Perbandingan Profil Kelahiran Antara Panthera tigris sumatrae (Pocock 1929) Dengan Panthera tigris altaica (Temminck 1848) Di Habitat Ex-Situ
!
"
!
!
"
#
"
!
"
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
"
!
!
"
#
$
!
!
!"
!
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Perbandingan Profil Kelahiran
antara
(Temminck 1848) di Habitat
(Pocock 1929) dengan
adalah karya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
NIM B04060838
!
!
"
% Perbandingan Profil Kelahiran antara
(Pocock 1929) dengan
Habitat
Dibimbing oleh &% '&(%
(Temminck 1848) di
)*+*
, - .* */ !0
/
!
Harimau Sumatera merupakan satu0satunya subspesies dari
yang masih ada di Indonesia. Harimau Sumatera diklasifikasikan oleh
CITES ke dalam
Subspesies lain dari
yaitu
atau dikenal juga sebagai harimau Siberia. Kedua subspesies
harimau di atas berasal dari
yang mengalami divergensi sehingga
terbentuk menjadi beberapa subspesies. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
perbandingan profil kelahiran antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia
yang berada di habitat
masing0masing. Penelitian ini menggunakan data
sekunder yang didapat dari
dari tahun 1984 hingga
2003. Dari hasil penghitungan, diperoleh rata0rata
Sumatera dengan harimau Siberia berbeda nyata (nharimau
rata=2,21; nharimau
Siberia=220,
antara harimau
Sumatera=180,
rata0
rata0rata=2,36). Hal ini mengindikasikan bahwa di
antara kedua subspesies tersebut terdapat perbedaan dalam kemampuan
reproduksinya. Kemungkinan perbedaan ini dipengaruhi oleh iklim dan pakan.
Dari data kelahiran juga didapat bahwa harimau Sumatera tidak menunjukkan
pola reproduksi musiman, sedangkan pada harimau Siberia terlihat adanya pola
musiman. Kedua subspesies memiliki kemampuan yang sama untuk melahirkan,
dengan maksimal 12 kali melahirkan.
Kata kunci: harimau sumatera, harimau siberia, profil kelahiran,
!
!
"
1
% Comparison of Birth Profile of
(Pocock 1929) with
(Temminck 1848) at
Habitat Under the advisory of &% '&(%
)*+*
, - .* */ !0
/
!
Sumatran tiger is the remaining subspecies of tiger in Indonesia and
classified in Appendix I at CITES. Another subspecies of the tiger is
, known as Siberian tiger. Those 2 subspecies were origin from
which has divergenced and separated into several subspecies. The
research aims to compare the birth profile between Sumatran tiger and Siberian
tiger in ex0situ habitat. This research used secondary data compiled from
in the period of 1984 to 2003. The results show that
the litter size of Sumatran tiger significantly different from Siberian tiger
(nSumateran
tiger=180,
average=2,21; nSiberia
tiger=220,
average=2,36). This indicates
some difference in reproductive capability between those tigers which may be
affected by climate and food composition and availability. Data on natality does
not show existing seasonal reproduction pattern in Sumatran tiger as those in
Siberian tiger. Both Sumatran tiger and Siberian tiger have same potential of
reproduction, i.e. maximum of 12 birth through the entire dam’s life.
Keyword: sumatran tiger, siberian tiger, birth profile,
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang0Undang
!
!
!
"
!
!
#
"
$
%
$
!
Judul
: Perbandingan Profil Kelahiran antara
(Pocock 1929) dengan
(Temminck 1848)
di Habitat
Nama
: Dermawan Saputra
NRP
: B04060838
2 3,4, 5
&% '&(%
)*+*
, - .* */ !0
-
- )
3*(, /
Wakil Dekan FKH0IPB
&% *23 3
* .
Tanggal Lulus:
,2,
*
&
/
!
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah,
rahmat dan hidayah0Nya yang diberikan, skripsi dengan judul
& 6.
.*( &*
&-* ' )*
* 3*&*
' )*
'
*- 3*3
dapat diselesaikan.
Penelitian ini diselenggarakan atas inisiatif dan kecintaaan penulis
terhadap keberadaan satwa liar. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi berharga mengenai kemampuan reproduksi harimau
Sumatera dan harimau Siberia, serta usaha0usaha yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan reproduksinya.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis tidak lepas dari
bantuan seluruh pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
1
Allah SWT
2
Ibunda Farida dan ayahanda Syaiful Ajasmi atas segala yang telah
diberikan sampai saat ini.
3
Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc selaku pembimbing dalam
penelitian ini.
4
Drh. Hj. Tutik Wresdiyati, Ph.D selaku pembimbing akademik.
5
Teman0teman tim penelitian bimbingan drh. Ligaya (D’phita, Rista, Unita,
Shipho).
6
Rekan0rekan Himpunan Minat Profesi Satwa Liar atas pengalaman dan
pelajaran yang diberikan hingga saat ini.
7
drh. Winda Rahayu Andini atas dukungan dan masukan terhadap skripsi
ini.
8
Seluruh pihak yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi civitas akademika maupun seluruh pembaca lainnya.
Bogor, Januari 2011
Dermawan Saputra
$
"
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret 1989 dari ayah Syaiful
Ajasmi dan ibunda Farida. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan mulai dari SDN Gandaria Utara
07 Pagi pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 19 Jakarta
dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan
pada SMU Negeri 46 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima sebagai
mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah
selama satu tahun mengikuti Tingkat Persiapan Bersama, penulis resmi terdaftar
sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada berbagai kepanitiaan dan
organisasi di dalam kampus. Organisasi dalam kampus yang diikuti oleh penulis
yaitu Himpunan Minat Profesi Satwa Liar mulai dari tahun 2007 hingga saat ini,
Komunitas Seni Steril, Veterinary English Club, Veterinary Japanese Club, Badan
Eksekutif Mahasiswa FKH IPB. Di luar kampus, penulis aktif dalam Ikatan
Alumni Rohani Islam SMU Negeri 46 Jakarta.
!
DAFTAR ISI ........................................................................................
DAFTAR TABEL ................................................................................
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
PENDAHULUAN ................................................................................
Latar Belakang ................................................................................
Tujuan Penelitian ............................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
Klasifikasi Harimau ........................................................................
Biologi Harimau .............................................................................
Harimau Sumatera (
) ........................
Harimau Siberia (
) ................................
Habitat Harimau .............................................................................
Konservasi
.........................................................................
&
........................................................................................
BAHAN DAN METODE .....................................................................
Hewan yang Diteliti ........................................................................
Metodologi .....................................................................................
Pengamatan &
.............................................................
Jumlah Kelahiran ......................................................................
Kemampuan Melahirkan ..........................................................
Analisis Data ..................................................................................
Jadwal Pelaksanaan Penelitian .......................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
Hasil ................................................................................................
Pembahasan ....................................................................................
&
..................................................................................
Jumlah Kelahiran ......................................................................
Kemampuan Reproduksi Induk ................................................
'
'
..............................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
LAMPIRAN .........................................................................................
*.* *
ix
x
xi
xii
1
1
2
3
3
4
4
4
6
7
8
10
10
10
10
10
10
10
10
11
11
17
17
20
23
23
24
25
29
No
Teks
Halaman
1 Rata0rata
antara
dengan
...........
11
2 Potensi kelahiran harimau Sumatera ..............................................
16
3 Potensi kelahiran harimau Siberia .................................................
16
No
1
2
3
4
5
6
7
Teks
Halaman
Harimau Sumatera ..........................................................................
4
5
Harimau Siberia ..............................................................................
Distribusi Harimau di Habitat
............................................
7
Berbagai Macam Tipe Uterus .........................................................
8
Kumpulan grafik rata0rata
per bulan ..............................
12013
Kumpulan grafik jumlah kelahiran per bulan .................................
14015
Proses Biosintesis Melatonin .........................................................
21
No
Teks
Halaman
1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian .......................................................
29
" "
*3*& - .* * )
Harimau Sumatera merupakan hewan karnivora yang memiliki habitat di
pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan satu0satunya subspesies dari
yang masih ada di Indonesia. Harimau Sumatera (
) hanya tinggal di kepulauan Sumatera (Wikipedia, 2010a). Harimau
Sumatera diklasifikasikan oleh CITES (2010) ke dalam
, yakni
termasuk spesies yang terancam kepunahan dan atau mungkin terpengaruh oleh
perdagangan. Harimau Sumatera (
merupakan salah satu subspesies
, Pocock 1929)
(Linnaeus 1758) yang ditemukan
di pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan subspesies
terkecil yang masih bertahan hingga saat ini seperti yang disebutkan dalam
Wikipedia (2010b). Harimau Sumatera hidup di daerah dataran rendah dan hutan
pegunungan, seperti disebutkan dalam Krech, McNeill, dan Merchant (2004).
Berkurangnya populasi harimau Sumatera disebabkan oleh perbuatan tangan
manusia dan bencana alam yang terjadi di bumi, akan tetapi sebagian besar
berkurangnya populasi harimau Sumatera akibat dari perbuatan manusia, seperti
penebangan hutan besar0besaran atau
, perburuan liar pada harimau
Sumatera dan eksploitasi besar0besaran, sisanya akibat bencana alam yang terjadi
seperti kebakaran hutan. Akibat kehilangan habitat alaminya, hewan ini semakin
sering berkonflik dengan manusia. Di dalam bukunya, MacKinnon (1992)
menyebutkan bahwa tuduhan yang sering terlontar oleh media massa yaitu
harimau Sumatera yang memangsa ternak, bahkan memangsa penduduk.
Subspesies lain dari
yaitu
atau
dikenal juga sebagai harimau Siberia. Harimau Siberia adalah subspesies harimau
terbesar di bumi. Menurut Wikipedia (2010b), Harimau ini juga merupakan
subspesies terbesar dari famili Felidae. Nama Siberia sebenarnya kurang cocok,
karena wilayah jelajah harimau ini ada di Timur Jauh Rusia di daerah Amur0
Ussuri, dan sangat sedikit yang ditemukan di perbatasan Cina dan Korea, seperti
2
yang disebutkan di dalam AMUR (2010). Karena itu harimau ini disebut juga
dengan
.
Kedua subspesies harimau di atas berasal dari
yang
mengalami divergensi sehingga terbentuk menjadi beberapa subspesies. Di dalam
Waddington (1939), Faktor0faktor isolasi geografis merupakan hal terpenting
dalam terjadinya divergensi. Isolasi geografis menyebabkan terjadinya perbedaan
pada habitat suatu spesies. Jika spesies yang sama berada di tempat yang berbeda,
maka masing0masing spesies akan menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.
Jika hal ini berlangsung lama, dapat terjadi divergensi spesies menjadi subspesies,
atau –jika isolasi berlangsung sangat lama– menjadi spesies yang berbeda.
Divergensi ini akan menyebabkan perbedaan pada fisiologis hewan, termasuk
reproduksi. Harimau Sumatera hidup di daerah tropis dengan sinar matahari
sepanjang tahun, sedangkan harimau Siberia hidup di wilayah subtropis yang
hanya disinari matahari pada bulan0bulan tertentu. Perbedaan paparan sinar
matahari ini menyebabkan terjadinya perbedaan musim. Pada daerah beriklim
subtropis, terdapat empat musim, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur,
dan musim dingin. Perbedaan iklim ini kemungkinan akan berpengaruh terhadap
profil reproduksi dari kedua subspesies harimau tersebut.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempertahankan populasi kedua
jenis harimau tersebut, di antaranya adalah dengan mendirikan habitat
. Upaya membangun habitat
suaka margasatwa, sedangkan habitat
dan
, yaitu dengan membuat cagar alam dan
diantaranya adalah dengan cara
membangun pusat penyelamatan satwa, kebun binatang, balai karantina dan pusat
penangkaran.
,4,* 0
.3*
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan profil kelahiran antara
harimau Sumatera dengan harimau Siberia yang berada di habitat
masing. Data
masing0
akan dianalisa secara statistik. Hipotesa yang diajukan
yaitu hipotesa (H0) tidak terdapat perbedaan yang nyata antara
dari
harimau Sumatera dengan harimau Siberia, dan hipotesa (H1) terdapat perbedaaan
nyata dari litter size antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia (α=0,05).
3
Kemudian dilihat jumlah kelahiran dan kemampuan melahirkan antara kedua
subspesies yang dijelaskan secara deskriptif.
7 "
"!
Harimau berada di bawah subfamili Pantherinae, bersama dengan singa,
panther, dan jaguar% Seluruh subspesies harimau berada di bawah spesies
Di dalam bukunya, Mongillo dan Zierdt0Warshaw (2000) menulis
bahwa harimau dapat dikenali dari rambutnya, yang biasanya berwarna kuning0
oranye dengan garis hitam vertikal.
.*2 6 *2
*&
*,
Taksonomi harimau dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Carnivora
Famili
: Felidae
Subfamili
: Pantherinae
Genus
:
Spesies
:
Subspesies
:
"
(
(punah)
(punah)
(punah)
Harimau yang diteliti kali ini berasal dari subspesies
(harimau Sumatera) dan
(harimau Siberia).
5
. )
*&
*&
*,
*, !, *3 &*
Harimau Sumatera (
, Pocock 1929) merupakan
salah satu subspesies
(Linnaeus, 1758) yang ditemukan di pulau
Sumatera. Di dalam Krech, McNeill, dan Merchant (2004), harimau Sumatera
hidup di daerah dataran rendah dan hutan pegunungan. Selain itu harimau
Sumatera juga ditemukan di daerah rerumputan alang0alang tinggi dan juga rawa0
rawa air tawar. Harimau Sumatera merupakan harimau yang relatif lebih kecil,
memiliki kaki yang lebih pendek daripada harimau0harimau bumi bagian utara.
