23 Enzim berperan penting dalam industri pangan, baik produk pangan tradisional maupun
maupun produk pangan yang baru. Ada beberapa enzim yang telah digunakan secara umum dalam industri pangan, salah satunya adalah enzim
α-amilase. Enzim α-amilase digunakan dalam industri hidrolisis pati, bir, roti, dan deterjen. Dalam industri hidrolisis pati, enzim digunakan untuk
mencairkan pati yang tergelatinasi. Enzim tersebut berfungsi menurunkan viskositas pati dan menghidrolisis menjadi maltodekstrin
Enzim α-amilase bacterial dan amilase pankreatin termasuk dalam keluarga amilase yang
mampu menghidrolisis karbohidrat carbohydratase, namun berbeda sumbernya. Alfa-amilase Bacillus licheniformis mempunyai mekanisme kerja dalam menghidrolisis pati secara acak dan
cepat pada ikatan α-1,4-glikosidik, demikian juga kerja yang dilakukan oleh amilase pankreatin yang
berasal dari pankreas babi mamalia. Ikatan α-1,4-glikosidik diserang secara acak dan cepat, hanya
ikatan simpul α-1,6-glikosidik yang tidak terhidrolisis, hasil hidrolisat yang dihasilkan oleh kedua
enzim ini hampir mirip. Alfa-amilase bakteri menghasilkan glukosa, maltosa, maltotriosa, dan α-
limit dekstrin dalam jumlah kecil, sedangkan amilase pankreatin menghasilkan hidrolisat yang
mengandung glukosa, maltosa, maltotriosa, tertrasakarida, dan pentasakarida Winarno 2010.
Dalam penelitian ini digunakan substrat pati sebanyak 0,2 yang akan dihidrolisis dengan menggunakan beberapa enzim industrial amylaseyaitu
α-amilase bacterial, glukoamilase dan dextrozyme. Enzim
α-amilase untuk memotong ikatan α-1,4-glikosidik pada proses likuifikasi dan pada proses sakarifikasi enzim glukoamilase serta dextrozyme digunakan untuk memotongikatan
α- 1,6-glikosidik yang tidak dapat dipotong oleh enzim
α-amilase pada proses sebelumnya, sehingga pati dapat teruraikan menjadi glukosa secara sempurna. Perhitungan terhadap DE Dextrose Equivalent
dan DP Derajat Polimerisasi dilakukan setelah diketahui jumlah gula pereduksi dan total gula yang terkandung dalam larutan hasil hidrolisis.
Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati, likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya viskositas Chaplin dan Buckle 1990.
Pati alami atau pati mentah tidak dapat larut dalam air pada suhu di bawah titik gelatinisasi, hal ini disebabkan oleh lemahnya kemampuan pati mengikat air. Hal tersebut dapat dilihat dari tingkat
pembengkakannya yang sangat terbatas. Kondisi ini menyebabkan pati sulit untuk dimasuki oleh enzim sehingga sangat tahan terhadap proses hidrolisis. Oleh karena itu, dilakukanlah proses
gelatinisasi dalam penelitian ini agar terjadi pembengkakan pada granula sehingga pati mudah dimasuki enzim dan proses hidrolisis dapat berjalan dengan mudah. Menurut Fennema 1996,
pada awal pengembangan granula berjalan secara cepat, kejernihan suspensi akan meningkat dengan tiba-tiba. Disaat inilah terjadi kenaikan kekentalan secara cepat akibat dari molekul–molekul pati
terdispersi. Pati dapat dipecah menjadi unit-unit yang lebih kecil dengan cara memotong ikatan glikosidiknya. Salah satu enzim yang mampu memotong ikatan tersebut adalah
α-amilase, enzim ini dapat digunakan pada tahap likuifikasi. Menurut Forgaty 1983, proses likuifikasi adalah proses
pencairan gel pati dengan menggunakan α-amilase yang menghidrolisis pati menjadi molekul-molekul
yang lebih kecil dari oligosakarida atau disebut dekstrin.
