Memerintahkan agar barang bukti berupa: Nihil
Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 1000,-.
2. Analisis Kasus
Amar putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dengan menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Afrina Br. Sembiring tentu saja di ambil berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan dan berdasarkan fakta-fakta hukum yang muncul di persidangan.
Fakta-fakta hukum yang muncul di persidangan yaitu keterangan saksi- saksi, keterangan terdakwa dan alat bukti, tidak ada yang dapat mendukung
terdakwa. Sebaliknya fakta-fakta yang muncul dipersidangan justru memberatkan terdakwa dalam kasus tersebut.
Selain itu tidak adanya pembelaan dari terdakwa, juga membuktikan bahwa terdakwa mengakui perbuatannya. Dan untuk itu terdakwa telah
menagajukan permohonan yang pada pokoknya agar dijatuhi hukuman yang seringan-ringannya.
Dalam menjatuhkan putusan tersebut, Majelis Hakim juga telah mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan bagi terdakwa,
yaitu:
Universitas Sumatera Utara
- perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat.
Yang memberatkan:
- Perbuatan terdakwa mengakibatkan saksi korban menjadi cacat
Yang meringankan -
terdakwa mengakui perbuatannya dan menyesal :
- terdakwa sopan dipersidangan
- terdakwa belum pernah dihukum
Didalam persidangan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “melakukan tindakan medis tertentu terhadap
ibu hamil yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2” yang diatur dan diancam pidana dalam Pasal 80 ayat 1 UU No. 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan. Adapun unsur-unsur dari Pasal 80 ayat 1 UU Kesehatan tersebut adalah:
a. Dengan Sengaja Dalam lapangan teori hukum pidana ada tiga macam kesengajaan, yaitu:
1. Sengaja sebagai maksud oogmerz 2 Sengaja dengan kesadaran akan kepastian opzet Bijkerheid-Bewustzin
3 Sengaja dengan kesadaran kemungkinan akan terjadi voorwardelijk opzet dolus eventualis
Dalam kasus ini, kesengajaan yang dilakukan oleh terdakwa adalah bentuk kesengajaan yang termasuk dalam kategori sengaja dengan kesadaran
kemungkinan akan terjadi.
Universitas Sumatera Utara
Dengan pengetahuan dan kemampuannya sebagai seorang bidan, sudah sepatutnya terdakwa menyadari atau mengetahui akibat yang mungkin terjadi dari
pemberian SINTO obat perangsang untuk cepat melahirkan kepada korban. Terlebih lagi, ketika usia kandungan korban atau sekitar dua minggu
sebelum korban melahirkan, korban dengan ditemani oleh terdakwa pergi untuk melakukan pemeriksaan USG di tempat praktik Dr. Jhon Robert Simanjuntak
Sp.OG yang juga merupakan dokter konsul dari terdakwa. Berdasarkan hal tersebut, seharusnya terdakwa betul-betul mengetahui
tentang keadaan korban dan kandungannya. Seharusnya korban mengetahui akibat dari pemberian SINTO obat perangsang untuk cepat melahirkan kepada korban,
ada kemungkinan terjadi akibat yang negatif terhadap korban. Seperti keterangan yang diberikan oleh saksi ahli Dr. Jenius L. Tobing Sp.OG, bahwa kemungkinan
penyebab terjadinya pendarahan dari luka robekan rahim korban adalah akibat pemberian SINTO obat perangsang untuk cepat melahirkanyang diberikan oleh
terdakwa. Saksi memberikan keterangan tersebut karena menurut saksi ahli dengan pengetahuan dan keahliannya dalam bidang Feto Maternal janin dan ibu
atau ilmu kebidanan, setelah membaca Resume Medik korban, bahwa anak yang dilahirkan oleh korban tersebut terhitung besar 3,9 Kg sesuai dengan surat
Kelahiran dari Klinik Bersalin Sari Buana tempat korban melahirkan. Oleh karena itu rangsangan yang begitu kuat dari pengaruh SINTO obat perangsang
untuk cepat melahirkan tersebut, dapat mengakibatkan luka robek pada rahim sehingga terjadi pendarahan pada korban.
