gambar13. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatisagubaruk1

oleh α-amilase (bacterial) 26 Gambar14. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatisagubaruk2

oleh α-amilase (bacterial) 26 Gambar15. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatisagubaruk3

oleh α-amilase (bacterial) 26 Gambar16. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatisagurumbia

oleh α-amilase (bacterial) 27 Gambar17. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatisagukomersial

oleh α-amilase (bacterial) 27 Gambar18. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatiarenoleh α-amilase (bacterial) 27 Gambar19. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatiCaryota mitis

oleh α-amilase (bacterial) 28 Gambar 20. Perubahantingkathidrolisispatisagubarukoleh α-amilasepankreatin 32

Gambar21. Perubahan tingkat hidrolisis pati (sagu, aren, Caryota mitis)

oleh α-amilase pankreatin 33

Gambar 22. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatisagubaruk1

oleh α-amilase pankreatin 35 Gambar 23. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatisagubaruk2

oleh α-amilase pankreatin 35 Gambar 24. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatisagubaruk3

oleh α-amilase pankreatin 35 Gambar 25. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatisagurumbia


(15)

oleh α-amilase pankreatin 36 Gambar 26. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatisagukomersial

oleh α-amilase pankreatin 36 Halaman Gambar 27. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatiarenoleh α-amilase (bacterial) 36 Gambar 28. Perubahan DPdan DE padahidrolisispatiCaryotamitis

oleh α-amilase (bacterial) 37 Gambar29. Produkhasilhidrolisis α-amilase 37 Gambar30. Peluangpemutusanrantaioleh α-amilase 38


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1.Prosedurpenentuankadaramilosa 44

Lampiran 2.Prosedurpengukuran total guladenganmetodefenol-sulfat 45

Lampiran 3.Tata caraanalisagulapereduksimetode Park-Johnson yang dimodifikasi 46 Lampiran 4.Penentuanaktivitas α-amilase (bacterial) 47 Lampiran 5.Penentuanaktivitas α-amilasepankreatin 48


(17)

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

Indonesia dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dikenal sebagai negara yang kaya akan potensi hasil pertaniannya. Sumber daya alam yang besar ini merupakan modal penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Sumber pangan yang banyak dikonsumsi berasal dari tanaman yang mengandung karbohidrat. Saat ini, tanaman penyedia karbohidrat mayoritas berasal dari serealia dan umbi-umbian. Meskipun terdapat berbagai jenis pati yang tersedia di setiap daerah, namun mayoritas pemenuhan kebutuhan karbohidrat sangat bergantung pada sumber lain seperti gandum, beras dan jagung. Padahal masih banyak sumber pati yang belum termanfaatkan secara optimal untuk bahan baku industri seperti tanaman palma. Pengembangan dan pemanfaatan pati baik di bidang pangan maupun non pangan sangat perlu dilakukan, sehingga sumber pati tersebut dapat termanfaatkan secara optimal.

Pati merupakan salah satu jenis polisakarida dari homopolimer glukosa denganikatan α -glikosidik. Salah satu sumber pati yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku industri yaitu berasal dari tanaman palma. Jenis-jenis tanaman palma ini pada umumnya tersebar di berbagai daerah tropik dan subtropik wilayah Indonesia. Akan tetapi, pemanfaatan kandungan pati yang terdapat di dalam tanaman ini belum optimal dalam pemanfaatanya menjadi suatu produk. Sebagai bahan yang mengandung pati, maka tanaman palma ini dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit, pati dan bahan baku industri misalnya hidrolisat pati.

Hidrolisis pati secara enzimatis merupakan pemutusan rantai polimer pati oleh enzim. Enzim sebagai katalis berperan penting dalam menunjang proses pembuatan produk di berbagai industri, salah satunya industri pangan. Kerja enzim tersebut sangat spesifik tergantung dari jenis produk yang ingin dihasilkan sehingga enzim yang ditambahkan harus sesuai dengan jenis polimer yang terkandung dalam bahan (substrat).

Salah satu jenis enzim yang banyak digunakan ialah amilase, enzim ini merupakan hidrolase yang dapat mendegadasi pati menjadi unit-unit monosakarida. Beberapa industrial amylase yang banyak digunakan ialah α-amilase (bacterial), amiloglukosidase dan dextrozyme. Alfa-amilase

(bacterial) merupakan suatu endoenzim termostabil yang banyak digunakan di industri pangan.

Amiloglukosidase merupakan enzim yang bersifat ekso-amilase, yaitu dapat memutus rantai pati menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian yang tidak mereduksi dari molekul tersebut. Enzim ini dapat memotong ikatan α-1,4 dan ikatan α-1,6 sehingga molekul-molekul pati atau oligosakarida-oligosakarida dapat dikonversikan menjadi molekul-molekul glukosa bebas, sedangkan dextrozyme merupakan enzim campuran antara pullulanase dan amiloglukosidase.

Dalam menentukan daya cerna suatu pati dapat dilakukan secara in vitro yaitu dengan menghidrolisis pati menggunakan α-amilase pankreatin. Amilase pankreatin merupakan hasil ektraksi pankreas yang berasal dari binatang (mamalia). Enzim ini mempunyai kondisi kerja optimum yang mirip dengan kondisi lambung manusia sehingga pemanfaatanya dapat digunakan untuk mengetahui bahan pangan atau pati baru yang akan dieksplorasi memiliki daya cerna yang tinggi atau rendah.

Produk berupa hidrolisat pati merupakan salah satu turunan dari pati yang dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk tergantung dari derajat atau tingkat hidrolisisnya. Selama proses hidrolisis susunan struktur pati baik amilosa maupun amilopektin akan mengalami perubahan. Perubahan itu dapat diamati dengan melihat konsentrasi gula pereduksi(Dextrose Equivalent) dan DP (Derajat Polimerisasi).


(18)

Pemanfaatan pati dari tanaman palma masih terbatas perkembangannya, hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi mengenai sifat fisiko-kimia, teknologi proses produksi dan pengolahan pati. Oleh karena itu, kajian mengenai hidrolisis enzimatis dengan bahan baku pati palma ini sangat penting dilakukan sehingga dapat dijadikan sebagai pembuka jalan untuk memperluas pemanfaatan pati dari tanaman palma secara lebih lanjut dan dapat mengetahui jenis produk dengan melihat perubahan nilai DE (Dextrose Equivalent) dan DP (Derajat Polimerisasi) yang terjadi selama proses hidrolisis dengan bantuan enzim amilase.

B.

TUJUAN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi pemanfaatan pati dari tanaman palma di Indonesia sebagai bahan baku produk hidrolisat pati, sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengkaji perubahan nilai DE (Dextrose Equivalent) dan DP (Derajat Polimerisasi) yang terjadi selama hidrolisis pati palma oleh α-amilase.

2. Mengetahui daya cerna pati palma.  

     

                       


(19)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

TANAMAN PALMA

Keluarga tanaman palma (Arecaceae) merupakan tumbuh-tumbuhan yang sudah lama terdapat di Indonesia.Tanaman palma sudah dikenal sebagai tanaman yang mempunyai banyak manfaat bagi manusiadan mempunyai beragam jenis yang tersebar di daerah tropik dan subtropik. Indonesia sebagai negara tropik memiliki sekitar 460 jenis tanaman dari ± 35 genus, yang tersebar merata di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, Irian Jaya, dan pulau-pulau kecil lainnya. Jenis-jenis yang umumnya dapat ditemui di Indonesia antara lain Enau atau Aren (Arenga pinata), gebang (Coryphautan), Nipah (Nypa fruticans Wurmb), nibung (Oncosperma tigillarium), rotan (Calamus rottan),kelapa (Cocos nucifera), salak (Salacca zalacca), sagu atau rumbia (Metroxylon sago), dan siwalan (Borassus flabellifer)(Rachman dan Sudarto 1992).

Secara umum tanaman palma mempunyai ciri-ciri seperti batangnya tumbuh tegak ke atas dan jarang bercabang, batangnya beruas-ruas dan tidak memiliki kambium sejati, akarnya tumbuh dari pangkal batang dan berbentuk akar serabut, berdaun majemuk, tangkai daun memiliki pelepah daun yang membungkus batang, bunga tersusun dalam karangan bunga (mayang), buahnya ditutupi lapisan luar yang relatif tebal (biasa disebut sabut), biji buah relatif cair pada saat masih muda dan semakin mengeras ketika tua(Alamendah 2009).

Tanaman palma banyak dibudidayakan sebagai tanaman penghasil gula, tepung, pati, dan tanaman hias.Beberapa tanaman palma yang dapat menghasilkan pati yaitu diantaranya sagu rumbia, aren, sagu baruk, dan Caryota mitis.

1.

Sagu Rumbia

Sagu rumbia (Metroxylon sp.) adalah salah satu jenis tanaman berbiji tunggal (monokotil) yang berasal dari divisi Spermathophyta, kelas Angiospermae, ordo Spadiciflorae,keluarga Palmae, marga Metroxylon. Sagu rumbia merupakan sagu sejati yang dapat tumbuh di lahan rawa, lahan kering dan daerah aliran sungaiseperti di Papua, Riau dan Kalimantan. Tanaman ini memiliki nama lokal yaitu pohon sagu (Indonesia), kirai (Jawa Barat), balau (Serawak), lapia (Ambon), dan pidgin (Papua).Sagu dari genus Metroxylon, secara garis besar digolongkan menjadi dua yaitu tanaman sagu yang berbunga atau berbuah dua kali (Pleonanthic) dengan kandungan pati rendah dan tanaman sagu yang berbunga atau berbuah sekali (Hepaxanthic) yang mempunyai nilai ekonomis penting, karena kandungan patinya lebih banyak(Bintoro 1999).