1. Hasil Hidrolisis Enzimatis Pati Palma
Pada penelitian ini digunakan 3 jenis industrial amylase yaitu thermofilik α-amilase dari
Bacillus licheniformis, glukoamilase dan dextrozyme.Enzim
α-amilase dapat mendegradasi amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak, hal ini diikuti dengan menurunnya
viskositas pada larutan pati yang sudah tergelatinisasi. Penurunan viskositas terjadi sebagai akibat dari adanya aktivitas
α-amilase saat terjadi pembengkakan granula pati, enzim tersebut memutus ikatan glikosidik
α-1,4 sehingga sebagai akibat pemutusan ikatan tersebut berakibat pada pecahnya granula
24 10
20 30
40 50
60 70
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100 110 120
Ting k
a t H
idro lisis
Waktu menit
Sagu baruk 1 Sagu baruk 2
Sagu baruk 3
10 20
30 40
50 60
70
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100 110 120
T ingk
a t H
idr oli
si s
Waktu menit
Sagu rumbia Sagu komersial
Aren Caryota Mitis
yang membengkak dan mengakibatkan terjadinya sinersis peristiwa keluarnya cairan dari suatu gel dari pati yang menjadikan viskositas suspensi menurun. Ketujuh jenis pati palma di hidrolisis dengan
menggunakan α-amilase dari Bacillus licheniformis selama dua jam. Perubahan tingkat hidrolisis
yang terjadi selama proses ini disajikan dalam Gambar 11 dan Gambar 12.
Gambar 11.Perubahan tingkat hidrolisis pati sagu baruk oleh α-amilase bacterial
Gambar 12. Perubahan tingkat hidrolisis pati sagu,aren, Caryota mitis oleh α-amilase bacterial
Tingkat hidrolisis dihasilkan dari perbandingan gula pereduksi pengamatan dibandingkan nilai gula pereduksi pada hidrolisis 100 .Hidrolisis 100 adalah hidrolisis pati yang memiliki nila gula
pereduksi yang sudah stabil, diperoleh dengan penambahan dosis enzim berlebih 10 kali dari dosis awal.Pada Gambar 11 terlihat bahwa pati jenis sagu baruk rata-rata menghasilkan tingkat hidrolisis
yang tidak jauh berbeda hingga menit ke-5, kecuali patisagu baruk 3 mengalami peningkatan yang signifikan pada menit ke-5 dibandingkan dengan pati lainnya. Pada hasil pengamatan terlihat bahwa
tingkat hidrolisis meningkat dengan waktu yang relatif cepat dan mengalami peningkatan tajam pada menit ke- 20 hingga menit ke-120. Pada menit ke-5 hingga menit ke- 60 sagu baruk 3 mempunyai
tingkat hidrolisis yang lebih timggi dari pati yang lainnya, hal ini menandakan bahwa jenis pati ini mudah dihidrolisis oleh enzim
α-amilase dan cocok sebagai produk komersial. Ketiga pati sagu baruk ini menghasilkan tingkat hidrolisis dengan kisaran 48,11 hingga 60,19 , hal ini menandakan bahwa
hampir sebagian pati ini dapat terhidrolisis oleh enzim α-amilase. Berdasarkan grafik-grafik tersebut
25 terlihat bahwa rata-rata pati palma tersebut mampu terhidrolisis dengan cepat dan belum sepenuhnya
terdegradasi tingkat hidrolisis belum mencapai 100. Oleh karena itu, ditambahkan enzim dengan dosis berlebih yaitu 10 kali dari dosis awal agar pati tersebut dapat terhidrolisis sepenuhnya hidrolisis
100 menjadi campuran antara glukosa, maltosa, maltotriosa dan α-limit dekstrin.
