Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan Petani Anggota Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro
ANALISIS KAPASITAS KELEMBAGAAN
DAN PENERIMAAN PETANI ANGGOTA POKTAN
PROGRAM NESTLE COCOA PLAN PISAGRO
HADIYANSYAH ANWAR
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kapasitas
Kelembagaan dan Penerimaan Petani Anggota Poktan Program Nestle Cocoa
Plan PISAgro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Hadiyansyah Anwar
H34100060
4
ABSTRAK
HADIYANSYAH ANWAR. Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan
Petani Anggota Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro. Dibimbing oleh
BAYU KRISNAMURTHI.
Tanaman kakao memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian
Indonesia, baik itu sebagai sumber devisa dari sektor non migas ataupun sebagai
sumber pendapatan utama bagi petani kakao di sebagian wilayah Indonesia.
Ketika permintaan dunia akan produk olahan kakao semakin meningkat, negaranegara produsen kakao ikut berupaya meningkatkan produk olahan kakao secara
signifikan. Sebagai suatu bentuk kemitraan publik swasta yang bertujuan dalam
mewujudkan ketahanan pangan dengan upaya peningkatan produksi pertanian,
PISAgro, melalui Progam Nestle Cocoa Plan telah telah membina lebih dari 1000
petani kakao di Mamuju. Penelitian ini mencoba menjelaskan bagaimana tingkat
partisipasi dan kapasitas kelembagaan poktan dalam menjalankan programprogram NCP. Lebih jauh penelitian ini mencoba menjelaskan bagaimana
pengaruh program NCP terhadap peningkatan produktivitas dan penerimaan
anggota poktan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi dan
kapasitas kelembagaan poktan binaan NCP tergolong pada kategori tinggi,
walaupun didominasi oleh akitivitas-aktivitas sosial dibandingkan aktivitas
ekonomi. Selain itu, program NCP mempunyai peran yang potensial dalam
meningkatkan produksi kakao dan penerimaan petani di Mamuju, Sulawesi Barat.
Kata Kunci : Kapasitas poktan, Nestle Cocoa Plan (NCP), penerimaan,
produktivitas
ABSTRACT
HADIYANSYAH ANWAR. The Capacity and Revenue Analysis of Nestle
Cocoa Plan PISAgro Farmers Group. Supervised by BAYU KRISNAMURTHI.
Cocoa has a strategic role in the Indonesian economy, both as a non-oil
export and as the cocoa farmer source of income in some areas in Indonesia.
While the world demand continues to increase, some countries try to inrease their
production through several program and scheme. As a public private partnership
that aims to help Indonesian goverment to address national food security by
increasing agricultural production, PISAgro, through The Nestle Cocoa Plan
Program, has established 100 field schools that train more than 1000 cocoa
farmers in Mamuju, West Sulawesi. This study attempts to explain the level of
participation and capacity of farmer’s group in implementing the program and
how The NCP Program influence the cocoa production and farmer’s welfare. The
results showed that the capacity degree of farmers group rely on the high level
category. However it is still dominated by social activities than economy
activities. Moreover, The NCP Program has a potential role in increasing the
cocoa production and farmer’s income in Mamuju, West Sulawesi.
Keywords : Capacity of farmer’s group, income , Nestle Cocoa Program (NCP),
productivity
ANALISIS KAPASITAS KELEMBAGAAN
DAN PENERIMAAN PETANI ANGGOTA POKTAN
PROGRAM NESTLE COCOA PLAN PISAGRO
HADIYANSYAH ANWAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
6
1
Judul Skripsi : Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan Petani Anggota
Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro
Nama
: Hadiyansyah Anwar
NIM
: H341000060
Disetujui oleh
Dr Ir Bayu Krisnamurthi, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
2
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang
dilaksanakan pada bulan April – Mei 2014 ini mengambil tema kelembagaan
petani dengan judul Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan Petani
Anggota Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro.
Penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS selaku dosen pembimbing, Ibu Dr. Ir. Ratna
Winandi, MS selaku dosen penguji utama, dan Ibu Eva Yolynda, SP. MM selaku
dosen penguji komisi akademik atas segala saran dan kritik untuk perbaikan karya
ilmiah ini. Di samping itu, ucapan terima kasih tak lupa penulis haturkan kepada
pihak-pihak yang terlibat dalam Kelompok Kerja Kakao PISAgro yang telah
banyak memberikan bantuan dan dukungan demi terlaksananya kegiatan
penelitian ini, Bapak Wisman Djaja (Direktur Sustainability PT Nestle Indonesia),
Bapak Sindra Widjaya (Direktur Utama BT Cocoa), Bapak Ong Kang (General
Manager BT Source). Tak lupa ucapan terima kasih kepada Keluarga Besar
Warehouse BT Cocoa cabang Mamuju dan seluruh petani responden di Kelurahan
Kalukku yang menerima peneliti dengan begitu baik.
Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada kedua orang tua,
kakak, kedua adik dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungan
yang senantiasa diberikan. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada
Siti Nurjanah dan Reza Primadita yang telah banyak berdiskusi demi perbaikan
penelitian ini, sahabat-sahabat Agribisnis 47, sahabat-sahabat BEM FEM IPB
Kabinet Prioritas, terima kasih atas semangat, doa, dan dukungan yang diberikan
dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi kehidupan akademik kampus Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Hadiyansyah Anwar
3
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
5
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR LAMPIRAN
6
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Definisi Kelembagaan
5
Kelompok Tani
6
Partisipasi Petani
7
Kapasitas Kelembagaan Petani
7
Program-Program Bantuan Terhadap Kegiatan Usahatani
8
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Kelembagaan Pertanian
9
9
9
Kapasitas Kelembagaan
10
Konsep Partisipasi
11
Produktivitas dan Penerimaan Usahatani
12
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
13
15
Lokasi dan Waktu Penelitian
15
Jenis dan Sumber Data
15
Metode Pengumpulan Data
15
Metode Penentuan Responden
15
Metode Pengolahan dan Analisis Data
16
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
18
Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Kalukku
18
4
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
19
Karakteristik Petani Responden
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Gambaran Umum PISAgro
23
Tujuan PISAgro
24
Gambaran Umum Kelompok Kerja Kakao PISAgro
24
Karakteristik Poktan di Kelurahan Kalukku
26
Aspek Kelembagaan Poktan
26
Aspek Ekonomi Poktan
30
Kapasitas Kelembagaan Kelompok Tani
33
Tingkat Partisipasi Petani
33
Kapasitas Kelompok Tani
37
Analisis Produktivitas dan Penerimaan Usahatani
40
Dampak Program NCP terhadap Produktivitas Biji Kakao
40
Dampak Program NCP Terhadap Penerimaan Anggota Poktan
44
Klasifikasi Tingkat Produktivitas Responden
45
SIMPULAN DAN SARAN
47
Simpulan
47
Saran
48
DAFTAR PUSTAKA
49
LAMPIRAN
51
RIWAYAT HIDUP
59
5
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Produksi, produktivitas dan ekspor kakao nasional tahun 20092013
Kriteria penilaian skor kuesioner
Perkembangan jumlah anggota poktan binaan program NCP di
Kelurahan Kalukku
Besaran iuran anggota poktan program NCP di Kelurahan
Kalukku
Biaya tenaga kerja luar keluarga kegiatan usahatani kakao poktan
binaan NCP
Tingkat partisipasi anggota poktan binaan program Nestle Cocoa
Plan di Kelurahan Kalukku
Presentase alasan petani NCP bergabung dalam kelompok tani di
Kelurahan Kalukku
Nilai parameter intensitas partisipasi poktan binaan NCP
Nilai parameter kualitas partisipasi poktan binaan NCP
Kapasitas poktan binaan program Nestle Cocoa Plan di Kelurahan
Kalukku
Nilai parameter pencapaian tujuan poktan binaan NCP
Nilai parameter fungsi dan peran poktan binaan NCP
Nilai parameter keinovatifan poktan binaan NCP
Nilai parameter keberlanjutan poktan binaan NCP
Tabel produksi dan produktivitas tanaman kakao berdasarkan
umur tanaman
Klasifikasi responden berdasarkan umur tanaman dan
produktivitas setelah adanya Program NCP
Hasil pengujian statistik t-hitung terhadap produktivitas
berdasarkan luas lahan
Penerimaan anggota poktan program NCP di Kelurahan Kalukku
Klasifikasi responden berdasarkan umur tanaman, kegiatan
rehabilitasi dan produktivitas
1
17
28
29
32
33
34
35
36
37
38
38
39
40
41
42
43
45
46
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
Kerangka pemikiran operasional
Sebaran Responden berdasarkan jenis kelamin
Sebaran responden berdasarkan usia
Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan
Sebaran responden berdasarkan pekerjaan
Sebaran responden berdasarkan luas lahan
Kegiatan sambung samping
14
20
20
21
22
22
46
6
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Profil Kelompok Tani Tunas Harapan I
Profil Kelompok Tani Pammase
Profil Kelompok Tani Ingin Maju
Skor penilaian kapasitas kelembagaan poktan binaan NCP
Hasil uji t-hitung perbedaaan produktivitas sebelum dan sesudah
program NCP
6 Data produksi kakao anggota poktan binaan NCP
7 Data luas lahan dan usia tanaman responden anggota poktan binaan
NCP
8 Klasifikasi responden berdasarkan produktivitas dan kegiatan
rehabilitasi tanaman
51
51
51
53
54
56
57
58
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang penting
bagi perekonomian Indonesia. Menurut Wahyudi et al (2009), umumnya
komoditas perkebunan memiliki empat peranan strategis dalam perekonomian
nasional, yaitu sebagai sumber pendapatan petani pekebun rumah tangga, sebagai
bahan baku agroindustri, sebagai sumber devisa non migas, dan merupakan pasar
bagi kebutuhan input produk-produk non pertanian berupa sarana produksi dan
alsintan Salah satu tanaman perkebunan yang memiliki potensi pengembangan
yang besar yaitu tanaman kakao. Pada tahun 2005, luas areal kebun kakao di
Indonesia masih di bawah satu juta hektar, yaitu berkisar 992 000 ha dengan
produksi sebesar 652 300 ton (Kementan 2013).
Setelah tahun 2005, terjadi peningkatan produksi tanaman kakao dengan
cukup pesat. Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 produksi tanaman
kakao di Indonesia mampu mencapai 712 231 ton dengan produktivitas sebesar
0.821 ton per hektar per tahun. Produksi kakao di Indonesia selama tiga tahun
terakhir terus mengalami peningkatan. Selama periode tahun 2011-2012, tanaman
kakao mengalami pertumbuhan senilai 3.97 persen dan pada periode berikutnya
nilai produksi tanaman kakao mampu tumbuh senilai 5 persen. Besarnya produksi
kakao yang dihasilkan, menjadikan negara Indonesia sebagai produsen kakao
terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana (ICCO 2014). Akan
tetapi, pada sisi perdagangan volume ekspor biji kakao cenderung mengalami
penurunan. Nilai ekspor biji kakao Indonesia sejak tahun 2010 mengalami
penurunan. Salah satu penyebab penurunan nilai ekspor biji kakao yaitu
diberlakukannya peraturan bea keluar terhadap eskpor biji kakao.
Tabel 1 Produksi, produktivitas dan ekspor kakao nasional tahun 2009-2013a
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013b
Produksi
(Ton)
820 496
837 918
712 231
740 513
777 539
Ekspor
(Ton)
535 200
552 900
410 200
360 453
190 000c
Nilai Ekspor
(Juta US$)
1 413.5
1 643.7
1 172
1 054
-
a
Sumber : Ditjenbun Kementan dan BPS, 2013 (Diolah)
Angka Sementara
c
Sampai dengan Triwulan II
b
Sejak tahun 2010, pemerintah melalui PMK No.67/PMK.011/2010
menetapkan kebijakan pengenaan bea keluar terhadap ekspor biji kakao. Tujuan
dari penerapan bea keluar bagi ekspor biji kakao yaitu untuk menjamin pasokan
bahan baku biji kakao bagi industri pengolahan kakao di dalam negeri dan
mendorong berkembangnya industri pengolahan kakao di Indonesia. Selama ini
industri pengolahan kakao dan industri cokelat sebagian besar berada di negara-
2
negara Eropa (Belgia, Inggris, dan Swiss), Amerika Serikat, serta Singapura dan
Malaysia, sehingga seringkali nilai tambah tidak dinikmati Indonesia sebagai
penghasil biji kakao. Oleh karena itu pengenaan bea keluar atas biji kakao
dimaksudkan untuk merangsang tumbuhnya industri pengolahan kakao domestik
yang akan memberikan nilai tambah dalam kegiatan ekspor (Kemenkeu 2012).
Penerapan peraturan bea keluar sebesar 5-15% bagi kegiatan ekspor biji
kakao menyebabkan kebutuhan pasokan biji kakao dalam negeri meningkat. Hal
ini disebabkan adanya perkembangan positif bagi sektor industri pengolahan
kakao domestik. Namun di sisi lain produksi kakao nasional sejak tahun 2010
terus mengalami penurunan. Tingkat produktivitas tanaman kakao di Indonesia
pun relatif masih rendah. Saat ini tingkat produktivitas kakao Indonesia mencapai
0.5-0.6 ton/ha/tahun. Jika dibandingkan dengan negara-negara penghasil biji
kakao terbesar di Pantai Gading dan Ghana, tingkat produktivitas Indonesia
cenderung lebih besar. Tingkat produktivitas kakao, baik di Pantai Gading atau
pun Ghana senilai 0.4-0.5 ton/ha/tahun. Akan tetapi, luasan lahan yang digarap
oleh petani relatif lebih besar dibandingkan dengan petani di Indonesia.
