Transplantasi sel testikular ikan gurame Osphronemus gouramy pada ikan nila Oreochromis niloticus umur 1-4 hari

(1)

TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME

Osphronemus gouramy PADA IKAN NILA

Oreochromis niloticus UMUR 1-4 HARI

JASMADI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:

TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus UMUR 1-4 HARI

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011

JASMADI C.14062978


(3)

ABSTRAK

JASMADI. Transplantasi sel testikular ikan gurame Osphronemus gouramy pada ikan nila Oreochromis niloticus umur 1-4 hari. Dibimbing oleh Odang Carman dan Alimuddin.

Ikan gurame adalah salah satu target peningkatan produksi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014. Namun produksinya terkesan lambat dikarenakan siklus reproduksinya yang relatif lama. Transplantasi sel testikular ikan gurame ke ikan nila dapat dilakukan dengan harapan induk ikan nila akan dapat melahirkan ikan gurame sehingga siklus produksi ikan gurame dapat dipercepat. Dalam penelitian ini dilakukan proses transplantasi sel testikular ikan gurame (donor) pada rongga peritoneal ikan nila (resipien) yang baru menetas. Sel testikular ikan gurame yang mengandung spermatogonia diperoleh dari disosiasi gonad ikan gurame menggunakan PBS dengan tripsin 0,5% kemudian disuntikkan ke ikan nila dengan umur yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SR (survival rate) resipien yang disuntik pada umur 1-2 hari (A) lebih rendah (89,34%) dibandingkan resipien yang disuntik umur 3-4 hari (B) (98,96%). Namun tingkat keberhasilan sel donor bergabung atau berkembang di dalam gonad resipien (kolonisasi) 2 bulan setelah penyuntikan pada perlakuan A lebih tinggi (6 dari 6 resipien) (100%) dibandingkan dengan perlakuan B (3 dari 4 resipien) (75%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan nila yang disuntik (dilakukan transplantasi) pada umur 1-2 hari memberikan tingkat kelangsungan hidup yang cukup baik dan kolonisasi tertinggi. Dengan demikian, teknik ini sangat berpotensi untuk rekayasa produksi gamet ikan ekonomis penting yang relatif sukar bereproduksi (komersial) dan memproduksi kembali ikan-ikan yang terancam punah (konservasi).


(4)

ABSTRACT

JASMADI. Giant gouramy Osphronemus gouramy testicular cells transplantation in 1-4 days post hatching Nile tilapia Oreochromis niloticus. Supervised by Odang Carman and Alimuddin.

Giant gouramy is one of the targeted farmed species to increase its production level in the Indonesian Ministry of Maritime Affairs and Fisheries Program 2010-2014. Its production seemed slow because of the relatively long reproductive cycle. Transplantation of giant gouramy testicular cells to tilapia can be done in the hope that the surrogate broodstock (tilapia) will be able to give birth giant gouramy so the production cycle can be accelerated. In this research, transplantation of giant gouramy testicular cell (donor) in the peritoneal cavity of newly hatched tilapia (recipient) was performed. Giant gouramy testicular cells that contain spermatogonial cells obtained by dissociation of the gonad using PBS with 0.5% trypsin and then injected into tilapia with different ages. The results showed that SR (survival rate) of 1-2 days old injected larvae (A; 89.34%) were lower compared to that of 3-4 days old (B; 98.96%). Furthermore, the success rate of donor cells colonization in the recipient gonad at 2 months after injection in treatment A (6 of 6 recipients; 100%) was higher than that of treatment B (3 of 4 recipients; 75%). The results of this study indicated that transplantation using 1-2 days old larvae gave highest colonization and comparable level of SR. Thus, this technique has the potential both to manipulate gamet production of economically important fish species that relatively difficult to reproduction (commercial) and reproduce the endangered fish (as conservation).


(5)

TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME

Osphronemus gouramy PADA IKAN NILA

Oreochromis niloticus UMUR 1-4 HARI

JASMADI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011


(6)

SKRIPSI

Judul : Transplantasi sel testikular ikan gurame Osphronemus gouramy pada ikan nila Oreochromis niloticus umur 1-4 hari

Nama : Jasmadi

NRP : C.14062978

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc NIP. 19591222 198601 1 001 NIP. 19700103 199512 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Budidaya Perarian

Dr. Ir. Odang Carman, M. Sc. NIP. 19591222 198601 1 001


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. Penelitian dengan judul

“Transplantasi sel testikular ikan gurame Osphronemus gouramy pada ikan nila Oreochromis niloticus umur 1-4 hari” telah dilaksanakan dari bulan Maret sampai Agustus 2010.

Kontribusi berupa tenaga, pemikiran, materi, ataupun dalam bentuk lain dari dosen pembimbing skripsi, pembimbing akademik, serta teman-teman yang terlibat di dalamnya sangat berperan dalam proses pelaksanaan dan pemulisan karya ilmiah ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc, selaku dosen pembimbing; Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Si, selaku dosen pembimbing II; Dr. Sri Nuryati, S.Pi. M.Si, selaku dosen pembimbing akademik; Bapak Karnawi dan Ibu Patimah; Ana Octavera, Darmawan, Handika Gilang P.P., Yulianti, Sekar Sulistianing H., Hediyat Septian

(Universitas Brawijaya) serta teman BDP’ 43 lainnya, BDP’ 44, dan BDP’ 45.

Bogor, Januari 2011


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 22 April 1988 tepatnya di Pati Jawa Tengah dari ayah Karnawi dan ibu Patimah. Penulis adalah anak ke-5 dari lima bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis yaitu, SMA N 1 Rembang dan lulus tahun 2006. Setelah itu penulis menempuh pendidikan lanjut di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2006 dengan mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama masa perkuliahan penulis sempat magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara Jawa Tengah dan Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol Bali. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Fisiologi dan Reproduksi Organisme Akuatik semester ganjil 2008/2009, Enginering Akuakultur semester genap (Program Sarjana) dan (Program Diploma) 2009/2010 dan Dasar-Dasar Genetika Ikan semester genap 2009/2010. Selain itu penulis juga aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK (BEM-C) periode 2007/2008 serta Dewan Perwakilan Mahasiswa FPIK (DPM-C) periode 2008/2009. Penulis juga pernah mendapatkan penghargaan setara perak dalam kompetisi Program Kreativitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKM-GT) dalam Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2010. Sedangkan tugas akhir dalam pendidikan tinggi penulis dilaksanakan dengan menulis skripsi yang berjudul

Transplantasi sel testikular ikan gurame Osphronemus gouramy pada ikan nila Oreochromis niloticus umur 1-4 hari”.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

II. BAHAN DAN METODE ... 4

2.1 Sumber dan Pemeliharaan Induk Ikan Nila ... 4

2.2 Sumber dan Pemeliharaan Ikan Gurame... 4

2.3 Persiapan Resipien untuk Transplantasi ... 5

2.4 Persiapan dan Pelaksanaan Transplantasi ... 6

2.4.1 Pengadaan Sel Donor dari Ikan Gurame Jantan ... 6

2.4.2 Setting Mikroinjektor dan Transplantasi ... 7

2.5 Analisis PCR ... 8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 10

3.1 Hasil ... 10

3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame ... 10

3.1.2 Analisis PCR pada DNA Resipien 1 Hari setelah Penyuntikan ... 10

3.1.3 Tingkat Kelangsungan Hidup Resipien ... 11

3.1.4 Kuantifikasi DNA Gonad Resipien 2 Bulan setelah Penyuntikan ... 12

3.1.5 Analisis PCR Gonad Resipien ... 13

3.2 Pembahasan ... 14

IV. KESIMPULAN ... 19

4.1 Kesimpulan ... 19

4.2 Saran ... 19

DAFTAR PUSTAKA ... 20


(10)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Hasil disosiasi sel gonad ikan donor ... 10 2. Data kuantifikasi DNA gonad resipien menggunakan GeneQuant ... 12 3. Tingkat kelangsungan hidup larva setelah penyuntikan ... 23


(11)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan gurame jantan ukuran 600-900 gram ... 4 2. Striping sperma ikan nila (resipien) untuk pembuahan buatan dan

striping telur ikan nila ... 5 3. Inkubasi telur hasil pembuahan buatan dan larva ikan nila hasil

pembuahan buatan (resipien umur 1-4 hari yang siap disuntik) ... 6 4. Gonad ikan donor dan disosiasi sel donor ... 6 5. Peralatan yang digunakan untuk mikroinjeksi (penyuntikan sel

donor ke resipien) ... 7 6. Posisi resipien saat mikroinjeksi. A, resipien yang disuntik saat

berumur 1-2 hari setelah menetas; B, resipien yang disuntik saat umur 3-4 hari setelah menetas ... 8 7. Sel testikular ikan donor hasil disosiasi menggunakan PBS yang

mengandung tripsin 0,5% ... 10 8. Analisis PCR DNA larva 1 hari setelah penyuntikan sel donor

menggunakan marka molekular spesifik GH-Gurame (konfirmasi keberhasilan penyuntikan) ... 11 9. Survival rate (SR) atau kelangsungan hidup larva hingga 7 hari

setelah penyuntikan ... 12 10. Analisis PCR DNA sampel resipien (yang disuntik pada umur 1-2

hari setelah menetas) 2 bulan setelah penyuntikan menggunakan

marka molekular spesifik GH-Gurame ... 13 11. Analisis PCR DNA sampel resipien (yang disuntik pada umur 3-4

hari setelah menetas) 2 bulan setelah penyuntikan menggunakan


(12)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup resipien 7 hari setelah

penyuntikan ... 23 2. Pengadaan donor untuk proses transplantasi ... 24 3. Metode perhitungan sel testikular ikan donor ... 25


(13)

I.

PENDAHULUAN

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2010-2014 mempunyai rencana strategis yang di dalamnya terdapat program penting terkait dengan peningkatan nilai produksi perikanan Indonesia, sesuai dengan visi KKP untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015 (KKP, 2010). Ikan gurame (Osphronemus gouramy) adalah salah satu dari beberapa ikan target KKP yang tingkat produksinya diharapkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan KKP (2010) produksi ikan gurame pada saat ini adalah sekitar 40.300 ton lebih tinggi dibandingkan dengan produksi pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2009 produksi ikan gurame sekitar 38.500 ton. Kemudian pada tahun 2014 KKP mentargetkan nilai produksi ikan gurame Indonesia mencapai 48.900 ton atau meningkat sekitar 21,34% dari produksi pada tahun 2010. Hal ini tentu menjadi tantangan sekaligus tugas pokok bagi lembaga riset maupun pelaksana teknis untuk mewujudkan visi tersebut dengan berbagai upaya ilmiah yang dimiliki oleh instansi terkait, termasuk di dalamnya adalah peran dari perguruan tinggi terkait.