Tanaman sagu telah lama tersebar di nusantara, diperkirakan berasal dari Maluku dan Papua. Luas areal sagu yang terdapat di Indonesia diperkirakan lebih dari satu juta hektare. Selain di Maluku dan Papua, sagu juga terdapat di Aceh, Sumatra Barat, Riau, Kalimantan Barat, Jawa Barat, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan lebih dari 50 % sagu Indonesia tumbuh di Papua.Sagu tumbuh di daerah-daerah rawa yang berair tawar, rawa yang bergambut, sepanjang aliran sungai, sekitar sumber air, dan hutan-hutan rawa yang kadar garamnya tidak terlalu tinggi. Bintoro (1999) menyatakan bahwa sagu di daerah Maluku dan Papua tumbuh liar pada rawa-rawa dan dataran rendah. Di Sumatra sagu banyak ditanam di daerah rawa-rawa yang membentang dari Provinsi Sumatra Selatan sampai Sumatra Utara melalui Jambi dan Riau, sagu dapat tumbuh baik pada tanah vulkanik, podzolik merah kuning, gumusol, alluvial, dan hidromofik.

Bagian yang terpenting dari tanaman sagu adalah batang. Batang merupakan tempat untuk menyimpan cadangan makanan berupa karbohidrat. Batang sagu berbentuk silinder dengan kulit luar


(20)

yang keras dan bagian dalam berupa empulur yang mengandung serat-serat dan pati. Batang sagu berdiameter sekitar 50 cm bahkan dapat mencapai 80-90 cm. Sagu memiliki daun sirip, menyerupai daun kelapa yang tumbuh pada tangkai daun. Bunga sagu majemuk yang keluar dari ujung batang sagu, berwarna merah kecokelat-cokelatan seperti karat. Kandungan pati dalam empulur batang sagu berbeda-beda tergantung pada umur, jenis, dan lingkungan tumbuh. Penurunan kandungan pati dalam batang sagu biasanya ditandai dengan mulai terbentuknya primordia bunga (Haryanto dan Pangloli 1992). Pohon sagu dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pohon Sagu (Metroxylon sp.)

Pati sagu dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif seperti di daerah Maluku dan Papua sampai saat ini masih mengkonsumsi makanan pokok berupa pati sagu yang dimasak dan dikenal dengan nama papeda.Selain itu, pati sagu dapat digunakan dalam industri pangan sebagaimana tepung beras, jagung, kentang, gandum, dan tapioka. Banyak digunakan dalam industri gula cair, industri rumah tangga, perekat, mie, kue, karamel, dan industri lainnya. Komposisi kimia yang terkandung dalam sagu rumbia disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia sagu rumbia

Komponen Jumlah (%)

Kadar Air 10-17

Protein 0.31

Lemak 0.11-0.25 Karbohidrat 81-88

Serat 1.35

Amilosa 27

Amilopektin 73 Sumber : Flach dan Rumawas (1996)

2.

Aren

Pohon aren (Arenga pinnata Merr.) merupakan tumbuhan berbiji tertutup dan termasuk suku Arecaceae (pinang-pinangan). Klasifikasi lengkapnya adalah divisi Spermathophyta kelas Angios-permae, ordo Arecales, genus Arenga, dan species Arenga pinnata. Di Indonesia tanaman aren tersebar hampir di seluruh wilayah nusantara seperti di Aceh, Kalimantan, Sulawesi, Ambon, Maluku, dan lainnya. Pohon aren banyak tumbuh di daerah tropis. Jenis tanaman ini dapat tumbuh dengan baik di tempat yang dekat aliran sungai, baik di hutan atau di tempat yang agak terbuka pada


(21)

ketinggian0-1400 m dpl. Tanaman aren (Gambar 2) memiliki tajuk (kumpulan daun) yang rimbun, dimana daun-daun muda yang terikat erat pada pelepahnya berposisi agak tegak, sedangkan daun-daun-daun-daun yang tua mengering dan terlepas dari pelepahnya.

Batang tanaman ini terbalut ijuk yang warnanya hitam dan sangat kuat, perakarannya menyebar dan cukup dalam, daun tanaman aren yang sudah dewasa berawarna hijau gelap dan bersirip ganjil, buah aren berbentuk bulat berdiameter 4-5 cm didalamnya berisi biji sebanyak tiga buah masing-masing berbentuk separti satu siung bawang putih. Sampai saat ini dikenal tiga jenis aren yaitu aren (Arenga pinnata), aren gelora (Arenga undulatifolia), dan aren sagu (Arenga microcarpa). Aren mempunyai banyak nama daerah seperti Enau (Indonesia), Hanau (Banjarmasin), Kawung (Sunda), Aren (Jawa), Onao (Toraja), Bone (Timor), Pola (Sumbawa), dan Anau (Minangkabau) (Sunanto 1993).

Gambar 2. Pohon aren

Tanaman aren merupakan tanaman yang multiguna, hampir seluruh bagian tumbuhan ini dapat dimanfaatkan. Dari tandan bunganya dapat diperoleh nira untuk bahan pembuat gula, cuka atau minuman. Buahnya (kolang-kaling) dipakai sebagai bahan makanan dan minuman. Ijuknya merupakan bahan baku anyaman, dekorasi dan atap rumah tradisional, sedangkan batangnya mengandung pati yang dapat diperdagangkan (Flach dan Rumawas 1996).

Pohon aren (Arenga pinnata) umumnya tumbuh pada wilayah ketinggian dengan sebaran yang luas sehingga memiliki potensi yang sangat besar. Selain buah dan niranya, batang tanaman aren dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat karena mengandung banyak pati. Salah satu bagian terpenting dari tanaman aren adalah bagian batang. Pada bagian ini dijumpai akumulasi pati yang cukup banyak. Untuk memperoleh pati dari bagian batang aren maka harus dilakukan ekstraksi.Proses ekstraksi ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengeluarkan pati dari sel tanaman dan memisahkannya dari komponen lainnya. Pada umumnya, tepung aren banyak terkandung dalam batang pohon aren yang relatif muda (15-25 tahun) tergantung pada tingkat kesuburanya.Pohon aren digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan tepung atau pati aren. Pati aren dihasilkan dari bagian empulur batang yang mengandung sel-sel parenchym penyimpan tepung. Batang tanaman aren mengandung pati 2,83-11,51 g pati kering/100 g empulur (Nur Alam 2008).

3.

Sagu Baruk

Sagu baruk tergolong dalamfamily Palmae, genus Arenga microcarpa karena batang tanamanini menghasilkan pati. Meskipun tanaman ini termasuk genus Arenga microcarpa, sagu baruk memiliki perbedaan dengansagu sejati Metroxylon, yaitu tumbuh di lahan kering iklim kering dan basah tidak sama dengan sagu sejati yang tumbuh di daerah rawa. Sagu baruk (Gambar 3) memiliki struktur batang berbentuk silinder dan soliter serta berfungsi sebagai penyimpan makanan


(22)

cadangannya dalam bentuk karbohidrat. Diametenya beragam antara 15-20 cm tergantung pada kondisi kesuburan tanah. Tinggi batang dapat mencapai antara 6 sampai 15 m. Daun berwarna hijau tua mengkilat, berbentuk pelepah yang tersusun dari 50-60 pinak daun (leaflet).

       

Gambar 3. Pohon sagu baruk

Bunga sagu baruk mirip dengan bunga tanaman aren (Arenga pinnata Merr.). Bunganya tersusun dalam satu rangkaian bunga(inflorescensia), bunga pertama muncul pada bagian pucuk (terminalis), sedangkan bunga kedua muncul pada ketiak daun di bawah bunga pertama, demikian seterusnya sampai kurang lebih enam rangkaian bunga. Umur berbunga antara 8-15 tahun tergantung kesuburan tanah. Sagu baruk biasanya ditanam bersama-sama dengan tanaman perkebunan lain seperti kelapa, pala dan cengkeh. PenyebaransSagu baruk di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Sitaro. Sebagai tanaman penghasil pati (karbohidrat), sagu baruk mampu menghasilkan pati antara20 kg sampai 30 kg/batang (Sembiring dan Suriarti 2009).Kandungan kimia dari pati sagu baruk disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan kimia pada pati sagu baruk 

Kandungan Kimia Jumlah (%)

Kadar Air 12,54

Kadar Abu 0,32

Kalsium 0,014

Lemak 0,33

Serat Kasar 0,12 Karbohidrat 56,11

Kalsium 0,014

Sumber :Sembiring dan Suriarti (2009)

4.

Caryota mitis (Fish-tail palm)

Caryota mitis (fish-tail palm) merupakan tanaman jenis palma yang memiliki tinggi pohon 5-12 m dengan diameter batang 5-15 cm. Klasifikasi lengkapnya adalah divisi Spermathophyta, kelas Angiospermae, ordo Arecales, famili Arecaceae, spesies Caryota mitisLour. Tanaman Caryota mitis di Indonesia dikenal dengan beberapa nama, seperti genduru di Jawa Tengah, saray di Jawa Barat, dan bulung talang di Kalimantan. Tanaman ini memiliki kandungan sukrosa sangat tinggi pada air bunganya. Nira tanaman ini mengandung sukrosa 76,6 -83,5 g dan gula pereduksi 0,8 – 0,9 g per 100g nira (Flach dan Rumawas1996).