Kepemilikan lahan kakao petani rata-rata mencapai 2.5 hektar (ICCO 2012).
Tingkat produktivitas kakao Indonesia saat ini telah setara dengan produktivitas
kakao di Brazil. Namun tingkat produktivitas ini masih dibawah negara Malaysia.
Tingkat produktivitas kakao Malaysia mampu mencapai 0.8-1 ton/ha/tahun.
Upaya peningkatan produktivitas kakao, dalam rangka meningkatkan
produksi kakao nasional merupakan upaya penting yang harus dilakukan dalam
mendukung dan memenuhi kapasitas industri pengolahan kakao domestik. Salah
satu kelembagaan yang mempunyai tujuan dalam upaya meningkatkan produksi
kakao nasional adalah PISAgro. Program Partnership for Indonesia’s
Suistainable Agriculture (PISAgro) merupakan bentuk kemitraan publik swasta
yang memiliki tujuan dalam meningkatkan produksi bahan pangan secara
berkelanjutan. Fokus kerja PISAgro yaitu terhadap komoditi utama pertanian,
antara lain jagung, kakao, padi, kedelai, kelapa sawit, kopi, hortikultura, kentang,
dan susu. Pelaksanaan program ini dilakukan dengan membentuk kelompok kerja
pada masing-masing komoditi pertanian
Kelompok kerja kakao PISAgro telah memulai aktivitas kegiatan sejak
tahun 2012 dengan mengusung Program Nestle Cocoa Plan (NCP). PT Nestle
berperan
dalam
mengoordinir
pihak-pihak
yang
terlibat
untuk
mengimplementasikan pola pertanian kakao secara holistik mulai dari hulu hingga
ke hilir. Secara umum, tujuan dari kelompok kerja ini adalah meningkatkan
produktivitas dan kualitas kakao yang dihasilkan melalui pendampingan usaha.
Pendampingan yang diberikan meliputi pembibitan benih kakao yang berkualitas,
pelatihan teknik pemanfaatan pupuk dan pestisida, teknik pasca panen,
pengenalan teknik fermentasi kakao, hingga membentuk supply chain biji kakao
yang traceable. Pelaksanaan program NCP dilaksanakan di wilayah Mamuju,
Sulawesi Barat.
Sejak tahun 2012 Program NCP telah berhasil membina 100 kelompok
tani yang berada di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Jumlah petani yang telah
mendapatkan pelatihan pada tahun 2012 yaitu 1.085 petani. Tanaman kakao
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi sebagian besar
penduduk di Provinsi Sulawesi Barat. Luas area tanaman kakao di Sulawesi Barat
3
mencapai 181 156 ha dengan total produksi sebesar 101 011 ton pada tahun 2010
(Disbunhut Sulbar 2012).
Keberlanjutan usahatani kakao yang menguntungkan sangat ditentukan
oleh pelaku utama usaha itu sendiri dengan memanfaatkan peran kelompok.
Karakteristik usaha perkebunan kakao di Indonesia yang masih didominasi oleh
perkebunan rakyat dengan luas kebun rata-rata di bawah 1 ha, menyebabkan
kebutuhan akan penguatan kelompok. Apabila tidak dikelola secara berkelompok
maka usaha yang dijalankan tidak akan mencapai skala ekonomi dan usaha yang
tangguh. Oleh karena itu kelompok-kelompok tani harus dibentuk, sementara
yang sudah ada harus dibina dan dikuatkan (Wahyudi et al 2009).
Menurut Anantanyu (2011), upaya untuk meningkatkan produktivitas,
efisiensi usahatani, dan daya saing petani dilakukan melalui penguatan kapasitas
kelembagaan petani. Bentuk-bentuk partisipasi anggota terhadap kelompoknya
akan mampu menciptakan efektivitas, efisiensi, kemandirian dan keberlanjutan
kelompok. Keberadaan kelompok tani yang kuat, menjadi tolak ukur dalam
meningkatkan kapasitas petani secara individual. Keberadaan kelembagaan petani
juga turut serta dalam memudahkan petani untuk menjangkau program-progam
pembangunan pertanian, sebab program-program yang ada tidak mungkin
menjangkau petani kecil secara individu yang jumlahnya sangat banyak.
Keberadaan program NCP di wilayah Mamuju dalam upaya penguatan
kelembagaan poktan dilaksanakan melalui program-program pelatihan dan
pembinaan. Mengetahui karakteristik dan kapasitas kelembagaan poktan yang
ada, membantu memberikan penilaian terhadap kemampuan poktan dalam
mencapai tujuannya dan dalam mengimplementasi jalannya program-program
NCP. Kehadiran program NCP juga berperan penting dalam upaya peningkatan
produktivitas kakao dan penerimaan anggota kelompok tani yang berada di
wilayah Sulawesi Barat.
Perumusan Masalah
Upaya peningkatan produksi kakao di Kabupaten Mamuju masih
mengalami beberapa permasalahan. Sampai saat ini, rendahnya produktivitas
kakao yang dihasilkan oleh petani diakibatkan oleh umur tanaman yang umumnya
sudah tua. Masalah lainnya yaitu kualitas mutu kakao yang rendah dan rantai
pemasaran kakao masih didominasi oleh pedagang pengepul yang lebih menonjol
daripada petani. Kelembagaan petani yang ada pun belum bekerja dengan baik.
Keberadaan kelompok tani yang merupakan wadah para petani dalam
meningkatkan usahanya lebih bersifat temporer. Akibatnya, petani tidak memiliki
kekuatan tawar yang kuat dalam mengakses pasar (Rheza dan Karlinda 2013).
Menurut Bunch (2001), pembentukan kelembagaan petani merupakan
upaya untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dan dirasakan bersama.
Atas dasar kepentingan yang sama, lembaga tersebut dengan sendirinya akan
mampu menjalankan fungsi organisasinya dengan baik. Pembentukan kelompok
tani di wilayah Kabupaten Mamuju masih banyak dilatarbelakangi oleh adanya
bantuan dari program-program yang digagas oleh pemerintah ataupun swasta.
Dampaknya yaitu kelembagaan kelompok tani yang telah dibentuk belum mampu
memberikan manfaat yang besar bagi para petani. Seringkali setelah programprogram tersebut selesai, para petani lupa dan meninggalkan kelompok tani.
4
Salah satu wilayah yang menjadi binaan Program NCP yaitu Kelurahan
Kalukku Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju. Terdapat tiga poktan di
Kelurahan Kalukku yang telah mengikuti Program Nestle Cocoa Plan, yaitu
Poktan Tunas Harapan I, Poktan Pammase dan Poktan Ingin Maju. Wilayah ini
juga merupakan tempat yang menjadi pelopor dalam program pembinaan poktan.
