Analisis Faktor-faktor yang Memengaruhi Jangkauan Pembiayaan Mikro: Studi Kasus BTPN Syariah

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
JANGKAUAN PEMBIAYAAN MIKRO: STUDI KASUS BTPN
SYARIAH

RAMADHIAN

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor
yang Memengaruhi Jangkauan Pembiayaan Mikro: Studi Kasus BTPN Syariah
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2015
Ramadhian
NIM H54110003

ABSTRAK
RAMADHIAN. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Jangkauan
Pembiayaan Mikro: Studi Kasus BTPN Syariah. Dibimbing oleh JAENAL
EFFENDI.
Usaha mikro memiliki peran yang besar dalam menggerakkan
perekonomian Indonesia. Salah satu permasalahan pada perkembangan usaha
mikro adalah akses pembiayaan. Penelitian ini menganalisis mengenai faktorfaktor yang memengaruhi jangkauan pembiayaan mikro, baik keluasan jangkauan
maupun kedalaman jangkauan dengan mengambil studi kasus di BTPN Syariah.
Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi tren pertumbuhan jangkauan selama
periode 2012-2014 serta mengidentifikasi variabel yang signifikan mempengaruhi
jangkauan. Baik variabel keluasan maupun kedalaman jangkauan dianalisis
dengan lima variabel independen melalui metode Ordinary Least Squares.
Variabel tersebut yaitu CAR, NPF, FDR, BOPO, dan WISMA (unit branchless

banking). Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa variabel CAR signifikan
memengaruhi variabel keluasan jangkauan secara negatif, sedangkan variabel
NPF, FDR, BOPO, dan WISMA signifikan memengaruhi keluasan jangkauan
secara positif. Variabel CAR dan WISMA signifikan memengaruhi kedalaman
jangkauan secara positif, sedangkan variabel NPF, FDR, dan BOPO tidak
signifikan memengaruhi kedalaman jangkauan.
Kata kunci: OLS, kedalaman jangkauan, keluasan jangkauan, keuangan mikro
syariah

ABSTRACT
RAMADHIAN. Analysis of Factors Affecting Outreach of Micro Financing: Case
Study BTPN Syariah. Supervised by JAENAL EFFENDI.
Microenterprises have the big role in developing Indonesia’s economy. One
of the issues in developing microenterprises is the access of financing. The study
analyses factors affecting outreach, breadth of outreach and depth of outreach in
BTPN Syariah. The objectives of this research are to identify the trend of outreach
in 2012-2014, and to identify factors affecting outreach. The study employed
Ordinary Least Squares and there are five variables used in this research. The
variables are CAR, NPF, FDR, BOPO, and WISMA (branchless banking unit).
Our fingdings show that breadth of outreach is significantly and negatively

affected by CAR, meanwhile breadth of outreach is significantly and positively
affected by NPF, FDR, BOPO, and WISMA. Depth of outreach is significantly
and positively affected by CAR and WISMA, meanwhile depth of outreach is not
significantly affected by NPF, FDR, and BOPO.
Keywords: Breadth of outreach, depth of outreach, Islamic microfinance, OLS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI
JANGKAUAN PEMBIAYAAN MIKRO: STUDI KASUS BTPN
SYARIAH

RAMADHIAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI SYARIAH
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang
Memengaruhi Jangkauan Pembiayaan Mikro: Studi Kasus BTPN Syariah”
berhasil diselesaikan. Tujuan dari skripsi ini ialah mengidentifikasi tren
pertumbuhan jangkauan dan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi
tingkat jangkauan pembiayaan mikro syariah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga, yaitu Ayah Ir. Kurnia
Abadi, Ibu Dewi Kartika Sari, saudara kembar Ramadhani, serta adik-adik
Muhammad Thohari dan Sabrina Abadi atas dukungan dan doa selama ini.selain
itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Jaenal Effendi selaku pembimbing, terima kasih atas arahan,
bimbingan, motivasi, saran, dan waktu dalam penulisan skripsi ini.
2. Bapak Syarif Surbakti, serta pihak terkait dari BTPN Syariah yang telah
banyak membantu dalam proses pengambilan data.

3. Ibu Tanti Novianti selaku penguji utama dan Ibu Ranti Wiliasih selaku
penguji komdik, terima kasih atas kritikan, saran, serta arahannya.
4. Teman-teman sebimbingan, yaitu Syifa, Anis, Haekal, Afrial, Rizha, Fathan,
Gina, Akbar, Erna, Salma, Neva, dan Sarah yang telah memberikan banyak
bantuan, saran, kritik, serta motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi, terutama Ilmu Ekonomi Syariah 48, 49, dan
50 yang turut memberikan semangat.
6. Teman-teman akhwat FoSSEI Jabodetabek, yaitu Kak Bintan, Amel, Salamah,
Fika, Ayu, Neneng, dan Danis.
7. Pihak-pihak lain yang telah ikut membantu penyelesaian skripsi ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per
satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015
Ramadhian

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

5

Keadilan Ekonomi


5

Pengertian Pembiayaan Mikro

5

Pengertian Usaha Mikro

7

Peranan Pembiayaan Mikro

7

Konsep Jangkauan

8

Penelitian Terdahulu


9

Kerangka Pemikiran

11

Hipotesis Penelitian

12

METODE

12

Jenis dan Sumber Data

12

Lokasi Penelitian


13

Metode Pengolahan dan Analisis Data

13

Model Penelitian

13

Pengujian Hipotesis

15

Evaluasi Model

15

GAMBARAN UMUM


16

HASIL DAN PEMBAHASAN

17

SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan

26

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

38

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Berdasarkan
Unit
Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Berdasarkan
Tenaga Kerja Tahun 2011-2012
Perbedaan Pembiayaan Mikro Konvensional dan Syariah
Perbedaan Bank Islam dan Bank Konvensional
Statistik Deskriptif Variabel
Model analisis regresi linear berganda terhadap total jumlah nasabah
Model analisis regresi linear berganda terhadap rata-rata pembiayaan

2
2
6
6
17
21
24

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran
2 Jumlah Nasabah
3 Nilai rata-rata pembiayaan

12
18
19

DAFTAR LAMPIRAN
Data Laporan Keuangan BTPN Syariah dan Nilai Logaritma
Variabel
2 Statistik Deskriptif Data Keuangan BTPN Syariah 2012-2014
3 Model Regresi Jumlah Nasabah Pembiayaan
4 Uji Normalitas Persamaan I
5 Uji Multikolinearitas Persamaan I
6 Uji Heteroskedastisitas Persamaan I
7 Uji Autokorelasi Persamaan I
8 Model Regresi Rata-rata Pembiayaan
9 Uji Normalitas Persamaan II
10 Uji Multikolinearitas Persamaan II
11 Uji Heteroskedastisitas Persamaan II
12 Uji Autokorelasi Persamaan II

