Pengaruh pyraclostrobin terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan amilosa biji jagung (Zea mays L.)

PENGARUH PYRACLOSTROBIN TERHADAP
PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KANDUNGAN AMILOSA
BIJI JAGUNG (Zea mays L.)

RESTIANA
A24070145

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Abstract

The aim of this research is to study the effect of pyraclostrobin application
on Growth, production and amylase content of maize. The research was done in
KP. Cikabayan, University Farm, Bogor Agriculture Institute, on June to October
2011. The varieties used were N35 (V1), P21 (V2), Bisi 222 (V3) and Lamuru
(V4). Dose of pyraclostrobin used were 0 ml/ha (P0) and 400 ml/ha (P1). The
design of this research used Randomized Complete Design Group with three
replication. Data analysis using F-test and it was then followed by Duncan

Multiple Range Test at error level of 5 %. Statistically, the application of
pyraclostrobin didn’t show significant effect on the growth and yield of maize.
In several, application of pyraclostrobin (P1) showed yield higher than without
pyraclostrobin (P0). The Varietas showed a significant effect on the growth, yield
and amylose content of maize. The research showed for increased production,
N35 respon better to the application of pyraclostrobin 400 ml ha-1. The aplication
pyraclostrobin of 400 ml ha-1 tended to increase the content of amylose in Bisi
222 and Lamuru.

RINGKASAN
RESTIANA. Pengaruh pyraclostrobin terhadap pertumbuhan, produksi dan
kandungan amilosa biji jagung (Zea mays L.). (Dibimbing oleh SUWARTO).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pyraclostrobin
terhadap pertumbuhan, produksi dan kandungan amilosa biji jagung. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Juni-Oktober 2011 di di Kebun Percobaan Cikabayan,
University Farm IPB Darmaga Bogor. Uji kandungan amilosa dilakukan di
Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan, Bagian Analisis Pangan IPB.
Rancangan yang digunakan berupa Rancangan Kelompok Lengkap
Teracak (RKLT) dengan faktor tunggal yaitu pyraclostrobin untuk masing-masing

varietas. Terdapat empat percobaan terhadap empat varietas jagung yang berbeda
yaitu N35 (V1), P21 (V2), Bisi 222 (V3) dan Varietas Lamuru (V4). Perlakuan
pyraclostrobin terdiri dari 2 taraf yaitu: 0 ml ha-1 (P0) dan 400 ml ha-1 (P1).
Terdapat 8 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 24 satuan
percobaan. Untuk mengetahui interaksi antara varietas dan pyraclostrobin
dilakukan analisis gabungan. Peubah yang diamati adalah persentase tumbuh,
tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun per tanaman, umur tasseling, umur
silking, Indeks Luas Daun (ILD), bobot brangkasan, diameter tongkol, panjang
tongkol, panjang tongkol berisi, bobot tongkol berkelobot, bobot tongkol tanpa
kelobot, jumlah baris, bobot kering per tongkol, bobot pipilan kering dan kadar
amilosa.
Perlakuan varietas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
pertumbuhan vegetatif jagung dan varietas berbeda nyata terhadap kadar amilosa,
indeks panen, bobot brangkasan, ILD, panjang tongkol, jumlah baris. Perlakuan
pyraclostrobin secara statistik tidak menunjukan berbeda nyata, namun hasil ratarata menunjukkan tanaman jagung pada pyraclostrobin 400 ml ha-1 menghasilkan
produksi yang lebih tinggi dibandingkan pyraclostrobin 0 ml ha-1. Secara umum,
varietas N35 memberikan respon yang lebih baik terhadap perlakuan
pyraclostrobin, untuk peningkatan produksi. Aplikasi pyraclostrobin 400 ml ha-1
cenderung meningkatkan kandungan amilosa varietas Bisi 222 dan Lamuru.


PENGARUH PYRACLOSTROBIN TERHADAP
PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KANDUNGAN AMILOSA
BIJI JAGUNG (Zea mays L.)

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

RESTIANA
A24070145

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ii

Judul


: PENGARUH PYRACLOSTROBIN TERHADAP
PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN KANDUNGAN
AMILOSA BIJI JAGUNG ( Zea mays L. )

Nama

: RESTIANA

NIM

: A24070145

Menyetujui,
Pembimbing

Dr.Ir. Suwarto, M.Si.
NIP. 19630212 198903 1 004

Mengetahui,
Ketua Departemen


Dr.Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus:

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Tempilang, Bangka Barat, Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung pada tanggal 24 Agustus 1989. Penulis merupakan anak pertama
dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Japin dan Ibu Jauni. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 2001 di SDN 130 Tempilang. Pada
tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Tempilang dan
lulus pada tahun 2004. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Sinar
Jaya Tempilang dan lulus pada tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan
Daerah (BUD) pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut
Pertanian Bogor dengan Mayor Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Selama pendidikan, penulis menerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari
Kabupaten Bangka Barat.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi dan
kepanitiaan. Penulis aktif dalam Oganisasi Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Bangka
(ISBA) dan pernah menjabat menjadi bendahara pada periode 2009-2010. Selain
itu, penulis juga aktif di kepanitian kegiatan Fakultas Pertanian maupun kegiatan
Departemen Agronomi dan Hortikultura. Penulis pernah melakukan magang
pengelolaan budidaya ayam potong Clouse House system di University Farm,
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008. Penulis juga mengikuti Program IPB
Go Field di PTPN VIII, kebun Cisalak Baru, Rangkas Bitung pada tahun 2009
serta pada tahun 2010, penulis juga melakukan kegiatan magang di Parung farm,
Parung.

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan, rahmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pyraclostrobin terhadap

Pertumbuhan, Produksi dan Kandungan Amilosa pada Biji Jagung (Zea
mays L.)”. Penyusunan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis dapat mengatasi berbagai kesulitan dan hambatan dalam
penyusunan skripsi ini berkat adanya bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Dr. Ir. Suwarto, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan, dan motivasi selama penelitian dan
penulisan skripsi.

2.

Dr. Ir. Heni Punamawati, MSc.Agr dan Dr. Dwi Guntoro, SP. M.Si selaku
dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi.

3.


Kedua Orang tua dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan, doa
dan kasih sayang. Semoga menjadi persembahan yang membanggakan.

4.

Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka Barat yang telah memberikan
kesempatan dan Beasiswa selama masa pendidikan.

5.

Dr. Ir. Tatiek Kartika, MS. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan arahan dan motivasi selama di Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB.

6.

Kak Angga, Mita, Doyo, Ima, teman-teman AGH 44, Pondok Ratna
community dan rekan-rekan ISBA serta semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian penelitian maupun penulisan skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi yang memerlukan.


Bogor, Februari 2012

Penulis

v

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................


viii

PENDAHULUAN .......................................................................................
Latar Belakang ........................................................................................
Tujuan .....................................................................................................
Hipotesis..................................................................................................

1
1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
Botani Tanaman Jagung ..........................................................................
Syarat Tumbuh dan Faktor Pembatas Tanaman Jagung .........................
Pyraclostrobin .........................................................................................
Pati ..........................................................................................................

4
4

7
8
9

BAHAN DAN METODE .............................................................................
Tempat dan Waktu .................................................................................
Alat dan Bahan .......................................................................................
Metode Penelitian....................................................................................
Pelaksanaan Penelitian ..........................................................................
Pengamatan .............................................................................................
Analisis Data ............................................................................................

11
11
11
11
12
15
17

HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................
Kondisi Umum ........................................................................................
Hasil Analisis Ragam Berbagai Peubah ..................................................
Pertumbuhan Vegetatif............................................................................
Waktu Tasseling dan silking ...................................................................
Indeks Luas Daun ....................................................................................
Komponen Hasil .....................................................................................
Bobot Brangkasan dan Indeks Panen ......................................................
Produktivitas per Petak dan Produktivitas per Hektar ............................
Kandungan Amilosa ................................................................................
Koefisien Korelasi Beberapa Peubah Tanaman ......................................

18
18
20
21
25
26
28
34
36
39
40

KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................
Kesimpulan ............................................................................................
Saran .......................................................................................................

41
41
41

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

42

LAMPIRAN .................................................................................................

46

vi

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Tingkat serangan bulai pada pertanaman jagung .................................

19

2. Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai peubah ..................................

20

3. Pengaruh varietas terhadap tinggi tanaman jagung ..............................

22

4. Pengaruh varietas terhadap jumlah daun jagung ..................................

23

5. Pengaruh varietas terhadap diameter batang ........................................

24

6. Pengaruh varietas terhadap waktu tasseling dan silking ......................

26

7. Pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap indeks luas daun .......

27

8. Pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap jumlah baris pada
tongkol .................................................................................................

28

9. Pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap diameter tongkol ......

29

10. Pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap ukuran tongkol .........

30

11. Pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap produksi
per tanaman ..........................................................................................

31

12. Pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap produksi
per petak ...............................................................................................

33

13. Pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap bobot brangkasan ......

35

14. Pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap indeks panen .............

35

15. Pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap produktivitas jagung .

37

16. Pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap kandungan amilosa
pada biji jagung ....................................................................................

39

17. Koefisien korelasi beberapa peubah tanaman ......................................

40

vii

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Struktur kimia pyraclostrobin ..................................................................

8

2. Serangan hama dan penyakit pada pertanaman jagung.............................

19

3. Keragaan bentuk dan posisi daun pertanaman jagung ..............................

28

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Data iklim Darmaga, Bulan Juni-Oktober 2011 ......................................

46

2. Deskripsi jagung varietas N-35 ................................................................

47

3. Deskripsi jagung varietas P-21 .................................................................

49

4. Deskripsi jagung varietas Bisi 222 ...........................................................

51

5. Deskripsi jagung varietas Lamuru ...........................................................

53

6. Keragaan tongkol empat varietas jagung .................................................

54

7. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
tinggi tanaman jagung ..............................................................................

56

8. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
jumlah daun jagung ..................................................................................

58

9. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
diameter batang jagung ...........................................................................

60

10.Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
waktu tasseling, waktu silking dan indeks luas daun ...............................

62

11. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
bobot brangkasan ....................................................................................

63

12. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
bobot tongkol berkelobot ........................................................................

63

13. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
bobot tongkol tanpa kelobot ....................................................................

63

14. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
panjang tongkol .......................................................................................

64

15. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
panjang tongkol berisi .............................................................................

64

16. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
jumlah baris pada tongkol jagung ...........................................................

64

17. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
diameter tongkol jagung..........................................................................

65

18. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
bobot tongkol kering ...............................................................................

65

19. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
bobot kering pipil ....................................................................................

65

20. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
bobot tongkol berkelobot per petak.........................................................

66

ix

21. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
bobot tongkol tanpa kelobot per petak. ...................................................

66

22. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
bobot tongkol kering per petak ..............................................................

66

23. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
bobot kering pipil per petak ....................................................................

67

24. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
indeks panen ............................................................................................

67

25. Sidik ragam pengaruh varietas terhadap produktivitas per petak ...........

67

26. Sidik ragam pengaruh varietas terhadap produktivitas per hektar ..........

68

27. Sidik ragam pengaruh varietas dan pyraclostrobin terhadap
kandungan amilosa ..................................................................................

68

28. Denah lahan penelitian ............................................................................

69

PENDAHULUAN

Jagung merupakan salah satu tanaman serealia yang bisa tumbuh hampir
di seluruh daerah di Indonesia. Jagung termasuk bahan pangan penting karena
merupakan

sumber

karbohidrat

kedua

setelah

beras.

Jagung

banyak

dikembangkan di Indonesia untuk digunakan sebagai bahan makanan, pakan
ternak dan bahan baku industri.
Di dalam jagung terkandung beberapa nutrisi penting, dengan komposisi
utama pati sebesar 71.5%, protein sebesar 10.3% dan lemak sebesar 4.8%.
Kandungan pati yang tinggi merupakan basis penggunaan biji jagung. Pati biji
jagung terdiri atas amilosa (27%) dan amilopektin (73%). Pati tersebut terdapat
dalam beberapa tempat seperti endosperm (84.4%), lembaga (8.2%) dan tudung
biji (5.3%). Kandungan amilosa pada biji jagung digunakan sebagai acuan untuk
pengolahan lanjut dari jagung itu seperti tepung dan plastik.
Kebutuhan jagung di Indonesia saat ini cukup tinggi, yaitu lebih dari 10
juta ton pipilan kering per tahun. Konsumsi jagung terbesar adalah untuk pangan
dan industri pakan ternak. Hal ini disebabkan sebanyak 51 % bahan baku ternak
adalah jagung sehingga potensi pemasaran jagung terus mengalami peningkatan.
Hal tersebut bisa dilihat dari semakin berkembangnya industri peternakan, yang
secara tidak langsung akan meningkatkan permintaan jagung sebagai campuran
bahan pakan ternak. Selain itu, dewasa ini juga berkembang produk pangan dari
jagung dalam bentuk tepung yang dijadikan sebagai bahan baku untuk pembuatan
produk pangan.
Menurut data BPS (2011), produksi jagung pada tahun 2010 sebesar 18.33
juta ton, meningkat sebanyak 697.89 ribu ton (3.96 persen) dibandingkan tahun
2009. Angka ramalan I (Aram I) produksi jagung tahun 2011 sebesar 17.93 juta
ton. Jumlah ini turun sekitar 438 960 ton atau 2.39 persen dibandingkan produksi
tahun lalu. Sedangkan untuk produktivitas jagung di Indonesia pada tahun 2009
sebesar 4.24 ton/ha mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar 4.48 %
menjadi 4.43 ton/ha. Angka ramalan II (Aram II), produktivitas jagung tahun
2011 sebesar 4.46 ton/ha.

2

Salah

satu

upaya

peningkatan

produksi

jagung

adalah

dengan

menggunakan varietas unggul, baik varietas hibrida maupun bersari bebas.
Varietas hibrida mempunyai potensi hasil yang lebih tinggi daripada varietas
bersari bebas, karena hibrida memiliki gen-gen dominan yang mampu untuk
memberi hasil tinggi. Penggunaan varietas hibrida selain meningkatkan hasil,
jagung hibrida juga memberikan beberapa keuntungan lain yaitu lebih toleran
terhadap hama penyakit, lebih tanggap terhadap pemupukan, pertanaman dan
tongkol lebih seragam, di samping itu jumlah biji lebih banyak dan lebih berat
(Jugenheimer,1985).
Dalam budidaya jagung, banyak penyakit yang menyerang pertanaman
jagung yang disebabkan oleh fungi/jamur. Salah satu cara untuk meningkatkan
produktivitas jagung adalah dengan melakukan pencegahan adanya penyakit.
Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan fungisida sistemik.
Salah satu jenis fungisida tersebut adalah pyraclostrobin. Pyraclostrobin termasuk
generasi baru dari fungisida yang banyak digunakan untuk melindungi tanaman
yang bernilai tinggi. Selain sebagai fungisida, pyraclostrobin dapat digunakan
sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman karena pyraclostrobin juga
mengandung unsur nitrogen (N) dan klor (Cl) yang diperlukan tanaman.
Pyraclostrobin merupakan fungisida sistemik yang berbentuk emulsi yang
dapat larut dalam air, yang juga berfungsi sebagai pemicu pertumbuhan dan hasil
tanaman. Penggunaan pyraclostrobin diduga dapat meningkatkan tinggi tanaman,
jumlah daun, lingkar tongkol, panjang tongkol, bobot tongkol tanpa kelobot,
bobot biji pipilan/tongkol, bobot 1000 butir dan hasil per hektar.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh varietas dan
aplikasi pyraclostrobin terhadap peningkatan pertumbuhan, produksi, dan
kandungan amilosa biji jagung.

3

Hipotesis
1. Varietas memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan, produksi dan
kandungan amilosa biji jagung.
2. Pemberian pyraclostrobin dapat meningkatkan pertumbuhan, produksi dan
kandungan amilosa biji jagung.
3. Terdapat interaksi antara varietas dan pemberian pyraclostrobin terhadap
peningkatan pertumbuhan, produksi dan kandungan amilosa biji jagung.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays. L) merupakan tanaman semusim yang menyelesaikan
satu siklus hidupnya selama 80-150 hari. Tanaman jagung merupakan tanaman
tingkat tinggi dengan klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisio

: Spermatophyta

Sub division : Angiospermae
Class

: Monocotyledoneae

Ordo

: Poales

Familia

: Poaceae

Genus

: Zea

Spesies

: Zea mays L. (Iriany et al., 2007)
Akar tanaman berfungsi sebagai: (a) organ yang bertanggung jawab agar

tanaman dapat berdiri tegak pada tanah; (b) organ yang melakukan absorbsi tanah
dan air; (c) melakukan aktivitas metabolisme dan membentuk berbagai
persenyawaan yang diperlukan oleh tanaman; (d) tempat menyimpan cadangan
makanan. Seperti tanaman jenis rumput-rumputan lainnya, jagung mempunyai
akar serabut dengan tiga macam akar, yaitu (a) akar seminal, (b) akar adventif,
dan (c) akar udara atau penyangga (Singh, 1987; Subekti et al., 2007). Akar
seminal adalah akar yang berkembang dari radikula dan embrio. Pertumbuhan
akar seminal akan melambat setelah plumula muncul ke permukaan tanah dan
pertumbuhan akar seminal akan berhenti pada fase V3. Akar adventif adalah akar
yang semula berkembang dari buku di ujung mesokotil, kemudian set akar
adventif berkembang dari tiap buku secara berurutan dan terus ke atas antara 7-10
buku, semuanya di bawah permukaan tanah. Akar adventif berkembang menjadi
serabut akar tebal. Akar seminal hanya sedikit berperan dalam siklus hidup
jagung. Akar adventif berperan dalam pengambilan air dan hara. Bobot total akar
jagung terdiri atas 52% akar adventif seminal dan 48% akar nodal. Akar kait atau
penyangga adalah akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas

5

permukaan tanah. Fungsi dari akar penyangga adalah menjaga tanaman agar tetap
tegak dan mengatasi rebah batang. Akar ini juga membantu penyerapan hara dan
air (Subekti et al., 2007).
Tanaman jagung mempunyai batang yang tidak bercabang, berbentuk
silindris, dan terdiri atas sejumlah ruas dan buku ruas. Pada buku ruas terdapat
tunas yang berkembang menjadi tongkol. Dua tunas teratas berkembang menjadi
tongkol yang produktif. Batang memiliki tiga komponen jaringan utama, yaitu
kulit (epidermis), jaringan pembuluh (bundles vaskuler), dan pusat batang (pith).
Bundles vaskuler tertata dalam lingkaran konsentris dengan kepadatan bundles
yang tinggi, dan lingkaran-lingkaran menuju perikarp dekat epidermis. Kepadatan
bundles berkurang begitu mendekati pusat batang. Konsentrasi bundles vaskuler
yang tinggi di bawah epidermis menyebabkan batang tahan rebah (Subekti et al.,
2007). Tanaman jagung memerlukan beberapa minggu untuk berkembang dari
benih hingga dewasa, rata-rata tingginya mencapai 2-3.5 m (Riahi et al., 2003).
Sesudah koleoptil muncul di atas permukaan tanah, daun jagung mulai
terbuka. Setiap daun terdiri atas helaian daun, ligula, dan pelepah daun yang erat
melekat pada batang. Jumlah daun sama dengan jumlah buku batang. Jumlah daun
umumya berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka
sempurna adalah 3-4 hari setiap daun (Subekti et al., 2007) . Daun tanaman
jagung mampu berkembang hingga 20-21 helai daun, walaupun jagung
memproduksi 20 helai daun namun hanya 14-15 saja yang menyelesaikan stadia
vegetatifnya (Farnham et al., 2003).
Jagung termasuk tanaman menyerbuk silang karena tanaman ini termasuk
tanaman berumah satu (monoecious) dengan bunga jantan dan bunga betina
terpisah pada bunga yang berbeda tetapi masih pada satu tanaman yang sama.
peluang penyerbukan silang sebesar 95% dan sisanya 5 % peluang menyerbuk
sendiri (Poehlman dan Borthakur, 1969). Tanaman ini berumah satu dengan
bunga jantan tumbuh sebagai pembungaan ujung (tassel) pada batang utama
(poros atau tangkai) dan bunga betina tumbuh terpisah sebagai pembungaan
samping (tongkol) yang berkembang pada ketiak daun. Tanaman ini
menghasilkan satu atau beberapa tongkol. Katang-kadang bunga jantan tumbuh

6

pada ujung tongkol dan bunga betina pada tassel (Rubatzky dan Yamaguchi,
1998).
Bunga jantan berbentuk malai, terdiri atas kumpulan bunga tunggal dan
terletak pada bagian ujung batang. Masing-masing bunga jantan memiliki tiga
stamen dan satu pistil rudimenter. Bunga betina keluar dari buku-buku batang
berupa tongkol. Tangkai putik pada bagian betina berbentuk seperti rambut yang
bercabang-cabang kecil. Bagian atas putik keluar dari tongkol untuk menangkap
serbuk sari. Bunga betina mempunyai pistil tunggal dan stamen rudimenter
(Habibah, 2005).
Bunga jantan mampu menghasilkan 25 juta polen atau rata-rata lebih dari
25 000 polen untuk menyerbuki satu rambut sehingga menghasilkan satu biji.
polen menyebar satu sampai tiga hari sebelum bunga betina pada tanaman yang
sama telah siap diserbuki sampai beberapa waktu setelah bunga betina siap
diserbuki (Poehlman dan Borthakur, 1969).
Bunga betina, tongkol, muncul dari axillary apices tajuk. Bunga jantan
(tassel) berkembang dari titik tumbuh apikal di ujung tanaman. Rambut jagung
(silk) adalah pemanjangan dari saluran stylar ovary yang matang pada tongkol.
Rambut jagung tumbuh dengan panjang hingga 30.5 cm atau lebih sehingga
keluar dari ujung kelobot. Panjang rambut jagung bergantung pada panjang
tongkol dan kelobot (Subekti et al., 2007).
Tanaman jagung mempunyai satu atau dua tongkol tergantung varietas.
Tongkol jagung yang terletak pada bagian atas umumnya lebih dahulu terbentuk
dan lebih besar dibanding yang terletak pada bagian bawah. Setiap tongkol terdiri
atas 10-16 baris biji yang jumlahnya selalu genap (Subekti et al., 2007). Biji-biji
tertempel kuat pada suatu poros yang kuat ‘janggel’, dan seluruhnya tertutup oleh
daun pelindung bunga. Biji jagung letaknya teratur, berbaris pada janggel sesuai
letak bunga Seluruh tongkol terbungkus oleh pelepah-pelepah daun yang berubah
yang disebut kelobot. ini merupakan suatu perlindungan alami tongkol yang
sedang masak terhadap banyak hama di lapangan. Bentuk biji ada yang berbentuk
bulat, berbentuk gigi sesuai dengan varietasnya. Warna biji bervariasi antara
kuning, putih, merah/orange dan merah hampir hitam (Tobing et al. dalam
Putranto, 2008).

7

Syarat Tumbuh dan Faktor Pembatas Tanaman Jagung

Jagung dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa karakter diantaranya
lingkungan tempat tumbuh dan umur panen. Jenis jagung berdasarkan lingkungan
tempat tumbuh meliputi jagung yang tumbuh di dataran rendah tropik (< 1 000 m
dpl), dataran rendah subtropik dan mid-altitude (1 000 – 1 600 m dpl), dan dataran
tinggi tropik (>1 600 m dpl). Jenis jagung berdasarkan umur panen
dikelompokkan menjadi dua yaitu jagung berumur genjah dan umur dalam.
Jagung umur genjah adalah jagung yang dipanen pada umur kurang dari 90 hari
sedangkan jagung umur dalam dipanen pada umur lebih dari 90 hari (Iriany et al.,
2007).
Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman jagung rata-rata 260C sampai
300C dan pH tanah 5.7 – 6.8 (Subandi dalam Iriany et al., 2007). Agar dapat
tumbuh dengan baik, tanaman jagung memerlukan temperatur rata-rata antara 14 30 0C, dengan curah hujan sekitar 600 mm – 1 200 mm per tahun yang
didistribusikan rata selama musim tanam (Kartasapoetra, 1988). Intensitas cahaya
matahari sangat diperlukan untuk pertumbuhan yang baik. Tanaman jagung
membutuhkan cahaya matahari secara langsung bukan di tempat-tempat
terlindung karena dapat mengurangi hasil (Sudjana et al., 1991). Hari panas dan
suhu malam yang tinggi meningkatkan pertumbuhan secara keseluruhan, dan
walaupun suhu panas adalah ideal untuk pertumbuhan vegetatif dan tongkol, suhu
sedang adalah optimum untuk akumulasi karbohidrat (Rubatzky dan yamaguchi,
1998).
Faktor air

merupakan salah satu faktor pembatas untuk pertumbuhan

jagung. Kebutuhan air yang terbanyak pada tanaman jagung adalah stadia
pembungaan dan stadia pengisian biji. Jumlah radiasi surya yang diterima oleh
tanaman selama fase berbunga juga merupakan faktor yang penting untuk
penentuan jumlah biji (Subandi, Syam dan Widjono, 1988).
Adapun hama yang menyerang jagung diantaranya adalah ulat tanah
(Agrotis interjectionis), ulat penggerek jagung (Ostrinia furnacalis), dan ulat
penggerek tongkol (Heliothis armigera armigera). Selain hama, terdapat beberapa
penyakit yang bisa menyerang tanaman jagung yaitu : penyakit bulai yang

8

disebabkan cendawan Peronosclerospora maydis, penyakit hawar daun yang
disebabkan oleh Ezserohilum turcicum, dan penyakit karat yang disebabkan oleh
Puccinia sorghi (Palungkun dan Indriani, 1992).

Pyraclostrobin

Pyraclostrobin adalah salah satu fungisida dari golongan strobilurin.
Pyraclostrobin memiliki sifat preventif dan kuratif terhadap sejumlah penyakit.
Fungisida golongan strobilurin bertindak dengan terus menghambat respirasi
mitokondria dengan memblokir transfer elektron dalam rantai respirasi
(Bartholomaeus, 2003). Menurut cara kerjanya, kelompok Strobilurin termasuk
fungisida sistemik lokal yang diabsorbsi oleh jaringan tanaman, tetapi tidak
ditransformasikan ke bagian tanaman lainnya. Mode of action fungisida-fungisida
dari kelompok strobilurin yaitu mengintervensi respirasi sel. Fungisida-fungisida
tersebut bekerja pada mitokondria sel jamur target dengan cara menghambat
transfer elektron antara sitokrom b dan sitokrom c1 sehingga mengganggu
pembentukan ATP (Djojosumarto, 2008)

Gambar 1. Struktur kimia pyraclostrobin

Pyraclostrobin memiliki rumus senyawa C19H18ClN3O4 (Declercq, 2004).
Dari struktur dan rumus senyawa tersebut,

terlihat jika pyraclostrobin

mengandung senyawa yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan proses
fotosintesis. Senyawa tersebut adalah nitrogen dan klor. Nitrogen merupakan
komponen penting dari asam amino, asam nukleat, nukleotida, dan klorofil.
Menurut Lakitan (1993) dalam jaringan tanaman nitrogen merupakan komponen

9

penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tumbuhan. misalnya asam-asam
amino. Zat ini memacu pertumbuhan (meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah
anakan) meningkatkan luas daun, dan meningkatkan kandungan protein. Peranan
utama nitrogen bagi tanaman ialah untuk merangsang pertumbuhan tanaman
secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, batang dan daun. Konsentrasi N di
daun berhubungan erat dengan laju fotosintesis dan produksi biomassa. Jika N
diaplikasikan cukup ke tanaman, maka kebutuhan unsur makro lain seperti K dan
P meningkat. Adapun fungsi penting dari unsur klor adalah menstimulasi
pemecahan molekul air pada fase terang fotosintesis. Selain itu, klor juga
dilaporkan esensial untuk proses pembelahan sel (Lakitan, 1993).

Pati

Karbohidrat utama yang disimpan pada sebagian besar tanaman adalah
pati dan selulosa. Di daun, pati terhimpun di kloroplas,

dan di organ

penyimpanan, karbohidrat terhimpun dalam bentuk amiloplas yang terbentuk
sebagai hasil translokasi sukrosa atau karbohidrat lainnya. Jumlah pati pada
bagian jaringan tergantung pada faktor genetik dan lingkungan serta lamanya
penyinaran. Pati terbentuk pada siang hari ketika fotosintesis melebihi laju
gabungan antara respirasi dan translokasi (Dwidjoseputro, 1980). Pembentukan
pati terjadi terutama melalui suatu proses yang melibatkan sumbangan berulang
unit glukosa dari gula nukleotida yaitu adenosine diposfoglukosa (ADGP).
Pembentukan ADGP berlangsung dengan menggunakan ATP dan glukosa-1fosfat di kloroplas ( Ropiah, 2009).
Menurut Salisbury and Ross (1995) amilum terbentuk dari hasil
fotosintesis. Pada proses fotosintesis dibutuhkan cahaya matahari dan klorofil,
apabila tidak ada cahaya matahari yang diserap maka fotosintesis tidak akan
terjadi dan amilum pun tidak akan terbentuk.
Amilum terdapat di banyak bagian-bagian tubuh tanaman, akan tetapi
yang terbanyak ialah di tempat-tempat penyimpanan cadangan makanan seperti di

10

dalam akar (ketela pohon), di dalam umbi (kentang), di dalam biji-bijian. Amilum
terdiri dari atas dua bagian, yaitu amilosa dan amilopektin (Dwidjoseputro, 1980).
Dibanding sumber pati lain, jagung mempunyai beragam jenis pati, mulai
dari amilopektin rendah sampai tinggi. Jagung dapat digolongkan menjadi empat
jenis berdasarkan sifat patinya, yaitu jenis normal mengandung 74-76%
amilopektin dan 24-26% amilosa, jenis waxy mengandung 99% amilopektin, jenis
amilomaize mengandung 20% amilopektin atau 40-70% amilosa, dan jagung
manis mengandung sejumlah sukrosa di samping pati. Jagung normal
mengandung 15,3-25,1% amilosa, jagung jenis waxy hampir tidak beramilosa,
jagung amilomize mengandung 42,6-67,8% amilosa, jagung manis mengandung
22,8% amilosa (Sing et al., 2005).

11

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm
IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa
dilakukan di Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan, Bagian Analisis Pangan
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga
Oktober 2011.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu benih jagung varietas hibrida N35, P21, Bisi
222 dan varietas bersari bebas Lamuru, pupuk anorganik berupa pupuk urea, SP36 dan KCl, karbofuran, pupuk organik dalam bentuk granul dan kapur dolomite
serta pyraclostrobin. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat
alat budidaya pertanian, ajir, meteran, tali rafia, timbangan, jangka sorong,
knapsack sprayer, gelas ukur, oven dan karung.

Metode Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini berupa rancangan
kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan perlakuan pyraclostrobin untuk
masing-masing varietas. Perlakuan pyraclostrobin terdiri dari 2 taraf yaitu: 0 ml
ha-1 (P0) dan 400 ml ha-1 (P1). Terdapat empat varietas jagung yang berbeda
yaitu N-35 (V1), P21 (V2), Bisi 222 (V3) dan Lamuru (V4). Terdapat 8
kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan sehingga terdapat 24 satuan percobaan
yang digunakan dalam penelitian ini. Ukuran setiap petak percobaan adalah 5 m x
5 m = 25 m2. Jarak antar petak satuan percobaan adalah 50 cm. Luas lahan total
yang diperlukan 770 m2.
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut (Gomez and
Gomez, 1984) :
Yij =  +  i +  j +  ij

12

Keterangan :
Yij

= nilai pengamatan pengaruh perlakuan pyraclostrobin ke-i dan ulangan
ke-j

µ

= rataan umum

i

= pengaruh perlakuan pyraclostrobin ke-i (i=1, 2)

j

= pengaruh ulangan ke-j (j=1, 2, 3)

 ij

= pengaruh galat percobaan
Apabila hasil uji F (α = 5%) menunjukkan perbedaan yang nyata, maka

dilakukan uji lanjutan menggunakan Uji Duncan Multiple Range Test (DMRT)
pada taraf 5 %.
Untuk mengetahui interaksi antara varietas dan pyraclostrobin dilakukan
analisis gabungan. Model linear rancangan acak kelompok dengan pola gabungan
adalah sebagai berikut (Gomez and Gomez, 1984):
Yijk

= µ + Vk + βi/k + Pj + (VP)kj + εijk

keterangan:
Yijk

= nilai pengamatan ulangan ke-i, varietas ke-j, dan pyraclostrobin ke-k

µ

= nilai populasi tengah

Vk

= pengaruh varietas ke-k (k=1,2,3,4)

βi/k

= pengaruh ulangan ke-i (i=1,2,3) dalam ulangan ke-i

Pj

= pengaruh varietas ke-j (j=1,2,3,4)

(VP)kj = pengaruh interaksi pyraclostrobin ke-k dengan varietas ke-j
εijk

= pengaruh gakat percobaan dari ulangan ke-i, varietas ke-j dan
pyraclostrobin ke-k.

Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Lahan
Persiapan lahan diawali dengan pengolahan lahan dengan menggunakan
traktor dan diolah sempurna dengan cara membalik dan menggemburkankannya
dengan cangkul. Kemudian lahan dibagi menjadi petak-petak satuan percobaan.
Pemberian kapur dolomite dilakukan 1 minggu sebelum tanam dengan dosis 1
ton/ha atau 2.5 kg per petak

13

Penanaman
Jarak tanam yang digunakan yaitu 75 cm x 25 cm. Penanaman benih jagung
dilakukan dengan cara ditugal dengan kedalaman lubang tanam sekitar 3 - 4 cm.
Benih jagung ditanam sebanyak 1 biji per lubang dan diberi karbofuran sebanyak
5 butir/lubang tanam. Karbofuran 3G diberikan untuk mencegah serangan lalat
bibit.

Pemupukan
Pemupukan dengan pupuk anorganik diberikan dengan dosis 135 kg N/ha
dalam bentuk pupuk Urea, 108 kg P2O5/ha dalam bentuk pupuk SP-18, dan 60 kg
K2O/ha dalam bentuk pupuk KCl. Sebanyak 1/2 dosis urea dan seluruh dosis SP
18 dan KCl diberikan pada saat tanam, sisa 1/2

dosis Urea diberikan pada

tanaman umur 4 MST. Pupuk diberikan dengan cara alur di samping kiri atau
kanan barisan tanaman dengan jarak 5 - 10 cm.
Pupuk organik granul diberikan dengan dosis 4.8 ton/ha pada umur 3 MST.
Hal ini dilakukan karena tanaman menunjukkan gejala kekurangan hara. Pupuk
organik diberikan dengan cara alur di samping kiri dan kanan tanaman jagung
dengan jarak 5 cm dari tanaman jagung.

Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi kegiatan penyulaman, penyiraman, pengendalian
OPT

(Organisme

Pengganggu

Tanaman),

dan

pembumbunan.

Melalui

pemeliharaan tanaman ini diharapkan tanaman dapat tumbuh secara baik dan
optimal.
Penyulaman dilakukan terhadap benih-benih jagung yang tidak tumbuh.
Penyulaman ini dilakukan pada 1 MST sehingga diharapkan populasi tanaman
dalam petak dapat terpenuhi secara optimal.
Penyiraman

pada

pertanaman

tanaman

jagung

dilakukan

dengan

memanfaatkan turunnya hujan. Namun pada saat penanaman hingga panen, hujan
jarang turun sehingga dilakukan penyiraman setiap hari dengan frekuensi awal
sekali sehari, namun melihat kondisi tanaman pada umur 40 HST menunjukkan
gejala kekurangan air, maka penyiraman dilakukan 2 kali sehari.

14

Pengendalian OPT dilakukan pengendalian hama, penyakit, dan gulma.
Pengendalian hama dilakukan dengan pemberian insektisida Karbofuran sebanyak
5 butir/tanaman pada saat penanaman benih dan 4 MST serta dilakukan
penyemprotan insektisida fipronil 50 g/l pada 4 MST. Pengendalian gulma
dilakukan secara manual terutama pada saat pertumbuhan awal tanaman dan
pengendalian gulma terakhir dilakukan pada 4 MST dilakukan bersamaan dengan
kegiatan pembumbunan.
Pembumbunan dilakukan dengan cara menaikkan atau menimbun tanah
pada tanaman jagung sehingga terbentuk guludan. Pembumbunan ini bertujuan
untuk menutup akar jagung yang terbuka sehingga tanaman jagung mampu berdiri
secara tegak dan kokoh.