Berdasarkan Gambar 12, terlihat bahwa tingkat hidrolisis pati meningkat dari waktu ke waktu dengan cepat. Hal tersebut membuktikan bahwa
α-amilase merupakan salah satu endoenzim yang dapat memecah ikatan
α-1,4-glikosidik yang berada di tengah rantai polimer sehingga proses degradasi pati berlangsung dengan cepat. Hingga menit ke-10 rata-rata keempat pati mempunyai
penambahan gula pereduksi yang hampir sama. Pati-pati tersebut mempunyai tingkat hidrolisis yang tidak jauh berbeda tiap waktunya, kecuali pati sagu komersial yang mempunyai tingkat hidrolisis yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pati yang lainnya sehingga memang layak untuk dikomersilkan menjadi bahan baku hidrolisat. Pada menit ke-120 keempat pati tersebut menghasilkan kisaran tingkat
hidrolisis antara 45,8 sampai 53,66 , hal ini menunjukan bahwa sebagian pati sudah terdegradasi oleh
α-amilase dan menghasilkan dekstrin yang dapat terpotong-potong lagi menjadi campuran antara glukosa, maltosa, maltotriosa serta ikatan lainnya.
Total gula dianalisis dengan menggunakan metode fenol sulfat. Prinsip metode fenol sulfat ialah terjadinya dehidrasi senyawa-senyawa gula yang terkandung didalam bahan oleh asam sulfat
menjadi furfural, senyawa yang mengandung bentuk gugus pentosa terdehidrasi menjadi furfural sedangkan senyawa yang memiliki bentuk gugus heksosa menjadi 5-hydroxymethyl furfural,
selanjutnya senyawa furfural ini akan berkondensasi dengan fenol menghasilkan senyawa kompleks yang memberikan warna kuning kecoklatan Higuchi 1961, jadi semakin tinggi kandungan gula di
dalam suatu bahan maka akan menghasilkan warna yang semakin pekat.Total gula tersebut menunjukan banyaknya jumlah gula pereduksi maupun non pereduksi. Gula pereduksi dianalisis
dengan menggunakan metode Park-Johnson. Prinsip metode ini adalah tereduksinya ferrisianida menjadi ferrosianida oleh senyawa gula pereduksi. Jumlah ferrosianida yang terbentuk ekivcalen
dengan jumlah gula pereduksi dalam sampel Hizukuri et al. 1981. Nilai DE Dextrose equivalent didapatkan dari perbandingan antara nilai gula pereduksi
dengan nilai total gula dikali 100 , sedangkan nilai DP Derajat Polimerisasi dihasilkan dari perbandingan anatara nilai total gula dengan nilai gula pereduksi.Analisa gula pereduksi dilakukan
pada tiap-tiap hasil hidrolisis di waktu tertentu untuk mengetahui banyaknya gula pereduksi yang terbentuk tiap waktunya sehingga dapat diketahui perbandingan antara DE dengan DP yang terbentuk
selama proses hidrolisis. Pada Gambar 13 sampai Gambar 19, terlihat pola perubahan DE dan DP pati saat dihidrolisis
oleh enzim α-amilase bacterial. Pada menit ke-1 menunjukan adanya penurunan DP secara cepat
saat pati dihidrolisis oleh α-amilase bacterial. Hal ini terjadi akibat adanya kerja enzim α-amilase
yang mampu menghidrolisis pati dengan cepat dan secara acak pada ikatan α-1,4 glikosidik baik pada
rantai amilosa maupun amilopektin,dan hanya ikatan percabangan yang tidak terputus sehingga polimer glukosa dapat dipecah menjadi polimer yang lebih pendek. Menurut Sunarti 2004, semakin
banyak kadar amilosa yang terkandung di dalam pati semakin cepat α-amilase dalam menghidrolisis
pati. Oleh karena itu, ketika pertama kali enzim di tambahkan pada sampel maka secara langsung enzim tersebut akan menghidrolisis pati dengan cepat sehingga terjadi penurunan DP secara
signifikan. Enzim α-amilase dikenal juga dengan sebutan endoamilase ditambahkan pada proses
liquifikasi, enzim tersebut dapat menghidrolisis dan mendegradasi ikatan α-1,4 glikosidik pada
polisakarida secara acak baik dari bagian tengah atau bagian dalam molekul sehingga pemutusan dapat berjalan dengan cepat Muchtadi 1992.Menurut Winarno 2010 menyatakan bahwa
mekanisme kerja α-amilase terdiri dari dua tahap, yaitu : tahap pertama degradasi amilosa menjadi
26 5
10 15
20 25
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100 110 120
DE DP
DP DE
5 10
15 20
25
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100 110 120
DE DP
Waktu menit DP
DE 5
10 15
20 25
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100 110 120
DE DP
Waktu menit
DP DE
maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak dan cepat. Tahap kedua terjadi pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil akhir dan tidak acak. Pada tahap ini pembentukan relatif sangat lambat.