Di sisi lain ikan gurame yang menjadi target peningkatan produksi oleh KKP tersebut memiliki siklus reproduksi yang relatif lebih lama jika dibandingkan dengan jenis ikan konsumsi lain, misalnya pada ikan nila yang hanya memerlukan waktu 4-5 bulan untuk mencapai tingkat matang gonad pertama kali. Baik ikan gurame jantan maupun betina waktu yang diperlukan untuk mencapai tingkat matang gonad pertama kali relatif lama yaitu sekitar 30-36 bulan atau sekitar 3 tahun (BSN, 2000), sehingga diperlukan upaya ekstra dan waktu yang cukup lama untuk memproduksi ikan gurame dalam mencapai jumlah seperti yang telah ditargetkan. Melihat kondisi tersebut tentu diperlukan sistem dan teknologi budidaya yang memadai maupun upaya lain yang mampu menunjang produksi ikan gurame dalam waktu yang relatif cepat dan efisien. Adapun upaya lain tersebut adalah melalui teknologi yang sedang dikembangkan pada saat ini di bidang akuakultur yaitu teknologi transplantasi sel germinal (TSG). Melalui penerapan teknologi TSG ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang berarti terhadap peningkatan produksi ikan gurame pada saat ini maupun masa yang akan datang.


(14)

2 Teknologi transplantasi sel germinal merupakan teknik yang dikembangkan pertama kali oleh Brinster dkk. pada tahun 1994 yaitu dengan cara melakukan transplantasi germ cell (sel germinal) hewan donor ke dalam gonad hewan lain (sebagai resipien). Teknologi ini dilakukan untuk merekayasa teknik produksi individu baru dengan memanfaatkan induk pengganti (surrogate broodstock). Keberhasilan dari teknologi TSG ini sudah dibuktikan oleh Takeuchi et al. (2003) dengan mentransplantasikan PGC (primordial germ cell) yang belum terdiferensiasi dari ikan rainbow trout (donor) ke rongga peritoneal larva ikan salmon masu (resipien) yang selanjutnya ikan salmon masu mampu memproduksi sperma dan telur fungsional ikan rainbow trout. Jika sperma dan telur difertilisasikan, maka dapat diproduksi larva ikan rainbow trout. Selanjutnya Okutsu et al. (2006) melakukan transplantasi menggunakan testikular germ cell yang mengandung spermatogonia, dan Yoshizaki et al. (2010) dengan memanfaatkan oogonia ikan donor.

Dalam penelitian ini teknologi TSG diadopsi dan dicoba diaplikasikan untuk memproduksi ikan gurame (donor) yang lama matang gonad dengan memanfaatkan induk semang yaitu ikan nila (resipien) yang memiliki kemampuan matang gonad pertama lebih cepat yaitu 4-5 bulan, relatif lebih mudah memijah baik secara buatan maupun alami dan dapat memijah dalam wadah terkontrol baik itu di dalam kolam, di bak beton, bahkan di dalam akuarium sekalipun. Testis ikan gurame mengandung beberapa sel yang di antaranya adalah sel spermatogonia

(5-15 μm), sel spermatosit (3-5 μm) dan sel spermatid (1,5-2,5 μm) (Mauluddin, 2009). Sel spermatogonia A atau sel stem yang belum terdiferensiasi mampu menurunkan informasi genetik ke generasi berikutnya melalui pematangan gonad dan fertilisasi kemudian sel stem spermatogonia dapat berkembang menjadi sperma dan telur (Okutsu et al., 2008). Gonad ikan gurame muda (bobot tubuh 600-900 g) dipilih oleh karena mengandung relatif lebih banyak sel spermatogonia dibandingkan dengan gonad ikan gurame yang memiliki bobot tubuh lebih besar. Hal ini sesuai dengan Alimuddin (2009), bahwa jumlah serta persentase sel spermatogonia ikan gurame menurun dengan meningkatnya ukuran bobot tubuh.


(15)

3 Pemilihan resipien yang digunakan dalam teknologi transplantasi perlu diperhatikan terutama terhadap umur resipien. Hal ini terkait dengan adanya perkembangan rejection immune system pada setiap ikan resipien yang mampu menolak sel donor ketika dilakukan transplantasi sehingga sel donor tidak dapat berkembang di dalam tubuh ikan resipien. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai umur efektif resipien yang mampu menerima sel donor. Seperti yang telah dilaporkan Takeuchi et al. (2003) bahwa sel donor tidak terkolonisasi ketika resipien (rainbow trout) yang digunakan telah berumur 45 hari setelah fertilisasi. Resipien yang digunakan dalam penelitian ini adalah resipien yang berumur 1-2 hari dan 3-4 hari setelah penetasan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kuning telur larva ikan nila (resipien) yang berumur lebih dari 4 hari sudah mulai berkurang, kemudian larva sudah bergerak aktif sehingga dapat menyulitkan dalam proses penyuntikan. Selain itu, pigmen warna pada bagian peritoneal larva resipien mulai terbentuk dan dapat mengganggu pada saat proses penyuntikan. Keberadaan dari pigmen ini dapat menghalangi organ target yang akan disuntik dan ujung jarum mikroinjeksi berpotensi mengenai organ lain pada larva yang dapat mengakibatkan kematian pada larva setelah penyuntikan.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menguji keberhasilan transplantasi pada resipien ikan nila dengan kisaran umur yang berbeda dalam rangka memperoleh ikan nila transplan yang membawa sel testikular gurame (donor) dengan melihat tingkat kolonisasi sel donor pada ikan resipien.


(16)

II.

BAHAN DAN METODE

2.1. Sumber dan Pemeliharaan Induk Ikan Nila

Induk ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) (Gustiano, 2009) yang diperoleh dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor. Bobot induk ikan nila yang digunakan adalah 350-500 g dengan fekunditas 800-1500 butir telur/ekor.

Induk ikan nila dipelihara dalam akuarium berdimensi 60x50x50 cm3 dan

berisi air sebanyak ¾ bagian dari volume total akuarium. Aerasi ditempatkan dan diatur pada setiap akuarium sebagai suplai oksigen utama untuk kebutuhan ikan. Setiap akuarium diisi satu induk ikan untuk mencegah terjadinya kontak fisik antar ikan yang dapat mengakibatkan kerusakan fisik ikan itu sendiri dan untuk memudahkan dalam pemijahan. Pakan berupa pellet dengan kandungan protein 35-40% diberikan selama masa pemeliharaan 3-5 kali pada setiap harinya, hal ini bertujuan agar nutrisi induk terpenuhi dengan baik serta untuk menjaga kualitas telur dan spermanya. Air disifon setiap hari dan dilakukan pergantian air setiap tiga hari untuk membantu dalam menjaga dan memperbaiki kualitas air.

2.2. Sumber dan Pemeliharaan Ikan Gurame

Ikan gurame jantan dengan bobot 600-900 g/ekor (Gambar 1) diperoleh dari seorang pengumpul yang ada di wilayah Kayumanis, Bogor, Jawa Barat. Ikan gurame jantan dapat dibedakan dengan melihat ciri-ciri morfologinya, yaitu pada ikan jantan pangkal sirip dada berwarna putih bening dan kepala bagian atas

relatif lebih menonjol “nongnong”, sedangkan pada ikan gurame betina pada pangkat sirip dada berwarna gelap dan kepala bagian atas tidak menonjol seperti halnya ikan jantan.


(17)

5 Sebelum diambil gonadnya untuk transplantasi ikan gurame dipelihara di hapa ukuran 3x1,5x1 m3 pada kolam pemeliharaan. Pakan berupa daun sente diberikan setiap hari selama masa pemeliharaan berlangsung.

2.3. Persiapan Resipien untuk Transplantasi

Induk ikan nila dipijahkan secara alami dengan perbandingan jantan dan betina 1:1. Setelah induk betina mengeluarkan telur 1-2 kali, maka kedua induk ikan diambil dan disimpan dalam wadah terpisah. Telur dan sperma dikeluarkan dengan cara mengurut bagian perut (stripping) (Gambar 2a dan 2b) ke arah urogenital. Telur ditampung dalam mangkuk, sedangkan sperma dikumpulkan menggunakan spuit ukuran 1 ml. Untuk menjaga kualitas telur sebelum dilakukan pembuahan buatan maka diberikan larutan fisiologis (NaCl 0,9%).

Gambar 2. a) Striping sperma ikan nila (resipien) untuk pembuahan buatan. b) Striping telur ikan nila

Telur sebanyak 150 butir dicampurkan dengan sperma sebanyak 0,15-0,2 ml ke dalam cawan petri dan ditambahkan larutan fisiologis (NaCl 0,9%), kemudian dihomogenkan atau diaduk menggunakan bulu ayam untuk mencampur telur dan sperma. Air ditambahkan ke dalam cawan petri berisi sperma dan telur, dan waktu pencampuran tersebut dihitung sebagai waktu pembuahan. Setelah dibiarkan selama 3 menit, sisa-sisa sperma dibuang atau dipisahkan dari telur dan selanjutnya telur diinkubasi dalam akuarium untuk proses penetasan.

Inkubasi dilakukan dalam saringan yang sudah ditempatkan pada akuarium inkubasi (Gambar 3a). Aerasi diatur sedemikian rupa sehingga telur selalu bergerak dalam rangka menghindari telur saling menempel dan suplai oksigen dapat merata pada setiap telur. Untuk mencegah serangan jamur, ke dalam media inkubasi ditambahkan methylene blue 0,2 ppm. Selama masa inkubasi telur, juga


(18)

6 dilakukan pemisahan telur yang mati. Larva hasil penetasan (Gambar 3b) tersebut dipelihara dalam wadah yang sama sampai dilakukan proses transplantasi (mikroinjeksi).

Gambar 3. a) Inkubasi telur hasil pembuahan buatan. b) Larva ikan nila hasil pembuahan buatan (resipien umur 1-4 hari yang siap disuntik)

2.4. Persiapan dan Pelaksanaan Transplantasi

2.4.1. Pengadaan Sel Donor dari Ikan Gurame Jantan

Transplantasi diawali dengan penyiapan sel gonad ikan donor (ikan gurame jantan) melalui proses disosiasi (Gambar 4b). Dalam proses disosiasi ikan donor dibedah untuk diambil gonadnya (Gambar 4a), kemudian gonad dibersihkan dari lemak dan jaringan lain yang menempel, untuk menjaga gonad agar tidak kering dan rusak sebelum dilakukan disosiasi maka ditambahkan PBS (Phosphate Buffer Saline) dan dimasukkan ke dalam cawan petri.

Gambar 4. a) Gonad ikan donor. b) Disosiasi sel donor.

Gonad dipotong-potong menjadi ukuran sekitar 5 mm di dalam cawan petri dan dicacah selama 3-5 menit. Sebanyak 1-2 ml PBS yang mengandung tripsin 0,5% ditambahkan pada cacahan testis, lalu dicacah kembali 3-5 menit sampai keruh dan untuk membantu proses disosiasi sel dari jaringannya, maka cacahan tersebut dipipet-teteskan menggunakan mikropipet sampai berbuih membentuk suspensi sel. Suspensi sel tersebut disaring dengan saringan 60 μm dan


(19)

7 dimasukkan ke dalam microtube, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit sampai sel mengendap. Supernatan dibuang dan diganti dengan PBS sebanyak 200-400 μl untuk menjaga sel agar tidak rusak dan memutus kerja dari tripsin. Suspensi sel dihomogenasi menggunakan vortex. Setelah itu sel diambil beberapa mikroliter untuk dihitung kepadatannya

menggunakan hemositometer. Kepadatan sel diatur menjadi 20.000 sel/0,5 μl atau 40.000 sel/μl PBS sesuai dengan kebutuhan untuk transplantasi.