(23)

Dengan memanfaatkan bunganya Caryota mitis dapat dikelola sebagai tanaman perkebunan, seperti kelapa sawit, yang dapat dipanen terus-menerus selama waktu reproduktif tanaman tersebut. Air bunga (nira) pada Caryota mitis dapat digunakan sebagai sumber gula alternatif pengganti tebu. Proses untuk mendapatkan sukrosa murni dari air bunga pohon tersebut dapat dilakukan melalui proses ekstraksi air bunga, pengendapan kotoran, pemurnian air gula dan pemisahan dari kandungan senyawa lainnya, kristalisasi, dan penyimpanan untuk selanjutnya diproses menjadi kristal gula murni.

B.

PATI

Pati merupakan salah satu jenis poliskarida terpenting dan tersebar luas di alam. Pati disimpan sebagai makanan bagi tumbuh-tumbuhan, antara lain di dalam biji buah (padi, jagung, gandum), di dalam umbi (ubi kayu, ubi jalar, talas, ganyong,kentang), dan batang (aren dan sagu). Berdasarkan jumlah molekul glukosa di alam pati, susunan kimia pati sangat bervariasi tergantung dari tanaman asal pati tersebut.

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α- glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya serta lurus atau bercabang rantai molekul. Sifat-sifat dari pati adalah tidak manis, tidak larut di dalam air dingin, di dalam air panas membentuk pasta atau gel, merupakan energi cadangan di dalam tanaman, di dalam biji-bijian merupakan granula-granula pati, sifat viskositasnya digunakan untuk mengentalkan makanan, dan sifat gelnya dapat diubah oleh asam.Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang dapat terlarut dalam air panas disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur rantai lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa sedangkan amilopektin selain mempunyai rantai lurus juga mempunyai cabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4-5% dari berat total (Winarno 1997).

Amilosa dan amilopektin mempunyai sifat fisik yang berbeda. Amilosa lebih mudah larut dalam air dan kurang kental dibanding amilopektin. Amilosa lebih mudah membentuk senyawa kompleks dengan asam lemak dan molekul organik. Kompleks amilosa dengan yodium akan memberikan warna biru, yang dapat dijadikan dasar untuk menentukan kadar amilosa. Amilopektin tidak dapat membentuk senyawa kompleks dan reaksi dengan yodium memberikan warna merah (Kulp 1975).

Amilosa (Gambar 4) merupakan rantai lurus yang terdiri dari molekul-molekul glukosa yang dihubungkan melalui ikatan α-1,4-glikosidik. Panjang rantai amilosa bervariasi pada setiap jenis pati. Panjang rantai lurus tersebut berkisar antara 250-2000 unit glukosa. Dalam rantai amilosa mengandung sangat sedikit cabang, jika ada hanya terdapat satu rantai cabang dari bebeapa ribu unit glukosa. Panjang rantai polimer akan mempengaruhi berat molekul amilosa, sedangkan panjang rantai polimer dipengaruhi oleh sumber pati (Fennema, 1976).


(24)

Amilosa merupakan rantai lurus dari polisakarida, yaitu unit glukosa yang dihubungkan melallui ikatan α-1,4-glikosidik, umumnya berkisar 500-600 unit gllukosa dengan berat molekul rata-rata 100.000. Panjang rantai amilosa bervariasi pada setiap jenis pati dan memiliki sifat mudah larut dalam air serta kurang kental bila dibandingkan dengan amilopektin. Amilopektin adalah molekul polisakaridadengan rantai bercabang. Ikatan pada rantai utamanya (rantai lurus) adalahα -1,4-glikosidik dan pada cabangnya α-1,6--1,4-glikosidik. Titik cabangamilopektin terdapat pada interval 20-30 unit glukosa dengan beratmolekul amilopektin lebih besar dari satu juta. Struktur kimia amilopektin (Gambar 5) pada dasarnya sama seperti amilosa, yaitu terdiri dari rantai pendek α -1,4-glikosidik, perbedaanya amilopektin mempunyai tingkat percabangan yang tinggi dan bobot molekul yang besar dengan ikatan α-1,6-glikosidik, dan setiap cabang mengandung 20-25 unit glukosa. Titik percabangan amilopektin lebih banyak dibandingkan dengan amilosa. Sehingga kemampuan untuk membentuk komplek lebih terbatas (Pomeranz 1991).

Gambar 5. Struktur amilopektin

Sifat amilopektin tidak larut dalam air, pada amilopektin sebagian dari molekul-molekul glukosa di dalam rantai percabangannya saling berikatan melalui gugus α-1,6. Ikatan α-1,6 sangat sukar diputuskan, apalagi jikadihidrolisis memakai katalisator asam. Untuk kepentingan tumbuh-tumbuhan itu sendiri, cadangan pati di dalam sel-sel penyimpannya dapat diuraikan kembali menjadi glukosa untuk kemudian dikonversikan menjadi energi. Pada saat yang tepat, tubuh tanaman akan mensintesa α-amilase, β-amilase, dan R-enzim semuanya secara bersama-sama bertugas memutuskan ikatan-ikatan rantai pati menjadi molekul-molekul glukosa bebas ( Tjokroadikoesoemo 1986).

Perbandingan amilosa dan amilopektin (Tabel 3) yang terdapat pada pati dapat mempengaruhi sifat pati. Semakin rendah kadar amilosa maka semakin tinggi amilopektinnya. Jika kadar amilosa rendah maka pati akan semakin kental dan lengket, begitu pula sebaliknya(Winarno 1997).

Tabel 3. Karakteristik amilosa dan amilopektin

Sumber : Pomeranz (1991)

Karakteristik Amilosa Amilopektin

Struktur umum Linear Bercabang

Ikatan α-1,4 α-1,4 dan α-1,6

Derajat Polimerisasi ~103 104-105

Kompleks dengan iod Biru (~650 nm) Ungu-coklat (~550 nm) Produk hidrolisis dengan

α-amilase

Maltotriosa, glukosa, maltosa, oligosakarida

Gula pereduksi (sedikit), oligosakarida(dominan)


(25)

Dalam bentuk aslinya pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk yang tidak beraturan. Demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 μml sampai 150 μml tergantung sumber patinya (Banks dan Geenwood 1975). Secara mikroskopik bahwa granula pati terkonsentrasi pada empulurdalam bentuk sel-sel atau ”vascular bundles” dengan diameter sel berkisar antara 40-50 mikron, bentuk granula pati sagu adalah oval(bulat telur). Untuk melepaskan granula pati dari jaringan pengikatnya dilakukan pemarutan atau dengan penggilingan, proses pelepasan granulapati akan lebih efektif dengan arah tegak lurus susunan serat ”vascular bundles” (Flach 1983).

C.

ENZIM

Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup, dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolisme perantara (intermediary metabolism) dari sel (Wirahadikusumah 2008). Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, aktivator atau inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Selain itu, kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah molekul yang meningkatkan aktivitas enzim.

Enzim bekerja secara spesifik pada substrat tertentu sehingga dibedakan menjadi enam kelompok utama berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisis yaitu oksidoreduktase, transferase, hidrolase, liase, isomerase, dan ligase. Dalam proses pemutusan ikatan pada polisakarida pati secara enzimatis digunakan enzim penghidrolisis yang mampu bekerja secara spesifik pada ikatan glikosidik, pola pemutusan, spesifikasi substrat dan produk yang dihasilkan dengan berbagai faktor yang mempengaruhi. Salah satu kelompok enzim yang banyak digunakan dalam industri adalah kelompok hidrolase. Enzim hidrolase merupakan kelompok enzim yang mengkatalis reaksi hidrolisis suatu substrat atau pemecahan substrat dengan bantuan molekul air, enzim yang termasuk ke dalam kelompok ini diantaranya adalah karboksil esterase, pektin metil esterase,α-amilase, β-amilase, invertase, dan selulase(Winarno 2010).

Enzim yang dapat menghidrolisis pati terdiri atas dua grup, yaitu enzim yang dapat memecah ikatan α-,1,4-glikosidik dan enzim yang dapat mengkatalis hidrolisa spesifik dari ikatan α -1,6-glikosidik pada amilopektin. Grup yang pertamadibedakan lagi atas endo-enzim yang memecah ikatan α-,1,4-glikosidik secara random atau pada ikatan yang berada di tengah rantai polimer, dan secara ekso-enzim yang memecah ikatan α-,1,4-glikosidik dari bagian ujung polimer (Whitaker 1972).

Menurut Winarno (2010), menyatakan bahwa amilase merupakan enzim yang berfungsi memecah pati atau glikogen. Senyawa ini banyak terdapat dalam hasil tanaman dan hewan. Amilase dapat dikelompokan menjadi tiga golongan enzim, yaitu :

 α-amilase, enzim yang memecah pati secara acak dari tengah atau dari bagian dalam molekul, sering disebut endoamilase.

 β-amilase, enzim yang menghidrolisis unit-unit gula dari ujung molekul pati, sering disebut eksoamilase.

 Glukoamilase, enzim yang dapat memisahkan glukosa dari terminal gula non-pereduksi substrat pati.


(26)

1.

