Adaptasi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae, Pocock 1929) hasil translokasi di Hutan Blangraweu, Nanggore Aceh Darussalam

(1)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Harimau sumatera termasuk dalam kategori satwa langka yang perlu dilindungi keberadaannya. IUCN (The International Union for Conservation of Nature and natural Resources) memasukannya ke dalam status critically endangered sejak 1994 yang ketika itu, dugaan populasi di seluruh pulau Sumatera berjumlah sekitar 400 ekor di dalam kawasan konservasi dan 100 ekor di luar kawasan konservasi (Tilson et al. 1994). Selain itu, harimau sumatera merupakan satwa yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 dan juga termasuk dalam Apendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild flora and Fauna) yang artinya satwa ini dilarang untuk diperdagangkan dalam bentuk apapun. Kenyataannya, status tersebut alih-alih meningkatkan jumlah harimau sumatera di alam, jumlahnya tiap tahun justru makin menurun karena maraknya perburuan. Di Taman Nasional Bukit Tigapuluh saja tercatat sebanyak 305 ekor harimau telah dibunuh dalam rentang tahun 1972

– 2003 (Shepherd & Magnus 2004).

Perburuan terhadap harimau pada umumnya dilatarbelakangi oleh mahalnya harga bagian tubuh harimau. Selembar kulit harimau utuh pada tahun 1980an bisa dihargai hingga USD 3.000,- (Santiapillai & Ramono 1985). Namun bukan hanya perburuan saja yang menyebabkan penurunan populasi harimau sumatera. Deforestasi dan degradasi hutan merupakan ancaman yang sangat signifikan terhadap keberadaan harimau sumatera. Selain itu, konflik harimau sumatera dengan manusia juga turut menyumbang angka laju penurunan populasi harimau sumatera (Dephut 2007)

Harimau merupakan mamalia besar yang membutuhkan daerah jelajah yang luas di alam untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Paling tidak dibutuhkan minimal 15 km2 untuk harimau betina dan 50 km2 untuk harimau jantan (McDougal 1979). Maka dari itu, satwa ini sangat rentan terhadap perubahan luasan habitat yang tersedia akibat deforestasi. Hutan menjadi terfragmentasi sehingga membatasi ruang gerak harimau untuk mempertahankan kelestariannya. Di Sumatera, harimau hanya mampu hidup di kantong-kantong


(2)

habitat yang terpisah di sepanjang pulau. Perkiraan populasi harimau sumatera adalah sekitar 400 – 500 ekor yang hidup terpisah di berbagai kawasan. Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Kerinci Seblat merupakan kantong terbesar dengan perkiraan populasi antara 186 – 350 ekor. Sisanya tersebar di berbagai kawasan konservasi maupun hutan masyarakat di seluruh Sumatera (Dephut 2007).

Pesatnya pertumbuhan populasi manusia dan pembangunan ekonomi di dalam dan sekitar habitat harimau sumatera mengakibatkan meningkatnya potensi konflik antara harimau dan manusia. Antara tahun 1978 – 1997, tercatat sebanyak 146 orang meninggal dunia, 30 luka-luka dan 870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera (Nyhus & Tilson 2004). Di sisi lain, hasil kajian TRAFFIC pada tahun 2002 mengungkapkan setidaknya 35 ekor harimau terbunuh selama konflik dalam kurun waktu 1998 – 2002 (Dephut 2007). Data terbaru Sumatran Tiger Conservation Forum menambah panjang daftar korban konflik dengan 57 orang meninggal, 81 luka-luka, 326 ekor ternak terbunuh, dan 69 ekor harimau yang menjadi korban baik dibunuh maupun dipindahkan ke pusat konservasi eksitu (Priatna et al. 2012)

Berbagai solusi telah ditawarkan oleh banyak pihak dalam menyelamatkan keberadaan harimau sumatera. Lembaga besar seperti IUCN, CITES, dan pemerintah sendiri memberikan perlindungan dalam hal kebijakan. Penghitungan populasi, pengamanan, dan penyadartahuan masyarakat juga telah dilakukan oleh banyak lembaga. Kepada harimau konflik sendiri diterapkan metode translokasi agar tidak menimbulkan trauma terhadap harimau maupun masyarakat korban konflik.

Translokasi merupakan suatu upaya konservasi harimau dengan memindahkannya dari satu tempat ke tempat lain yang lebih cocok. Kegiatan ini dilakukan karena kecenderungan penurunan populasi harimau yang terjadi. Translokasi menjadi pilihan ketika lokasi terjadinya konflik tidak memungkinkan lagi menjadi habitat harimau konflik. Hal ini bisa disebabkan karena habitat tersebut telah ditekan oleh manusia sehingga mengalami degaradasi secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu, trauma bisa dialami oleh harimau maupun masyarakat sehingga membahayakan bagi keduanya. Dalam melakukan


(3)

translokasi, perlu dicari habitat yang sesuai terhadap harimau konflik tersebut agar harimau bisa teradaptasi secara alami.

Hutan Blangraweu merupakan bagian dari Ekosistem Ulu Masen, sebuah kawasan hutan seluas 750.000 hektar dengan tipe hutan yang berbukit-bukit. Kawasan ini terletak di sebelah utara dari Kawasan Ekosistem Leuser yang lebih terkenal dan meskipun berbeda, kedua kawasan ini berhubungan langsung. Pada Hutan Blangraweu inilah salah satu harimau konflik ditranslokasikan.

Seekor harimau betina berumur 1,5 tahun yang dilengkapi dengan GPS Collar dipindahkan dari daerah konflik menuju Hutan Blangraweu pada bulan Desember 2008. Harimau tersebut dilepasliarkan di sekitar padang rumput dataran tinggi di Hutan Blangraweu. Akan tetapi pada bulan Juli 2009, harimau translokasi tersebut akhirnya mati terkena jerat babi. Harimau tersebut kemudian dikuliti dan dijual oleh warga. Berangkat dari keprihatinan atas kegagalan program translokasi tersebut, maka dilakukan penelitian mengenai adaptasi harimau translokasi. Hal ini penting sebab selama ini belum pernah ada kajian mendalam mengenai adaptasi harimau translokasi dan faktor-faktor habitat yang mempengaruhinya. Diharapkan hasil dari penelitian ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam kegiatan konservasi harimau selanjutnya.

1.2.Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mempelajari adaptasi harimau sumatera hasil translokasi di Hutan Blangraweu.

2. Mengetahui faktor-faktor habitat yang mempengaruhi adaptasi harimau translokasi di Hutan Blangraweu.

1.3.Manfaat Penelitian

Manfaat dari kegiatan penelitian adalah untuk :

1. Memberikan informasi mengenai adaptasi harimau sumatera hasil translokasi sebagai upaya untuk mendukung konservasi harimau sumatera.


(4)

2. Memberikan informasi mengenai faktor-faktor habitat yang mempengaruhi adaptasi harimau translokasi sebagai upaya untuk mendukung konservasi harimau sumatera.

3. Mendukung perlindungan harimau sumatera dan habitatnya di Hutan Blangraweu khususnya dan Indonesia pada umumnya.


(5)

2.1. Sejarah Penyebaran dan Populasi Harimau

Sumatera adalah satu-satunya pulau di Indonesia yang masih memiliki populasi harimau liar. Di Bali dan Jawa, harimau telah mengalami kepunahan pada abad ke-20. Harimau yang tercatat secara pasti untuk terakhir kalinya, yaitu di Pulau Bali pada akhir tahun 1930-an, sedangkan harimau jawa terakhir ditemukan saat penelitian tahun 1976. Setelah itu tidak ada catatan lain yang mengkonfirmasikan hal tersebut dengan begitu, populasi harimau di Sumatera menjadi populasi terakhir yang ada di Indonesia.

Pulau Sumatera terpisahkan dari benua Asia pada 600-12.000 tahun lalu ketika ketinggian air laut meningkat, tetapi pulau ini memperoleh banyak bagian fauna yang hampir sama dengan Semenanjung Malaysia, termasuk harimau. Telah beribu-ribu tahun lamanya Sumatera terpisahkan dengan Harimau Benua Asia (Seidensticker 1986).

Dibandingkan dengan waktu silam, saat ini jumlah Harimau Sumatera yang hidup secara liar sudah jauh lebih sedikit. Pada awal abad 20, pemerintah kolonial Belanda sering melaporkan harimau sebagai pengganggu, yang seringkali dengan berani mendatangi pemukiman penduduk di perkebunan (Treep 1973, diacu dalam Shepherd & Magnus 2004). Borner (1978) memperkirakan ada 1000 Harimau Sumatera; sepuluh tahun kemudian, Santiapillai & Ramono (1985) merasa bahwa populasi seharusnya dihitung dalam hitungan ratusan dan bukan

ribuan. Tetapi saat ini, Harimau Sumatera tercatat sebagai “criticallyendangered”

atau mendekati kepunahan oleh World Conservation Union (Persatuan Konservasi Dunia), yang berarti bahwa spesies ini menghadapi resiko sangat tinggi terhadap kepunahannya di alam (Nowell & Jackson 1996).

Pada saat konferensi internasional tahun 1992 dilakukan upaya penghitungan populasi harimau kembali melalui Analisa Kelayakan Populasi dan Habitat Harimau Sumatera. Berdasarkan kesepakatan bersama pada seminar tersebut, setidaknya kurang dari 400 harimau yang tinggal di enam tempat kawasan hutan lindung di Sumatera. Sekitar 100 harimau lainnya yang tinggal diluar hutan lindung, kemungkinan tidak akan bertahan lama (Tilson et al. 1994).


(6)

Tabel 1. Perkiraan populasi harimau sumatera di kawasan konservasi pulau Sumatera

Kawasan Konservasi Luas (Ha)

Habitat Harimau Tersedia (Ha) Dugaan Populasi (Ekor) Perkiraan Laju Hilangnya harimau (ekor/tahun)

TN Gunung Leuser 900.000 360.000 110 2-4 TN Kerinci Seblat 1.500.000 600.000 76 6 TN Bukit Barisan Selatan 357.000 282.000 68 1 TN Berbak 163.000 114.000 50 2 TN Way Kambas 130.000 97.000 20 0 SM Kerumutan 120.000 78.000 30 2 SM Rimbang 136.000 122.000 42 2 Jumlah 3.306.000 1653.000 396 15-17 Sumber : PHPA (1994)

2.2. Wilayah Jelajah dan Teritori

Wilyah jelajah (home range) merupakan seluruh wilayah yang dijelajahi oleh harimau dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Harimau jantan memiliki wilayah jelajah yang lebih luas daripada harimau betina. Harimau jantan mampu menjelajah tiga kali lebih jauh daripada harimau betina, yaitu mencapai 33-65 km sedangkan jarak jelajah rata-rata harimau betina antara 10-33 km. Angka ini bersifat relatif karena daya jelajah harimau juga dipengaruhi oleh daya tahan tubuh, tipe habitat serta ketersediaan kebutuhan hidupnya (Smith 1993).

Teritori merupakan wilayah yang dipertahankan dengan aktif seperti tempat tidur dan tempat bersarang (Delany 1982, diacu dalam Alikodra 2002). Teritori harimau sangat bervariasi tergantung pada kualitas habitat yang ditempatinya. Harimau yang tinggal di habitat baik dan mendukung memiliki wilayah teritori yang lebih kecil dibandingkan harimau yang tinggal di wilayah yang kurang mendukung (Sherpa & Makey 1998).

Harimau melakukan penjagaan terhadap wilayah teritorinya dengan cara meninggalkan bau-bauan pada urine dan feses serta penandaan berupa cakaran pada lokasi tertentu yang mereka rasa strategis dan mampu menghindarkan dari gangguan harimau lain terutama pejantan. Penandaan wilayah teritori oleh harimau akan terus dilakukan berulang. Pengulangan akan meningkat frekuensinya jika berada pada wilayah yang memiliki frekuensi kontak tinggi dengan harimau lain (Tilson & Jackson 1994, diacu dalam PHPA 1994).