2.4.2. Setting Mikroinjektor dan Transplantasi

Jarum mikroinjeksi dipasang pada needle holder, dan diisi dengan minyak mineral yang terdapat pada alat micromanipulator yang terpasang dengan mikroskop “Stemi DV4, Zeiss” (Gambar 5). Setelah jarum mikroinjeksi terisi penuh dengan minyak mineral, selanjutnya sel testikular hasil disosiasi diambil

menggunakan mikropipet sebanyak 0,5 μl dan dikeluarkan di atas parafilm.

Needle holder yang terhubung dengan jarum mikroinjeksi dilepaskan dari micromanipulator, kemudian sel yang terdapat di parafilm dimasukkan ke dalam jarum mikroinjeksi dengan cara disedot langsung dengan jarum mikroinjeksi yang telah terhubung dengan alat micromanipulator. Pada proses pemasukan sel ke dalam jarum mikroinjeksi tidak boleh terdapat gelembung udara di dalamnya karena hal ini akan mengganggu proses penyuntikan pada larva, bahkan jika gelembung udara masuk ke dalam larva pada saat penyuntikan dapat menyebabkan kematian pada larva. Setelah itu needle holder dipasang kembali pada micromanipulator dan siap untuk menyuntik larva.

Gambar 5. Peralatan yang digunakan untuk mikroinjeksi (penyuntikan sel donor ke resipien).


(20)

8 Larva umur 1-2 hari disiapkan pada tatakan agar dalam kondisi miring, kepala sebelah kiri dan ekor di sebelah kanan. Ujung jarum mikroinjeksi yang telah terisi sel testikular (sel donor) diatur posisinya agar mengarah ke rongga peritonial larva (Gambar 6). Hal yang sama juga dilakukan dengan larva ikan nila umur 3-4 hari setelah penetasan. Larva hasil penyuntikan dipelihara sampai umur sekitar 2 bulan di dalam akuarium 60x50x50 cm3. Ikan hasil penyuntikan diberikan pakan berupa cacing sutra selama 2 minggu secara atsatiation, setelah itu selama pemeliharaan diberi pakan pellet F999 protein 38% secara at satiation. Air disifon satu kali dalam sehari dan diganti 80% setiap 3 hari. Kelangsungan hidup (SR) larva juga diamati sampai hari ke-7 setelah penyuntikan untuk mengetahui tingkat ketahanan larva terhadap penyuntikan.

Gambar 6. Posisi resipien saat mikroinjeksi. A) resipien yang disuntik saat berumur 1-2 hari setelah menetas; B) resipien yang disuntik saat umur 3-4 hari setelah menetas.

2.5. Analisis PCR

Untuk konfirmasi keberhasilan dari penyuntikan (mikroinjeksi sel testikular donor pada resipien), maka ikan diambil secara acak dari populasi. DNA diekstraksi dari ikan resipien umur satu hari menggunakan kit isolasi DNA (Gentra, Minneapollis-USA) dengan prosedur seperti dalam manual. Setelah itu diperolehlah DNA campuran (resipien dan donor) yang dapat disimpan pada suhu -200C atau langsung dilakukan proses selanjutnya yaitu PCR. Analisa kemurnian DNA hasil ekstraksi dapat dilakukan dengan menggunakan GeneQuant.


(21)

9 Sedangkan tingkat kolonisasi sel donor pada gonad resipien dapat diketahui dengan analisa PCR pada gonad ikan resipien 2 bulan setelah penyuntikan.

PCR dilakukan menggunakan primer GH (growth hormone) ikan gurame, yaitu F1GH (5’-TGTTCTCTGACGGCGTGGTT-3’) dan R1GH (5’ -GCAACAAAAAACCACCAGAAAGAG-3’) dengan program seperti dijelaskan oleh Achmad (2009), yaitu menggunakan suhu annealing 580C selama 30 detik dan suhu ekstensi 720C selama 45 detik sebanyak 45 siklus. PCR untuk kontrol internal loading DNA dilakukan menggunakan primer tiβ-aktin (F: 5'-GTGCCCATCTACGAGGGTTA-3' R : 5'-TTTGATGTCACGCACGATTT-3') Elektroforesis dilakukan menggunakan gel agarosa 1% dan visualisasi DNA menggunakan sinar UV.


(22)

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1Hasil

3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame

Berdasarkan kriteria ukuran sel spermatogonia ikan gurame (5-15 µm) menurut Mauluddin (2009), jumlah dan persentase sel spermatogonia hasil disosiasi sel testikular (Gambar 7) ikan gurame pada penelitian ini memperlihatkan hasil yang berbeda antar individu (Tabel 1). Jumlah spermatogonia pada donor 1 sebanyak 6.300.000 sel (4,45%) sedangkan pada donor 2 sebanyak 4.000.000 sel (14,98%). Hal ini juga berpengaruh terhadap persentase spermatogonia pada setiap donor yaitu donor pertama dengan bobot tubuh yang lebih tinggi memiliki persentase spermatogonia yang lebih rendah (4,54%) dibandingkan dengan donor kedua (14,98%).

Gambar 7. Sel testikular ikan donor hasil disosiasi menggunakan PBS yang mengandung tripsin 0,5%. Spermatogonia ditunjukkan oleh anak panah.

Tabel 1. Hasil disosiasi sel gonad ikan donor

Donor Bobot tubuh (g)

Bobot gonad (g)

∑ sel testikular

(sel) Jumlah spermatogonia (sel) Persentase spermatogonia (%)

1 827 0,1513 138.625.000 6.300.000 4,54

2 608 0,1169 26.704.000 4.000.000 14,98

3.1.2 Analisis PCR pada DNA Resipien 1 Hari Setelah Penyuntikan

Konfirmasi keberhasilan proses penyuntikan sel donor ke rongga peritoneal atau rongga perut larva ikan nila (resipien) dilakukan menggunakan teknik PCR.


(23)

11 Dengan menggunakan teknik ini dapat diketahui masuk atau tidaknya sel donor yang telah disuntikkan pada resipien, yaitu dengan melihat visualisasi UV dari elektroforesis DNA sampel yang telah di PCR menggunakan primer spesifik yang hanya mendeteksi adanya DNA gurame (donor) dalam sampel (resipien) (Gambar 8).

Gambar 8. A) Analisis PCR DNA larva 1 hari setelah penyuntikan sel donor menggunakan marka molekular spesifik GH-Gurame (konfirmasi keberhasilan penyuntikan). M, marker; 1-5, DNA sampel larva; G, DNA ikan gurame sebagai kontrol positif; N, DNA ikan nila sebagai kontrol negatif; (-) Kontrol bahan pada

proses PCR. B) PCR menggunakan primer Ti β-actin sebagai kontrol internal

Semua sampel yaitu 1-5 yang diperiksa dengan PCR menggunakan marka molekular spesifik GH-gurame memperlihatkan pita DNA (di atas garis merah) yang sejajar dengan pita kontrol positif DNA ikan gurame (G) dengan target sekuen 340 bp. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyuntikan sel donor ke ikan resipien berhasil dilakukan.

3.1.3 Tingkat Kelangsungan Hidup Resipien

Tingkat kelangsungan hidup resipien 7 hari setelah penyuntikan menunjukkan kecenderungan peningkatan seiring dengan semakin meningkatnya umur resipien pada saat penyuntikan dilakukan (Gambar 9). Resipien yang disuntik pada umur 1-2 hari setelah menetas memiliki tingkat kelangsungan hidup


(24)

12 yang lebih rendah (89,34%) dibandingkan dengan resipien umur 3-4 hari setelah menetas (98,96%) dan kontrol (100%).

Gambar 9. Survival rate (SR) larva hingga 7 hari setelah penyuntikan. Hari 3-4, resipien yang disuntik saat berumur 3-4 hari setelah menetas; hari 1-2, resipien yang disuntik saat berumur 1-2 hari setelah menetas.

3.1.4 Kuantifikasi DNA Gonad Resipien 2 Bulan setelah Penyuntikan

Berdasarkan perhitungan konsentrasi DNA gonad menggunakan GeneQuant diperoleh data bahwa konsentrasi DNA gonad resipien hasil ekstraksi terendah

adalah sebesar 1,1 ng/µl dan tertinggi adalah 10,5 ng/µl (Tabel 2). Ini menunjukkan bahwa DNA resipien sudah berhasil diekstraksi dan siap digunakan untuk keperluan PCR dalam mendeteksi kolonisasi sel donor pada gonad resipien.

Tabel 2. Data kuantifikasi DNA gonad resipien menggunakan Gene Quant No

sampel*) Rasio

Konsentrasi DNA

(ng/µl)

1 1,784 7,3

2 1,854 3,0

3 1,896 1,4

4 1,909 2,5

5 1,856 5,9

6 1,949 1,7

7 1,764 4,1

8 1,687 10,5

9 1,777 9,8

10 1,881 1,1

Keterangan: *): sampel no 1-6, resipien yang disuntik saat umur 1-2 hari setelah menetas; no. 7-10: resipien yang disuntik saat umur 3-4 hari setelah menetas. Rasio merupakan nilai perbandingan antara absorbansi pada panjang gelombang 260 dan 280 nm.

0 20 40 60 80 100 Kontrol (tanpa penyuntikan)

Hari Ke 1-2 Hari Ke 3-4

S

R

(%

)


(25)

13 3.1.5 Analisis PCR Gonad Resipien

Resipien yang membawa atau tidak membawa sel donor pada saat umur 2 bulan dibedakan menggunakan teknik PCR dengan marka molekular tertentu yang mampu mendeteksi ada tidaknya sel gurame dalam gonad ikan nila. Tampak 6 (a-f) dari 6 sampel ikan nila resipien (disuntik pada umur 1-2 hari setelah menetas) yang diperiksa gonadnya melalui PCR memperlihatkan adanya pita DNA penyandi spesifik GH-gurame (Gambar 10) yang sejajar dengan (G) pita DNA gurame sebagai kontrol positif, hal ini menunjukkan bahwa semua sampel (100%) yang diperiksa membawa sel donor (sel testikular dari gonad ikan gurame) yang berarti sel donor mampu berkolonisasi di dalam gonad ikan resipien. Berbeda dengan hasil PCR terhadap resipien yang disuntik pada umur 1-2 hari setelah menetas, hasil deteksi terhadap larva resipien yang disuntik pada umur 3-4 hari (Gambar 11) menunjukkan adanya resipien yang tidak membawa sel donor (sampel ke-4) dalam gonadnya yang berarti sel donor gagal berkembang dan terkolonisasi di dalam gonad resipien.

Gambar 10. A) Analisis PCR DNA sampel resipien (yang disuntik pada umur 1-2 hari setelah menetas) 2 bulan setelah penyuntikan menggunakan marka molekular spesifik GH-Gurame. M, marker; (-), kontrol negatif bahan PCR, N, DNA ikan nila; G, DNA ikan gurame; a-f, DNA sampel resipien yang berumur 2 bulan setelah penyuntikan. B) PCR menggunakan primer Ti β -aktin sebagai kontrol internal.