α

-AMILASE

Enzim α-amilase adalah endo-enzim yang bekerja memutuskan ikatan α-1,4 secara acak di bagian dalam molekul baik pada amilosa maupun amilopektin. Karena pengaruh aktivitasnya, pati terputus-putus menjadi dekstrin dengan rantai sepanjang 6-10 unit glukosa. Jika waktu reaksi diperpanjang, dekstrin tersebut dapat dipotong-potong lagi menjadi campuran antara glukosa, maltosa, maltotriosa, dan ikatan lain yang lebih panjang. Seperti diketahui, enzim α-amilase dapat menghidrolisis pati dengan cara memutuskan ikatan α-1,4 secara acak serta tidak dapat memutuskan ikatan α-1,6 sehingga menghasilkan hasil gelatinisasi yang lebih encer karena viskositasnya telah turun dengan cepat (Tjokroadikoesoemo 1986).

Alfa-amilase yang berasal dari Bacillus licheniformis dikenal dengan nama dagang Termamyl. Termamyl adalah endo-amylase yang dapat menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik dalam pati (amilosa dan amilopektin) secara acak. Produk yang dihasilkan berupa dextrin dan oligosakarida, dalam proses hidrolisis terjadi pengurangan viskositas secara cepat. Oleh karena itu, termamyl sering disebut sebagai liquefying amylase (Olsen 1995).

Daya tahan enzim terhadap suhu berbeda-beda tergantung dari jenis enzimnya, α-amilase (bacterial) lebih tahan panas dibandingkan α-amilase yang berasal dari sumber lainnya, sehingga lebih efektif penggunaanyadalam hidrolisis pati. Ketahanan panas ini menjadi faktor penting, sejak hidrolisis enzimatis dilakukan setelah pati tergelatinisasi dimana keseluruhan substrat akan terhidrolisis oleh enzim (Nagodawithana dan Reed 1993). Alfa-amilase dari Bachillus licheniformis optimum pada suhu tinggi bahkan dapat melebihi 90°C (Fullbrook 1984). Enzim ini memiliki kisaran pH optimum pada 5,5-7, dan suhu optimum antara 90-105°C (Naz 2002).

Enzim α-amilase (α-1,4 glukan-4-glukanhidrolase, EC 3.2.1.1.) terdapat pada tanaman, jaringan mamalia, dan mikroba. α-amilase murni dapat diperoleh dari berbagai sumber, misalnya darai malt (barley), air liur manusia, dan pankreas. Dapat juga diisolasi dari Aspergilus oryzae dan Bacillus subtilis. Mekanisme kerja α-amilase terdiri dari dua tahap, yaitu : tahap pertama degadasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degadasi ini terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat. Tahap kedua terjadi pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak acak. Pada tahap ini pembentukan relatif sangat lambat. Keduanya merupakan kerja enzim α-amilase pada molekul amilosa (Gambar 6). Pada molekul amilopektin (Gambar 7) kerja α-amilase akan menghasilkan glukosa, maltosa dan satu seri α-limit dekstrin, serta oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih glukosa yang mengandung ikatan α-1,6-glikosidik (Winarno 2010).

Gambar 6. Mekanisme kerja α-amilase pada amilosa (Tegge 1984)  α-amilase

α-amilase

Memecah ikatan α-1,4-glikosidik


(27)

Gambar 7. Mekanisme kerja α-amilase pada amilopektin (Tegge 1984)

2.

Glukoamilase

Glukoamilaseatau dikenal dengan nama amiloglukosidase (AMG)dapat diperoleh dari berbagai strain Aspergillus dan Rhizopus, enzim ini dapat menghidrolisis pati sampai mencapai DE 95-98 dengan kandungan dekstrosa sebanyak 93-95%. Glukoamilasebersifat ekso-amilase, yaitu dapat memutus rantai pati menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian yang tidak mereduksi dari molekul tersebut. Glukoamilase dapat memotong ikatan α-1,4 pada pati dan oligosakarida-oligosakarida lainya melalui gugus tak mereduksi dari rantai pati atau oligosakarida-oligosakarida tersebut. Disamping itu, amiloglukosidase juga dapat memotong ikatan α-1,6 sehingga molekul-molekul pati atau oligosakarida-oligosakarida tadi dapat dikonversikan menjadi molekul-molekul glukosa bebas (Tjokroadikoesoemo 1986).

AMG merupakan glukoamilase (ekso-amilase) yang dapat menghidrolisis ikatan α -1,4-glikosidik dan α-1,6-glikosidik dalam pati (amilosa dan amilopektin), hidrolisis tersebut berlangsung secara bertahap. Produk yang terbentuk berupa molekul glukosa yang telah terpisah dari ujung non-pereduksi pada substrat. Ikatan α-1,6-glikosidik dipecah lebih lambat daripada ikatan α-1,4-glikosidik sehingga pati dapat terkonversi menjadi glukosa. Oleh karena itu, AMG disebut sebagai saccharifying amylase (Olsen 1995).

Enzim ini memecah pati dari luar dengan mengeluarkan unit-unit glukosa dari ujung non- pereduksi pada polimer pati. Hasil reaksinya hanya glukosa, sehingga dapat dibedakan dengan α -amilase dan β-amilase. Dengan pengaruh enzim glukoamilase posisi glukosa α dapat diubah menjadi β, pH optimal 4-5 dan suhu optimal 50-60°C (Winarno 2010).

3.

Dextrozyme

Dextrozyme merupakan gabungan enzim amiloglusidase (AMG) atau α-1,4-D-glukan glukohidrolase dan pullulanase atau α-dextrin endo-1,6-glukosidase. Amiloglukosidase murni dapat memecahkan ikatan α-1,4-glikosidik secara sempurna pada amilosa, amilopektin, dan glikogen dari ujung non pereduksi. Amiloglukosidase juga dapat memotong ikatan α-1,6-glikosidik. Produk yang

α-amilase

α-limit dekstrin α-amilase

maltotriosa

Memecah ikatan α-1,4-glikosidik


(28)

dihasilkan oleh enzim amiloglukosidase ialah glukosa sehingga dapat dibedakan dengan α-amilase dan β-amilase (Winarno 2010).

Meskipun amiloglukosidase dapat memotong ikatan cabang α-1,6-glikosidik, namun kerja enzim amiloglukosidase relatif lambat sehingga diperlukan penggunaan debranching enzyme (enzim pemotong percabangan) yang kerjanya lebih cepat dibandingkan dengan amiloglukosidase, sehingga dapat mempercepat pemotongan ikatan α-1,6-glikosidik. Enzim pemutus percabangan diklasifikasikan menjadi dua yaitu secara langsung dan secara tidak langsung, enzim yang bekerja secara langsung terdiri atas enzim pullulanase dan isoamilase, sedangkan enzim yang bekerja secara tidak langsung adalah transglukosilase dan amilo-1,6 glukosidase. Salah satu debranching enzyme yang sering digunakan adalah enzim pullulanase yang dapat menghidrolisis ikatan α-1,6-glikosidik pada amilopektin menjadi maltosa dan maltotriosa (Fullbrook1984).

Dextrozyme yang diproduksi Novo terdiri dari amiloglukosidase yang dihasilkan oleh galur Aspergillus niger, dan pullulanase yang dihasilkan dari strain Bacillus acidopullulyticus. Menurut Reilly (1985), glukoamilase yang berasal dari Aspergillus niger dapat menghidrolisis dekstrin (DE 10-15) dengan konsentrasi substrat 30-40% (b/b) pada kondisi standar pH 4-4,5 dan suhu 60oC diinkubasi selama 48-72 jam dapat menghasilkan sirup glukosa dengan DE 96.

4.

Amilase Pankreatin

Amilase pankreatin merupakan enzim yang dihasilkan dari ekstraksi pankreatin yang berasal dari binatang. Mekanisme kerja amilase pankreatin yaitu menghidrolisis amilosa menjadi glukosa, maltosa, maltotriosa dan maltotetrosa, dan menghidrolisis amilopektin menjadi maltosa, maltotriosa, maltotetrosa, tetrasakarida dan pentasakarida (Robyt 1984).

Kisaran pH optimum untuk α-amilase yang berasal dari kelenjar ludah manusia dan pankreas babi atau mamalia yaitu pada pH 6,0-7,0 mendekati kondisi netral (Naz 2002). Menurut Wibisono (2004), enzim α-amilase pankreatin memiliki kondisi optimum kerja yaitu pada suhu 30°C dan pH 6,0.

Enzim pankreatin mengandung amilase, lipase dan protease. Dalam tubuh hewan (mamalia), enzim pankreatin berasal dari pankreas yang berfungsi untuk mencerna makanan. Pankreatin merupakan enzim pencernaan, enzim pencernaan yang disekresi oleh pankreas memecah nutrien yang terkandung dalam makanan. Enzim pankreatin biasanya digunakan sebagai suplemen bagi manusia yang kekurangan akan enzim pencernaan, dan sering juga digunakan pada penderita pancreastitis.

D.

HIDROLISIS PATI

Hidrolisis merupakan reaksi pengikatan gugus hidroksil / OH oleh suatu senyawa. Gugus OH dapat diperoleh dari senyawa air. Hidrolisis dapat digolongkan menjadi hidrolisis murni, hidrolisis katalis asam, hidrolisis katalis basa, gabungan alkali dengan air dan hidrolisis dengan katalis enzim. Sedangkan berdasarkan fase reaksi yang terjadi diklasifikasikan menjadi hidrolisis fase cair dan hidrolisis fase uap. Hidrolisis pati terjadi antara suatu reaktan pati dengan reaktan air.Pemutusan rantai polimer pati dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dibandingkan hidrolisis secara kimiawi dan fisik dalam hal spesifitas pemutusan rantai polimer pati. Hidrolisis secara kimiawi dan fisik akan memutus rantai polimer secara acak, sedangkan hidrolisis enzimatis akan memutus rantaipolimer secara spesifik pada percabangan tertentu (Norman 1981).