Beberapa permasalahan yang dialami oleh petani kakao di wilayah ini diantaranya
berkaitan dengan produktivitas kakao yang dihasilkan. Setiap musim panen tiba,
produktivitas kakao belum mencapai angka yang maksimal. Rata-rata
produktivitas kakao yaitu sebesar 500kg/ha.
Upaya peningkatan produktivitas kakao di wilayah Sulawesi barat telah
dilakukan melalui beberapa kegiatan, di antaranya yaitu membangun kebun
percontohan (demo plot) yang berada di Desa Tadui Kecamatan Kalukku,
membentuk sekolah lapang bagi para petani melalui kelembagaan poktan di
masing-masing wilayah dan membentuk rantai pasok yang efisien dengan
melibatkan BT Cocoa, Swiss Contact dan PT Nestle. Selain itu, Program NCP
berupaya melakukan keningkatan kapasitas kelembagaan petani yang tercermin
dari tingkat partisipasi petani terhadap kedudukannya sebagai anggota
kelembagaan. Peningkatan kapasitas kelembagaan akan mampu meningkatkan
efisiensi usaha, sehingga keragaan agribisnis kakao di wilayah tersebut dapat
dimiliki sepenuhnya oleh petani melalui kelembagaan, baik itu dalam
kelembagaan poktan, gapoktan ataupun koperasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, menarik untuk diteliti sejauhmana dampak
program kelompok kerja kakao PISAgro di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat
terhadap upaya penguatan terhadap poktan yang ada dan berkontribusi dalam
upaya peningkatan produktivitas dan penerimaan petani. Rumusan masalah yang
akan dikaji dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana karakteristik poktan di Kelurahan Kalukku Kecamatan
Kalukku?
2. Bagaimana tingkat partisipasi dan kapasitas kelembagaan poktan binaan
program NCP di Kelurahan Kalukku?
3. Bagaimana pengaruh program NCP terhadap upaya peningkatan
produktivitas kakao dan penerimaan anggota poktan binaan program
NCP?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dapat dikaji yaitu :
1. Mengidentifikasi karakteristik usaha poktan di Kelurahan Kalukku
Kecamatan Kalukku.
2. Menganalisis tingkat partisipasi dan kapasitas kelembagaan poktan binaan
program NCP di Kelurahan Kalukku.
3. Menganalisis pengaruh progam NCP terhadap upaya peningkatan
produktivitas kakao dan penerimaan anggota poktan binaan NCP.
5
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian bagi kelompok tani yaitu mengetahui tingkat partisipasi
petani dan kapasitas kelembagaan poktan setelah adanya Program NCP PISAgro.
Diharapkan poktan mampu meningkatkan partisipasi anggota dan kapasitas
poktannya dengan mempertimbangkan program-program yang selama ini telah
berjalan dalam kurun waktu dua tahun. Bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
Kelompok Kerja Kakao PISAgro, penelitian ini dapat menjadi acuan dalam
mengevaluasi dan merencanakan program-program yang baru. Bagi perguruan
tinggi penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya. Bagi penulis, penelitian ini merupakan tambahan pengetahuan,
pengalaman, wawasan, dan sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang
diterima selama perkuliahan.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menganalisis tingkat partisipasi
petani dan peningkatan kapasitas kelembagaan poktan binaan NCP di Kelurahan
Kalukku, dimana yang menjadi respondennya adalah para petani anggota Poktan
Tunas Harapan I, Poktan Pammase dan Poktan Ingin Maju. Selain itu penelitian
ini berupaya menjelaskan bagaimana peningkatan produksi dan penerimaan
anggota poktan setelah adanya program NCP. Batasan penelitian ini yaitu terletak
pada waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan pada satu titik waktu (on the spot),
yaitu ketika kegiatan musim panen raya tanaman kakao bulan Juni 2014.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Kelembagaan
Kelembagaan adalah organisasi atau kaedah-kaedah baik formal maupun
informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu
(Mubyarto 1989). Pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu
kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi
personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki.
Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik
formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan
manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak
serta tanggung jawabnya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada
lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, bank
dan sebagainya.
Menurut Rubiyanto (2011), Kelembagaan merupakan suatu sistem yang
sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses dan peran masingmasing komponen dalam mencapai suatu tujuan. Latar belakang pendirian suatu
kelembagaan, menjadi penentu dalam keberlangsungan dan perkembangan
kelembagaan tersebut. Kebutuhan akan adanya kelembagaan seharusnya tidak
6
berasal dari inisiatif lembaga penyelenggara suatu program, melainkan
berdasarkan kebutuhan masyarakat atau sekelompok orang tertentu. Programprogram yang diberikan pada kelembagaan sebaiknya mengikuti tahapan
perkembangan kelembagaan tersebut. Pengenalan program terhadap lembaga
yang sederhana akan lebih mudah diterima. Barulah secara bertahap anggota akan
mengembangkan lembaga yang lebih rumit. Dengan sendirinya mereka akan
mempelajari keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk mengorganisasi
dan mengelola lembaga-lembaga yang rumit itu (Bunch 2001).
Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumberdaya dan
distribusi manfaat, untuk itu unsur kelembagaan perlu diperhatikan dalam upaya
peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Adanya
kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat membantu mengatur silang
hubungan antar pemilik input dalam menghasilkan output ekonomi desa dan
dalam mengatur distribusi dari output tersebut (Prihartono 2009).
Kelembagaan pertanian, yang di dalamnya mencakup kelembagaan petani
seperti kelompok tani (poktan) berperan penting dalam akselerasi pengembangan
sosial ekonomi petani. Subsistem kelembagaan petani dalam sistem agribisnis
berperan dalam meningkatkan aksesibilitas pada informasi pertanian, aksesibilitas
pada modal, infrastruktur, pasar, serta adopsi inovasi-inovasi pertanian. Di
samping itu, keberadaan kelembagaan petani akan memudahkan pemerintah dan
pemangku kepentingan yang lain dalam memfasilitasi dan memberikan penguatan
pada petani (Anantanyu 2011).
Kelompok Tani
Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 93/Kpts/OT.210/3/97 tanggal 18
Maret 1997 kelompok tani adalah kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan
keakraban dan keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan
sumber daya pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas usaha tani
dan kesejahteraan anggotanya.
Peraturan Menteri Pertanian No. 82/Permentan/OT.140/8/2013 dibuat
dalam rangka menyempurnakan Peraturan Menteri Pertanian No.
273/Kpts/OT.160/4/2007 13 April 2007 tentang pedoman penumbuhan dan
pengembangan kelompok tani dan gabungan kelompok tani. Dalam peraturan
tersebut
dijabarkan
bahwa
kelompok
tani
adalah
kumpulan
petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan,
kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban
untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Adapun ciri-ciri dari
kelompok tani yang dijabarkan yaitu:
1. Saling mengenal, akrab dan saling percaya di antara sesama anggota.
2. Mempunyai pandangan dan kepentingan serta tujuan yang sama dalam
berusaha tani.