Umumnya berwarna oranye gelap dengan garis hitam yang rapat, dan rambut
dagu yang panjang dan meruncing. Berat badan harimau Sumatera berkisar antara
100 sampai 104 kg, dengan panjang badan antara 2200255 cm. Di dalam Prynn
(2004) disebutkan bahwa mangsa utama dari harimau Sumatera adalah babi liar
dan sambar (' (
). Di dalam CITES (2010) harimau Sumatera
dimasukkan ke dalam
. Sedangkan di dalam IUCN
harimau Sumatera termasuk dalam
(2010),
sejak tahun 2008.
Gambar 1. Harimau Sumatera (Wikipedia 2010a)
*&
*, ! - & *
Harimau Siberia (
) merupakan subspesies harimau
terbesar, sekaligus kucing terbesar yang ada di muka bumi. Harimau Siberia juga
termasuk ke dalam
konifer, oak, dan
CITES (2010). Harimau Siberia hidup di hutan
yang tidak berada di Siberia, tetapi di daerah timur jauh
Rusia (misalnya di provinsi Ussuri dan Khabarovsk), dan beberapa hidup di
6
wilayah timur laut Cina. Karena rambutnya yang lebih tebal, harimau Siberia
terlihat lebih besar dari ras yang ada di India dan Asia Tenggara. Harimau Siberia
membutuhkan hewan buruan yang besar, seperti babi hutan dan rusa merah. Ada
satu kasus dimana harimau Siberia menyerang beruang coklat dewasa. Spesimen
terbesar yang pernah dilaporkan adalah seekor harimau jantan yang ditembak di
cekungan sungai Sungari di Manchuria pada tahun 1943. Di dalam Ellis (2005)
disebutkan, spesimen ini memiliki panjang 3,507 m, dihitung dari kepala sampai
ke ujung ekor.
Gambar 2. Harimau Siberia (Wikipedia 2010b)
Harimau memiliki ukuran yang bervariasi. Tetapi variasi antar subspesies
ini lebih bersifat gradual daripada diskrit (Kitchener dan Dugmore 2000). Ukuran
tubuh harimau yang hidup di lebih ke selatan lebih kecil, kemungkinan karena
adaptasi terhadap suhu yang lebih hangat yang mengharuskan pelepasan panas
tubuh yang lebih efisien, dan juga untuk mengurangi kebutuhan energi di
lingkungan yang tidak selalu terdapat mangsa berupa ungulata besar (McNab
2005). Pola garis hitam dengan dasar berwarna oranye0emas dari harimau terlihat
mencolok di dalam kandang. Akan tetapi di alam, walaupun di habitat semi
terbuka, pola garis tersebut membuyarkan
tubuh, dan membuat harimau
tidak mudah terlihat (Sunquist 2010). Secara fisik harimau merupakan hewan
yang kuat dan dapat menjatuhkan mangsa yang berukuran lima kali berat
tubuhnya. Tengkorak harimau besar dan pendek, sehingga meningkatkan
kekuatan gigitan dari taring (Valkenburgh dan Ruff 1987). Harimau bukan
termasuk pelari jarak jauh. Harimau sangat jarang mengejar mangsanya lebih dari
150 meter, dan mengandalkan akselerasi yang tinggi. Seperti kucing lainnya,
harimau termasuk digitigradi, yang berarti berjalan dengan jari. Bantalan telapak
7
yang lembut mendistribusikan bobot tubuh harimau, yang tidak hanya menjadikan
gerakan harimau menjadi luwes, tapi juga tidak terdengar.
*- 3*3
*&
*,
Harimau merupakan jenis kucing yang habitat utamanya berada di dalam
hutan. Ada tiga persyaratan yang dibutuhkan suatu tempat agar cocok menjadi
habitat harimau. Pertama, daerah tersebut harus memiliki banyak vegetasi rimbun
agar harimau dapat bersembunyi dan mengendap0endap mengintai mangsanya.
Kedua, di daerah tersebut harus terdapat banyak kolam dan sungai, karena
terkadang mereka mendinginkan badannya dengan berendam di dalam air.
Kebiasaan berendam ini menyebabkan harimau menjadi perenang yang baik.
Populasi harimau sebagian besar hidup di daerah rawa0rawa di India dan Asia
tenggara. Syarat terakhir adalah tersedianya suplai makanan yang cukup. Harimau
membunuh dan memakan hewan besar, seperti ternak, rusa, dan babi.
Harimau hidup soliter, dan tiap ekor memiliki wilayah hutan yang luas
untuk dirinya sendiri. Daerah tersebut cukup besar untuk menjamin suplai mangsa
yang cukup untuk makanan harimau. Hal ini menyebabkan harimau tersebar luas.
Harimau Siberia adalah yang paling menyebar, dengan individu yang terpisah
ratusan mil jauhnya dari individu lainnya. Hal ini karena hutan Siberia di Rusia
sangat dingin dan mangsa untuk harimau Siberia juga hidup menyebar, seperti
yang disebutkan dalam Beer
(2007).
Harimau membutuhkan wilayah jelajah yang cukup luas. Menurut
Hamaide (2007), harimau memiliki daerah jelajah seluas 100 km2. tetapi wilayah
jelajah ini dapat bervariasi, tergantung ketersediaan makanan di suatu wilayah.
Wilayah jelajah akan mengecil jika mangsa harimau tersedia lebih dari cukup.
8
Gambar 3. Distribusi Harimau di Habitat
(Beer
2007)
Contohnya di Chitwan, di dalam MacDonald dan Loveridge (2010), luas
wilayah jelajah harimau rata0rata 20 km2.
Di wilayah dengan mangsa yang
sedikit, wilayah jelajah harimau akan lebih luas. Di dalam MacDonald dan
Loveridge (2010), pada harimau Siberia yang tinggal di habitat dengan mangsa
yang tersebar, wilayah jelajah tiap individu bisa mencapai 400 km2. Wilayah
jelajah harimau akan berbanding terbalik dengan kepadatan mangsa (Karanth
2004). Sebagai tambahan, untuk harimau Sumatera di Taman Nasional Way
Kambas, jarak jelajah minimum dari harimau betina adalah 49 km2 dan harimau
jantan dewasa memiliki wilayah jelajah mencapai 116 km2 (Franklin
1999).
2 &8*2
Habitat
aslinya. Habitat
merupakan tempat tinggal satwa yang berada di luar habitat
dibuat semirip mungkin dengan aslinya agar hewan
merasa nyaman. Konservasi ex0situ didefinisikan dalam '
(
(
$
sebagai “pengawetan komponen0komponen keragaman plasma nutfah di
luar habitat aslinya. Ini melibatkan pengambilan sampel, transfer, dan
penyimpanan dari suatu taxa target dari daerah koleksi dan biasanya dilakukan
untuk menjamin suatu spesies atau populasi yang pada saat itu atau memiliki
potensi kehancuran fisik, tergerus dan tergantikan oleh spesies lain, atau
kemerosotan genetik” (UNCED 1992).
9
adalah kronologi populasi harimau yang ada di dalam
penangkaran. Untuk setiap harimau yang terdaftar, di dalam
terdapat
informasi mengenai tanggal lahir harimau, tanggal kematian, induk jantan dan
betina, lokasi keberadaan dan perpindahan harimau, serta nomor identifikasi
institusi yang memiliki harimau dan nomor identifikasi
yang
terstandarisasi (Seifert dan Muller 1984).
&
adalah suatu ukuran kuantitatif dari suatu hewan. Di dalam
Kaps dan Lamberson (2009) disebutkan bahwa
variable diskrit. Untuk harimau, rata0rata
sendiri adalah suatu
adalah 304 seperti yang
disebutkan dalam Triefeldt (2007). Di dalam The American Heritage® Medical
Dictionary (2007),
adalah keturunan yang dihasilkan dalam sekali kelahiran
pada mamalia multipara. &
dipengaruhi oleh bentuk uterus. Uterus
harimau memiliki bentuk bipartitus. Dalam Hyman (1992) ada bentuk bipartitus,
kedua cabang uterus bersatu di bagian posterior dan menuju ke vagina melalui
cervix yang sama. Bentuk uterus seperti ini memungkinkan harimau memiliki
lebih dari satu.
Gambar 4. Berbagai macam tipe uterus. (A)Duplex. (B)Bipartitus.
(C)Bicornuatus. (D)Simplex. (Feldhamer
2007)
Di dalam Senger (1999) berdasarkan
, hewan dapat dibagi
menjadi monotocous (hanya melahirkan satu keturunan tiap kelahiran) dan
polytocous (melahirkan lebih dari satu keturunan tiap kelahiran). Perbedaannya
10
terdapat pada fase folikular. Pada spesies monotocous terdapat beberapa folikel
yang terpilih, tetapi pada akhirnya hanya satu yang akan menjadi folikel dominan.
Sedangkan pada spesies polytocous terdapat beberapa folikel dominan. Kondisi
dominansi ini ditandai oleh adanya satu atau lebih folikel preovulasi yang
memberikan efek inhibitori yang besar kepada folikel antral lainnya yang berada
pada kohort terekrut dan terpilih. Pengaruh inhibitori ini diperkirakan karena
kombinasi produksi inhibin oleh folikel dominan dan pengurangan suplai darah ke
beberapa folikel. Penurunan konsentrasi FSH di dalam darah yang disertai
penurunan suplai darah ke beberapa folikel menyebabkan folikel0folikel tersebut
atresia. Hanya folikel yang menerima suplai darah yang lebih banyak (yang juga
berarti menerima lebih banyak gonadotropin) yang akan terus tumbuh dan
menjadi dominan. Perbedaan jumlah folikel dominan inilah salah satu penyebab
terjadinya perbedaan
9* +* ) ' 3 . 3
Hewan yang diteliti adalah harimau Sumatera (
dan harimau Siberia (
)
).
3 ' . )
&
)* *3*
$
diamati berdasarkan data sekunder dari
. Data yang dipergunakan merupakan kompilasi dari
tahun 198402003.
7, .*(
.*( &* % Jumlah peristiwa kelahiran dirangkum setiap bulan
untuk tiap subspesies. Data sekunder yang digunakan berasal dari
$
tahun 198402003.
* 0,*
.*( & * %
Kemampuan
individu
harimau
untuk
melahirkan dirangkum dalam tabel. Individu yang dijadikan contoh merupakan
spesimen yang ada di dalam
$
tahun 198402003.
*. 2 2 '*3*
Data
yang didapat akan diuji dengan t0test. Untuk data jumlah
kelahiran dan kemampuan melahirkan dianalisa secara deskriptif.
7*'9*. 0 .* 2* ** 0
.3*
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2010 sampai dengan Desember
2010 (jadwal terlampir).
!
!
*2 .
Data yang telah dirangkum dari
diuji dengan
t0test. Dari hasil penghitungan, diperoleh thitung=2,12, sedangkan ttabel=1,96.
Karena thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa
antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia berbeda nyata pada tingkat
kepercayaan 95%.
Tabel 1. Rata0rata
Subpesies
dengan
N
rata0rata
180
2,21b
220
2,36a
yang berbeda menunjukkan rata0rata yang berbeda nyata
Huruf
antara
Selain
, dari data yang dirangkum ini juga dapat dilihat
jumlah perkawinan tiap bulannya dari masing0masing spesies yang dapat dilihat di
gambar 6. Potensi kedua subspesies dalam menghasilkan keturunan dijelaskan di
dalam tabel 2 dan tabel 3.
-*(*2*
Pada habitat
, perkawinan diatur dan dilakukan pembatasan, karena
berkaitan dengan kapasitas dari habitat
pembatasan, pengelola habitat
sendiri. Walaupun dilakukan
tetap memegang satu prinsip dasar saat akan
mengawinkan harimau0harimau tersebut, yakni mengawinkan harimau pada saat
estrus, karena betina hanya reseptif terhadap jantan saat estrus. Berdasarkan
pemikiran di atas, hasil dari penelitian ini sedikit banyak menggambarkan hal
yang juga terjadi di habitat aslinya.
13
1984
1989
1985
1990
1986
1991
1987
1992
1988
1993
Gambar 5a. Kumpulan grafik rata0rata
per bulan dari tahun 198401993.
14
1994
1999
1995
2000
1996
2001
1997
2002
1998
2003
Gambar 5b. Kumpulan grafik rata0rata
per bulan dari tahun 199402003.
15
1984
1989
1985
1990
1986
1991
1987
1992
1988
1993
Gambar 6a. Kumpulan grafik jumlah kelahiran per bulan dari tahun 198401993.
16
1994
1999
1995
2000
1996
2001
1997
2002
1998
2003
Gambar 6b. Kumpulan grafik jumlah kelahiran per bulan dari tahun 199402003.