Gambar 13. Perubahan DP dan DE pada hidrolisis pati sagu baruk 1 oleh α-amilase bacterial
Gambar 14. Perubahan DP dan DE pada hidrolisis patisagu baruk 2 oleh α-amilase bacterial
Gambar 15.Perubahan DP dan DE pada hidrolisis patisagu baruk 3 oleh α-amilase bacterial
27 5
10 15
20 25
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100 110 120
DE DP
Waktu menit
DP DE
5 10
15 20
25
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100 110 120
DE DP
Waktu menit DP
DE
5 10
15 20
25
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100 110 120
DE DP
DP DE
Gambar 16. Perubahan DP dan DE pada hidrolisis pati sagu rumbiaoleh α-amilase bacterial
Gambar17. Perubahan DP dan DE pada hidrolisis pati sagu komersial oleh α-amilase bacterial
Gambar 18. Perubahan DP dan DE pada hidrolisis pati aren oleh α-amilase bacterial
28 5
10 15
20 25
50 100
150 200
250 300
350 400
450 500
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100 110 120
DE DP
Waktu menit DP
DE Gambar 19. Perubahan DP dan DE pada hidrolisis pati Caryota mitisoleh
α-amilase bacterial Berdasarkan Gambar 13 sampai Gambar 19 terlihat bahwa untuk semua jenis pati palma pada
menit ke- 45 menghasilkan DP berkisar 7-8 selanjutnya penurunan DP berjalan lambat, hal ini terjadi karena adanya pemutusan hasil degradasi secara cepat dekstrin yang akan menghasilkan glukosa dan
maltosa sebagai hasil akhir tidak terjadi secara acak sehingga pemutusan berjalan dengan lambat. Pada Gambar 13 sampai Gambar 19 terlihat bahwa nilai DE hidrolisat patimeningkat seiring dengan
menurunnya nilai DP. Pada awal proses likuifikasi terjadi peningkatan DE secara tajam dari menit ke- 5. Hal ini menunjukan bahwa polimer-polimer pati banyak yang telah terkonversi menjadi molekul-
molekul yang lebih pendek.Dengan melihat pola perubahan DE dan DP yang terjadi pada ketujuh jenis pati palma tersebut, dapat diketahui bahwa jenis pati ini mampu dihidrolisis oleh
α-amilase sehingga dapat dimanfaatkan dalam industri untuk menghasilkan produk-produk hidrolisis sesuai
yang diinginkan dengan melihat DE dan DP yang terbentuk pada tingkat hidrolisis tertentu. Dextrose Equivalent
DE merupakan parameter kemurnian sirup glukosa atau maltosa yang didefinisikan sebagai persentase perbandingan antara gula reduksi dengan bahan kering sirup glukosa
atau maltosa. Bila nilai DE =100 maka dapat diartikan bahwa seluruh bahan kering pada sirup glukosa merupakan gula pereduksi. DE berhubungan dengan derajat polimerisasi DP.Derajat