3. Memiliki kesamaan dalam tradisi dan/atau pemukiman, hamparan usaha,
jenis usaha, status ekonomi dan sosial, budaya/kultur, adat istiadat, bahasa
serta ekologi.
7
Partisipasi Petani
Penelitian tentang tingkat partisipasi petani terhadap suatu bentuk
kelembagaan diantaranya yaitu tingkat partisipasi anggota koperasi pertanian atau
KUD. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011) mengukur partisipasi
anggota Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari di Cigombong, Kabupaten
Bogor. Hasil analisis partisipasi anggota diketahui bahwa partisipasi anggota pada
bidang organisasi yaitu kehadiran dalam RAT termasuk kedalam kategori tinggi,
namun keaktifan anggota dalam mengajukan suara termasuk kedalam kategori
rendah. Partisipasi anggota dalam hal permodalan koperasi yang meliputi
simpanan wajib dan simpanan manasuka termasuk kedalam kategori sedang.
Sedangkan partisipasi anggota dalam unit usaha koperasi termasuk kedalam
kategori tinggi yang dilihat berdasarkan penjualan gabah dan pembelian saprodi
melalui koperasi.
Terdapat hubungan yang searah antara manfaat ekonomi dengan
partisipasi anggota pada bidang organisasi, permodalan, dan unit usaha. Hal
tersebut menunjukkan bahwa partisipasi anggota dapat terbentuk jika terdapat
manfaat ekonomi yang dirasakan oleh anggota. Semakin tinggi manfaat ekonomi
yang diterima oleh anggota maka partisipasi anggota akan semakin tinggi, begitu
juga sebaliknya. Penelitian lain yang menunjukkan hasil yang serupa yaitu
penelitian Jakiyah (2011) yang menyebutkan bahwa partisipasi anggota KUD
Sumber Alam di Dramaga, Bogor sangat dipengaruhi oleh manfaat ekonomi dan
manfaat sosial yang diperoleh.
Kapasitas Kelembagaan Petani
Upaya pengembangan masyarakat memerlukan penguatan kapasitas
kelembagaan, karena pada dasarnya di masyarakat itu sendiri sudah ada
kelembagaan-kelembagaan yang terpelihara dalam mendukung pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, seringkali kelembagaan yang ada belum
terorganisasi dengan baik (Irianti 2004). Salah satu kelembagaan yang berperan
penting dalam masyarakat desa, khususnya masyarakat petani adalah
kelembagaan petani baik itu kelompok tani, gabungan kelompok tani (gapoktan),
atau pun koperasi.
Hasil penelitian Ayu (2011) mengukur kapasitas kelembagaan Gapoktan
Rukun Tani di Ciawi, Kabupaten Bogor. Parameter yang digunakan dalam
mengukur kapasitas gapoktan yaitu unit produksi, kerjasama kelompok, wahana
belajar dan jaringan kerjasama. Tanggapan responden terhadap empat parameter
yang digunakan tergolong dalam kategori sedang. Variabel unit produksi
tergolong dalam kategori sedang disebabkan sebagian besar anggota di Kelompok
Pondok Menteng tidak mengelola usaha bersama kelompok. Variabel kerjasama
kelompok tergolong dalam kategori sedang karena tidak semua
responden/anggota kelompok yang namanya tercantum dalam kelompok sering
berinteraksi dengan kelompok untuk melakukan kerjasama di dalam kelompok.
Variabel wahana belajar bernilai sedang disebabkan tidak semua kelompok
melaksanakan aktivitas pertemuan rutin, rapat dan pelatihan. Variabel jaringan
kerjasama bernilai sedang karena tidak semua kelompok melakukan kerjasama
8
baik dengan lembaga penyedia saprodi, lembaga penyedia modal, lembaga
pengolahan hasil, lembaga pemasaran ataupun lembaga penyuluhan
Penelitian Anantanyu (2011), mengukur kapasitas kelembagaan kelompok
tani di Jawa Tengah melalui parameter pencapaian tujuan, fungsi dan peran,
keinovatifan dan keberlanjutan kelompok tani. Selain itu dilakukan analisis
hubungan antar masing-masing parameter. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai
koefisien korelasi tiap parameter masih cenderung rendah. Nilai koefisien korelasi
yang rendah antara parameter keinovatifan kelembagaan dengan parameter
pencapaian tujuan menunjukkan bahwa ketersediaan teknologi, sumberdaya,
kepemimpinan, nilai-nilai yang mendasari kerjasama belum mengarah pada
pencapaian tujuan kelembagaan, yaitu memenuhi kebutuhan anggota. Nilai
koefisien korelasi yang rendah antara parameter keberlanjutan kelembagaan
dengan parameter pencapaian tujuan menunjukkan bahwa belum adanya
kerjasama, pola komunikasi, perasaan-perasaan antar anggota belum mengarah
pada pencapaian tujuan kelembagaan.
Suhada (2012), mengukur kapasitas kelembagaan dari lima aspek, yaitu
strategi kepemimpinan yang dipakai (strategic leadership), perencanaan program
(program planning), manajemen dan pelaksanaannya (management and
execution), alokasi sumberdaya yang dimiliki (resources allocation) dan
hubungan dengan pihak luar, yaitu clients, partners, goverment policymakers, dan
external doctors.
Program-Program Bantuan Terhadap Kegiatan Usahatani
Prihartono (2009) melakukan penelitian tentang dampak Program PUAP
terhadap kinerja dan pendapatan anggota gapoktan. Program PUAP di Jambi
khususnya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat telah dilaksanakan dengan jumlah
dana yang diterima sebesar Rp 100 juta untuk setiap desa miskin atau Gapoktan.
Salah satu kecamatan yang telah menerima bantuan dana PUAP adalah
Kecamatan Bram Itam dan Seberang Kota yang terdiri dari Desa Pembengis, Desa
Tanjung Sinjulang, Desa Betara Kiri dan Desa Betara Kanan1. Dari keempat desa
tersebut penyaluran dana PUAP dilakukan melalui Gapoktan yang terdapat
disana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah adanya program PUAP
sebagian besar responden menyatakan ingin melakukan peminjaman kembali
karena mereka merasakan merasakan manfaat dari pinjaman tersebut. Rata-rata
pendapatan anggota Gapoktan sebelum dan sesudah menerima BLM-PUAP
mengalami peningkatan.