(26)

14 Gambar 11. A) Analisis PCR DNA sampel resipien (yang disuntik pada

umur 3-4 hari setelah menetas) 2 bulan setelah penyuntikan menggunakan marka molekular spesifik GH-Gurame. M, marker; 1-4, DNA sampel resipien yang berumur 2 bulan setelah penyuntikan; G, DNA ikan gurame; N, DNA ikan nila; (-), kontrol negatif bahan PCR. B) PCR menggunakan primer

Ti β-aktin sebagai kontrol internal.

3.2Pembahasan

Sel donor khususnya sel spermatogonia dalam bentuk tunggal (terpisah dari jaringan gonad dan sel germinal lainnya) yang viable (hidup) dan berpotensi untuk berkembang ataupun berdiferensiasi di dalam gonad resipien dapat diperoleh dengan cara disosiasi sel (pemisahan sel dari jaringan). Menurut Kobayashi et al. (2004) selain tingkat kemurnian PGC atau sel donor dalam hal ini adalah hasil isolasi yang melibatkan proses disosiasi sel, viabilitas PGC atau sel donor juga dapat mempengaruhi kemampuan diferensiasi menjadi sel germinal pada resipien. Pada penelitian ini telah berhasil diperoleh sel testikular hasil disosiasi gonad ikan donor menggunakan tripsin 0,5% di dalam larutan PBS. Alimuddin et al. (2009) menyatakan bahwa disosiasi sel menggunakan tripsin-phosphate buffer saline (Trip-PBS) 0,5% dengan lama inkubasi kurang dari atau selama 2 jam diperoleh suspensi sel testikular ikan gurame dengan viabilitas 96,77-100%. Dalam penelitian ini, viabilitas sel hasil disosiasi tidak diamati, namun demikian viabilitasnya diduga sama dengan yang dilaporkan oleh Alimuddin et al. (2009).


(27)

15 Hasil disosiasi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah sel testikular maupun sel spermatogonia pada donor yang digunakan (Tabel 1). Perbedaan jumlah spermatogonia hasil disosiasi gonad ikan donor tersebut diduga terkait oleh berbedanya bobot tubuh maupun bobot gonad pada setiap donor. Data tersebut (Tabel 1) memperlihatkan bahwa bobot tubuh yang lebih besar (donor 1) memiliki persentase spermatogonia yang lebih kecil jika dibandingkan dengan donor 2. Semakin tinggi bobot tubuh ikan gurame, maka semakin rendah persentase spermatogonia yang terkandung dalam gonadnya (Alimuddin, 2009).

Kemampuan deteksi sel donor dalam tubuh resipien menggunakan teknik PCR dengan primer spesifik GH-Gurame menunjukkan bahwa semua sampel (resipien) 1 sampai 5 (Gambar 8) telah membawa sel donor hasil penyuntikan. Melalui konfirmasi tersebut dapat dikatakan bahwa hasil penyuntikan sel donor ke dalam rongga perut resipien telah berhasil dilakukan. Teknik PCR menggunakan primer spesifik tersebut telah diuji tingkat sensitivitas dan spesifisitasnya oleh Achmad (2009). Teknik PCR ini mampu mendeteksi DNA ikan gurame dengan

konsentrasi 1 ng/μl di dalam 700 ng/μl DNA ikan nila atau jika konsentrasi DNA

tersebut dikonversi ke dalam jumlah sel melalui analisis ekstraksi DNA maka dapat dikatakan bahwa teknik PCR tersebut mampu mendeteksi 1 sel ikan gurame yang terdapat di dalam 10.000 sel ikan nila (Achmad, 2009). Dengan demikian nilai rasio jumlah sel donor yang disuntikkan ke resipien (larva) dapat dikatakan lebih dari sama dengan 1 berbanding 10.000 sel larva.

Terlihat bahwa tingkat kelangsungan hidup larva (Survival Rate) paling tinggi adalah kontrol, kemudian diikuti dengan perlakuan penyuntikan pada larva umur 3-4 hari (98,96%) dan paling rendah adalah perlakuan penyuntikan pada larva umur 1-2 hari (89,34%) (Gambar 9). Diduga umur larva yang masih muda memiliki daya tahan tubuh lemah dan rentan terhadap gangguan fisik dari luar yang dalam hal ini adalah teknis penyuntikan. Karena teknis penyuntikan ini beresiko mengenai organ lain yang dapat menyebabkan kerusakan organ sehingga larva mudah mati ketika selesai disuntik. Hal ini sesuai dengan Takeuchi et al. (2009) yang menyatakan bahwa resipien yang lebih kecil memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih kecil juga, hal ini diperlihatkan dengan menurunnya SR larva dari 63,3% (pada resipien ikan nibe larva ukuran 6 mm)


(28)

16 menjadi 2,9% (pada resipien 3 mm). Kemampuan teknis dalam metode mikroinjeksi (transplantasi) sendiri memiliki peran penting terhadap keberhasilan masuknya sel donor ke dalam rongga perut resipien, selain itu penguasaan teknis penyuntikan secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup resipien pada saat penyuntikan dilakukan. Menurut Ath-thar (2008) dengan menggunakan teknik mikroinjeksi pada embrio memungkinkan adanya teknis injeksi yang membuat rusaknya jaringan tertentu sehingga menyebabkan telur tidak dapat menetas setelah dilakukan penyuntikan.

Proses kolonisasi (penggabungan) sel donor ke gonad resipien diawali dengan proses migrasi sel donor ke jaringan bakal gonad (genital ridge) dari ikan resipien. Menurut Yoshizaki (2010) proses migrasi primordial germ cell (PGC) pada ikan rainbow trout diawali dengan disekresikannya chemokine stromal derived factor-1 (SDF-1) oleh sel somatik bakal gonad resipien, kemudian PGC (sel donor) yang terletak di luar bakal gonad tersebut mengekspresikan reseptor yaitu CXC-chemokine receptor 4 (CXCR-4), PGC akan mengarah ke SDF-1 dan bermigrasi ke bakal gonad menggunakan pseudopodia (Raz & Reichman-Fried (2006) dalam Yoshizaki (2010)). Setelah mencapai daerah bakal gonad, PGC mengalami penggabungan (terkolonisasi) dengan gonad resipien.

Konfirmasi kolonisasi sel donor pada gonad resipien umur 2 bulan setelah transplantasi dilakukan karena gonad ikan nila yang berumur ± 2 bulan telah berkembang dan jika dilakukan pembedahan maka gonad sudah terlihat secara jelas dan mudah diambil serta dipisahkan dari organ lainnya untuk diekstraksi

DNA nya. Kemudian waktu ± 2 bulan diduga merupakan waktu yang dapat untuk

menentukan apakah sel donor dapat berkembang atau tidak di dalam gonad ikan resipien. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa tingkat kolonisasi atau perkembangan sel donor pada resipien (ikan rainbow trout) sudah dapat ditentukan dan dideteksi pada waktu 10 hari setelah dilakukan penyuntikan (proses transplantasi) (Takeuchi et al., 2003). Dengan mengacu Takeuchi et al. (2003) maka pemeriksaan gonad resipien (ikan nila) dalam rangka untuk mengetahui perkembangan sel donor pada penelitian ini masih layak dilakukan pada resipien yang berumur 2 bulan setelah transplantasi.


(29)

17 Berdasarkan deteksi sel gonad resipien dengan menggunakan teknik PCR tersebut dapat dikatakan bahwa keberhasilan kolonisasi dengan melakukan penyuntikan terhadap resipien yang berumur 1-2 hari setelah menetas dalam TST ini adalah 100% (Gambar 10). Keberhasilan ini diduga oleh karena rejection immune system resipien belum berkembang dengan sempurna sehingga resipien masih mampu menerima sel donor dari luar yang dimasukkan ke dalam rongga peritonialnya. Takeuchi et al. (2003) menyatakan bahwa sel donor tidak terkolonisasi di dalam tubuh resipien ketika resipien (rainbow trout) yang digunakan telah berumur 45 hari setelah fertilisasi. Hal ini diduga oleh adanya kemampuan ikan dalam menolak adanya bentuk sel dari luar. Pada beberapa spesies ikan yang baru menetas sistem imun masih relatif belum berkembang baik (Manning et al., 1996) sehingga sel donor masih dapat berkembang di dalam tubuh resipien. Selain itu Nakanishi (1985) menyatakan bahwa beberapa ikan dapat melakukan allograft rejection (penolakan transplantasi jaringan atau organ dari individu lain yang sama spesies oleh sistem imun) setelah umur tertentu, misalnya pada ikan mas umur 16 hari setelah menetas pada suhu 20-220C, Xiphophorus maculates 23 hari setelah fertilisasi pada suhu 200C, dan pada rainbow trout 14 hari setelah menetas pada suhu 140C.

Berbeda dengan hasil PCR terhadap resipien yang disuntik pada umur 1-2 hari setelah menetas, hasil deteksi terhadap larva resipien yang disuntik pada umur 3-4 hari (Gambar 11) menunjukkan adanya resipien yang tidak membawa sel donor (sampel ke-4) dalam gonadnya yang berarti sel donor gagal berkembang dan terkolonisasi di dalam gonad resipien. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keberhasilan kolonisasi hanya mencapai 75% dari 4 sampel yang diperiksa gonadnya. Kasus yang sama juga terjadi terhadap hasil penelitian dari Takeuchi et al. (2003) yang menggunakan PGC atau Primordial Germ Cells ikan donor (rainbow trout). Pada penelitian tersebut yaitu dengan menggunakan PGC dari umur embrio donor yang sama, kemudian ditransplantasikan ke resipien dengan umur berbeda (35, 40, dan 45 days post fertilization (dpf)) menunjukkan adanya penurunan tingkat kolonisasi yang signifikan terhadap sel donor pada resipien umur 45-dpf yang dicek pada waktu 30 hari setelah transplantasi dilakukan. Hal ini diduga bahwa umur resipien memiliki pengaruh penting dalam memberikan


(30)

18 lingkungan di dalam peritoneal (micro-environment) yang mampu mengarahkan migrasi sel donor ke genital ridge-nya sehingga sel donor dapat terkolonisasi. Hilangnya kondisi lingkungan di dalam peritoneal cavity resipien ikan rainbow trout yang mampu mengarahkan PGC donor hasil transplantasi bermigrasi ke genital ridge-nya ketika resipien berumur antara 40 dan 45 dpf (Takeuchi et al. (2003). Kemudian hal ini juga sesuai dengan Takeuchi et al. (2009) bahwa tingkat kolonisasi sel donor pada resipien (ikan nibe croaker (Nibea mitsukurii)) 3 minggu setelah penyuntikan mengalami kenaikan seiring dengan menurunnya ukuran resipien yang digunakan, resipien ukuran 6 mm (tidak ada kolonisasi), 5


(31)

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Transplantasi sel testikular ikan gurame pada larva ikan nila umur 1-4 hari telah berhasil dilakukan. Hasil transplantasi pada larva yang disuntik umur 1-2 hari lebih baik dibandingkan larva umur 3-4 hari.

4.2 Saran

Disarankan untuk melakukan proses transplantasi (penyuntikan) pada larva ikan nila (Oreochromis niloticus) umur 1-2 setelah menetas. Analisis proliferasi dan diferensiasi sel donor dalam gonad ikan nila resipien perlu dilakukan.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

[BSN], 2000. Induk ikan gurame Osphronemus gouramy, Lac. kelas induk pokok (parent stock). SNI-01-6485.1-2000.