polimerisasi juga digunakan sebagai parameter pada penentuan mutu sirup glukosa. DP menunjukkan jumlah dari unit glukosa sebagai komponen individual dalam sirup. DP 1 = dekstrosa 1 unit, DP 2 =
maltosa2 unit, DP 3 = maltotriosa 3 unit Dziedzic dan Kearsley 1995. Nilai DE dan DP pada tingkat hidrolisis 10 dan 40 didapatkan dari hasil interpolasi nilai
DE dan DP pada tingkat hidrolisis di setiap waktu pengamatan.Tingkat hidrolisis tersebut menggambarkan pola pemutusan enzim terhadap pati dengan melihat banyaknya nilai DE dan DP
yang terbentuk di setiap tingkat hidrolisisnya. Tingkat hidrolisis 10 menggambarkan banyaknya nilai DE dan DP yang terbentuk di awal pemutusan rantai
α-1,4-glikosidik pada pati oleh enzim dan pemutusan selanjutnya digambarkan oleh tingkat hidrolisis 40, sedangkan tingkat hidrolisis 100
menggambarkan banyaknya nilai DE dan DP yang terbentuk pada akhir pemutusan rantai α-1,4-
glikosidik. Berdasarkan Tabel 5 nilai yang dihasilkan oleh pati palma pada tingkat hidrolisis
100, untuk α-amilase bacterial berkisar 2,23 hingga 2,62. Dari nilai DP tersebut dapat diketahui
bahwa hidrolisis pati pada tahap ini menghasilkan campuran antara maltosa, maltotriosa dan α-limit
dekstrin. Pemecahan pati oleh α-amilase menyebabkan pati dapat terputus-putus menjadi dekstrin
yang diikuti dengan penurunan bobot molekul pati, kemudian dekstrin akan terpotong-potong lagi menjadi campuran antara glukosa, maltosa,
α-limit dekstrin, maltotriosa dan ikatan lain.
29 Nilai DP berkaitan dengan nilai DE, semakin tinggi nilai DE yang dihasilkan maka nilai DP
akan semakin rendahDextrose equivalent menyatakan persentase hidrolisis banyaknya pati terkonversi menjadi monomer-monomernya terutama glukosa. Nilai DE mengindikasikan banyaknya polimer pati
yang telah terpotong menjadi molekul-molekul glukosa yang lebih sederhana. Pada Tabel 5 menunjukan bahwa nilai DE pada setiap pati mengalami peningkatan dari tingkat hidrolisis 10
sampai 100. Hidrolisat pati yang hanya terdiri atas maltosa akan bernilai DE 50. Pada tingkat hidrolisis 100 nilai
yang dihasilkan berkisar 38,27-44,9. Hal ini menandakan bahwa pati sudah terkonversi menjadi maltosa, maltotiosa, dan
α-limit dekstrin. Berdasarkan nilai DE tersebut, terlihat bahwa pada tingkat hidrolisis 10 dan 40 pati palma yang dihidrolisis dapat menghasilkan
maltodekstrin.