(29)

Pada dasarnya proses hidrolisis adalah pemutusan rantai polimer pati (C6H10O5)n menjadi unit-unit dextrosa (C6H12O6). Produk–produk hasil hidrolisis pati umumnya dikarakterisasi berdasarkan tingkat derajat hidrolisisnya dan dinyatakan dengan nilai DE (Dextrose Equivalent), yang menunjukan persentase dari dekstrosa murni dalam basis kering pada produk hidrolisis. Dekstrosa murni merupakan dekstrosa dengan derajat polimerisasi 1 (unit dekstrosa tunggal). Suatu produk dengan hidrolisis pati dengan nilai DE 15, menunjukan bahwa persentase dekstrosa murni pada produk kurang lebih sebesar 15%, (bk) (Dziedzic dan Kearsley 1995).Proses hidrolisis pati menjadi molekul glukosa dapat dilihat pada Gambar 8.

(C6H10O5)n+ nH2O (C6H12O6)n pati air katalis dan panas glukosa

Gambar 8. Proses hidrolisis pati menjadi glukosa

Pada hidrolisis sempurna dimana pati seluruhnya dikonversikan menjadi dekstrosa dan derajat konversi dinyatakan dengan Dekstrosa Ekuivalen (DE) dari larutan tersebut diberi indeks 100. Sedangkan pati yang sama sekali belum terhidrolisis memiliki DE=0. Besaran ini dapat dipakai secara tidak langsung untuk menggukur jenis dan kualitas gula-gula yang ada di dalam larutan (spektrum gula), konversi asam umumnya terbatas hanya dapat mencapai DE=55(Tjokroadikoesoemo1986).

Monomer yang menjadi gula pereduksi dalam hasil hidrolisis ini adalah glukosa. Glukosa adalah monoskarida yang memilki enam atom karbon di dalam rantai molekulnya, salah satu ujung rantai glukosa merupakan gugus aldehida. Glukosa dapat dihasilkan melalui hidrolisis poliskarida atau disakarida, baik dengan asam maupun dengan enzim. Monosakrida ini juga dapat mereduksi larutan Fehling maupun Tollens, sehingga glukosa dinamakan gula pereduksi dan sifat mereduksi ini dimanfaatkan di dalam penentuan kandungan dekstrosa (DE). Umumnya gula-gula pereduksi mempunyai struktur hemiasetal atau hemiketal, sedangkan gula-gula non pereduksi termasuk ke dalam ketal atau asetal (Tjokroadikoesoemo 1986). DP suatu produk menunjukan jumlah rata-rata unit monosakarida di dalam molekul, sedangkan DE (Dextrose Equivalent) menunjukan jumlah gula pereduksi sebagai persen dari dekstrosa murni yang dihitung dalam basis berat kering (Wurzburg 1989).

Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu hidrolisis asam dan hidrolisis enzimatis. Hidrolisis asam merupakan hidrolisis dengan menggunakan asam sebagai katalisnya, biasanya yang di pakai adalah asam kuat seperti HCl. Hidrolisis secara asam lebih mudah dilaksanakan, lebih murah biayanya namun memilki kekurangan dibandingkan hidrolisis enzimatis yaitu timbulnya warna dan rasa yang tidak diinginkan, sehingga dapat menurunkan mutu produk (Chaplin dan Buckle 1990).

Hidrolisis enzimatis dilakukan menggunakan bantuan enzim α-amilase dan enzim glukoamilase (amiloglukosidase). Enzim α-amilase digunakan pada proses likuifikasi, sedangkan glukoamilase digunakan pada proses sakarifikasi. Hidrolisis enzimatis lebih banyak memberikan keuntungan dibandingkan dengan hidrolisa asam. Hidrolisis enzimatis menghasilkan konversi yang lebih besar jika dibandingkan dengan hidrolisa asam. Hidrolisis enzimatis memiliki beberapa keuntungan, yaitu lebih spesifik prosesnya dan produk yang dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan. Kondisi proses yang dapat dikontrol, biaya pemurnian lebih murah serta dihasilkan lebih sedikit produk samping dan abu serta kerusakan warna yang dapat diminimalkan (Norman 1981).


(30)

Aktivitas enzim α-amilase menentukan cepat lambatnya proses likuifikasi, enzim α -amilase aktif terhadap substrat yang berbentuk gel. Hal ini ditunjukkan pada proses likuifikasi yang dilakukan tanpa gelatinisasi terlebih dahulu memerlukan waktu beberapa jam, tetapi pada likuifikasi yang dilakukan pada pati digelatinisasi terlebih dahulu ternyata hanya memerlukan waktu beberapa menit sesuai dengan konsentrasi enzim yang digunakan (Whitaker 1972).

Secara umum dalam melakukan proses hidrolisis pati secara enzimatis ini, terdapat empat tahap penting (Gambar 9) yaitu :

a) Likuifikasi dari pati yang telah tergelatinisasi b) Dekstrinisasi dari pati yang telah terlikuifikasi c) Sakarifikasi dari oligosakarida

d) Isomerisasi glukosa .

.

Gambar 9. Tahapan proses hidrolisis pati secara enzimatis (Olsen 1995)

α-Amilase Maltodekstin

Sirup Glukosa Sirup Campuran Sirup Maltosa Glukoamilase/

Pullulanase

Glukose/Isomerase

Sirup Fruktosa Larutan

Pati

Likuifikasi

Sakarifikasi

Purifikasi

Isomerisasi


(31)

III.

METODOLOGI

A.

BAHAN DAN ALAT

Bahan baku utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pati palma yang berasal dari industri kecil di Sulawesi Utara dan disiapkan oleh Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lainya, Manado. Ketujuh pati palma tersebut diantaranya yaitu pati sagu rumbia(Metroxylon sp.), pati aren (Arenga pinnata), pati aren sagu (Arenga microcarpa), pati Arenga microcarpa(palm middle), Arenga microcarpa(commercial production), pati comercial sago starch (refined), dan pati Caryota mitis.

Bahan kimia yang dipergunakan untuk persiapan bahan pati antara lain : NaOH 0,1 N, metanol, DMSO (Dimethyl sulfoxide), eter, HCl, NaN3, aquades, buffer fosfat 0,2 M, dan buffer sitrat 0,1 M.Enzim yang digunakan untuk hidrolisis pati yaitu Termamyl α-amilase (Bacillus Licheniformis), amilase pankreatin (Porcine pancreas), amiloglukosidase, dan dextrozyme. Bahan-bahan kimia lain yang digunakan adalah untuk analisa total gula, seperti larutan fenol 5% dan H2SO4 97% dan analisa gula pereduksi, seperti Na2CO3, NaHCO3, KCN, potasium ferrisianida (K3Fe(CN)6), dan ferric amonium sulfat ((NH4)2Fe(SO4)2.6H2O).

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mikropipet, erlenmeyer, termometer, neracaanalitik, gelas piala, tabung reaksi, sentrifuse, tabung ulir, penangas air, vortex, 3G-3-glass filter,penyaring vakum,pH-meter, water bath incubator, dan alat pengaduk otomatis, sedangkan alat-alat untuk menganalisis hasil hidrolisis pati adalah spektrofotometer.

B.

METODE PENELITIAN

1.

Persiapan Bahan

1.1Deproteinasi (penghilangan protein pada pati) (Sunarti et al. 2001)

Pati ditimbang sebanyak 10 g, dimasukan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Dilakukan penambahan 15-20 ml NaOH 0,1 N sampai semua bagian pati terendam dan dikocokhingga terlarut homogen. Setelah terbentuk suspensi pati dalam NaOH, larutan tersebut disentrifugasi. Pati hasil sentrifugasi dicuci dengan aquades, selanjutnya dilakukan sentrifugasi dan dilakukan berulang selama tiga kali. Pati hasil perlakuan dicuci dan disentrifugasi, terakhir disaring dengan 3G-3 filter glass, pati yang sudah ber-pH netral disaring lalu dibilas dengan metanol. Pati hasil penyaringan dikering-anginkan hingga kering.

1.2 Defatting (penghilangan lemak pada pati) (Sunarti et al. 2001)

Pati hasil deproteinisasi sebanyak 5 g dilarutkan dalam 100 ml DMSO (Dimethyl sulfoxide), lalu dikocok dengan shakerwaterbath selama semalam pada suhu 37 ºC. Larutan tersebut dituang secara perlahan-lahan dalam metanol sebanyak 100 ml dan didiamkan selama semalam pada suhu 4ºC. Larutan disaring dengan menggunakan 3G-3-glass filter,dicuci dengan metanol dan eter hingga terbentuk butiran pati dan kemudian dikering-anginkan hingga kering.


(32)

1.3 Persiapan 0,4 % Larutan Pati Tergelatinisasi (Sunarti et al. 2001)

Defatted starch dari beberapa pati palma ditimbang sebanyak 30 mg, lalu dilarutkan dalam 0,5 ml aquades dan dicampurkan dengan 0,75 ml NaOH 1 N, kemudian ditempatkan pada ice bath 4ºChingga pati tergelatinisasi. Pati yang telah tergelatinisasi ditambahkan secara perlahan-lahan aquades sebanyak 5,35 ml, kemudian dinetralkan dengan 0,75 ml HCl dan dicampurkan dengan 0,15 ml NaN3 3%.

2.

Penentuan Kandungan Amilosa Pati

Penentuan kadar amilosa dilakukan dengan metode iodometri (AOAC 1995) berdasarkan reaksi antara amilosa dengan senyawa iod yang prosedur pengujiannya tersaji pada Lampiran 1.