17
Tabel 2. Potensi kelahiran harimau Sumatera
! "
#
$"%
$"%
! "
) #
&'(
#
) #
$"%
&'(
! "
! "
$"%
#
#
$"%
&'(
#
&'(
) #
$"%
*
! "
#
) #
#
*
&'(
$"%
) #
*
$"%
! "
! "
) #
Tabel 3. Potensi kelahiran harimau Siberia
$"%
) #
! "
#
*
) #
#
&'(
! "
*
*
$"%
$"%
*
&'(
&'(
$"%
#
*
*
$"%
#
#
$"%
*
*
#
Keterangan:
*
#
Jumlah anakan yang lahir ditulis dengan pola A (B,C,D)
A = jumlah total anakan
B = jumlah anakan dengan jenis kelamin jantan
C = jumlah anakan dengan jenis kelamin betina
D = jumlah anakan dengan jenis kelamin tidak diketahui
#
! "
*
18
&
adalah suatu ukuran untuk menyatakan jumlah anakan yang
lahir di dalam satu peristiwa kelahiran. Pada penelitian kali ini, diketahui bahwa
antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia berbeda nyata
(α=0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa di antara kedua subspesies tersebut
terdapat perbedaan dalam kemampuan reproduksinya. Lingkungan merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan
, seperti dalam Land
(1985) Dalam Antipov (2006) disebutkan, harimau Siberia hidup di iklim
subtropis, tepatnya berada di daerah iklim sedang dan beku. Sedangkan harimau
Sumatera hidup di iklim tropis. Pakan juga merupakan faktor yang berpengaruh 0
dan mungkin paling berpengaruh0 dalam perbedaan performa reproduksi. Pakan
untuk harimau umumnya menggunakan formulasi yang digunakan secara umum
untuk felid, dengan kebutuhan diet tinggi protein dan lemak, vitamin A (dalam
bentuk retinol), asam arakadonat, taurin dan niasin. Hewan model yang dijadikan
dasar untuk penyusunan nutrisi ini adalah kucing (Hackenberger
yang berada di habitat
1987). Felid
di kebun binatang berbasis SSP (
) dan EEP (
((
) diberi pakan
komersial dengan protokol nutrisi yang detil (Felid Taxon Advisory Group 2008).
Pakan tersebut terdiri dari daging kuda atau sapi, yang diseimbangkan dengan
premix vitamin dan mineral, dan tersedia dalam bentuk beku atau kalengan.
Tabel 2. Komposisi nutrisi yang ada di dalam pakan komersial
Nutrisi yang terkandung
Jumlah
Protein kasar
19,0% (min.)
Lemak kasar
12,0% (min.)
Serat kasar
1,5% (min.)
Abu
4,5% (max.)
Kalsium
0,6% (min.)
Fosfor
0,5% (min.)
Air
62,0% (max.)
Vitamin A
7.500 IU/lb (min.)
850 IU/lb (min.)
Vitamin D3
Komposisi dari pakan tersebut adalah sebagai berikut: daging kuda, jeroan
kuda, tepung tulang, hati, tepung ikan, bungkil kedelai,
kering, ragi bir kering, garam, sterol hewan
(
bit kering, telur
(sumber vitamin D3),
19
suplemen vitamin B12, suplemen vitamin E, menadion, natrium bisulfit (sumber
aktivitas vitamin K), suplemen riboflavin, niasin, kalsium pantotenat, kolin
klorida, tiamin, piridoksin hidroklorida, asam folat, tembaga oksida, kobalt
karbonat, mangan oksida, etilen diamin dihidriodida, dan zinc oksida.
Selain pakan ini, felid lebih umum diberi pakan yang di bawah standar,
sering hanya daging sebagai satu0satunya sumber pakan. Hal ini dapat berdampak
pada fertilitas, yakni terjadi penurunan fertilitas (Howard dan Allen 2008).
Perbedaan pakan antara kedua subspesies kemungkinan menyebabkan terjadinya
perbedaan
, karena pakan di bawah standar ini dijumpai di kebun
binatang pada negara0negara berkembang, dan harimau Sumatera kebanyakan
berada di kebun binatang di negara berkembang karena harimau ini merupakan
satwa tropis.
Triefeldt (2007) menulis di dalam bukunya bahwa
rata 304. Tetapi dari data yang berasal dari
!
harimau rata0
untuk kedua
harimau berada di bawah rata0rata (harimau Sumatera 2,21; harimau Siberia 2,36).
Kemungkinan rendahnya jumlah
embrio. Dalam Arthur
ini dapat dikarenakan kematian
(1996) disebutkan, pada hewan polytocous, kematian
embrio dapat terjadi tanpa mengakhiri kebuntingan. Kematian embrio ini dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan atau genetik. Bisa juga disebabkan oleh
gabungan kedua faktor ini. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan kematian
embrio yaitu iklim, nutrisi, stres, laju ovulasi, kegagalan faktor rekognisi
fetomaternal, kondisi uterus, hormon, agen infeksius, dan teratogen. Faktor iklim
berpengaruh pada individu yang berada pada iklim yang berbeda dengan habitat
aslinya. Perbedaan ini dapat mengakibatkan stres pada individu yang akhirnya
menyebabkan kematian embrio. Nutrisi berfungsi sebagai penyokong kehidupan
bagi induk dan juga embrio. Jika terjadi malnutrisi, asupan nutrisi ke embrio akan
berkurang. Kekurangan asupan nutrisi ini dapat menyebabkan terjadinya kematian
embrio, karena kebutuhan nutrisi lebih besar dari asupannya, sehingga tidak
semua embrio dapat dipertahankan. Kegagalan faktor rekognisi fetomaternal
merupakan salah satu kelainan imunitas yang menyebabkan sistem pertahanan
induk tidak mengenali embrio dan menganggapnya sebagai benda asing. Akibat
dari kegagalan ini embrio akan diserang oleh sistem pertahanan tubuh dan
20
mengalami kematian. Kondisi uterus berpengaruh dalam kematian embrio karena
uterus merupakan tempat terjadinya implantasi embrio. Jika terjadi gangguan pada
uterus, embrio dapat mengalami kegagalan implantasi dan akhirnya mengalami
kematian. Mekanisme hormon dalam menyebabkan kematian kemungkinan
karena kurangnya hormon progesteron sehingga uterus tidak dapat mendukung
embrio yang ada. Embrio yang tidak mendapat sokongan dari uterus akan mati.
Sedangkan faktor genetik yang menyebabkan kematian embrio yaitu defek satu
gen, abnormalitas poligenik, dan abnormalitas kromosom. Dalam Jackson (2004)
disebutkan, pada kucing terdapat fenomena yang disebut resorbsi fetus. Pada
kasus ini jaringan fetus diperkirakan mengalami autolisis dan dicerna oleh sel0sel
fagosit di dalam darah. Alasan mengapa fetus0fetus tersebut mati tidak diketahui,
tetapi kemungkinan karena kurangnya ruang plasenta untuk masing0masing fetus.
Ada kemungkinan pada harimau juga terjadi rebsorpsi fetus ini, sehingga
yang didapat lebih rendah dari kemampuan sebenarnya. Pada harimau
Sumatera yang berada di iklim subtropis atau harimau Siberia yang berada di
iklim tropis, faktor iklim sangat mungkin berperan dalam terjadinya kematian
embrio. Iklim yang berbeda dari tempat asal harimau dapat menyebabkan stres
sebelum harimau tersebut dapat beradaptasi. Kemungkinan kematian embrio ini
dapat terjadi pada masa0masa adaptasi. Pada harimau0harimau yang hidup di
habitat
, faktor genetik dapat terjadi karena perkawinan antara individu
yang terlalu dekat kekerabatannya. Hal ini dapat memunculkan defek0defek
genetik yang sifatnya resesif homozigot.
7, .*(
.*( &*
Berdasarkan
, jumlah peristiwa kelahiran
tidak mengikuti suatu pola reproduksi tertentu. Dalam
Geptner
(1992), reproduksi
adalah karakteristik dari hewan
tropis. Semiadi dan Nugraha (2006) juga menyatakan bahwa harimau Sumatera
mempunyai pola kelahiran sepanjang tahun. Akan tetapi, hal yang harus dicermati
adalah, tindakan membawa spesies tropis ke daerah beriklim sedang tidak serta0
merta menjamin hewan tersebut langsung beradaptasi dengan pola reproduksi
musiman, seperti yang ada dalam Short (1984). Hewan akan membutuhkan waktu
21
yang cukup lama hingga dapat terjadi adaptasi yang sesuai dengan lingkungannya.
Pada
, jumlah peristiwa kelahiran ini mengikuti suatu pola
tertentu. Jumlah peristiwa kelahiran
kebanyakan
mengalami puncaknya saat bulan April sampai bulan Juni. Seal (1987) juga
menyatakan bahwa harimau Siberia mencapai puncak frekuensi kelahiran pada
bulan April sampai bulan Juni. Hal ini seperti dalam Geptner
(1992) yang
menyatakan bahwa 46% dari kelahiran terjadi para bulan Mei. Berdasarkan
, hampir semua
berada di belahan bumi utara, di
daerah beriklim subtropis. Jika masa kebuntingan harimau umumnya adalah rata0
rata 103 hari, seperti dalam Seidensticker! Christie dan Jackson (1993), atau 105
hari dalam Geptner
(1992), dapat disimpulkan bahwa frekuensi perkawinan
terjadi lebih tinggi pada bulan Januari sampai bulan Maret. Dalam Inglis (2008)
harimau tidak mengalami musim kawin yang reguler. Tetapi, walaupun secara
umum harimau dapat kawin sepanjang tahun, pada harimau Siberia terlihat adanya
kecenderungan peningkatan jumlah perkawinan yang terjadi antara bulan Januari
sampai bulan Maret. jumlah peristiwa kelahiran yang tinggi pada bulan tersebut
menandakan adanya kecenderungan peningkatan jumlah estrus. Dalam Short
(1984), bagi hewan yang berada di daerah subtropis, sangat penting untuk
melahirkan pada musim tertentu yang dapat menjamin keturunannya bertahan
hidup, yang biasanya adalah musim panas. Hewan yang menunjukkan kumpulan
siklus estrus pada musim0musim tertentu digolongkan ke dalam
, seperti dalam Senger (1999). Karena harimau Siberia menunjukkan
peningkatan siklus estrus pada bulan Januari sampai bulan Maret, maka harimau
Siberia memiliki siklus estrus yang tergolong
Jika dilihat dari waktu puncak peningkatan siklus estrusnya, maka harimau
Siberia tergolong
dalam Senger (1999),
adalah hewan yang memulai siklusnya pada saat panjang hari memendek. Dua
faktor utama yang mempengaruhi onset musim kawin adalah fotoperiode dan
suhu. Tetapi diantara kedua faktor tersebut, fotoperiode merupakan faktor yang
paling penting. Jalur induksi siklus dari
adalah sebagai berikut.
Retina mata terstimulasi oleh cahaya. Fotoresepsi ini ditransfer oleh
sebuah jalur syaraf menuju satu area spesifik di hipotalamus yang bernama
22
nucleus suprachiasmaticus. Dari nucleus suprachiasmaticus keluar jalur syaraf
kedua yang menuju ke ganglion cervicalis superior. Neuron presinaps tersebut
menyebabkan neuron postganglion tereksitasi. Neuron postganglion ini memiliki
sinaps dengan neuron inhibitori yang berhubungan dengan sel di dalam kelenjar
pineal (pinealosit). Sel tersebut mensekresikan material yang disebut melatonin.
Saat siang hari, cahaya yang diterima oleh sel retina mata mengaktivasi sebuah
jalur neuron eksitatori pada tingkat kelenjar pineal yang menyebabkan neuron
inhibitori terus0menerus tereksitasi. Eksitasi terus0menerus ini menghambat
pelepasan melatonin dari pinealosit. Kebalikannya, pada malam hari jalur
inhibitori tidak tereksitasi karena eksitasi syaraf pada area retina yang sensitif
terhadap cahaya tidak ada. Oleh karena itu, jalur inhibitori akan terhenti dan
melatonin akan dilepaskan oleh pinealosit. Melatonin hanya disintesis dan
disekresikan pada malam hari. Melatonin menstimulasi GnRH dan kemudian
memicu siklus.
Menurut Gupta dan Spessert (2007), pada vertebrata melatonin disintesis
dari triptofan. Pertama, triptofan dikonversi menjadi 50hidroksitriptofan oleh
enzim triptofan hidroksilase. Kemudian enzim L0asam amino dekarboksilase
mengonversi
50hidroksitriptofan
menjadi
50hidroksitriptamin
(serotonin).
Serotonin ini kemudian diasetilasi menjadi N0asetiloserotonin oleh enzim
pembatas
laju
alkilamin
N0asetil
transferase
(AA0NAT).
Terakhir,
N0
asetiloserotonin dikonversi menjadi N0asetil0metoksitriptamin (melatonin) oleh
enzim hidroksiindol0O0metiltransferase. Aktivitas enzim AA0NAT menunjukkan
suatu siklus diurnal yang memiliki aktivitas rendah pada siang hari, dan kemudian
aktivitasnya menjadi tinggi pada malam hari. Akibatnya, laju konversi serotonin
menjadi melatonin yang minimal pada siang hari menjadikan serotonin
terakumulasi di dalam pinealosit. Sejalan dengan menurunnya intensitas cahaya
(malam hari), aktivitas AA0NAT meningkat dan menstimulasi peningkatan laju
sintesis melatonin. Harimau Sumatera yang merupakan spesies tropis mengalami
panjang hari yang sama sepanjang tahun. Hal ini dapat menyebabkan tidak
terlihatnya perbedaah siklus pada tiap bulan sepanjang tahun. Akan tetapi bagi
harimau Siberia yang merupakan hewan subtropis, panjang hari yang berbeda0
beda karena perbedaan musim menyebabkan adanya perbedaan panjang hari tiap
23
bulannya. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan konsentrasi melatonin pada
darah, dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada saat panjang hari memendek.
Karena peningkatan konsentrasi melatonin ini, maka akan terjadi peningkatan
jumlah siklus estrus pada saat panjang hari memendek. Karena harimau Siberia
mengalami peningkatan siklus estrus saat panjang hari memendek, yaitu pada
musim dingin, maka harimau Siberia tergolong ke dalam
.
Gambar 5. Proses biosintesis melatonin (Gupta dan Spessert 2007)
* 0,* & 0& ', 2
',
Dari tabel 2 dan tabel 3 dapat dilihat adanya perbedaan jumlah kelahiran
dari tiap individu. Tabel ini digunakan untuk menunjukkan bahwa kedua
subspesies memiliki kemampuan reproduksi yang tidak berbeda. Kemampuan
reproduksi yang dimaksud adalah jumlah kali melahirkan seekor induk harimau.