1

30
34
34
35
35
35
35
35
37
37
37
37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) memiliki kontribusi besar
dalam perekonomian Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan UKM
menunjukkan bahwa terdapat total 56.5 juta unit UMKM di Indonesia pada tahun
2012. Unit terbesar terletak pada sektor mikro, yaitu kurang lebih 55.8 juta unit
(Tabel 1). Selain itu, data yang ada menunjukkan pula bahwa sektor UMKM
paling banyak menyerap tenaga kerja di Indonesia. UMKM memiliki pangsa
penyerapan tenaga kerja sebesar 97.16%, dengan sektor usaha mikro yang
memiliki pangsa terbesar, yaitu sebesar 90.12% (Tabel 2).
Besarnya pangsa UMKM pada total unit usaha dan penyerapan tenaga kerja
di Indonesia memerlukan pembiayaan yang besar dan menjadi peluang bagi
lembaga keuangan, khususnya lembaga keuangan syariah untuk lebih
menyalurkan pembiayaan ke UMKM. Pemerintah sebagai regulator telah
memberlakukan Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/22/PBI/2012 tentang
pemberlakuan kewajiban Bank Umum untuk memberikan kredit atau pembiayaan
UMKM minimal 20% atas total pembiayaan. Hal ini akan dilakukan secara
bertahap hingga tahun 2018. Dari total usaha mikro, kecil, dan menengah, usaha
mikro adalah sektor yang paling banyak pangsa total unit usaha dan penyerapan
tenaga kerjanya. Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang
UMKM, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria, yaitu memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp 50 000 000.00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp 300 000 000.00 (tiga ratus juta rupiah).
Besarnya pangsa usaha mikro merupakan peluang bagi lembaga keuangan
untuk menyalurkan pembiayaan ataupun melakukan pelayanan lain, seperti
tabungan, kepada sektor mikro. Usaha-usaha mikro yang omzet bulanannya
kurang dari sekitar Rp. 25 000 000.00 per bulan (UU No. 20 Tahun 2008),
merupakan usaha-usaha yang tidak terlalu menghasilkan penghasilan besar untuk
pemiliknya. Nasabah-nasabah dari pembiayaan mikro biasanya adalah wirausaha
berpenghasilan rendah, baik di daerah kota maupun desa yang bekerja dari usaha
sendiri, misalnya pedagang kaki lima, petani lahan sempit, pedagang kaki lima,
penyedia jasa seperti pencukur rambut, penjahit, ataupun perajin (Ledgerwood
1999).
Orang-orang tersebut membutuhkan modal untuk memulai ataupun
mengembangkan usaha tersebut memiliki kesulitan untuk mengakses keuangan.
Oleh karena itu, peran bank maupun lembaga keuangan syariah non bank dalam
menyalurkan pembiayaan mikro diperlukan untuk menjangkau para nasabah yang
belum bankable. Nasabah-nasabah seperti itu memiliki penghasilan yang kecil dan
tergolong miskin, tetapi belum tergolong sebagai orang yang paling miskin. Salah
satu pendekatan penilaian kinerja lembaga keuangan syariah yang memberikan
pembiayaan mikro yaitu menilai jangkauan (outreach) yang telah dicapai.
Jangkauan (outreach) adalah usaha dari lembaga keuangan untuk memberikan
pembiayaan dan pelayanan keuangan kepada lebih banyak pihak/nasabah,

2
terutama pada nasabah-nasabah yang paling miskin diantara yang miskin
(Conning 1999).
Tabel 1 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Berdasarkan Unit
Usaha Tahun 2011-2012

Tahun 2011
Indikator

Total
(Unit)
55 206
444
54 559
969

Pangsa
(%)

Usaha Kecil

602 195

Usaha Menengah
Total Usaha
Besar

Total UMKM
Usaha Mikro

Tahun 2012
Total
(unit)
56 534
592
55 856
176

Pangs
a (%)

1.09

44 280
4 952

99.99

Perkembangan
(%)

99.99

2.41

98.79

2.38

629 418

1.11

4.52

0.08

48 997

0.09

10.65

0.01

4 968

0.01

0.32

98.82

Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2014
Tabel 2 Perkembangan Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Berdasarkan
Tenaga Kerja Tahun 2011-2012

Tahun 2011
Indikator
Total UMKM

Total
(Orang)
101 722
458

Tahun 2012

Pangs
a (%)

Total
(Orang)

Pangs
a (%)

Perkembanga
n
(%)

97.24

107 657 509

97.16

5.83

Usaha Mikro

94 957 797

90.77

99 859 517

90.12

5.16

Usaha Kecil

3 919 992

3.75

4 535 970

4.09

15.71

Usaha Menengah

2 844 669

2.72

3 262 023

2.94

14.67

Total Usaha
Besar

2 891 224

2.76

3 150 645

2.84

8.97

Sumber: Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, 2014

Peran bank syariah untuk menjangkau nasabah yang memerlukan akses
keuangan ataupun permodalan agar salah satu tujuan pengurangan tingkat
kemiskinan dapat tercapai secara optimal. Tercapainya tujuan tersebut dapat
dilihat melalui tingkat jangkauan (outreach) yang telah dicapai oleh bank syariah
dalam melakukan pembiayaan mikro. Jangkauan tersebut dapat menjadi optimal,
salah satunya dengan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi jangkauan
pembiayaan mikro bank syariah dalam melaksanakan fungsinya, sehingga bank
syariah dapat melaksanakan fungsinya untuk menyalurkan pembiayaan yang
jangkauannya luas dan dalam.