3.

Penentuan Aktivitas Enzim

α

-Amilase

Sebanyak 2 ml gelatinized starch ( 2% b/v) di dalam tabung reaksi ditambahkan 0,75 ml larutan buffer 0,2 M ( hasil pH terbaik sesuai dengan enzim yang akan dipergunakan). Berdasarkan penelitian Wibisono (2004) kondisi kerja optimum α-amilase bacterial, yaitu pada pH 5,2 dan suhu 95°C, sedangkan untuk α-amilase pankeatin pada pH 6 dan suhu 30°C.Kemudian dilakukan penambahan 0,25 ml aquades dan 1 ml α-amilase. Hidrolisis dilakukan di dalam water bath incubator selama 180 menit dengan pengamatan setiap 15 menit (hasil suhu terbaik sesuai dengan enzim yang dipergunakan). Selanjutnya dilakukan inaktivasi enzimα-amilase (bacterial) dengan cara penambahan larutan NaOH 1 N, lalu dikocok. Setelah mencapai suhu ruang ditambahkan larutan HCl 1 N untuk menetralkan pH, kemudian dilakukan analisis gula pereduksi dengan metode Park Johnson.

4.

Hidrolisis Pati Palma Menggunakan

α

-Amilase Termofilik

Pada hidrolisis pati palma dengan menggunakan α-amilase termofilik dilakukan berdasarkan metode Sunarti et al. (2001) yang dimodifikasi. Hasil persiapan pati 0,4% ditambahkan 7,5 ml larutan buffer sitrat-fosfat pH 5,2, kemudian dikocok supaya homogen (substrat 0,2%). Selanjutnya dilakukan penambahan larutan enzimα-amilase termofilik (bacterial) dengan dosis 5 U enzim /g pati. Hidrolisis dilakukan dalam water bath incubator selama 2 jam pada suhu 95ºC. Sampling dilakukan dengan rentang waktu yang berbeda, yaitu pada menit ke- 0, 1, 2, 5, 10, 15, 20, 25, 30, 45, 60, dan 120. Kemudian dilakukaninaktivasi enzim dengan penambahan NaOH 1Nlalu dikocok, setelah mencapai suhu ruang ditambahkan larutan HCl 1 N untuk menetralkan pH. Setelah itu, dilakukan analisa gula pereduksi dantotal gula. Tata cara analisa total gula dan gula pereduksi disajikan padaLampiran 2 dan Lampiran 3.

DP= T G

G P DE =

G P

T G x

Berdasarkan tingkat hidrolisisnya, dilakukan pengukuran DP dan DE pada tingkat hidrolisis 10, 40, dan 100 %. Hidrolisis 100% adalah hidrolisis pati yang memiliki nila gula pereduksi yang sudah stabil, diperoleh dengan penambahan dosis enzim berlebih untuk tiap-tiap enzim yang digunakan dan waktu hidrolisis selama 4 jam pada kondisi kerja enzim yang optimal. Penentuan tingkat hidrolisis 10 dan 40 % berdasarkan pada nilai gula pereduksi pengamatan dibandingkan dengan nilai gula pereduksi pada hidrolisis 100%.


(33)

5.

Penentuan Daya Cerna Pati Palma

Penentuan daya cerna pati dilakukan dengan metode Srichuwong et al. (2005) yang dimodifikasi. Hasil persiapan pati 0,4% ditambahkan 7,5 ml larutan buffer sitrat-fosfat pH 6, kemudian dikocok supaya homogen (substrat 0,2%). Selanjutnya dilakukan penambahan larutan enzimα-amilasepankreatin dengan dosis 5 U enzim /g pati. Hidrolisis dilakukan dalam water bath incubator selama 6 jam pada suhu 30°C. Sampling dilakukan dengan rentang waktu yang berbeda, yaitu pada menit ke- 0, 15, 30, 45, 60, 90, 120, 150, 180, 240, dan 360. Setelah itu, dilakukan inaktivasi enzim dananalisa gula pereduksi serta total gula. Dilakukan pengamatan perubahan tingkat hidrolisis di setiap waktu sampling. Tingkat hidrolisis dihasilkan dari perbandingan gula pereduksi pengamatan dibandingkan nilai gula pereduksi pada hidrolisis 100 %.


(34)

A

T d b P ( ( ( a m p p m p i I y ( s k Keteranga a)Ar

b) Ca c) Ar d) Ar e)Ar

f) Me

A.

PATI PA

Pati da Tanaman palm dalam.Pati pal berasal dari ind Palma Lainya, (Gambar 10), (Gambar 10f). (browning). Pe antara panen memungkinkan pencoklatan d pencoklatan b mengkatalisa o Kerusa pada protoplas ini kontak den Intensitas warn yang dapat be (1996), wilaya sungai yang be kandungan sen

an :

renga pinnata(p

aryota mitis renga microcar renga microcar renga microcar etroxylon sp. (

IV

ALMA

apat berasal d

ma merupakan lma yang digu

dustri kecil di Manado. Seca tetapi pati ya Hal ini menan erubahan warn sagu dengan n kondisi untu apat berlangsu berlangsung d oksidasi senyaw akan pada jarin sma sel sehingg ngan udara ma na coklat yang erasal dari air ah pertumbuhan erwarna hitam. nyawa polifeno e a pati aren)

rpa (palm midd rpa (sagu baruk

rpa (Comercia

(sagu rumbia) b

V.

HAS

ari bahan bak n tanaman ta unakan sebagai Sulawesi Utar ara umum pati ang berasal dar ndakan bahwa e na ini diduga n pengolahan uk terbentuknya ung secara enz dikarenakan a wa fenol (Schw ngan akibat pen ga fenolase terl aka reaksi pen g ditimbulkan

yang digunak n tanaman sag . Sungai yang b ol yang membe

Gambar

dle)(sagu baruk k) (sagu baruk

l Production)( b

IL DAN P

ku tanaman se ahunan yang i bahan baku u ra dan disiapka

mempunyai w ri tanaman Me

empulur sagu t diakibatkan ol pasca panenn a reaksi kimiaw zimatik maupu adanya enzim wimmer1981).

ngolahan pasc lepas dari orga ncoklatan seca pada pati dipe kan untuk pros gu sebagian be berwarna hitam erikan warna co

10. Penampaka f

k 1) 2)

sagu baruk 3) c

PEMBAHA

erealia, umbi-mengakumula untuk hidrolisi an oleh Balai P warna yang ham

Metroxylon sp.

tersebut sudah leh adanya ren nya dan tran wi seperti brow

un non enzim m fenolase at a panen empu anellanya dan m ara enzimatis d engaruhi juga o ses ekstraksi, s

sar berada pad m memiliki nu oklat pada air.

an fisik pati pa g

d

ASAN

umbian, dan asi pati pada

is terdiri atas Penelitian Tana mpir sama yaitu mempunyai w mengalami re ntang waktu y nsportasi empu

wning secara e matik. Secara e tau polifenola ulur sagu merup

menjadi aktif. A dapat terjadi (

oleh senyawa-sebab menurut da hutan rawa utrisi yang rend

alma

d

tanaman palm batang bagi tujuh jenis yan aman Kelapa d

u berwarna put warna kecoklat

aksi pencoklat yang cukup lam

ulur sagu yan enzimatis. Reak enzimatik, reak ase yang dap pakan kerusak Apabila fenola Handoko 2010 -senyawa fenol

t Subagyo et a

yang dialiri ol dah namun ting

ma. ian ng dan tih tan tan ma ng ksi ksi pat kan ase 0). lik al. leh ggi


(35)

Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti protein dan lemak. Umumnya pati mengandung 15-º% amilosa, 70-85% amilopektin dan 5-10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut (Banks dan Greenwood1975).Untuk mencegah penghambatan proses hidrolisis oleh komponen minor maka dilakukan proses deproteinasi untuk mengurangi kandungan protein dan defatting untuk mengurangi kandungan lemak.

1.

Deproteinasi

Interaksi antara komponen minor seperti lemak dan protein dengan amilosa dan amilopektin akan berpengaruh pada sifat dan bentuk molekul granula pati. Jumlah protein dalam setiap pati bervariasi tergantung dari sumber pati tersebut, keberadaan protein ini sangat tidak diinginkan dalam proses hidrolisis pati karena dapat menyebabkan terjadinya reaksi pencoklatan baik pada saat proses hidrolisis untuk menghasilkan sirup glukosa maupun dalam penyimpanan produk sirup ini, senyawa protein ini dapat terlepas saat hidrolisis pati (Dziedzic dan Kearsley 1995).

Protein dan pati dapat berinteraksi secara berlawanan pada saat akan terjadi gelatinisasi. Menurut Oluwamukomi et al. (2005), keberadaan interaksi protein dengan pati dapat menurunkan viskositas, Hamaker dan Griffin (1993) juga menyatakan bahwa pati deproteinasi mempunyai viskositas lebih tinggi karena pengembangan granula pati lebih besar. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya protein yang dapat menghambat pengembangan pati. Penghilangan protein dari larutan pati menyebabkan pati mempunyai viskositas lebih besar karena granula tanpa protein lebih mudah pecah dan jumlah air yang masuk ke granula lebih banyak sehingga mengakibatkan peningkatan pengembangan granula, semakin kecil kadar potein semakin besar pengembangan granula dan peningkatan viskositas. Hal inilah yang dapat mempermudah proses hidrolisis pati.