Penelitian lainnya yaitu dilakukan oleh Lubis (2005), yang meneliti
tentang Efektivitas Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Analisis Pendapatan
Petani Pengguna Kredit (Studi Kasus Pada Petani Tebu Anggota Koperasi
Madusari, Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar, Solo). Analisis ini dilakukan
dengan menggunakan metode analisis efektivitas penyaluran KKP dan metode
pendapatan usahatani. Hasil analisis menunjukkan bahwa efektivitas dari sisi bank
telah menunjukkan hasil yang positif dan dari sisi nasabah menunjukkan hasil
yang cukup efektif. Sementara itu, hasil pendapatan menunjukkan bahwa
usahatani tebu pada Tahun 2004 menunjukkan hasil yang positif, karena
penerimaan yang diperoleh tiap satuan lebih besar daripada biaya yang
9
dikeluarkan. Jadi adanya program KKP membuat petani tebu mengalami
peningkatan kualitas dan peningkatan produksi tebu.
Salah satu program pemerintah yang berupaya meningkatkan produksi
kakao nasioanl yaitu Gernas Kakao. Berdasarkan Laporan Evaluasi Pelaksanaan
Gernas Kakao (2011), telah terjadi peningkatan produksi kakao yang cukup
signifikan selama kegiatan Gernas Kako berlangsung. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa untuk kegiatan intensifikasi, produktivitas tanaman kakao
diperkirakan meningkat rata-rata dari 550 kg/ha/thn menjadi 1 103 kg/ha/thn atau
meningkat 100.8%. Gernas juga berpotensi meningkatkan pendapatan petani
secara signifikan. Untuk kegiatan intensifikasi, keuntungan usahatani meningkat
dari Rp 4 910 000.00 menjadi Rp 10 540 000.00/ha/thn atau meningkat sebesar
114.7%. Program Gernas Kakao telah memberikan dampak yang cukup besar bagi
kesejahteraan petani kakao di seluruh Indonesia, seperti di Sulawesi, Bali,
Maluku, NTT, Papua dan Papua Barat. Akan tetapi sejak tahun 2011 program
Gernas Kakao tidak dilanjutkan kembali. Hanya beberapa daerah saja yang tetap
dilaksanakan Gernas Kakao sampai tahun 2013, contohnya di Sumatera Barat.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Kelembagaan Pertanian
Konsep kelembagaan mencakup dua demarkasi penting, yaitu (1) norma
dan konvensi (norms and conventions), serta (2) aturan main (rules of the game).
Kelembagaan dapat tertulis secara formal melalui peran aparat pemerintah, tetapi
kelembagaan dapat juga tidak tertulis secara formal seperti pada aturan adat dan
norma yang dianut masyarakat. Definisi kelembagaan adalah kegiatan kolektif
dalam suatu kontrol atau jurisdiksi, pembebasan atau liberasi dan perluasan atau
ekspansi kegiatan individu. Adanya kelembagaan sangat menentukan bagaimana
sesorang atau sekelompok orang harus dan tidak harus mengerjakan sesuatu
(kewajiban atau tugas), bagaimana seseorang boleh melakukan sesuatu tanpa
intervensi dari pihak siapapun dan bagaimana mereka tidak dapat memperoleh
kekuatan kolektif untuk mengejakan sesuatu atas namanya (Arifin 2005).
Menurut Arifin (2005), ruang lingkup kelembagaan dapat dibatasi pada
hal-hal berikut :
1. Kelembagaan adalah kreasi manusia (human creations)
2. Kumpulan individu (group of individuals)
3. Dimensi waktu (time dimension)
4. Dimensi tempat (place dimension)
5. Aturan main dan norma (rules and norms)
6. Pemantauan dan penegakkan aturan (monitoring and enforcement)
7. Hierarki dan jaringan (nested levels and institutions)
8. Konsekuensi kelembagaan (consequences of institutions)
10
Kelembagaan menjadi salah satu kunci penting dalam menelusuri aktivitas
ekonomi yang dilakukan masyarakat, mulai dari kelas organisasi kecil atau
kelompok masyarakat di pedesaan sampai pada organisasi besar suatu negara
yang berdaulat. Ekonomi kelembagaan berkembang sebagai cabang ilmu ekonomi
yang menaruh perhatian pada bagaimana suatu sistem ekonomi disusun,
dijalankan dan digerakkan, serta bagaimana struktur dalam ekonomi berubah
karena adanya respons terhadap kegiatan kolektif.
Aspek kelembagaan sangat penting bukan saja dilihat dari segi ekonomi
secara keseluruhan, tetapi juga dari segi ekonomi pedesaan. Mosher (1974) dalam
Soekartawi (2002) menyebutkan bahwa kelembagaan merupakan syarat pokok
yang menentukan maju atau tidaknya pembangunan suatu desa. Tiga syarat pokok
kelembagaan di antaranya yaitu :
1. Adanya pasar. Kelembagaan pasar ini berperan penting bagi petani.
Keberadaan pasar memungkinkan petani untuk membeli kebutuhan faktor
produksi, seperti pupuk, bibit, dan obat-obatan. Pasar juga berfungsi
sebagai tempat petani dalam menjual hasil pertaniannya.
2. Adanya pelayanan penyuluhan. Kelembagaan ini memungkinkan petani
untuk mengadopsi teknologi baru dan inovasi-inovasi yang ingin dicoba
oleh petani.
3. Adanya lembaga perkreditan. Lembaga ini dituntut memberikan
kemudahan petani dalam mengakses pinjaman kredit dalam waktu dan
harga yang murah. Kredit diperlukan untuk membeli faktor produksi guna
menerapkan teknologi yang baru.
Pengelolaan sumberdaya usahatani oleh petani menyangkut pengaturan
masukan, proses produksi, serta keluaran sehingga mencapai produktivitas yang
tinggi. Kegiatan usaha pertanian akan berhasil jika petani mempunyai kapasitas
yang memadai. Untuk dapat mencapai produktivitas dan efisiensi yang optimal
petani harus menjalankan usaha bersama secara kolektif. Untuk keperluan ini
diperlukan pemahaman mengenai suatu kelembagaan di tingkat petani.
Kapasitas Kelembagaan
Pengembangan kelembagaan merupakan suatu proses perubahan sosial
berencana yang dimaksudkan sebagai sarana pendorong proses perubahan dan
inovasi. Upaya pengembangan kapasitas kelembagaan harus memperhatikan dua
hal yang terkait dengan pemberdayaan, yaitu: (1) komponen yang berkaitan
dengan organisasi sosial yang menyediakan seperangkat konsep yang membantu
menjelaskan tindakan sosial, hubungan antar individu dan masyarakat; (2)
berkaitan dengan teknik sosialisasi, misalnya program sosialisaasi yang mampu
mencapai tujuan masyarakat sasaran yang beragam dari tingkat pendidikan,
budaya, dan usaha yang dilakukan. Dua hal tersebut mengimplikasikan bahwa
pengembangan kapasitas kelembagaan sangat penting dalam memberdayakan
masyarakat (Dahuri 2002).