3
Perumusan Masalah
Sektor usaha mikro memiliki beberapa kendala, salah satunya adalah pada
akses pembiayaan. Orang-orang yang membutuhkan pembiayaan mikro umumnya
adalah orang-orang yang berpenghasilan rendah dan kurang bankable. Tingkat
kemiskinan di Indonesia pada bulan September 2014 adalah sebesar 10.96 %
(BPS 2015), sedangkan total jumlah pengangguran terbuka di Indonesia pada
bulan Agustus 2014 adalah sebesar 7.24 juta jiwa (BPS 2015). Data tersebut
menunjukkan bahwa masih banyak orang miskin maupun pengangguran di
Indonesia yang dapat diberikan pembiayaan mikro untuk meningkatkan
produktivitas, penghasilan, serta kesempatan kerja dari sektor usaha mikro.
Beberapa bank syariah telah menyalurkan pembiayaan ke sektor mikro, baik
di pedesaan maupun perkotaan. BTPN Syariah merupakan satu-satunya Bank
Umum Syariah yang memfokuskan pelayanan keuangannya pada sektor usaha
mikro. Usaha mikro merupakan usaha yang memiliki presentase terbesar dalam
penyerapan tenaga kerja maupun jumlah unitnya di Indonesia. Hal ini menjadi
peluang bagi bank syariah, khususnya BTPN Syariah, untuk menjangkau lebih
banyak usaha-usaha mikro untuk mengembangkan usahanya. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh (World Bank 2007), pembiayaan mikro memiliki
tiga tujuan, yaitu untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan membuka
kesempatan untuk penghasilan dari berkembangnya sektor mikro, untuk
meningkatkan produktivitas dan penghasilan dari orang-orang yang kurang
memiliki keterampilan, seperti wanita dan orang-orang miskin, serta untuk
mengurangi ketergantungan warga miskin terhadap tanaman-tanaman yang rawan
untuk kekeringan maupun paceklik melalui diversifikasi dari aktivitas lain dalam
memperoleh penghasilan (World Bank 2007).
Kinerja pelayanan keuangan mikro dapat diukur melalui tiga indikator, yaitu
kesinambungan keuangan (financial sustainability), jangkauan (outreach), dan
dampak untuk kesejahteraan (welfare impact) (Zeller dan Meyer 2002). Tingkat
jangkauan (outreach) merupakan salah satu variabel penting dalam mengukur
keberhasilan pembiayaan mikro oleh bank syariah dalam mencapai tujuannya,
salah satunya yaitu mengurangi tingkat kemiskinan maupun kesenjangan.
Jangkauan tersebut dapat menjadi optimal, dengan mengetahui maupun
mengidentifikasi faktor-faktor yang signifikan memengaruhinya. Penelitian
terdahulu lebih banyak menganalisis hubungan lembaga keuangan mikro terhadap
profitabilitas (kesinambungan keuangan) serta terhadap peningkatan kesejahteraan
dan pengurangan tingkat kemiskinan. Sebelumnya telah terdapat penelitian
mengenai faktor-faktor yang memengaruhi jangkauan, namun belum ada
penelitian mengenai hal tersebut yang dilakukan di lembaga keuangan mikro
ataupun bank syariah.
Studi empiris yang dilakukan oleh (Osotimehin, Jegede, Akinlabi 2011) di
Barat Daya Nigeria mengenai faktor-faktor yang memengaruhi luas jangkauan
kredit mikro konvensional serta tren atas jangkauan selama masa studi
mengungkapkan bahwa tren yang terjadi di Nigeria yaitu adanya peningkatan
jangkauan kredit mikro dan adanya beberapa faktor yang paling berpengaruh
terhadap tingkat jangkauan lembaga keuangan mikro adalah suku bunga riil
pinjaman, rata-rata besarnya pinjaman, biaya yang dikeluarkan untuk setiap

4
pinjaman, rasio hutang terhadap ekuitas, tingkat pengembalian pinjaman, dan
gaji/upah yang dibayarkan kepada pekerja.
Penelitian mengenai kedalaman jangkauan lembaga keuangan mikro
konvensional di kabupaten Sleman (Handayani dan Arsyad 2013) menyatakan
bahwa faktor-faktor yang signifikan memengaruhi kedalaman jangkauan adalah
ROA, jumlah kantor cabang, rasio biaya operasional terhadap kredit, rasio
nasabah sektor pertanian, dan rasio nasabah sektor perdagangan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka permasalahan yang akan dijawab pada
penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana tren pertumbuhan jangkauan (outreach), baik keluasan maupun
kedalaman jangkauan pembiayaan mikro BTPN Syariah?
2.
Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi keluasan jangkauan (outreach)
pembiayaan mikro BTPN Syariah?
3.
Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi kedalaman jangkauan (outreach)
pembiayaan mikro BTPN Syariah?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah tersebut,
penelitian ini bertujuan untuk:
1.
Mengidentifikasi tren pertumbuhan jangkauan (outreach), baik keluasan
maupun kedalaman jangkauan pembiayaan mikro oleh BTPN Syariah.
2.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat keluasan jangkauan
(outreach) oleh BTPN Syariah.
3.
Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kedalaman jangkauan
(outreach) oleh BTPN Syariah.

Manfaat Penelitian
1.

2.
3.
4.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:
Memberikan informasi yang baik mengenai faktor-faktor yang
memengaruhi keluasan dan kedalaman jangkauan (outreach) pembiayaan
mikro oleh bank syariah, khususnya BTPN Syariah.
Memberikan gambaran mengenai tren jangkauan pembiayaan mikro oleh
bank syariah, khususnya BTPN Syariah.
Dapat dijadikan pertimbangan dalam mengambil kebijakan untuk
meningkatkan jangkauan pembiayaan mikro syariah.
Dapat digunakan sebagai bahan informasi bagi para peminat dan peneliti
untuk bahan penelitian lanjutan.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengambil studi kasus di BTPN Syariah (Bank Tabungan
Pensiunan Nasional Syariah). Data yang digunakan dalam menganalisis jangkauan
pembiayaan mikro adalah data sekunder yang merupakan data keuangan bulanan
BTPN Syariah pada periode 2012-2014.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Keadilan Ekonomi
Kaum dhuafa umumnya memiliki penghasilan yang rendah, bahkan
terkadang sebagian dari mereka meminjam uang dengan sistem bunga untuk
memenuhi kebutuhannya. Jutaan manusia di negara berkembang menghabiskan
hidupnya untuk membayar utang yang diwariskan kepada mereka. Penghasilan
mereka yang tergolong rendah tersisa menjadi sangat sedikit dan membuat mereka
harus hidup di bawah standar normal karena harus membayar utang dan bunga.
Pembayaran angsuran bunga yang berat secara terus menerus terbukti telah
merendahkan standar kehidupan masyarakat serta menghancurkan pendidikan
anak-anak mereka (Antonio 2001).
Di samping itu, kecemasan terus menerus karena berutang juga
memengaruhi efisiensi kerja mereka. Hal tersebut tidak hanya memengaruhi
kehidupan mereka, tetapi juga perekonomian negara. Pembayaran bunga
menurunkan daya beli di kalangan mereka. Akibatnya, industri yang memenuhi
produk untuk golongan miskin dan menengah akan mengalami penurunan
permintaan. Bila keadaan tersebut berlanjut, secara berangsur-angsur tapi pasti,
sektor industri pun akan merosot (Antonio 2001).
Pengertian Pembiayaan Mikro
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 14/22/PBI/2012, pembiayaan
usaha mikro, kecil, dan menengah atau pembiayaan UMKM adalah pembiayaan
yang diberikan kepada pelaku usaha yang memenuhi kriteria Usaha Mikro, Kecil,
dan Menengah. Pembiayaan UMKM oleh bank umum dapat dilakukan secara
langsung kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, dan/atau tidak langsung
melalui kerjasama pola executing, pola channeling, dan/atau pembiayaan bersama
(sindikasi).
Pembiayaan mikro yang dilakukan oleh lembaga keuangan berbeda
dengan pembiayaan lain yang bukan untuk sektor mikro. Pembiayaan mikro
dilakukan untuk orang-orang miskin yang membutuhkan pembiayaan dan
memiliki akses kecil terhadap lembaga keuangan, berbeda dengan lembaga
keuangan komersial yang tujuannya adalah maksimisasi profit (Ahmed 2002).