(7)

Harimau merupakan kucing besar yang memiliki teritori intraseksual, artinya harimau jantan memiliki teritori yang lebih luas dibandingkan dengan harimau betina. Harimau jantan dalam satu habitat utama mampu mencakup beberapa teritori harimau betina sampai rasio 3:1 (teritori 3 harimau betina dalam teritori satu harimau jantan) (Sherpa & Makey 1998). Harimau jantan memiliki luas teritori 50-150 km2 dan harimau betina 15-150 km2 (McDougal 1979). Harimau jantan tiga kali lebih sering mengontrol teritorinya jika dibandingkan harimau betina (Jackson 1990). Wilayah teritori harimau jantan selain tergantung oleh ketersedian mangsanya juga ditentukan oleh keberadaan betina yang dikawininya (Tilson & Jackson 1994, diacu dalam PHPA 1994).

2.3. Habitat Harimau

Habitat merupakan suatu kawasan yang terdiri dari beberapa kawasan, baik fisik maupun biotik, yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiaknya satwaliar. Habitat mempunyai fungsi dalam penyediaan makanan, air dan pelindung. Habitat yang baik bagi satu jenis satwaliar belum tentu sesuai untuk jenis lainnya, karena setiap satwaliar menghendaki kondisi habitat yang berbeda-beda (Alikodra 2002).

Harimau dapat ditemukan di berbagai tipe habitat asal tersedia makanan berupa satwa mangsa yang cukup, terdapat sumber air yang selalu tersedia, dan adanya cover sebagai pelindung dari sinar matahari. Harimau dapat hidup dengan ketinggian antara 0 – 2000 meter di atas permukaan laut (Borner 1978) dengan habitat favorit berupa hutan bersungai, hutan rawa, dan padang rumput (Santiapilai & Ramono 1985).

2.3.1. Pakan

Kucing besar merupakan karnivora yang cenderung memangsa beberapa jenis mangsa dengan rata-rata 4 jenis satwa mangsa (Kitchener 1991). Beberapa jenis kucing besar merupakan karnivora yang oportunis dalam preferensi satwa mangsa yang dimakannya, dan ukuran maksimum mangsanya berhubungan dengan ukuran tubuhnya. Jumlah pakan yang dimakan kucing besar kurang lebih seperlima dari massa tubuhnya (Schaller 1976).


(8)

Untuk memenuhi kebutuhan makannya, harimau berburu 3–6 hari sekali tergantung ukuran mangsanya. Seekor harimau betina dapat membunuh seekor kijang seberat 20 kg tiap dua atau tiga hari sekali atau seekor sambar seberat 200 kg setiap beberapa minggu. Biasanya seekor harimau membutuhkan sekitar 5-6 kg daging per hari sehingga harimau biasanya tidak langsung menghabiskan mangsanya, hanya sekitar 70% mangsa yang dimakan saat itu juga (Seidensticker

et al. 1999). Sisa makanan biasanya disimpan dengan cara menutupinya dengan daun-daunan dan ranting untuk dimakan kembali serta agar mangsanya tidak tercium dan dimakan oleh satwa pemangsa lainnya (Hutabarat 2005). Besarnya jumlah kebutuhan harimau akan mangsa tergantung dari apakah harimau tersebut mencari makan untuk dirinya sendiri atau harimau betina yang harus memberi makan anaknya (Mountfort 1973, diacu dalam Hutabarat 2005).

Harimau sumatera merupakan satwa karnivora yang biasanya memangsa babi hutan (Sus scrofa), rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), pelanduk napu (Tragulus napu), tapir (Tapirus indicus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), landak (Hystrix brachyura) dan trenggiling (Manis javanica). Harimau kadang-kadang memangsa kijang dan kambing hutan pada kawasan dengan ketingian lebih dari 600 m dpl. Selain itu juga memangsa jenis-jenis reptil seperti kura-kura, ular dan biawak serta berbagai jenis burung, ikan dan kodok. Hewan peliharaan seperti kambing, domba, sapi dan ayam juga menjadi incaran harimau (Griffith 1997; McDougal 1979; Seidensticker 1986; Lekagul & McNeely 1977). Akan tetapi komposisi jenis pakan terbesar yang dimangsa harimau adalah mamalia khususnya hewan ungulata (Kitchener 1991). Harimau dapat bergerak mengunjungi setiap bagian teritorialnya setiap 10 hari sambil mengikuti hewan mangsanya yang secara terus-menerus bergerak aktif ketika harimau aktif bergerak mengejar mangsanya tersebut (Jackson 1990).

2.3.2. Air

Tidak seperti keluarga kucing yang lain, harimau sangat menyukai air dan dapat berenang (Lekagul & McNeely 1977). Bahkan harimau sumatera biasa menyeberangi sungai untuk menjangkau habitat lainnya yang masih dalam teritorinya (Sriyanto 2003). Harimau merupakan satwa yang tidak tahan terhadap


(9)

sinar matahari. pada cuaca panas ia lebih suka beristirahat dekat sumber air, bahkan bila cuaca sangat panas ia berendam di air sampai batas leher. Harimau memang sering dijumpai sedang duduk berendam atau berdiri sebagai cara untuk

menyejukkan badan (McDougal 1979). Harimau cenderung membawa

mangsanya ke dekat sumber air dan memakannya di sana karena saat makan hariamau berhenti beberapa saat untuk minum dan kembali melanjutkan makannya (Grzimek 1975).

2.3.3. Tutupan Lahan

Harimau merupakan satwa yang tidak tahan dengan panasnya sengatan matahari dan umumnya mencari tempat yang teduh untuk beristirahat (Lekagul & McNeely 1977). Harimau tidak ditemukan dalam habitat terbuka, biasanya mereka mendiami daerah yang lebih tertutup yang akan memudahkan mereka untuk berburu dan menyerang mangsanya secara tiba-tiba (MacDonald 1986 diacu dalam Hutabarat 2005). Hutan sekunder yang disebabkan oleh adanya penebangan kayu secara selektif merupakan habitat yang optimal untuk satwa mangsa harimau karena ketersediaan tumbuhan pakan dan memiliki kerapatan cover yang tinggi (Borner 1992).

2.4. Translokasi Harimau

Translokasi karnivora besar, termasuk harimau adalah salah satu cara potensial dalam melakukan kegiatan konservasi untuk mengurangi tingkat kematian, menghindari konflik, serta menambah stok populasi untuk stablitas populasi karnivora di alam (Wolf et al. 1997, diacu dalam Goodrich & Miquelle 2005). Menurut IUCN/SSC (1998), translokasi adalah pemindahan satwaliar baik secara individu maupun populasi dari satu tempat ke tempat lain yang diketahui masih merupakan habitat aslinya. Sasaran dari kegiatan ini adalah untuk menciptakan populasi yang bebas dan lestari yang sebelumnya terganggu. Jenis yang dipindahkan harus jenis asli habitat tersebut dan dikelola secara jangka panjang.


(10)

2.5. Adaptasi

Adaptasi adalah perubahan struktur, fisik atau perilaku organisme dalam menyikapi seleksi alam (Booth & Biro 2008). Satwa akan beradaptasi melalui perilaku dalam menyikapi fluktuasi alam dengan mengubah teritorialitas, perilaku reproduksi, akitivitas makan, dan penggunaan habitat. Harimau sebagai satwa yang memonopoli sumberdaya dalam teritori, akan mengubah teritorialitas ketika dihadapkan dengan habitat yang berbeda.

Sumberdaya menurut Tilman (1982) diacu dalam Begon et al. (2006) adalah semua yang dikonsumi oleh organisme. Dalam hal ini konsumsi bukan hanya memakan tetapi semua yang dipakai oleh organisme tersebut untuk bertahan hidup. Di alam, sumberdaya tidak tak terbatas, maka dari itu akan terjadi perebutan sumberdaya dalam kehidupan satwa. Begon et al. (2006) menyatakan bahwa individu dalam spesies yang sama membutuhkan kebutuhan hidup yang sangat mirip atau sama, kebutuhan tersebut menyebabkan sumberdaya menjadi cepat habis, maka dari itu muncul kompetisi interspesifik. Harimau terutama harus beradaptasi dengan harimau lainnya untuk mempertahankan monopoli atas sumberdayanya.


(11)

3.1. Sejarah dan Status Kawasan

Hutan Blangraweu adalah bagian dari Kawasan Ekosistem Ulu Masen yang terletak di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Kawasan ini merupakan bagian Pegunungan Bukit Barisan yang membentang di bagian barat Pulau Sumatera. Pegunungan Bukit Barisan yang terdapat di Aceh dibentuk oleh dua kawasan yang berhubungan langsung tetapi berbeda, yaitu kawasan Ekosistem Ulu Masen di bagian utara dan kawasan Ekosistem Leuser di bagian selatan hingga Provinsi Sumatera Utara.

Tidak seperti kawasan Ekosistem Leuser yang diberi status sebagai Taman Nasional Gunung Leuser, kawasan Ekosistem Ulu Masen belum memiliki status kuat, yaitu hanya berupa hutan lindung di bawah pengawasan Gubernur Aceh melalui SK NO.19/1999 tentang penunjukan Kawasan hutan Aceh.

Penamaan kawasan Ekosistem Ulu Masen diambil dari nama gunung Ulu Masen yang terletak di Kecamatan Sampoiniet Kabupaten Aceh Jaya. Ulu Masen dianggap mampu mewakili satu kawasan ekosistem hutan di bagian utara Provinsi Aceh. Nama Ulu Masen sendiri diambil dan diputuskan oleh komunitas yang diwakili oleh Imam Mukim Kabupaten Aceh Jaya, yaitu sebuah kesepakatan yang dilakukan pada pertemuan mukim pada tahun 2003 di Meulaboh dan Banda Aceh.

3.2. Letak dan Luas

Secara geografis kawasan Ekosistem Ulu Masen berada pada 4020’3’’LU sampai 5030’0’’ LU dan 95020’0’’ BT and 96030’0’’ BT. Secara Administratif pemerintahan, kawasan Ekosistem Ulu Masen berada pada lima kabupaten di Propinsi Aceh meliputi Kabupaten Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Besar, Pidie dan Kabupaten Pidie Jaya. Luas keseluruhan Ekosiatem ulu masen adalah 738.857 ha. Pembagian luasan kawasan Ekosistem Ulu Masen berdasarkan kawasan administratif pemerintahannya disajikan pada Tabel 2. Hutan Blangraweu terletak di kabupaten Pidie dan Pidie Jaya yang meliputi 36% dari Kawasan Ekosistem Ulu Masen


(12)

No Kabupaten/Kota Luas Kawasan

(ha) (%)

1 Aceh Barat 113,01 15

2 Aceh Jaya 266,57 36

3 Aceh Besar 94,99 13

4 Pidie dan Pidie Jaya 264,28 36

Total 738,85 100

3.3. Kondisi Fisik Kawasan 3.3.1. Topografi

Kawasan Ekosistem Ulu Masen berada di kawasan pegunungan yang berbukit dan bergelombang. Sebagian kecil saja areal yang berupa dataran rendah, yaitu di daerah barat dan timur kawasan. Berbagai elemen morfologi terlihat nyata, seperti rangkaian pegunungan dengan berbagai lipatan patahan dan rengkahan, gugusan bukit terjal dan bergelombang, gunung-gunung, kubah-kubah, dataran tinggi, plato, celah, lembah, jurang, lereng, dataran rendah, pantai, kompleks, dan aliran sungai dengan berbagai bentukan dan sistem pola sungai dengan cabang-cabangnya.

3.3.2. Tanah

Pegunungan Bukit Barisan meliputi beberapa formasi geologi yang berbeda. Perbedaan karakteristik menentukan perbedaan pada lapisan tanah, hidrologi, tumbuhan dan produktivitas biologis. Kawasan berkapur, termasuk formasi kars, pada umumnya berpori, mengalirkan sedikit air permukaan dan mempunyai produktivitas relatif rendah. Intrusi granodiorites yang parah, seperti yang terjadi di dalam batas air Krueng Sabe dari daerah Aceh Jaya, memiliki porositas rendah, lapisan tanah tipis dan memiliki produktivitas relatif rendah.

Terdapat tiga jenis tanah mendominir kawasan ini, yaitu kompleks podsolik coklat, podsolik dan litosol kompleks podsolik merah kuning latosol dan litosol dan andosol. Jenis-jenis tanah tersebut mencakup organosol dan gleihumus, regosol, podsolik merah kuning (batuan endapan), podsolik merah kuning (batuan aluvial), regosol, andosol, litosol, podsolik merah kuning (bahan endapan dan


(13)

podsolik coklat, podsolik dan litosol, serta kompleks resina dan litosol.

3.3.3. Iklim

Iklim Aceh dideskripsikan sebagai tropis dengan kelembaban yang tinggi (80-90%) dan variasi kecil pada temperatur harian (25-27 °C) sepanjang musim. Rataan temperatur tahunan bervariasi pada ketinggian yang berbeda, mulai dari 26°C pada 0 mdpl dan turun sekitar 0,52°C untuk setiap penambahan ketinggian 100 m. Sementara dataran rendah yang panas dan lembab memiliki rataan suhu tanah tahunan di atas 22°C, dan puncak gunung mempunyai rataan antara 0-8°C (3000m ke atas). Kecepatan angin secara umum rendah, berkisar antara 1,5 – 2,5 m/detik. Daerah Aceh dapat digolongkan ke dalam 11 tipe curah hujan, berdasar pada angka rataan jangka panjang dari bulan basah dan bulan kering.

Curah hujan tahunan rata-rata di Aceh bervariasi, hal ini disebabkan oleh hubungan timbal balik yang kompleks antara topografi dan hujan. Daerah dengan curah hujan paling tinggi terletak di sepanjang pantai barat dan daratan sepanjang pegunungan Barisan, yaitu sebesar 3000 mm hingga 5000 mm per tahun. Kebalikannya, curah hujan tahunan rata-rata di beberapa daerah sepanjang pantai utara dan pantai timur hanya berkisar antara 1000 mm hingga 1500 mm, yaitu pada lembah pegunungan antara Takengon dan Owaq di Aceh Tengah. Pada sistem klasifikasi ini, pantai barat Aceh kaki bukit, dan Bukit Barisan timur termasuk dalam golongan sangat basah tipe A dan Af (>9 bulan basah dan <2 bulan kering). Sementara daerah paling kering terletak di lembah Kreung Aceh dan pantai timur laut Aceh, yaitu tipe E2 (<3 bulan basah dan 2-3 bulan kering).

3.4. Kondisi Biologi 3.4.1. Flora

Kawasan ekosistem Ulu masen ditumbuhi berbagi jenis flora mulai dari tanaman bernilai ekonomi tinggi sampai semak belukar. Berbagai jenis tanaman yang dapat di jumpai di ekosistem Ulu masen antara lain lain meranti, keruing, shorea, dan pohon kapur (Dryobalanops aromatica). Pohon buah-buahan antara lain jeruk hutan (Citrus macroptera), durian hutan (Durio exeleyanus dan D.


(14)

domesticum), mangga (Mangifera foetida dan M. quadrifolia), rukem (Flacaourtia rukam), dan rambutan (Nephelium lappaceum).

Selain jenis tersebut juga dapat ditemukan rotan (merupakan plasma nutfah penting bagi kawasan ini), palm daun sang (Johannesteijsmania altifrons) yang merupakan jenis yang hanya terdapat di daerah Langkat, tanaman obat-obatan (kemenyan dan kayu manis), beberapa jenis bunga raflesia (Rafflesia cropylosa, R. atjehensis, R. hasseltii), dan Rhizanthes zippelnii yang merupakan bunga terbesar dengan diameter 1,5 meter, serta berbagai tumbuhan pencekik (ara).

3.4.2. Fauna

Ekosistem Ulu Masen memiliki keanekaragaman fauna yang tinggi. Berbagai jenis satwaliar yang dapat dijumpai diantaranya mamalia. Burung dan reptile. Jenis mamalia yang dapat dijumapai diantaranya lain orangutan (Pongo pygmaeus), serudung (Hylobates lar), kedih (Presbytis thomasi), siamang (Symphalangus sindactylus), linsang (Prionodon linsang), kukang (Nycticebus coucang), kucing emas (Catopuma temmincki), pulusan (Arctonyx collaris), bajing terbang (Lariscus insignis), harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae),

ajak (Cuon alpinus), harimau dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarctos malayanus), gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus), rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), badak sumatera (Dicerorhinus sumatraensis), kambing hutan (Capricornis sumatraensis), tapir (Tapirus indicus). Selain mamalia tersebut juga terdapat jenis burung dan dan reptil yaitu: kuntul kerbau (Bubulcus ibis), kuntul (Egretta sp), itik liar (Cairina sp), rajawali kerdil (Microhierax spp), rangkong (Buceros bicornis), julang emas (Rhiticeros undulatus), dankangkareng (Anthracoceros convextus).


(15)

PETA LOKASI PENELITIAN HARIMAU TRANSLOKASI

IV.

METODE PENELITIAN

4.1. Waktu dan Tempat

Penelitian tentang adaptasi harimau sumatra hasil translokasi dilakukan di Hutan Blangraweu, Kawasan Ekosistem Ulu Masen. Secara administratif lokasi penelitian berada pada Kecamtan Mane dan Geumpang, Kabupaten Pidie serta Kecamatan Meureudue, Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh. Pengumpulan data lapangan dilakukan pada Desember 2009 sampai Mei 2010. Tipe hutan yang terdapat pada lokasi penelitian adalah hutan primer, hutan sekunder dan padang rumput. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.

4.2. Peralatan yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah perangkap kamera tipe Reconyx dan DLC, baterai Alkaline, Silica gel, kamera digital Nikon D40, Global Positioning System (GPS), kompas, peta kerja, pengukur waktu (jam), meteran,

worksheet dan alat tulis. Untuk membantu analisis data menggunakan bantuan perangkat komputer yang dilengkapi program Microsoft Excel 2007, Arc GIS 9.3


(16)

4.3. Objek yang Diamati

Pengamatan dilakukan pada harimau sumatera yang ditranslokasikan ke Hutan Blangraweu. Harimau ini berjenis kelamin betina dan berumur 2 tahun. Setelah terjadi konflik berupa sering memasuki pemukiman dan memangsa hewan ternak, harimau ini ditangkap tanggal 3 Desember 2008 di Jantho. Setelah 18 hari dikarantina dan dinyatakan kondisi fisiknya baik oleh pemeriksaan dokter hewan, harimau ini ditranslokasikan ke Hutan Blangraweu yang berjarak sekitar 70 km dari Jantho (Priatna 2012).

4.4. Jenis Data yang Dikumpulkan

Pengamatan difokuskan pada ruang yang dipakai oleh harimau hasil translokasi. Adapun jenis data yang dikumpulkan meliputi penggunaan ruang harimau translokasi, keberadaan harimau residen serta habitatnya. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer yang dikumpulkan meliputi data spasial berupa Citra Landsat ETM (Enhanced Thematic Mapper) 7 tahun 2000, Peta Rupa Bumi Propinsi Aceh skala 1: 50.000 tahun 1977, Peta SRTM (Shuttle Radar Topography Mission). Selain data tersebut dikumpulkan juga data berupa keberadaan dan tingkat perjumpaan harimau residen dan satwa mangsa, serta habitat harimau yang meliputi cover, air dan gangguan.

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi kondisi harimau sumatera dan habitatnya pada waktu sebelum penelitian, gangguan yang terjadi dan potensial terjadi, interaksi antara harimau sumatera dengan masyarakat, serta kondisi penduduk di sekitar Kawasan Ekosistem Ulu Masen.

Data sekunder dikumpulkan melalui buku, jurnal, internet dan sumber lainnya serta pencarian informasi dengan wawancara informal pada masyarakat dan pihak-pihak yang berhubungan dengan Kawasan Ekosistem Ulu Masen dan harimau serta habitatnya seperti manajemen Kawasan Ekosistem Ulu Masen, Ranger, masyarakat dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) serta lembaga lainya yang menjalin kerjasama dengan Ulu Masen dan Propinsi Aceh.


(17)

4.5. Metode Pengumpulan Data 4.5.1. Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan pendahuluan meliputi :

a. Diskusi mengenai lokasi penelitian, kegiatan ini bertujuan untuk mencari informasi dengan pengelola dan masyarakat untuk penentuan sampel plot lokasi penelitian secara akurat dan juga kesesuaian dengan kondisi lapang dengan peta lokasi.

b. Kajian pustaka, kegiatan ini bertujuan mendapatkan literatur – literatur dan mendapatkan informasi tentang harimau sumatera dan juga data sekunder yang berkaitan dengan harimau sumatera.

4.5.2. Pengumpulan Data Spasial

Data spasial yang dikumpulkan meliputi:

a. Titik-titik lokasi harimau translokasi. Titik-titik tersebut didapatkan dari data GPS Collar yang dipasang pada harimau translokasi. Data GPS Collar tersebut diperoleh dari FFI Aceh Programme dan telah diolah menjadi data titik harian.

b. Mengumpulkan peta-peta di lokasi penelitian untuk diolah lebih lanjut. Peta-peta diperoleh dari FFI Aceh Programme, internet, dan sumber lainnya.

4.5.3. Perangkap Kamera (Camera Trap)

Perangkap kamera (camera trap) merupakan alat yang yang baik dan efektif digunakan dalam pendugaan populasi satwaliar serta penentuan penyebarannya terutama jenis mamalia besar yang hidup di atas tanah (terestrial) (Karanth & Nichols 2002). Perangkap kamera diletakkan pada lokasi yang potensial untuk dilewati mamalia besar, terutama harimau. Kamera dipasang pada jarak 30 cm dari tanah dengan target mamalia terestrial yang potensial sebagai satwa mangsa harimau dapat diambil gambarnya. Cara kerja kamera perangkap berdasarkan sensor gerak dan panas, sehingga ketika ada satwa yang melewati sensor tersebut akan otomatis terekam kamera.


(18)

Pemasangan perangkap kamera dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan titik secara acak pada grid yang telah dibagi sesuai dengan peta kerja berdasarkan penelitian island-wide occupancy survey of tiger yang diinisiasi oleh Departemen Kehutanan dengan LSM. Grid cell seluas 17×17 km atau setara dengan 289 km2 dibagi menjadi 30 grid kecil dengan pembagian 6 sejajar garis bujur dan 5 sejajar garis lintang atau setiap grid kecil berukuran 2,83 x 3,4 km. Pemasangan kamera dilkukan dengan asumsi titik dimanapun dalam setiap grid kecil mewakili keseluruhan kawasan pada grid tersebut.

4.5.4. Survey Lapangan Cepat (Rapid Survey)

Survey keberadaan harimau dan mangsanya dengan menggunkan metode ini dilakukan pada semua jalur pemasangan perangkap kamera. Metode yang digunakan untuk menandakan titik-titik keberadaan harimau sumatera dan mangsanya adalah dengan melakukan pencatatan setiap perjumpaan langsung (direct encounter) maupun perjumpaan tidak langsung (indirect encounter) dari tanda-tanda keberadaan harimau sumatera dan mangsanya pada semua jalur pemasangan perangkap kamera yang dilakukan. Jenis keberadaan harimau yang dicatat adalah perjumpaan langsung, jejak kaki, cakaran, kotoran, sisa makanan serta jejak lainya yang dapat menunjukan keberadaan harimau sedangkan keberadaan mangsa harimau yang dilakukan pencatatan berupa perjumpaan langsung, kotoran, pusat-pusat kegiatan mangsa yang dapat menunjukan keberadaan mangsa harimau sumatera.

4.6. Analisis Data 4.6.1. Analisis foto

Foto-foto hasil jepretan jebakan kamera dipisahkan antara satwa mangsa dan harimau sumatera. Foto-foto harimau sumatera dipisahkan berdasarkan pola loreng (McDougal 1979; Karanth 1995; Franklin et al. 1999), jenis kelamin, ciri-ciri yang berbeda seperti morfologis dan berdasarkan dimensi badan yang mendasar. Kemudian dikembangkan database referensi foto-foto harimau yang bermutu, sehingga terlihat gambar harimau yang telah diidentifikasi dari arah kanan dan kiri, dan mungkin juga dari arah depan dan belakang serta penunjuk


(19)

waktu. Setelah kumpulan referensi ini dibuat maka semua foto individu harimau dapat diklasifikasikan secara tepat (Franklin et al. 1999).

4.6.2. Tingkat Perjumpaan Harimau dan Satwa Mangsa (ER)

Tingkat perjumpaan (ER/Encounter Rate) harimau dan mangsanya (jumlah foto/100 hari) diperoleh dengan melakukan perhitungan total jumlah foto yang berhasil diidentifikasi dibagi dengan total hari kamera aktif dikali seratus. Faktor pembagi seratus digunakan untuk menyamakan waktu satuan usaha yang digunakan dalam keseluruhan periode pemasangan perangkap kamera (O’Brien et al. 2003). ER harimau dan mangsanya dihitung dengan menggunakan persamaan:

100 .

d f ER

Dalam hal ini ER = Encounter Rate, f = jumlah total foto harimau/mangsa, dan d = jumlah total hari operasi kamera.

4.6.3. Daerah Jelajah Harimau Translokasi

Titik-titik lokasi harimau hasil translokasi digabungkan dalam satu peta, kemudian titik-titik terluar digabungkan menggunakan kaidah Minimum Convex Polygon (MCP) 100% yang dikembangkan oleh Mohr (1947). Analisis dilakukan menggunakan ekstensi Hawth’s Tools yang dioperasikan melalui ArcGIS 9.3. Hasil luasan area dari poligon yang terbentuk merupakan luasan daerah jelajah yang digunakan oleh harimau. Metode ini merupakan metode tertua dan telah teruji dalam berbagasi spesies satwa termasuk harimau (Sankar et al. 2010) sehingga bisa dibandingkan dengan hasil penelitian lain.


(20)

5.1. Hasil

5.1.1. Pergerakan Harimau Translokasi Berdasarkan GPS Collar

Berdasarkan data GPS Collar yang dipakai, pergerakan harimau translokasi dapat dilihat pada Gambar 2. Dimulai dari titik awal (tanda segitiga kuning) yaitu daerah padang rumput dataran tinggi, dan berakhir di daerah dekat pemukiman penduduk (tanda segitiga hijau) yang berjarak sekitar 24 km dari titik pelepasliaran.

Gambar 2. Peta pergerakan harian harimau translokasi

Harimau translokasi bertahan hidup selama 213 hari, tetapi jarak tempuh yang tercatat adalah 191 hari, yaitu dilepasliarkan pada Desember 2008 dan berakhir pada bulan Juni 2009. Data GPS Collar selama bulan Juli mengalami gangguan hingga harimau translokasi mati pada pertengahan bulan. Pergerakan harimau translokasi disajikan dalam Tabel 3.

Titik pelepasliaran harimau Titik ditemukan mati

Koordinat harian harimau translokasi Jalur pergerakan harimau Sungai

Savana Batas kecamatan


(21)

Tabel 3. Rekapitulasi data pergerakan harimau hasil translokasi

Bulan Des

‘08 Jan ‘08 Feb ‘09 Mar ‘08 Apr ‘08 Mei ‘08 Jun ‘08 Total

Total (km) 31,63 52,04 41,65 45,43 54,71 60,26 64,98 350,70

Jumlah hari 10 31 28 31 30 31 30 191

Max (km) 6,34 4,41 5,15 5,81 5,19 6,46 6,89 6,89

Median (km) 2,09 1,51 0,62 1,27 1,60 1,37 1,29 1,41

Min (m) 25 3,16 0 10,05 0 0 20,52 0

Rataan harian (km) 3,16 1,68 1,49 1,47 1,82 1,94 2,17 1,84

SD 2,02 1,27 1,38 1,20 1,30 1,52 1,57 1,41

Berdasarkan Tabel 3 didapatkan informasi dan data bahwa pergerakan harimau bervariasi. Total jarak yang ditempuh oleh harimau ini selama 191 hari adalah 350,7 km. Setiap harinya, harimau ini mampu berpindah antara 0 hingga 6,89 kilometer. Rataan pergerakan yang didapat adalah 1,84±1,41 km/hari.

Pola pergerakan harimau translokasi didapatkan melalui rataan pergerakan tiap bulan. Pada awal pergerakannya, harimau translokasi cenderung melakukan pergerakan yang cukup jauh, mencapai 3,16 km/hari. Hal ini menunjukkan bahwa harimau translokasi melakukan eksplorasi di daerah barunya. Kemudian menurun pada bulan selanjutnya menjadi 1,68 km/hari dan mencapai titik terendahnya pada bulan Maret dengan 1,47 km/hari ketika harimau translokasi mendapatkan daerah jelajah di Selatan. Namun demikian pergerakannya kembali naik pada bulan April hingga Juni ketika harimau translokasi berpindah ke Utara.

Gambar 3. Grafik pola pergerakan harimau 0

0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5

Desember Januari Februari Maret April Mei Juni

Jar

ak

(k

m

)

Bulan


(22)

Pola pergerakan tersebut menjadi penanda bahwa harimau translokasi ini tidak serta-merta mendapatkan wilayah jelajah. Dibutuhkan waktu sekitar 4 bulan untuk menemukan daerah jelajah yang sesuai dengan harimau tersebut. Sankar et al. (2010) menemukan hal yang sama dalam penelitiannya di Sariska, India. Bahasan selanjutnya, pergerakan harimau dipisah menjadi dua bagian untuk membedakan pergerakan pada awal dilepasliarkan dengan pergerakan setelah berpindah ke Utara.

5.1.1.1. Awal pergerakan harimau translokasi

Pada awalnya, harimau yang ditranslokasi mencari daerah yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Setelah dilakukan analisis, didapatkan peta dari pencarian daerah jelajah harimau hasil translokasi seperti pada Gambar 4.

Gambar 4. Peta pergerakan awal harimau translokasi

Sejak dilepaskan pada bulan Desember, hanya dalam waktu 10 hari harimau ini telah menjelajahi wilayah sejauh 31,63 km atau mencapai 3,16 km/hari. Pada bulan selanjutnya, pergerakan harimau cenderung menurun, menjadi 1,68 km/hari pada Januari, 1,49 km/hari pada Februari, dan 1,47 km/hari


(23)

PETA PERGERAKAN HARIMAU TRANSLOKASI

DI UTARA pada Maret. Hal ini menunjukkan bahwa harimau telah mendapatkan daerah jelajah sementara. Pada peta (Gambar 4) terlihat garis pergerakan yang sempat berulang sebanyak dua kali. Titik-titik pergerakan mengumpul yang mengindikasikan bahwa harimau sedang tidak banyak bergerak di suatu tempat dalam waktu yang lama, biasanya terjadi ketika harimau mendapatkan mangsa. Kondisi ini bertahan hingga bulan Maret dan kemudian harimau ini berpindah ke daerah Utara sejauh 23 km.

5.1.1.2. Berpindah ke Utara

Harimau translokasi kemudian berpindah ke Utara sejauh 23 km (Gambar 5). Bermula pada bulan Maret, harimau translokasi terus bergerak dan berulang hingga berakhir pada bulan Juni. Data pergerakan menunjukkan rataan pergerakan yang cukup stabil, dimulai pada 1,82 km/hari pada bulan April, 1,94 km/hari pada Mei, dan 2,17 km/hari pada Juni.

Gambar 5. Peta pergerakan harimau translokasi di Utara

Besarnya pergerakan pada daerah Utara ini lebih besar dari pergerakan awal, tetapi arahnya ternyata membuat daerah jelajah menjadi lebih sempit karena


(24)

Koordinat harimau translokasi

PETA PENGGUNAAN RUANG TOTAL HARIMAU TRANSLOKASI

beberapa kali terjadi pengulangan jalur. Jika dibandingkan dengan daerah Selatan, sempitnya daerah jelajah menunjukkan bahwa habitat di daerah Utara lebih bagus daripada daerah Selatan. Namun jarak tempuh yang semakin jauh kemungkinan menunjukkan kesulitan menemukan mangsa. Daerah ini kemungkinan lebih bebas dari persaingan dibandingkan dengan daerah Selatan, tetapi kelimpahan satwa mangsa harimau lebih kecil.

5.1.2. Penggunaan Ruang

5.1.2.1. Penggunaan Ruang Total oleh Harimau Translokasi

Penggunaan ruang total perlu diketahui untuk menentukan ukuran sebenarnya yang dipakai oleh harimau sumatera hasil translokasi sejak dilepasliarkan. Besar tidaknya ukuran ruang total tergantung adaptasi harimau terhadap habitat barunya. Untuk mengetahui cakupan daerah total yang dijelajahi oleh harimau translokasi, dibuat peta dari hasil interpolasi titik-titik keberadaan harimau ini. Berikut adalah peta MCP (Minimum Convex Polygon) total dari harimau translokasi.


(25)

0 200 400 600

Des-Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Penambahan Penggunaan Ruang

Luas (km2) Dengan menggunakan metode MCP 100% seperti yang terlihat pada gambar 6, ternyata luas total area yang digunakan oleh harimau translokasi adalah sebesar 540,60 km2. Detail penggunaan ruang tiap bulan dapat dilihat pada grafik berikut.

Gambar 7. Penggunaan ruang total tiap bulan

Berdasarkan Gambar 7, terlihat bahwa penggunaan ruang terbesar pada periode Desember hingga Januari, atau awal pelepasliaran harimau translokasi. Pada masa ini, harimau sedang berusaha untuk mencari daerah jelajahnya sehingga ia akan mengeksplorasi areal seluas mungkin. Maret hingga April adalah masa transisi harimau, yaitu ketika melakukan perpindahan ke Utara. Proporsi luasan di bulan Maret adalah terbesar kedua, hal ini terjadi karena pada waktu inilah harimau mulai melakukan perpindahannya dan memulai pergerakannya di Utara pada bulan April.

Gambar 8. Grafik penambahan penggunaan ruang total harimau translokasi 183,48

94,04 150,74

82,79 101,86

79,62

Luas penggunaan ruang tiap bulan (km

2

)

Des-Jan Feb Mar Apr Mei Jun


(26)

Ukuran total ruang yang dipakai setiap bulannya bertambah, dari awalnya hanya seluas 183,48 km2 terus bertambah hingga pada bulan April menjadi seluas 540,6 km2. Gambar 8 menunjukkan grafik penambahan penggunaan ruang oleh harimau translokasi.

Setiap hari harimau translokasi memanfaatkan daerah yang berbeda, tergantung pada kebutuhan harimau translokasi saat itu. Rataan luasan MCP bulanan dihitung untuk mengetahui luasan daerah harian yang digunakan tiap bulan.

Gambar 9. Grafik rataan luas wilayah jelajah harian tiap bulan

Berdasarkan Gambar 9, didapatkan informasi bahwa dua angka besar pada rataan bulanan, yaitu 4,48 km2/hari pada bulan Desember-Januari dan 4,86 km2/hari pada bulan Maret. Sesuai dengan pergerakannya, dua bulan ini adalah bulan pencarian daerah jelajah. Bulan Februari bernilai rendah sebab harimau telah menemukan daerah jelajah di Selatan. Sedangkan pada bulan Maret kembali menjadi besar sebab harimau sedang berpindah ke Utara. Terbukti pada bulan-bulan setelahnya, nilai rataan luas harian kembali rendah.

5.1.2.2. Daerah Jelajah Harimau Translokasi

Berdasarkan pola penggunaan ruang total oleh harimau translokasi, ditemukan bahwa harimau translokasi telah melakukan dua kali pencarian daerah jelajah. Hal ini dapat terlihat dari pergerakan memutar di suatu areal yang dilakukan oleh harimau translokasi. Besaran luas areal yang dipakai oleh harimau

4,48

3,36

4,86

2,76 3,29 2,65

0 1 2 3 4 5 6

Des-Jan Feb Mar Apr Mei Jun

Lu

as (k

m

2)/

h

ar

i

Bulan


(27)

PETA DAERAH JELAJAH HARIMAU TRANSLOKASI

translokasi berbeda di kedua daerah. Perbandingan kedua daerah jelajah sementara harimau translokasi dapat dilihat pada peta (Gambar 10).

Daerah jelajah harimau translokasi di daerah Selatan berukuran 225,54 km2. Angka tersebut adalah hasil dari eksplorasi yang dilakukan oleh harimau translokasi pada bulan awal dilepasliarkan. Setelah berpindah ke Utara, besaran daerah jelajah mengecil menjadi sebesar 153,50 km2. Menurut Sherpa & Makey (1998), harimau yang tinggal di habitat baik dan mendukung memiliki wilayah teritori yang lebih kecil dibandingkan harimau yang tinggal di wilayah yang kurang mendukung. Kemungkinan daerah Utara memiliki kondisi habitat yang lebih baik dibanding daerah Selatan, dalam artian di Utara tidak terjadi kompetisi yang ketat dengan harimau residen seperti di Selatan.

Gambar 10. Peta Daerah Jelajah Harimau Translokasi

5.1.3. Faktor Habitat Penentu Pergerakan Harimau Translokasi 5.1.3.1.Harimau Residen

Harimau residen adalah harimau yang telah mendiami daerah yang menjadi lokasi pelepasan. Keberadaan harimau residen diidentifikasi dengan menggunakan metode perangkap kamera dan metode survei jalur. Perangkap


(28)

kamera menangkap 5 individu di 4 kamera berbeda. Satu dari kelima individu harimau yang terekam berjenis kelamin jantan, sedangkan 4 lagi betina. Rekapitulasi harimau tertangkap perangkap kamera disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Individu harimau sumatera tertangkap kamera

Individu Jenis kelamin Perkiraan umur Lokasi temuan Agam Jantan dewasa RC 02 Ineung 1 Betina dewasa RC 02 Ineung 2 Betina dewasa RC 07 Ineung 3 Betina dewasa RC 03 Ineung 4 Betina dewasa RC 11

Identifikasi individu harimau berdasarkan loreng pada bagian tubuhnya yang berfungsi seperti sidik jari pada manusia. Dalam keseluruhan kamera tidak ditemukan harimau yang melewati satu kamera sebanyak dua kali. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa tingkat perjumpaan harimau (ER) adalah sebesar 0.93 foto/100 hari.

Gambar 11. Harimau residen tertangkap kamera a. Ineung 4, dan b. Agam

Kemudian temuan berdasarkan metode survei cepat, terdapat cukup banyak temuan tanda-tanda keberadaan harimau di lapangan. Tanda-tanda keberadaan harimau dapat dengan mudah dibedakan dari jenis lain. Tapak kaki dan kotoran umumnya digunakan untuk mengidentifikasi individu harimau. Kemudian perilaku khusus harimau seperti cakaran di tanah (scrape) dan di pohon (scratch) juga bisa digunakan untuk mengidentifikasi jenis harimau. Tanda-tanda seperti ini penting sebab harimau adalah satwa yang sangat sensitif dan pemalu sehingga jarang sekali ditemukan secara langsung. Bahkan dalam penelitian ini tidak ditemukan harimau dengan perjumpaan langsung sama sekali melalui metode survei, hanya beberapa kali terdengar suara auman harimau. Tanda-tanda keberadaan harimau residen direkapitulasi dalam Tabel 5.


(29)

a b

c d

Gambar 12. Temuan tidak langsung harimau residen a. tapak kaki, b. tulang sisa mangsa, c. feses, dan d. cakaran (scratch).

Secara keseluruhan terdapat 5 jenis jejak yang menunjukkan keberadaan harimau. Jejak berupa tapak kaki ditemukan paling banyak dan sebesar 59 buah ditemukan pada jalur pemasangan kamera, sedangkan 2 buah ditemukan di pinggir sungai. Sebanyak 18 dari 22 buah kotoran ditemukan masih utuh sedangkan 4 buah lagi sudah cukup lama dan mulai rusak. Kemudian cakaran yang ditemukan terdiri dari 4 buah cakaran di tanah (scrape), 2 buah cakaran di pohon (scratch), dan 4 buah cakaran bekas tempat duduk harimau. Cover sejumlah 2 buah ditemukan dalam bentuk cerukan batu yang biasa digunakan harimau untuk tidur dan berlindung.

Tabel 5. Temuan tanda-tanda keberadaan harimau residen

No Tanda keberadaan Jumlah tanda

1 Tapak kaki 61 buah

2 Kotoran 22 buah

3 Cakaran 10 buah

4 Cover 2 buah


(30)

Seluruh data penemuan tersebut, baik melalui kamera perangkap maupun jejak dicatat menggunakan GPS. Setelah direkapitulasi, dihasilkan peta sebaran harimau residen seperti pada gambar 13. Terlihat bahwa sebagian besar titik temuan harimau lokal berada di sepanjang jalur utama. Jalur ini pun digunakan oleh harimau translokasi ketika meninggalkan titik pelepasliaran.

Savana merupakan lokasi ditemukannya empat dari lima harimau residen. Hal ini menunjukkan bahwa daerah ini disukai oleh harimau. Namun harimau translokasi terlihat tidak memotong daerah savana dan memilih untuk menghindari daerah tersebut.

5.1.3.2.Pakan Harimau

Berdasarkan foto-foto hasil perangkap kamera yang berhasil diidentifikasi serta penemuan pada survei cepat, diketahui terdapat 32 spesies satwa liar dari 20 suku yang berpotensi menjadi satwa mangsa harimau. Penemuan pada survei cepat meliputi perjumpaan langsung maupun temuan berupa jejak satwa. Perjumpaan langsung banyak dijumpai untuk jenis yang berada di pohon seperti siamang, kedih, dan julang. Sebagian besar jenis satwa pakan mudah dijumpai


(31)

secara langsung di daerah padang rumput. Rusa dan gajah bisa terlihat dengan mudah dari jauh karena tidak tertutup oleh pohon.

Temuan jejak banyak dijumpai di jalur pemasangan perangkap kamera. Rusa dan kijang biasanya meninggalkan jejak berupa jejak kaki, kotoran dan bekas rumput yang dimakan. Satwa karnivora seperti beruang atau kucing emas meninggalkan jejak berupa cakaran di pohon.

Jenis pakan utama seperti rusa dan kijang sering dijumpai secara langsung. Babi jarang dijumpai di hutan tetapi banyak dijumpai di daerah pinggiran ladang. Selain itu, di kawasan hutan Blangraweu juga dijumpai pendukung habitat satwa pakan berupa kubangan dan salt lick. Satwa pakan khususnya jenis ungulata seperti rusa sambar dan gajah membutuhkan garam mineral yang bisa didapatkan di tempat tersebut.

Tabel 6. Tingkat perjumpaan satwa pakan potensial harimau berdasarkan perangkap kamera

Suku Nama Jenis Nama Ilmiah ER

Cercopithecidae Beruk Macaca nemestrina 6,17

Cervidae Rusa sambar Cervus unicolor 11,26

Cervidae Kijang Muntiacus muntjak 13,58

Felidae Kucing hutan Felis bengalensis 0,31

Felidae Kucing emas Catopuma teminkii 0,93

Hystricidae Landak Hystric brachyura 2,47

Mephitidae Sigung Mydaus javanensis 0,15

Suidae Babi jenggot Sus barbatus 1,70

Tragulidae Napu Tragulus napu 1,08

Viverridae Binturong Arctictis binturong 0,46

Viverridae Linsang Prionodon linsang 0,62

Viverridae Musang Diplogale derbianus 1,08

Khusus jenis satwa pakan yang didapat dari perangkap kamera bisa dihitung tingkat perjumpaannya untuk mengukur keberlimpahan suatu jenis di kawasan hutan Blangraweu. Dari Tabel 6 diketahui bahwa kijang dan rusa sambar merupakan satwa pakan harimau yang paling melimpah dengan ER masing-masing sebesar 13,58 foto/100 hari dan 11,26 foto/100 hari. Diikuti beruk yang sering berpose di depan kamera dengan ER 6,17 foto/100 hari.


(32)

Gambar 14. Satwa pakan potensial harimau. a. babi jenggot (Sus barbatus), b. beruk (Macaca nemestrina), c. rusa sambar (Cervus unicolor), dan d. kijang (Muntiacus muntjak).

5.1.3.3.Tutupan Lahan

Berdasarkan tutupan lahannya, terdapat enam jenis cover yang menyusun wilayah jelajah harimau translokasi, yaitu hutan primer, hutan sekunder, padang rumput, ladang, sawah, badan air dan lahan terbuka. Bagi harimau, tidak ada kebutuhan khusus untuk jenis pohon atau hutan tertentu sebagai habitatnya. Harimau hanya membutuhkan tutupan lahan yang bagus ketika berteduh karena harimau tidak tahan panas menyengat (Lekagul & McNeely 1977). Berdasarkan hal tersebut, tutupan lahan di hutan Blangraweu dibedakan menjadi tiga macam, yaitu kawasan berhutan, ladang dan padang rumput.

Harimau dilepasliarkan di daerah padang rumput, kemudian mengeksplorasi daerah berhutan di sekitar lokasi pelepasliaran. Setelah berpindah ke Utara, harimau tinggal di kawasan berhutan yang berbatasan langsung dengan ladang. Ladang adalah daerah yang cukup rawan bagi harimau meskipun daerah ini potensial untuk didatangi babi hutan. Masyarakat banyak memasang jerat babi dengan kabel sling sehingga jika harimau terkena jerat maka tidak akan bisa

a b


(33)

a

b c

melepaskan diri. Untuk itu pada Tabel 7 dibandingkan jarak harimau translokasi dengan ladang.

Gambar 15. Tipe tutupan lahan lokasi penelitian. a. padang rumput dataran tinggi, b. perbatasan hutan dan ladang, dan c. kawasan berhutan.

Tabel 7. Jarak titik lokasi harimau translokasi dengan ladang Jarak dari ladang

(km)

Total Selatan Utara

N NR (%) N NR (%) N NR (%)

<0 30 15,63 7 7,45 23 23,47

0-0,5 23 11,98 3 3,19 20 20,41

0,5-1 18 9,38 1 1,06 17 17,35

1-1,5 13 6,77 0 0,00 13 13,27

1,5-2 3 1,56 1 1,06 2 2,04

>2 105 54,69 82 87,23 23 23,47

Keterangan: N = Jumlah titik lokasi harimau translokasi NR= N Relatif


(34)

! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !!!!!!!!!! ! ! ! ! ! !! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !!!!! ! ! ! !! ! ! ! ! ! ! ! !!!!!!! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !! ! ! ! ! ! !! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !!! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! 96,100000 96,100000 96,200000 96,200000 96,300000 96,300000 5 ,0 0 0 0 0 0 5 ,0 0 0 0 0 0 5 ,1 0 0 0 0 0 5 ,1 0 0 0 0 0 5 ,2 0 0 0 0 0 5 ,2 0 0 0 0 0 Legenda

! Koordinat harimau Ladang dan pemukiman Savana

Hutan

±

0 2 4 8Kilometers

1:5.000.000

PETA TUTUPAN LAHAN

Sumber: 1. Data GPS Collar Harimau Translokasi FFI Aceh Programme 2. Peta Kecamatan Badan Pusat Statistik

3. Peta Kontur Bakosurtanal

PETA KEBERADAAN HARIMAU TRANSLOKASI BERDASARKAN TUTUPAN LAHAN

Pada awal pelepasliaran, harimau translokasi menghabiskan waktunya di daerah berhutan yang jauh dari ladang. Sebanyak 87,23% titik harimau translokasi ditemukan di daerah tersebut. Hanya sebesar 7,45% titik yang berada di daerah ladang di Selatan yang berupa daerah kosong bekas pemukiman. Namun, sejumlah 23,47% titik lokasi harimau translokasi ternyata berada di daerah ladang sehingga dimungkinkan harimau menggantungkan hidupnya di daerah perbatasan.

Gambar 16. Peta keberadaan harimau translokasi berdasarkan tutupan lahan

5.1.3.4.Keberadaan Air

Perbukitan barisan merupakan daerah yang sangat bergelombang sehingga banyak terbentuk aliran sungai di dalamnya. Hutan Blangraweu pun demikian, dialiri oleh banyak sungai kecil dan beberapa sungai besar. Kondisi seperti ini sangat dibutuhkan harimau untuk bertahan hidup seperti dinyatakan oleh Lekagul & McNeely (1977). Lebih dari itu, ketika cuaca sangat panas ia berendam di air sampai batas leher. Harimau memang sering dijumpai sedang duduk berendam atau berdiri sebagai cara untuk menyejukkan badan (McDougal 1979).


(35)

a

b

c

Harimau translokasi selalu berjalan di jalur yang tidak jauh dari sungai. Tercatat 55% titik lokasi terletak pada jarak kurang dari 1 km. Hanya 8% harimau berada sejauh lebih dari 3 km dari sungai. Akan tetapi selain sungai besar yang terpetakan, masih banyak terdapat sungai kecil serta kubangan yang bisa memenuhi kebutuhan harimau translokasi ketika jauh dari sungai besar.

Gambar 17. Tipe sumber air di lokasi penelitian a. sungai kecil, b. kubangan, dan c. sungai besar.

Tabel 8. Jarak titik lokasi harimau translokasi dengan sungai besar

Jarak sungai Jumlah titik (N) N Relatif (%)

<1 km 106 55,21

1-2 km 45 23,44

2-3 km 26 13,54

>3 km 15 7,81

Berdasarkan Tabel 8, didapatkan informasi bahwa harimau translokasi tidak bisa hidup jauh dari air. Ketersediaan air yang melimpah di hutan Blangraweu membantu harimau untuk bertahan hidup dan memudahkannya mencari mangsa. Gambar 18 menunjukkan peta hubungan harimau translokasi dengan sungai besar di hutan Blangraweu.


(36)

a b

c

PETA KEBERADAAN HARIMAU TRANSLOKASI BERDASARKAN

SUNGAI BESAR

Gambar 18. Peta keberadaan harimau translokasi berdasarkan sungai besar: a. Sungai Pantairaja, b. Sungai Meureudu, dan c. Sungai Tangse

5.1.3.5. Potensi Gangguan

Kondisi hutan di daerah pelepasliaran harimau tampak masih memiliki pohon-pohon berdiameter besar serta berbagai jenis satwa liar yang dapat dijumpai secara langsung. Namun bukan tanpa gangguan, kawasan hutan Blangraweu secara turun temurun telah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan. Bentuk pemanfaatan berupa pengambilan hasil hutan kayu maupun non kayu, perburuan satwa liar, serta alih fungsi hutan menjadi ladang atau pemukiman. Tabel 9 menunjukkan potensi gangguan tersebut.

Tabel 9. Potensi gangguan pada kawasan penelitian.

Kriteria Daerah Selatan Daerah Utara

Perburuan harimau √ √√

Perburuan pakan √√√ √√√

Penebangan liar √√ √√

Perambahan √ √√√

Kebakaran √√ √

Pencari hasil hutan non kayu √√√ √√

Keterangan : √ : potensi gangguan rendah √√ : potensi gangguan sedang √√√ : potensi gangguan tinggi


(37)

Pemanfaatan tersebut rupanya berpotensi menimbulkan gangguan bagi habitat harimau. Harimau dan manusia hidup berdampingan, dan ketika manusia memanfaatkan secara berlebihan maka habitat harimau akan timpang dan mempengaruhi kemampuan hidup harimau di habitat tersebut. Jika manusia mengambil satwa mangsa harimau secara berlebihan, harimau tidak akan mampu memenuhi kebutuhan makannya. Selain itu, gangguan berupa penebangan liar dan pemanenan hasil hutan non kayu secara berlebihan akan mengganggu habitat harimau serta mempengaruhi kehidupan satwa mangsa harimau.

Aktivitas manusia di daerah Selatan ternyata cukup intens. Daerah ini, juga di banyak tempat di hutan-hutan Aceh, merupakan lahan bagi masyarakat daerah sekitar untuk mencari ikan, rotan, gaharu, serta hasil hutan non kayu lainnya. Meskipun daerah ini berjarak sekitar dua hari perjalanan dari desa Geumpang, daerah ini masih kaya akan hasil bumi sehingga masyarakat cukup sering melintasi daerah ini. Perburuan terhadap mangsa harimau juga masih ada, tetapi hanya sebatas konsumsi lokal saja. Harimau tidak terlalu terganggu dengan aktivitas manusia di daerah Selatan.

Gambar 19. Potensi gangguan habitat di lokasi penelitian. a. pencari hasil hutan non kayu, b. penebangan liar, c. pemburu rusa tertangkap kamera, dan d. penemuan perangkap rusa oleh ranger.

a b


(38)

Namun di Utara, masyarakat lebih ekspansif dalam memanfaatkan lahan. Daerah Utara dekat dengan Kecamatan Meureudu yang memiliki akses yang jauh lebih bagus dari daerah Selatan sebab dilintasi jalan provinsi. Masyarakat di daerah ini mengembangkan lahannya hingga masuk jauh mendekati kawasan ekosistem Ulu Masen. Harimau hasil translokasi mati di daerah ini karena terjebak di jerat yang dipasang di perbatasan ladang untuk menghalau babi. Masyarakat di daerah Utara belum memiliki kesadaran mengenai pentingnya harimau sehingga tidak memperhatikan cara yang digunakan untuk melindungi ladangnya. Jerat yang dipasang berupa jerat kabel sehingga jika harimau terjebak tidak akan bias melepaskan diri. Salah satu jerat ini mengenai harimau translokasi, akan tetapi alih-alih dilaporkan kepada pihak yang berwajib, harimau translokasi dibunuh dan kulitnya dijual. Hal ini membuktikan bahwa masih ada perburuan harimau di daerah Utara.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Pergerakan Harimau Hasil Translokasi

Jarang sekali ditemukan harimau yang memiliki pergerakan harian rendah mengingat harimau adalah salah satu mamalia besar yang biasanya bergerak aktif dengan jangkauan yang cukup jauh. Smith (1993) menyatakan bahwa harimau betina mampu menjelajah sejauh 10-33 km. Sedangkan untuk pergerakan harian, Sunquist (1981) menemukan bahwa harimau betina di Nepal bergerak hingga 2,2 km/hari. Angka ini relatif karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti daya tahan tubuh, tipe habitat serta ketersediaan kebutuhan hidupnya. Harimau hasil translokasi yang diamati hanya bergerak paling jauh 6,89 km dalam sehari dengan rataan pergerakan harian 1,84 km/hari. Mengingat kondisi harimau yang baru dilepasliarkan setelah mendapat kepastian tubuh yang fit maka yang menjadi kemungkinan terbesar penyebab rendahnya angka pergerakan ini adalah ketersediaan kebutuhan hidup yang melimpah.

Pada kenyataannya, tidak mudah bagi harimau ini untuk beradaptasi dengan daerah barunya. Gambar 2 menunjukkan bahwa pada awal dilepasliarkan, harimau ini cenderung bergerak aktif dengan rataan pergerakan harian 3,16 km/hari dengan jarak tempuh terjauh dalam sehari mencapai 6,34 km. Angka


(39)

pergerakan ini cenderung menurun untuk bulan-bulan berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa ketika dilepasliarkan, harimau ini langsung berusaha untuk memperoleh wilayah jelajah dan teritori dengan mengeksplorasi kemungkinan ruang yang tersedia dalam habitat baru tersebut. Hal ini diperkuat dengan penurunan angka pergerakan pada bulan berikutnya, yaitu antara Januari hingga Maret yang memiliki rataan pergerakan harian yang hanya senilai 1,47 hingga 1,68 km/hari. Jarak tempuh terjauh pun hanya 5,81 km pada bulan Maret. Ini menunjukkan bahwa harimau ini telah mendapat area yang mampu mendukung kebutuhan hidupnya sehingga harimau ini tidak perlu bersusahpayah lagi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Namun tiba-tiba pada bulan Maret, harimau translokasi berpindah sejauh 23 km ke Utara. Ia kemudian membentuk daerah jelajah baru di sana. Pergerakannya pun berbeda, tiap bulannya angka pergerakannya bertambah, dari 1,82 km/hari pada bulan April, 1,94 km/hari bulan Mei, hingga 2,17 km/hari di bulan Juni. Secara angka memang terlihat lebih besar dibanding di Selatan, tetapi arah pergerakannya ternyata bolak-balik sehingga terlihat membentuk daerah jelajah yang lebih solid.

5.2.1.1. Awal Pergerakan Harimau Translokasi

Harimau translokasi tidak serta merta mendapatkan daerah untuk dikuasai selepas ditranslokasi. Ia harus berjuang untuk mendapatkan daerah jelajahnya dengan mengeksplorasi daerah yang cukup aman dari harimau lain untuk mendapatkan sumberdayanya. Hal inilah yang menyebabkan harimau translokasi ini bergerak cukup jauh pada bulan-bulan awal pelepasannya.

Tercatat dalam waktu 10 hari ia langsung bergerak sejauh 31,63 km atau sekitar 3,16 km/hari. Pergerakan ini relatif jauh jika dibandingkan dengan pergerakan harian harimau betina yang pada umumnya berkisar 1-2 km/hari. Namun pada bulan selanjutnya, pergerakan harimau translokasi ini cenderung menurun, menjadi 1,68 km/hari pada Januari, 1,49 km/hari pada Februari, dan 1,47 km/hari pada Maret. Hal ini mengindikasikan harimau translokasi ini telah mendapatkan daerah jelajah sementara di daerah barunya ini.


(40)

Pada beberapa lokasi ditemukan titik-titik koordinat harimau yang terlihat mengumpul, ini menunjukkan bahwa harimau sedang tidak banyak bergerak di suatu tempat dalam waktu yang lama, hal ini biasa terjadi ketika harimau sedang mendapatkan mangsa yang cukup untuk beberapa hari.

5.2.1.2. Berpindah ke Utara

Harimau berpindah dari Selatan ke Utara untuk mendapatkan daerah yang aman untuk mendapatkan sumberdayanya karena ternyata terdapat lima ekor harimau yang memiliki daerah jelajah di sekitar savana. Pada awal perpindahannya, harimau translokasi tidak menghabiskan banyak waktunya untuk mengeksplorasi daerah Utara ini. Rataan pergerakan harian setelah ia berpindah hanya sebesar 1,82 km/hari.

Kisaran rataan harian bulanan harimau tidak jauh berbeda, antara 1,47 km/hari hingga 2,88 km/hari dengan rataan total untuk pergerakan harian adalah 1,83 km/hari. Lebih rendah dari temuan Sunquist (1981) di Nepal yaitu 2,2 km/hari dan sedikit lebih tinggi dari temuan Barlow (2009) di Bangladesh sebesar 1,72 km/hari. Sebagai perbandingan, disajikan data dari pergerakan harimau di beberapa lokasi (tabel 10.)

Tabel 10. Perbandingan pergerakan harimau di beberapa lokasi

Jenis Kelamin dan Kelas Umur

Rataan (km/hari)

SD Lokasi Sumber

Jantan Dewasa 13,69 Tesso Nilo, Indonesia Hutajulu (2007) Jantan Dewasa 10,84 Tesso Nilo, Indonesia Hutajulu (2007) Betina Dewasa 7,23 Rimbang Baling, Indonesia Hutajulu (2007)

Betina Dewasa 4,32 Tesso Nilo, Indonesia Hutajulu (2007)

Jantan Dewasa 2,8 0,3 Chitawan, Nepal Sunquist (1981)

Betina Dewasa 2,2 0,1 Chitawan, Nepal Sunquist (1981)

Betina Dewasa 2,2 0,1 Chitawan, Nepal Sunquist (1981)

Betina Dewasa 1,84 1,41 Sumatera, Indonesia Riset ini

Jantan Remaja 1,8 0,1 Chitawan, Nepal Sunquist (1981)

Betina Remaja 1,8 0,1 Chitawan, Nepal Sunquist (1981)

Betina Dewasa 1,72 1,69 Sundarban, Bangladesh Barlow (2009) Betina Dewasa 1,65 1,4 Sundarban, Bangladesh Barlow (2009)

Betina Dewasa 1,4 0,2 Chitawan, Nepal Sunquist (1981)

Pergerakan harian untuk harimau betina dewasa berkisar antara 1,4 – 2,2 km/hari di berbagai wilayah, hampir setengah dari pergerakan harian harimau jantan yang mencapai 4,2 km/hari. Harimau yang diteliti oleh Hutajulu (2007) memiliki nilai pergerakan yang sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh sedikitnya


(41)

sampel yang diambil, yaitu hanya sekitar 3 sampai 4 titik sehingga hasilnya bisa dikatakan kurang akurat.

Sayang sekali jarang dilakukan penelitian mengenai pergerakan harimau sumatera. Jika dibandingkan secara morfologis, tubuh harimau benggala lebih besar dari harimau sumatera. Beberapa daerah di India pun memiliki empat musim sehingga ada kemungkinan bulan-bulan tertentu seperti pada musim dingin akan menyulitkan harimau untuk menemukan mangsanya. Perbedaan ini bisa menyebabkan perbedaan pergerakan yang dilakukan oleh kedua jenis harimau tersebut.

5.2.2. Penggunaan Ruang

5.2.2.1. Penggunaan Ruang Total oleh Harimau Translokasi

Luasan ruang total yang digunakan oleh harimau translokasi adalah sebesar 540,60 km2. Luasan ini dihitung menggunakan metode MCP 100%. Ukuran ini sangat luas untuk seekor harimau betina. Waktu yang digunakan untuk mencapai luasan ini adalah sekitar 4 bulan, yaitu ketika harimau translokasi ini telah mendapatkan daerah jelajah di daerah Utara.

Bulan pertama adalah bulan terberat bagi harimau translokasi. Tercatat selama 41 hari setelah pelepasan, ia telah menempuh daerah seluas 183,48 km2. Bulan selanjutnya menurun hingga separuhnya, yaitu hanya sebesar 94,04 km2 dan melesat lagi hingga 150,74 km2 pada bulan Maret. Pada bulan-bulan inilah harimau translokasi mengeksplorasi daerah Selatan hingga akhirnya berpindah ke Utara. Setelah di Utara, luas daerah yang dipakai tiap bulannya tidak berbeda jauh, yaitu sebesar 82,79 km2 pada April, 101,86 km2 pada Mei, dan 79,62 km2 pada Juni.

Hasil yang berbeda ditunjukkan dari Gambar 9 tentang rataan luas harian tiap bulan. Rataan luasan harian terbesar justru pada bulan Maret dengan nilai 4,86 km2/hari, lebih besar dari saat dilepasliarkan dengan luasan 4,48 km2/hari. Hal ini terjadi karena bulan Maret adalah bulan kepindahannya dan harimau translokasi harus menempuh jarak sekitar 23 km untuk menuju Utara. Sedangkan rataan luasan harian pada bulan dimana harimau translokasi menempati daerah jelajahnya memiliki nilai yang cukup seragam, yaitu 3,36 km2/hari pada Februari


(42)

ketika masih di Selatan, dan 2,76 km2/hari pada April, 3,29 km2/hari pada Mei, dan 2,65 km2/hari pada bulan Juni ketika berada di Utara.

5.2.2.2. Daerah Jelajah Harimau Translokasi

Analisis lebih lanjut dari pola penggunaan ruang total didapatkan bahwa harimau telah berusaha mendapatkan daerah jelajahnya sebanyak dua kali, yaitu di Selatan dan di Utara. Ketika di Selatan, harimau translokasi menempati daerah jelajah semenentara hingga sebesar 225,54 km2. Daerah seluas ini dicapai dalam waktu hanya 3 bulan. Besarnya daerah jelajah sementara di Selatan ini disebabkan harimau translokasi sedang melakukan eksplorasi daerah barunya. Terlihat pada peta di Gambar 4 harimau hanya berputar di daerah jelajah Selatan ini sebanyak tiga kali.

Harimau translokasi kemudian berpindah ke Utara. Mulai bulan Maret, ia menempati dan mengitari daerah jelajahnya tersebut sehingga terbentuk daerah jelajah yang cukup solid. Hasil analisis menunjukkan bahwa luas daerah jelajah harimau translokasi ini seluas 153,491 km2. Daerah jelajah ini cukup luas untuk harimau sumatera betina, jauh di atas temuan Hutajulu (2007) seluas 15,76 km2 dan temuan Franklin et al. (1999) seluas 49 km2. Sebagai perbandingan, disajikan data daerah jelajah harimau di beberapa lokasi dalam Tabel 11. Dalam tabel ini daerah jelajah di Selatan tidak diukur sebab harimau tidak pernah kembali ke daerah tersebut sehingga dianggap harimau telah meninggalkan daerah itu dan membentuk daerah jelajah baru. Sunquist (1981) menyatakan bahwa pergerakan satwa di luar daerah jelajahnya dianggap sebagai daerah eksplorasi sehingga tidak dianggap sebagai daerah jelajah.

Tabel 11. Daerah jelajah harimau di beberapa lokasi.

Jenis Kelamin dan Kelas Umur

Luas daerah jelajah (km2)

Lokasi Sumber

Jantan Dewasa 243,00 Panna, India Chundawat et al. (1999) Betina Dewasa 223,40 Sariska, India Sankar et al. (2010) Betina Dewasa 181,40 Sariska, India Sankar et al. (2010) Jantan Dewasa 168,60 Sariska, India Sankar et al. (2010)

Betina Dewasa 153,49 Aceh, Indonesia Riset ini

Jantan Dewasa 116,00 Way Kambas, Indonesia Franklin et. al. (1999) Jantan Dewasa 98,80 Nagarahole, India Karanth & Sunquist (2000) Jantan Dewasa 77,30 Nagarahole, India Karanth & Sunquist (2000) Betina Dewasa 49,00 Way Kambas, Indonesia Franklin et. al. (1999) Jantan Dewasa 48,71 Tesso Nilo, Indonesia Hutajulu (2007)


(1)

(2)

58

Lampiran 1. Rekapitulasi titik lokasi harimau translokasi

49 07-Feb-09 559450 189949 0,00 50 08-Feb-09 557561 190036 1891,00 51 09-Feb-09 557373 189893 236,21 52 10-Feb-09 555295 189979 2079,78 53 11-Feb-09 551681 190342 3632,18 54 12-Feb-09 551443 190767 487,10 55 13-Feb-09 551538 190673 133,65 56 14-Feb-09 551349 190719 194,52 57 15-Feb-09 551443 190720 94,01 58 16-Feb-09 551395 190956 240,83 59 17-Feb-09 550400 191805 1307,99 60 18-Feb-09 546614 193730 4247,28 61 19-Feb-09 545423 196472 2989,49 62 20-Feb-09 545454 200450 0,00 63 21-Feb-09 545924 200973 4681,28 64 22-Feb-09 546299 201448 605,19 65 23-Feb-09 546206 201211 254,59 66 24-Feb-09 546301 201117 133,65 67 25-Feb-09 546206 201164 105,99 68 26-Feb-09 546820 201024 629,76 69 27-Feb-09 550833 201135 4014,53 70 28-Feb-09 552209 199673 2007,69 71 01-Mar-09 554168 199728 1959,77 72 02-Mar-09 554443 199937 345,41 73 03-Mar-09 554389 199914 58,69 74 04-Mar-09 554350 199939 46,32 75 05-Mar-09 554383 199938 33,02 76 06-Mar-09 554387 199912 26,31 77 07-Mar-09 554681 200036 319,08 78 08-Mar-09 558829 199474 4185,90 79 09-Mar-09 560622 199148 1822,40 80 10-Mar-09 563791 199353 3175,62 81 11-Mar-09 565413 199765 1673,51 82 12-Mar-09 568600 200577 3288,82 83 13-Mar-09 568601 200587 10,05 84 14-Mar-09 568481 201072 499,62 85 15-Mar-09 567296 201524 1268,28 86 16-Mar-09 569161 201660 1869,95 87 17-Mar-09 569152 201078 582,07 88 18-Mar-09 568954 201351 337,24 89 19-Mar-09 567559 201151 1409,26 90 20-Mar-09 568303 202694 1713,00 91 21-Mar-09 569044 196936 5805,48 92 22-Mar-09 568940 196779 188,32 93 23-Mar-09 572763 193109 5299,46 94 24-Mar-09 573409 192605 819,35 95 25-Mar-09 575190 191504 2093,84 96 26-Mar-09 575100 191316 208,43 97 27-Mar-09 575028 191306 72,69 98 28-Mar-09 575003 191329 33,97 99 29-Mar-09 573264 189631 2430,50 100 30-Mar-09 571523 189569 1742,10 101 31-Mar-09 570017 188095 2107,30 102 01-Apr-09 569563 187612 662,88 103 02-Apr-09 571536 185367 2988,77 104 03-Apr-09 571950 184442 1013,42 105 04-Apr-09 570322 182214 2759,41 No. Tanggal Northing Easting Jarak

tempuh (m)

1 21-Dec-08 553313 193181 ---

2 22-Dec-08 551681 193022 1639,73 3 23-Dec-08 545527 192586 6169,43 4 24-Dec-08 547025 194452 2392,90 5 25-Dec-08 548645 195047 1725,81

6 26-Dec-08 548669 195054 25,00

7 27-Dec-08 549937 194837 1286,43 8 28-Dec-08 553046 200227 6222,38 9 29-Dec-08 558990 198030 6337,03 10 30-Dec-08 558826 193985 4048,32 11 31-Dec-08 560541 193487 1785,84 12 01-Jan-09 564072 191297 4155,00 13 02-Jan-09 562884 190099 1687,17 14 03-Jan-09 563413 190112 529,16 15 04-Jan-09 563648 190021 252,00 16 05-Jan-09 563775 190154 176,18 17 06-Jan-09 563830 190208 117,84

18 07-Jan-09 563808 190202 22,80

19 08-Jan-09 563807 190205 3,16

20 09-Jan-09 563810 190204 3,16

21 10-Jan-09 563793 190233 33,62

22 11-Jan-09 563754 190236 39,12

23 12-Jan-09 563610 188733 1509,88 24 13-Jan-09 561424 185410 3977,55 25 14-Jan-09 559510 181436 4410,90 26 15-Jan-09 559006 182035 782,83 27 16-Jan-09 557932 182965 1420,70 28 17-Jan-09 558885 184548 1847,73 29 18-Jan-09 558865 184832 284,70 30 19-Jan-09 556938 187929 3647,57 31 20-Jan-09 558678 189897 2626,90 32 21-Jan-09 559122 189888 444,09 33 22-Jan-09 563409 190882 4400,73 34 23-Jan-09 561866 193408 2959,99 35 24-Jan-09 561282 192754 876,80 36 25-Jan-09 559310 193954 2308,42 37 26-Jan-09 559928 194040 623,96 38 27-Jan-09 556247 194655 3732,02 39 28-Jan-09 555538 196354 1841,00 40 29-Jan-09 552893 194585 3182,04 41 30-Jan-09 550859 193517 2297,34 42 31-Jan-09 549014 193519 1845,00 43 01-Feb-09 553800 191610 5152,68 44 02-Feb-09 553724 191539 104,00 45 03-Feb-09 555388 191801 1684,50 46 04-Feb-09 558252 190256 3254,15 47 05-Feb-09 559574 190018 1343,25 48 06-Feb-09 559450 189949 141,90


(3)

