Analisis rantai pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju (kasus : petani program Nestle Cocoa Plan PISAgro)

i

ANALISIS RANTAI PASOK BIJI KAKAO
DI KECAMATAN KALUKKU KABUPATEN MAMUJU
(Kasus: Petani Program Nestle Cocoa Plan PISAgro)

REZA PRIMADITA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Rantai Pasok

Biji Kakao di Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju (Kasus: Petani Program
Nestle Cocoa Plan PISAgro) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Reza Primadita
H34100032

ii

ABSTRAK
REZA PRIMADITA. Analisis Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan
Kalukku Kabupaten Mamuju (Kasus: Petani Program Nestle Cocoa Plan
PISAgro). Dibimbing oleh BAYU KRISNAMURTHI
Peningkatan investasi pada industri pengolahan kakao tidak diiringi
dengan peningkatan jumlah produksi dan kualitas dari biji kakao. Kegiatan rantai

pasok merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan permasalahan kakao
tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi rantai pasok
program Nestle Cocoa Plan dan tradisional di Kecamatan Kalukku,
membandingkan kinerja rantai pasok program Nestle Cocoa Plan dan tradisional
di Kecamatan Kalukku dan mengidentifikasi penerapan visi PISAgro dalam
kegiatan rantai pasok program Nestle Cocoa Plan. Observasi dan wawancara
dilakukan pada petani melalui teknik convinience sampling dan lembaga tataniaga
berikutnya menggunakan snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rantai pasok Nestle Cocoa Plan mempunyai kinerja yang lebih baik dari
dari rantai pasok tradisional. Rantai pasok Nestle Cocoa Plan telah menerapkan
visi PISAgro.
Kata Kunci: Kakao, Kualitas, Produksi, Program Nestle Cocoa Plan, Rantai
Pasok

ABSTRACT
REZA PRIMADITA. Cocoa Beans Supply Chain Analysis in Kalukku, Mamuju
(Case Farmer in PISAgro Nestle Cocoa Plan Program). Supervised by BAYU
KRISNAMURTHI
The increasing of cocoa processing investment was not followed by the
increased of cocoa bean production and quality improvement. Supply chain

approach could become a solution for these problems. The research aimed in
identififying Nestle Cocoa Plan (NCP) and traditional cocoa supply chain in
Kalukku, comparing the perfomance of NCP and traditional cocoa supply chain in
Kalukku and identifying the implementation of PISAgro vision in supply chain
NCP program. Purposive sampling technique was applied to observe and
interview the farmer, proceed with the snowball sampling to study the marketing
institution. The study showed that Nestle Cocoa Plan cocoa supply chain had
better performance than that of traditional cacao supply chain, and it has applied
the PISAgro vision.
Keywords: Cocoa, Nestle Cocoa Plan, Production, Quality, Supply Chain

iii

ANALISIS RANTAI PASOK BIJI KAKAO
DI KECAMATAN KALUKKU KABUPATEN MAMUJU
(Kasus: Petani Program Nestle Cocoa Plan PISAgro)

REZA PRIMADITA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

iv

v

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala berkah
dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam

penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 sampai Mei 2014 ini ialah
supply chain, dengan judul Analisis Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan
Kalukku Kabupaten Mamuju (Kasus: Petani Program Nestle Cocoa Plan
PISAgro)
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya
kepada Bapak Dr Ir Bayu Krisnamurthi, MS selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan, arahan, waktu serta segala saran dan kritik
untuk perbaikan skripsi ini. Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku dosen penguji
utama dan Eva Yolynda Aviny, SP MM selaku dosen penguji komisi akademik,
yang telah meluangkan waktu serta memberikan kritik dan saran kepada penulis.
Di samping itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang
tergabung dalam program Nestle Cocoa Plan PISAgro (Pak Wisman Djaja selaku
Direktur Suistainability Nestle, Pak Sindra Wijaya selaku Direktur Utama BT
Cocoa, Pak Ong Kang selaku General Manager BT Source, Pak Haerul, Pak Dwi,
Pak Aryo, Pak David, Pak Lukmansyah, Pak Mas’ud, Pak Edi, Kak Susan, dan
Kak Ani) yang telah memberikan waktu dan informasi untuk pengumpulan data,
para pedagang pengumpul, petani tradisional serta petani yang tergabung dalam
program Nestle Cocoa Plan selaku responden dalam penelitian ini. Terima kasih
yang tak terhingga penulis ucapkan kepada kedua orang tua, kedua adik, dan
seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungan yang senantiasa diberikan.

Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan sebimbingan
(Hadiyansyah Anwar dan Siti Nurjanah), sahabat-sahabat Agribisnis 47, dan
seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semangat, doa, dan
dukungan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Reza Primadita

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1

Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Penelitian Terdahulu
Error! Bookmark not defined.
KERANGKA PEMIKIRAN
7
Kerangka Pemikiran Konseptual
7
Kerangka Pemikiran Operasional
16

METODE PENELITIAN
18
Lokasi dan Waktu Penelitian
18
Jenis dan Sumber Data
18
Metode Pengumpulan Data
18
Metode Penentuan Responden
18
Metode Pengolahan dan Analisis Data
19
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
21
Keadaan Umum Kabupaten Mamuju
21
Keadaan Umum Kecamatan Kalukku
21
Keadaan Agribisnis Kakao di Kecamatan Kalukku
23

Karakteristik Petani Responden
23
HASIL DAN PEMBAHASAN
25
Rantai Pasok Biji Kakao
25
Penerapan Visi PISAgro dalam Kegiatan Supply Chain Program Nestle
Cocoa Plan
56
SIMPULAN DAN SARAN
57
DAFTAR PUSTAKA
58
LAMPIRAN
60

viii

DAFTAR TABEL
1

2

Produksi Biji Kakao Dunia (000)Ton
Produks i Beberapa Komoditi Unggulan di Sulawesi Barat Tahun
2010
3 Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Kabupaten Mamuju,
2011-2012
4 Luas Lahan Kering Dirinci Menurut Penggunaannya
5 Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Dirinci Per Jenis
Tanaman di Kecamatan Kalukku Tahun 2012
6 Golongan Usia Petani NCP Sampel di Kecamatan Kalukku
7 Golongan Usia Petani Tradisional Sampel di Kecamatan Kalukku
8 Status Usahatani Petani Sampel di Kecamatan Kalukku
9 Pengalaman Usahatani Kakao Petani Sampel di Kecamatan Kalukku
10 Luas Lahan Kakao Petani Sampel di Kecamatan Kalukku
11 Sasaran Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku
12 Anggota Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku
13 Manajemen Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku
14 Sumber Daya Fisik Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku
15 Sumber Daya Manusia Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan

Kalukku
16 Sumber Daya Permodalan Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan
Kalukku
17 Proses Bisnis Rantai Pasok Biji Kakao di Kecamatan Kalukku
18 Fungsi-fungsi pemasaran pada lembaga pemasaran biji kakao
program Nestle Cocoa Plan di Kecamatan Kalukku, Kabupaten
Mamuju
18 Fungsi-fungsi pemasaran pada lembaga pemasaran biji kakao
tradisional di Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju
19 Margin Pemasaran Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle Cocoa
Plan
20 Margin Pemasaran Rantai pasok Biji Kakao Tradisional
21 Farmer's Share Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle Cocoa Plan
22 Farmer's Share Rantai Pasok Biji Kakao Tradisional

1
3
3
22
22
23
24
24
24
25
26
29
33
37
38
39
40

49
52
54
54
55
55

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Struktur Rantai Pasok
8
Kerangka Food Supply Chain Networking
9
Marjin Pemasaran
15
Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle Cocoa Plan
25
Rantai Pasok Biji Kakao Tradisional
26
Biji Kakao Asalan
28
Biji Kakao Fermentasi
29
Aliran produk pada Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle Cocoa Plan 42
Aliran produk pada Rantai Pasok Biji Kakao Tradisional
42

ix

10
11
12
13
14
15

Aliran Finansial Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle
Cocoa Plan
Aliran Finansial Rantai Pasok Biji Kakao Tradisional
Aliran Infromasi Rantai Pasok Biji Kakao Program Nestle Cocoa Plan
Aliran Infromasi Rantai Pasok Biji Kakao Tradisional
Label Nama Petani Nestle Cocoa Plan
Karung Nestle Cocoa Plan

43
44
44
45
46
47

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Margin Pemasaran Rantai Pasok Program Nestle Cocoa Plan
Margin Pemasaran Rantai Pasok Tradisional
Dokumentasi Lokasi Penelitian

60
61
62

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia dari sektor
perkebunan. Kakao memiliki peranan yang cukup penting bagi perekonomian
nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan
devisa negara. Pada tahun 2012, ekspor biji kakao dan produk olahan kakao
menyumbang sebesar US$ 1.05 miliar untuk devisa negara 1. Berdasarkan ICCO
Quarterly Bulletin of Cocoa Statistic (2014), Indonesia merupakan produsen
kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
Tabel 1 Produksi Biji Kakao Dunia (000)Ton
Estimates
2012/13

2011/12
Africa
Cameroon
Cote d'Ivoire
Ghana
Nigeria
Others
America
Brazil
Ecuador
Others
Asia & Oceania
Indonesia
Papua New Guinea

2 919

71.5%

207
1 486
879
235
113
655

71.5%

2 942
210

71.7%

1 449

1 550

16%

835
225
86
626
185
192
249

15.9%

870
220
92
666
200
210
256

16.2%

12.5%

496

12.6%

496

12.1%

220
198
237
511

2 820
225

Forecasts
2013/14

440
39
33

420
410
36
40
40
46
Others
4
085
100%
3
942
100%
4
104
100%
World Total
Sumber : ICCO Quarterly Bulletin of Cocoa Statistic, Vol. XL, No.1, Cocoa year 2013/14

Dalam melihat peluang perkembangan kakao Indonesia, Pemerintah
menetapkan kebijakan bea keluar kakao sebesar 5-15% pada 1 April 2010.
Kebijakan bea keluar ini menyebabkan peningkatan investasi industri pengolahan
kakao. Perkembangan positif ini terlihat dari peningkatan kapasitas produksi
industri domestik dari 130 000 ton pada tahun 2009 menjadi 280 000 ton pada
tahun 2011 2. Namun, perkembangan industri pengolahan kakao dalam negeri,
ternyata tidak diiringi dengan peningkatan produksi biji kakao.

1

Kementerian Perindustrian. 2013. Pemerintah Genjot Produksi Kakao. [Internet]. [diunduh pada
2014 Apr 4]. Tersedia pada: http://kemenperin.go.id/artikel/7474/Pemerintah-Genjot-ProduksiKakao
2
Agrofarm. 2013. Askindo: Eksportir Merugi. [Internet]. [diunduh pada 2014 Apr 4]. Tersedia
pada: http://www.agrofarm.co.id/read/perkebunan/232/askindo-eksportir-merugi/#.U0VkdqiSySo

2

Mulai dari tahun 2010 terjadi penurunan pada produksi kakao dalam
negri dan berdasarkan data BPS 2012 produksi kakao hanya mencapai 460 000
ton 3 . Jumlah produksi kakao tersebut tidak mencukupi kapasitas industri
pengolahan kakao sebesar 600 000 ton. Hal ini menyebabkan industri pengolahan
kakao kekurangan bahan baku. Untuk memenuhi kekurangan bahan baku industri,
Indonesia harus mengimpor biji kakao. Pada tahun 2010, impor biji kakao
mencapai 47 500 ton. Penurunan terjadi pada tahun 2011 dengan jumlah impor
menjadi 43 700 ton. Namun, pada tahun 2012 kembali mengalami peningkatan
menjadi 48 200 ton dan mencapai peningkatan sebesar 63 000 ton pada tahun
2013 (Ditjenbun 2013).
Permasalahan penurunan produksi kakao dalam negri termasuk dalam
issue pertanian berkelanjutan. Salah satu wadah kemitraan yang memperhatikan
issue pertanian berkelanjutan adalah PISAgro. PISAgro (Partnership for
Indonesia Sustainable Agriculture) merupakan kemitraan publik swasta yang
bertujuan untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam mengatasi ketahanan
pangan nasional dengan cara meningkatkan produksi komoditas pertanian
strategis secara lestari dan meningkatkan penghidupan petani kecil. PISAgro
memiliki tiga visi yaitu peningkatan produktivitas pertanian Indonesia,
pengurangan emisi gas rumah kaca dan peningkatan pendapatan petani Indonesia.
Sesuai dengan tiga visinya, PISAgro berperan dalam mengkoordinasikan
perusahaan-perusahaan yang melakukan kemitraan PISAgro untuk menciptakan
rantai pasok yang berbasiskan visi. PISAgro memiliki 10 kelompok kerja yaitu
kelompok kerja kakao, susu, kopi, kelapa sawit, padi, jagung, kedelai, hortikultura
dan agrifinance.
Kelompok kerja kakao pada awalnya diketuai oleh Nestle Indonesia
dengan program The Cocoa Plan. Nestle Indonesia memimpin rencana
pengembangan kelompok kerja kakao serta membuat perencanaan untuk
mewujudkan rantai pasok sesuai visi PISAgro. Bersama perusahaan anggota,
Neste Indonesia menjalankan program The Cocoa Plan yang berlokasi di Mamuju,
Sulawesi Barat. Program- program The Cocoa Plan, yaitu
1. Nestle Indonesia melaui Swisscontact memberikan penyuluhan dan
penerapan Good Agriculture Practice (GAP) kepada para petani
kakao dan Dinas Perkebunan untuk peningkatan produksi dan mutu
serta kelembagaan petani.
2. Nestle melalui Puslitkoka Jember membuat kebun percontohan dan
budidaya benih unggul sebagai media pembelajaran untuk para petani.
3. Nestle menciptakan rantai pasok yang traceable dan efisien dengan
dibantu oleh BT Cocoa
Program Nestle Cocoa Plan ini telah berjalan selama 2 tahun. Maka dari
itu, penerapan tiga visi PISAgro telah dapat dilihat dalam kegiatan supply chain.

3

SWA. 2013. Pelaku Usaha Perlu Dorong Pemerintah Agar Lejitkan Produksi Kakao. [Internet].
[diunduh pada 2014 Apr 4]. Tersedia pada: http://swa.co.id/business-strategy/pelaku-usaha-perludorong-pemerintah-agar-lejitkan-produksi-kakao

3

Perumusan Masalah
Sulawesi Barat dikenal sebagai salah satu penghasil utama kakao di
Indonesia. Berdasarkan data BPS Sulawesi Barat tahun 2012, kakao termasuk
komoditi unggulan di Sulawesi Barat pada tahun 2010. Hal ini dapat dilihat pada
tabel 2 tentang produksi beberapa komoditi unggulan di Sulawesi Barat tahun
2010.
Tabel 2 Produksi Beberapa Komoditi Unggulan di Sulawesi Barat Tahun 2010
No.
1
2
3
4
5
6

Komoditi

Luas Panen (ha)
181 156
53 370
49 587
19 362
-

Kakao
Kelapa Sawit
Kelapa dalam
Kopi (Arabika & Robusta)
Rotan
Perikanan tangkap

Produksi (ton)
101 011
702 755
56 502
9 364
640
71 177

Sumber : BPS Sulawesi Barat (2012)

Namun, dari waktu ke waktu terjadi penurunan dalam produktivitas kakao
yang dihasilkan petani di Kabupaten Mamuju. Hal ini disebabkan oleh umur
pohon yang sudah tua, adanya serangan hama penyakit, perubahan iklim dan
cuaca yang ekstrim serta masih kurangnya pelaksanaan pertanian yang sesuai
GAP oleh petani. Penurunan dalam produktivitas kakao ini dapat dilihat pada
tabel 3.
Tabel 3 Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kakao di Kabupaten Mamuju,
2011-2012
Tahun
2011
2012

Luas Areal (Ha)

Produksi (Kg)

68 344.02
68 330.52

27 864 290
26 869 600

Produktivitas (Kg/Ha)
407.71
393.23

Sumber : BPS Kabupaten Mamuju (2012)

Permasalahan pada komoditas kakao dapat dilihat dari rantai pasok biji
kakao. Melalui rantai pasok permasalahan pada komoditas kakao dapat dilihat
dari segi aliran produk, aliran uang (modal) dan aliran informasi. Dari segi aliran
produk, permasalahan yang terjadi adalah pada produksi dan kualitas biji kakao.
Produksi biji kakao Indonesia terus menurun. Hal ini disebabkan oleh pohon
kakao yang sudah tua, banyaknya pohon kakao yang terserang hama penyakit,
perubahan cuaca serta kurangnya pengetahuan petani dalam pemeliharaan
tanaman kakao kurangnya pengetahuan petani tentang GAP juga mempengaruhi
terhadap kualitas kakao yang dihasilkan. Industri pengolahan kakao dan pasar
ekspor membutuhkan kakao yang telah difermentasi. Namun, kebanyakan dari
petani tidak melakukan fermentasi dikarenakan perbedaan harga yang diberikan
tidak terlalu besar. Dilihat dari segi aliran uang (modal), petani masih lemah

4

dalam permodalan. Jika dilihat dari segi aliran informasi, kurangnya keterbukaan
informasi antar pelaku rantai pasokan menjadi permasalahan.
Dari permasalahan-permasalahan yang ada diperlukan penataan rantai
pasok yang memandang keseluruhan kegiatan baik dari pemerolehan bahan baku,
proses pengirimannya sampai ke pelanggan maupun proses pengembalian produk
(return), sehingga para anggota rantai pasokan dapat bertahan dan meningkatkan
produktivitasnya di tengah pasar yang kompetitif.
PISAgro bersama PT Nestle Indonesia dan BT Cocoa dalam program
Nestle Cocoa Plan membuat rantai pasok biji kakao yang transparan yang sesuai
dengan tiga visi PISAgro untuk mengatasi permasalahan dalam rantai pasokan biji
kakao. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan analisis untuk mengetahui bagaimana
rantai pasok biji kakao PISAgro dan tradisional ini menjalankan aktifitas
bisnisnya. Selain itu, diperlukan analisis kinerja dari proses pengelolaan rantai
pasok biji kakao PISAgro dan tradisional yang tentunya juga harus dievaluasi agar
rantai pasok tersebut dapat terus berkembang menyesuaikan juga dengan
perubahan lingkungan bisnisnya. Untuk rantai pasok biji kakao PISAgro dapat
dilihat sudah sejauh mana penerapan tiga visi PISAgro memberikan manfaat
dalam kegiatan supply chain. Berdasarkan penjelasan dan fakta tersebut,
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi dan kinerja rantai pasok biji kakao Nestle Cocoa
Plan (NCP) dan tradisional yang terbentuk di Kecamatan Kalukku
Kabupaten Mamuju ?
2. Bagaimana penerapan tiga visi PISAgro dalam kegiatan supply chain
pada program Nestle Cocoa Plan ?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah:
1. Mengidentifikasi rantai pasok biji kakao Nestle Cocoa Plan (NCP)
dan tradisional di Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju.
2. Membandingkan kinerja rantai pasok biji kakao Nestle Cocoa Plan
(NCP) dan tradisional di Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju
3. Mengidentifikasi penerapan visi PISAgro dalam kegiatan supply chain
pada program Nestle Cocoa Plan

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi
berbagai pihak yang berkepentingan, antara lain :
1. Bagi anggota rantai pasokan, hasil analisis ini dapat digunakan
sebagai masukan dan pertimbangan dalam menjalankan operasional
kegiatan usaha dan dalam membuat rencana kerja selanjutnya.
2. Bagi penulis, sebagai sarana untuk peningkatan kompetensi diri dalam
hal menganalisis potensi dan permasalahan riil dalam sektor agribisnis
secara sistematis, serta sebagai syarat kelulusan sarjana dan untuk
menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama kuliah.

5

3.

Bagi Mahasiswa, dapat menambah pengetahuan tentang rantai
pasokan biji kakao dan sebagai bahan referensi atau sumber informasi.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi untuk melihat kondisi dan kinerja rantai pasok biji
kakao yang dilaksanakan kelompok binaan Nestle Cocoa Plan dan rantai pasok
biji kakao tradisional (belum tergabung dalam program Nestle Cocoa Plan) yang
memasok kakao ke gudang BT Cocoa di Mamuju. Hal ini dilakukan agar jelas
dalam melakukan perbandingan antara kedua rantai pasok biji kakao. Untuk rantai
pasok biji kakao kelompok binaan Nestle Cocoa Plan (PISAgro) akan dilihat
sudah sejauh mana penerapan tiga visi PISAgro memberikan manfaat dalam
kegiatan supply chain.

TINJAUAN PUSTAKA
Hasil penelitian yang menjadi tinjauan dalam penelitian ini yaitu
penelitian yang bertemakan analisis deskriptif rantai pasok. Analisis deskriptif
rantai pasok dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran rantai pasok
secara keseluruhan, apakah sudah baik atau belum dan bagian mana yang harus
diperbaiki. Tujuan dari analisis ini pada umumnya adalah mengidentifikasi dan
mengkaji pengelolaan rantai pasok (Wicaksono 2010; Sari 2012; Dilana 2013),
menganalisis aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh setiap anggota rantai pasok
(Priyono 2008; Rheza dan Karlinda 2013) serta menganalisis kinerja rantai pasok
dan alternatif kebijakan pengembangan manajemen rantai pasok (Wicaksono
2010).
Dalam menganalisis strategi rantai pasokan udang vaname, Wicaksono
(2010) menggunakan metode penelitian analisis deskriptif menggunakan kerangka
analisis manajemen rantai pasokan yang telah dimodifikasi oleh Vorst. Setelah itu,
baru dilakukan tahap formulasi strategi dengan analisis lingkungan internal dan
eksternal (IFE dan EFE), analisis SWOT dan analisis QSPM. Untuk melihat
kinerja rantai pasok diukur menggunakan metode chek list, diperoleh 62.8%
kriteria yang sudah dimiliki dalam rantai pasokan udang vaname dari total 43
kriteria-kriteria sebagai syarat layak tidaknya struktur suatu rantai pasokan.
Sedangkan 20.9% kriteria yang belum ada dan 17.3% yang sedang dalam proses.
Secara umum dapat dikatakan bahwa rantai pasokan udang vaname yang ada saat
ini masih belum optimal, sehingga menghambat berbagai aktivitas yang terkait di
dalam rantai pasokan. Rantai pasokan udang vaname berada pada posisi Grow
and Build (tumbuh dan berkembang). Strategi yang tepat digunakan dalam
kuadran ini adalah penetrasi pasar, pengembangan pasar,dan pengembangan
produk.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian analisis rantai pasok
adalah metode deskriptif dengan menggunakan kerangka analisis manajemen
rantai pasok yang disebut Kerangka FSCN (Food Supply Chain Networking)

6

seperti yang dilakukan oleh Wicaksono (2010), Sari (2012) dan Dilana (2013).
Priyono (2008) dan Rheza dan Karlida (2013) tidak menggunakan Kerangka
FSCN, tetapi menggunakan metode value chain (rantai nilai).
Kerangka FSCN digunakan untuk menganalisis kondisi manajemen
rantai pasok secara deskriptif. Metode ini menganalisis enam elemen yang
menyusun rantai pasok. Sari (2012) menganalisis network supply chain dan
pengendalian persediaan beras organik. Dalam penelitian ini penulis mengkaji
kondisi dan kinerja rantai pasok beras organik dengan menggunakan kerangka
FSCN (Food Supply Chain Networking) dan pendekatan efisiensi pemasaran dan
pengelolaan asset untuk menilai kinerja dari rantai pasok. Rantai pasok beras
organik berbentuk jaringan. Dari hasil analisis efisiensi pemasaran pada rantai
pasok beras organik, hanya saluran 2 yang belum efisien dengan nilai margin Rp.
22 500 dan farmer’s share 22.41% sehingga rantai pasok beras organik belum
efisien secara keseluruhan. Analisis efisiensi pengelolaan asset persediaan beras
organik TSF sudah efisien dengan nilai inventory turnover 12 kali dan inventory
days of supply 30 hari. Pengelolaan asset uang tunai belum efisien dengan nilai
cash to cash cycle time yang besar selama 35 hari. Bila dilihat dari keenam
elemen kerangka FSCN, kondisi rantai pasok beras organik belum baik karena
penerapan manajemen rantai pasok belum baik, proses bisnis kurang lancar, dan
kinerja belum efisien seluruhnya.
Dilana (2013) dalam Pemasaran dan Nilai Tambah Biji Kakao di
Kabupaten Madiun, Jawa Timur menyampaikan bahwa secara keseluruhan rantai
pasok biji kakao di Kabupaten Madiun berjalan lancar, sudah memiliki sasaran
yang jelas, struktur hubungan rantai yang baik, adanya penerapan manajemen, dan
proses bisnis yang sudah berjalan dengan baik. Namun, masih terdapat kendala
pada sumber daya rantai pasok, terutama pada sumber daya modal dan sumber
daya manusia. Sampai saat ini sebagian besar pelaku pada rantai pasok biji kakao
di Kabupaten Madiun hanya melakukan aktivitas penjemuran terhadap biji kakao
dan sebagian kecil sudah melakukan fermentasi terhadap biji kakao.
Untuk menganalisis faktor pendorong dan penghambat rantai pasokan
ramah ingkungan, Priyono (2008) menggunakan konsep value chain, yaitu fungsi
pembelian, in-bound logistic, produksi, distribusi yang meliputi outbound logistic
dan pemasaran, dan reverse logistic. Penggunaan konsep value chain ini atas
pertimbangan bahwa rantai pasokan merupakan suatu sistem yang integratif,
sehingga pembahasan yang menyeluruh terhadap seluruh komponen yang terlibat
dalam rantai pasokan dengan mempertimbangkan permintaan dan penawaran.
Dalam penerapan rantai pasokan yang ramah lingkungan tidak hanya
mempertimbangkan proses yang terjadi di dalam perusahaan tetapi juga yang
terjadi di luar perusahaan. Seperti halnya minat pelanggan terhadap produk ramah
lingkungan dan peraturan pemerintah yang berpengaruh untuk mendorong agar
perusahaan menerapkan program ramah lingkungan.
Metode rantai nilai (value chain) dari Porter juga digunakan oleh Rheza
dan Karlinda (2013). Melalui penelitian ini diketahui permasalahan yang terdapat
dalam rantai nilai diantaranya yaitu dari sisi petani masih kurang kesadaran dalam
menjual biji kakao yang sudah memiliki standar kekeringan tertentu. Masih
banyak petani yang menjual biji kakao dengan pengeringan asalan. Lalu, sistem
jual beli yang diterapkan antara penyedia saprodi dan petani masih bersifat kredit.
Hal ini akan memberatkan petani karena ketika panen, harga biji kakao bisa

7

ditekan oleh penyedia saprodi yang juga berprofesi sebagai pengepul. Dari
kelembagaan yang ada seperti poktan atau gapoktan masih belum dapat
menguatkan posisi tawar petani di dalam pasar karena kelembagaan yang ada baru
pada tingkat inisiasi saja. Gapoktan pun tidak berfungsi, meskipun ada, yang lebih
sering bergerak adalah petani maupun poktan. Selain itu, masih belum ada
regulasi khusus yang mengatur tentang produksi kakao atau standar biji kakao
yang diterapkan oleh pemda Majene. Dengan pengaturan khusus ini, kualitas biji
kakao yang diinginkan oleh pengusaha atau pabrikan seperti biji kakao yang di
fermentasi terjaga. Belum ada akses pasar langsung bagi petani kakao di Majene.
Pemasaran masih bergantung pada pedagang pengepul. Belum ada pabrikan yang
langsung membuka akses atau langsung ke petani. Serta masih belum kuatnya
koordinasi dan sinkronisasi antara Pemprop dengan Pemkab untuk pelaksanaan.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Konseptual
Rantai Pasok
Kotler P dan Keller KL (2009) menyampaikan bahwa rantai pasokan
(supply chain) adalah saluran yang lebih panjang yang membentang dari bahan
mentah hingga komponen sampai produk akhir yang dihantarkan ke pembeli akhir.
Setiap anggota rantai hanya meraih persentase tertentu dari total nilai yang
dihasilkan oleh sistem penghantaran nilai rantai pasokan. Untuk memperoleh
persentase yang lebih tinggi dari nilai rantai pasokan maka perusahaan akan
memperluas bisnisnya ke hulu atau hilir.
Menurut Pujawan (2005), rantai pasok adalah jaringan perusahaan yang
secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu
produk sampai ke tangan pelanggan. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya
terdiri dari rangkaian supplier (pemasok), pabrik, distributor, toko atau ritel serta
perusahaan-perusahaan pendukung seperti perusahaan jasa logistik. Pada suatu
rantai pasok, ada tiga macam aliran yang harus dikelola mulai dari hulu (sisi
dimana barang masih berbentuk mentah) hingga ke hilir (sisi dimana barang
sudah berbentuk produk akhir yang siap dikonsumsi oleh konsumen akhir). Tiga
macam aliran tersebut yaitu aliran produk, finansial dan informasi. Struktur rantai
pasok dapat dilihat pada gambar 1.

8

Supp
lier

Keterangan:

Manufac
ture

Pusat
Distri
busi

Wholes
aler

Reta
iler

End
Custom
er

Aliran Produk
Aliran Finansial
Aliran Informasi
Gambar 1. Struktur rantai pasok
Sumber : Pujawan (2005)

Aliran produk bergerak dari supplier menuju konsumen terakhir.
Sedangkan aliran finansial bergerak dari konsumen akhir ke supplier. Aliran
informasi tidak hanya bergerak dari supplier ke konsumen akhir, tetapi juga
bergerak dari konsumen akhir ke supplier sehingga aliran informasi bergerak dua
arah timbal balik sepanjang rantai.
Rantai pasok dikelola oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu rantai
nilai yang dilatarbelakangi oleh dua alasan penting. Pertama, perusahaan berusaha
untuk mendekatkan diri dengan konsumen, memberikan kepastian adanya tautan
dengan pasar. Kedua, semua perusahaan yang terkoordinir dalam suatu rantai
pasok merumuskan tujuan bersama sebagai pedoman dalam aktivitas mereka.
Dalam rantai pasok, semua pemangku kepentingan memiliki peran bukan hanya
perusahaan seperti pemasok saja. Tiga level pelaku utama dalam rantai pasok
meliputi level aktor atau pelaku tunggal, level rantai pasok, dan level politik atau
komunitas yang memiliki peran dalam kegiatan operasional suatu rantai pasok.
Sebuah rantai pasok sederhana memiliki komponen-komponen yang disebut
saluran yang terdiri dari pemasok, manufaktur, pusat distribusi, gudang, dan retail
yang bekerja memenuhi kebutuhan konsumen akhir (Anatan & Ellitan 2008).
Rantai pasok tercipta karena setiap pelaku usaha pada umumnya sulit
menciptakan produk dari bahan mentah hingga barang jadi yang dikonsumsi
konsumen. Hal tersebut akan membutuhkan biaya investasi dan produksi yang
sangat banyak serta pengelolaannya menjadi tidak efisien dan efektif mengingat
kebutuhan konsumen yang semakin meningkat. Proses produksi barang
membutuhkan tahapan yang tidak sedikit dalam menciptakan nilai tambah
sementara konsep just in time sangat dituntut konsumen dalam pendistribusian
produk pada saat ini. Oleh karena itu, setiap pelaku usaha bergabung membentuk
rantai pasok dalam mengalirkan produk dari produsen awal hingga konsumen
akhir.
Analisis rantai pasokan dapat dievaluasi dalam konteks jaringan rantai
pasokan makanan yang kompleks, disebut juga sebagai Food Supply Chain
Network (FSCN). Elemen yang dapat digunakan untuk menjelaskan, menganalisis
dan atau mengembangkan secara spesifik rantai pasokan dalam FSCN antara lain
sasaran rantai pasok, struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok, proses bisnis
rantai pasok, sumberdaya rantai dan kinerja rantai pasok.

9

Pada gambar 2 Kerangka Food Supply Chain Network, terdapat garis
hubung yang menghubungi setiap elemen. Garis hubung satu arah menandakan
bahwa satu elemen mempengaruhi elemen lainnya. Garis hubung dua arah
menandakan bahwa terdapat hubungan saling mempengaruhi di antara keduanya.
Misalnya antara elemen sasaran rantai pasok dan manajemen rantai pasok, sasaran
yang ditetapkan sebuah rantai pasok akan mempengaruhi bagaimana proses
manajemen yang diterapkan di dalam rantai pasok. Manajemen rantai pasok tidak
mempengaruhi sasaran karena sasaran lebih dulu ditetapkan dalam rantai pasok.
Penerapan manajemen dalam rantai pasok akan mempengaruhi proses bisnis yang
terjadi antar anggota rantai pasok dan sebaliknya, proses bisnis yang terjadi juga
akan mempengaruhi manajemen dilihat dari bagaimana penerapan dalam sebuah
rantai pasok.

Struktur
Rantai
Pasok

Sasaran
Rantai
Pasok

Proses
Bisnis
Rantai
Pasok

Manajemen
Rantai
Pasok

Kinerja
Rantai
Pasok

Sumber
Daya
Rantai
Pasok

Gambar 2. Kerangka Food Supply Chain Network
Sumber: Vorst (2006)

Elemen dalam Kerangka Food Supply Chain Network yaitu :
1. Sasaran Rantai Pasok
• Sasaran Pasar
Menjelaskan bagaimana model rantai pasok berlangsung terhadap
produk yang dipasarkan. Tujuan pasar dijelaskan seperti siapa pelanggan,
apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari produk tersebut. Sasaran pasar
Food Supply Chain Network dalam dapat diklasifikasikan ke dalam:
upaya segmentasi pasar, kualitas yang terintegrasi, dan optimalisasi
rantai atau kombinasi di antara tiga hal tersebut.
• Sasaran Pengembangan
Target atau objek di dalam rantai pasok yang hendak
dikembangkan oleh beberapa pihak yang terlibat di dalamnya. Bentuk
sasaran dapat berupa penciptaan koordinasi, kolaborasi, atau

10

2.

3.

4.

5.

6.

pengembangan penggunaan teknologi informasi serta prasarana lain yang
dapat meningkatkan kinerja rantai pasok.
Struktur Rantai Pasok
Struktur rantai pasok akan dijelaskan dalam dua bagian, yaitu (1)
anggota rantai dan aliran komoditas atau menjabarkan siapa saja yang
menjadi anggota rantai pasok dan dijelaskan pula peran tiap anggota rantai
pasok dan (2) entitas rantai pasok atau elemen-elemen di dalam rantai pasok
yang mampu menstimulasi terjadinya berbagai proses bisnis. Elemen-elemen
tersebut meliputi produk, pasar, stakeholder, dan situasi persaingan.
Manajemen Rantai Pasok
Manajemen rantai pasok menggambarkan bentuk koordinasi dan
struktur manajemen dalam jaringan rantai pasok yang memfasilitasi proses
pengambilan keputusan secara cepat oleh pelaku rantai pasok dengan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dalam rantai pasok guna
meningkatkan kinerja rantai pasok. Tujuannya adalah untuk mengetahui
pihak mana yang bertindak sebagai pengatur dan pelaku utama dalam rantai
pasok. Pihak yang menjadi pelaku utama adalah pihak yang melakukan
sebagian besar aktivitas di dalam rantai pasok dan memiliki kepemilikan
penuh terhadap asset yang dimilikinya. Beberapa hal yang perlu dikaji adalah
pemilihan mitra, kesepakatan kontraktual dan sistem transaksi, dukungan
pemerintah serta kolaborasi rantai pasok.
Sumber Daya Rantai Pasok
Setiap anggota rantai pasok memiliki potensi sumber daya untuk
mendukung upaya pengembangan rantai pasok. Sumber daya rantai yang
dikaji meliputi sumber daya fisik, teknologi, manusia, dan permodalan.
Proses Bisnis Rantai Pasok
Proses bisnis rantai pasok menjelaskan proses-proses yang terjadi di
dalam rantai pasok dalam rangka mengetahui apakah keseluruhan alur rantai
pasok sudah terintegrasi satu sama lain dengan setiap anggota rantai pasok
dan apakah sudah berjalan dengan baik atau tidak serta menjelaskan
bagaimana melalui suatu tindakan strategik tertentu mampu mewujudkan
rantai pasok yang mapan dan terintegrasi. Proses bisnis rantai pasok dapat
ditinjau berdasarkan aspek hubungan proses bisnis antar anggota rantai pasok,
pola distribusi, anggota rantai pendukung, perencanaan kolaboratif, penelitian
kolaboratif, jaminan identitas merek, aspek risiko, dan proses membangun
kepercayaan.
Kinerja Rantai Pasok
Kinerja rantai pasok kemudian dinilai untuk mencapai tujuan akhir
rantai pasok, yaitu memenuhi kepuasan konsumen dan memuaskan seluruh
anggota rantai pasok.
Manajemen Rantai Pasok

Konsep Manajemen Rantai Pasok
Manajemen rantai pasok (supply chain management) pertama kali
dikemukakan oleh Oliver dan Weber pada tahun 1982. Manajemen rantai pasok
adalah koordinasi strategik dan sistematis antar perusahaan-perusahaan dalam
memasok bahan baku, memproduksi barang-barang, dan mengirimkannya kepada
konsumen akhir (Anatan & Ellitan 2008). Chopra & Meindl (2004) berpendapat

11

bahwa manajemen rantai pasok mencakup manajemen atas aliran-aliran di antara
tingkatan dalam suatu rantai pasok untuk memaksimumkan keuntungan total.
Manajemen rantai pasok merupakan konsep yang semakin penting pada era
perdagangan bebas dan globalisasi. Dalam manajemen rantai pasok, terdapat
empat penggerak (driver) yaitu persediaan, transportasi, fasilitas, dan informasi.
Dari keempat penggerak tersebut, penggerak informasi menjadi penggerak utama.
Informasi sangat mempengaruhi ketiga penggerak lainnya.
Menurut Van der Vorst (2006), manajemen rantai pasok adalah
perencanaan terpadu, koordinasi dan kontrol dari semua proses bisnis dan
kegiatan dalam rantai pasok untuk memberikan yang terbaik kepada konsumen.
Di mana definisi rantai pasok itu sendiri adalah serangkaian kegiatan (fisik dan
pengambilan keputusan) yang berkaitan dengan arus material dan informasi
maupun arus yang terkait dengan uang serta hak milik yang melintasi batas-batas
organisasi. Rantai pasok tidak hanya mencakup produsen dan pemasok, tetapi
juga (tergantung pada arus logistik) transporter, gudang, pengecer, organisasi
pelayanan, dan konsumen sendiri.
Tujuan penerapan manajemen rantai pasok, yaitu mempermudah
penentuan lokasi atas dasar pertimbangan aktivitas dan biaya dalam rangka
memproduksi produk yang diinginkan pelanggan dari supplier atau pabrik hingga
disimpan di gudang dan pendistribusiannya ke sentra penjualan serta mencapai
efisiensi aktivitas dan biaya seluruh sistem, total biaya sistem dari transportasi
hingga distribusi persediaan bahan baku, dan barang jadi (Panggabean 2009).
Manajemen rantai pasok berbeda dengan rantai pasok. Rantai pasok
merupakan jaringan fisik atau wadah perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam
memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke
konsumen akhir sedangkan manajemen rantai pasok adalah konsep, pemikiran,
metode, alat atau pendekatan pengelolaan rantai pasok.
Fungsi Manajemen Rantai Pasok
Menurut Ma’arif dan Tanjung (2003), fungsi yang dilakukan dalam
manajemen rantai pasok adalah :
1. Perkiraan permintaan
Pada dasarnya manajemen rantai pasok adalah rantai pasok
dari produsen ke konsumen, maka permintaan konsumen menjadi
acuan untuk proses ke produsen (belakang). Artinya, permintaan
konsumen harus diketahui. Salah satu permasalahan dalam
manajemen rantai pasok adalah kesalahan perkiraan atau
peramalan.
2. Menyeleksi pemasok
Pemasok yang digunakan haruslah pemasok yang dipercaya.
Oleh karena itu, kegiatan memilih pemasok merupakan kegiatan
awal yang krusial.
3. Memesan bahan baku
Begitu diketahui berapa perkiraan permintaan, dilakukan
pemesanan bahan baku. Salah satu permasalahan dalam
manajemen rantai pasok adalah penundaan pesanan.

12

4. Pengendalian persediaan
Persediaan harus dikendalikan agar tidak memboroskan
anggaran keuangan atau biaya produksi. Intinya adalah
bagaimana melakukan pengadaan sehingga biaya persediaan
menjadi minimal.
5. Penjadwalan produksi
Setelah bahan baku dipesan, penjadwalan produksi mulai
dilakukan. Salah satu ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah
kerusakan mesin yang menyebabkan produksi telah dijadwalkan
tertunda.
6. Pengapalan dan pengiriman
Pengapalan dan pengiriman menjadi penting ketika barangbarang yang diangkut bersifat cepat rusak. Salah satu
ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah keterlambatan
pengiriman.
7. Manajemen informasi
Informasi harus dikelola dengan baik sehingga informasi
yang dikumpulkan merupakan informasi yang benar. Salah satu
ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah penyampaian
informasi yang salah.
8. Manajemen mutu
Mutu bahan baku yang diperoleh dari pemasok hendaknya
dengan mutu yang terbaik. Seringkali mutu yang dikirim pemasok
tidak sama dengan yang sesuai dengan kesepakatan. Salah satu
ketidakpastian yang mungkin terjadi adalah kualitas produk yang
tidak sesuai standar.
9. Pelayanan konsumen
Fungsi manajemen rantai pasok yaitu untuk melayani
konsumen yang terlihat dari berapa banyak barang yang
sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen. Produsen akan
memproduksi sesuai dengan keinginan konsumen.
Pemain Utama dalam Manajemen Rantai Pasok
Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2006), hubungan antara pemain
utama dalam manajemen rantai pasok yang mempunyai kepentingan sama, yaitu:
1. Rantai 1 : Pemasok
Jaringan bermula dari rantai ini, yang merupakan sumber
penyedia bahan pertama dimana mata rantai penyaluran barang akan
dimulai. Bahan pertama bisa berbentuk bahan baku, bahan mentah,
bahan penolong, bahan dagangan, dan suku cadang. Jumlah pemasok
bisa banyak atau sedikit.
2. Rantai 1-2 : Pemasok – Manufaktur
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua yaitu
manufaktur atau pabrik. Manufaktur melakukan pekerjaan membuat,
memfabrikasi, merakit, mengkonversikan atau menyelesaikan barang.
Hubungan dengan mata rantai pertama mempunyai potensi untuk
melakukan penghematan. Misalnya, persediaan bahan baku, bahan
setengah jadi, dan bahan jadi yang berada di pihak pemasok,

13

manufaktur, dan tempat transit merupakan target penghematan.
Penghematan sebesar 40-60 persen dapat diperoleh dengan
menggunakan konsep kemitraan dengan pemasok.
3. Rantai 1-2-3 : Pemasok - Manufaktur – Distributor
Dalam rantai ini terjadi kegiatan penyaluran barang jadi yang
dihasilkan oleh perusahaan. Berbagai cara untuk menyalurkan barang
kepada pelanggan, misalkan melalui distributor. Barang dari pabrik
melalui gudang disalurkan ke gudang distributor atau pedagang besar
dalam jumlah besar dan pedagang besar akan menyalurkan barang
dalam jumlah yang lebih kecil kepada pengecer atau ritel.
4. Rantai 1-2-3-4 : Pemasok - Manufaktur - Distributor - Ritel
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri
atau dapat juga menyewa dari pihak lain. Gudang digunakan untuk
menyimpan barang sebelum disalurkan lagi ke pihak pengecer. Pada
rantai ini dapat dilakukan penghematan dalam bentuk persediaan dan
biaya gudang, yaitu dengan cara melakukan desain kembali pola-pola
pengiriman barang baik dari gudang manufaktur maupun ke toko
pengecer.
5. Rantai 1-2-3-4-5 : Pemasok - Manufaktur - Distributor – Ritel –
Konsumen
Pengecer menawarkan barangnya kepada pelanggan atau
pembeli atau pengguna barang. Contoh pengecer adalah toko, warung,
toko serba ada, pasar swalayan, toko koperasi, supermarket. Mata
rantai pasok baru benar-benar berhenti setelah barang berada pada
pembeli akhir yang merupakan pemakai terakhir karena pembeli
belum tentu pengguna terakhir.
Efisiensi Pemasaran
Pemasaran menurut Kotler (1997) adalah suatu proses sosial dan
manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang
mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan
mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Pemasaran yang efisien
adalah kegiatan pemasaran yang dilakukan dengan mengoptimalkan input tanpa
megurangi kepuasan konsumen.
Efisiensi pemasaran dapat diukur dengan dua cara yaitu efisiensi
operasional dan harga. Efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang
dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan,
transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik, dan fasilitas.
Sedangkan efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda
harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan
dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan pemasaran (Dahl
dan Hammond, 1977).
Menurut Kohls dan Uhls (2002), pendekatan yang digunakan dalam
efisiensi pemasaran ada dua cara, yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga.
Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang
dapat meningkatkan rasio dari output-input pemasaran. Efisiensi operasional
biasanya dapat diukur dari marjin pemasaran, analisis farmer’s share, analisis
rasio keuntungan atas biaya, analisis fungsi-fungsi pemasaran, dan kelembagaan

14

dari analisis S-C-P (structure, conduct, and performance). Efisiensi harga
mengukur seberapa kuat harga pasar menggambarkan sistem produksi dan biaya
pemasaran. Efisiensi harga biasanya diukur dari korelasi harga komoditas yang
sama pada tingkat pasar yang berbeda.
Efisiensi pemasaran dapat terjadi apabila : (1) biaya pemasaran dapat
ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, (2) persentase
perbedaan harga yang dibayar konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, (3)
tersedianya fasilitas fisik tataniaga, (4) adanya kompetisi pasar yang sehat
(Soekartawi 1989). Efisiensi pemasaran dalam penelitian ini dapat dilihat dari
indikator margin pemasaran dan farmer’s share.
Margin Pemasaran
Margin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang
dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen atau petani. Adanya
perbedaan harga disebabkan adanya perbedaan nilai dari jasa-jasa yang telah
dilakukan oleh setiap lembaga pemasaran. Jasa-jasa yang dilakukan setiap
lembaga pemasaran merupakan pengeluaran yang disebut sebagai biaya
pemasaran. Namun, dalam margin pemasaran tidak hanya terdapat biaya
pemasaran saja, terdapat pula keuntungan yang diperoleh lembaga pemasaran.
Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang
berbeda sehingga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga pemasaran
satu dengan lembaga pemasaran lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir.
Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat, semakin besar pula perbedaan
harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir atau semakin
besar pula margin pemasaran. Tinggi rendahnya margin pemasaran sering
digunakan sebagai salah satu kriteria penilaian apakah kegiatan pemasaran sudah
efisien atau belum.
Menurut Asmarantaka (2012), marjin tataniaga (dari prespektif makro atau
sistem pemasaran) menggambarkan kondisi pasar ditingkat lembaga-lembaga
yang berbeda, minimal ada dua tingkat pasar yaitu pasar di tingkat petani dan
pasar di tingkat kondumen akhir. Asumsinya, struktur pasar di setiap tingkat
adalah pasar kompetitif (pasar persaingan sempurna) sehingga kurva supply dan
demand di setiap tingkat pasar mempunya slope yang sama dan jumlah transaksi
di setiap tingkat pasar juga sama.
Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat perbedaan harga di tingkat petani dan
konsumen akhir, hal itulah yang disebut dengan nilai marjin pemasaran.
Permintaan di tingkat konsumen akhir memiliki keterkitan dengan permintaan di
tingkat petani. Primary demand adalah kondisi yang menentukan respons dari
konsumen akhir, sebagai permintaan awal dari proses pemasaran, sedangkan
derived demand merupakan permintaan turunan, yaitu permintaan dari lembagalembaga pemasaran (perusahaan) karena adanya primary demand dari konsumen
akhir tersebut. Begitu juga dengan penawaran di tingkat petani dan di tingkat
konsumen akhir. Primary supply menggambarkan penawaran yang ada di tingkat
petani dari komoditi yang diusahakan dalam kegiatan usahatani, dalam sistem
agribisnis dapat digambarkan sebagai penawaran yang dilakukan petani terhadap
komoditi yang dihasilkan dan biasanya digunakan sebagai bahan baku oleh
industri pengolahan. Sedangkan derived supply merupakan turunan dari primary
supply yang menggambarkan penawaran yang dilakukan pada tingkat pedagang