Variasi kemampuan melahirkan ini memiliki rentang yang cukup lebar (satu
kelahiran, mis. pada induk harimau Sumatera #361; sampai 12 kelahiran, mis.
pada induk harimau Siberia #211). Variasi ini dapat disebabkan oleh banyak hal,
diantaranya yaitu ketersediaan pasangan di suatu habitat
individu itu sendiri, dan kemampuan dari habitat
, kemampuan
untuk memelihara lebih
24
banyak individu (
). Akan tetapi hal yang lebih menentukan
adalah
dari habitat
!
yang ada. '
tersebut.
Kelebihan populasi dapat menguras habis sumber daya
mencoba mengalokasikan populasi yang ada dengan
sumber daya untuk membuat hubungan dengan sumber daya lebih kongkrit
(dalam Collin dan Collin, 2009). Dalam Miller dan Spoolman (2008)
ditentukan oleh pembatas lingkungan dan potensi biotik yang ada.
'
menyatakan populasi maksimum dari spesies tertentu yang
dapat disokong oleh lingkungan tanpa mengalami degradasi. Laju pertumbuhan
suatu populasi akan menurun jika mendekati batas
dari suatu
habitat. Sumber daya yang menjadi pembatas antara lain air, makanan, dan ruang
gerak.
Pada kedua subspesies yang dipelihara di habitat
adalah kemampuan dari manajemen habitat
tersebut. Faktor pembatas yang
merupakan bagian dari kemampuan manajemen habitat
lain luas habitat
, pembatas utama
yang ada antara
tersebut, pakan yang diberikan, adanya pasangan, serta
kemampuan pengelola habitat
untuk memelihara kesehatan individu yang
ada. Karena faktor0faktor ini, beberapa pengelola habitat
melakukan
pembatasan perkawinan pada harimau peliharaannya. Contoh dari pembatasan ini
yaitu di Taman Safari Indonesia (TSI) di Cisarua, yang melakukan pemisahan
antara kandang jantan dengan kandang betina agar tidak terjadi perkawinan di luar
kontrol manajemen TSI.
!
"
!
2
0,.*
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu
1. Jumlah
antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia
berbeda nyata secara statistik.
2. Pada
harimau
perkawinannya,
Sumatera
sedangkan
belum
diketahui
harimau
Siberia
adanya
pola
dalam
termasuk
3. Kedua subspesies harimau memiliki potensi melahirkan yang sama, yaitu
sebanyak 12 kali melahirkan sepanjang hidupnya.
!*&*
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui adanya
perbedaan kemampuan reproduksi dari satu subspesies yang sama yang berada di
iklim berbeda untuk mengetahui pengaruh iklim terhadap profil kelahiran.
"!
AMUR. 2002.
2010.
)
*
. Diakses 17 Juni
Anonimus. 2007.
+
, Houghton Mifflin Harcourt Publishing Company.
Antipov AN. 2006. .
/
Boston:
Delhi: Research India Publication
Arthur GH, DE Noakes, H Pearson, TJ Parkinson. 1996. 0
2
London: W. B. Saunders Company Ltd.
1
Beer AJ, T Day, L Gray, J Green, T Jackson, B Taylor. 2007.
!0
3 New York: Marshall Cavendish.
CITES. 2010.
2010.
! !
. Diakses tanggal 17 Juni
Collin RM dan RW Collin. 2009.
California: Greenwood Publishing Group
Ellis R. 2005.
$
'
5 1
-
/
! 0
+ 6
/ 7
Washington DC: Island Press.
Feldhamer GA, LC Drickamer, SH Vessey. 2007. 6
(
!
Maryland: The Johns Hopkins University Press.
4
/
/
!
Felid Taxon Advisory Group . Diakses tanggal 20 Agustus
2010.
Franklin N, S Bastoni, D Siswomartono, J Manansang & R Tilson. 1999. Last of
The Indonesian Tigers: A Cause for Optimism. Dalam J Siedensticker, S
Christie & P Jackson (editor). 1
6
(
. Cambridge: Cambridge University Press: 130–147.
Geptner VG, AA Nasimovich, AG Bannikov. 1992. /
(
8
6 '
(
)+
' *! 0
9 New Delhi: Amerind
Publishing Co. Pvt. Ltd.
Gupta BBP dan R Spessert. 2007. Regulation of Melatonin Synthesis: Animal
versus Human Studies. Dalam SR Pandi0Perumal dan DP Cardinali (editor).
6/
New York: Nova Science Publisher,
Inc.
27
Hackenberger MK, JL Atkinson, C Niemuller, RF Florkiewicz. 1987.
Digestibility and metabolizable energy of diets for captive tigers. Dalam
/
7
. RL Tilson dan US Seal, editor. Park Ridge, NJ: Noyes
Publ.
Hamaide B, J Sheerin, C Tingsabadh. 2007. Natural Reserve Selection for
Endangered Species Considering Habitat Needs: The Case of Thailand.
dalam CC Pertsova.
1
: 2070229. New
York: Nova Science Publishers, Inc.
Howard JG dan ME Allen. 2008. Nutritional Factors Affecting Semen Quality in
Felids. Dalam ME Fowler dan RE Miller (editor), :
7
6'
0 Philadelphia: WB Saunders Co.
Hyman LH dan MH Wake. 1992. +
; '
Chicago: University of Chicago Press.
Inglis J. 2008.
IUCN. 2010.
Juni 2010.
7
<
)
( 0
=
Charleston: BiblioBazaar.
* . Diakses tanggal 17
Jackson PGG. 2004. +
Singapore: Elsevier Limited.
/ 0
2
Kaps M dan W Lamberson. 2009. $
UK: MPG Books Group.
!
/
6
Karanth KU, JD Nichols, NS Kumar, WA Link, JE Hines. 2004. Tigers and Their
Prey: Predicting Carnivore Densities Drom Prey Abundance. dalam
/
<
/
, USA 101: 485404858
Kitchener AC dan AJ Dugmore. 2000. Biogeographic Change in The Tiger,
Panthera tigris.
:
&
65:1050125
Krech S, J R McNeill, C Merchant. 2004.
+
0
3 London: Routledge.
/7
(
Land RB. 1985. Genetics and Reproduction. Dalam Austin CR dan RV Short,
editor. 1
6
$
> 1
(
=
MacDonald D, A Loveridge. 2010.
$
New York: Oxford University Press
MacKinnon K. 1992.
7
/ /
PT Gramedia Pustaka Utama.
'
6<
(
;
/7
=
Jakarta:
28
McNab B. 2005. Ecological Factors Influence Energetics in Order Carnivora.
:
51:5350545
Miller GT dan Spoolman S. 2008. & (
(
'
!
Belmont: Cengage Learning
Mongillo JF dan L Zierdt0Warshaw. 2000.
Rochester: University Rochester Press.
Prynn D. 2004.
6
/
!
(
Russian Nature Press, United Kingdom.
Seal US, RL Tilson, ED Plotka, NJ Reindl, MF Seal. 1987. Behavioral Indicators
and Endocrine Correlates of Estrus and Anestrus in Siberian Tigers. Dalam
/
7
6
$
! $
! !
'
(
/
USA: Noyes Publication.
Seidensticker J, S Christie, P Jackson. 1993. 1
6
'
(
+
&
Cambridge: Cambridge
University Press.
Seifert S dan P Muller. 1984.
Zool. Garten.
. Leipzig: Leipzig.
Semiadi G, Nugraha RPT. 2006. Profil Reproduksi Harimau Sumatera (Panthera
tigris sumatrae) pada Tingkat Penangkaran. ?
$
(
(
@
>: 3680371.
Senger PL. 1999.
Conceptions, Inc.
. Washington: Current
Short RV. 1984. Oestrus and Menstrual Cycle. Di dalam CR Austin dan RV
Short, editor. 1
6
$
3+
'
/1
Cambridge: Cambridge University Press.
Sunquist M. 2010. What is a Tiger? Ecology and Behaviour. Dalam R Tilson dan
PJ Nyhus (editor).
/
6
!
!
(
/
Oxford: Academic Press
Triefeldt. 2007.
Press, Inc.
5
California: Quill Driver Book/Word Dancer
UNCED. 1992. ' (
$
(
Conference on Environmental and Development.
Waddington CH. 1939.
Macmillan company.
-
Geneva: United Nations
.
New York: The
29
Valkenburgh BV dan CB Ruff. 1987. Canine Tool Strength and Killing Behaviour
in Large Carnivores. ? :
&
212:3790397
[Wikipedia]. 2010a.
. Diakses 17 Juni 2010.
[Wikipedia]. 2010b. +
17 Juni 2010.
. Diakses
30
Lampiran 1. Jadwal pelaksanaan penelitian
tahapan kegiatan
Pembuatan proposal
Pengurusan surat0
menyurat
Pengambilan data
sekunder
Pengolahan data
Penulisan skripsi
Seminar skripsi
bulan
juni
juli
agustus
september
oktober
november
desember
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
!
!
"
1
% Comparison of Birth Profile of
(Pocock 1929) with
(Temminck 1848) at
Habitat Under the advisory of &% '&(%
)*+*
, - .* */ !0
/
!
Sumatran tiger is the remaining subspecies of tiger in Indonesia and
classified in Appendix I at CITES. Another subspecies of the tiger is
, known as Siberian tiger. Those 2 subspecies were origin from
which has divergenced and separated into several subspecies. The
research aims to compare the birth profile between Sumatran tiger and Siberian
tiger in ex0situ habitat. This research used secondary data compiled from
in the period of 1984 to 2003. The results show that
the litter size of Sumatran tiger significantly different from Siberian tiger
(nSumateran
tiger=180,
average=2,21; nSiberia
tiger=220,
average=2,36). This indicates
some difference in reproductive capability between those tigers which may be
affected by climate and food composition and availability. Data on natality does
not show existing seasonal reproduction pattern in Sumatran tiger as those in
Siberian tiger. Both Sumatran tiger and Siberian tiger have same potential of
reproduction, i.e. maximum of 12 birth through the entire dam’s life.
Keyword: sumatran tiger, siberian tiger, birth profile,
" "
*3*& - .* * )
Harimau Sumatera merupakan hewan karnivora yang memiliki habitat di
pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan satu0satunya subspesies dari
yang masih ada di Indonesia. Harimau Sumatera (
) hanya tinggal di kepulauan Sumatera (Wikipedia, 2010a). Harimau
Sumatera diklasifikasikan oleh CITES (2010) ke dalam
, yakni
termasuk spesies yang terancam kepunahan dan atau mungkin terpengaruh oleh
perdagangan. Harimau Sumatera (
merupakan salah satu subspesies
, Pocock 1929)
(Linnaeus 1758) yang ditemukan
di pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan subspesies
terkecil yang masih bertahan hingga saat ini seperti yang disebutkan dalam
Wikipedia (2010b). Harimau Sumatera hidup di daerah dataran rendah dan hutan
pegunungan, seperti disebutkan dalam Krech, McNeill, dan Merchant (2004).
Berkurangnya populasi harimau Sumatera disebabkan oleh perbuatan tangan
manusia dan bencana alam yang terjadi di bumi, akan tetapi sebagian besar
berkurangnya populasi harimau Sumatera akibat dari perbuatan manusia, seperti
penebangan hutan besar0besaran atau
, perburuan liar pada harimau
Sumatera dan eksploitasi besar0besaran, sisanya akibat bencana alam yang terjadi
seperti kebakaran hutan. Akibat kehilangan habitat alaminya, hewan ini semakin
sering berkonflik dengan manusia. Di dalam bukunya, MacKinnon (1992)
menyebutkan bahwa tuduhan yang sering terlontar oleh media massa yaitu
harimau Sumatera yang memangsa ternak, bahkan memangsa penduduk.
Subspesies lain dari
yaitu
atau
dikenal juga sebagai harimau Siberia. Harimau Siberia adalah subspesies harimau
terbesar di bumi. Menurut Wikipedia (2010b), Harimau ini juga merupakan
subspesies terbesar dari famili Felidae. Nama Siberia sebenarnya kurang cocok,
karena wilayah jelajah harimau ini ada di Timur Jauh Rusia di daerah Amur0
Ussuri, dan sangat sedikit yang ditemukan di perbatasan Cina dan Korea, seperti
2
yang disebutkan di dalam AMUR (2010). Karena itu harimau ini disebut juga
dengan
.
Kedua subspesies harimau di atas berasal dari
yang
mengalami divergensi sehingga terbentuk menjadi beberapa subspesies. Di dalam
Waddington (1939), Faktor0faktor isolasi geografis merupakan hal terpenting
dalam terjadinya divergensi. Isolasi geografis menyebabkan terjadinya perbedaan
pada habitat suatu spesies. Jika spesies yang sama berada di tempat yang berbeda,
maka masing0masing spesies akan menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.
Jika hal ini berlangsung lama, dapat terjadi divergensi spesies menjadi subspesies,
atau –jika isolasi berlangsung sangat lama– menjadi spesies yang berbeda.
Divergensi ini akan menyebabkan perbedaan pada fisiologis hewan, termasuk
reproduksi. Harimau Sumatera hidup di daerah tropis dengan sinar matahari
sepanjang tahun, sedangkan harimau Siberia hidup di wilayah subtropis yang
hanya disinari matahari pada bulan0bulan tertentu. Perbedaan paparan sinar
matahari ini menyebabkan terjadinya perbedaan musim. Pada daerah beriklim
"
!
!
"
#
"
!
"
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
"
!
!
"
#
$
!
!
!"