Universitas Sumatera Utara
b. Melakukan Tindakan Medis Tertentu Terhadap Ibu Hamil Menurut Chrisdiono M. Achadiat, yang dimaksud dengan tindakan medis
adalah semua tindakan atau langkah yang dilakukan atas pasien sehingga dalam pengertian ini termasuk tindakan diagnostik maupun terapeutik.
60
Dalam kasus ini terdakwa telah melakukan kesalahan, mulai dari tindakan diagnostik yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan terapeutik yaitu
pemberian SINTO obat perangsang untuk cepat melahirkan kepada pasien. Yang menjadi penyebab terjadinya pendarahan pada korban akibat luka robekan rahim
sehingga rahim korban terpaksa diangkat untuk keselamatan jiwa korban. Kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa adalah tidak mengkonsultasikan
mengenai tindakan medis yang akan dilakukan kepada pasien kepada dokter konsul terdakwa yang adalah Dr. Jhon Robert Simanjuntak Sp.OG. Padahal
mengenai pemberian SINTO obat perangsang untuk cepat melahirkan tersebut, seharusnya diberikan dengan izin dokter. Apabila terdakwa terlebih dahulu
mengkonsultasikan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan oleh terdakwa kepada dokter konsul terdakwa, mungkin dokter konsul terdakwa dapat
Dalam hal ini yang menjadi obyek dari tindakan medis adalah ibu hamil. Dengan kata lain dalam kasus ini tidak hanya menyangkut keselamatan ibu hamil
atau pasien itu saja, tetapi juga menyangkut bayi yang sedang dikandungnya. Seperti dikemukakan diatas tindakan medis meliputi tindakan diagnostik
maupun terapeutik. Karena berdasarkan tindakan diagnostiklah dapat ditentukan tindakan terapeutik apa yang harus diberikan kepada pasien.
60
Achadiat, Chrisdiono M, op.cit., hal 37
Universitas Sumatera Utara
memberikan saran yang lebih bailk kepada terdakwa, mengenai tindakan medis yang harus diberikan kepada korbanpasien. Hal ini tidak hanya didasarkan pada
kemampuan dan keahlian yang dimiliki oleh dokter konsul terdakwa, akan tetapi juga berdasarkan fakta bahwa korban pernah memeriksakan diri kepada konsul
terdakwa dengan ditemani terdakwa. Hal ini berarti bahwa dokter konsul terdakwa juga mengetahui keadaan korban dan kandungannya.
c. Yang Tidak Memenuhi Ketentuan Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2
Pasal 15: ayat 1:Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Ayat 2: Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya
dapat dilakukan: a
Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
c Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau
keluarganya. d
Pada sarana kesehatan tertentu. Banyak yang berpendapat bahwa Pasal 15 ayat 1 UU Kesehatan ini
adalah dasar hukum peniadaan hukuman dari tenaga kesehatan yang melakukan
Universitas Sumatera Utara
pengguguran kandungan abortus provocatus. Hal ini mungkin dikarenakan penjelasan atas Pasal 15 ayat 1 UU Kesehatan ini yang menyebutkan mengenai
tindakan medis yang berupa pengguguran kandungan. Padahal maksud dari ketentuan Pasal 15 ayat 1 ini tidak hanya mengenai tindakan medis yang berupa
pengguguran kandungan saja. Akan tetapi juga tindakan medis lain yang bertujuan untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya.
Dalam kasus ini, Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2 UU Kesehatan ini berlaku sebagai peniadaan hukuman bagi tindakan medis yang dilakukan oleh Dr. Jhon
Robert Simanjuntak Sp.OG yang melakukan operasi pengangkatan rahim korban, sehingga korban tidak dapat melahirkan lagi. Akan tetapi kepada Dr. Jhon Robert
Simanjuntak Sp.OG tersebut, tidak dapat dikenakan pidana, karena perbuatan Dr. Jhon Robert Simanjuntak Sp.OG tersebut telah sesuai dengan ketentuan Pasal 15
ayat 1 dan ayat 2 UU Kesehatan. Tujuan dari tindakan medis yang dilakukan oleh Dr. Jhon Robert Simanjuntak Sp.OG tersebut adalah untuk menyelamatkan
jiwa korban pasien. Karena apabila tidak dilakukan tindakan medis tersebut, korbanpasien terancam bahaya maut.
