Studi mengenai Morfologi dan Komposisi Sel Testikular Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac.

(1)

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac.

MAULUDDIN

SKRIPSI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac.

adalah benar merupakan karya sendiri dan belum digunakan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

MAULUDDIN C14104050


(3)

RINGKASAN

MAULUDDIN. Studi mengenai Morfologi dan Komposisi Sel Testikular Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. Dibimbing oleh ALIMUDDIN dan MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR.

Ikan gurame membutuhkan waktu 2 – 3 tahun untuk mencapai matang gonad, sehingga memerlukan waktu relatif lama untuk memproduksi induk. Lamanya waktu memproduksi induk dapat menyebabkan kurangnya ketersediaan benih yang siap tebar. Saat ini, teknologi yang bisa digunakan untuk mempercepat kematangan gonad ikan gurame belum ada. Baru-baru ini, teknologi rekayasa reproduksi pada ikan telah dikembangkan, yaitu pengembangan induk surrogate

(induk semang). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui morfologi dan proporsi komposisi sel spermatogonia ikan gurame dari berbagai ukuran.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Desember 2008. Pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Dokumentasi hasil histologi dilakukan di Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Disosiasi testis dan dokumentasinya dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan preparat histologi yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan morfologi sel testikular dan disosiasi gonad yang berfungsi untuk menghitung komposisi sel testikular ikan gurame.

Secara keseluruhan nilai rata – rata berat gonad ikan gurame berkisar antara 0,0755 – 0,2517 g. Nilai rata – rata IKG ikan gurame berkisar antar 8,7025 x 10-3 – 9,5382 x 10-3%. Dari hasil pengamatan preparat histologis testis ikan gurame menunjukkan bahwa terdapat perbedaan fase spermatogenesis dan tipe sel – sel spermatogenik yang terdapat pada setiap kelas ikan gurame uji. Ikan gurame yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan muda (800 – 1000 g), tipe sel – sel spermatogenik yang ada di dalam testisnya berbeda dengan ikan gurame yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan dewasa (1100 – 1300 g) dan ikan yang matang gonad (2250 – 3200 g). Adapun pada ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan yang belum berkembang gonadnya (400 – 600 g) belum terlihat atau terdapat adanya gonad. Jumlah spermatogonia terbanyak terdapat pada ikan muda (348.000 sel), yang kemudian jumlahnya semakin menurun baik pada ikan dewasa (192.000 sel) maupun ikan yang matang gonad (116.000 sel). Proporsi spermatogonia tertinggi terdapat pada ikan muda, yaitu sebesar 80,56% dan yang terendah terdapat pada ikan yang matang gonad, yaitu sebesar 6,30%. Adapun sel testikular yang mempunyai diameter terpanjang secara berturut – turut adalah spermatogonia, spermatosit, dan spermatid.

Proporsi sel spermatogonia yang paling besar terdapat pada ikan gurame dengan nilai rata – rata IKG paling kecil, yaitu 8,7025 x 10-3 pada ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan muda (800 – 1000 g). Jika dilakukan transplantasi maka ikan gurame yang digunakan sebagai ikan donor sebaiknya adalah ikan gurame kelas ikan muda (800 - 1000 g).


(4)

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac.

MAULUDDIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(5)

Judul : STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac.

Nama : Mauluddin Nomor Pokok : C14104050

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Alimuddin Prof. Dr. M. Zairin Junior

NIP. 132 133 953 NIP. 131 578 846

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, nikmat, dan karunia-Nya yang tidak dapat dibalas dengan apapun sehingga skripsi yang berjudul “Studi mengenai Morfologi dan Komposisi Sel Testikular Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac.” ini dapat diselesaikan oleh penulis.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Dr. Alimuddin selaku Pembimbing I dan Prof. Dr. Muhammad Zairin Junior selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama melakukan penelitian sampai dengan penyusunan skripsi ini.

2. Sri Nuryati, M.Si selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Harton Arfah, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama studi.

4. Mama, Mama, Mama, dan Ayah serta seluruh keluarga besar atas kasih sayang, doa, dan dukungan baik moril dan materi.

5. Pak Ranta, Pak Marjanta, Mba Yuli, Kang Asep, Kak Rahmat, Mba Anna, Mba Lina, Kak Lina, Ibu Irma, Pak Aam, Pak Ade Sunarma BBPBAT Sukabumi, dan Pak Adhi Winarno FKH IPB atas bantuan yang diberikan. 6. Lazuardi Yudha Anggoro, Deby Yuniasari, Radi Ihlas Albani, Arief Eko

Prasetiyo, Dwi Hany Yanti, dan Sendok yang telah “hadir dan men –

close” atas kebersamaan, kerjasama, dan dukungannya.

7. Teman – teman BDP 41, kakak dan adik kelas BDP, dan pihak – pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan yang diberikan. Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat kepada semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Maret 2009


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 24 November 1986 oleh mama dan ayah yang sangat dicintai. Pendidikan formal yang dilalui adalah SMAN 38 Jakarta. Pada tahun 2004, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi ke Intitut Pertanian Bogor di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) sebagai staf Departemen Kewirausahawan periode 2005/2006 dan Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2006/2007. Selain itu, Penulis juga aktif menjadi Asisten Mata Kuliah Dasar-dasar Genetika Ikan dan Industri Perbenihan Ikan periode 2007/2008. Untuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, penulis pernah menjalani praktek kerja lapang di Balai Budidaya Laut Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Tugas akhir di perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis Skripsi yang berjudul “Studi mengenai Morfologi dan Komposisi Sel Testikular Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac.”.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. ... 4

2.2 Perkembangan Gonad ... 5

2.3 Testis ... 6

2.4 Spermatogenesis ... 9

2.5 Histologi Testis ... 10

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat ... 13

3.2 Prosedur Kerja ... 13

3.2.1 Pengumpulan dan Penanganan Ikan Gurame ... 13

3.2.2 Penentuan IKG ... 13

3.2.3 Pembuatan Preparat Histologi Testis ... 14

3.2.4 Disosiasi Testis ... 15

3.2.5 Pengamatan Hasil ... 16

3.2.5.1 Karakterisasi Morfologi Sel Testikular ... 16

3.2.5.2 Penghitungan Komposisi dan Pengukuran Diameter Sel Testikular ... 16

3.2.5.3 Proporsi Spermatogonia ... 17

3.3 Analisis Data ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 18

4.1.1 IKG ... 18

4.1.2 Karakteristik Morfologi Sel Testikular ... 19

4.1.3 Komposisi dan Pengukuran Diameter Sel Testikular ... 21

4.2 Pembahasan ... 23

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 27

5.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah sel testikular per ekor ikan gurame dari berbagai kelas... 21 2. Sebaran diameter sel testikular ikan gurame ... 21 ii


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Ikan gurame Osphronemusgouramy Lac. ... 4 2. Ilustrasi berbagai jenis testis. A: testis tubular mamalia, B: testis tubular anastomosing, C: testis lobular, T: Tubuli, I: Lumen, RT: Rete Testis, AT: Anastomosing Tubular, MD: Main Longitudinal Testis Duct, dan L: Lobuli. (Grier, 1983 dalam Takashima dan Hibiya, 1995) ... 7 3. Ilustrasi dua jenis testis lobular pada ikan teleostei. A: lobuli berlekuk dan B: lobuli padat (Nagahama, 1983 dalam Takashima dan Hibiya, 1995) ... 8 4. Skema spermatogenesis ... 9 5. Gambaran histologis tetes ikan carp. 1: sel stem, 2: spermatogonia

primer, 3: spermatogonia sekunder, 4: spermatosit primer, 5: spermatosit sekunder, 6: spermatid, dan 7: sel Sertoli

(Takashima dan Hibiya, 1995) ... 11 6. Gambaran histologis testis ikan white perch. : spermatogonia,

a: spermatosit, b: spermatid, dan c: spermatozoa (Blazer, 2002) ... 12 7. Grafik hubungan antara berat ikan dengan berat gonad... 18 8. Grafik hubungan antara berat ikan dengan IKG ... 19 9. Gambaran histologis testis ikan gurame dari berbagai kelas.

A: ikan muda, B: ikan dewasa, C: ikan matang gonad,

a: spermatogonia, b: spermatosit, c: spermatid, dan d: spermatozoa ... 20 10. Komposisi sel testikular ikan gurame dari berbagai kelas.

A: ikan muda, B: ikan dewasa, C: ikan matang gonad,

1: spermatogonia, 2: spermatosit, dan 3: spermatid ... 22


(11)

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac.

MAULUDDIN

SKRIPSI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac.

adalah benar merupakan karya sendiri dan belum digunakan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2009

MAULUDDIN C14104050


(13)

RINGKASAN

MAULUDDIN. Studi mengenai Morfologi dan Komposisi Sel Testikular Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. Dibimbing oleh ALIMUDDIN dan MUHAMMAD ZAIRIN JUNIOR.

Ikan gurame membutuhkan waktu 2 – 3 tahun untuk mencapai matang gonad, sehingga memerlukan waktu relatif lama untuk memproduksi induk. Lamanya waktu memproduksi induk dapat menyebabkan kurangnya ketersediaan benih yang siap tebar. Saat ini, teknologi yang bisa digunakan untuk mempercepat kematangan gonad ikan gurame belum ada. Baru-baru ini, teknologi rekayasa reproduksi pada ikan telah dikembangkan, yaitu pengembangan induk surrogate

(induk semang). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui morfologi dan proporsi komposisi sel spermatogonia ikan gurame dari berbagai ukuran.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Desember 2008. Pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Dokumentasi hasil histologi dilakukan di Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Disosiasi testis dan dokumentasinya dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan preparat histologi yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan morfologi sel testikular dan disosiasi gonad yang berfungsi untuk menghitung komposisi sel testikular ikan gurame.