!
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Perbandingan Profil Kelahiran
antara
(Temminck 1848) di Habitat
(Pocock 1929) dengan
adalah karya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
NIM B04060838
!
!
"
% Perbandingan Profil Kelahiran antara
(Pocock 1929) dengan
Habitat
Dibimbing oleh &% '&(%
(Temminck 1848) di
)*+*
, - .* */ !0
/
!
Harimau Sumatera merupakan satu0satunya subspesies dari
yang masih ada di Indonesia. Harimau Sumatera diklasifikasikan oleh
CITES ke dalam
Subspesies lain dari
yaitu
atau dikenal juga sebagai harimau Siberia. Kedua subspesies
harimau di atas berasal dari
yang mengalami divergensi sehingga
terbentuk menjadi beberapa subspesies. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
perbandingan profil kelahiran antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia
yang berada di habitat
masing0masing. Penelitian ini menggunakan data
sekunder yang didapat dari
dari tahun 1984 hingga
2003. Dari hasil penghitungan, diperoleh rata0rata
Sumatera dengan harimau Siberia berbeda nyata (nharimau
rata=2,21; nharimau
Siberia=220,
antara harimau
Sumatera=180,
rata0
rata0rata=2,36). Hal ini mengindikasikan bahwa di
antara kedua subspesies tersebut terdapat perbedaan dalam kemampuan
reproduksinya. Kemungkinan perbedaan ini dipengaruhi oleh iklim dan pakan.
Dari data kelahiran juga didapat bahwa harimau Sumatera tidak menunjukkan
pola reproduksi musiman, sedangkan pada harimau Siberia terlihat adanya pola
musiman. Kedua subspesies memiliki kemampuan yang sama untuk melahirkan,
dengan maksimal 12 kali melahirkan.
Kata kunci: harimau sumatera, harimau siberia, profil kelahiran,
!
!
"
1
% Comparison of Birth Profile of
(Pocock 1929) with
(Temminck 1848) at
Habitat Under the advisory of &% '&(%
)*+*
, - .* */ !0
/
!
Sumatran tiger is the remaining subspecies of tiger in Indonesia and
classified in Appendix I at CITES. Another subspecies of the tiger is
, known as Siberian tiger. Those 2 subspecies were origin from
which has divergenced and separated into several subspecies. The
research aims to compare the birth profile between Sumatran tiger and Siberian
tiger in ex0situ habitat. This research used secondary data compiled from
in the period of 1984 to 2003. The results show that
the litter size of Sumatran tiger significantly different from Siberian tiger
(nSumateran
tiger=180,
average=2,21; nSiberia
tiger=220,
average=2,36). This indicates
some difference in reproductive capability between those tigers which may be
affected by climate and food composition and availability. Data on natality does
not show existing seasonal reproduction pattern in Sumatran tiger as those in
Siberian tiger. Both Sumatran tiger and Siberian tiger have same potential of
reproduction, i.e. maximum of 12 birth through the entire dam’s life.
Keyword: sumatran tiger, siberian tiger, birth profile,
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang0Undang
!
!
!
"
!
!
#
"
$
%
$
!
Judul
: Perbandingan Profil Kelahiran antara
(Pocock 1929) dengan
(Temminck 1848)
di Habitat
Nama
: Dermawan Saputra
NRP
: B04060838
2 3,4, 5
&% '&(%
)*+*
, - .* */ !0
-
- )
3*(, /
Wakil Dekan FKH0IPB
&% *23 3
* .
Tanggal Lulus:
,2,
*
&
/
!
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah,
rahmat dan hidayah0Nya yang diberikan, skripsi dengan judul
& 6.
.*( &*
&-* ' )*
* 3*&*
' )*
'
*- 3*3
dapat diselesaikan.
Penelitian ini diselenggarakan atas inisiatif dan kecintaaan penulis
terhadap keberadaan satwa liar. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi berharga mengenai kemampuan reproduksi harimau
Sumatera dan harimau Siberia, serta usaha0usaha yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan reproduksinya.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis tidak lepas dari
bantuan seluruh pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
1
Allah SWT
2
Ibunda Farida dan ayahanda Syaiful Ajasmi atas segala yang telah
diberikan sampai saat ini.
3
Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc selaku pembimbing dalam
penelitian ini.
4
Drh. Hj. Tutik Wresdiyati, Ph.D selaku pembimbing akademik.
5
Teman0teman tim penelitian bimbingan drh. Ligaya (D’phita, Rista, Unita,
Shipho).
6
Rekan0rekan Himpunan Minat Profesi Satwa Liar atas pengalaman dan
pelajaran yang diberikan hingga saat ini.
7
drh. Winda Rahayu Andini atas dukungan dan masukan terhadap skripsi
ini.
8
Seluruh pihak yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi civitas akademika maupun seluruh pembaca lainnya.
Bogor, Januari 2011
Dermawan Saputra
$
"
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Maret 1989 dari ayah Syaiful
Ajasmi dan ibunda Farida. Penulis merupakan anak kedua dari lima bersaudara.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan mulai dari SDN Gandaria Utara
07 Pagi pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTPN 19 Jakarta
dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan
pada SMU Negeri 46 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima sebagai
mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah
selama satu tahun mengikuti Tingkat Persiapan Bersama, penulis resmi terdaftar
sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB.
Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif pada berbagai kepanitiaan dan
organisasi di dalam kampus. Organisasi dalam kampus yang diikuti oleh penulis
yaitu Himpunan Minat Profesi Satwa Liar mulai dari tahun 2007 hingga saat ini,
Komunitas Seni Steril, Veterinary English Club, Veterinary Japanese Club, Badan
Eksekutif Mahasiswa FKH IPB. Di luar kampus, penulis aktif dalam Ikatan
Alumni Rohani Islam SMU Negeri 46 Jakarta.
!
DAFTAR ISI ........................................................................................
DAFTAR TABEL ................................................................................
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
PENDAHULUAN ................................................................................
Latar Belakang ................................................................................
Tujuan Penelitian ............................................................................
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
Klasifikasi Harimau ........................................................................
Biologi Harimau .............................................................................
Harimau Sumatera (
) ........................
Harimau Siberia (
) ................................
Habitat Harimau .............................................................................
Konservasi
.........................................................................
&
........................................................................................
BAHAN DAN METODE .....................................................................
Hewan yang Diteliti ........................................................................
Metodologi .....................................................................................
Pengamatan &
.............................................................
Jumlah Kelahiran ......................................................................
Kemampuan Melahirkan ..........................................................
Analisis Data ..................................................................................
Jadwal Pelaksanaan Penelitian .......................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
Hasil ................................................................................................
Pembahasan ....................................................................................
&
..................................................................................
Jumlah Kelahiran ......................................................................
Kemampuan Reproduksi Induk ................................................
'
'
..............................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
LAMPIRAN .........................................................................................
*.* *
ix
x
xi
xii
1
1
2
3
3
4
4
4
6
7
8
10
10
10
10
10
10
10
10
11
11
17
17
20
23
23
24
25
29
No
Teks
Halaman
1 Rata0rata
antara
dengan
...........
11
2 Potensi kelahiran harimau Sumatera ..............................................
16
3 Potensi kelahiran harimau Siberia .................................................
16
No
1
2
3
4
5
6
7
Teks
Halaman
Harimau Sumatera ..........................................................................
4
5
Harimau Siberia ..............................................................................
Distribusi Harimau di Habitat
............................................
7
Berbagai Macam Tipe Uterus .........................................................
8
Kumpulan grafik rata0rata
per bulan ..............................
12013
Kumpulan grafik jumlah kelahiran per bulan .................................
14015
Proses Biosintesis Melatonin .........................................................
21
No
Teks
Halaman
1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian .......................................................
29
" "
*3*& - .* * )
Harimau Sumatera merupakan hewan karnivora yang memiliki habitat di
pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan satu0satunya subspesies dari
yang masih ada di Indonesia. Harimau Sumatera (
) hanya tinggal di kepulauan Sumatera (Wikipedia, 2010a). Harimau
Sumatera diklasifikasikan oleh CITES (2010) ke dalam
, yakni
termasuk spesies yang terancam kepunahan dan atau mungkin terpengaruh oleh
perdagangan. Harimau Sumatera (
merupakan salah satu subspesies
, Pocock 1929)
(Linnaeus 1758) yang ditemukan
di pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan subspesies
terkecil yang masih bertahan hingga saat ini seperti yang disebutkan dalam
Wikipedia (2010b). Harimau Sumatera hidup di daerah dataran rendah dan hutan
pegunungan, seperti disebutkan dalam Krech, McNeill, dan Merchant (2004).
Berkurangnya populasi harimau Sumatera disebabkan oleh perbuatan tangan
manusia dan bencana alam yang terjadi di bumi, akan tetapi sebagian besar
berkurangnya populasi harimau Sumatera akibat dari perbuatan manusia, seperti
penebangan hutan besar0besaran atau
, perburuan liar pada harimau
Sumatera dan eksploitasi besar0besaran, sisanya akibat bencana alam yang terjadi
seperti kebakaran hutan. Akibat kehilangan habitat alaminya, hewan ini semakin
sering berkonflik dengan manusia. Di dalam bukunya, MacKinnon (1992)
menyebutkan bahwa tuduhan yang sering terlontar oleh media massa yaitu
harimau Sumatera yang memangsa ternak, bahkan memangsa penduduk.
Subspesies lain dari
yaitu
atau
dikenal juga sebagai harimau Siberia. Harimau Siberia adalah subspesies harimau
terbesar di bumi. Menurut Wikipedia (2010b), Harimau ini juga merupakan
subspesies terbesar dari famili Felidae. Nama Siberia sebenarnya kurang cocok,
karena wilayah jelajah harimau ini ada di Timur Jauh Rusia di daerah Amur0
Ussuri, dan sangat sedikit yang ditemukan di perbatasan Cina dan Korea, seperti
2
yang disebutkan di dalam AMUR (2010). Karena itu harimau ini disebut juga
dengan
.
Kedua subspesies harimau di atas berasal dari
yang
mengalami divergensi sehingga terbentuk menjadi beberapa subspesies. Di dalam
Waddington (1939), Faktor0faktor isolasi geografis merupakan hal terpenting
dalam terjadinya divergensi. Isolasi geografis menyebabkan terjadinya perbedaan
pada habitat suatu spesies. Jika spesies yang sama berada di tempat yang berbeda,
maka masing0masing spesies akan menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.
Jika hal ini berlangsung lama, dapat terjadi divergensi spesies menjadi subspesies,
atau –jika isolasi berlangsung sangat lama– menjadi spesies yang berbeda.
Divergensi ini akan menyebabkan perbedaan pada fisiologis hewan, termasuk
reproduksi. Harimau Sumatera hidup di daerah tropis dengan sinar matahari
sepanjang tahun, sedangkan harimau Siberia hidup di wilayah subtropis yang
hanya disinari matahari pada bulan0bulan tertentu. Perbedaan paparan sinar
matahari ini menyebabkan terjadinya perbedaan musim. Pada daerah beriklim
subtropis, terdapat empat musim, yaitu musim semi, musim panas, musim gugur,
dan musim dingin. Perbedaan iklim ini kemungkinan akan berpengaruh terhadap
profil reproduksi dari kedua subspesies harimau tersebut.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mempertahankan populasi kedua
jenis harimau tersebut, di antaranya adalah dengan mendirikan habitat
. Upaya membangun habitat
suaka margasatwa, sedangkan habitat
dan
, yaitu dengan membuat cagar alam dan
diantaranya adalah dengan cara
membangun pusat penyelamatan satwa, kebun binatang, balai karantina dan pusat
penangkaran.
,4,* 0
.3*
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan profil kelahiran antara
harimau Sumatera dengan harimau Siberia yang berada di habitat
masing. Data
masing0
akan dianalisa secara statistik. Hipotesa yang diajukan
yaitu hipotesa (H0) tidak terdapat perbedaan yang nyata antara
dari
harimau Sumatera dengan harimau Siberia, dan hipotesa (H1) terdapat perbedaaan
nyata dari litter size antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia (α=0,05).
3
Kemudian dilihat jumlah kelahiran dan kemampuan melahirkan antara kedua
subspesies yang dijelaskan secara deskriptif.
7 "
"!
Harimau berada di bawah subfamili Pantherinae, bersama dengan singa,
panther, dan jaguar% Seluruh subspesies harimau berada di bawah spesies
Di dalam bukunya, Mongillo dan Zierdt0Warshaw (2000) menulis
bahwa harimau dapat dikenali dari rambutnya, yang biasanya berwarna kuning0
oranye dengan garis hitam vertikal.
.*2 6 *2
*&
*,
Taksonomi harimau dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Carnivora
Famili
: Felidae
Subfamili
: Pantherinae
Genus
:
Spesies
:
Subspesies
:
"
(
(punah)
(punah)
(punah)
Harimau yang diteliti kali ini berasal dari subspesies
(harimau Sumatera) dan
(harimau Siberia).
5
. )
*&
*&
*,
*, !, *3 &*
Harimau Sumatera (
, Pocock 1929) merupakan
salah satu subspesies
(Linnaeus, 1758) yang ditemukan di pulau
Sumatera. Di dalam Krech, McNeill, dan Merchant (2004), harimau Sumatera
hidup di daerah dataran rendah dan hutan pegunungan. Selain itu harimau
Sumatera juga ditemukan di daerah rerumputan alang0alang tinggi dan juga rawa0
rawa air tawar. Harimau Sumatera merupakan harimau yang relatif lebih kecil,
memiliki kaki yang lebih pendek daripada harimau0harimau bumi bagian utara.