Sedangkan terhadap tindakan medis yang dilakukan oleh terdakwa, yaitu pemberian SINTO obat perangsang untuk cepat melahirkan kepada korban.
Ketentuan Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2 UU Kesehatan tidak dapat berlaku sebagai peniadaan hukuman. Dengan kata lain perbuatan atau tindakan medis
yang dilakukan oleh terdakwa kepada korban tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2 UU Kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Perbuatan atau tindakan medis yang dilakukan oleh terdakwa yaitu pemberian SINTO obat perangsang untuk cepat melahirkan kepada korban tidak
berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut. Selain itu perbuatan atau tindakan medis yang dilakukan oleh terdakwa yaitu
pemberian SINTO obat perangsang untuk cepat melahirkan kepada korban tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu. Atau dalam hal ini dilakukan tanpa izin dokter yang berwenang. Dengan kata lain tidak ada pendelegasian wewenang untuk melakukan tindakan
medis tersebut. Terlebih lagi ternyata terdakwa, selain tidak memiliki kewenangan untuk
melakukan tindakan medis tersebut. Bahkan sebenarnya terdakwa tidak memiliki kewenangan sama sekali untuk melakukan tindakan medis apapun. Atau dengan
kata lain bahwa terdakwa tidak memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan kewenangan untuk
menjalankan profesi tenaga kesehatan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan melalui Surat Izin Praktek Bidan SIPB dan Surat Izin Bidan SIB telah habis
masa berlakunya dan belum diperbaharui. Seharusnya sebelum SIB dan SIPB diperbaharui, terdakwa tidak boleh
menjalankan profesinya sebagai bidan dan memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penulis setuju dengan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dengan menjatuhkan hukuman atau pidana
kepada terdakwa. Karena terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
Universitas Sumatera Utara
bersalah melakukan tindak pidana “melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 15 ayat 1 dan ayat 2” yang
diatur dalam Pasal 80 ayat 1 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Selain karena telah terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana yang terdapat
dalam Pasal 80 ayat 1 UU No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, menurut penulis masih ada lagi satu faktor yang menjadi dasar persetujuan penulis
terhadap putusan majelis hakim yang menjatuhkan pidana kepada terdakwa. Yaitu tidak adanya atau lambatnya penanganan terdakwa terhadap korban ketika terjadi
pendarahan setelah korban melahirkan. Yang dilakukan terdakwa hanya berkata “Jangan Cemas” dan hanya melakukan pengukur tekanan darah saja. Setelah
pihak keluarga korban memaksa agar korban dibawa ke Rumah Sakit untuk dapat ditangani lebih intensif baru terdakwa merujuk korban ke Rumah Sakit Vina
Estetica karena Dr.Jhon Robert Simanjuntak, SpOG sebagai Dokter Konsul terdakwa bisa menangani korban di Rumah Sakit Vina Estetica.
Seandainya terdakwa langsung bertindak cepat menanggapi keadaan korban yang mengalami pendarahan setelah melahirkan, dengan langsung
merujuk korban ke Rumah Sakit agar dapat ditangani oleh dokter yang memiliki keahlian yang lebih, mungkin saja akibat yang terjadi terhadap korban dapat
dikurangi. Kesalahan pertama dari terdakwa adalah melakukan praktek kebidanan
atau memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat tanpa memiliki izin untuk melakukan praktek kebidanan. Karena izin untuk melakukan praktek
kebidanan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan melalui SIB dan SIPB telah habis
Universitas Sumatera Utara
masa berlakunya dan belum diperbaharui. Seharusnya sebelum IB dan SIPB diperbaharui, terdakwa tidak boleh menjalankan praktek kebidanan dan
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Hal ini adalah salah satu bukti kurangnya pengawasan dari pemerintah
melalui Dinas Kesehatan maupun oleh IBI sebagai wadah organisasi bidan di Indonesia.
Pemerintah melalui Dinas Kesehatan seharuya melakukan pengawasan terhadap setiap tenaga kesehatan yang menjalankan praktek di wilayahnya.