Secara keseluruhan nilai rata – rata berat gonad ikan gurame berkisar antara 0,0755 – 0,2517 g. Nilai rata – rata IKG ikan gurame berkisar antar 8,7025 x 10-3 – 9,5382 x 10-3%. Dari hasil pengamatan preparat histologis testis ikan gurame menunjukkan bahwa terdapat perbedaan fase spermatogenesis dan tipe sel – sel spermatogenik yang terdapat pada setiap kelas ikan gurame uji. Ikan gurame yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan muda (800 – 1000 g), tipe sel – sel spermatogenik yang ada di dalam testisnya berbeda dengan ikan gurame yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan dewasa (1100 – 1300 g) dan ikan yang matang gonad (2250 – 3200 g). Adapun pada ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan yang belum berkembang gonadnya (400 – 600 g) belum terlihat atau terdapat adanya gonad. Jumlah spermatogonia terbanyak terdapat pada ikan muda (348.000 sel), yang kemudian jumlahnya semakin menurun baik pada ikan dewasa (192.000 sel) maupun ikan yang matang gonad (116.000 sel). Proporsi spermatogonia tertinggi terdapat pada ikan muda, yaitu sebesar 80,56% dan yang terendah terdapat pada ikan yang matang gonad, yaitu sebesar 6,30%. Adapun sel testikular yang mempunyai diameter terpanjang secara berturut – turut adalah spermatogonia, spermatosit, dan spermatid.

Proporsi sel spermatogonia yang paling besar terdapat pada ikan gurame dengan nilai rata – rata IKG paling kecil, yaitu 8,7025 x 10-3 pada ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan muda (800 – 1000 g). Jika dilakukan transplantasi maka ikan gurame yang digunakan sebagai ikan donor sebaiknya adalah ikan gurame kelas ikan muda (800 - 1000 g).


(14)

STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac.

MAULUDDIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(15)

Judul : STUDI MENGENAI MORFOLOGI DAN KOMPOSISI SEL TESTIKULAR IKAN GURAME Osphronemus gouramy Lac.

Nama : Mauluddin Nomor Pokok : C14104050

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Alimuddin Prof. Dr. M. Zairin Junior

NIP. 132 133 953 NIP. 131 578 846

Mengetahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc NIP. 131 578 799


(16)

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat, nikmat, dan karunia-Nya yang tidak dapat dibalas dengan apapun sehingga skripsi yang berjudul “Studi mengenai Morfologi dan Komposisi Sel Testikular Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac.” ini dapat diselesaikan oleh penulis.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Dr. Alimuddin selaku Pembimbing I dan Prof. Dr. Muhammad Zairin Junior selaku Pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan selama melakukan penelitian sampai dengan penyusunan skripsi ini.

2. Sri Nuryati, M.Si selaku Dosen Penguji Tamu yang telah memberikan banyak masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Harton Arfah, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama studi.

4. Mama, Mama, Mama, dan Ayah serta seluruh keluarga besar atas kasih sayang, doa, dan dukungan baik moril dan materi.

5. Pak Ranta, Pak Marjanta, Mba Yuli, Kang Asep, Kak Rahmat, Mba Anna, Mba Lina, Kak Lina, Ibu Irma, Pak Aam, Pak Ade Sunarma BBPBAT Sukabumi, dan Pak Adhi Winarno FKH IPB atas bantuan yang diberikan. 6. Lazuardi Yudha Anggoro, Deby Yuniasari, Radi Ihlas Albani, Arief Eko

Prasetiyo, Dwi Hany Yanti, dan Sendok yang telah “hadir dan men –

close” atas kebersamaan, kerjasama, dan dukungannya.

7. Teman – teman BDP 41, kakak dan adik kelas BDP, dan pihak – pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas bantuan yang diberikan. Penulis mengharapkan skripsi ini dapat bermanfaat kepada semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Maret 2009


(17)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 24 November 1986 oleh mama dan ayah yang sangat dicintai. Pendidikan formal yang dilalui adalah SMAN 38 Jakarta. Pada tahun 2004, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan tinggi ke Intitut Pertanian Bogor di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur melalui Jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) sebagai staf Departemen Kewirausahawan periode 2005/2006 dan Pengembangan Sumber Daya Manusia periode 2006/2007. Selain itu, Penulis juga aktif menjadi Asisten Mata Kuliah Dasar-dasar Genetika Ikan dan Industri Perbenihan Ikan periode 2007/2008. Untuk memperdalam wawasan di bidang budidaya perairan, penulis pernah menjalani praktek kerja lapang di Balai Budidaya Laut Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Tugas akhir di perguruan tinggi diselesaikan dengan menulis Skripsi yang berjudul “Studi mengenai Morfologi dan Komposisi Sel Testikular Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac.”.


(18)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac. ... 4

2.2 Perkembangan Gonad ... 5

2.3 Testis ... 6

2.4 Spermatogenesis ... 9

2.5 Histologi Testis ... 10

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat ... 13

3.2 Prosedur Kerja ... 13

3.2.1 Pengumpulan dan Penanganan Ikan Gurame ... 13

3.2.2 Penentuan IKG ... 13

3.2.3 Pembuatan Preparat Histologi Testis ... 14

3.2.4 Disosiasi Testis ... 15

3.2.5 Pengamatan Hasil ... 16

3.2.5.1 Karakterisasi Morfologi Sel Testikular ... 16

3.2.5.2 Penghitungan Komposisi dan Pengukuran Diameter Sel Testikular ... 16

3.2.5.3 Proporsi Spermatogonia ... 17

3.3 Analisis Data ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 18

4.1.1 IKG ... 18

4.1.2 Karakteristik Morfologi Sel Testikular ... 19

4.1.3 Komposisi dan Pengukuran Diameter Sel Testikular ... 21

4.2 Pembahasan ... 23

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 27

5.2 Saran ... 27

DAFTAR PUSTAKA ... 28


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jumlah sel testikular per ekor ikan gurame dari berbagai kelas... 21 2. Sebaran diameter sel testikular ikan gurame ... 21 ii


(20)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Ikan gurame Osphronemusgouramy Lac. ... 4 2. Ilustrasi berbagai jenis testis. A: testis tubular mamalia, B: testis tubular anastomosing, C: testis lobular, T: Tubuli, I: Lumen, RT: Rete Testis, AT: Anastomosing Tubular, MD: Main Longitudinal Testis Duct, dan L: Lobuli. (Grier, 1983 dalam Takashima dan Hibiya, 1995) ... 7 3. Ilustrasi dua jenis testis lobular pada ikan teleostei. A: lobuli berlekuk dan B: lobuli padat (Nagahama, 1983 dalam Takashima dan Hibiya, 1995) ... 8 4. Skema spermatogenesis ... 9 5. Gambaran histologis tetes ikan carp. 1: sel stem, 2: spermatogonia

primer, 3: spermatogonia sekunder, 4: spermatosit primer, 5: spermatosit sekunder, 6: spermatid, dan 7: sel Sertoli

(Takashima dan Hibiya, 1995) ... 11 6. Gambaran histologis testis ikan white perch. : spermatogonia,

a: spermatosit, b: spermatid, dan c: spermatozoa (Blazer, 2002) ... 12 7. Grafik hubungan antara berat ikan dengan berat gonad... 18 8. Grafik hubungan antara berat ikan dengan IKG ... 19 9. Gambaran histologis testis ikan gurame dari berbagai kelas.

A: ikan muda, B: ikan dewasa, C: ikan matang gonad,

a: spermatogonia, b: spermatosit, c: spermatid, dan d: spermatozoa ... 20 10. Komposisi sel testikular ikan gurame dari berbagai kelas.

A: ikan muda, B: ikan dewasa, C: ikan matang gonad,

1: spermatogonia, 2: spermatosit, dan 3: spermatid ... 22


(21)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Data ikan gurame uji ... 32 2. Klasifikasi sel testikular berdasarkan ukuran dan karakteristik utamanya. . 33 3. Ilustrasi testis ikan zebra menunjukkan fase dari spermatogenesis ... 34


(22)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac.) merupakan ikan asli Indonesia. Ikan gurame memiliki beberapa kelebihan, diantaranya banyak digemari oleh masyarakat karena rasa dagingnya yang gurih dan lezat (Sendjaja dan Riski, 2002) serta harga jual (Rp 20.000,- – Rp 28.000,- per kg) dan permintaan pasar yang relatif tinggi (Tim Agromedia Pustaka, 2007). Sebaliknya, ikan gurame juga mempunyai kekurangan, antara lain pertumbuhannya tidak secepat ikan tawar konsumsi lainnya, seperti ikan mas dan ikan lele. Ikan gurame membutuhkan waktu 2 – 3 tahun untuk mencapai matang gonad (Tim Agromedia Pustaka, 2007), sehingga memerlukan waktu relatif lama untuk memproduksi induk. Lamanya waktu memproduksi induk dapat menyebabkan kurangnya ketersediaan benih yang siap tebar (Sendjaja dan Riski, 2002). Saat ini, teknologi yang bisa digunakan untuk mempercepat kematangan gonad ikan gurame belum ada.

Baru-baru ini, teknologi rekayasa reproduksi pada ikan telah dikembangkan oleh Okutsu et al. (2008). Teknologi tersebut adalah pengembangan induk surrogate (induk semang). Prinsip dari pengembangan induk surrogate adalah transplantasi sel stem dari ikan donor ke ikan resipien tertentu yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan ikan donor. Kekurangan pada ikan donor, antara lain seperti ketersediaan induk ikan yang ada hanya salah satu jenis kelamin saja, kematangan gonad induk ikan jantan dan betina tidak sinkron, ukuran induk saat mencapai matang gonad relatif besar yang menyebabkan ikan sulit ditangani, waktu yang diperlukan untuk mencapai matang gonad lama, dan sebagainya. Sel stem bakal gonad ikan donor akan berkembang normal dalam gonad ikan resipien menjadi sperma atau telur dan fungsional (dapat membuahi atau dibuahi) sehingga ikan resipien dapat menghasilkan benih ikan donor (Okutsu et al., 2006).