15

perantara ataupun pabrik pengolah. Bentuk dari derived supply dapat dicontohkan
sebagai penawaran yang dilakukan oleh pabrik pengolahan kepada konsumen
akhir.
Harga

Sr
Sf
pr
Dr

pf
Qr,f

Df
Kuantitas

Gambar 3. Marjin Pemasaran
Sumber: Asmarantaka (2012), diadaptasi dari buku Pemasaran Agribisnis

Keterangan :
Dr
= Permintaan di tingkat konsumen akhir (primary demand)
Df
= Permintaan di tingkat petani (derived demand)
Sf
= Penawaran di tingkat petani (primary supply)
Sr
= Penawaran di tingkat konsumen akhir (derived supply)
Qr,f
= Jumlah produk di tingkat petani dan konsumen akhir

Farmer’s Share
Farmer’s share menurut Kohls dan Uhl (2002) adalah persentase harga
yang diterima oleh petani dari harga yang dibayar oleh konsumen sebagai imbalan
atas jasa usahatani yang dilakukan dalam menghasilkan produk. Asmarantaka
(2012), farmer’s share merupakan perbedaan antara harga di tingkat retail dengan
marjin pemasaran. Ini merupakan porsi dari nilai yang dibayar konsumen akhir
yang diterima oleh petani dalam bentuk persentase (%). Besarnya farmer’s share
dipengaruhi oleh banyaknya fungsi pemasaran yang dilakukan petani. Farmer’s
share dapat dijadikan sebagai indikator untuk menilai efisiensi pemasaran suatu
komoditi. Farmer’s share yang tinggi menunjukkan bahwa bagian yang diterima
oleh petani dari harga yang dibayar konsumen tinggi, tetapi belum tentu
menunjukkan bahwa sebuah pemasaran komoditi efisien, tergantung juga pada
indikator lainnya. Farmer’s share dapat dikaitkan dengan aktivitas yang
dilakukan produsen atau petani dalam memberi nilai tambah pada produk yang
dihasilkan. Bagian yang diterima oleh petani atau besarnya farmer’s share
ditunjukkan dalam bentuk persentase.

16

Kerangka Pemikiran Operasional
PISAgro (Partnership for Indonesia Sustainable Agriculture) merupakan
kemitraan publik swasta yang bertujuan untuk mendukung pemerintah Indonesia
dalam mengatasi ketahanan pangan nasional dengan cara meningkatkan produksi
komoditas pertanian strategis secara lestari dan meningkatkan penghidupan petani
kecil. PISAgro memiliki tiga visi yaitu peningkatan produktivitas pertanian
Indonesia, pengurangan emisi gas rumah kaca dan peningkatan pendapatan petani
Indonesia. Untuk mencapai ketiga visi tersebut dapat diterapkan dalam kegiatan
rantai pasok.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat sudah sejauh mana diterapkan
ketiga visi PISAgro dalam kegiatan rantai pasok biji kakao dalam program Nestle
Cocoa Plan. Untuk dapat melihat penerapan tiga visi tersebut, maka terlebih
dahulu dianalisis kegiatan rantai pasok dengan menggunakan kerangka Food
Supply Chain Networking (FSCN). Untuk menilai kinerja dari rantai pasok dilihat
dari efisiensi pemasaran dengan menggunakan margin pemasaran dan farmer’s
share.
Adapun kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada bagan berikut.

17

Peningkatan
dalam
investasi pada industri
pengolahan kakao (cocoa
processing) dan cokelat
tidak
diiringi
dengan
peningktan produksi dan
kualitas biji kakao

PISAgro
mendukung
pemerintah
Indonesia dalam mengatasi ketahanan
pangan nasional
untuk komoditas
kakao dengan cara meningkatkan
produktivitas,
meningkatkan
pendapatan petani dan menurunkan
emisi gas rumah kaca

Program Nestle
Cocoa Plan
Rantai pasok biji
kakao

Analisis Rantai Pasok Biji Kakao dengan
Metode FSCN
1.
Sasaran Rantai Pasok
2.
Struktur Rantai Pasok
3.
Manajemen Rantai Pasok
4.
Sumber daya Rantai Pasok
5.
Proses Bisnis Rantai Pasok
6.
Kinerja Rantai Pasok
a. Efisiensi Pemasaran

Margin Pemasaran

Farmer’s Share

Peneraparan Visi PISAgro dalam kegiatan
Supply Chain Nestle Cocoa Plan

Rekomendasi

18

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Kalukku, sebagai salah satu
kecamatan yang tergabung dalam program Nestle Cocoa Plan periode pertama
dan lokasi tempat unit pembelian biji kakao BT Cocoa untuk wilayah Kabupaten
Mamuju.
Lokasi penelitian adalah Kelurahan Kalukku, Desa Guliling, Desa
Pammulukang, Kelurahan Sinyonyoi dan Kelurahan Bebanga. Pemilihan lokasi
ini dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa kelurahan dan desa
yang terpilih telah merasakan dampak dari program Nestle Cocoa Plan. Penelitian
ini dilakukan pada bulan April-Mei 2014.

Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan anggota
rantai pasokan biji kakao PISAgro dan tradisional di Kabupaten Mamuju,
Sulawesi Barat. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian diperoleh dari
studi literatur berbagai buku, skripsi, tesis, internet, serta instansi terkait seperti
Badan Pusat statistik (BPS), PISAgro, PT Bumitangera