Aplikasi Pyraclostrobin
Pada perlakuan dengan pyraclostrobin, aplikasi dilakukan pada saat umur
tanaman 30-31 HST. Pyraclostrobin diaplikasikan dengan konsentrasi 1 ml/liter,
volume semprot 400 liter/ha, yang berarti per petak yang berukuran 25 m2 adalah
1 liter larutan. Setelah dikalibrasi diperoleh kecepatan semprotnya adalah 1100
ml/menit sehingga penyemprotan per petak adalah 54 detik.

Pengendalian Penyerbukan
Untuk menjaga kemurnian sifat genetik jagung yang akan diuji kandungan
amilosanya

maka

dilakukan

pengendalian

penyerbukan.

Pengendalian

penyerbukan dilakukan pada 10 tanaman selain tanaman contoh di setiap petakan
percobaan. Persiapan pengendalian penyerbukan dengan cara menutup tongkol
dengan kantong plastik transparan sebelum tongkol keluar rambut. Penyerbukan
dilakukan pada saat tongkol sudah muncul rambut yang siap diserbuki dengan
panjang >2 cm. Serbuk sari yang digunakan berasal dari tanaman yang sama atau
tanaman lain yang ada dalam petak percobaan yang sama. Tongkol yang sudah
diserbuki ditutup menggunakan kantong kertas. Tongkol yang dikendalikan
penyerbukannya digunakan sebagai sampel uji kandungan amilosa biji jagung.

15

Pemanenan
Panen hasil dilakukan pada saat terbentuk black layer atau pada saat 75 %
tanaman telah berwarna kuning ditandai kelobot dan rambut jagung yang
mengering serta biji apabila ditekan dengan kuku tidak berbekas.

Pengeringan dan Pemipilan
Pengeringan dilakukan terhadap tongkol jagung dengan menghamparkan
jagung di green house selama 1 minggu. Tongkol yang telah mengalami proses
pengeringan selanjutnya dipipil dengan manual.

Pengamatan
Peubah yang diukur dan diamati antara lain terbagi menjadi dua yaitu
peubah vegetatif dan peubah generatif. Pengamatan peubah vegetatif dilakukan
pada 5 tanaman contoh yang dipilih secara acak dari setiap petak ulangan.
Peubah vegetatif yang diukur dan diamati antara lain:
1. Persentase tumbuh (%) pada 1 MST.
2. Tinggi tanaman (cm), dilakukan dengan mengukur tinggi tanaman dari
permukaan tanah hingga daun tertinggi dimulai pada 2 MST hingga 8 MST.
3. Lingkar batang (cm), dilakukan dengan mengukur lingkar batang pada
ketinggian 10 cm dari permukaan tanah dimulai pada umur 3 MST hingga 8
MST.
4. Jumlah daun tanaman, dihitung mulai 2 MST hingga 8 MST.
5. Indeks Luas Daun pada saat 8 MST, dengan mengukur panjang dan lebar daun
pada daun tempat tongkol utama berada. Kemudian dilakukan perhitungan
dengan persamaan (Sutoro, 1985) sebagai berikut:
Y = 0,7641 x PL x ∑ daun pada 8 MST
Y = Pendugaan luas daun per tanaman
PL= Panjang kali lebar daun
Setelah diperoleh luas daun per tanaman, indeks luas daun dihitung dengan
rumus : ILD = Luas daun per tanaman / jarak tanam

16

Peubah generatif tanaman yang diukur dan diamati adalah
1. Umur tasseling (HST), dihitung pada saat 50 % tanaman dalam petakan
membentuk tassel.
2. Umur silking (HST), dihitung pada saat 50 % tanaman dalam petakan
membentuk silk (rambut jagung).
3. Bobot brangkasan (g), diukur ketika panen, dengan memotong tanaman
jagung yang ada di atas permukaan tanah, kemudian ditimbang.
4. Bobot jagung berkelobot (g), diukur pada saat panen. Jagung yang telah
dipanen dengan kelobotnya ditimbang.
5. Bobot jagung tanpa kelobot (g). Jagung yang kelobotnya sudah dibuka
ditimbang.
6. Lingkar tongkol (cm). Lingkar tongkol diukur pada bagian tengah tongkol
jagung yang tanpa kelobot.
7. Panjang tongkol (cm). Panjang tongkol diukur dari pangkal munculnya biji
sampai dengan ujung tongkol.
8. Panjang tongkol berisi (cm). Panjang tongkol berisi diukur dari pangkal
munculnya biji sampai dengan batas ujung tongkol yang berbiji.
9. Jumlah baris pada tongkol. Jumlah baris dalam tongkol dihitung dengan
melihat baris yang mendekati penuh satu baris atau setengahnya.
10. Bobot kering per tongkol (g). Tongkol jagung yang telah kering, ditimbang.
11. Bobot biji pipilan kering (KA 14%) per tanaman (g) dan petakan (kg). Jagung
yang telah dijemur segera dipipil, kemudian hasil pipilannya ditimbang,
selanjutnya hasil timbangan dilakukan pengujian kadar air yang berguna
untuk konversi hasil dengan kadar air 14 %.
12. Kadar amilosa pada biji jagung (%). Pipilan biji jagung yang penyerbukannya
dikendalikan dibawa ke laboratorium analisis pangan yang kemudian kadar
amilosanya diuji.

17

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis ragamnya dengan menggunakan uji F. Jika
analisis ragam menunjukkan nilai berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut
DMRT 5 %.
Untuk mengetahui korelasi antara peubah-peubah penting yang diamati
maka dilakukan analisis kolerasi Pearson yang dihitung dengan rumus sebagai
berikut (Singh and Chaudhary, 1977):

rxy 

Cov( x, y )
V ( x ) *V ( y )

Keterangan :
rxy

= koefisien korelasi peubah x dan y

Cov(x,y)

= peragam antara sifat x dan y

V(x)

= ragam sifat x

V(y)