Menurut Johnston et al. (2000), transplantasi xenogenik (xenotransplantasi) merupakan transplantasi sel bakal gonad (primordial germ cells, PGCs) atau sel germinal testikular (spermatogonia) dari hewan donor ke resipien yang berasal dari spesies berbeda. Transplantasi sel bakal gonad


(23)

memiliki banyak aplikasi dalam bidang biologi, peternakan dan perikanan, diantaranya adalah untuk menjajaki proses-proses perkembangan dan diferensiasi sel germinal (gametogenesis), terapi regeneratif penyakit organ reproduksi, memproduksi hewan transgenik melalui modifikasi sel germinal secara genetik, pemeliharaan sumber daya genetik yang terancam punah, dan menciptakan sistem pembenihan dimana spesies target dapat diproduksi dari induk yang lain atau dikenal dengan istilah “surrogate broodstock” (Brinster dan Zimmermann, 1994; Okutsu et al., 2006). Metode xenotransplantasi tersebut mungkin dapat digunakan untuk mengatasi lambatnya ikan gurame matang gonad dan kurangnya ketersediaan benih ikan gurame yang siap tebar.

Salah satu langkah awal dari pengembangan teknologi xenotransplantasi adalah studi mengenai morfologi dan komposisi sel testikular ikan donor. Morfologi dan komposisi sel-sel testikular diduga berhubungan dengan ukuran ikan dan Indeks Kematangan Gonad (IKG) atau Gonado Somatic Index (GSI). Oleh karena itu, diperlukan berbagai ukuran ikan gurame untuk dapat mengetahui morfologi dan komposisi sel-sel testikular pada setiap ukuran.

Sel germinal dalam testis ikan jantan terdiri atas spermatogonia, spermatosit, spermatid, dan spermatozoa. Spermatogonia (tipe A) merupakan sel stem (sel punca atau sel induk). Menurut Okutsu et al. (2005) sel stem spermatogonia dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu sel stem spermatogonia yang belum terdiferensiasi dan yang terdiferensiasi. Sel spermatogonia yang telah terdiferensiasi akan mengalami proliferasi (pembelahan) mitosis dan meiosis sampai menjadi spermatozoa. Adapun sel yang belum terdiferensiasi, memiliki kemampuan memperbaharui diri (self-renewal) sepanjang hidup organisme dan juga dapat terus berkembang menjadi spermatozoa seperti halnya sel spermatogonia terdiferensiasi. Sel stem ini dapat menurunkan informasi genetik ke generasi berikutnya melalui pematangan gonad dan fertilisasi. Selanjutnya sel stem spermatogonia dapat berkembang menjadi sperma dan telur (Okutsu et al., 2008). Dengan demikian, jika sel stem spermatogonia ikan gurame yang belum terdiferensiasi ditransplantasikan ke ikan resipien dan selanjutnya sel stem spermatogonia dapat berkembang menjadi sperma dan telur dalam gonad ikan resipien, sehingga benih ikan gurame dapat dihasilkan dari ikan resipien tersebut.


(24)

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk membedakan dan menganalisis morfologi dan proporsi komposisi sel spermatogonia ikan gurame dari berbagai ukuran.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame Osphronemus gouramy Lac.

Klasifikasi dan sistematika ikan gurame Osphronemus gouramy Lac. menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Filum : Chordata

Kelas : Pisces Ordo : Labirinthici

Subordo : Anabantoidei

Famili : Anabantidae

Genus : Osphronemus

Spesies : Osphronemus gouramy Lac.

Secara morfologi, ikan gurame memiliki bentuk badan oval agak panjang, pipih, dan punggung tinggi. Badan berwarna kecoklatan dengan bintik hitam pada sirip dada. Pada jari pertama sirip perut terdapat alat peraba berupa benang panjang dan memiliki alat pernapasan tambahan (labirin) yang berfungsi menghirup oksigen langsung dari udara. Ikan gurame berkembang biak sepanjang tahun dan tidak tergantung pada musim. Kematangan kelamin biasanya dicapai saat ikan gurame berumur 2 – 3 tahun (Tim Agro Media Pustaka, 2007).

Di berbagai daerah, ikan gurame dikenal dengan berbagai sebutan, diantaranya gurameh (Jawa), gurame (Sunda dan Betawi), kalau, kala, alui

(Sumatera). Dalam bahasa Inggris, ikan gurame disebut giant gouramy (Tim Agro Media Pustaka, 2007).


(26)

2.2 Perkembangan Gonad

Pada proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme digunakan untuk perkembangan gonad. Gonad akan semakin bertambah berat diimbangi dengan bertambah besar ukurannya (Effendie, 1992). Perkembangan gonad pada ikan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai tingkat dewasa kelamin dan tahap pematangan produksi seksual. Tahap pertumbuhan berlangsung sejak ikan menetas hingga mencapai dewasa kelamin, sedangkan tahap pematangan berlangsung setelah ikan dewasa. Tahap pematangan akan terus berlangsung dan berkesinambungan selama fungsi reproduksi ikan berjalan normal (Lagler et al., 1977).

Pengetahuan tentang Tingkat Kematangan Gonad (TKG) sangat penting dan menunjang keberhasilan dalam membenihkan ikan karena berkaitan erat dengan pemilihan calon – calon induk ikan yang akan dipijahkan. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu indeks yang dinamakan Indeks Kematangan Gonad (IKG) atau

Gonado Somatic Index (GSI). Nilai IKG akan mencapai batas kisaran maksimum pada saat akan terjadi pemijahan dan akan turun kembali setelah memijah (Effendie, 1992).

Menurut Yani (1994) selama proses perkembangan berlangsung akan terjadi perubahan gonad secara sitologi, histologi, dan morfologi. Perubahan tersebut juga akan menyebabkan terjadinya perubahan bobot dan volume gonad yang dapat dijadikan sebagai indikator dalam menentukan sejauh mana perkembangan yang telah dialami oleh gonad dalam proses oogenesis pada ikan betina dan spermatogenesis pada ikan jantan.

Nilai rata – rata IKG ikan betina selalu lebih besar daripada ikan jantan pada TKG yang sama. Hal ini terjadi karena pertambahan bobot ovarium selalu lebih besar daripada pertambahan bobot testis. Peningkatan bobot ovarium berhubungan dengan proses vitelogenesis dalam perkembangan gonad, sedangkan peningkatan bobot testis berhubungan dengan proses spermatogenesis dan peningkatan volume semen dalam tubuli semineferi. Proses vitelogenesis dan 5


(27)

spermatogenesis berjalan secara hormonal di dalam tubuh ikan (Maty, 1985

dalam Frandson, 1992 dalam Shelton, 1989 dalam Cerda et al., 1996)

TKG merupakan pengelompokkan kematangan gonad ikan berdasarkan perubahan – perubahan yang terjadi pada perkembangan gonad. Pengamatan perkembangan gonad dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengelompokkan berdasarkan morfologi dan histologi. Dari pengamatan secara histologi akan dapat diketahui lebih jelas dan mendetail, sedangkan pengamatan secara morfologi tidak akan sedetail dengan cara histologi. Akan tetapi, cara morfologi banyak dilakukan karena dapat dilakukan di lapangan (Yani, 1994).

2.3 Testis

Testis merupakan sepasang organ memanjang yang terletak pada dinding dorsal (Tang dan Affandi, 2002). Sebagai organ kelamin primer, testis mempunyai fungsi menghasilkan spermatozoa dan mensekresi hormon testosteron.

Pada masa lampau, testis ikan teleostei diklasifikasikan ke dalam jenis – jenis spermatogonia yang terbatas dan tidak terbatas (berdasarkan lokasi tempat dari spermatogonia; Grier, 1981 dalam Takashima dan Hibiya, 1995) atau jenis – jenis lobular (lobuli – lobuli) atau tubular (tabung) (berdasarkan ada atau tidaknya keberadaan lumen; Billard, 1986 dalam Takashima dan Hibiya (1995). Di dalam klasifikasi, secara berurutan, jenis – jenis spermatogonia yang terbatas dan tidak terbatas dapat disamakan dengan jenis – jenis lobular atau tubular.

Dengan menggunakan pendekatan filogenetik, Callard (1991) dalam

Takashima dan Hibiya (1995) mengelompokkan semua testis vertebrata ke dalam tubular (mamalia, burung, reptil) atau lobular (amfibi, ikan teleostei). Menurut Callard (1991) dalam Takashima dan Hibiya (1995) sebuah tubuli berbentuk seperti sebuah ruangan terpisah yang terbuka, sedangkan sebuah lobuli berbentuk seperti sebuah kantung yang tertutup. Dengan demikian, testis jenis lobular umumnya ditemukan pada ikan teleostei, meskipun terdapat perbedaan di dalam pola distribusi spermatogonia atau ada atau tidaknya keberadaan lumen di dalam lobular. Klasifikasi yang dibuat Callard (1991) dalam Takashima dan Hibiya (1995) disetujui oleh Grier (1993) dalam Takashima dan Hibiya (1995). Akan 6


(28)

tetapi, Grier (1993) dalam Takashima dan Hibiya (1995) membuat sebuah jenis baru dari testis tubular yang ditemukan pada ikan teleostei, yaitu “anastomosing tubular testis” (testes tubular anastomosing). Jenis testis tersebut secara filogenetik khususnya ditemukan di bawah ikan teleostei (contoh: Lepidosteus platyrhinchus, Ictalurus natalis, Ophisthonema oglinum, Dorosoma potense, Esox niger, dan lain – lain) dan dicirikan dengan sebuah jaringan yang bercabang dari tubular, seperti testis tubular pada mamalia, berputar - putar di batas luar gonad (Grier, 1993 dalam Takashima dan Hibiya, 1995).