6
Tabel 3 Perbedaan Pembiayaan Mikro Konvensional dan Syariah

Liabilities
(Sources of Funds)

Konvensional
External Funds, Savings
of clients

Assets
(Mode of Financing)

Interest-based

Financing the Poorest

Poorest are left out

Funds transfer
Deductions at
inception of contract
Target group
Objective of targeting
Women
Liability of the loan
(when given to
women)
Work incentive of
Employees
Dealing with Default

Cash given
Part of the funds
deducted at inception
Women
Empowerment of
Women
Recipient

Social Development
Program

Secular (or un-Islamic)
behavioral, ethical, and
social development.

Syariah
External funds, Savings
of
clients,
Islamic
Charitable Sources
Islamic Financial
Instruments
Poorest can included by
integrating zakah with
microfinancing
Good transferred
No
deductions
at
inception
Family
Ease of availability
Recipient and spouse

Monetary

Monetary and religious

Group/center pressure
and threats

Group/center/spouse
guarantee, and Islamic
ethics
Religious (includes
behavior, ethics, and
social)

Sumber: Ahmed, 2002

Selain itu, terdapat pula beberapa perbedaan antara bank syariah dan
konvensional dalam tabel berikut (Antonio 2001):
Tabel 4 Perbedaan Bank Islam dan Bank Konvensional

No.
1.
2.
3.
4.
5.

Bank Islam
Melakukan
investasi-investasi
yang halal saja.
Berdasarkan prinsip bagi hasil,
jual-beli atau sewa.
Profit atau falah oriented.
Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kemitraan.
Penghimpunan dan penyaluran
dana harus seusai dengan fatwa
Dewan Pengurus Syariah.

Sumber: Antonio, 2001

Bank Konvensional
Investasi yang halal dan haram.
Memakai perangkat bunga.
Profit oriented.
Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hungan debitor-kreditor.
Tidak terdapat dewan sejenis.

7
Pengertian Usaha Mikro
Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan
Menengah, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik perorangan dan/atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro. Kriteria usaha mikro yang
dimaksud berdasarkan undang-undang tersebut yaitu memiliki kekayaan bersih
paling banyak Rp 50 000 000.00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak
Rp 300 000 000.00 (tiga ratus juta rupiah).
Microfinance adalah layanan keuangan skala kecil khususnya kredit dan
simpanan, bagi mereka yang bergerak di sektor pertanian, perikanan, peternakan;
kepada perseorangan atau kelompok baik di pedesaan maupun di perkotaan di
negara-negara berkembang. Mereka mengelola usaha kecil atau mikro yang
meliputi kegiatan produksi, daur ulang, reparasi, atau perdagangan. (Robinson
2007 dalam Subagyo dan Purnomo 2009). Islamic Microfinance adalah jasa
keuangan mikro yang mengimplementasikan prinsip-prinsip keuangan syariah
(Khan 2008).
Karakter usaha mikro, antara lain yaitu tidak memisahkan keuangan usaha
dengan keuangan pribadi, memiliki mobilitas yang relatif tinggi, sangat
tergantung kepada pemiliknya, belum memiliki legalitas formal, belum memiliki
pembukuan yang rapi dan benar, usaha mikro di kota-kota besar dimiliki oleh
masyarakat urban yang belum memiliki tempat dan domisili yang tetap, sebagian
besar bergerak di sektor informal, kurang familiar dengan bank, berlokasi
menyebar secara tidak merata, dikelola oleh sebagian besar sumber daya manusia
yang berpendidikan rendah, memiliki keterbatasan modal dan akses permodalan,
kurang memiliki jaringan yang kuat dengan sektor usaha lainnya, tidak memiliki
perlindungan hukum, sebagian besar dikelola oleh rumah tangga, kurang
mendapatkan pembinaan dari pemerintah, jumlah usaha mikro paling besar
dibandingkan skala usaha lainnya, sangat responsif terhadap perubahan, tidak
dipengaruhi secara langsung oleh gejolak moneter, dan lebih banyak
mengandalkan keterampilan tangan daripada mesin, sehingga padat karya dan
produknya lebih unik (Subagyo dan Purnomo 2009).
Peranan Pembiayaan Mikro
Lembaga keuangan yang memberikan pembiayaan mikro memiliki beberapa
tujuan, diantaranya yaitu untuk mengurangi tingkat kemiskinan, untuk
memberdayakan perempuan ataupun kelompok masyarakat lain yang dapat
diberdayakan, menciptakan lapangan pekerjaan, membantu tumbuhnya usahausaha mikro yang telah ada ataupun mengembangkannya (Ledgerwood 1999).
Selain itu, studi yang dilakukan oleh World Bank menyatakan bahwa tujuan dari
pembiayaan mikro yang sering dinyatakan yaitu untuk menciptakan lapangan
pekerjaan dan peluang untuk ekspansi usaha mikro, meningkatkan produktivitas
dan penghasilan para perempuan maupun kelompok masyarakat yang kurang
produktif, serta mengurangi ketergantungan rumah tangga di desa terhadap hasil
panen yang tidak menentu. Pembiayaan mikro syariah memiliki kelebihan
daripada pembiayaan mikro yang dilakukan dengan sistem konvensional, salah
satunya yaitu sistem yang dijalankan oleh pembiayaan mikro syariah tidak

8
menggunakan sistem bunga yang fluktuatif dan memberatkan bagi pelaku usaha
mikro. Bank maupun lembaga keuangan syariah non bank juga memiliki manfaat
sosial (social benefit), misalnya dari instrumen zakat yang dapat langsung
berfungsi sebagai redistribusi kekayaan dan sebagai direct transfer payment
kepada pihak yang berhak menerima zakat (Cokro dan Ismail 2008).
Konsep Jangkauan
Menurut (Zeller dan Meyer 2002), indikator kinerja lembaga keuangan yang
menyediakan pembiayaan mikro dapat diukur melalui konsep The Triangle Of
Microfinance. Indikator tersebut yaitu kesinambungan keuangan (financial
sustainability), jangkauan (outreach), dan dampak terhadap lingkungan (impact).
Kesinambungan keuangan mengartikan bahwa lembaga keuangan tersebut sehat
secara keuangan, baik untuk operasional maupun untuk pembiayaan kepada
nasabah. Indikator kesinambungan keuangan dapat diukur berdasarkan
perkembangan nilai biaya dan tingkat keuangan lembaga keuangan mikro (Fauzi
2014).
Jangkauan (outreach) adalah usaha dari lembaga keuangan untuk
memberikan pembiayaan dan pelayanan keuangan kepada lebih banyak
pihak/nasabah, terutama pada nasabah-nasabah yang paling miskin diantara yang
miskin (Conning 1999). Jangkauan (outreach) pembiayaan mikro terbagi menjadi
dua bagian, yaitu kedalaman jangkauan (depth of outreach) dan keluasan
jangkauan (breadth of outreach). Indikator dari kedalaman jangkauan dapat
dilihat berdasarkan nilai rata-rata dari pembiayaan yang diberikan oleh lembaga
keuangan terhadap nasabah. Semakin kecil nilainya, dianggap semakin dalam
tingkat jangkauannya (Polanco 2005; Handayani dan Arsyad 2013). Selain itu,
keluasan jangkauan dapat dilihat dari total nasabah yang diberikan pembiayaan,
total perempuan yang mendapatkan pembiayaan, serta total dana yang telah
disalurkan untuk pembiayaan (Ledgerwood 1999; Zeller dan Meyer 2002).
Proksi kedalaman jangkauan yang paling umum digunakan adalah besar
kecilnya nilai pembiayaan mikro yang disalurkan oleh lembaga keuangan
(Schreiner 2001). Terdapat tujuh aspek dari besar kecilnya nilai pembiayaan
mikro yang disalurkan, yaitu jangka waktu jatuh tempo (term to maturity), nilai
nominal rata-rata pembiayaan (dollar disbursed), rata-rata saldo (average
balance), jangka waktu antar cicilan (time between installments), total jumlah
cicilan (number of installment), nilai nominal setiap cicilan (dollar per
installment), nilai nominal rata-rata pembiayaan yang diberikan (dollar-years of
borrowed resources).
Schreiner (2002) menyatakan bahwa terdapat enam aspek jangkauan.
Keenam aspek tersebut yaitu manfaat bagi nasabah (worth to clients), biaya untuk
nasabah (cost to client), kedalaman jangkauan (depth), keluasan jangkauan
(breadth), panjang jangkauan (length), serta cakupan jangkauan (scope). Variabel
yang dijadikan sebagai proksi jangkauan (outreach) biasanya adalah gender
nasabah atau tingkat kemiskinan nasabah, besar kecilnya nilai pinjaman atau
jangka waktu pinjaman, biaya terhadap setiap pinjaman yang diberikan, jumlah
nasabah, kekuatan keuangan dan manajemen lembaga keuangan, dan produkproduk yang ditawarkan oleh lembaga keuangan mikro (Zeller dan Meyer 2002).

9
Penelitian Terdahulu
Salah satu penelitian tentang keluasan jangkauan (breadth of outreach) pada
lembaga keuangan konvensional adalah yang dilakukan oleh (Osotimehin, Jegede,
Akinlabi 2011) tentang Faktor-faktor Jangkauan Pembiayaan Mikro di Barat Daya
Nigeria: Analisis Empiris. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dan
analisis ekonometrika, yaitu metode generalized least squares. Data yang
digunakan adalah data panel yang diperoleh dari lembaga-lembaga keuangan yang
menyediakan pembiayaan mikro di daerah Barat Daya Nigeria pada periode 20052010. Hasil dari kesimpulan penelitian tersebut adalah terdapat peningkatan tren
luas jangkauan dari pembiayaan mikro selama periode tersebut. Tetapi, sektor
pertanian yang merupakan sektor perekonomian utama terdapat pada urutan
keempat dan total pembiayaan yang dilakukan pada sektor pertanian hanya
sebesar sepuluh persen dari total pembiayaan yang dilakukan. Hasil dari penelitian
tersebut menyatakan jangkauan pembiayaan mikro paling banyak dipengaruhi
oleh real effective lending rates (RELR), the average loan size (LALZ), the cost
of loan delivery (LCLD), the debt equity ratio (LDER), the loan repayment rates
(LRR), dan the salary/wages paid to staff (LWL). Dari keseluruhan faktor-faktor
yang paling berpengaruh, average loan size adalah faktor yang memiliki proporsi
paling besar pengaruhnya terhadap jangkauan.
Handayani dan Arsyad (2013) tentang Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kedalaman Jangkauan (Depth Of Outreach) Lembaga Keuangan
Mikro di Kabupaten Sleman. Penelitian ini menggunakan data panel yang
dianalisis dengan metode kuantitatif ekonometrika. Alat analisis yang digunakan
yaitu weighted least square-fixed effect dengan menggunakan data yang
bersumber dari 10 BPR di kabupaten Sleman periode 2005-2007 dan dokumendokumen lain yang tidak dipublikasikan. Hasil kesimpulan pada penelitian
tersebut yaitu sembilan variabel independen (umur lembaga, ROA, jumlah
nasabah, fungsi intermediasi perbankan, jumlah kantor cabang, jumlah tenaga
kerja yang dimiliki LKM, biaya per rupiah kredit berupa rasio antara biaya
operasional dengan jumlah kredit yang diberikan, rasio nasabah sektor pertanian,
dan rasio nasabah sektor perdagangan) berpengaruh signifikan terhadap
kedalaman jangkauan (depth of outreach), sedangkan jika diuji secara parsial (tstatistik), terdapat lima variabel independen yang berpengaruh secara signifikan
terhadap kedalaman jangkauan, yaitu ROA, jumlah kantor cabang, rasio biaya
operasional terhadap kredit, rasio nasabah sektor pertanian, dan rasio nasabah
sektor perdagangan.
Penelitian yang dilakukan oleh (Ahmed 2002) berjudul Financing
Microenterprises: An Analytical Study of Islamic Microfinance Institutions. Studi
tersebut menyatakan bahwa pertumbuhan serta kesinambungan keuangan dari
lembaga keuangan mikro syariah adalah berdasarkan dana eksternal serta efisiensi
operasi. Lembaga keuangan mikro syariah dapat beroperasi secara efisien jika
para karyawannya mendapatkan pelatihan secara reguler untuk keterampilan yang
lebih mumpuni, khususnya pelatihan terhadap pemahaman nilai-nilai syariah.
Institusi seperti IDB (Islamic Development Bank) maupun lembaga terkait dapat
memainkan peran sebagai katalisator terhadap pertumbuhan lembaga keuangan
syariah.

10
Penelitian yang berjudul The Role of Islamic Microfinance in Poverty
Alleviation and Environmental Awareness in Pasuruan, East Java, Indonesia: A
Comparative Study (Effendi 2013) dengan metode penelitian kuantitatif maupun
kualitatif meneliti mengenai dampak dari lembaga keuangan mikro syariah
terhadap penurunan tingkat kemiskinan dan kesadaran mengenai lingkungan.
Penelitian ini membuktikan bahwa lembaga keuangan mikro syariah memiliki
dampak yang lebih signifikan dalam penurunan tingkat kemiskinan daripada
lembaga keuangan mikro konvensional, tetapi memiliki efek yang rendah dalam
peningkatan kesadaran akan lingkungan.
Penelitian yang berjudul Islamic Microfinance: An Emerging Market Niche
oleh (Karim, Tarazi, dan Reille 2008). Penelitian ini menyatakan bahwa lembaga
keuangan mikro syariah memiliki peluang untuk mengembangkan pasar dan
jangkauan secara lebih luas, terutama pada pasar populasi muslim. Pertumbuhan
keuangan mikro syariah memiliki beberapa tantangan, diantaranya yaitu model
bisnis yang efisien dan mananjemen risiko yang baik, produk yang memang
benar-benar syariah (tidak hanya sekedar rebranding produk dari keuangan
konvensional), capacity building pada lembaga keuangan mikro syariah,
diversitas produk (selama ini akad yang masih sering digunakan adalah
murabahah), serta mengembangkan keuangan mikro syariah dari instrumen wakaf
maupun zakat, infaq, dan shodaqoh (ZIS).
Penelitian yang dilakukan oleh (Saad 2012) berjudul Microfinance and
Prospect for Islamic Microfinance Products: The Case of Amanah Ikhtiar
Malaysia. Hasil dari penelitian ini yaitu mayoritas dari Amanah Ikhtiar Malaysia
yang berpartisipasi dalam survey mengatakan tertarik dengan produk-produk
keuangan syariah. Hasil dari penelitian ini pun menyatakan bahwa memang ada
demand yang besar terhadap produk keuangan mikro syariah, seperti penelitian
yang dilakukan oleh Karim, Tarazi, dan Reille (2008). Jika lembaga keuangan
mikro syariah dapat menjangkau lebih banyak muslim religius yang tergolong
miskin dapat mengakses keuangan, menggunakannya secara produktif,
mengembangkan bisnisnya, serta mengentaskan diri dari kemiskinan.
Penelitian yang dilakukan oleh (Masyita dan Ahmed 2011) berjudul Why is
Growth of Islamic Microfinance Lower than Conventional? A Comparative Study
of the Preferences and Perceptions of the Clients of Islamic and Conventional
Microfinance Institutions’ in Indonesia. Studi ini dilakukan pada tahun 2010
dengan melihat persepsi dan preferensi nasabah lembaga keuangan mikro
konvensional maupun syariah. Terdapat 28 BPR, 17 BPRS, 64 unit BRI, serta 8
BMT di Bandung. Berdasarkan data empiris yang dikumpulkan, terdapat
kesimpulan bahwa BRI (Bank Rakyat Indonesia) adalah yang paling diminati oleh
nasabah lembaga keuangan mikro. Faktor-faktor yang memengaruhi mencakup
faktor ekonomi maupun non ekonomi. Walaupun sebagian besar nasabahnya
adalah muslim dan preferensi mereka adalah lembaga keuangan mikro syariah,
tetapi pada realitanya mereka memilih berdasarkan faktor-faktor lain, yaitu faktor
ekonomi dan non ekonomi. Faktor-faktor ekonomi mencakup suku bunga yang
rendah, agunan rendah, dan besarnya pinjaman, sedangkan faktor-faktor non
ekonominya yaitu kemudahan, kecepatan, strategisnya lokasi, metode, serta faktor
profil pemberi pinjaman.
Studi yang berjudul ”Commercializing Microfinance and Deepening
Outreach? Empirical Evidence From Latin America” (Polanco 2005) yang

11
menneliti 28 lembaga keuangan di Amerika Latin dengan metode OLS. Variabel
dependen yang digunakan adalah variabel kedalaman jangkauan dengan
menggunakan proksi AOL (Average Outstanding Loan), yakni nilai rata-rata
kredit yang diberikan oleh lembaga keuangan mikro. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa terdapat trade off antara kedalaman jangkauan dan
profitabilitas lembaga keuangan mikro.
Studi yang berjudul “Is There a Difference in Poverty Outreach by Type of
Microfinance Institution? The Case of Peru and Bangladesh” (Zeller dan
Johannsen 2006) menggunakan data survei pengeluaran rumah tangga di
Bangladesh dan Peru pada tahun 2004 di Bangladesh dan Peru. Studi ini
menganalisis poverty outreach dari enam lembaga keuangan mikro yang
beroperasi baik di desa maupun kota. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
lembaga keuangan mikro mampu untuk menjangkau orang miskin, tetapi juga
terdapat presentase yang besar dari nasabah yang bukan golongan miskin.
Kerangka Pemikiran
Lembaga keuangan syariah yang menyalurkan pembiayaan mikro
memiliki salah satu tujuan yaitu mengurangi tingkat kemiskinan. Salah satu
indikator adanya usaha untuk mencapainya tujuan tersebut yaitu dengan melihat
besaran jangkauan yang dicapai oleh lembaga keuangan syariah, baik kedalaman
jangkauan maupun keluasan jangkauan. Dalam melakukan pembiayaan terhadap
usaha mikro, terdapat faktor-faktor yang memengaruhi lembaga keuangan syariah
dalam mencapai jangkauan tersebut. Beberapa faktor yang akan diteliti
pengaruhnya terhadap jangkauan tersebut yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR),
Non Performing Financing (NPF), Financing to Deposit Ratio (FDR), Biaya
Operasi terhadap Pendapatan Operasi (BOPO), serta jumlah unit titik pelayanan
(Wisma).

12

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian
1. Variabel CAR, NPF, FDR, BOPO, dan WISMA memiliki hubungan yang
positif terhadap keluasan jangkauan pembiayaan mikro BTPN Syariah.
2. Variabel CAR, NPF, FDR, BOPO, dan WISMA memiliki hubungan yang
positif terhadap kedalaman jangkauan pembiayaan mikro BTPN Syariah.

METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data keuangan
bulanan BTPN Syariah dari Januari 2012 sampai dengan Desember 2014. Data
lain sebagai pendukung penelitian ini bersumber dari Kementerian Koperasi dan
Usaha Kecil dan Menengah, Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia, Otoritas Jasa
Keuangan, serta penelitian terdahulu.

13
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah.
Pemilihan BTPN Syariah sebagai lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa BTPN Syariah merupakan satu-satunya
bank umum syariah yang memiliki orientasi visi dan misi pada inklusi keuangan
dan pembiayaan mikro syariah.
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan
analisis kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan mengenai
tren pertumbuhan jangkauan (outreach) serta gambaran umum BTPN Syariah dan
data yang diperoleh secara keseluruhan, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan
dengan menggunakan metode regresi linear berganda (Ordinary Least Squares)
untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tingkat jangkauan
pembiayaan mikro di BTPN Syariah. Penelitian ini menggunakan software Eviews
6.
Model Penelitian
Model penelitian ini menganalisis dua variabel dependen pada model
terpisah. Variabel dependen tersebut yaitu variabel keluasan jangkauan (breadth
of outreach) dan variabel kedalaman jangkauan (depth of outreach). Variabel
keluasan jangkauan dinilai dari jumlah total nasabah yang pembiayaan mikro
(Number of Clients), yakni semakin banyak nasabah pembiayaan mikro, maka
dianggap semakin luas jangkauannya. Variabel kedalaman jangkauan adalah nilai
rata-rata pembiayaan mikro (Average Outstanding Financing) yang diberikan oleh
bank syariah, semakin kecil nilai pembiayaan yang diberikan, maka dianggap
semakin dalam jangkauannya. Model penelitian yang digunakan adalah model
regresi linear berganda (Ordinary Least Squares).
Persamaan I pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis tingkat
keluasan jangkauan, yaitu:
Log NOCt = b0 + b1 CARt + b2 NPFt + b3 FDRt + b4 BOPOt + b5 Log WISMAt +
Log (NOC(t-1)) + et ........(1)
Keterangan:
NOC
=
CAR
=
NPF
=
FDR
=
BOPO =
WISMA =