Tabel 5. Nilai DE dan DP hidrolisis 10, 40 dan 100 dengan α-amilase bacterial
Jenis Pati Tingkat Hidrolisis
Tingkat Hidrolisis 10 40
100 10
40 100
Sagu baruk 1 3,88
15,44 38,58
27,99 6,61
2,60 Sagu baruk 2
4,17 16,63
41,69 24,69
6,02 2,40
Sagu baruk 3 3,92
15,68 39,21
30,19 6,42
2,55 Sagu rumbia
4,46 17,85
44,66 22,71
5,78 2,25
Sagu komersial 3,82
15,30 38,27 28,68 6,67 2,62 Aren 4,49
17,96 44,9
22,63 5,79
2,23 Caryota mitis
4,20 16,80 41,96
24,10 6,33 2,38
Maltodextrins didefinisikan sebagai salah satu produk modifikasi pati yang dibuat dari hasil hidrolisis pati non sweet saccharide polymer, baik rnelalui proses enzimatis yang terkendali atau
dengan cara hidrolisis asam, mengandung unit α-D-glucose terikat oleh rantai 1,4 glikosidik dengan
DE kurang dari 20 dan mempunyai rumus kimia C
6
H
10
O
5
n H
2
O. Sebuah material dapat didefinisikan sebagai maltodextrin apabila mempunyai DE antara3 sampai 20 Kennedy et.al. 1995. Proses
dekstrinisasi dilakukan hingga diperoleh nilai DE yang diinginkan. Dengan mengatur waktu reaksi atau dengan mengatur dosis enzim, maka nilai DE dapat dikendalikan. Hampir semua jenis pati dapat
digunakan sebagai bahan baku maltodekstrin. Menurut Kennedy et al. 1995, secara umum maltodekstrin memiliki kemanisan sangat
sedikit atau tidak ada rasa hambar, dapat dimetabolisme dan dapat diaplikasikan pada produk makanan sehingga cocok untuk penderita diabetes. Maltodekstrin dapat diaplikasikan dalam industri
makanan, terutama dalam makanan olahan. Dua tipe maltodextrin yang sering digunakan secara komersil yaitu maltodekstrin yang mempunyai DE sekitar 10-14 dan DE 15-19. Beberapa aplikasi
maltodekstrin yaitu baked goods,frozen desserts, low calorie dry mix-maltodextrin, margarine spreads, reduced fat meat product, salad dressin.
Pada tingkat hidrolisis 100 nilai berkisar 38,27-44,9 sehingga beberapa jenis pati palma
dapat menghasilkan sirup campuran. Hasil tersebut menunjukan bahwa ketujuh pati palma ini dapat direkomendasikan untuk aplikasi di bidang pangan. Beberapa contoh pengaplikasian produk hidrolisat
pati berdasarkan nilai DE disajikan pada Tabel 6.
30 Tabel 6. Aplikasi produk hidrolisis pati
Pemecahan pati oleh α-amilase menyebabkan pati dapat terputus-putus menjadi dekstrin yang
diikuti dengan penurunan bobot molekul pati, kemudian dekstrin akan terpotong-potong lagi menjadi campuran antara glukosa, maltosa,
α-limit dekstrin, maltotriosa dan ikatan lain. Oleh karena itu, dilakukan proses sakarifikasi untuk memutuskan ikatan
α-1,6 glikosidik sehingga dekstrin dan oligosakarida terpecah menjadi glukosa. Sakarifikasi merupakan proses hidrolisis dari oligosakarida
sebagai hasil tahap likuifikasi dengan menggunakan enzim tunggal maupun enzim campuran sehingga oligosakarida tersebut dapat dihidrolisis menjadi glukosa. Faktor yang sangat penting diperhatikan
dalam proses sakarifikasi adalah dosis enzim yang digunakan dan waktu sakarifikasi. Apabila dosis enzim atau waktu sakarifikasi kurang maka hasil hidrolisis glukosa yang diperoleh sangat rendah
Berghmans1981.Dosis dan waktu yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan pada penelitian Akyuni 2004 dan Sitanggang 2011 yaitu 0,3 Ug untuk Amiloglukosidase dan 0,6 Ug untuk
dextrozyme dengan waktu 48 jam. Hasil perhitungan DE dan DP yang dihasilkan pada tahap sakarifikasi ini disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai DE dan DP dari hidrolisis α-amilase dengan penambahan AMG dan dextrozyme
Jenis Pati AMG Dextrozyme
Sagu baruk 1 96,53
1,04 97,72
1,02 Sagu baruk 2
97,82 1,02
96,00 1,04
Sagu baruk 3 98,21
1,02 97,36
1,03 Sagu rumbia
95,3 1,05
98,41 1,02
Sagu komersial 96,25
1,04 98,81
1,01 Aren 98,03
1,02 95,74
1,04 Caryota mitis
94,65 1,06 97,26 1,03 Jenis enzim tunggal yang banyak digunakan pada proses sakarifikasi dalam industri sirup
glukosa dan industri lainnya adalah glukoamilase, sedangkan enzim campuran yang digunakan adalah dextrozyme yang merupakan campuran antara pullulanase dan glukoamilase. Pada Tabel 7
menunjukan bahwa telah terjadi peningkatan DE dan penurunan DP yang signifikan dari hidrolisis sebelumnyayang menggunakan enzim
α-amilaselikuifikasi. Nilai yang dihasilkan oleh pati
palma dengan menggunakan amiloglukosidase berkisar 1,02-1,06 dan dextrozyme berkisar 1,01-1,04. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pati telah terkonversi menjadi glukosa dan sedikit
Produk Hidrolisis Pati DE
Aplikasi
Maltodekstrin 3-20
Stabilizer, pengental, bahan pengisi, lem, dan pasta.