Gambar 2. Ilustrasi berbagai jenis testis. A: testis tubular mamalia, B: testis tubular anastomosing, C: testis lobular, T: Tubuli, I: Lumen, RT: Rete Testis, AT: Anastomosing Tubular, MD: Main Longitudinal Testis Duct, dan L: Lobuli. (Grier, 1983 dalam Takashima dan Hibiya, 1995).

Lobuli – lobuli pada testis ikan teleostei dibatasi oleh sebuah ruangan membran dan sebuah lapisan pembatas sel (myoid). Pada lobuli terdapat tubuli seminiferi yang berbentuk seperti bola yang terdiri dari sel – sel germinal dan sel – sel Sertoli. Tubuli seminiferi juga dibatasi, sebagian atau menyeluruh tergantung kepada spesies, dengan sebuah ruangan membran. Sel – sel germinal di dalam 7


(29)

sebuah tubuli seminiferi dihubungkan secara sitoplasmik dengan jembatan – jembatan interselular, dan diferensiasi sel – sel tersebut hampir sinkroni.

Pada spesies dengan lobuli – lobuli berlekuk (hampir terdapat pada ikan teleostei), baik spermatogonia maupun tubuli seminiferi pada berbagai tahap berkembangan dapat dilihat diseluruh panjang dari lobuli dan spermatozoa yang matang dikeluarkan pada saat spermiasi ke dalam lumen lobular. Adapun testis dengan lobuli – lobuli yang padat, tubuli seminiferi disusun berdasarkan tahap – tahap perkembangan, bermula dari lobuli yang tertutup, yang mengandung spermatogonia, dan berakhir di saluran efferent, yang spermatozoa dikeluarkan dari tubuli seminiferi. Pada kebanyakan spesies, steroidogenic cell (sel interstisial atau sel Leydig) dapat diamati diantara celah – celah lobuli – lobuli (Billard, 1986

dalam Takashima dan Hibiya, 1995). Adapun pada spesies lainnya, lobuli – lobuli dan sel - sel Leydig ditemukan di daerah yang terpisah dari testis.

Gambar 3. Ilustrasi dua jenis testis lobular pada ikan teleostei. A: lobuli berlekuk dan B: lobuli padat (Nagahama, 1983 dalam Takashima dan Hibiya, 1995).


(30)

2.4 Spermatogenesis

Menurut Prasetyaningtyas (2006) spermatogenesis adalah proses perkembangan spermatogonia menjadi spermatozoa. Adapun Nobrega et al. (2008) menyatakan spermatogenesis adalah proses biologi yang kompleks dari transformasi selular yang menghasilkan sel germinal jantan yang haploid yang berasal dari sel stem spermatogonia yang diploid. Spermatogenesis terjadi di tubuli seminiferi dan baru dimulai setelah mencapai pubertas sampai mengalami kematian (Wikipedia, 2009). Produksi spermatozoa akan bertambah bersamaan dengan meningkatnya umur, akan tetapi produksi spermatozoa kemudian akan mengalami penurunan sesuai dengan meningkatnya umur.

Tiga fase spermatogenesis menurut Dellmann dan Brown (1992) adalah sebagai berikut :

1. Spermatositogenesis; terjadi pembelahan secara mitosis dan spermatogonia bertambah banyak menjadi spermatosit primer. Pada fase ini spermatogonia mempunyai kemampuan untuk memperbaharui diri sehingga menjadi dasar dalam spermatogonial stem cell (Ogawa et al., 1997).

2. Miogenesis; tahap perubahan dari spermatosit yang haploid menjadi spermatid yang diploid.

3. Spermiogenesis; proses transformasi spermatid yang bulat menjadi bentuk spermatozoa yang matang.

Gambar 4. Skema spermatogenesis.


(31)

2.5 Histologi Testis

Tubuli seminiferi adalah bagian yang dominan dalam testis yang berupa buluh bulat dan berliku – liku. Pada tubuli terdapat sel – sel spermatogenik dan sel Sertoli. Sel – sel spermatogenik terdiri dari spermatogonia, spermatosit, spermatid, dan spermatozoa. Berbagai sel spermatogenik menunjukkan perbedaan tahapan dalam perkembangan dan diferensiasi spermatozoa.

Sel – sel spermatogenik dibedakan menurut bentuk dan lokasinya di dalam tubuli seminiferi. Spermatogonia berbentuk bulat dan terlihat paling besar diantara sel spermatogenik lainnya dengan warna lebih gelap. Spermatosit letaknya lebih ke sentral dari spermatogonia dan bentuknya bulat. Spermatid letaknya lebih ke sentral dari spermatosit, bentuknya bulat kecil dengan inti bulat di tengah. Adapun spermatozoa letaknya di sentral tubuli, bentuknya jelas karena mempunyai kepala dan ekor.

Sel lain yang berada dalam tubuli seminiferi adalah sel Sertoli. Sel Sertoli berbentuk bulat atau segitiga dan letaknya di membran basal tubuli seminiferi diantara spermatogonia. Ciri dari sel Sertoli adalah mempunyai penjuluran ke arah lumen tubuli seminiferi. Jumlah sel Sertoli bervariasi antara 5 – 10 sel dalam setiap tubuli seminiferi. Fungsi sel ini adalah sebagai sel pendukung yang memberi nutrisi, proteksi, dan menunjang sel – sel spermatogenik. Dalam kerjanya sel ini dipengaruhi oleh Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang mempermudah proses spermatogenesis.

Sel Leydig terletak di daerah segitiga antara tubuli seminiferi dengan pembuluh darah. Sel Leydig mempunyai bentuk yang tidak beraturan, sel – selnya polihedral dengan inti bulat. Aktivitas sel Leydig dipengaruhi oleh hormon

Luteinizing Hormone (LH) dan FSH kemudian hormon tersebut berdifusi ke dalam tubuli seminiferi untuk mempermudah proses spermatogenesis dengan merangsang diferensiasi sel – sel pembentuk spermatozoa (Novelina, 1996).

Melalui pendekatan histologi, di dalam testis terdiri dari jaringan – jaringan berikut:

1. Tubuli Seminiferi.

Epitel tubuli seminiferi terdiri dari dua macam sel yang berbeda.


(32)

i.) Sel Germinatif; adalah sel yang akan mengalami perubahan selama proses spermatogenesis, sebelum siap untuk mengadakan fertilisasi. ii.) Sel Sertoli; adalah sel yang mempunyai bentuk panjang dan kadang –

kadang seperti piramid. Sel ini terletak dekat atau diantara sel germinatif dan berfungsi memberi makan spermatozoa yang masih muda dan memfagosit sel – sel spermatozoa yang telah mati atau mengalami degenerasi.

2. Sel Stroma atau tenunan pengikat di luar tubuli seminiferi. Pada jaringan ini terdapat pembuluh darah, limfe, sel saraf, dan sel makrofag.

3. Sel Interstitial dan Sel Leydig. Sel Leydig menghasilkan hormon testosteron, namun dihasilkan juga oleh spermatozoa dan kelenjar adrenal. Pada testis muda biasanya terlihat hanya ada sel spermatogonia dan sel sertoli pada tubulinya. Tubuli biasanya belum berlumen dan terdapat jaringan ikat yang tebal di sekitar tubuli. Adapun pada testis dewasa, terlihat tubuli yang belum berlumen dan terdapat aktivitas spermatogenesis, yaitu adanya sel spermatogenik. Sel spermatogenik yang terlihat adalah spermatogonia, spermatosit primer, spermatid, dan bahkan spermatozoa (Prasetyaningtyas, 2001).

Gambar 5. Gambaran histologis tetes ikan carp. 1: sel stem, 2: spermatogonia primer, 3: spermatogonia sekunder, 4: spermatosit primer, 5: spermatosit sekunder, 6: spermatid, dan 7: sel Sertoli (Takashima dan Hibiya, 1995).


(33)

Gambar 6. Gambaran histologis testis ikan white perch. : spermatogonia, a: spermatosit, b: spermatid, dan c: spermatozoa (Blazer, 2002).


(34)

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Desember 2008. Pembuatan preparat histologi dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB). Dokumentasi hasil histologi dilakukan di Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB. Disosiasi testis dan dokumentasinya dilaksanakan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi.

3.2Prosedur Kerja

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan preparat histologi yang bertujuan untuk mengetahui perkembangan morfologi sel testikular dan disosiasi gonad yang berfungsi untuk menghitung komposisi sel testikular ikan gurame.

3.2.1 Pengumpulan dan Penanganan Ikan Gurame

Ikan gurame uji untuk sementara waktu dipelihara di akuarium atau bak tandon. Kemudian sebanyak 18 ekor ikan gurame dikelompokkan berdasarkan tingkat perkembangan gonadnya, yaitu ikan yang belum berkembang gonadnya, ikan muda, ikan dewasa, dan ikan yang matang gonadnya. Jumlah ikan gurame yang belum berkembang gonadnya sebanyak lima ekor. Kemudian secara berturut-turut jumlah ikan muda, ikan dewasa, dan ikan yang matang gonadnya adalah 3, 3, dan 7 ekor. Berat tubuh ikan gurame yang digunakan berkisar antara 400 – 3200 g. Berat tubuh tersebut ditentukan dengan menggunakan timbangan manual dengan tingkat ketelitian 0,1 g. Ikan gurame diperoleh dari petani ikan di Petir dan Empang (Bogor), pasar swalayan di Bogor, dan BBPBAT Sukabumi.

3.2.2 Penentuan IKG

IKG (%) diketahui dengan cara membandingkan antara berat gonad ikan dengan berat tubuhnya. Setiap ikan gurame dibedah kemudian diambil gonadnya.