Lampiran 1. Lanjutan

156 25-May-09 568554 181776 3834,30 157 26-May-09 571443 186008 5124,08 158 27-May-09 569346 187860 2797,73 159 28-May-09 570361 190105 2463,79 160 29-May-09 570287 190493 394,99 161 30-May-09 570256 190514 37,44 162 31-May-09 570198 191126 614,74 163 01-Jun-09 569453 191231 752,36 164 02-Jun-09 569175 190727 575,59 165 03-Jun-09 568596 186609 4158,51 166 04-Jun-09 565895 181689 5612,65 167 05-Jun-09 567786 180009 2529,48 168 06-Jun-09 566111 183674 4029,62 169 07-Jun-09 566957 184609 1260,93 170 08-Jun-09 567192 186938 2340,83 171 09-Jun-09 569469 187614 2375,23 172 10-Jun-09 570676 185297 2612,53 173 11-Jun-09 571861 184962 1231,44 174 12-Jun-09 574889 180939 5035,21 175 13-Jun-09 574178 181975 1256,51 176 14-Jun-09 568885 182608 5330,72 177 15-Jun-09 571338 189047 6890,42 178 16-Jun-09 572695 189179 1363,40 179 17-Jun-09 572847 188330 862,50 180 18-Jun-09 572531 189403 1118,56 181 19-Jun-09 569630 192247 4062,53 182 20-Jun-09 569132 192700 673,21 183 21-Jun-09 568505 193507 1021,95 184 22-Jun-09 570456 193791 1971,56 185 23-Jun-09 569654 193070 1078,45 186 24-Jun-09 569669 193056 20,52 187 25-Jun-09 569658 193026 31,95 188 26-Jun-09 568456 188719 4471,58 189 27-Jun-09 568369 188727 87,37 190 28-Jun-09 568469 188699 103,85 191 29-Jun-09 569571 187973 1319,65 192 30-Jun-09 570341 187748 802,20 106 05-Apr-09 570323 181932 282,00

107 06-Apr-09 571584 181081 1521,29 108 07-Apr-09 575985 181068 4401,02 109 08-Apr-09 575591 181092 394,73 110 09-Apr-09 575516 181122 80,78 111 10-Apr-09 575524 181127 9,43 112 11-Apr-09 575381 180996 193,93 113 12-Apr-09 573969 179930 1769,21 114 13-Apr-09 570546 179304 3479,77 115 14-Apr-09 569445 177778 1881,72 116 15-Apr-09 567612 178646 2028,13 117 16-Apr-09 568797 182923 4438,13 118 17-Apr-09 570929 186090 3817,76 119 18-Apr-09 571268 189103 3032,01 120 19-Apr-09 570231 188441 1230,29 121 20-Apr-09 566092 191566 5186,23 122 21-Apr-09 570468 191088 4402,03 123 22-Apr-09 570288 190010 1092,92 124 23-Apr-09 570299 190013 11,40 125 24-Apr-09 570538 190698 725,50 126 25-Apr-09 570924 188678 2056,55 127 26-Apr-09 570924 188678 0,00 128 27-Apr-09 571571 188165 825,70 129 28-Apr-09 570894 185522 2728,33 130 29-Apr-09 571228 183878 1677,59 131 30-Apr-09 571225 183901 23,19 132 1-May-09 571211 183987 87,13 133 2-May-09 569824 181003 3290,60 134 3-May-09 569824 181003 0,00 135 4-May-09 568570 181557 1370,92 136 5-May-09 567754 183428 2041,20 137 6-May-09 566481 182775 1430,71 138 7-May-09 566932 182430 567,83 139 8-May-09 563851 187262 5730,69 140 9-May-09 563497 184050 3231,45 141 10-May-09 564272 186399 2473,55 142 11-May-09 564584 186020 490,90 143 12-May-09 564534 186057 62,20 144 13-May-09 565088 185886 579,79 145 14-May-09 566384 185092 1519,89 146 15-May-09 572708 183775 6459,68 147 16-May-09 574352 181410 2880,27 148 17-May-09 575123 181068 843,45 149 18-May-09 576164 180709 1101,16 150 19-May-09 576163 180709 1,00 151 20-May-09 576200 180655 65,46 152 21-May-09 575200 180762 1005,71 153 22-May-09 574069 181291 1248,60 154 23-May-09 569758 177923 5470,66 155 24-May-09 566753 178391 3041,22


(4)

60

Lampiran 2. Tabel tingkat perjumpaan jenis satwa selain harimau

Suku Nama Jenis Nama Ilmiah

Jenis Perjumpaan

ER Perangkap

Kamera

Survei Lapangan Mamalia

Cercopithecidae Beruk Macaca nemestrina 6,17

Cercopithecidae Monyet ekor panjang

Macaca fascicularis - -

Cercopithecidae Kedih Presbytis thomasi - -

Hylobatidae Siamang Symphalangus syndactylus - -

Hylobatidae Serudung Hylobates lar - -

Cervidae Rusa sambar Cervus unicolor 11,26

Cervidae Kijang Muntiacus muntjak 13,58

Felidae Macan dahan Neofelis nebulosa - 0,46

Felidae Kucing hutan Felis bengalensis 0,31

Felidae Kucing emas Catopuma teminkii - 0,93

Hystricidae Landak Hystric brachyura - 2,47

Mephitidae Sigung Mydaus javanensis - 0,15

Muridae Tikus - 19,44

Proboscidae Gajah sumatera Elephas maximus sumatranus - 2,31

Suidae Babi jenggot Sus barbatus - 1,70

Suidae Babi hutan Sus scrofa -

Tragulidae Napu Tragulus napu 1,08

Ursidae Beruang madu Helarctos malayanus - 1,08

Viverridae Binturong Arctictis binturong 0,46

Viverridae Linsang Prionodon linsang - 0,62

Viverridae Musang Diplogale derbianus - 1,08

Burung

Bucerotidae Julang Mas Aceros undulatus - -

Columbidae Delimukan Zamrud Chalcophaps indica - 1,70 Phasianidae Sempidan sumatera Lophura inornata 0,62

Phasianidae Kuau raja Argusianus argus 0,62

Phasianidae Kuau kerdil sumatera

Polyplectron chalcurum - 0,31

Phasianidae Sempidan aceh Lophura hoogerwerfi - 0,46

Pittidae Pita anggun Pitta venusta - 0,15

Timmaliidae Berencet Besar Napothera macrodactyla - 0,15 Timmaliidae Pelanduk topi

hitam

Pellorneum capistratum - 0,15

Turdidae Anis Siberia Zoothera sibirica - 0,15

Reptilia

Sincidae Kadal Eutrophismultifasciata 0,15


(5)

ERRY KURNIAWAN. E34051051. Adaptasi Harimau Sumatera (

Panthera

tigris sumatrae

, Pocock 1929) Hasil Translokasi di Hutan Blangraweu,

Nanggroe Aceh Darussalam

Dibimbing oleh : JARWADI B. HERNOWO dan HARNIOS ARIEF

Harimau sumatera termasuk dalam kategori satwa langka yang perlu

dilindungi keberadaannya. Satwa ini membutuhkan daerah yang luas untuk

mempertahankan hidupnya. Kondisi hutan yang terfragmentasi menimbulkan

tekanan yang tinggi terhadap harimau. Manusia beraktivitas di tempat yang

sebelumnya merupakan habitat harimau. Hal ini menimbulkan konflik antara

harimau dengan manusia. Diterapkan upaya translokasi harimau untuk mengatasi

permasalahan tersebut, salah satunya harimau yang ditranslokasikan ke Hutan

Blangraweu ini. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mendukung program

tersebut.

Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2009 sampai Mei 2010 di

Hutan Blangraweu dan sekitarnya dalam Kabupaten Pidie dan Pidie Jaya,

Nanggroe Aceh Darussalam. Berdasarkan tutupan lahannya, kawasan Hutan

Blangraweu memiliki tipe hutan primer, hutan sekunder dan padang rumput.

Berdasarkan tipe hutan menurut ketinggiannya kawasan ini memiliki tipe hutan

tropis dataran rendah, hutan tropis pegunungan dan hutan tropis pegunungan

tinggi. Data dikumpulkan melalui tiga tahapan, yaitu pengumpulan data spasial,

inventarisasi di lapangan dengan metode perangkap-kamera dan survei cepat, dan

pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari wawancara dengan masyarakat

maupun pihak-pihak yang terlibat dalam pengelolaan Hutan Blangraweu. Data

mengenai tingkat perjumpaan harimau residen dan satwa mangsa dianalisis

menggunakan persamaan

O’Brien

. Data mengenai daerah jelajah harimau

translokasi dianalisis menggunakan metode Minimum Convex Polygon (MCP)

100%. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui pengaruh

faktor-faktor habitat terhadap adaptasi harimau translokasi.

Pergerakan harian rata-rata harimau translokasi adalah 1,84 ± 1,41 km/hari

dengan jarak tempuh terjauh dalam sehari mencapai 6,89 km. Pada awal

pelepasan, harimau translokasi bergerak aktif mengeksplorasi daerah barunya.

Dalam waktu 10 hari setelah dilepasliarkan, harimau ini bergerak hingga sejauh

31,63 km. Pada bulan April, harimau ini berpindah sejauh 23 km ke Utara.

Harimau ini ditemukan mati terjebak oleh jerat babi pada bulan Juli. Luasan ruang

total yang digunakan oleh harimau translokasi adalah sebesar 540,60 km

2

. Waktu

yang digunakan untuk mencapai luasan ini adalah sekitar 4 bulan. Daerah jelajah

harimau dibagi menjadi dua bagian, yaitu daerah jelajah awal di Selatan

yaitu

daerah jelajah setelah dilepasliarkan

dan daerah jelajah di Utara dengan ukuran

masing-masing 225,54 km

2

dan 153,50 km

2

.

Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor habitat, pergerakan harimau

translokasi paling banyak dipengaruhi oleh kepadatan harimau residen. Faktor lain

seperti pakan, tutupan lahan, dan sumber air telah sesuai dengan habitat harimau.

Kata kunci : harimau, translokasi, adaptasi, pergerakan, daerah jelajah, faktor

habitat.


(6)

SUMMARY

ERRY KURNIAWAN. E34051051. Adaptation of Translocated Sumatran

Tiger (

Panthera tigris sumatrae

, Pocock 1929) in Blangraweu Forest,

Nanggroe Aceh Darussalam

Supervised by : JARWADI B. HERNOWO and HARNIOS ARIEF

Sumatran tiger known as the critically endangered species hence its

existence need to be conserved. This animal needs a wide area to survive.

Fragmented forest that become more threatening in later years turn out into a high

level of threat for the tiger. People in

vade tiger’s habitat and

causing human-tiger

conflict.Translocation is one of solution to overcome the human-tiger conflict, and

one of the practice is translocated tiger in Ulu Masen Ecosystem. This research is

to support this program.

The research conducted from December 2009 until May 2010 in around

Blangraweu Forest inside Pidie and Pidie Jaya Regency, Aceh. According to the

land cover, Blangraweu Forest consist of primary forest, secondary forest, and

highland meadow. Based on the altitude, this forest consist of lowland tropical

forest, highland tropical forest, and mountain tropical forest. The data collected in

three stage including spatial data collection, field inventarization by camera trap

and rapid survey method, and secondary data collection by interviewing people

and stakeholders of Blangraweu Forest management. Resident tiger and prey

encounter was analyzed by

O’Brien

equation. Home range of translocated tiger

was analyzed by Minimum Convex Polygon (MCP) 100% method. Then the data

was analyzed descriptively to find the influence of habitat factors toward the

adaptation of translocated tiger.

Translocated tiger daily movement is 1,84 ± 1,41 km/day with the furthest

travelled distance reaching 6,89 km in a day. In the early release, translocated

tiger was actively explored its new area. In just 10 days after its release, the tiger

was moved as far as 31,63 km. On April, this translocated tiger had moved as far

as 23 km and migrated into the North. This tiger was then found dead in a wild

boar trap in July. Total area that used by translocated tiger is 540,60 km

2

. It was

taken about 4 months to explore all of this area. Home range of translocated tiger

divided into two area, the South

home range after released

and the North

home

range after migrated

with each area is 225,54 km

2

dan 153,50 km

2

.

According to the habitat factors analysis result, the most factor affecting

translocated tiger movement is the population density of resident tiger. Another

factors like prey abundance, land cover, and water source is appropriate with the

tiger requirement.