= ragam sifat y

18

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi umum
Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2011 dan panen pada pertengahan
Oktober 2011. Menurut informasi dari Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika (BMKG) Darmaga, curah hujan rata-rata selama penelitian berlangsung
sebesar 196 mm/bulan dengan kelembaban udara sebesar 76 % dan temperatur
rata-rata 26,0 oC (Lampiran 1). Pertumbuhan kecambah akan muncul lebih cepat
pada keadaan lembab dengan suhu di atas 21 0C. Suhu yang dibutuhkan untuk
pembentukan biji berkisar antara 16-25 0C. Suhu optimum untuk pertumbuhan
tanaman jagung berkisar antara 20-26 oC dengan curah hujan 500 – 1 500 mm per
tahun (Suprapto dan Marzuki, 2002).
Pengamatan daya tumbuh dilakukan pada 1 MST. Secara umum
pertumbuhan jagung di lapangan cukup baik. Daya tumbuh untuk varietas N35
sebesar 86,27%, untuk varietas P21 sebesar 90,83%, varietas Bisi 222 sebesar
90,42% dan daya tumbuh varietas Lamuru sebesar 90,85%. Agar populasinya
maksimal maka dilakukan penyulaman pada umur 1 MST.
Pemanenan jagung dilakukan dengan mengacu pada umur panen dan
jagung sudah terlihat memenuhi kriteria panen, yaitu saat sudah terbentuk black
layer atau 75 % tanaman telah berwarna kuning ditandai kelobot dan rambut
jagung yang mengering serta biji apabila ditekan dengan kuku tidak berbekas.
Varietas lamuru dipanen pada umur 99 HST. Varietas Bisi 222 dan varietas N-35
dipanen pada umur 109 HST, sedangkan varietas P21 dipanen pada umur 108
HST.
Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang mengganggu pertanaman
selama penelitian adalah hama, penyakit dan gulma. Hama yang menyerang
tanaman jagung adalah belalang (Oxya spp.), ulat grayak (Spodoptera litura F.),
dan penggerek batang (Ostrinia furnacalis). Hama yang paling banyak menyerang
adalah hama belalang (Gambar. 2). Pengendalian yang dilakukan adalah dengan
menyemprotkan insektisida.

19

(a)

(b)

(c)

Gambar 2. Serangan Hama dan Penyakit pada Pertanaman Jagung: (a) Serangan Belalang
(Oxya spp.) ; (b) Serangan Penggerek Batang (Ostrina furnacalis); (c)
Serangan Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis)

Penyakit yang dominan menyerang pertanaman jagung adalah bulai yang
disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora maydis. Pengontrolan penyakit
bulai dilakukan setiap hari. Penyakit bulai menyerang pertanaman jagung pada
umur 2 MST hingga 7 MST. Pengendalian penyakit bulai dilakukan dengan
mencabut tanaman yang terserang. Adapun persentase tanaman yang terserang
bulai pada pertanaman disajikan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Tingkat serangan bulai pada pertanaman jagung
Varietas
N35
P21
Bisi 222
Lamuru
Rataan

Perlakuan pyraclostrobin
0 ml ha
400 ml ha-1
…..……....………….%.....................................
4.55
2.82
3.11
1.97
1.67
1.11
2.54
1.69
2.97
1.90
-1

Selain, hama dan penyakit, terdapat beberapa gulma yang tumbuh
mendominasi di areal pertanaman yaitu Boreria laevis, Ageratum conyzoides,
Cyperus spp, dan Cleome rutidosperm. Pengendalian gulma hanya dilakukan pada
2 MST dan 4 MST yang disertai

pemupukan dan pembumbunan. Hal ini

dilakukan karena daya pegang air pada lahan penelitian rendah. Dengan adanya
gulma-gulma tersebut diharapkan dapat membantu dalam menjaga kelembaban
tanah.

20

Hasil Analisis Ragam Berbagai Peubah

Hasil rekapitulasi sidik ragam pada berbagai peubah yang diamati dapat
diketahui bahwa varietas memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap semua
peubah vegetatif, kecuali pada peubah tinggi tanaman pada 2 dan 3 MST serta
lingkar batang pada 7 dan 8 MST varietas memberikan pengaruh nyata. Varietas
berpengaruh sangat nyata terhadap indeks luas daun, bobot brangkasan dan indeks
panen. Sedangkan pada peubah generatif dan komponen panen, varietas
memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap umur tasseling dan silking,
berpengaruh nyata terhadap panjang tongkol dan jumlah baris serta kandungan
amilosa biji jagung.

Tabel 2. Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai peubah
Peubah Pengamatan
Tinggi
2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
Jumlah Daun
2 MST
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST
7 MST
8 MST
Diameter Batang
3 MST
4 MST
5 MST
6 MST

V

P

V*P

*
*
**
**
**
**
**

tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn

**
**
**
**
**
**
**

tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn

**
**
**
**

tn
tn

tn
tn

21

7 MST
*
tn
tn
8 MST
*
tn
tn
Tabel 2. Rekapitulasi hasil sidik ragam berbagai peubah (Lanjutan)
Peubah Pengamatan
Umur tasseling (50%)
Umur silking (50%)
Bobot Brangkasan
Bobot tongkol berkelobot
Bobot tanpa kelobot
Panjang tongkol
Panjang tongkol berisi
Jumlah baris
Diameter tongkol
Indeks luas daun
Bobot tongkol kering
Bobot kering pipilan
Bobot tongkol berkelobot/petak
Bobot tongkol tanpa kelobot/petak
Bobot tongkol kering/petak
Bobot kering pipilan/petak
Indeks panen
Produktivitas per petak
Produktivitas per hektar
Kandungan amilosa
Keterangan:

V
**
**
**
tn
tn
*
tn
*
tn
**
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
tn
tn
*

P
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

V*P
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

V = varietas; P = pyraclostrobin; V*P = interaksi antara varietas dengan
pyraclostrobin; - = belum diaplikasikan; *= nyata pada taraf 5 %; ** = nyata pada
taraf 1%; tn= tidak nyata

Berdasarkan Tabel 2 juga dapat diketahui bahwa aplikasi pyraclostrobin
400 ml ha-1 tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah yang diamati baik
peubah vegetatif, peubah generatif maupun kandungan amilosa biji jagung serta
tidak ada interaksi antara varietas dan pyraclostrobin terhadap semua peubah yang
diamati.
Pertumbuhan Vegetatif

Pertumbuhan tanaman sering didefinisikan sebagai pertambahan ukuran,
berat dan/atau jumlah sel. Harjadi (1979) menyatakan bahwa fase vegetatif
berhubungan dengan pembelahan sel, perpanjangan sel dan tahap pertama

22

diferensiasi. Pada penelitian ini, pertumbuhan vegetatif yang diamati adalah tinggi
tanaman, jumlah daun dan diameter batang.
Pengamatan tinggi tanaman dil