(35)

Berat gonad ikan uji ditentukan dengan menggunakan timbangan digital dengan tingkat ketelitian 0,0001 g.

3.2.3 Pembuatan Preparat Histologi Testis

Setelah testis diambil dan ditimbang beratnya, testis dipotong menjadi dua bagian. Satu bagian digunakan untuk pembuatan preparat histologi testis dan bagian lainnya untuk disosiasi testis. Sebelum diproses secara histologis, testis dibersihkan pada larutan Phosphate Buffer Saline(PBS).

Testis difiksasi ke dalam larutan Bouin selama 48 jam. Kemudian dilakukan dehidrasi dengan cara memasukkan testis ke dalam alkohol 70% selama 24 jam. Setelah itu, testis dipindahkan ke dalam alkohol 80%, 90%, dan 95% yang masing – masing dilakukan selama 24 jam, sedangkan pada alkohol 100% (absolut I, II, III), lama pemaparan masing – masing selama satu jam. Selanjutnya dilakukan penjernihan dengan cara memindahkan testis dari alkohol absolut III ke larutan penjernih (xylol). Pemaparan dilakukan dalam xylol I (30 menit), xylol II (30 menit), dan xylol III (1 jam). Tahap berikutnya yang dilakukan adalah infiltrasi dan embedding. Infiltrasi dilakukan dalam parafin cair yang ditempatkan dalam inkubator bersuhu 60 – 70oC dan dilakukan secara bertahap (tiga tahap), dengan lama pemaparan masing – masing selama satu jam. Embedding dilakukan dengan memasukkan potongan jaringan ke dalam cetakan embedding yang sebelumnya telah diisi parafin cair hingga cembung di atas plate panas pada

embedding tissue consule. Cetakan embedding selanjutnya dipindahkan ke plate

dingin dan setelah parafin setengah membeku, label jaringan ditempelkan dan diapungkan di atas air dingin. Setelah parafin beku sempurna, hasil embedding

dapat dilepas dari cetakannya dan diiris – iris berbentuk segi empat, lalu ditempelkan pada blok kayu. Hal selanjutnya yang dilakukan adalah pemotongan blok parafin, yaitu diawali dengan memasang blok jaringan pada mikrotom, selanjutnya dilakukan pemotongan dengan ukuran 4 µm. Proses pemotongan dilakukan berkali – kali hingga diperoleh potongan yang sempurna. Hasil potongan diambil dengan cara melekatkan pada kertas basah dan ditempatkan di atas permukaan air dingin selama beberapa saat, pindahkan ke atas permukaan air hangat dan selanjutnya ditempelkan pada gelas objek. Kemudian dilakukan 14


(36)

deparafinisasi dan rehidrasi. Sediaan dimasukkan dalam xylol sebanayak tiga kali untuk melarutkan parafin. Rehidrasi dilakukan bertahap dengan cara memasukkan sediaan ke dalam larutan alkohol bertingkat dari alkohol absolut tiga kali, 95%, 90%, 80%, dan 70% dengan lama waktu pada masing – masing tahap 2 – 5 menit. Tahap selanjutnya adalah pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE). Sediaan di rendam di dalam hematoksilin selama lima menit kemudian direndam dalam air mengalir selama 10 menit. Selanjutnya dilakukan pewarnaan eosin selama 5 menit. Kemudian dilakukan dehidrasi di mulai dengan alkohol 70%, 80%, 90%, 95% dan alkohol absolut I, II, dan III. Untuk penjernihan dilakukan dengan xylol I, II, dan III. Kemudian dilanjutkan dengan mounting. Mounting adalah proses penutupan sediaan dengan menggunakan cover glass dengan bantuan perekat. Proses mounting diawali dengan meneteskan (1 – 2 tetes entelan) perekat di sisi sediaan, selanjutnya cover glass diletakkan secara hati – hati agar perekat dapat menyebar secara merata dan dapat menutupi seluruh permukaan sediaan dan diupayakan agar tidak terbentuk gelembung udara. Tahap terakhir yang dilakukan adalah dokumentasi dengan menggunakan mikroskop cahaya yang dilengkapi kamera (Nikon E600, Japan) dengan lensa objektif 40x. Dokumen gambar diambil dari beberapa lapang pandang.

3.2.4 Disosiasi Testis

Sebelum dilakukan proses disosiasi, bagian permukaan luar testis dibersihkan menggunakan larutan PBS. Tahap pertama yang dilakukan adalah testis dipotong kecil – kecil sepanjang 0,5 cm di cawan petri. Kemudian potongan testis dicacah sampai sedemikian kecil selama 3 – 5 menit. Setelah itu, larutan tripsin 0,5% (tripsin dilarutkan di dalam PBS) dimasukkan ke dalam cawan petri yang berisi potongan testis sebanyak 2 ml. Tahap berikutnya adalah testis tersebut dicacah kembali dan dipipetteteskan dengan menggunakan mikropipet selama 3 – 5 menit sampai terlihat buih. Selanjutnya, diambil larutan hasil cacahan testis sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam mikrotube. Dari mikrotube diambil kembali larutan hasil cacahan testis sebanyak 2 µl dan diteteskan ke dalam gelas objek cekung. Hal selanjutnya adalah dilakukan pengamatan di bawah mikroskop Olympus SZX16 yang telah dilengkapi kamera dan langsung terhubung ke 15


(37)

komputer yang telah ter – install software DP20. Selang lima menit kemudian, diambil kembali hasil cacahan testis dari mikrotube sebanyak 2 µl dan kembali dilakukan pengamatan di bawah mikroskop. Sisa larutan cacahan testis yang terdapat di mikrotube disentrifus selama 10 menit dengan kecepatan 15.800 rpm. Kemudian supernatan hasil sentrifus dibuang dan diganti dengan PBS sebanyak 1 µl. Hal ini dilakukan agar sel – sel spermatogenik tidak rusak dan memutus kerja tripsin. Setelah itu, diambil kembali dengan menggunakan mikropipet sebanyak 1 µl dan diteteskan ke dalam gelas objek cekung dan dilakukan kembali pengamatan.

3.2.5 Pengamatan Hasil

3.2.5.1 Karakterisasi Morfologi Sel Testikular

Karakterisasi morfologi sel testikular ikan gurame dilakukan untuk mengetahui perbedaan tipe sel – sel spermatogenik pada ikan gurame, yaitu spermatogonia, spermatosit, spermatid, dan spermatozoa. Karakterisasi dilakukan dengan mengamati preparat histologi testis yang telah selesai dibuat di bawah mikroskop cahaya yang dilengkapi kamera (Nikon E600, Japan) dengan lensa objektif 40x dan kemudian dibandingkan dengan hasil histologi yang telah dilakukan berdasarkan kriteria Takashima dan Hibiya (1995) dan Blazer (2002). Preparat histologi testis yang diamati sebanyak enam buah, yang terdiri dari preparat histologi testis ikan gurame muda sebanyak satu buah, ikan gurame dewasa sebanyak dua buah, dan ikan gurame yang matang gonad sebanyak tiga buah.

3.2.5.2 Penghitungan Komposisi dan Pengukuran Diameter Sel Testikular Penghitungan komposisi sel testikular ikan gurame dilakukan untuk mengetahui jumlah sel – sel spermatogenik, yaitu spermatogonia, spermatosit, spermatid, dan spermatozoa. Akan tetapi, pada penelitian ini spermatozoa tidak dihitung. Sel testikular hasil disosiasi dihitung langsung di bawah mikroskop Olympus SZX16 yang telah dilengkapi kamera dan terhubung ke komputer yang memiliki software DP20 yang berguna dalam penghitungan sel.


(38)

Pengukuran diameter sel testikular bertujuan untuk mengetahui ukuran sel-sel spermatogenik. Pengukuran diameter sel-sel testikular dilakukan dengan cara membuat garis skala dan kemudian dibandingkan dengan diameter sel-sel spermatogenik. Selanjutnya hasil pengukuran dikelompokkan ke dalam beberapa kelas. Ukuran diameter sel – sel spermatogenik dari yang terkecil sampai yang terbesar adalah spermatozoa, spermatid, spermatosit, dan spermatogonia.

Untuk mengetahui perbedaan morfologi pada masing – masing sel spermatogenik hasil disosiasi testis dilakukan perbandingan dengan hasil histologi testis sebelumnya dan hasil disosiasi testis yang telah dilakukan berdasarkan kriteria Okutsu et al. (2005). Hasil disosiasi testis yang dihitung komposisi dan diukur sel testikular berasal dari empat ekor ikan gurame, yang terdiri dari disosiasi testis ikan gurame muda sebanyak satu ekor, ikan gurame dewasa sebanyak satu ekor, dan ikan gurame yang matang gonad sebanyak dua ekor.

3.2.5.3 Proporsi Spermatogonia

Proporsi spermatogonia diketahui dengan cara membandingkan antara jumlah sel spermatogonia dengan jumlah total sel testikular, dan hasilnya dalam bentuk persen (%).

3.3 Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan gambar serta dianalisis secara deskriptif untuk setiap penentuan IKG, perkembangan morfologi, dan proporsi komposisi sel testikular ikan gurame.


(39)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.1.1 IKG

Gambar 7. Grafik hubungan antara berat ikan dengan berat gonad.

Secara keseluruhan nilai rata – rata berat gonad ikan gurame berkisar antara 0,0755 – 0,2517 g (Gambar 7). Nilai rata – rata berat gonad tertinggi (0,2517 g) terdapat pada ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan yang matang gonad (2250 – 3200 g), sedangkan nilai rata – rata berat gonad terendah (0,0755 g) terdapat pada ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan muda (800 – 1000 g). Adapun ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan yang belum berkembang gonadnya (400 – 600 g), gonad relatif sulit untuk diidentifikasi atau ditemukan dari lima ekor ikan gurame yang telah diperiksa. Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa semakin besar berat ikan maka semakin meningkat pula berat gonad.