Achmad, M., 2009. Pengembangan marka molekuler DNA dalam identifikasi sel gonad ikan gurame Osphronemus gouramy dan ikan nila (Oreochromis niloticus) menggunakan PCR. [tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor

Alimuddin, Zairin, M.Jr., Arfah, H., 2009. Teknologi transplantasi sel testikular dalam rekayasa produksi benih ikan gurame Osphronemus gouramy. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 32 p.

Ath-thar, M.H.F., Sumantadinata, K., Alimuddin, Gustiano, R., 2008. Efektifitas

promoter β-aktin medaka Oryzias latipes dengan penanda gen hrGFP (humanized renilla reniformis gen fluorescent protein) pada ikan lele Clarias gariepinus keturuunan F0. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Bogor, Departemen Budidaya Perairan-FPIK IPB. J. Ris. Akuakultur 3, 199-207.

Gustiano, R., 2009. Ikan nila BEST unggulan baru harapan mutu. Balai riset perikanan budidaya air tawar (BRPBAT), Bogor: Trobos Oktober 2009, hlm. 116-117.

KKP., 2010. Rencana strategis Kementrian Perikanan dan Kelautan 2010-2014. Kementrian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Kobayashi, T., Yoshizaki, G., Takeuchi, Y., Takeuchi, T., 2004. Isolation of highly pure and viable primordial germ cells from rainbow trout by gfp-dependent flow cytometry. Molecular Reproduction and Development 67, 91–100.

Manning, M.J., Nakanishi, T., 1996. The specific immune system: cellular defences. In: Iwama G, Nakanishi T (eds.), The fish immune system. New York: Academic Press; 1996:159–205.

Mauluddin, 2009. Studi mengenai morfologi dan komposisi sel testikular ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nakanishi, T., 1985. Ontogeneic development of the immune respon in the marine teleost Sebasticus marmoratus. Bulletin of Japanese Sci Fisheries 53(3), 473-477.

Okutsu, T., Shikina, S., Kanno, M., Takeuchi, Y., Yoshizaki, G., 2007. Production of trout offspring from triploid salmon parents. Science 317, 15-17.

Okutsu, T., Suzuki, K., Takeuchi, Y., Takeuchi, T., Yoshizaki, G., 2006. Testikular germ cells can colonize sexually undifferentiated embryonic gonad and produce functional egg in fish. Proc Natl Acad Sci USA 103, 2725-2729.


(33)

21 Okutsu, T., Takeuchi, Y., Yoshizaki, G., 2008. Spermatogonial transplantation in fish: production of trout offspring from salmon parents. In: Fisheries for Global

Welfare and Environment, 5th World Fisheries Congress 2008, pp. 209 – 219.

Takeuchi, Y., Higuchi, K., Yatabe, T., Miwa, M., Yoshizaki, G., 2009. Development of spermatogonia cell transplantation in nibe croaker Nibe mistsukurii (Perciformes, Sciaenidae). Biology of Reproduction 81, 1055-1063.

Takeuchi, Y., Yoshizaki, G., Takeuchi, T., 2003. Generation of live fry from intraperitonially transplantation primordial germ cells in rainbow trout. Biology of Reproduction 6, 1142-1149.

Yoshizaki, G., Okutsu, T., Ichikawa, M., Hayashi, M., Takeuchi, Y., 2010. Sexual plasticity of rainbow trout germ cells. Animal Reproduction 7, 187-196.


(34)

(35)

23 Lampiran 1.

Hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup resipien 7 hari setelah penyuntikan Tabel 3. Tingkat kelangsungan hidup larva selama 7 hari setelah penyuntikan

Pengamatan hari ke- Tingkat kelangsungan hidup (%)

Disuntik hari ke 1-2 Disuntik hari ke 3-4 Kontrol

1 100 100 100

2 91,73 100 100

3 91,73 100 100

4 89,34 98,96 100

5 89,34 98,96 100

6 89,34 98,96 100

7 89,34 98,96 100

Keterangan: Jumlah awal larva yang disuntik hari ke 1-2 sebanyak 85 ekor, hari ke 3-4 sebanyak 88 ekor, dan kontrol sebanyak 63 ekor.


(36)

24 Lampiran 2.


(37)

25 Lampiran 3.

Metode perhitungan sel testikular ikan donor

Perhitungan sel hasil disosiasi dilakukan menggunakan hemocytometer di bawah mikroskop perbesaran 100x. Hemocytometer dan cover glas dipasang pada mikroskop kemudian suspensi sel dimasukkan ke hemocytometer melalui celah di bawah cover glass. Sebanyak 5 sampel (kotak warna biru muda) dihitung jumlah sel pada setiap kotaknya. Contoh perhitungan,

Jumlah sel pada kotak biru muda: Pertama : 24 sel Ke dua : 26 sel Ke tiga : 28 sel Ke empat : 23 sel Ke lima : 23 sel

124 sel (dalam 5 kotak)

Karena total kotak serupa dengan kotak biru muda sebanyak 25 kotak dengan luas total 1 mm2 dan kedalaman (tinggi dari hemocytometer sampai ke cover glass) adalah 0,1 mm sehingga volumenya 0,1 mm3 atau 10-4 ml, maka

=

6,2 x 106 sel/ml

Untuk mendapatkan dosis penyuntikan (20.000 sel/µl), maka dilakukan proses pengenceran dari suspensi sel awal (stok), menggunakan formula


(38)

26 Keterangan:

M1= konsentrasi awal (6,2 x 106sel/µl)

V1= volume (stok) yang diambil untuk membuat suspensi sel baru yang

diinginkan

M2= konsentrasi yang diinginkan (20.000 sel/µl)

V2= volume yang diinginkan untuk membuat suspensi sel baru (misalnya

400 µl)

Sehingga diperoleh,

6,2 x 106sel/µl x V1 µl = 20.000 sel/µl x 400 µl

V1 = 1,29 µl

PBS (pelarut) = 400 µl - 1,29 µl

= 398,71 µl

Untuk mendapatkan sebanyak 400 µl suspensi sel dengan konsentrasi 20.000 sel/µl, maka sebanyak 1,29 µl suspensi sel stok dilarutkan di dalam 398,71 µl


(39)

ABSTRAK

JASMADI. Transplantasi sel testikular ikan gurame Osphronemus gouramy pada ikan nila Oreochromis niloticus umur 1-4 hari. Dibimbing oleh Odang Carman dan Alimuddin.

Ikan gurame adalah salah satu target peningkatan produksi oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014. Namun produksinya terkesan lambat dikarenakan siklus reproduksinya yang relatif lama. Transplantasi sel testikular ikan gurame ke ikan nila dapat dilakukan dengan harapan induk ikan nila akan dapat melahirkan ikan gurame sehingga siklus produksi ikan gurame dapat dipercepat. Dalam penelitian ini dilakukan proses transplantasi sel testikular ikan gurame (donor) pada rongga peritoneal ikan nila (resipien) yang baru menetas. Sel testikular ikan gurame yang mengandung spermatogonia diperoleh dari disosiasi gonad ikan gurame menggunakan PBS dengan tripsin 0,5% kemudian disuntikkan ke ikan nila dengan umur yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SR (survival rate) resipien yang disuntik pada umur 1-2 hari (A) lebih rendah (89,34%) dibandingkan resipien yang disuntik umur 3-4 hari (B) (98,96%). Namun tingkat keberhasilan sel donor bergabung atau berkembang di dalam gonad resipien (kolonisasi) 2 bulan setelah penyuntikan pada perlakuan A lebih tinggi (6 dari 6 resipien) (100%) dibandingkan dengan perlakuan B (3 dari 4 resipien) (75%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan nila yang disuntik (dilakukan transplantasi) pada umur 1-2 hari memberikan tingkat kelangsungan hidup yang cukup baik dan kolonisasi tertinggi. Dengan demikian, teknik ini sangat berpotensi untuk rekayasa produksi gamet ikan ekonomis penting yang relatif sukar bereproduksi (komersial) dan memproduksi kembali ikan-ikan yang terancam punah (konservasi).


(40)

ABSTRACT

JASMADI. Giant gouramy Osphronemus gouramy testicular cells transplantation in 1-4 days post hatching Nile tilapia Oreochromis niloticus. Supervised by Odang Carman and Alimuddin.

Giant gouramy is one of the targeted farmed species to increase its production level in the Indonesian Ministry of Maritime Affairs and Fisheries Program 2010-2014. Its production seemed slow because of the relatively long reproductive cycle. Transplantation of giant gouramy testicular cells to tilapia can be done in the hope that the surrogate broodstock (tilapia) will be able to give birth giant gouramy so the production cycle can be accelerated. In this research, transplantation of giant gouramy testicular cell (donor) in the peritoneal cavity of newly hatched tilapia (recipient) was performed. Giant gouramy testicular cells that contain spermatogonial cells obtained by dissociation of the gonad using PBS with 0.5% trypsin and then injected into tilapia with different ages. The results showed that SR (survival rate) of 1-2 days old injected larvae (A; 89.34%) were lower compared to that of 3-4 days old (B; 98.96%). Furthermore, the success rate of donor cells colonization in the recipient gonad at 2 months after injection in treatment A (6 of 6 recipients; 100%) was higher than that of treatment B (3 of 4 recipients; 75%). The results of this study indicated that transplantation using 1-2 days old larvae gave highest colonization and comparable level of SR. Thus, this technique has the potential both to manipulate gamet production of economically important fish species that relatively difficult to reproduction (commercial) and reproduce the endangered fish (as conservation).


(41)

TRANSPLANTASI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME

Osphronemus gouramy PADA IKAN NILA

Oreochromis niloticus UMUR 1-4 HARI

JASMADI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(42)

I.

PENDAHULUAN

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2010-2014 mempunyai rencana strategis yang di dalamnya terdapat program penting terkait dengan peningkatan nilai produksi perikanan Indonesia, sesuai dengan visi KKP untuk menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar pada tahun 2015 (KKP, 2010). Ikan gurame (Osphronemus gouramy) adalah salah satu dari beberapa ikan target KKP yang tingkat produksinya diharapkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan KKP (2010) produksi ikan gurame pada saat ini adalah sekitar 40.300 ton lebih tinggi dibandingkan dengan produksi pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2009 produksi ikan gurame sekitar 38.500 ton. Kemudian pada tahun 2014 KKP mentargetkan nilai produksi ikan gurame Indonesia mencapai 48.900 ton atau meningkat sekitar 21,34% dari produksi pada tahun 2010. Hal ini tentu menjadi tantangan sekaligus tugas pokok bagi lembaga riset maupun pelaksana teknis untuk mewujudkan visi tersebut dengan berbagai upaya ilmiah yang dimiliki oleh instansi terkait, termasuk di dalamnya adalah peran dari perguruan tinggi terkait.