Umumnya berwarna oranye gelap dengan garis hitam yang rapat, dan rambut
dagu yang panjang dan meruncing. Berat badan harimau Sumatera berkisar antara
100 sampai 104 kg, dengan panjang badan antara 2200255 cm. Di dalam Prynn
(2004) disebutkan bahwa mangsa utama dari harimau Sumatera adalah babi liar
dan sambar (' (
). Di dalam CITES (2010) harimau Sumatera
dimasukkan ke dalam
. Sedangkan di dalam IUCN
harimau Sumatera termasuk dalam
(2010),
sejak tahun 2008.
Gambar 1. Harimau Sumatera (Wikipedia 2010a)
*&
*, ! - & *
Harimau Siberia (
) merupakan subspesies harimau
terbesar, sekaligus kucing terbesar yang ada di muka bumi. Harimau Siberia juga
termasuk ke dalam
konifer, oak, dan
CITES (2010). Harimau Siberia hidup di hutan
yang tidak berada di Siberia, tetapi di daerah timur jauh
Rusia (misalnya di provinsi Ussuri dan Khabarovsk), dan beberapa hidup di
6
wilayah timur laut Cina. Karena rambutnya yang lebih tebal, harimau Siberia
terlihat lebih besar dari ras yang ada di India dan Asia Tenggara. Harimau Siberia
membutuhkan hewan buruan yang besar, seperti babi hutan dan rusa merah. Ada
satu kasus dimana harimau Siberia menyerang beruang coklat dewasa. Spesimen
terbesar yang pernah dilaporkan adalah seekor harimau jantan yang ditembak di
cekungan sungai Sungari di Manchuria pada tahun 1943. Di dalam Ellis (2005)
disebutkan, spesimen ini memiliki panjang 3,507 m, dihitung dari kepala sampai
ke ujung ekor.
Gambar 2. Harimau Siberia (Wikipedia 2010b)
Harimau memiliki ukuran yang bervariasi. Tetapi variasi antar subspesies
ini lebih bersifat gradual daripada diskrit (Kitchener dan Dugmore 2000). Ukuran
tubuh harimau yang hidup di lebih ke selatan lebih kecil, kemungkinan karena
adaptasi terhadap suhu yang lebih hangat yang mengharuskan pelepasan panas
tubuh yang lebih efisien, dan juga untuk mengurangi kebutuhan energi di
lingkungan yang tidak selalu terdapat mangsa berupa ungulata besar (McNab
2005). Pola garis hitam dengan dasar berwarna oranye0emas dari harimau terlihat
mencolok di dalam kandang. Akan tetapi di alam, walaupun di habitat semi
terbuka, pola garis tersebut membuyarkan
tubuh, dan membuat harimau
tidak mudah terlihat (Sunquist 2010). Secara fisik harimau merupakan hewan
yang kuat dan dapat menjatuhkan mangsa yang berukuran lima kali berat
tubuhnya. Tengkorak harimau besar dan pendek, sehingga meningkatkan
kekuatan gigitan dari taring (Valkenburgh dan Ruff 1987). Harimau bukan
termasuk pelari jarak jauh. Harimau sangat jarang mengejar mangsanya lebih dari
150 meter, dan mengandalkan akselerasi yang tinggi. Seperti kucing lainnya,
harimau termasuk digitigradi, yang berarti berjalan dengan jari. Bantalan telapak
7
yang lembut mendistribusikan bobot tubuh harimau, yang tidak hanya menjadikan
gerakan harimau menjadi luwes, tapi juga tidak terdengar.
*- 3*3
*&
*,
Harimau merupakan jenis kucing yang habitat utamanya berada di dalam
hutan. Ada tiga persyaratan yang dibutuhkan suatu tempat agar cocok menjadi
habitat harimau. Pertama, daerah tersebut harus memiliki banyak vegetasi rimbun
agar harimau dapat bersembunyi dan mengendap0endap mengintai mangsanya.
Kedua, di daerah tersebut harus terdapat banyak kolam dan sungai, karena
terkadang mereka mendinginkan badannya dengan berendam di dalam air.
Kebiasaan berendam ini menyebabkan harimau menjadi perenang yang baik.
Populasi harimau sebagian besar hidup di daerah rawa0rawa di India dan Asia
tenggara. Syarat terakhir adalah tersedianya suplai makanan yang cukup. Harimau
membunuh dan memakan hewan besar, seperti ternak, rusa, dan babi.
Harimau hidup soliter, dan tiap ekor memiliki wilayah hutan yang luas
untuk dirinya sendiri. Daerah tersebut cukup besar untuk menjamin suplai mangsa
yang cukup untuk makanan harimau. Hal ini menyebabkan harimau tersebar luas.
Harimau Siberia adalah yang paling menyebar, dengan individu yang terpisah
ratusan mil jauhnya dari individu lainnya. Hal ini karena hutan Siberia di Rusia
sangat dingin dan mangsa untuk harimau Siberia juga hidup menyebar, seperti
yang disebutkan dalam Beer
(2007).
Harimau membutuhkan wilayah jelajah yang cukup luas. Menurut
Hamaide (2007), harimau memiliki daerah jelajah seluas 100 km2. tetapi wilayah
jelajah ini dapat bervariasi, tergantung ketersediaan makanan di suatu wilayah.
Wilayah jelajah akan mengecil jika mangsa harimau tersedia lebih dari cukup.
8
Gambar 3. Distribusi Harimau di Habitat
(Beer
2007)
Contohnya di Chitwan, di dalam MacDonald dan Loveridge (2010), luas
wilayah jelajah harimau rata0rata 20 km2.
Di wilayah dengan mangsa yang
sedikit, wilayah jelajah harimau akan lebih luas. Di dalam MacDonald dan
Loveridge (2010), pada harimau Siberia yang tinggal di habitat dengan mangsa
yang tersebar, wilayah jelajah tiap individu bisa mencapai 400 km2. Wilayah
jelajah harimau akan berbanding terbalik dengan kepadatan mangsa (Karanth
2004). Sebagai tambahan, untuk harimau Sumatera di Taman Nasional Way
Kambas, jarak jelajah minimum dari harimau betina adalah 49 km2 dan harimau
jantan dewasa memiliki wilayah jelajah mencapai 116 km2 (Franklin
1999).
2 &8*2
Habitat
aslinya. Habitat
merupakan tempat tinggal satwa yang berada di luar habitat
dibuat semirip mungkin dengan aslinya agar hewan
merasa nyaman. Konservasi ex0situ didefinisikan dalam '
(
(
$
sebagai “pengawetan komponen0komponen keragaman plasma nutfah di
luar habitat aslinya. Ini melibatkan pengambilan sampel, transfer, dan
penyimpanan dari suatu taxa target dari daerah koleksi dan biasanya dilakukan
untuk menjamin suatu spesies atau populasi yang pada saat itu atau memiliki
potensi kehancuran fisik, tergerus dan tergantikan oleh spesies lain, atau
kemerosotan genetik” (UNCED 1992).
9
adalah kronologi populasi harimau yang ada di dalam
penangkaran. Untuk setiap harimau yang terdaftar, di dalam
terdapat
informasi mengenai tanggal lahir harimau, tanggal kematian, induk jantan dan
betina, lokasi keberadaan dan perpindahan harimau, serta nomor identifikasi
institusi yang memiliki harimau dan nomor identifikasi
yang
terstandarisasi (Seifert dan Muller 1984).
&
adalah suatu ukuran kuantitatif dari suatu hewan. Di dalam
Kaps dan Lamberson (2009) disebutkan bahwa
variable diskrit. Untuk harimau, rata0rata
sendiri adalah suatu
adalah 304 seperti yang
disebutkan dalam Triefeldt (2007). Di dalam The American Heritage® Medical
Dictionary (2007),
adalah keturunan yang dihasilkan dalam sekali kelahiran
pada mamalia multipara. &
dipengaruhi oleh bentuk uterus. Uterus
harimau memiliki bentuk bipartitus. Dalam Hyman (1992) ada bentuk bipartitus,
kedua cabang uterus bersatu di bagian posterior dan menuju ke vagina melalui
cervix yang sama. Bentuk uterus seperti ini memungkinkan harimau memiliki
lebih dari satu.
Gambar 4. Berbagai macam tipe uterus. (A)Duplex. (B)Bipartitus.
(C)Bicornuatus. (D)Simplex. (Feldhamer
2007)
Di dalam Senger (1999) berdasarkan
, hewan dapat dibagi
menjadi monotocous (hanya melahirkan satu keturunan tiap kelahiran) dan
polytocous (melahirkan lebih dari satu keturunan tiap kelahiran). Perbedaannya
10
terdapat pada fase folikular. Pada spesies monotocous terdapat beberapa folikel
yang terpilih, tetapi pada akhirnya hanya satu yang akan menjadi folikel dominan.
Sedangkan pada spesies polytocous terdapat beberapa folikel dominan. Kondisi
dominansi ini ditandai oleh adanya satu atau lebih folikel preovulasi yang
memberikan efek inhibitori yang besar kepada folikel antral lainnya yang berada
pada kohort terekrut dan terpilih. Pengaruh inhibitori ini diperkirakan karena
kombinasi produksi inhibin oleh folikel dominan dan pengurangan suplai darah ke
beberapa folikel. Penurunan konsentrasi FSH di dalam darah yang disertai
penurunan suplai darah ke beberapa folikel menyebabkan folikel0folikel tersebut
atresia. Hanya folikel yang menerima suplai darah yang lebih banyak (yang juga
berarti menerima lebih banyak gonadotropin) yang akan terus tumbuh dan
menjadi dominan. Perbedaan jumlah folikel dominan inilah salah satu penyebab
terjadinya perbedaan
9* +* ) ' 3 . 3
Hewan yang diteliti adalah harimau Sumatera (
dan harimau Siberia (
)
).
3 ' . )
&
)* *3*
$
diamati berdasarkan data sekunder dari
. Data yang dipergunakan merupakan kompilasi dari
tahun 198402003.
7, .*(
.*( &* % Jumlah peristiwa kelahiran dirangkum setiap bulan
untuk tiap subspesies. Data sekunder yang digunakan berasal dari
$
tahun 198402003.
* 0,*
.*( & * %
Kemampuan
individu
harimau
untuk
melahirkan dirangkum dalam tabel. Individu yang dijadikan contoh merupakan
spesimen yang ada di dalam
$
tahun 198402003.
*. 2 2 '*3*
Data
yang didapat akan diuji dengan t0test. Untuk data jumlah
kelahiran dan kemampuan melahirkan dianalisa secara deskriptif.
7*'9*. 0 .* 2* ** 0
.3*
Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2010 sampai dengan Desember
2010 (jadwal terlampir).
!
!
*2 .
Data yang telah dirangkum dari
diuji dengan
t0test. Dari hasil penghitungan, diperoleh thitung=2,12, sedangkan ttabel=1,96.
Karena thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti bahwa
antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia berbeda nyata pada tingkat
kepercayaan 95%.
Tabel 1. Rata0rata
Subpesies
dengan
N
rata0rata
180
2,21b
220
2,36a
yang berbeda menunjukkan rata0rata yang berbeda nyata
Huruf
antara
Selain
, dari data yang dirangkum ini juga dapat dilihat
jumlah perkawinan tiap bulannya dari masing0masing spesies yang dapat dilihat di
gambar 6. Potensi kedua subspesies dalam menghasilkan keturunan dijelaskan di
dalam tabel 2 dan tabel 3.
-*(*2*
Pada habitat
, perkawinan diatur dan dilakukan pembatasan, karena
berkaitan dengan kapasitas dari habitat
pembatasan, pengelola habitat
sendiri. Walaupun dilakukan
tetap memegang satu prinsip dasar saat akan
mengawinkan harimau0harimau tersebut, yakni mengawinkan harimau pada saat
estrus, karena betina hanya reseptif terhadap jantan saat estrus. Berdasarkan
pemikiran di atas, hasil dari penelitian ini sedikit banyak menggambarkan hal
yang juga terjadi di habitat aslinya.
13
1984
1989
1985
1990
1986
1991
1987
1992
1988
1993
Gambar 5a. Kumpulan grafik rata0rata
per bulan dari tahun 198401993.
14
1994
1999
1995
2000
1996
2001
1997
2002
1998
2003
Gambar 5b. Kumpulan grafik rata0rata
per bulan dari tahun 199402003.
15
1984
1989
1985
1990
1986
1991
1987
1992
1988
1993
Gambar 6a. Kumpulan grafik jumlah kelahiran per bulan dari tahun 198401993.
16
1994
1999
1995
2000
1996
2001
1997
2002
1998
2003
Gambar 6b. Kumpulan grafik jumlah kelahiran per bulan dari tahun 199402003.