Nilai rata – rata IKG ikan gurame berkisar antara 8,7025 x 10-3– 9,5382 x 10-3% (Gambar 8). Nilai rata – rata IKG tertinggi (9,5382 x 10-3%) juga terdapat pada ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan yang matang gonad (2250 – 3200 g), sedangkan nilai rataan IKG terendah (8,7025 x 10-3) juga terdapat pada

0,0755 n = 3

0,1078 n = 3

0,2347 n = 7

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 Be rat G onad ( g)

Berat Ikan (g)

Ikan Muda Ikan Dewasa Ikan Matang Gonad 800 – 1000 1100 – 1300 2250 – 3200


(40)

ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan muda (800 – 1000 g). Ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan yang belum berkembang gonadnya (400 – 600 g), gonad relatif sulit untuk diidentifikasi atau ditemukan, sehingga nilai rata– rata IKG tidak dapat ditentukan. Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa semakin besar berat ikan maka semakin meningkat pula nila rata – rata IKG. Semakin besar berat ikan maka berat gonad juga akan semakin besar yang menyebabkan nilai IKG akan semakin besar pula.

Gambar 8. Grafik hubungan antara berat ikan dengan IKG.

4.1.2 Karakteristik Morfologi Sel Testikular

Dari hasil pengamatan preparat histologis testis ikan gurame menunjukkan bahwa terdapat perbedaan fase spermatogenesis dan tipe sel-sel spermatogenik yang terdapat pada setiap kelas ikan gurame uji. Pada ikan gurame kelas ikan muda (800 – 1000 g), tipe sel – sel spermatogenik yang ada di dalam testisnya berbeda dengan ikan gurame kelas ikan dewasa (1100 – 1300 g) dan ikan yang matang gonad (2250 – 3200 g). Dari 5 ekor ikan gurame dengan berat tubuh 400-600 g yang diamati, tidak berhasil ditemukan testis sehingga tidak dapat dibuat preparat histologinya. Dalam kelas yang sama juga terdapat perbedaan fase spermatogenesis dan tipe sel – sel spermatogenik dalam testis ikan gurame.

8,7025 n = 3

8,982 n = 3

9,5382 n = 7

8,2 8,4 8,6 8,8 9 9,2 9,4 9,6 9,8 IK G ( x 10 -3%)

Berat Ikan (g)

Ikan Muda Ikan Dewasa Ikan Matang Gonad 800 – 1000 1100 – 1300 2250 – 3200


(41)

Gambar 9. Gambaran histologis testis ikan gurame dari berbagai kelas. A: ikan muda, B: ikan dewasa, C: ikan matang gonad, a: spermatogonia, b: spermatosit, c: spermatid, dan d: spermatozoa.


(42)

Hasil pengamatan preparat histologi menunjukkan bahwa sel spermatogenik yang terdapat pada ikan gurame kelas ikan muda, yaitu spermatogonia. Semua tipe sel – sel spermatogenik, yaitu spermatogonia, spermatosit, spermatid, dan spermatozoa tampak terlihat mulai ada pada ikan gurame kelas ikan dewasa. Walaupun demikan jumlah spermatozoanya masih sedikit. Untuk ikan gurame yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan yang matang gonad tampak telihat dengan jelas semua tipe sel – sel spermatogenik, yang didominasi oleh spermatozoa. Banyaknya spermatozoa tersebut menandakan bahwa ikan gurame tersebut telah matang gonad dan siap memijah.

4.1.3 Komposisi dan Pengukuran Diameter Sel Testikular

Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah sel testikular per ekor ikan gurame dari berbagai kelas bervariasi. Jumlah spermatogonia terbanyak terdapat pada ikan muda (348.000 sel), yang kemudian jumlahnya semakin menurun baik pada ikan dewasa (192.000 sel) maupun ikan yang matang gonad (116.000 sel). Proporsi spermatogonia tertinggi terdapat pada ikan muda, yaitu sebesar 80,56% dan yang terendah terdapat pada ikan yang matang gonad, yaitu sebesar 6,30%. Adapun sel testikular yang mempunyai diameter terpanjang secara berturut – turut adalah spermatogonia, spermatosit, dan spermatid (Tabel 2).

Tabel 1. Jumlah sel testikular per ekor ikan gurame dari berbagai kelas.

Sel testikular Ikan

muda Ikan Dewasa Ikan matang gonad Spermatogonia Spermatosit Spermatid 348.000 84.000 - 192.000 352.000 436.000 116.000 582.000 1.134.000 ∑ Sel testikular 432.000 980.000 1.832.000 Proporsi spermatogonia 80,56% 19,60% 6,30%

Tabel 2. Sebaran diameter sel testikular ikan gurame.

Sel Tesitikular Diameter (µm)

Spermatogonia 5,0 – 15,0

Spermatosit 3,0 – 5,0 Spermatid 1,5 – 2,5


(43)

Gambar 10. Komposisi sel testikular ikan gurame dari berbagai kelas. A: ikan muda, B: ikan dewasa, C: ikan matang gonad, 1: spermatogonia, 2: spermatosit, dan 3: spermatid.


(44)

4.2 Pembahasan

Nilai rata – rata IKG ikan gurame dari masing – masing berat ikan memperlihatkan pola yang meningkat. Syandri (1996) melaporkan bahwa terjadinya peningkatan nilai IKG ikan jantan berhubungan dengan proses spermatogenesis dan peningkatan volume tubuli semineferi. Hal ini diperkuat dengan pendapat Ketchen (1972) dalam Siregar (1989) dalam Ernawati (1999) yang menyatakan bahwa semakin jauh tingkat perkembangan oogenesis atau spermatogenesis maka nisbah antara gonad dan berat ikan semakin besar. Selanjutnya menurut Syandri (1996) TKG juga berhubungan dengan IKG. Semakin matang gonad ikan dan dekat dengan waktu pemijahan maka nilai rata – rata IKG semakin tinggi. Faktor penyebabnya antara lain adalah ovari sudah diisi oleh oosit matang dan testis oleh spermatozoa. Adapun Sukendi (2001) menyatakan bahwa semakin tinggi TKG maka nilai rata – rata IKG akan semakin tinggi. Nilai IKG dipengaruhi oleh TKG. Hal ini disebabkan TKG yang meningkat akan diikuti naiknya berat gonad dan berpengaruh pada meningkatnya berat ikan. Kecuali pada TKG V terjadi penurunan nilai rata – rata IKG karena pada TKG V sebagian telur atau spermatozoa telah dikeluarkan pada saat pemijahan sehingga berat gonad akan turun kembali.

Effendie (1992) berpendapat bahwa IKG dapat digunakan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad secara kuantitatif. Nilai IKG selalu dalam bentuk nilai kisaran pada setiap TKG. Misalnya pada TKG III nilai IKG berkisar antara 6 – 8% dan pada TKG IV nilai IKG berkisar antara 13 – 20% (Sukendi, 2001).

Nilai rata – rata IKG ikan gurame jantan yang digunakan, yaitu berkisar antara 8,7025 x 10-3 – 9,5382 x 10-3% adalah sangat kecil jika dibandingkan dengan IKG ikan lainnya, yaitu IKG ikan baung (Mystus nemurus CV) jantan berkisar antara 0,02 – 8,27% (Sukendi, 2001) dan IKG ikan bilih (Mystacoleucus padangensis Bleeker) jantan berkisar antara 1,26 – 7,42% (Syandri, 1996). Perbedaan nilai IKG tersebut diduga merupakan karakter spesifik suatu spesies ikan. Royce (1984) dalam Syandri (1996) menyatakan bahwa ikan jantan dapat memijah jika nilai IKG berkisar antara 5 – 10%. Dari nilai rata – rata IKG ikan gurame jantan yang diperoleh dapat diketahui bahwa ikan gurame jantan tersebut 23


(45)

jauh dari periode pemijahan atau berada pada periode pasca-pemijahan. Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang berbeda dengan Royce (1984) dalam Syandri (1996). Pada kelas ikan gurame yang memiliki nilai rata – rata IKG 9,5382 x 10-3%, melalui pengamatan secara histologi dan disosiasi dapat diketahui bahwa banyak terdapat spermatozoa dalam testisnya. Banyaknya spermatozoa menunjukkan ikan tersebut matang gonad dan siap memijah.

Pada tingkat perkembangan testis ikan gurame kelas ikan muda (800 g – 1000 g), secara histologi terlihat jaringan ikat dan spermatogonia. Namun demikian, tipe-tipe spermatogonia; tipe A belum dan telah terdiferensiasi serta tipeB, tidak dapat diidentifikasi. Menurut Amstrong et al. (2002) dalam Syandri (1996) spermatogonia yang berada pada testis berasal dari sel bakal gonad yang mengalami proliferasi secara mitosis. Pada tingkat perkembangan ini belum terlihat tanda perkembangan tubuli. Menurut Murphy dan Taylor (1990) dalam

Sukendi (2001) tingkat ini dinamakan belum matang (immature).

Pada ikan gurame kelas ikan dewasa (1100 g – 1300 g), terbentuknya spermatosit berasal dari hasil perkembangan spermatogonia. Testis mulai berkembang ditandai dengan terlihatnya kantung – kantung tubuli semineferi yang berisi spermatosit. Pada tingkat perkembangan ini spermatosit berada agak jauh dari jaringan ikat. Pengamatan secara histologi menunjukkan bahwa pada ikan gurame kelas ikan dewasa, spermatosit mulai berkembang menjadi spermatid. Sebagian spermatid mulai menyebar dan sebagian lagi masih terlindungi oleh selaput yang berbentuk kantung. Jaringan ikat testis terlihat lebih sedikit dibandingkan dengan kelas ikan gurame sebelumnya. Selain itu, pada tingkat perkembangan ini proses pembentukan spermatozoa mulai berjalan. Menurut Murphy dan Taylor (1990) dalam Sukendi (2001) tingkat ini dinamakan pematangan (maturing).