Di sisi lain ikan gurame yang menjadi target peningkatan produksi oleh KKP tersebut memiliki siklus reproduksi yang relatif lebih lama jika dibandingkan dengan jenis ikan konsumsi lain, misalnya pada ikan nila yang hanya memerlukan waktu 4-5 bulan untuk mencapai tingkat matang gonad pertama kali. Baik ikan gurame jantan maupun betina waktu yang diperlukan untuk mencapai tingkat matang gonad pertama kali relatif lama yaitu sekitar 30-36 bulan atau sekitar 3 tahun (BSN, 2000), sehingga diperlukan upaya ekstra dan waktu yang cukup lama untuk memproduksi ikan gurame dalam mencapai jumlah seperti yang telah ditargetkan. Melihat kondisi tersebut tentu diperlukan sistem dan teknologi budidaya yang memadai maupun upaya lain yang mampu menunjang produksi ikan gurame dalam waktu yang relatif cepat dan efisien. Adapun upaya lain tersebut adalah melalui teknologi yang sedang dikembangkan pada saat ini di bidang akuakultur yaitu teknologi transplantasi sel germinal (TSG). Melalui penerapan teknologi TSG ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang berarti terhadap peningkatan produksi ikan gurame pada saat ini maupun masa yang akan datang.


(43)

2 Teknologi transplantasi sel germinal merupakan teknik yang dikembangkan pertama kali oleh Brinster dkk. pada tahun 1994 yaitu dengan cara melakukan transplantasi germ cell (sel germinal) hewan donor ke dalam gonad hewan lain (sebagai resipien). Teknologi ini dilakukan untuk merekayasa teknik produksi individu baru dengan memanfaatkan induk pengganti (surrogate broodstock). Keberhasilan dari teknologi TSG ini sudah dibuktikan oleh Takeuchi et al. (2003) dengan mentransplantasikan PGC (primordial germ cell) yang belum terdiferensiasi dari ikan rainbow trout (donor) ke rongga peritoneal larva ikan salmon masu (resipien) yang selanjutnya ikan salmon masu mampu memproduksi sperma dan telur fungsional ikan rainbow trout. Jika sperma dan telur difertilisasikan, maka dapat diproduksi larva ikan rainbow trout. Selanjutnya Okutsu et al. (2006) melakukan transplantasi menggunakan testikular germ cell yang mengandung spermatogonia, dan Yoshizaki et al. (2010) dengan memanfaatkan oogonia ikan donor.

Dalam penelitian ini teknologi TSG diadopsi dan dicoba diaplikasikan untuk memproduksi ikan gurame (donor) yang lama matang gonad dengan memanfaatkan induk semang yaitu ikan nila (resipien) yang memiliki kemampuan matang gonad pertama lebih cepat yaitu 4-5 bulan, relatif lebih mudah memijah baik secara buatan maupun alami dan dapat memijah dalam wadah terkontrol baik itu di dalam kolam, di bak beton, bahkan di dalam akuarium sekalipun. Testis ikan gurame mengandung beberapa sel yang di antaranya adalah sel spermatogonia

(5-15 μm), sel spermatosit (3-5 μm) dan sel spermatid (1,5-2,5 μm) (Mauluddin, 2009). Sel spermatogonia A atau sel stem yang belum terdiferensiasi mampu menurunkan informasi genetik ke generasi berikutnya melalui pematangan gonad dan fertilisasi kemudian sel stem spermatogonia dapat berkembang menjadi sperma dan telur (Okutsu et al., 2008). Gonad ikan gurame muda (bobot tubuh 600-900 g) dipilih oleh karena mengandung relatif lebih banyak sel spermatogonia dibandingkan dengan gonad ikan gurame yang memiliki bobot tubuh lebih besar. Hal ini sesuai dengan Alimuddin (2009), bahwa jumlah serta persentase sel spermatogonia ikan gurame menurun dengan meningkatnya ukuran bobot tubuh.


(44)

3 Pemilihan resipien yang digunakan dalam teknologi transplantasi perlu diperhatikan terutama terhadap umur resipien. Hal ini terkait dengan adanya perkembangan rejection immune system pada setiap ikan resipien yang mampu menolak sel donor ketika dilakukan transplantasi sehingga sel donor tidak dapat berkembang di dalam tubuh ikan resipien. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai umur efektif resipien yang mampu menerima sel donor. Seperti yang telah dilaporkan Takeuchi et al. (2003) bahwa sel donor tidak terkolonisasi ketika resipien (rainbow trout) yang digunakan telah berumur 45 hari setelah fertilisasi. Resipien yang digunakan dalam penelitian ini adalah resipien yang berumur 1-2 hari dan 3-4 hari setelah penetasan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa kuning telur larva ikan nila (resipien) yang berumur lebih dari 4 hari sudah mulai berkurang, kemudian larva sudah bergerak aktif sehingga dapat menyulitkan dalam proses penyuntikan. Selain itu, pigmen warna pada bagian peritoneal larva resipien mulai terbentuk dan dapat mengganggu pada saat proses penyuntikan. Keberadaan dari pigmen ini dapat menghalangi organ target yang akan disuntik dan ujung jarum mikroinjeksi berpotensi mengenai organ lain pada larva yang dapat mengakibatkan kematian pada larva setelah penyuntikan.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menguji keberhasilan transplantasi pada resipien ikan nila dengan kisaran umur yang berbeda dalam rangka memperoleh ikan nila transplan yang membawa sel testikular gurame (donor) dengan melihat tingkat kolonisasi sel donor pada ikan resipien.


(45)

II.

BAHAN DAN METODE

2.1. Sumber dan Pemeliharaan Induk Ikan Nila

Induk ikan nila yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain nila BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) (Gustiano, 2009) yang diperoleh dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Bogor. Bobot induk ikan nila yang digunakan adalah 350-500 g dengan fekunditas 800-1500 butir telur/ekor.

Induk ikan nila dipelihara dalam akuarium berdimensi 60x50x50 cm3 dan

berisi air sebanyak ¾ bagian dari volume total akuarium. Aerasi ditempatkan dan diatur pada setiap akuarium sebagai suplai oksigen utama untuk kebutuhan ikan. Setiap akuarium diisi satu induk ikan untuk mencegah terjadinya kontak fisik antar ikan yang dapat mengakibatkan kerusakan fisik ikan itu sendiri dan untuk memudahkan dalam pemijahan. Pakan berupa pellet dengan kandungan protein 35-40% diberikan selama masa pemeliharaan 3-5 kali pada setiap harinya, hal ini bertujuan agar nutrisi induk terpenuhi dengan baik serta untuk menjaga kualitas telur dan spermanya. Air disifon setiap hari dan dilakukan pergantian air setiap tiga hari untuk membantu dalam menjaga dan memperbaiki kualitas air.

2.2. Sumber dan Pemeliharaan Ikan Gurame

Ikan gurame jantan dengan bobot 600-900 g/ekor (Gambar 1) diperoleh dari seorang pengumpul yang ada di wilayah Kayumanis, Bogor, Jawa Barat. Ikan gurame jantan dapat dibedakan dengan melihat ciri-ciri morfologinya, yaitu pada ikan jantan pangkal sirip dada berwarna putih bening dan kepala bagian atas

relatif lebih menonjol “nongnong”, sedangkan pada ikan gurame betina pada pangkat sirip dada berwarna gelap dan kepala bagian atas tidak menonjol seperti halnya ikan jantan.


(46)

5 Sebelum diambil gonadnya untuk transplantasi ikan gurame dipelihara di hapa ukuran 3x1,5x1 m3 pada kolam pemeliharaan. Pakan berupa daun sente diberikan setiap hari selama masa pemeliharaan berlangsung.

2.3. Persiapan Resipien untuk Transplantasi

Induk ikan nila dipijahkan secara alami dengan perbandingan jantan dan betina 1:1. Setelah induk betina mengeluarkan telur 1-2 kali, maka kedua induk ikan diambil dan disimpan dalam wadah terpisah. Telur dan sperma dikeluarkan dengan cara mengurut bagian perut (stripping) (Gambar 2a dan 2b) ke arah urogenital. Telur ditampung dalam mangkuk, sedangkan sperma dikumpulkan menggunakan spuit ukuran 1 ml. Untuk menjaga kualitas telur sebelum dilakukan pembuahan buatan maka diberikan larutan fisiologis (NaCl 0,9%).

Gambar 2. a) Striping sperma ikan nila (resipien) untuk pembuahan buatan. b) Striping telur ikan nila

Telur sebanyak 150 butir dicampurkan dengan sperma sebanyak 0,15-0,2 ml ke dalam cawan petri dan ditambahkan larutan fisiologis (NaCl 0,9%), kemudian dihomogenkan atau diaduk menggunakan bulu ayam untuk mencampur telur dan sperma. Air ditambahkan ke dalam cawan petri berisi sperma dan telur, dan waktu pencampuran tersebut dihitung sebagai waktu pembuahan. Setelah dibiarkan selama 3 menit, sisa-sisa sperma dibuang atau dipisahkan dari telur dan selanjutnya telur diinkubasi dalam akuarium untuk proses penetasan.

Inkubasi dilakukan dalam saringan yang sudah ditempatkan pada akuarium inkubasi (Gambar 3a). Aerasi diatur sedemikian rupa sehingga telur selalu bergerak dalam rangka menghindari telur saling menempel dan suplai oksigen dapat merata pada setiap telur. Untuk mencegah serangan jamur, ke dalam media inkubasi ditambahkan methylene blue 0,2 ppm. Selama masa inkubasi telur, juga


(47)

6 dilakukan pemisahan telur yang mati. Larva hasil penetasan (Gambar 3b) tersebut dipelihara dalam wadah yang sama sampai dilakukan proses transplantasi (mikroinjeksi).

Gambar 3. a) Inkubasi telur hasil pembuahan buatan. b) Larva ikan nila hasil pembuahan buatan (resipien umur 1-4 hari yang siap disuntik)

2.4. Persiapan dan Pelaksanaan Transplantasi

2.4.1. Pengadaan Sel Donor dari Ikan Gurame Jantan

Transplantasi diawali dengan penyiapan sel gonad ikan donor (ikan gurame jantan) melalui proses disosiasi (Gambar 4b). Dalam proses disosiasi ikan donor dibedah untuk diambil gonadnya (Gambar 4a), kemudian gonad dibersihkan dari lemak dan jaringan lain yang menempel, untuk menjaga gonad agar tidak kering dan rusak sebelum dilakukan disosiasi maka ditambahkan PBS (Phosphate Buffer Saline) dan dimasukkan ke dalam cawan petri.

Gambar 4. a) Gonad ikan donor. b) Disosiasi sel donor.

Gonad dipotong-potong menjadi ukuran sekitar 5 mm di dalam cawan petri dan dicacah selama 3-5 menit. Sebanyak 1-2 ml PBS yang mengandung tripsin 0,5% ditambahkan pada cacahan testis, lalu dicacah kembali 3-5 menit sampai keruh dan untuk membantu proses disosiasi sel dari jaringannya, maka cacahan tersebut dipipet-teteskan menggunakan mikropipet sampai berbuih membentuk suspensi sel. Suspensi sel tersebut disaring dengan saringan 60 μm dan


(48)

7 dimasukkan ke dalam microtube, kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit sampai sel mengendap. Supernatan dibuang dan diganti dengan PBS sebanyak 200-400 μl untuk menjaga sel agar tidak rusak dan memutus kerja dari tripsin. Suspensi sel dihomogenasi menggunakan vortex. Setelah itu sel diambil beberapa mikroliter untuk dihitung kepadatannya

menggunakan hemositometer. Kepadatan sel diatur menjadi 20.000 sel/0,5 μl atau 40.000 sel/μl PBS sesuai dengan kebutuhan untuk transplantasi.

2.4.2. Setting Mikroinjektor dan Transplantasi

Jarum mikroinjeksi dipasang pada needle holder, dan diisi dengan minyak mineral yang terdapat pada alat micromanipulator yang terpasang dengan mikroskop “Stemi DV4, Zeiss” (Gambar 5). Setelah jarum mikroinjeksi terisi penuh dengan minyak mineral, selanjutnya sel testikular hasil disosiasi diambil

menggunakan mikropipet sebanyak 0,5 μl dan dikeluarkan di atas parafilm.

Needle holder yang terhubung dengan jarum mikroinjeksi dilepaskan dari micromanipulator, kemudian sel yang terdapat di parafilm dimasukkan ke dalam jarum mikroinjeksi dengan cara disedot langsung dengan jarum mikroinjeksi yang telah terhubung dengan alat micromanipulator. Pada proses pemasukan sel ke dalam jarum mikroinjeksi tidak boleh terdapat gelembung udara di dalamnya karena hal ini akan mengganggu proses penyuntikan pada larva, bahkan jika gelembung udara masuk ke dalam larva pada saat penyuntikan dapat menyebabkan kematian pada larva. Setelah itu needle holder dipasang kembali pada micromanipulator dan siap untuk menyuntik larva.

Gambar 5. Peralatan yang digunakan untuk mikroinjeksi (penyuntikan sel donor ke resipien).


(49)

8 Larva umur 1-2 hari disiapkan pada tatakan agar dalam kondisi miring, kepala sebelah kiri dan ekor di sebelah kanan. Ujung jarum mikroinjeksi yang telah terisi sel testikular (sel donor) diatur posisinya agar mengarah ke rongga peritonial larva (Gambar 6). Hal yang sama juga dilakukan dengan larva ikan nila umur 3-4 hari setelah penetasan. Larva hasil penyuntikan dipelihara sampai umur sekitar 2 bulan di dalam akuarium 60x50x50 cm3. Ikan hasil penyuntikan diberikan pakan berupa cacing sutra selama 2 minggu secara atsatiation, setelah itu selama pemeliharaan diberi pakan pellet F999 protein 38% secara at satiation. Air disifon satu kali dalam sehari dan diganti 80% setiap 3 hari. Kelangsungan hidup (SR) larva juga diamati sampai hari ke-7 setelah penyuntikan untuk mengetahui tingkat ketahanan larva terhadap penyuntikan.

Gambar 6. Posisi resipien saat mikroinjeksi. A) resipien yang disuntik saat berumur 1-2 hari setelah menetas; B) resipien yang disuntik saat umur 3-4 hari setelah menetas.

2.5. Analisis PCR

Untuk konfirmasi keberhasilan dari penyuntikan (mikroinjeksi sel testikular donor pada resipien), maka ikan diambil secara acak dari populasi. DNA diekstraksi dari ikan resipien umur satu hari menggunakan kit isolasi DNA (Gentra, Minneapollis-USA) dengan prosedur seperti dalam manual. Setelah itu diperolehlah DNA campuran (resipien dan donor) yang dapat disimpan pada suhu -200C atau langsung dilakukan proses selanjutnya yaitu PCR. Analisa kemurnian DNA hasil ekstraksi dapat dilakukan dengan menggunakan GeneQuant.


(50)

9 Sedangkan tingkat kolonisasi sel donor pada gonad resipien dapat diketahui dengan analisa PCR pada gonad ikan resipien 2 bulan setelah penyuntikan.

PCR dilakukan menggunakan primer GH (growth hormone) ikan gurame, yaitu F1GH (5’-TGTTCTCTGACGGCGTGGTT-3’) dan R1GH (5’ -GCAACAAAAAACCACCAGAAAGAG-3’) dengan program seperti dijelaskan oleh Achmad (2009), yaitu menggunakan suhu annealing 580C selama 30 detik dan suhu ekstensi 720C selama 45 detik sebanyak 45 siklus. PCR untuk kontrol internal loading DNA dilakukan menggunakan primer tiβ-aktin (F: 5'-GTGCCCATCTACGAGGGTTA-3' R : 5'-TTTGATGTCACGCACGATTT-3') Elektroforesis dilakukan menggunakan gel agarosa 1% dan visualisasi DNA menggunakan sinar UV.


(51)

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1Hasil

3.1.1 Disosiasi Sel Testikular Ikan Gurame

Berdasarkan kriteria ukuran sel spermatogonia ikan gurame (5-15 µm) menurut Mauluddin (2009), jumlah dan persentase sel spermatogonia hasil disosiasi sel testikular (Gambar 7) ikan gurame pada penelitian ini memperlihatkan hasil yang berbeda antar individu (Tabel 1). Jumlah spermatogonia pada donor 1 sebanyak 6.300.000 sel (4,45%) sedangkan pada donor 2 sebanyak 4.000.000 sel (14,98%). Hal ini juga berpengaruh terhadap persentase spermatogonia pada setiap donor yaitu donor pertama dengan bobot tubuh yang lebih tinggi memiliki persentase spermatogonia yang lebih rendah (4,54%) dibandingkan dengan donor kedua (14,98%).

Gambar 7. Sel testikular ikan donor hasil disosiasi menggunakan PBS yang mengandung tripsin 0,5%. Spermatogonia ditunjukkan oleh anak panah.

Tabel 1. Hasil disosiasi sel gonad ikan donor

Donor Bobot tubuh (g)

Bobot gonad (g)

∑ sel testikular

(sel) Jumlah spermatogonia (sel) Persentase spermatogonia (%)

1 827 0,1513 138.625.000 6.300.000 4,54

2 608 0,1169 26.704.000 4.000.000 14,98

3.1.2 Analisis PCR pada DNA Resipien 1 Hari Setelah Penyuntikan

Konfirmasi keberhasilan proses penyuntikan sel donor ke rongga peritoneal atau rongga perut larva ikan nila (resipien) dilakukan menggunakan teknik PCR.


(52)

11 Dengan menggunakan teknik ini dapat diketahui masuk atau tidaknya sel donor yang telah disuntikkan pada resipien, yaitu dengan melihat visualisasi UV dari elektroforesis DNA sampel yang telah di PCR menggunakan primer spesifik yang hanya mendeteksi adanya DNA gurame (donor) dalam sampel (resipien) (Gambar 8).

Gambar 8. A) Analisis PCR DNA larva 1 hari setelah penyuntikan sel donor menggunakan marka molekular spesifik GH-Gurame (konfirmasi keberhasilan penyuntikan). M, marker; 1-5, DNA sampel larva; G, DNA ikan gurame sebagai kontrol positif; N, DNA ikan nila sebagai kontrol negatif; (-) Kontrol bahan pada

proses PCR. B) PCR menggunakan primer Ti β-actin sebagai kontrol internal

Semua sampel yaitu 1-5 yang diperiksa dengan PCR menggunakan marka molekular spesifik GH-gurame memperlihatkan pita DNA (di atas garis merah) yang sejajar dengan pita kontrol positif DNA ikan gurame (G) dengan target sekuen 340 bp. Hal ini menunjukkan bahwa proses penyuntikan sel donor ke ikan resipien berhasil dilakukan.

3.1.3 Tingkat Kelangsungan Hidup Resipien

Tingkat kelangsungan hidup resipien 7 hari setelah penyuntikan menunjukkan kecenderungan peningkatan seiring dengan semakin meningkatnya umur resipien pada saat penyuntikan dilakukan (Gambar 9). Resipien yang disuntik pada umur 1-2 hari setelah menetas memiliki tingkat kelangsungan hidup


(53)

12 yang lebih rendah (89,34%) dibandingkan dengan resipien umur 3-4 hari setelah menetas (98,96%) dan kontrol (100%).

Gambar 9. Survival rate (SR) larva hingga 7 hari setelah penyuntikan. Hari 3-4, resipien yang disuntik saat berumur 3-4 hari setelah menetas; hari 1-2, resipien yang disuntik saat berumur 1-2 hari setelah menetas.

3.1.4 Kuantifikasi DNA Gonad Resipien 2 Bulan setelah Penyuntikan

Berdasarkan perhitungan konsentrasi DNA gonad menggunakan GeneQuant diperoleh data bahwa konsentrasi DNA gonad resipien hasil ekstraksi terendah

adalah sebesar 1,1 ng/µl dan tertinggi adalah 10,5 ng/µl (Tabel 2). Ini menunjukkan bahwa DNA resipien sudah berhasil diekstraksi dan siap digunakan untuk keperluan PCR dalam mendeteksi kolonisasi sel donor pada gonad resipien.

Tabel 2. Data kuantifikasi DNA gonad resipien menggunakan Gene Quant No

sampel*) Rasio

Konsentrasi DNA

(ng/µl)

1 1,784 7,3

2 1,854 3,0

3 1,896 1,4

4 1,909 2,5

5 1,856 5,9

6 1,949 1,7

7 1,764 4,1

8 1,687 10,5

9 1,777 9,8

10 1,881 1,1

Keterangan: *): sampel no 1-6, resipien yang disuntik saat umur 1-2 hari setelah menetas; no. 7-10: resipien yang disuntik saat umur 3-4 hari setelah menetas. Rasio merupakan nilai perbandingan antara absorbansi pada panjang gelombang 260 dan 280 nm.

0 20 40 60 80 100 Kontrol (tanpa penyuntikan)

Hari Ke 1-2 Hari Ke 3-4

S

R

(%

)


(54)

13 3.1.5 Analisis PCR Gonad Resipien

Resipien yang membawa atau tidak membawa sel donor pada saat umur 2 bulan dibedakan menggunakan teknik PCR dengan marka molekular tertentu yang mampu mendeteksi ada tidaknya sel gurame dalam gonad ikan nila. Tampak 6 (a-f) dari 6 sampel ikan nila resipien (disuntik pada umur 1-2 hari setelah menetas) yang diperiksa gonadnya melalui PCR memperlihatkan adanya pita DNA penyandi spesifik GH-gurame (Gambar 10) yang sejajar dengan (G) pita DNA gurame sebagai kontrol positif, hal ini menunjukkan bahwa semua sampel (100%) yang diperiksa membawa sel donor (sel testikular dari gonad ikan gurame) yang berarti sel donor mampu berkolonisasi di dalam gonad ikan resipien. Berbeda dengan hasil PCR terhadap resipien yang disuntik pada umur 1-2 hari setelah menetas, hasil deteksi terhadap larva resipien yang disuntik pada umur 3-4 hari (Gambar 11) menunjukkan adanya resipien yang tidak membawa sel donor (sampel ke-4) dalam gonadnya yang berarti sel donor gagal berkembang dan terkolonisasi di dalam gonad resipien.

Gambar 10. A) Analisis PCR DNA sampel resipien (yang disuntik pada umur 1-2 hari setelah menetas) 2 bulan setelah penyuntikan menggunakan marka molekular spesifik GH-Gurame. M, marker; (-), kontrol negatif bahan PCR, N, DNA ikan nila; G, DNA ikan gurame; a-f, DNA sampel resipien yang berumur 2 bulan setelah penyuntikan. B) PCR menggunakan primer Ti β -aktin sebagai kontrol internal.