Sirup maltosa
48-63 Pengeras permen, mencegah sifat higroskopis, bahan baku Fermentasi.
Sirup glukosa 96-98
Soft drink , bahan baku untuk fermentasi.
Sirup fruktosa -
Industri makanan dan minuman kaleng, softdrink
, dan produk susu Sirup campuran
42-63 Soft drink
, bahan baku industri pangan Sumber : Kennedy et al. 1995
31 maltosa. Di akhir proses sakarifikasi telah terjadi peningkatan gula pereduksi karena adanya
pemutusan ikatan α-1,4 glikosidik dan α-1,6 glikosidik pada hasil likuifikasi baik dilakukan oleh
amiloglukosidase maupun dextrozyme. Nilai
yang dihasilkan oleh pati palma dengan menggunakan amiloglukosidase berkisar antara 94,65-98,21, sedangkan nilai
dengan menggunakan dextrozyme berkisar 95,74-98,81. Terlihat bahwa nilai
yang mampu dihasilkan oleh dextrozyme lebih besar daripada amiloglukosidasedan sebagian besar pati palma sagu baruk 1, sagu rumbia, sagu komersial, Caryota
mitis menghasilkan nilai DE yang lebih besar dengan menggunakan dextrozyme. Hal ini diduga
karena dextrozyme merupakan enzim campuran antara amiloglukosidase dengan pullulanase, kerja amiloglukosidase akan lebih efektif dengan adanya pullulanase yang dapat memecah ikatan
α-1,6- glikosidik dengan cepat sehingga hasil konversi pati menjadi glukosa lebih tinggi. Pada proses
sakarifikasi pullulanase dengan cepat memotong rantai-rantai bercabang pada α-limit dekstrin yang
dihasilkan pada proses likuifikasi menjadi rantai-rantai linier, kemudian glukoamilase akan memotongnya menjadi monomer-monomer glukosa Fullbrook 1984. Efektifitas aktivitas
dextrozyme yang terdiri dari glukoamilase dan pullulanase tidak terlepas dari proses sebelumnya, yaitu adanya pemutusan molekul amilosa khususnya amilopektin dari bagian dalam rantai oleh enzim
α-amilase dalam proses likuifikasi yang menghasilkan α-limit dekstrin dengan rantai yang pendek, sehingga bila semakin efektif proses likuifikasi, maka akan mempermudah proses sakarifikasi.
Walaupun amiloglukosidase dapat memotong ikatan cabang α-1,6-glikosidik, namun kerja enzim
amiloglukosidase relatif lambat karena enzim ini bekerja secara single chain, yaitu menyerang satu polimer pati dan mendegradasinya secara sempurna kemudian menyerang polimer yang lain.
Glukoamilase memecah pati dari luar dengan mengeluarkan glukosa dari ujung non pereduksi polimer pati.
2. Aplikasi Produk Hidrolisat Enzimatis