17
Tabel 2. Potensi kelahiran harimau Sumatera
! "
#
$"%
$"%
! "
) #
&'(
#
) #
$"%
&'(
! "
! "
$"%
#
#
$"%
&'(
#
&'(
) #
$"%
*
! "
#
) #
#
*
&'(
$"%
) #
*
$"%
! "
! "
) #
Tabel 3. Potensi kelahiran harimau Siberia
$"%
) #
! "
#
*
) #
#
&'(
! "
*
*
$"%
$"%
*
&'(
&'(
$"%
#
*
*
$"%
#
#
$"%
*
*
#
Keterangan:
*
#
Jumlah anakan yang lahir ditulis dengan pola A (B,C,D)
A = jumlah total anakan
B = jumlah anakan dengan jenis kelamin jantan
C = jumlah anakan dengan jenis kelamin betina
D = jumlah anakan dengan jenis kelamin tidak diketahui
#
! "
*
18
&
adalah suatu ukuran untuk menyatakan jumlah anakan yang
lahir di dalam satu peristiwa kelahiran. Pada penelitian kali ini, diketahui bahwa
antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia berbeda nyata
(α=0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa di antara kedua subspesies tersebut
terdapat perbedaan dalam kemampuan reproduksinya. Lingkungan merupakan
salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan
, seperti dalam Land
(1985) Dalam Antipov (2006) disebutkan, harimau Siberia hidup di iklim
subtropis, tepatnya berada di daerah iklim sedang dan beku. Sedangkan harimau
Sumatera hidup di iklim tropis. Pakan juga merupakan faktor yang berpengaruh 0
dan mungkin paling berpengaruh0 dalam perbedaan performa reproduksi. Pakan
untuk harimau umumnya menggunakan formulasi yang digunakan secara umum
untuk felid, dengan kebutuhan diet tinggi protein dan lemak, vitamin A (dalam
bentuk retinol), asam arakadonat, taurin dan niasin. Hewan model yang dijadikan
dasar untuk penyusunan nutrisi ini adalah kucing (Hackenberger
yang berada di habitat
1987). Felid
di kebun binatang berbasis SSP (
) dan EEP (
((
) diberi pakan
komersial dengan protokol nutrisi yang detil (Felid Taxon Advisory Group 2008).
Pakan tersebut terdiri dari daging kuda atau sapi, yang diseimbangkan dengan
premix vitamin dan mineral, dan tersedia dalam bentuk beku atau kalengan.
Tabel 2. Komposisi nutrisi yang ada di dalam pakan komersial
Nutrisi yang terkandung
Jumlah
Protein kasar
19,0% (min.)
Lemak kasar
12,0% (min.)
Serat kasar
1,5% (min.)
Abu
4,5% (max.)
Kalsium
0,6% (min.)
Fosfor
0,5% (min.)
Air
62,0% (max.)
Vitamin A
7.500 IU/lb (min.)
850 IU/lb (min.)
Vitamin D3
Komposisi dari pakan tersebut adalah sebagai berikut: daging kuda, jeroan
kuda, tepung tulang, hati, tepung ikan, bungkil kedelai,
kering, ragi bir kering, garam, sterol hewan
(
bit kering, telur
(sumber vitamin D3),
19
suplemen vitamin B12, suplemen vitamin E, menadion, natrium bisulfit (sumber
aktivitas vitamin K), suplemen riboflavin, niasin, kalsium pantotenat, kolin
klorida, tiamin, piridoksin hidroklorida, asam folat, tembaga oksida, kobalt
karbonat, mangan oksida, etilen diamin dihidriodida, dan zinc oksida.
Selain pakan ini, felid lebih umum diberi pakan yang di bawah standar,
sering hanya daging sebagai satu0satunya sumber pakan. Hal ini dapat berdampak
pada fertilitas, yakni terjadi penurunan fertilitas (Howard dan Allen 2008).
Perbedaan pakan antara kedua subspesies kemungkinan menyebabkan terjadinya
perbedaan
, karena pakan di bawah standar ini dijumpai di kebun
binatang pada negara0negara berkembang, dan harimau Sumatera kebanyakan
berada di kebun binatang di negara berkembang karena harimau ini merupakan
satwa tropis.
Triefeldt (2007) menulis di dalam bukunya bahwa
rata 304. Tetapi dari data yang berasal dari
!
harimau rata0
untuk kedua
harimau berada di bawah rata0rata (harimau Sumatera 2,21; harimau Siberia 2,36).
Kemungkinan rendahnya jumlah
embrio. Dalam Arthur
ini dapat dikarenakan kematian
(1996) disebutkan, pada hewan polytocous, kematian
embrio dapat terjadi tanpa mengakhiri kebuntingan. Kematian embrio ini dapat
disebabkan oleh faktor lingkungan atau genetik. Bisa juga disebabkan oleh
gabungan kedua faktor ini. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan kematian
embrio yaitu iklim, nutrisi, stres, laju ovulasi, kegagalan faktor rekognisi
fetomaternal, kondisi uterus, hormon, agen infeksius, dan teratogen. Faktor iklim
berpengaruh pada individu yang berada pada iklim yang berbeda dengan habitat
aslinya. Perbedaan ini dapat mengakibatkan stres pada individu yang akhirnya
menyebabkan kematian embrio. Nutrisi berfungsi sebagai penyokong kehidupan
bagi induk dan juga embrio. Jika terjadi malnutrisi, asupan nutrisi ke embrio akan
berkurang. Kekurangan asupan nutrisi ini dapat menyebabkan terjadinya kematian
embrio, karena kebutuhan nutrisi lebih besar dari asupannya, sehingga tidak
semua embrio dapat dipertahankan. Kegagalan faktor rekognisi fetomaternal
merupakan salah satu kelainan imunitas yang menyebabkan sistem pertahanan
induk tidak mengenali embrio dan menganggapnya sebagai benda asing. Akibat
dari kegagalan ini embrio akan diserang oleh sistem pertahanan tubuh dan
20
mengalami kematian. Kondisi uterus berpengaruh dalam kematian embrio karena
uterus merupakan tempat terjadinya implantasi embrio. Jika terjadi gangguan pada
uterus, embrio dapat mengalami kegagalan implantasi dan akhirnya mengalami
kematian. Mekanisme hormon dalam menyebabkan kematian kemungkinan
karena kurangnya hormon progesteron sehingga uterus tidak dapat mendukung
embrio yang ada. Embrio yang tidak mendapat sokongan dari uterus akan mati.
Sedangkan faktor genetik yang menyebabkan kematian embrio yaitu defek satu
gen, abnormalitas poligenik, dan abnormalitas kromosom. Dalam Jackson (2004)
disebutkan, pada kucing terdapat fenomena yang disebut resorbsi fetus. Pada
kasus ini jaringan fetus diperkirakan mengalami autolisis dan dicerna oleh sel0sel
fagosit di dalam darah. Alasan mengapa fetus0fetus tersebut mati tidak diketahui,
tetapi kemungkinan karena kurangnya ruang plasenta untuk masing0masing fetus.
Ada kemungkinan pada harimau juga terjadi rebsorpsi fetus ini, sehingga
yang didapat lebih rendah dari kemampuan sebenarnya. Pada harimau
Sumatera yang berada di iklim subtropis atau harimau Siberia yang berada di
iklim tropis, faktor iklim sangat mungkin berperan dalam terjadinya kematian
embrio. Iklim yang berbeda dari tempat asal harimau dapat menyebabkan stres
sebelum harimau tersebut dapat beradaptasi. Kemungkinan kematian embrio ini
dapat terjadi pada masa0masa adaptasi. Pada harimau0harimau yang hidup di
habitat
, faktor genetik dapat terjadi karena perkawinan antara individu
yang terlalu dekat kekerabatannya. Hal ini dapat memunculkan defek0defek
genetik yang sifatnya resesif homozigot.
7, .*(
.*( &*
Berdasarkan
, jumlah peristiwa kelahiran
tidak mengikuti suatu pola reproduksi tertentu. Dalam
Geptner
(1992), reproduksi
adalah karakteristik dari hewan
tropis. Semiadi dan Nugraha (2006) juga menyatakan bahwa harimau Sumatera
mempunyai pola kelahiran sepanjang tahun. Akan tetapi, hal yang harus dicermati
adalah, tindakan membawa spesies tropis ke daerah beriklim sedang tidak serta0
merta menjamin hewan tersebut langsung beradaptasi dengan pola reproduksi
musiman, seperti yang ada dalam Short (1984). Hewan akan membutuhkan waktu
21
yang cukup lama hingga dapat terjadi adaptasi yang sesuai dengan lingkungannya.
Pada
, jumlah peristiwa kelahiran ini mengikuti suatu pola
tertentu. Jumlah peristiwa kelahiran
kebanyakan
mengalami puncaknya saat bulan April sampai bulan Juni. Seal (1987) juga
menyatakan bahwa harimau Siberia mencapai puncak frekuensi kelahiran pada
bulan April sampai bulan Juni. Hal ini seperti dalam Geptner
(1992) yang
menyatakan bahwa 46% dari kelahiran terjadi para bulan Mei. Berdasarkan
, hampir semua
berada di belahan bumi utara, di
daerah beriklim subtropis. Jika masa kebuntingan harimau umumnya adalah rata0
rata 103 hari, seperti dalam Seidensticker! Christie dan Jackson (1993), atau 105
hari dalam Geptner
(1992), dapat disimpulkan bahwa frekuensi perkawinan
terjadi lebih tinggi pada bulan Januari sampai bulan Maret. Dalam Inglis (2008)
harimau tidak mengalami musim kawin yang reguler. Tetapi, walaupun secara
umum harimau dapat kawin sepanjang tahun, pada harimau Siberia terlihat adanya
kecenderungan peningkatan jumlah perkawinan yang terjadi antara bulan Januari
sampai bulan Maret. jumlah peristiwa kelahiran yang tinggi pada bulan tersebut
menandakan adanya kecenderungan peningkatan jumlah estrus. Dalam Short
(1984), bagi hewan yang berada di daerah subtropis, sangat penting untuk
melahirkan pada musim tertentu yang dapat menjamin keturunannya bertahan
hidup, yang biasanya adalah musim panas. Hewan yang menunjukkan kumpulan
siklus estrus pada musim0musim tertentu digolongkan ke dalam
, seperti dalam Senger (1999). Karena harimau Siberia menunjukkan
peningkatan siklus estrus pada bulan Januari sampai bulan Maret, maka harimau
Siberia memiliki siklus estrus yang tergolong
Jika dilihat dari waktu puncak peningkatan siklus estrusnya, maka harimau
Siberia tergolong
dalam Senger (1999),
adalah hewan yang memulai siklusnya pada saat panjang hari memendek. Dua
faktor utama yang mempengaruhi onset musim kawin adalah fotoperiode dan
suhu. Tetapi diantara kedua faktor tersebut, fotoperiode merupakan faktor yang
paling penting. Jalur induksi siklus dari
adalah sebagai berikut.
Retina mata terstimulasi oleh cahaya. Fotoresepsi ini ditransfer oleh
sebuah jalur syaraf menuju satu area spesifik di hipotalamus yang bernama
22
nucleus suprachiasmaticus. Dari nucleus suprachiasmaticus keluar jalur syaraf
kedua yang menuju ke ganglion cervicalis superior. Neuron presinaps tersebut
menyebabkan neuron postganglion tereksitasi. Neuron postganglion ini memiliki
sinaps dengan neuron inhibitori yang berhubungan dengan sel di dalam kelenjar
pineal (pinealosit). Sel tersebut mensekresikan material yang disebut melatonin.
Saat siang hari, cahaya yang diterima oleh sel retina mata mengaktivasi sebuah
jalur neuron eksitatori pada tingkat kelenjar pineal yang menyebabkan neuron
inhibitori terus0menerus tereksitasi. Eksitasi terus0menerus ini menghambat
pelepasan melatonin dari pinealosit. Kebalikannya, pada malam hari jalur
inhibitori tidak tereksitasi karena eksitasi syaraf pada area retina yang sensitif
terhadap cahaya tidak ada. Oleh karena itu, jalur inhibitori akan terhenti dan
melatonin akan dilepaskan oleh pinealosit. Melatonin hanya disintesis dan
disekresikan pada malam hari. Melatonin menstimulasi GnRH dan kemudian
memicu siklus.
Menurut Gupta dan Spessert (2007), pada vertebrata melatonin disintesis
dari triptofan. Pertama, triptofan dikonversi menjadi 50hidroksitriptofan oleh
enzim triptofan hidroksilase. Kemudian enzim L0asam amino dekarboksilase
mengonversi
50hidroksitriptofan
menjadi
50hidroksitriptamin
(serotonin).
Serotonin ini kemudian diasetilasi menjadi N0asetiloserotonin oleh enzim
pembatas
laju
alkilamin
N0asetil
transferase
(AA0NAT).
Terakhir,
N0
asetiloserotonin dikonversi menjadi N0asetil0metoksitriptamin (melatonin) oleh
enzim hidroksiindol0O0metiltransferase. Aktivitas enzim AA0NAT menunjukkan
suatu siklus diurnal yang memiliki aktivitas rendah pada siang hari, dan kemudian
aktivitasnya menjadi tinggi pada malam hari. Akibatnya, laju konversi serotonin
menjadi melatonin yang minimal pada siang hari menjadikan serotonin
terakumulasi di dalam pinealosit. Sejalan dengan menurunnya intensitas cahaya
(malam hari), aktivitas AA0NAT meningkat dan menstimulasi peningkatan laju
sintesis melatonin. Harimau Sumatera yang merupakan spesies tropis mengalami
panjang hari yang sama sepanjang tahun. Hal ini dapat menyebabkan tidak
terlihatnya perbedaah siklus pada tiap bulan sepanjang tahun. Akan tetapi bagi
harimau Siberia yang merupakan hewan subtropis, panjang hari yang berbeda0
beda karena perbedaan musim menyebabkan adanya perbedaan panjang hari tiap
23
bulannya. Hal ini mengakibatkan adanya perbedaan konsentrasi melatonin pada
darah, dengan konsentrasi yang lebih tinggi pada saat panjang hari memendek.
Karena peningkatan konsentrasi melatonin ini, maka akan terjadi peningkatan
jumlah siklus estrus pada saat panjang hari memendek. Karena harimau Siberia
mengalami peningkatan siklus estrus saat panjang hari memendek, yaitu pada
musim dingin, maka harimau Siberia tergolong ke dalam
.
Gambar 5. Proses biosintesis melatonin (Gupta dan Spessert 2007)
* 0,* & 0& ', 2
',
Dari tabel 2 dan tabel 3 dapat dilihat adanya perbedaan jumlah kelahiran
dari tiap individu. Tabel ini digunakan untuk menunjukkan bahwa kedua
subspesies memiliki kemampuan reproduksi yang tidak berbeda. Kemampuan
reproduksi yang dimaksud adalah jumlah kali melahirkan seekor induk harimau.