Number of Clients
Capital Adequacy Ratio
Non Performing Financing
Financing to Deposit Ratio
Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi
Jumlah titik pelayanan pembiayaan mikro BTPN Syariah

Persamaan II digunakan untuk menganalisis tingkat kedalaman jangkauan,
yaitu:

14
Log AOFt = b0 + b1 CARt + b2 NPFt + b3 FDRt + b4 BOPOt + b5 Log WISMAt +
Log (AOF(t-1)) + et ........(2)
Keterangan:
AOF
=
CAR
=
NPF
=
FDR
=
BOPO =
WISMA =

Average Outstanding Financing
Capital Adequacy Ratio
Non Performing Financing
Financing to Deposit Ratio
Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi
Jumlah titik pelayanan pembiayaan mikro BTPN Syariah

Definisi variabel-variabel yang akan diteliti tersebut yaitu:
1.
Variabel dependen pada model pertama, yaitu jumlah total nasabah
(Number of Clients) yang memperoleh pembiayaan mikro dari bank
syariah. Konsep keluasan jangkauan (breadth of outreach) adalah seberapa
banyak lembaga keuangan mampu menjangkau nasabah yang memerlukan
pembiayaan. Diasumsikan bahwa semakin banyak nasabah pembiayaan
mikro, maka dianggap semakin luas jangkauan bank syariah dalam
menyalurkan pembiayaan mikro.
2.
Variabel dependen pada model kedua, yaitu AOF (Average Outstanding
Financing), yaitu rata-rata pembiayaan mikro yang diberikan kepada
nasabah. Konsep kedalaman jangkauan (depth of outreach) didefinisikan
sebagai kemampuan lembaga keuangan mampu menjangkau masyarakat
yang paling miskin diantara yang miskin. Merujuk pada penelitian yang
dilakukan oleh (Polanco 2005; Handayani dan Arsyad 2013), tingkat
kedalaman jangkauan dapat diukur melalui rata-rata kredit yang diberikan
oleh bank kepada masyarakat. Diasumsikan bahwa semakin miskin
nasabah, maka akan meminta pembiayaan dengan nilai lebih kecil. Dengan
demikian, semakin kecil nilai rata-rata pembiayaan yang disalurkan, maka
dianggap semakin mampu menjangkau masyarakat miskin.
3.
Variabel CAR (Capital Adequacy Ratio), yaitu kebutuhan modal
minimum bank untuk beroperasi, yaitu rasio antara modal sendiri dan
ATMR (aktiva tertimbang menurut risiko) (Hasibuan 2007).
4.
Variabel NPF (Non Performing Financing), yaitu tingkat pembiayaan non
lancar.
5.
Variabel FDR (Financing to Deposit Ratio), yaitu rasio antara jumlah
pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah dengan dana yang diterima
oleh bank syariah, ditentukan dari perbandingan antara nilai pembiayaan
yang disalurkan dan dana pihak ketiga yang dihimpun oleh bank syariah.
6.
Variabel rasio BOPO (Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi), rasio
ini digunakan untuk mengukur efisiensi dan kemampuan bank dalam
melakukan kegiatan operasinya.
7.
Variabel WISMA, yaitu jumlah titik pelayanan pembiayaan mikro
lembaga keuangan syariah. Titik pelayanan pembiayaan mikro oleh
lembaga keuangan syariah mencakup kantor cabang bank dan unit
branchless banking sebagai bentuk cara pelayanan BTPN Syariah untuk
menjangkau nasabah secara lebih luas dan dalam. Wisma berbentuk

15
seperti tempat tinggal berbentuk mes sekaligus kerja karyawan BTPN
Syariah.
Pengujian Hipotesis
Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi (R2) mengukur goodness of fit dari persamaan
regresi, di mana nilai tersebut menyatakan proporsi atau presentase dari total
variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel-variabel independen
(Gujarati 2010). R2 memiliki rentang nilai antara 0 sampai dengan 1. Jika bernilai
1, maka garis regresi dapat menjelaskan variasi variabel Y secara sempurna,
sebaliknya jika R2 bernilai 0, model tersebut tidak dapat menjelaskan variasi
variabel Y sedikit pun.
Uji F
Uji F mengukur keseluruhan signifikansi dari regresi yang diestimasi
(Gujarati 2010). Hipotesis yang diuji pada uji F adalah:
H0 : β1 = β2 = ... = βt = 0
H1 : minimal ada satu β yang tidak sama dengan nol
Jika nilai F-statistik lebih kecil dari F-tabel, maka hipotesis H0 tidak
ditolak. Hal tersebut berarti minimal ada satu variabel independen yang
mempengaruhi variabel dependen. Selain itu jika nilai F-statistik lebih besar dari
F-tabel, maka hipotesis H0 ditolak, artinya tidak ada variabel independen yang
mempengaruhi variabel independen
Uji t
Uji t digunakan untuk melihat signifikan atau tidaknya secara statistik nilai
koefisien pada persamaan regresi. Uji F dilakukan secara satu persatu pada
masing-masing variabel independen untuk melihat signifikansi variabel
independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen. Hipotesis yang diuji
pada uji t adalah:
H0 : β1 = 0
H1 : β1 ≠ 0
Jika nilai t-hitung lebih kecil daripada t-tabel, maka berarti hipotesis H0
tidak ditolak, dan variabel independen tersebut memengaruhi variabel dependen
secara signifikan. Selain itu, jika nilai t-hitung lebih besar daripada t-tabel, maka
berarti hipotesis H0 ditolak, dan variabel independen tersebut tidak signifikan
dalam memengaruhi variabel independen.
Evaluasi Model
Evaluasi model dilakukan untuk memastikan bahwa estimator yang ada
pada model telah bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).