Proses transformasi kelembagaan pada petani melalui pembanguan atau
pengembangan kelembagaan seyogyanya dapat menjadikan kelembagaan menjadi
bagian penting dalam ke-hidupan petani untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
usahataninya. Pengembangan kapasitas kelembagaan kelompok petani merupakan
suatu perspektif tentang perubahan sosial yang direncanakan, yang menyangkut
11
inovasi-inovasi yang menyiratkan perubahan-perubahan kualitatif dalam normanorma, dalam pola-pola kelakuan, dalam hubungan-hubungan kelompok, dalam
persepsi-persepsi baru mengenai tujuan-tujuan maupun cara-cara. Menurut Esman
(1986) dalam Anantanyu (2011), Pembangunan lembaga dapat dirumuskan
sebagai perencanaan, penataan, dan bimbingan dari organisasi-organisasi baru
atau yang disusun kembali yang (a) mewujudkan perubahan-perubahan dalam
nilai-nilai, fungsi-fungsi, teknologi-teknologi fisik, dan/atau sosial, (b)
menetapkan, mengembangkan, dan melindungi hubunganhubungan normatif dan
pola-pola tindakan yang baru, dan (c) memperoleh dukungan dan kelengkapan
dalam lingkungan lembaga.
Pengembangan kelembagaan bagi masyarakat petani dianggap penting
karena beberapa alasan. Pertama, banyak masalah pertanian yang hanya dapat
dipecahkan oleh suatu lembaga petani. Kedua, organisasi masyarakat memberikan
kelanggengan atau kontinuitas pada usaha-usaha untuk menyebarkan dan
mengembangkan teknologi, atau pengetahuan teknis kepada masyarakat. Ketiga,
untuk menyiapkan masyarakat agar mampu bersaing dalam struktur ekonomi
yang terbuka (Bunch, 2001). Kerjasama petani dapat mendorong penggunaan
sumberdaya lebih efisien, sarana difusi inovasi dan pengetahuan.
Konsep Partisipasi
Partisipasi dimaknai sebagai keikutsertaan anggota dalam kegiatankegiatan tertentu, baik dalam kondisi yang menyenangkan ataupun tidak
menyenangkan (Hendar 2010). Kementerian Koperasi dan UKM (2010)
mengartikan partisipasi anggota sebagai keterlibatan mental dan emosional
terhadap koperasi, memiliki motivasi berkontribusi kepada koperasi dan berbagai
tanggung jawab atas pencapaian organisasi. Definisi ini tentu berlaku terhadap
kelembagaan petani lainnya seperti kelompok tani. Partisipasi petani dalam
kedudukannya sebagai anggota, memegang peranan penting dalam menentukan
perkembangan poktan.
Hendar (2010), membagi dimensi partisipasi dari beberapa sudut pandang,
antara lain :
1. Dipandang dari sudut tekanan terhadap partisipasi
Dimensi partisipasi terdiri dari partisipasi paksaan (forced participation)
dan partisipasi sukarela (voluntary participation). Partisipasi paksaan muncul
karena adanya undang-undang atau aturan yang mengharuskan seseorang
berpartisipasi, seperti halnya di negara-negara yang berideologi sosialis
komunis. Partisipasi sukarela terjadi apabila manajemen memulai gagasan
tertentu dan para bawahan menyetujui untuk berpartisipasi. Ada dua aspek
yang menyebabkan anggota berpartisipasi secara sukarela, yaitu aspek
subjektif dan aspek objektif.
2. Dipandang dari sudut keabsahannya
Dimensi partisipasi terdiri dari partisipasi formal dan partisipasi informal.
Partisipasi formal terjadi apabila ada ketentuan-ketentuan yang diformalkan
dan wajib dilakukan oleh anggota. Partisipasi informal biasanya melekat pada
suatu mekanisme formal dalam pengambilan keputusan dan akan terdapat
persetujuan lisan antara supervisor dan bawahan.
3. Dipandang dari sudut pelaksanaannya
12
Dimensi partisipasi terdiri dari partisipasi langsung (direct participation)
dan partisipasi tidak langsung (indirect participation). Partisipasi langsung
terjadi apabila anggota dapat mengajukan pandangan, membahas pokok
persoalan atau mengajukan keberatan atas keinginan orang lain. Pada
partisipasi tidak langsung, akan ada wakil yang membawa aspirasi orang lain.
Penyebabnya adalah ukuran kelembagaan yang besar dan tersebar di daerahdaerah yang cukup luas.
Produktivitas dan Penerimaan Usahatani
Menurut Soekartawi (1986) menyatakan bahwa ilmu usahatani pada
dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dana memadukan sumber
daya yang ada seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan
(manajemen) yang terbatas ketersediaanya untuk mencapai tujuannya. Kegiatan
usahatani dapat berjalan jika didalamnya terdapat manajemen yang baik dari
adanya peran petani sehingga petani dapat dikatakan sebagai manajer. Petani
dengan kreatifitas yang tinggi akan lebih mampu mengelola usahataninya dengan
lebih baik. Hasil akhir yang dicapai dari adanya pengelolaan yang baik ini adalah
jumlah produksi yang meningkat dan keberhasilan usahatani. Sebagai manajer
untuk usahataninya sendiri, petani harus mampu mengatasi permasalahan dan
mengambil keputusan dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Produksi dalam kegiatan usahatani merupakan kegiatan untuk
menghasilkan produk-produk pertanian. Teori produksi dilakukan untuk melihat
adanya hubungan antara kedua input dan output. Hubungan antara input dan
output disebut sebagai fungsi produksi. Secara umum fungsi produksi
menunjukkan bahwa jumlah barang produksi tergantung dari jumlah faktor
produksi yang digunakan. Menurut Hernanto (1991) faktor produksi terdiri dari
tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Ketiga faktor produksi kecuali
pengelolaan merupakan syarat yang penting dalam dalam suatu proses produksi,
proses menghasilkan produk yang diinginkan merupakan hal yang sangat penting
untuk diperhatikan dalam hal kepemilikan dan penguasaan. Produktivitas
usahatani merupakan ukuran hasil produksi per satuan lahan yang digunakan
dalam kegiatan usahatani. Tingkat produksi suatu tanaman sangat mempengaruhi
besar penerimaan yang diterima.
Penerimaan tunai usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang
diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi, 1986). Pinjaman dalam
usahatani tidak termasuk ke dalam penerimaan tunai begitu pula dengan bunga
pinjaman dan jumlah pokok pinjaman. Penerimaan tunai usahatani yang didapat
akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan
atau keperluan petani seperti untuk biaya produksi berikutnya, tabungan, dan
pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani.
Bentuk penerimaan tunai usahatani dapat menggambarkan tingkat
kemajuan ekonomi usahatani dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Besarnya
proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan termasuk natura dapat digunakan
sebagai perbandingan keberhasilan petani satu terhadap petani yang lain
(Hernanto, 1991).
13
Kerangka Pemikiran Operasional
Program Nestle Cocoa Plan (NCP) PISAgro merupakan program
kemitraan publik swasta dalam rangka meningkatkan produksi kakao nasional.