Variasi kemampuan melahirkan ini memiliki rentang yang cukup lebar (satu
kelahiran, mis. pada induk harimau Sumatera #361; sampai 12 kelahiran, mis.
pada induk harimau Siberia #211). Variasi ini dapat disebabkan oleh banyak hal,
diantaranya yaitu ketersediaan pasangan di suatu habitat
individu itu sendiri, dan kemampuan dari habitat
, kemampuan
untuk memelihara lebih
24
banyak individu (
). Akan tetapi hal yang lebih menentukan
adalah
dari habitat
!
yang ada. '
tersebut.
Kelebihan populasi dapat menguras habis sumber daya
mencoba mengalokasikan populasi yang ada dengan
sumber daya untuk membuat hubungan dengan sumber daya lebih kongkrit
(dalam Collin dan Collin, 2009). Dalam Miller dan Spoolman (2008)
ditentukan oleh pembatas lingkungan dan potensi biotik yang ada.
'
menyatakan populasi maksimum dari spesies tertentu yang
dapat disokong oleh lingkungan tanpa mengalami degradasi. Laju pertumbuhan
suatu populasi akan menurun jika mendekati batas
dari suatu
habitat. Sumber daya yang menjadi pembatas antara lain air, makanan, dan ruang
gerak.
Pada kedua subspesies yang dipelihara di habitat
adalah kemampuan dari manajemen habitat
tersebut. Faktor pembatas yang
merupakan bagian dari kemampuan manajemen habitat
lain luas habitat
, pembatas utama
yang ada antara
tersebut, pakan yang diberikan, adanya pasangan, serta
kemampuan pengelola habitat
untuk memelihara kesehatan individu yang
ada. Karena faktor0faktor ini, beberapa pengelola habitat
melakukan
pembatasan perkawinan pada harimau peliharaannya. Contoh dari pembatasan ini
yaitu di Taman Safari Indonesia (TSI) di Cisarua, yang melakukan pemisahan
antara kandang jantan dengan kandang betina agar tidak terjadi perkawinan di luar
kontrol manajemen TSI.
!
"
!
2
0,.*
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, yaitu
1. Jumlah
antara harimau Sumatera dengan harimau Siberia
berbeda nyata secara statistik.
2. Pada
harimau
perkawinannya,
Sumatera
sedangkan
belum
diketahui
harimau
Siberia
adanya
pola
dalam
termasuk
3. Kedua subspesies harimau memiliki potensi melahirkan yang sama, yaitu
sebanyak 12 kali melahirkan sepanjang hidupnya.
!*&*
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui adanya
perbedaan kemampuan reproduksi dari satu subspesies yang sama yang berada di
iklim berbeda untuk mengetahui pengaruh iklim terhadap profil kelahiran.
"!
AMUR. 2002.
2010.
)
*
. Diakses 17 Juni
Anonimus. 2007.
+
, Houghton Mifflin Harcourt Publishing Company.
Antipov AN. 2006. .
/
Boston:
Delhi: Research India Publication
Arthur GH, DE Noakes, H Pearson, TJ Parkinson. 1996. 0
2
London: W. B. Saunders Company Ltd.
1
Beer AJ, T Day, L Gray, J Green, T Jackson, B Taylor. 2007.
!0
3 New York: Marshall Cavendish.
CITES. 2010.
2010.
! !
. Diakses tanggal 17 Juni
Collin RM dan RW Collin. 2009.
California: Greenwood Publishing Group
Ellis R. 2005.
$
'
5 1
-
/
! 0
+ 6
/ 7
Washington DC: Island Press.
Feldhamer GA, LC Drickamer, SH Vessey. 2007. 6
(
!
Maryland: The Johns Hopkins University Press.
4
/
/
!
Felid Taxon Advisory Group . Diakses tanggal 20 Agustus
2010.
Franklin N, S Bastoni, D Siswomartono, J Manansang & R Tilson. 1999. Last of
The Indonesian Tigers: A Cause for Optimism. Dalam J Siedensticker, S
Christie & P Jackson (editor). 1
6
(
. Cambridge: Cambridge University Press: 130–147.
Geptner VG, AA Nasimovich, AG Bannikov. 1992. /
(
8
6 '
(
)+
' *! 0
9 New Delhi: Amerind
Publishing Co. Pvt. Ltd.
Gupta BBP dan R Spessert. 2007. Regulation of Melatonin Synthesis: Animal
versus Human Studies. Dalam SR Pandi0Perumal dan DP Cardinali (editor).
6/
New York: Nova Science Publisher,
Inc.
27
Hackenberger MK, JL Atkinson, C Niemuller, RF Florkiewicz. 1987.
Digestibility and metabolizable energy of diets for captive tigers. Dalam
/
7
. RL Tilson dan US Seal, editor. Park Ridge, NJ: Noyes
Publ.
Hamaide B, J Sheerin, C Tingsabadh. 2007. Natural Reserve Selection for
Endangered Species Considering Habitat Needs: The Case of Thailand.
dalam CC Pertsova.
1
: 2070229. New
York: Nova Science Publishers, Inc.
Howard JG dan ME Allen. 2008. Nutritional Factors Affecting Semen Quality in
Felids. Dalam ME Fowler dan RE Miller (editor), :
7
6'
0 Philadelphia: WB Saunders Co.
Hyman LH dan MH Wake. 1992. +
; '
Chicago: University of Chicago Press.
Inglis J. 2008.
IUCN. 2010.
Juni 2010.
7
<
)
( 0
=
Charleston: BiblioBazaar.
* . Diakses tanggal 17
Jackson PGG. 2004. +
Singapore: Elsevier Limited.
/ 0
2
Kaps M dan W Lamberson. 2009. $
UK: MPG Books Group.
!
/
6
Karanth KU, JD Nichols, NS Kumar, WA Link, JE Hines. 2004. Tigers and Their
Prey: Predicting Carnivore Densities Drom Prey Abundance. dalam
/
<
/
, USA 101: 485404858
Kitchener AC dan AJ Dugmore. 2000. Biogeographic Change in The Tiger,
Panthera tigris.
:
&
65:1050125
Krech S, J R McNeill, C Merchant. 2004.
+
0
3 London: Routledge.
/7
(
Land RB. 1985. Genetics and Reproduction. Dalam Austin CR dan RV Short,
editor. 1
6
$
> 1
(
=
MacDonald D, A Loveridge. 2010.
$
New York: Oxford University Press
MacKinnon K. 1992.
7
/ /
PT Gramedia Pustaka Utama.
'
6<
(
;
/7
=
Jakarta:
28
McNab B. 2005. Ecological Factors Influence Energetics in Order Carnivora.
:
51:5350545
Miller GT dan Spoolman S. 2008. & (
(
'
!
Belmont: Cengage Learning
Mongillo JF dan L Zierdt0Warshaw. 2000.
Rochester: University Rochester Press.
Prynn D. 2004.
6
/
!
(
Russian Nature Press, United Kingdom.
Seal US, RL Tilson, ED Plotka, NJ Reindl, MF Seal. 1987. Behavioral Indicators
and Endocrine Correlates of Estrus and Anestrus in Siberian Tigers. Dalam
/
7
6
$
! $
! !
'
(
/
USA: Noyes Publication.
Seidensticker J, S Christie, P Jackson. 1993. 1
6
'
(
+
&
Cambridge: Cambridge
University Press.
Seifert S dan P Muller. 1984.
Zool. Garten.
. Leipzig: Leipzig.
Semiadi G, Nugraha RPT. 2006. Profil Reproduksi Harimau Sumatera (Panthera
tigris sumatrae) pada Tingkat Penangkaran. ?
$
(
(
@
>: 3680371.
Senger PL. 1999.
Conceptions, Inc.
. Washington: Current
Short RV. 1984. Oestrus and Menstrual Cycle. Di dalam CR Austin dan RV
Short, editor. 1
6
$
3+
'
/1
Cambridge: Cambridge University Press.
Sunquist M. 2010. What is a Tiger? Ecology and Behaviour. Dalam R Tilson dan
PJ Nyhus (editor).
/
6
!
!
(
/
Oxford: Academic Press
Triefeldt. 2007.
Press, Inc.
5
California: Quill Driver Book/Word Dancer
UNCED. 1992. ' (
$
(
Conference on Environmental and Development.
Waddington CH. 1939.
Macmillan company.
-
Geneva: United Nations
.
New York: The
29
Valkenburgh BV dan CB Ruff. 1987. Canine Tool Strength and Killing Behaviour
in Large Carnivores. ? :
&
212:3790397
[Wikipedia]. 2010a.
. Diakses 17 Juni 2010.
[Wikipedia]. 2010b. +
17 Juni 2010.
. Diakses
30
Lampiran 1. Jadwal pelaksanaan penelitian
tahapan kegiatan
Pembuatan proposal
Pengurusan surat0
menyurat
Pengambilan data
sekunder
Pengolahan data
Penulisan skripsi
Seminar skripsi
bulan
juni
juli
agustus
september
oktober
november
desember
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
!
!
"
1
% Comparison of Birth Profile of
(Pocock 1929) with
(Temminck 1848) at
Habitat Under the advisory of &% '&(%
)*+*
, - .* */ !0
/
!
Sumatran tiger is the remaining subspecies of tiger in Indonesia and
classified in Appendix I at CITES. Another subspecies of the tiger is
, known as Siberian tiger. Those 2 subspecies were origin from
which has divergenced and separated into several subspecies. The
research aims to compare the birth profile between Sumatran tiger and Siberian
tiger in ex0situ habitat. This research used secondary data compiled from
in the period of 1984 to 2003. The results show that
the litter size of Sumatran tiger significantly different from Siberian tiger
(nSumateran
tiger=180,
average=2,21; nSiberia
tiger=220,
average=2,36). This indicates
some difference in reproductive capability between those tigers which may be
affected by climate and food composition and availability. Data on natality does
not show existing seasonal reproduction pattern in Sumatran tiger as those in
Siberian tiger. Both Sumatran tiger and Siberian tiger have same potential of
reproduction, i.e. maximum of 12 birth through the entire dam’s life.
Keyword: sumatran tiger, siberian tiger, birth profile,
" "
*3*& - .* * )
Harimau Sumatera merupakan hewan karnivora yang memiliki habitat di
pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan satu0satunya subspesies dari
yang masih ada di Indonesia. Harimau Sumatera (
) hanya tinggal di kepulauan Sumatera (Wikipedia, 2010a). Harimau
Sumatera diklasifikasikan oleh CITES (2010) ke dalam
, yakni
termasuk spesies yang terancam kepunahan dan atau mungkin terpengaruh oleh
perdagangan. Harimau Sumatera (
merupakan salah satu subspesies
, Pocock 1929)
(Linnaeus 1758) yang ditemukan
di pulau Sumatera. Harimau Sumatera merupakan subspesies
terkecil yang masih bertahan hingga saat ini seperti yang disebutkan dalam
Wikipedia (2010b). Harimau Sumatera hidup di daerah dataran rendah dan hutan
pegunungan, seperti disebutkan dalam Krech, McNeill, dan Merchant (2004).
Berkurangnya populasi harimau Sumatera disebabkan oleh perbuatan tangan
manusia dan bencana alam yang terjadi di bumi, akan tetapi sebagian besar
berkurangnya populasi harimau Sumatera akibat dari perbuatan manusia, seperti
penebangan hutan besar0besaran atau
, perburuan liar pada harimau
Sumatera dan eksploitasi besar0besaran, sisanya akibat bencana alam yang terjadi
seperti kebakaran hutan. Akibat kehilangan habitat alaminya, hewan ini semakin
sering berkonflik dengan manusia. Di dalam bukunya, MacKinnon (1992)
menyebutkan bahwa tuduhan yang sering terlontar oleh media massa yaitu
harimau Sumatera yang memangsa ternak, bahkan memangsa penduduk.
Subspesies lain dari
yaitu
atau
dikenal juga sebagai harimau Siberia. Harimau Siberia adalah subspesies harimau
terbesar di bumi. Menurut Wikipedia (2010b), Harimau ini juga merupakan
subspesies terbesar dari famili Felidae. Nama Siberia sebenarnya kurang cocok,
karena wilayah jelajah harimau ini ada di Timur Jauh Rusia di daerah Amur0
Ussuri, dan sangat sedikit yang ditemukan di perbatasan Cina dan Korea, seperti
2
yang disebutkan di dalam AMUR (2010). Karena itu harimau ini disebut juga
dengan
.
Kedua subspesies harimau di atas berasal dari
yang
mengalami divergensi sehingga terbentuk menjadi beberapa subspesies. Di dalam
Waddington (1939), Faktor0faktor isolasi geografis merupakan hal terpenting
dalam terjadinya divergensi. Isolasi geografis menyebabkan terjadinya perbedaan
pada habitat suatu spesies. Jika spesies yang sama berada di tempat yang berbeda,
maka masing0masing spesies akan menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.
Jika hal ini berlangsung lama, dapat terjadi divergensi spesies menjadi subspesies,
atau –jika isolasi berlangsung sangat lama– menjadi spesies yang berbeda.
Divergensi ini akan menyebabkan perbedaan pada fisiologis hewan, termasuk
reproduksi. Harimau Sumatera hidup di daerah tropis dengan sinar matahari
sepanjang tahun, sedangkan harimau Siberia hidup di wilayah subtropis yang
hanya disinari matahari pada bulan0bulan tertentu. Perbedaan paparan sinar
matahari ini menyebabkan terjadinya perbedaan musim. Pada daerah beriklim