Prinsip penghilangan protein adalah denaturasi. Denaturasi ini merupakan kerusakan pada struktur primer protein yang bersifat tidak dapat balik. Protein dapat terdenaturasi pada kondisi ekstrim yaitu suhu dan pH yang tinggi. Tujuan dari proses deproteinasi adalah agar enzim dapat bekerja secara langsung pada substrat (karbohidrat) ketika proses hidrolisis berlangsung dan pola perubahan karbohidrat pada pati lebih mudah untuk diamati. Menurut Nagodawithana dan Reed (1993), penghilangan protein pada pati dapat dilakukan dengan proses sentrifugasi, kemudian dimurnikan dengan pencucian air secara berulang. Dalam penelitian ini, penghilangan protein dilakukan dengan menambahkan larutan alkali kuat yaitu NaOH 0,1 N, penambahan basa kuat pada pati palma yang masih mengandung protein bertujuan untuk untuk menghilangkan atau mengendapkan protein yang masih terdapat dalam pati karena terjadinya denaturasi protein. Protein yang terdenaturasi oleh NaOH akan dihilangkan dengan proses sentrifugasi, sehingga terpisahkan antara pati deproteinasi dengan larutan NaOH yang mengandung protein terdenaturasi dan dilakukan pencucian berulang dengan menggunakan air sehingga dalam proses ini didapatkan pati yang muni dari protein dan mempunyai pH netral. Pati yang terbebas dari protein akan mempermudah proses hidrolisis ezimatis.

2.

Defatting

Ikatan lemak–amilosa ditunjukan pada bagian amorft dalam granula pati. Ikatan antara lemak-amilosa ini dalam granula pati menyebabkan terjadinya hambatan untuk menjadi gel saat dipanaskan. Pengaruh lemak dan amilosa berhubungan dengan pembentukan kompleks amilosa-lemak yang akan menghambat pengembangan granula pati. Singh et al. (2006) menyatakan bahwa pada pati, biasanya


(36)

lipid menghambat hidrasi granula dan pengembangan terutama akibat jumlah amilopektin yang tinggi. Pada saat gelatinisasi, amilosa keluar dari granula pati dan membentuk kompleks inklusi amilosa-lemak. Pembentukan kompleks ini mengurangi kecenderungan amilosa untuk berikatan, membentuk gel dan teretrogradasi sehingga menghambat kecepatan peningkatan viskositas selama pemanasan. Keberadaan lemak yang tinggi dapat mengganggu proses gelatinisasi karena akan diserap oleh permukaan granula sehingga terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Hal ini dapat terlihat dari kekentalan dan kelekatan pati yang berkurang karena jumlah air serapan yang digunakan untuk mengembangkan granula pati berkurang.

Lemak dapat memberikan off-flavours pada pati alami maupun modifikasi. Off-flavours dapat dihilangkan dengan pencucian secara berlebih baik pada pati alami maupun pati modifikasi. Lemak memberikan sedikit efek pada pembuatan glukosa sirup. Namun ditemukan ikatan komplek lemak dengan polimer pati dan membuat kontribusi yang nyata terhadap karakteristik pati tersebut (Dziedzic dan Kearsley 1995).

Tujuan dari proses defatting ini adalah agar enzim dapat bekerja secara langsung pada substrat (karbohidrat) karena tidak adanya penghambat pada granula untuk terjadinya gelatinisasi dan pola perubahan karbohidrat lebih mudah untuk diamati. Pada proses defatting dilakukan perendaman dengan menggunakan dimethylsulfoxide (DMSO), tahap ini bertujuan untk menghilangkan internal lipid pada pati, penambahan metanol pada suhu rendah bertujuan untuk menghilangkan ekstrenal lipid. Pencucian dangan metanol dan eter bertujuan untuk menghilangkan sisa lemak yang belum hilang pada kedua tahap sebelumnya. Selain itu, pencampuran sampel dengan metanol bertujuan untuk pemurnian dan pengkristalan kembali. Penyaringan dan pencucian dengan metanol serta eter pada larutan dilakukan untuk mengeringkan air yang masih tersisa dalam larutan dan kemudian dilakukan pengeringan sehingga dalam proses ini didapatkan pati yang muni dari lemak.

3.

Rasio Amilosa-Amilopektin

Granula pati tersusun atas dua komponen karbohidrat utama yaitu amilosa dan amilopektin. Beberapa komponen minor yang terdapat dalam granula pati antara lain lemak dan protein. Rasio antara amilosa dan amilopektin bervariasi tergantung dari asal tanaman yang juga akan menentukan karakteristik granula pati tersebut. Namun rasio komponen di dalam granula pati tidak selalu dipengaruhi oleh tipe granulanya (Atkin et al. 1999).

Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-1,4-glikosidik sedangkan amilopektin mempunyai struktur bercabang dengan ikatan α-(1,6)-D-glikosidik. Rasio amilosa yaitu banyaknya amilosa yang terdapat di dalam granula pati. Perbandingan amilosa dan amilopektin yang terdapat pada pati dapat mempengaruhi sifat pati. Pati yang beramilosa tinggi digunakan antara lain untuk produk berupa gel yang kuat dan cepat mengeras. Pati sagu memiliki kandungan amilopektin 73% dan amilosa 27% (Harsanto 1986). Apabila kadar amilosa tinggi, maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung meresap air lebih banyak sedangkan apabila amilosanya rendah maka pati akan semakin kental dan lekat. Tingkat pengembangan dan penyerapan air tergantung pada kandungan amilosa. Makin tinggi kandungan amilosa, kemampuan pati untuk menyerap dan mengembang menjadi lebih besar karena amilosa mempunyai kemampuan membentuk ikatan hidrogen yang lebih besar daripada amilopektin (Nur Alam 2008). Rasio amilosa dan amilopektin pada pati palma disajikan dalam Tabel 4.


(37)

Tabel 4. Rasio amilosa-amilopektin pada pati palma

Jenis Pati Amilosa(%) Amilopektin(%)

Sagu baruk 1 23,16 76,84

Sagu baruk 2 25,81 74,19

Sagu baruk 3 23,66 76,34

Sagu rumbia 26,67 73,33

Sagu komersial 21,79 78,21

Aren 20,04 79,96

Caryota mitis 20,55 79,45

Berdasarkan Tabel 4, pati palma yang digunakan memiliki kandungan amilosa berkisar antara 20,04-26,67% dan kandungan amilopektin antara 73,33-79,69%. Hasil ini menunjukkan bahwa ketujuh pati palma termasuk ke dalam pati normal yaitu memilki kandungan amilosa dan amilopektin dengan rasio 1:3 atau mengandung 24-26% amilosa dan 74-76% amilopektin.Oleh karena itu, pati palma memiliki kandungan amilopektin yang cukup tinggi maka pati tersebut kurang menyerap air (kurang higroskopis) dan bersifat lengket, sehingga proses gelatinisasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan larutan alkali yaitu NaOH 0,1 N agar granula dalam pati mampu menyerap air dengan efektif dan proses gelatinisasi berjalan dengan baik serta mencegah terjadinya pemecahan granula secara berlebih apabila menggunakan pemanasan, karena konsentrasi pati yang digunakan sedikit.Fungsi NaOH adalah untuk membuat reaksi gelatinisasi antara amilosa dan amilopektin sehingga air yang di tambahkan pada pati mampu masuk pada granula. Dilakukan pendinginan agar molekul air yang masuk dalam granula terkurung didalamnya dan menyebabkan granula dapat mengembang sehingga terbentuk gel.

B.

AKTIVITAS ENZIM

Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa ikut bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Dalam melakukan proses hirolisis pati terlebih dahulu harus dilakukan karateristik terhadap enzim yang akan digunakan, hal ini bertujuan mengetahui kondisi (pH dan suhu) yang optimal terhadap kerja enzim serta aktivitas dari enzim tersebut.

Enzim sebagai katalis proses hidrolisis pati memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan katalis asam, diantaranya adalah reaksi hidrolisis yang terjadi beragam, kondisi proses yang digunakan tidak ekstrim, tingkat konversi tinggi, polutan rendah, dan diperoleh reaksi yang spesifik (Judoamidjojo1989). Beberapa kondisi lingkungan yang harus diperhatikan dalam hidrolisis pati yaitu suhu dan pH. Winarno (2010) menyatakan bahwa pengaruh suhu terhadap enzim ternyata cukup kompleks suhu yang terlalu tinggi dapat mempercepat pemecahan atau perusakan enzim, begitu sebaliknya semakin tinggi suhu (dalam batas tertentu) semakin aktif enzim tersebut.Suhu yang menghasilkan konsentrasi produk paling tinggi dinyatakan sebagai suhu optimal.

Selain suhu, aktivitas enzim dapat dipengaruhi oleh pH. Keasaman merupakan salah satu faktor penting dalam proses yang berkaitan dengan penggunaan enzim sebagai biokatalisator. Kisaran pH optimum penting diketahui agar diperoleh hasil yang optimal seacara efisien, karena setiap enzim memilki pH optimum yang berbeda.Pada umumnya enzim bersifat amfolitik, yang berarti enzim


(1)

(2)

y = 0,004x + 0,019 R² = 0,998

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1

0 50 100 150 200 250

Ab

sor

b

an

si

Konsentrasi (ppm)

Lampiran 1. Prosedur analisa kadar amilosa modifikasi metode IRRI

(AOAC1995)

 

Sebanyak 100 mg sampel dilarutkan dalam 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N. Kemudian larutan dipanaskan pada suhu 80-100oC selama ± 10 menit sampai tergelatinisasi. Larutan didinginkan lalu ditera pada labu takar 100 ml dengan akuades sebagai larutan induk. Selanjutnya diambil 1 ml sampel yang telah diencerkan dari larutan induk. Sampel tersebut ditambahkan dengan 0,1 ml iod 0,2%, 0,2 ml asam asetat 1N, dan 3 ml akuades. Setelah didiamkan selama 20 menit lalu diukur nilai absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 nm.