Pada ikan gurame yang dikelompokkan ke dalam kelas ikan yang matang gonad (2250 – 3200 g) spermatid dan spermatozoa terlihat lebih jelas. Spermatid mulai berkembang menjadi spermatozoa. Kantung tubuli semineferi sudah diisi oleh spermatozoa matang dalam bentuk massa yang padat. Menurut Vile et al. (1973) dalam Azhar (1992) dalam Syandri (1996) spermatid yang berada di dalam tubuli semineferi akan mengalami metamorfosis (tanpa mengalami 24


(46)

pembelahan sel) berkembang menjadi spermatozoa yang fungsional. Pada saat perubahaan spermatid menjadi spermatozoa maka sel Sertoli, sel interstial, dan sel Leydig mulia berfungsi. Sel Sertoli mulai berfungsi untuk mensuplai nutrien bagi spermatozoa, sedangkan sel Leydig mensekresikan hormon steroid. Amstrong et al. (1992) dalam Syandri (1996) melaporkan bahwa perkembangan testis seperti ini ditandai dengan sedikitnya jumlah spermatogonia primer dan sekunder atau tidak ada sama sekali, spermatid jelas terlihat dan lumen berisi spermatozoa. Menurut Murphy dan Taylor (1990) dalam Sukendi (2001) tingkat ini perkembangan ini dinamakan tingkat matang (mature). Pada perkembangan testis selanjutnya, pembentukan spermatozoa telah berakhir dan ikan siap untuk melakukan spermiasi.

Dari hasil pengamatan perkembangan testis secara histologi dapat menunjukkan TKG yang dialami ikan gurame tersebut. Pada ikan gurame kelas ikan muda, perkembangan TKG ikan gurame tersebut diduga adalah TKG I. Selanjutnya, pada TKG III sesuai dengan yang dialami perkembangan testis ikan gurame kelas ikan dewasa. Adapun pada ikan gurame kelas ikan yang matang gonad, perkembangan kematangan gonadnya diduga tergolong TKG IV.

Berdasarkan hasil pengamatan histologi dan disosiasi, ikan gurame uji mengalami fase spermatogenesis yang berbeda – beda dari masing – masing kelas, yaitu pada ikan muda fase spermatogenesis yang dialaminya adalah spermatositogenesis, ikan dewasa mengalami miogenesis, dan ikan yang matang mengalami spermiogenesis. Hal ini berdasarkan ada atau tidaknya tipe – tipe sel testikular yang terdapat pada masing – masing kelas ikan gurame.

Jumlah spermatogonia ikan gurame (sekitar 120.000 – 350.000 sel) yang didapat cukup berbeda jauh dengan jumlah spermatogonia hewan lainnya. Pada tikus dewasa jumlah spermatogonianya lebih sedikit, yaitu 2 – 3 x 104 sel (Olive dan Cuzin, 2004). Jumlah spermatogonia pada ikan nila yaitu 5 x 106 sel per ml (Lacerda et al., 2008).

Dalam penelitian ini cara penghitungan jumlah spermatogonia ikan gurame dilakukan secara kasar. Hal ini menyebabkan jumlah spermatogonia yang diperoleh mungkin tidak menggambarkan jumlah spermatogonia yang sesungguhnya. Dalam proses penghitungan, sel Sertoli, sel Stroma, maupun sel 25


(47)

Leydig ikut tercampur dengan sel testikular lainnya. Selain itu, dalam proses disosiasi terdapat sel yang belum terdisosiasi secara sempurna sehingga sel tersebut tidak ikut dihitung. Lamanya waktu disosiasi yang tepat dan banyaknya tripsin juga mempengaruhi sel testikular yang dapat dihitung. Waktu disosiasi dalam penelitian ini adalah 10 menit. Kurang dari 10 menit, sel testikular sulit untuk dihitung karena sel testikular masih banyak yang belum lepas satu sama lain (berkoloni) dan bertumpuk – tumpuk. Adapun pada waktu lebih dari 10 menit, mulai terlihat sel testikular yang rusak. Banyaknya tripsin yang digunakan akan mempengaruhi aktifnya sel testikular. Semakin banyak tripsin yang digunakan maka sel testikular akan semakin cepat rusak. Untuk membedakan tipe sel testikular dengan tipe sel testikular lainnya dilakukan berdasarkan ukuran diameter sel testikular tersebut. Pedoman ukuran diameter sel testikular mengikuti Quintana et al. (2004).

Dari jumlah spermatogonia ikan gurame yang diketahui maka ikan gurame kelas ikan muda sebaiknya dijadikan sebagai donor untuk transplantasi. Dengan proporsi spermatogonia yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas ikan gurame lainnya maka peluang keberhasilan transplantasi diduga lebih besar. Okutsu et al. (2006) menyatakan bahwa usia ikan donor yang efisien untuk aplikasi transplantasi bisa saja bervariasi. Hal ini disebabkan proses kolonisasi, diferensiasi, dan perkembangan sel germinal pada penelitian – penelitian sebelumnya diketahui bervariasi pada beberapa jenis ikan.

Metode disosiasi yang dilakukan dalam penelitian ini perlu dioptimalkan. Hal ini betujuan agar jumlah sel yang diperoleh dan yang hidup banyak. Pada metode disosiasi ini, jumlah sel testikular yang masih hidup atau telah mati tidak dapat diketahui. Verifikasi sel hidup dan yang mati dapat dilakukan menggunakan pewarna Trypan Blue (TB). Dengan menggunakan pewarnaan TB maka sel testikular yang masih hidup akan transparan, sementara yang mati akan berwarna biru.


(48)

V. KESIMPULAN 5.1Kesimpulan

Proporsi sel spermatogonia yang paling besar terdapat pada ikan gurame dengan nilai rata – rata IKG paling kecil, yaitu 8,7025 x 10-3, yang terdapat pada kelas ikan muda (800 – 1000 g).

5.2Saran

Jika dilakukan transplantasi maka ikan gurame yang digunakan sebagai ikan donor sebaiknya adalah ikan gurame kelas ikan muda, yaitu sekitar 800 – 1000 g. Metode disosiasi yang dilakukan perlu dioptimalkan, seperti lamanya waktu disosiasi dan banyaknya tripsin yang digunakan.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. Spermatogenesis. http://www.wikipedia.com [4 Januari 2009]. Blazer, V.S. 2002. Histopathological assessment of gonadal tissue in wild fishes.

Fish Physiology and Biochemistry, 26: 85 – 101.

Brinster, R.L. and Zimmerman, J.W. 1994. Spermatogenesis following male germ cell transplantation. Proc. Nat. Acad. Sci. USA 91:11298-11302.

Cerda, J., Calman, B.G, Lafleur Jr., G.J., and Limesan, S. 1996. Pattern of vitellogenesis and follicle maturation competence during the ovarian folicular cycle of Fundulus heteroclitus. General and Comparative Endocrinology, 103: 24 – 45.

Dellmann, H.D. dan Brown, E.M. 1992. Histologi veteriner. Edisi ke–3. Hartono, R. Penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Text book of veterinery histology.

Effendie, M.I. 1992. Metoda biologi perikanan. Yayasan Agromedia. Bogor. Ernawati, Y. 1999. Efisiensi implantasi analog LH–RH dan 17α– metiltestosteron

serta pembekuan semen dalam upaya peningkatan produksi benih ikan jambal siam (Pangasius hypophthalmus). Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Jangkaru, Z. 2003. Memacu pertumbuhan gurami. Penebar Swadaya. Jakarta. Johnston, D.S., Russel, L.D., and Griswold, M.D. 2000. Advances in

spermatogonial stem cell transplantation. Review of Reproduction 5 : 183-188.

Lagler, K.F., Bardach, J.E., Miller, R.H., and Passino, D.R.M. 1977. Ichthyology. John Willey and Son, Inc. Toronto. Canada.

Lacerda, S.M.S.N., Batlouni, S.R., Assis, L.H., Resende, F.M., Campos – Silva, S.M., Campos – Silva, R., Segatelli, T.M., and Franca, L.R. 2008. Germ cell transplantation in tilapia (Oreochromis niloticus). Cybium, 32 suppl.: 115 – 118.

Nobrega, R.H., Batlouni, S.R., and Franca, L.R. 2009. An overview of functional and stereological evaluation of spermatogenesis and germ cell transplantation in fish. Fish Physiol. Biochem., 35:197–206.

Novelina, S. 1996. Gambaran histologi testis kucing lokal. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.


(50)

Okutsu, T., Suzuki, K., Takeuchi, Y., Takeuchi, T., and Yoshizaki, G. 2005. Testicular germ cells can colonize sexually undifferentiated embryonic gonad and produce functional eggs in fish. Proc. Nat. Acad. Sci., 103: 2725 – 2729.

Okutsu, T., Takeuchi, Y., and Yoshizaki, G. 2006. Manipulation of fish germ cell: visualization, cryopreservation and transplantation. Journal of Reproduction and Development, 52: 685 – 693.

Okutsu, T., Takeuchi, Y., and Yoshizaki, G. 2008. Spermatogonial transplantation in fish: production of trout offspring from salmon parents. Fisheries for Global Welfare and Environment, 5th World Fisheries Congress 2008, pp. 209 – 219.

Olive, V. and Cuzin, F. 2005. The spermatogonial stem cell: from basic knowledge to transgenic technology. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology, 37: 246 – 250.

Ogawa, T., Arechaga, J.M., Avarbock, M.R., and Brinster, R.L. 1997. Transplantation of testis germinal cells into mouse seminiferous tubules. International Journal Development Biology, 41:111 – 122.