Apabila ada tenaga kesehatan yang menjalankan pratek tidak sesuai dengan ketentuan, misalnya menjalankan praktek tanpa izin, maka pemerintah melalui
Dinas Kesehatan dapat memberikan sanksi kepada tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Begitu juga IBI sebagai wadah organisasi profesi bidan di Indonesia, seharusnya juga melakukan pengawasan terhadap anggotanya. Karena setiap
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada masyarakat tentu saja mempengaruhi citra IBI di mata masyarakat.
Apabila mutu pelayanan yan diberikan bidan kepada masyarakat baik, hal itu akan meningkatkan citra IBI di mata masyarakat dan meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Begitu juga sebaliknya, apabila mutu pelayanan yang diberikan bidan
kepada masyarakat buruk, hal itu akan menjatuhkan citra IBI di mata masyarakat dan kepercayaan masyarakat terhadap bidan juga akan semakin menurun.
Universitas Sumatera Utara
Apabila kita melihat faktor penyebab terdakwa melakukan praktek kebidanan walaupun tanpa memiliki izin adalah karena faktor ekonomi. Karena
tujuan dari terdakwa dengan tetap melakukan praktek kebidanan walaupun tanpa memiliki izin adalah agar terdakwa dapat mendapatkan uang sebagai imbalan atas
jasa pelayanan kesehatan atau pelayanan kebidanan yang diberikan oleh terdakwa kepada pasien.
Selain itu yang menjadi kesalahan terdakwa adalah mengenai tindakan medis yang dilakukan oleh terdakwa terhadap korban yaitu pemberian SINTO
obat perangsang kelahiran kepada korban yang mengakibatkan terjadinya pendarahan pada vagina korban yang disebabkan oleh robekan pada rahim korban
sehingga rahim korban terpaksa diangkat dan mengakibatkan korban tidak dapat melahirkan lagi.
Dalam hal ini, terdakwa tidak memiliki wewenang untuk melakukan tindakan medis tersebut. Pertama, oleh karena sebenarnya terdakwa tidak
memiliki wewenang untuk melakukan tindakan medis apapun, karena izin yang diberikan oleh Dinas Kesehatan melalui SIB dan SIPB telah habis masa
berlakunya dan belum diperbaharui. Kedua, karena pemberian SINTO obat perangsang kelahiran harus dengan izin dokter. Sedangkan pada saat memberikan
SINTO obat perangsang kelahiran kepada korban, terdakwa tidak ada meminta izin ataupun mengkonsultasikan kepada dokter yang berwenang untuk
memberikan izin. Sebenarnya, menurut penulis masalah kewenangan melakukan tindakan
medis tanpa memiliki izin dapat dikesampingkan, yaitu pada situasi dan kondisi
Universitas Sumatera Utara
tertentu. Misalnya pada daerah terpencil yang tidak memiliki tenaga kesehatan lain yang dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang
membutuhkan. Akan tetapi pada kasus ini, terdakwa melakukan perbuatan tersebut dikota Medan, yang merupakan kota besar dan memiliki banyak tenaga
kesehatan lain yang dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada korban. Dengan kata lain, pada kasus ini sebenarnya terdakwa memiliki pilihan
lain yang lebih baik untuk menangani korban. Yaitu dengan sejak awal merujuk korban kepada bidan atau dokter yang memiliki wewenang yang menurut
terdakwa dapat membantu korban untuk melahirkan. Misalnya menyarankan atau merujuk korban kepada dokter konsul terdakwa.
Di dalam pasal 15 ayat 2 UU Kesehatan disebutkan bahwa salah satu syarat dilakukannya tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yaitu dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan
tim ahli. Oleh karena itu perbuatan terdakwa yang memberikan SINTO obat
perangsang kelahiran tanpa izin dokter dan melakukannya tanpa memiliki wewenang dan izin untuk menjalankan praktek kebidanan adalah tidak sesuai
dengan ketentuan pasal 15 ayat 1 dan 2 UU Kesehatan. Dan oleh karena itu terdakwa dapat dikenakan dan dijatuhi pidana sesuai dengan pasal 80 UU
Kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN