1
Ika Yanuarizki, 2013 Partisipasi Masyarakat Pendatang Pada Pelestarian Budaya Betawi Di Perkampungan Setu Babakan
Kelurahan Srenseng Sawah Kecamatan Jaga Karsa Kota Jakarta Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata dan kebudayaan juga merupakan pintu gerbang keluar masuknya
nilai-nilai budaya dari berbagai penjuru dunia. Akibat dari pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk serta terbatasnya lahan di Jakarta,
menyebabkan beban tugas di sektor kebudayaan menjadi sangat kompleks dan dikhawatirkan lambat laun akan memusnahkan adat istiadat tradisional budaya
warganya terutama masyarakat Betawi sebagai inti warga Jakarta Suku Betawi adalah penduduk asli di Kota Jakarta, keberadaanya sedikit
berbeda dengan suku-suku lain yang ada di Indonesia. Perbedaan yang paling mencolok adalah suku Betawi berada di Ibukota Jakarta dimana beragam suku,
latar belakang budaya yang berbeda mendiami Kota Jakarta. Masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri budaya yang khas dan mudah dibedakan
dengan suku-suku lainnya terutama dari bentuk-bentuk kesenian, bahasa pergaulan, pakaian serta ragam hiasnya. Karena arus urbanisasi yang membawa
suku dan budaya lain masuk ke Jakarta, menyebabkan suku Betawi telah termajinalkan oleh budaya dan suku lain dari Indonesia maupun luar.
Keberadaan budaya Betawi pada saat ini dirasakan mengalami kemunduran atau tidak terlihat lagi, mengingat semakin besar arus urbanisasi serta pembangunan
kota tanpa berlandaskan wawasan lingkungan dan budaya yang terjadi di Ibu Kota DKI Jakarta. Apabila masyarakat DKI Jakarta berdiam diri saja,
kebudayaan Betawi lambat laun akan menurun eksistensinya. Keberadaan budaya Betawi di tengah-tengah berbagai macam kultur, agama dan adat
istiadat, seyogyanya dapat memberikan suatu manfaat atau nilai positif untuk berkembangnya budaya Betawi mengikuti perkembangan zaman yang ada.
Ika Yanuarizki, 2013 Partisipasi Masyarakat Pendatang Pada Pelestarian Budaya Betawi Di Perkampungan Setu Babakan
Kelurahan Srenseng Sawah Kecamatan Jaga Karsa Kota Jakarta Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
Kota Jakarta memiliki jumlah Penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya. Berikut ini Tabel 1.1 adalah jumlah penduduk DKI Jakarta.
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk DKI Jakarta
Tahun Jumlah Penduduk
1961 2.906.533
1971 4.576.018
1980 6.480.645
1990 8.227.746
2000 8.347.083
2010 9.607.787
Sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta 2012 Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat pertumbuhan penduduk Jakarta dari
tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Penduduk DKI Jakarta terdiri dari berbagai macam suku bangsa.Terdapat lima besar etnis yang paling banyak
berada di DKI Jakarta. Berikut ini adalah Tabel 1.2 yaitu Data penduduk berdasarkan suku bangsa di DKI Jakarta pada tahun 2010.
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk DKI Jakarta menurut Suku Bangsa
Suku Bangsa Jumlah
Jawa 3.453.453
Betawi 2.700.722
Sunda 1.395.025
Tionghoa 632.372
Batak 326.645
Sumber : Badan Pusat Statistik Jakarta 2012 Berdasarkan Tabel 1.2 dapat dilihat bahwa suku yang paling banyak
menghuni kota Jakarta adalah Suku Jawa sedangkan suku Betawi menempati urutan kedua sebagai suku terbesar yang menghuni Kota Jakarta. Jumlah suku
Ika Yanuarizki, 2013 Partisipasi Masyarakat Pendatang Pada Pelestarian Budaya Betawi Di Perkampungan Setu Babakan
Kelurahan Srenseng Sawah Kecamatan Jaga Karsa Kota Jakarta Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
Betawi di Jakarta masih terlihat lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah suku Jawa yang berada di DKI Jakarta. Seiring dengan arus modernisasi dan
maraknya pembangunan di Jakarta. Pada saat ini agak kesulitan dalam menemukan identitas dan kebudayaan suku Betawi tersebut. Maraknya
pembangunan fisik di Jakarta membuat suku Betawi harus tergusur dari tanah kelahirannya dan pindah ke daerah pinggiran Jakarta. Walaupun demikian,
sesungguhnya suku Betawi masih ada dan terus hidup menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Karena itu untuk melestarikan budaya Betawi maka perlu
dibangun suatu kawasan untuk melestarikan seni dan budaya Betawi. Atas desakan masyarakat Betawi, maka pada tahun 1975, oleh Gubernur DKI Jakarta
didirikanlah Cagar Budaya Betawi di daerah Condet. Cagar Budaya Condet adalah suatu tempat dimana bisa ditemukan dan dinikmati kehidupan bernuansa
Betawi. Namun seiring dengan perkembangannya Condet telah dianggap gagal dalam memfungsikannya sebagai Cagar Budaya Betawi.