Prasetyaningtias, W.E. 2001. Studi histokimia lektin pada distribusi glikokonjugat di epitel tubuli seminiferi testis babi rusa Babyrousa babyrussa. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Prasetyaningtias, W.E. 2006. Transplantasi testis muda sebagai upaya preservasi gonad in vivo. Laporan penelitian dosen muda. Institut Pertanian Bogor. Quintana, L., Silva, A., Berois, N., and Macadar, O. 2004. Temperature induces

gonadal maturation and affects electrophysiological sexual maturity indicators in Brachyhypopomus pinnicaudatus from a temperate climate. The Journal of Experimental Biology 207, 1843 – 1853.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Jilid I dan Jilid II. Binacipta. Bandung.

Sendjaja, J.T. dan Riski, M.H. 2002. Usaha pembenihan gurami. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sukendi. 2001. Biologi reproduksi dan pengendaliannya dalam upaya pembenihan ikan baung (Mystus nemurus CV) dari perairan sungai Kampar, Riau. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Syandri, H. 1996. Aspek reproduksi ikan bilih, Mystacoleucus padangensis

Bleeker dan kemungkinan pembenihannya di Danau Singkarak. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.


(51)

Takashima, F. and Hibiya, T. 1995. An atlas of fish histology : normal and pathological features. Second Edition. Tokyo. Kondasha Ltd.

Tang, M.U. dan Affandi, R. 2002. Biologi reproduksi ikan.

Tim Agromedia Pustaka. 2007. Panduan lengkap budidaya gurami. Jakarta: Agromedia

Yani, A. 1994. Pola reproduksi ikan bentulu (Barbichtys laevis CV, Cyprinidae, Ostariophysi) di Sungai Indragiri, Riau. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.


(52)

i


(53)

Lampiran 1. Data ikan gurame uji. No. Bobot Ikan

(g)

Panjang Total (cm)

Panjang Baku (cm)

Berat Gonad

(g) IKG

1. 400 33 22 - -

2. 500 33 27 - -

3. 600 35 28 - -

4. 600 35 28 - -

5. 600 37 28 - -

6. 800 34 27 0,0675 8,4375 x 10-3%

7. 800 37 28 0,0704 8,8000 x 10-3%

8. 1000 35 28 0,0887 8,8700 x 10-3%

9. 1100 38 31 0,0978 8,8909 x 10-3%

10. 1200 39 31 0,1082 9,0167 x 10-3%

11. 1300 37 30 0,1175 9,0385 x 10-3%

12. 2250 46 38 0,2115 9,4000 x 10-3%

13. 2250 47 39 0,2122 9,4311 x 10-3%

14. 2250 47 39 0,2122 9,4311 x 10-3%

15. 2250 49 39 0,2140 9,5111 x 10-3%

16. 2500 47 38 0,2395 9,5800 x 10-3%

17. 2500 49 39 0,2420 9,6800 x 10-3%

18. 3200 53 41 0,3115 9,7344 x 10-3%


(54)

Lampiran 2. Klasifikasi sel testikular berdasarkan ukuran dan karakteristik utamanya (Quintana et al., 2008).

Sel Testikular Diameter

(µm) Nukleus Sitoplasma Lokasi

Spermatogonia 5,0 – 10,0 Berbentuk bola, sekelilingnya dipadati kromatin

Basofil Terpisah atau dalam kelompok kecil

Spermatosit 3,0 – 5,0 Berbentuk bola, butiran - butiran kromatin

Tipis Berkelompok di

kista Spermatid 1,5 – 2,5 Berbentuk bola,

utamanya berbentuk basofil

Jarang Berkelompok di kista

Spermatozoa 0,5 – 2,0 Berbentuk bola, utamanya berbentuk basofil

Hampir tidak terlihat

Sebagian besar di lumen


(55)

Lampiran 3. Ilustrasi testis ikan zebra (Danio rerio) menunjukkan tiga fase berbeda dari spermatogenesis pada ikan (Nobrega et al., 2009).

Keterangan:

A und : spermatogonia A yang tidak berdiferensiasi

A : spermatogonia A

B : spermatogonia B

L/Z : spermatosit primer pada fase leptoten/zygoten P : spermatosit primer pada fase pakiten

D : spermatosit primer pada fase diploten MI : spermatosit primer pada fase metafase I S : spermatosit sekunder

MII/E1: metafase II/ spermatid awal E1 : spermatid awal

E2 : spermatid pertengahan E2 : spermatid akhir

Z : spermatozoa


(1)

Okutsu, T., Suzuki, K., Takeuchi, Y., Takeuchi, T., and Yoshizaki, G. 2005. Testicular germ cells can colonize sexually undifferentiated embryonic gonad and produce functional eggs in fish. Proc. Nat. Acad. Sci., 103: 2725 – 2729.

Okutsu, T., Takeuchi, Y., and Yoshizaki, G. 2006. Manipulation of fish germ cell: visualization, cryopreservation and transplantation. Journal of Reproduction and Development, 52: 685 – 693.

Okutsu, T., Takeuchi, Y., and Yoshizaki, G. 2008. Spermatogonial transplantation in fish: production of trout offspring from salmon parents. Fisheries for Global Welfare and Environment, 5th World Fisheries Congress 2008, pp. 209 – 219.

Olive, V. and Cuzin, F. 2005. The spermatogonial stem cell: from basic knowledge to transgenic technology. The International Journal of Biochemistry & Cell Biology, 37: 246 – 250.

Ogawa, T., Arechaga, J.M., Avarbock, M.R., and Brinster, R.L. 1997. Transplantation of testis germinal cells into mouse seminiferous tubules. International Journal Development Biology, 41:111 – 122.

Prasetyaningtias, W.E. 2001. Studi histokimia lektin pada distribusi glikokonjugat di epitel tubuli seminiferi testis babi rusa Babyrousa babyrussa. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Prasetyaningtias, W.E. 2006. Transplantasi testis muda sebagai upaya preservasi gonad in vivo. Laporan penelitian dosen muda. Institut Pertanian Bogor. Quintana, L., Silva, A., Berois, N., and Macadar, O. 2004. Temperature induces

gonadal maturation and affects electrophysiological sexual maturity indicators in Brachyhypopomus pinnicaudatus from a temperate climate. The Journal of Experimental Biology 207, 1843 – 1853.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Jilid I dan Jilid II. Binacipta. Bandung.

Sendjaja, J.T. dan Riski, M.H. 2002. Usaha pembenihan gurami. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sukendi. 2001. Biologi reproduksi dan pengendaliannya dalam upaya pembenihan ikan baung (Mystus nemurus CV) dari perairan sungai Kampar, Riau. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Syandri, H. 1996. Aspek reproduksi ikan bilih, Mystacoleucus padangensis Bleeker dan kemungkinan pembenihannya di Danau Singkarak. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.


(2)

Takashima, F. and Hibiya, T. 1995. An atlas of fish histology : normal and pathological features. Second Edition. Tokyo. Kondasha Ltd.

Tang, M.U. dan Affandi, R. 2002. Biologi reproduksi ikan.

Tim Agromedia Pustaka. 2007. Panduan lengkap budidaya gurami. Jakarta: Agromedia

Yani, A. 1994. Pola reproduksi ikan bentulu (Barbichtys laevis CV, Cyprinidae, Ostariophysi) di Sungai Indragiri, Riau. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.


(3)

(4)

Lampiran 1. Data ikan gurame uji.

No. Bobot Ikan (g)

Panjang Total (cm)

Panjang Baku (cm)

Berat Gonad

(g) IKG

1. 400 33 22 - -

2. 500 33 27 - -

3. 600 35 28 - -

4. 600 35 28 - -

5. 600 37 28 - -

6. 800 34 27 0,0675 8,4375 x 10-3%

7. 800 37 28 0,0704 8,8000 x 10-3%

8. 1000 35 28 0,0887 8,8700 x 10-3%

9. 1100 38 31 0,0978 8,8909 x 10-3%

10. 1200 39 31 0,1082 9,0167 x 10-3%

11. 1300 37 30 0,1175 9,0385 x 10-3%

12. 2250 46 38 0,2115 9,4000 x 10-3%

13. 2250 47 39 0,2122 9,4311 x 10-3%

14. 2250 47 39 0,2122 9,4311 x 10-3%

15. 2250 49 39 0,2140 9,5111 x 10-3%

16. 2500 47 38 0,2395 9,5800 x 10-3%

17. 2500 49 39 0,2420 9,6800 x 10-3%


(5)

Lampiran 2. Klasifikasi sel testikular berdasarkan ukuran dan karakteristik utamanya (Quintana et al., 2008).

Sel Testikular Diameter

(µm) Nukleus Sitoplasma Lokasi

Spermatogonia 5,0 – 10,0 Berbentuk bola, sekelilingnya dipadati kromatin

Basofil Terpisah atau dalam kelompok kecil

Spermatosit 3,0 – 5,0 Berbentuk bola, butiran - butiran kromatin

Tipis Berkelompok di kista

Spermatid 1,5 – 2,5 Berbentuk bola, utamanya berbentuk basofil

Jarang Berkelompok di kista

Spermatozoa 0,5 – 2,0 Berbentuk bola, utamanya berbentuk basofil

Hampir tidak terlihat

Sebagian besar di lumen


(6)

Lampiran 3. Ilustrasi testis ikan zebra (Danio rerio) menunjukkan tiga fase berbeda dari spermatogenesis pada ikan (Nobrega et al., 2009).

Keterangan:

A und : spermatogonia A yang tidak berdiferensiasi A : spermatogonia A

B : spermatogonia B

L/Z : spermatosit primer pada fase leptoten/zygoten P : spermatosit primer pada fase pakiten

D : spermatosit primer pada fase diploten MI : spermatosit primer pada fase metafase I S : spermatosit sekunder

MII/E1: metafase II/ spermatid awal E1 : spermatid awal

E2 : spermatid pertengahan E2 : spermatid akhir