16

Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui faktor kesalahan pada model
mengikuti distribusi normal atau tidak (Gujarati 2010). Salah satu cara untuk
melakukan uji normalitas adalah dengan uji normalitas Jarque-Berra. Jika nilai
probabilitasnya lebih besar daripada taraf nyata (α), maka residual telah
terdistribusi secara normal. Selain itu, jika nilai probabilitasnya lebih kecil
daripada taraf nyata (α), maka residual tidak terdistribusi normal.
Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas mengacu pada situasi adanya hubungan linear di antara
variabel independen (Gujarati 2010). Salah satu cara untuk mendeteksi adanya
multikolinearitas adalah melalui uji Klein. Uji Klein dilakukan dengan melihat
korelasi parsial pada masing-masing variabel. Jika nilai korelasi parsial lebih kecil
daripada nilai R2, maka tidak terdapat multikolinearitas pada persamaan regresi
tersebut.
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah tidak terpenuhinya asumsi kritis pada model
linier regresi klasik, yaitu faktor gangguan (ui) memiliki varians yang sama
(Gujarati 2010). Heteroskedastisitas berarti pula ragam dari error pada model
tidak bersifat konstan. Salah satu uji yang dilakukan untuk mendeteksi adanya
heteroskedastisitas adalah Uji White. Jika nilai probabilitas chi square lebih besar
daripada taraf nyata, maka data bersifat homoskedastis. Sebaliknya, jika nilai
probabilitas chi square lebih kecil daripada taraf nyata, maka data tersebut bersifat
heteroskedastis.
Uji Autokorelasi
Autokorelasi terjadi apabila terdapat korelasi berantai pada residu-residu
pada persamaan regresi. Salah satu cara untuk menguji ada atau tidaknya
autokorelasi pada regresi adalah dengan melakukan uji Breusch–Pagan–Godfrey
Test. Jika nilai probabilitas chi-square lebih besar dari taraf nyata (α), maka model
terbebas dari autokorelasi.

GAMBARAN UMUM
BTPN Syariah merupakan BUS (Bank Umum Syariah) yang didirikan dari
perpaduan PT Bank Sahabat Purbadanarta dan UUS (Unit Usaha Syariah) BTPN.
Pada 20 Januari 2014, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk (BTPN)
mengakuisisi 70% saham Bank Sahabat Purbadanarta. Bank Sahabat Purbadanarta
merupakan bank umum non devisa yang berdiri sejak Maret 1991. Setelah
pengakuisisian tersebut kemudian dikonversi menjadi BTPN Syariah berdasarkan
Surat Keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tanggal 22 Mei 2014.
Unit Usaha Syariah BTPN didirikan sejak Maret 2008 merupakan salah satu
segmen bisnis PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk difokuskan untuk

17
melayani dan memberdayakan keluarga pra sejahtera di seluruh Indonesia. UUS
BTPN di-spin off pada Juni 2014 dan bergabung ke BTPN Syariah.
BTPN Syariah memiliki visi dan misi yang berorientasi pada inklusi
keuangan dan keuangan mikro. Misi tersebut yaitu “Bersama Kita Ciptakan
Kesempatan Tumbuh dan Hidup Yang Lebih Berarti” dengan visi “Menjadi Bank
Syariah Terbaik, Untuk Keuangan Inklusif, Mengubah Hidup Berjuta Rakyat
Indonesia”. Visi dan misi tersebut dijalankan dengan nilai-nilai profesional,
integritas, saling menghargai, serta kerja sama.
Pelayanan keuangan mikro dilakukan dengan sistem yang mirip branchless
banking maupun mobile marketing berupa wisma. Wisma merupakan tempat
tinggal sekaligus tempat kerja karyawan. Akad yang dipakai untuk pembiayaan
adalah akad murabahah dan wakalah. Pada periode 2012-2014, rata-rata nilai
CAR (Capital Adequacy Ratio) BTPN Syariah adalah sebesar 51.2%, rata-rata
nilai NPF (Non Performing Financing) sebesar 0.56%, rata-rata FDR (Financing
to Deposit Ratio) sebesar 90.76%, rata-rata BOPO (Biaya Operasi terhadap
Pendapatan Operasi) sebesar 84.86%, serta rata-rata jumlah wisma adalah
sebanyak 897.33. Jumlah wisma sebagai titik pelayanan keuangan mikro BTPN
Syariah telah mencapai sebanyak 1554 pada Desember 2014.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data
Data yang diolah pada penelitian ini adalah data keuangan BTPN Syariah
pada tahun 2012-2014. Data-data yang diolah pada penelitian ini yaitu total
jumlah nasabah pembiayaan mikro (Number of Clients), nilai nominal rata-rata
pembiayaan mikro (Average Outstanding Financing), rasio CAR (Capital
Adequacy Ratio), FDR (Financing to Deposit Ratio), NPF (Non Performing
Financing), BOPO (Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi), serta WISMA
(jumlah titik pelayanan pembiayaan mikro) pada BTPN Syariah.
Tabel 5 Statistik Deskriptif Variabel
Mean
Median
Maximum
NOC
655 510
616 251
1 311 831
AOF
1 946 612
1 907 425
2 560 593
CAR (%)
51.20198
46.89862
109.0472
NPF (%)
0.651129
0.455586
1.747526
FDR (%)
90.76204
91.39816
102.4699
BOPO (%)
84.84640
86.62595
158.1318
WISMA
897.33
926.00
1555.00
Sumber: Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah, 2015 (diolah)

Minimum
75 013
1 416 813
20.03093
0.045205
77.88694
50.93821
111.00

Keluasan Jangkauan (Breadth of Outreach)
Variabel keluasan jangkauan (breadth of outreach) sebagai variabel
dependen pada penelitian ini didefinisikan sebagai jumlah total nasabah (number
of clients). Semakin banyak jumlah nasabah pembiayaan mikro BTPN Syariah,
maka diasumsikan semakin luas jangkauannya.

18
Terdapat tren peningkatan jumlah nasabah pembiayaan mikro di BTPN
Syariah dari Januari 2012 hingga Desember 2014 (Gambar 2). Pada Januari 2012,
terdapat sejumlah 75 013 nasabah pembiayaan mikro yang terjangkau oleh BTPN
Syariah. Total jumlah nasabah meningkat relatif pesat pada Desember 2014, yaitu
sebesar 1 311 831 nasabah. Pada periode 2012, terdapaat rataan per bulan total
jumlah nasabah pembiayaan mikro sebanyak 655 510. Selain itu juga tengah
variabel keluasan jangkauan adalah 616 251 nasabah (Tabel 5).

Jumlah nasabah
1400 000
1200 000
1000 000
800 000
600 000

Jumlah nasabah

400 000
200 000
Okt-14

Jul-14

Apr-14

Jan-14

Okt-13

Jul-13

Apr-13

Jan-13

Okt-12

Jul-12

Apr-12

Jan-12

0

Sumber: Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah, 2015 (diolah)
Gambar 2 Jumlah Nasabah

Kedalaman Jangkauan (Depth of Outreach)
Variabel kedalaman jangkauan (depth of outreach) merupakan variabel
independen pada persamaan kedua pada penelitian ini. Variabel kedalaman
jangkauan pada penelitian ini diasumsikan sebagai nilai nominal rata-rata
pembiayaan mikro (Average Outstanding Financing) pada periode 2012-2014.
Terdapat tren peningkatan nilai nominal rata-rata pembiayaan mikro di
BTPN Syariah dari Januari 2012 hingga Desember 2014, walaupun sempat relatif
stagnan pada periode Juni 2012 hingga Februari 2013 (Gambar 3). Pada Januari
2012, nilai rata-rata pe