(55)

14 Gambar 11. A) Analisis PCR DNA sampel resipien (yang disuntik pada

umur 3-4 hari setelah menetas) 2 bulan setelah penyuntikan menggunakan marka molekular spesifik GH-Gurame. M, marker; 1-4, DNA sampel resipien yang berumur 2 bulan setelah penyuntikan; G, DNA ikan gurame; N, DNA ikan nila; (-), kontrol negatif bahan PCR. B) PCR menggunakan primer

Ti β-aktin sebagai kontrol internal.

3.2Pembahasan

Sel donor khususnya sel spermatogonia dalam bentuk tunggal (terpisah dari jaringan gonad dan sel germinal lainnya) yang viable (hidup) dan berpotensi untuk berkembang ataupun berdiferensiasi di dalam gonad resipien dapat diperoleh dengan cara disosiasi sel (pemisahan sel dari jaringan). Menurut Kobayashi et al. (2004) selain tingkat kemurnian PGC atau sel donor dalam hal ini adalah hasil isolasi yang melibatkan proses disosiasi sel, viabilitas PGC atau sel donor juga dapat mempengaruhi kemampuan diferensiasi menjadi sel germinal pada resipien. Pada penelitian ini telah berhasil diperoleh sel testikular hasil disosiasi gonad ikan donor menggunakan tripsin 0,5% di dalam larutan PBS. Alimuddin et al. (2009) menyatakan bahwa disosiasi sel menggunakan tripsin-phosphate buffer saline (Trip-PBS) 0,5% dengan lama inkubasi kurang dari atau selama 2 jam diperoleh suspensi sel testikular ikan gurame dengan viabilitas 96,77-100%. Dalam penelitian ini, viabilitas sel hasil disosiasi tidak diamati, namun demikian viabilitasnya diduga sama dengan yang dilaporkan oleh Alimuddin et al. (2009).


(56)

15 Hasil disosiasi menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah sel testikular maupun sel spermatogonia pada donor yang digunakan (Tabel 1). Perbedaan jumlah spermatogonia hasil disosiasi gonad ikan donor tersebut diduga terkait oleh berbedanya bobot tubuh maupun bobot gonad pada setiap donor. Data tersebut (Tabel 1) memperlihatkan bahwa bobot tubuh yang lebih besar (donor 1) memiliki persentase spermatogonia yang lebih kecil jika dibandingkan dengan donor 2. Semakin tinggi bobot tubuh ikan gurame, maka semakin rendah persentase spermatogonia yang terkandung dalam gonadnya (Alimuddin, 2009).

Kemampuan deteksi sel donor dalam tubuh resipien menggunakan teknik PCR dengan primer spesifik GH-Gurame menunjukkan bahwa semua sampel (resipien) 1 sampai 5 (Gambar 8) telah membawa sel donor hasil penyuntikan. Melalui konfirmasi tersebut dapat dikatakan bahwa hasil penyuntikan sel donor ke dalam rongga perut resipien telah berhasil dilakukan. Teknik PCR menggunakan primer spesifik tersebut telah diuji tingkat sensitivitas dan spesifisitasnya oleh Achmad (2009). Teknik PCR ini mampu mendeteksi DNA ikan gurame dengan

konsentrasi 1 ng/μl di dalam 700 ng/μl DNA ikan nila atau jika konsentrasi DNA

tersebut dikonversi ke dalam jumlah sel melalui analisis ekstraksi DNA maka dapat dikatakan bahwa teknik PCR tersebut mampu mendeteksi 1 sel ikan gurame yang terdapat di dalam 10.000 sel ikan nila (Achmad, 2009). Dengan demikian nilai rasio jumlah sel donor yang disuntikkan ke resipien (larva) dapat dikatakan lebih dari sama dengan 1 berbanding 10.000 sel larva.

Terlihat bahwa tingkat kelangsungan hidup larva (Survival Rate) paling tinggi adalah kontrol, kemudian diikuti dengan perlakuan penyuntikan pada larva umur 3-4 hari (98,96%) dan paling rendah adalah perlakuan penyuntikan pada larva umur 1-2 hari (89,34%) (Gambar 9). Diduga umur larva yang masih muda memiliki daya tahan tubuh lemah dan rentan terhadap gangguan fisik dari luar yang dalam hal ini adalah teknis penyuntikan. Karena teknis penyuntikan ini beresiko mengenai organ lain yang dapat menyebabkan kerusakan organ sehingga larva mudah mati ketika selesai disuntik. Hal ini sesuai dengan Takeuchi et al. (2009) yang menyatakan bahwa resipien yang lebih kecil memiliki tingkat kelangsungan hidup yang lebih kecil juga, hal ini diperlihatkan dengan menurunnya SR larva dari 63,3% (pada resipien ikan nibe larva ukuran 6 mm)


(57)

16 menjadi 2,9% (pada resipien 3 mm). Kemampuan teknis dalam metode mikroinjeksi (transplantasi) sendiri memiliki peran penting terhadap keberhasilan masuknya sel donor ke dalam rongga perut resipien, selain itu penguasaan teknis penyuntikan secara tidak langsung juga dapat mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup resipien pada saat penyuntikan dilakukan. Menurut Ath-thar (2008) dengan menggunakan teknik mikroinjeksi pada embrio memungkinkan adanya teknis injeksi yang membuat rusaknya jaringan tertentu sehingga menyebabkan telur tidak dapat menetas setelah dilakukan penyuntikan.

Proses kolonisasi (penggabungan) sel donor ke gonad resipien diawali dengan proses migrasi sel donor ke jaringan bakal gonad (genital ridge) dari ikan resipien. Menurut Yoshizaki (2010) proses migrasi primordial germ cell (PGC) pada ikan rainbow trout diawali dengan disekresikannya chemokine stromal derived factor-1 (SDF-1) oleh sel somatik bakal gonad resipien, kemudian PGC (sel donor) yang terletak di luar bakal gonad tersebut mengekspresikan reseptor yaitu CXC-chemokine receptor 4 (CXCR-4), PGC akan mengarah ke SDF-1 dan bermigrasi ke bakal gonad menggunakan pseudopodia (Raz & Reichman-Fried (2006) dalam Yoshizaki (2010)). Setelah mencapai daerah bakal gonad, PGC mengalami penggabungan (terkolonisasi) dengan gonad resipien.

Konfirmasi kolonisasi sel donor pada gonad resipien umur 2 bulan setelah transplantasi dilakukan karena gonad ikan nila yang berumur ± 2 bulan telah berkembang dan jika dilakukan pembedahan maka gonad sudah terlihat secara jelas dan mudah diambil serta dipisahkan dari organ lainnya untuk diekstraksi

DNA nya. Kemudian waktu ± 2 bulan diduga merupakan waktu yang dapat untuk

menentukan apakah sel donor dapat berkembang atau tidak di dalam gonad ikan resipien. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa tingkat kolonisasi atau perkembangan sel donor pada resipien (ikan rainbow trout) sudah dapat ditentukan dan dideteksi pada waktu 10 hari setelah dilakukan penyuntikan (proses transplantasi) (Takeuchi et al., 2003). Dengan mengacu Takeuchi et al. (2003) maka pemeriksaan gonad resipien (ikan nila) dalam rangka untuk mengetahui perkembangan sel donor pada penelitian ini masih layak dilakukan pada resipien yang berumur 2 bulan setelah transplantasi.


(1)

21 Okutsu, T., Takeuchi, Y., Yoshizaki, G., 2008. Spermatogonial transplantation in fish: production of trout offspring from salmon parents. In: Fisheries for Global Welfare and Environment, 5th World Fisheries Congress 2008, pp. 209 – 219. Takeuchi, Y., Higuchi, K., Yatabe, T., Miwa, M., Yoshizaki, G., 2009.

Development of spermatogonia cell transplantation in nibe croaker Nibe mistsukurii (Perciformes, Sciaenidae). Biology of Reproduction 81, 1055-1063.

Takeuchi, Y., Yoshizaki, G., Takeuchi, T., 2003. Generation of live fry from intraperitonially transplantation primordial germ cells in rainbow trout. Biology of Reproduction 6, 1142-1149.

Yoshizaki, G., Okutsu, T., Ichikawa, M., Hayashi, M., Takeuchi, Y., 2010. Sexual plasticity of rainbow trout germ cells. Animal Reproduction 7, 187-196.


(2)

(3)

23

Lampiran 1.

Hasil pengamatan tingkat kelangsungan hidup resipien 7 hari setelah penyuntikan

Tabel 3. Tingkat kelangsungan hidup larva selama 7 hari setelah penyuntikan

Pengamatan hari ke- Tingkat kelangsungan hidup (%)

Disuntik hari ke 1-2 Disuntik hari ke 3-4 Kontrol

1 100 100 100

2 91,73 100 100

3 91,73 100 100

4 89,34 98,96 100

5 89,34 98,96 100

6 89,34 98,96 100

7 89,34 98,96 100

Keterangan: Jumlah awal larva yang disuntik hari ke 1-2 sebanyak 85 ekor, hari ke 3-4 sebanyak 88 ekor, dan kontrol sebanyak 63 ekor.


(4)

24 Pengadaan donor untuk proses transplantasi seleksi donor (ikan gurame jantan)


(5)

25

Lampiran 3.

Metode perhitungan sel testikular ikan donor

Perhitungan sel hasil disosiasi dilakukan menggunakan hemocytometer di bawah mikroskop perbesaran 100x. Hemocytometer dan cover glas dipasang pada mikroskop kemudian suspensi sel dimasukkan ke hemocytometer melalui celah di bawah cover glass. Sebanyak 5 sampel (kotak warna biru muda) dihitung jumlah sel pada setiap kotaknya. Contoh perhitungan,

Jumlah sel pada kotak biru muda: Pertama : 24 sel Ke dua : 26 sel Ke tiga : 28 sel Ke empat : 23 sel Ke lima : 23 sel

124 sel (dalam 5 kotak)

Karena total kotak serupa dengan kotak biru muda sebanyak 25 kotak dengan luas total 1 mm2 dan kedalaman (tinggi dari hemocytometer sampai ke cover glass) adalah 0,1 mm sehingga volumenya 0,1 mm3 atau 10-4 ml, maka

=

6,2 x 106 sel/ml

Untuk mendapatkan dosis penyuntikan (20.000 sel/µl), maka dilakukan proses pengenceran dari suspensi sel awal (stok), menggunakan formula


(6)

26 Keterangan:

M1= konsentrasi awal (6,2 x 106sel/µl)

V1= volume (stok) yang diambil untuk membuat suspensi sel baru yang

diinginkan

M2= konsentrasi yang diinginkan (20.000 sel/µl)

V2= volume yang diinginkan untuk membuat suspensi sel baru (misalnya

400 µl)

Sehingga diperoleh,

6,2 x 106sel/µl x V1 µl = 20.000 sel/µl x 400 µl

V1 = 1,29 µl

PBS (pelarut) = 400 µl - 1,29 µl

= 398,71 µl

Untuk mendapatkan sebanyak 400 µl suspensi sel dengan konsentrasi 20.000 sel/µl, maka sebanyak 1,29 µl suspensi sel stok dilarutkan di dalam 398,71 µl