Untuk kurva standar dibuat dengan cara yang sama dengan penentuan kadar amilosa pada sampel. Sebanyak 40 mg amilosa standar ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N lalu dipanaskan pada suhu 80-100oC selama ± 10 menit sampai tergelatinisasi. Kemudian larutan didinginkan lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditera dengan akuades. Selanjutnya dari labu takar tersebut dibuat beberapa konsentrasi mulai dari 50, 100, 150, sampai 200 ppm. Sampel diambil sebanyak 1ml dari masing-masing konsentrasi lalu ditambahkan 0,1 ml iod 0,2%, 0,2 ml asam asetat 1N, dan 3 ml akuades. Setelah didiamkan selama 20 menit, diukur nilai absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 620 nm.

Kurva Standar Kadar Amilosa

Persamaan kurva standar : y = 0,0046x + 0,0196 Keterangan : x = konsentrasi pati

y = nilai absorbansi Cara menentukan kadar amilosa :

1.)Data hasil pembacaan spektrofotometer adalah nilai y

2.)Tentukan nilai x dengan menggunakan persamaan linier kurva standar amilosa 3.)Perhitungan dengan rumus:


(3)

y = 0,019x + 0,044 R² = 0,999

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

0 10 20 30 40 50

A b s o r b a n s i

Konsentrasi gula (ppm)

Lampiran 2. Prosedur pengukuran total gula dengan metode fenol-sulfat

(Dubois

et al.

1956) dan kurva standar glukosa untuk total gula

Prosedur Pengukuran Total Gula

Sampel sebanyak 1 ml (mengandung ≤ 100 µg karbohidrat) ditambahkan dengan 0,5 ml larutan fenol 5% kemudian dikocok-kocok dengan vortex agar homogen. Dilakukan penambahan 2,5 ml H2SO4 secara langsung pada bagian permukaan (tanpa menyentuh dinding tabung reaksi). Reaksi pencampuran didiamkan tanpa gangguan selama 10 menit. Pembacaan nilai absorbansi dilakukan minimal 30 menit setelah pengocokan pada panjang gelombang 490 nm.

Pembacaan pada spektrofotometer memberikan nilai dalam satuan absorbansi sehingga untuk mengetahui jumlah total gula dalam sample tesebut, terlebih dahulu dibuat kuva standar glukosa. Untuk pembuatan kuva standar glukosa digunakan glukosa standar (0, 10,20, 30, dan 40 ppm). Masing-masing diambil 1 ml sesuai dengan prosedur pengukuran total gula. Hasil pembacaan pada spektrofotometer dikumpulkan dan dicari persamaannya, dari persamaan inilah dapat diketahui jumlah total gula yang terdapat di dalam sampel.

Kurva Standar Glukosa Untuk Total Gula

Persamaan kurva standar : y = 0.0198x + 0.0445 Keterangan : x = nilai konsentrasi total gula y = nilai absorbansi

Konsentrasi(ppm) Abs

10 0,245

10 0,242

10 0,236

20 0,443

20 0,435

20 0,442

30 0,639

30 0,646

30 0,642

40 0,833

40 0,831


(4)

y = 0,134x + 0,058 R² = 0,996

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

0 1 2 3 4 5 6 7

A b s o r b a s i

Konsentrasi gula (ppm)

Lampiran 3. Tata cara analisa gula pereduksi metode Park-Johnson yang

dimodifikasi (Hizukuri

et al

. 1981

)

Prinsip : Tereduksinya ferrisianida menjadi ferrosianida oleh senyawa gula pereduksi. Jumlah ferrosianida yang terbentuk ekivcalen dengan jumlah gula pereduksi dalam sampel. Prosedur : Sampel sebanyak 1 ml (mengandung 10µg gula pereduksi) ditambahkan 0,5 ml

larutan buffer sodium karbonat–sodium hidrogen karbonat (4,8 g Na2CO3, 9,2 g NaHCO3, dan 0,65 g KCN yang dilarutkan dalam aquades sampai 1L) dan ditambahkan 0,5 ml larutan potassium ferrisianid 0,1 % (b/v). Campuran larutan tersebut dipanaskan dalam penangas air selama 15 menit dan dinginkan dalam air mengalir selama 10 menit. Larutan tersebut ditambahkan 2,5 ml larutan ferric amonium sulfat (3g (NH4) Fe (SO3)4. 2H20 di dalam 1 L larutan 50 mM H2SO4), dikocok-kocok dengan vortex dan didiamkan selama 20 menit pada suhu ruang sebelum pembacaan absorbansi pada 715 nm.

Kurva Standar Gula Pereduksi

Konsentrasi (ppm) Abs

1 0,190

1 0,193

2 0,328

2 0,330

3 0,447

3 0,436

4 0,620

4 0,620

5 0,731

5 0,724

6 0,865

6 0,844

Persamaan kurva standar : y = 0,134x + 0,0584


(5)

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 A

b s o r b a n s i

Waktu (menit)

Lampiran 4. Penentuan aktivitas

α

-amilase (

bacterial

)

Menit Absorbansi

Gula Pereduksi

(μg/ml)

Jumlah Gula Pereduksi

(μmol)

Unit/ ml Enzim

Larutan Induk (fp=1000x)

0 0,066 14,179

15 0,158 366,067 1,95493 0,521316 521,316

30 0,244 680,312 1,746 0,46555 465,55

45 0,289 845,703 0,919 0,245025 245,025

60 0,365 1125,032 1,552 0,41382 413,82

75 0,375 1161,785 0,204 0,05445 54,45

90 0,402 1264,696 0,572 0,15246 152,46

105 0,404 1270,209 0,031 0,00817 8,17

120 0,553 1817,840 3,042 0,811305 811,305

135 0,555 1827,028 0,051 0,01361 13,61

150 0,604 2005,284 0,99 0,264082 264,082

165 0,622 2069,603 0,357 0,095287 95,287

180 0,664 2225,806 0,868 0,231412 231,412

U =

811,305 U/ml

Cara Perhitungan : Menit Ke-0 :

Persamaan kurva standar y = 0,134x+ 0,0584

gula pereduksi (x) = (0,066 – 0.0584) / 0,134 = 0,056716 Faktor pengenceran = 0,056716 *250 = 14,179 μg/ml Menit ke-15 :

gula pereduksi (x) = (0,158 – 0.0584) / 0,134 =0,743284 Faktor pengenceran = 0,743284 * 1,97*250 = 366,067 μg/ml

Selisih gula pereduksi (menit ke-0 dan ke-15) = 366,067– 14,179= 351,888

Σ mol gula pereduksi = Gula pereduksi / BM glukosa = 351,888 μg/ml /180 μg/μmol

= 1,95493 μmol/ml

Enzim yang ditambahkan adalah 10 ml dan Total larutan campuran 40 ml. Unit / ml enzim = (1,95493 μmol/ml * (40/10 ) ) / 15 menit = 0,521316 U/ml Pengenceran terhadap α-amilase adalah 1000 kali, maka aktivitas enzim pada larutan induk adalah = 0,521316* 1000 = 521,316U/ml


(6)

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 A

b s o r b a n s i

Waktu (menit)

Lampiran 5. Penentuan aktivitas

α

-amilase (pankreatin)

U =

758,430 U/ml

Cara Perhitungan

:

Menit Ke-0 :

Persamaan kurva standar y = 0,134x+ 0,0584 gula pereduksi (x) = (0,157– 0.0584) / 0,134 = 0,7358 Faktor pengenceran = 0,7358*200 = 147,16 μg/ml Menit ke-15 :

gula pereduksi (x) = (0,5– 0.0584) / 0,134 = 3,2955 Faktor pengenceran = 3,2955*200 = 659,10μg/ml

Selisih gula pereduksi (menit ke-0 dan ke-15) = 659,10– 147,16 = 511,94

Σ mol gula pereduksi = Gula pereduksi / BM glukosa = 511,94 μg/ml /180 μg/μmol

= 2,844 μmol/ml

Enzim yang ditambahkan adalah 10 ml dan Total larutan campuran 40 ml. Unit / ml enzim = (2,844 μmol/ml * (40/10 ) ) / 15 menit = 0,75843 U/ml Pengenceran terhadap α-amilase adalah 1000 kali, maka aktivitas enzim pada larutan induk adalah = 0,75843 * 1000 = 758,43 U/ml

Menit Absorbansi Gula Pereduksi (μg/ml)

jumlah gula pereduksi (μmol)

Unit/ ml Enzim

Larutan Induk (fp=1000x)

0 0,157 146,418

15 0,5 658,358 2,844 0,75843 758,430

30 0,683 931,493 1,517 0,40464 404,640

45 0,713 977,015 0,252 0,06744 67,440

60 0,723 991,194 0,078 0,02101 21,010

75 0,742 1020,299 0,161 0,04312 43,120

90 0,766 1056,119 0,199 0,05307 53,070

105 0,816 1130, 746 0,414 0,11056 110,560

120 0,824 1141, 940 0,062 0,01658 16,580

135 0,826 1145, 672 0,02 0,00553 5,530

150 0,834 1157,612 0,066 0,01769 17,690

165 0,848 1178,507 0,116 0,03096 30,960