Penyebab kegagalan Condet sebagai Cagar Budaya Betawi menurut Ridwan Saidi dalam Febrianty 2002:36 salah satunya adalah pemerintah tidak pernah
mengembangkan potensi Condet menjadi sesuatu yang menarik bagi wisatawan. Selain itu penyebab kegagalan Condet sebagai Cagar Budaya adalah
pembangunan dan modernisasi yang terjadi di daerah Condet. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Marzali 1989:39 yang berpendapat bahwa
“Pertumbuhan kota Jakarta secara umum dan urbanisasi merupakan faktor yang juga ikut mempengaruhi kegagalan Cagar Budaya Condet. Akibat
banyaknya pendatang baru ke wilayah Condet, maka terjadilah perubahan pola pemanfaatan tanah dari pertanian menjadi urban utility dan perubahan struktur
sosial” Walaupun Condet telah dianggap gagal, tetapi Pemda DKI beserta tokoh-
tokoh Betawi tetap menganggap perlunya suatu tempat untuk pelestarian dan pengembangan Budaya Betawi dan juga suatu tempat dimana bisa ditemukan
gambaran umum budaya Betawi secara lengkap Sehubungan dengan hal tersebut Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan membuat kebijakan pariwisata
budaya yaitu dengan membuat Perkampungan Budaya Betawi. Berdasarkan Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 92 Tahun
Ika Yanuarizki, 2013 Partisipasi Masyarakat Pendatang Pada Pelestarian Budaya Betawi Di Perkampungan Setu Babakan
Kelurahan Srenseng Sawah Kecamatan Jaga Karsa Kota Jakarta Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
2000 tentang Penataan Lingkungan Perkampungan Budaya Betawi di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Srengseng
Sawah dipilih sebagai Perkampungan Budaya Betawi karena kawasan tersebut merupakan wilayah utama komunitas Betawi yang masih bertahan dengan
lingkungannya yang masih alami dan juga Srengseng Sawah dinilai telah memiliki nuansa yang asri. Nantinya diharapkan Srengseng Sawah menjadi
suatu kawasan yang memiliki karakter Betawi yang asli. Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan sendiri merupakan suatu
kawasan di Jakarta Selatan dengan komunitas yang ditumbuh kembangkan budaya yang meliputi seluruh hasil gagasan dan karya baik fisik maupun non
fisik yaitu : kesenian, adat istiadat, foklor, sastra, kuliner, pakaian serta arsitektur yang bercirikan kebetawian.
Mengenai tujuan, sasaran dan fungsi Perkampungan Budaya Betawi tercantum di dalam Bab III Perda Provinsi DKI Jakarta No.3 Tahun 2005.
Adapun tujuan penetapan Perkampungan Budaya Betawi di dalam Pasal 4 adalah untuk membina dan melindungi secara sungguh-sungguh dan terus
menerus tata kehidupan serta nilai-nilai budaya Betawi, menciptakan dan menumbuhkembangkan nilai-nilai seni budaya Betawi sesuai dengan akar
budayanya, menata dan memanfaatkan potensi lingkungan fisik baik alami maupun buatan yang bernuansa Betawi, mengendalikan pemanfaatan lingkungan
fisik dan non fisik sehingga saling bersinergi untuk mempertahankan ciri khas Betawi Sumlang, 2012.
Perkampungan Budaya Betawi yang merupakan salah satu wisata budaya yang berada di Kota Administrasi Jakarta Selatan, telah menarik sejumlah
wisatawan untuk mengunjungi Perkampungan Budaya Betawi. Motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu objek wisata salah satunya menurut Yoeti
1982: 7 yaitu ingin mengetahui lebih mendalam tata cara hidup, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan masyarakat setempat serta mempelajari seluk beluk adat
istiadat itu sendiri. Sehingga wisatawan yang berkunjung ke Perkampungan Budaya Betawi dapat menyaksikan dari dekat budaya masyarakat betawi. Hal
inilah yang membuat wisatawan tertarik untuk mengunjungi Perkampungan
Ika Yanuarizki, 2013 Partisipasi Masyarakat Pendatang Pada Pelestarian Budaya Betawi Di Perkampungan Setu Babakan
Kelurahan Srenseng Sawah Kecamatan Jaga Karsa Kota Jakarta Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
Budaya Betawi. Berikut ini Tabel 1.3 adalah kunjungan wisatawan Perkampungan Budaya Betawi dari tahun ke tahun.
Tabel 1.3 Data Kunjungan Wisatawan
Ke Perkampungan Budaya Betawi Tahun 2001-2011
Sumber : Pengelola Perkampungan Budaya Betawi tahun 2012 Berdasarkan Tabel 1.3 dapat dilihat kunjungan wisatawan cukup mengalami
peningkatan. Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi dari tahun ke tahun terus ditingkatkan hal tersebut dilakukan untuk menarik sejumlah wisatawan
untuk berkunjung. Pemerintah menjadikan Perkampungan Budaya Betawi sebagai upaya dalam
pelestarian budaya Betawi. Perkampungan Budaya Betawi tersebut di bangun pada tanggal 20 Januari 2001. Masyarakat Betawi menyambut dengan antusias
mengenai kawasan mereka yang dijadikan Perkampungan Budaya Betawi Segala bentuk partisipasi dilakukan oleh masyarakat Betawi disana. Di dalam
Perkampungan Budaya Betawi terdapat pemukiman penduduk yang mayoritas adalah suku betawi, tetapi pada kenyataannya ada pula suku lain yang
bermukim di
perkampungan budaya
betawi. Sehingga
masyarakat
Tahun Wisnus
Wisman Jumlah
2001 10.230
- 10.230
2002 49302
73 49378
2003 46531
12 46543
2004 51.416
- 51416
2005 89.716
199 89915
2006 89.482
231 98713
2007 99.110
72 99182
2008 115.500
90 115590
2009 102.739
273 103.012
2010 125018
50 125068
2011 146117
98 146215
Ika Yanuarizki, 2013 Partisipasi Masyarakat Pendatang Pada Pelestarian Budaya Betawi Di Perkampungan Setu Babakan
Kelurahan Srenseng Sawah Kecamatan Jaga Karsa Kota Jakarta Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
perkampungan budaya Betawi merupakan masyarakat yang heterogen. Berikut ini Tabel 1.4 adalah jumlah penduduk Perkampungan Budaya Betawi
Tabel 1.4 Jumlah Penduduk Perkampungan Budaya Betawi
No Penduduk
Jumlah Jumlah KK
1 Betawi
3220 842
2 Pendatang
2564 743
Jumlah 5784
1585
Sumber : Hasil Pendataan RW 08 Kel.Srengsengsawah 2012
Berdasarkan Tabel 1.4 dapat dilihat perbandingan jumlah penduduk di perkampungan budaya Betawi antara suku Betawi dan pendatang berdasarkan
pendataan oleh RW 08 Kelurahan Srengsengsawah tidak jauh berbeda hampir seimbang.
Karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap masyarakat pendatang yang tinggal di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Sebagai
masyarakat pendatang yang tinggal di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan mau tidak mau mereka harus mengikuti aturan yang berlaku yaitu harus
ikut menjaga kelestarian budaya Betawi walaupun mereka bukan suku Betawi. Dari sinilah timbul pertanyaan bagaimana partisipasi masyarakat pendatang
yang tinggal di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dan seperti apa saja masyarakat pendatang dalam menjaga budaya Betawi. Dalam hal
pelestarian kebudayaan Betawi, penulis melihat dari konsep 7 unsur kebudayaan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat 1974:12 yaitu sistem religi atau
upacara keagamaan, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian hidup dan sistem teknologi atau
peralatan hidup suku Betawi. Tetapi hanya dipilih beberapa unsur dari 7 unsur kebudayaan tersebut yang dianggap mempunyai ciri khas suku Betawi.
Dari latar belakang yang dijelaskan tersebut maka penulis bermaksud
melakukan penelitian mengenai “Partisipasi Masyarakat Pendatang Dalam
Ika Yanuarizki, 2013 Partisipasi Masyarakat Pendatang Pada Pelestarian Budaya Betawi Di Perkampungan Setu Babakan
Kelurahan Srenseng Sawah Kecamatan Jaga Karsa Kota Jakarta Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
Pelestarian Budaya Betawi di Perkampungan Setu Babakan Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa Kota Jakarta
”. B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, diantaranya :
1. Bagaimana partisipasi masyarakat pendatang dalam melestarikan rumah
adat Betawi? 2.
Bagaimana partisipasi masyarakat pendatang dalam mengikuti sistem organisasi kemasyarakatan Betawi?
3. Bagaimana partisipasi masyarakat pendatang dalam melestarikan
kesenian Betawi? 4.
Bagaimana partisipasi masyarakat pendatang dalam melestarikan Bahasa Betawi?
5. Bagaimana partisipasi masyarakat pendatang dalam melestarikan
makanan dan minuman khas Betawi? 6.
Bagaimana sumbangan penelitian ini terhadap pendidikan geografi?
C. Tujuan Penelitian