Penilaian terhadap dampak program NCP terhadap upaya peningkatan produksi
kakao didasarkan pada perubahan produktivitas yang dialami oleh anggota poktan
binaan program NCP. Selain itu, penilaian tingkat partisipasi dan kapasitas
kelembagaan didasarkan pada kriteria poktan yang telah mengikuti program
sekolah lapang dengan menggunakan beberapa parameter. Parameter yang
digunakan dalam mengukur tingkat partisipasi yaitu intensitas dan kualitas
partisipasi, sedangkan untuk mengukur kapasitas poktan, parameter yang
digunakan yaitu pencapaian tujuan, fungsi dan peran, keinovatifan dan
keberlanjutan.
Secara umum, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1. Penelitian ini diawali dari adanya permasalahan pertanian yaitu :
pertama, rendahnya produktivitas kakao yang dihasilkan. Sebagian besar petani
belum menerapkan GAP dalam usaha yang dijalankannya. Rendahnya perhatian
petani dalam pemeliharaan tanaman kakao menyebabkan produktivitas yang
dihasilkan tidak optimal. Kedua, Kualitas SDM petani yang relatif rendah, baik itu
dari segi pengetahuan dan informasi. Ketiga, rendahnya posisi tawar petani
terhadap tengkulak. Hal ini disebabkan kebutuhan akan dana tunai yang cepat
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga petani sangat bergantung
terhadap keberadaan tengkulak. Kemampuan petani dalam mengakses sumbersumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non
perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan
Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang
diminta dapat dipenuhi oleh setiap petani. Keempat, permasalahan yang cukup
penting yaitu lemahnya kelembagaan petani yang selama ini telah terbentuk.
Keberadaan kelompok tani yang ada semata-mata hanya untuk mengikuti sebuah
program, sehingga keberlanjutan poktan tersebut sangatlah rendah.
Dalam rangka mengatasai masalah tersebut, kelompok kerja kakao
PISAgro mengusung program NCP sebagai platform kerja besama. Kelompok
kerja ini melaksanakan berbagai kegiatan dengan memanfaatkan poktan sebagai
media perantara kegiatan yang dijalankan. Pelaksanaan program NCP perlu
dievaluasi untuk menilai apakah ada dampak yang berarti. Hal ini dilakukan
dengan melihat indikator produktivitas sebelum dan sesudah adanya program
NCP, yang merupakan kunci dari berbagai upaya pemecahan masalah yang ada.
Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap tingkat partisipasi dan kapasitas poktan
serta dilakukan pemetaan secara umum potensi pengembangan kelembagaan
poktan dalam mengelola keragaan agribisnis kakao. Setelah dilakukan evaluasi,
kemudian ditarik kesimpulan secara keseluruhan dan kemudian direkomendasikan
saran perbaikan bagi pelaksanaan program NCP ke depannya.
14
Permasalahan kakao:
Produktivitas
SDM Petani
Ketergantungan
tengkulak
Kelembagaan
lemah
Intervensi Kelompok Kerja
Kakao PISAgro (Nestle Cocoa
Plan)
Program NCP melalui poktan :
Demo Plots
Sekolah Lapang
Supply Chain yang
traceable
Penilaian
Kapasitas Kelembagaan :
Pencapaian tujuan
Fungsi dan peran
Keinovatifan
Keberlanjutan
Penilaian
Partisipasi Kelembagaan :
Intensitas partisipasi
Kualitas partisipasi
Dampak terhadap
penerimaan
Sebelum
Evaluasi dan saran
perbaikan
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional
Sesudah
15
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai analisis tingkat partisipasi dan kapasitas kelembagaan
kelompok tani Program NCP PISAgro dilaksanakan di Kelurahan Kalukku,
Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara
purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa wilayah Kabupaten Mamuju
merupakan salah satu sentra penghasil kakao nasional. Pemilihan kelompok tani
di Kelurahan Kalukku didasarkan pada letak poktan yang dekat dengan sentra
pengumpulan kakao BT Cocoa di Jl. Poros Mamuju-Pasangkayu Tasiu Kelurahan
Kalukku. Selain itu Kelurahan Kalukku merupakan desa dengan jumlah binaan
kelompok tani yang cukup banyak dan merupakan wilayah yang menjadi pelopor
program sekolah lapang NCP. Kegiatan pengumpulan data dilaksanakan mulai
bulan April - Mei 2014.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara, diskusi dan
pengamatan langsung yang berpedoman pada kuesioner yang bertujuan menjawab
permasalahan penelitian. Data sekunder pada penelitian ini diambil berdasarkan
data hasil studi kepustakaan dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian,
artikel, jurnal, internet dan hasil penelitian sebelumnya. Keseluruhan data tersebut
digunakan sebagai data pendukung dan pembanding dalam penelitian.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi di lapangan, melakukan wawancara dengan narasumber (responden)
dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Metode wawancara
dilakukan untuk memperoleh informasi yang kongkrit mengenai permasalahan di
lapangan. Metode observasi digunakan untuk mengamati secara langsung
akt
DAN PENERIMAAN PETANI ANGGOTA POKTAN
PROGRAM NESTLE COCOA PLAN PISAGRO
HADIYANSYAH ANWAR
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kapasitas
Kelembagaan dan Penerimaan Petani Anggota Poktan Program Nestle Cocoa
Plan PISAgro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Hadiyansyah Anwar
H34100060
4
ABSTRAK
HADIYANSYAH ANWAR. Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan
Petani Anggota Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro. Dibimbing oleh
BAYU KRISNAMURTHI.
Tanaman kakao memiliki peranan yang strategis dalam perekonomian
Indonesia, baik itu sebagai sumber devisa dari sektor non migas ataupun sebagai
sumber pendapatan utama bagi petani kakao di sebagian wilayah Indonesia.
Ketika permintaan dunia akan produk olahan kakao semakin meningkat, negaranegara produsen kakao ikut berupaya meningkatkan produk olahan kakao secara
signifikan. Sebagai suatu bentuk kemitraan publik swasta yang bertujuan dalam
mewujudkan ketahanan pangan dengan upaya peningkatan produksi pertanian,
PISAgro, melalui Progam Nestle Cocoa Plan telah telah membina lebih dari 1000
petani kakao di Mamuju. Penelitian ini mencoba menjelaskan bagaimana tingkat
partisipasi dan kapasitas kelembagaan poktan dalam menjalankan programprogram NCP. Lebih jauh penelitian ini mencoba menjelaskan bagaimana
pengaruh program NCP terhadap peningkatan produktivitas dan penerimaan
anggota poktan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat partisipasi dan
kapasitas kelembagaan poktan binaan NCP tergolong pada kategori tinggi,
walaupun didominasi oleh akitivitas-aktivitas sosial dibandingkan aktivitas
ekonomi. Selain itu, program NCP mempunyai peran yang potensial dalam
meningkatkan produksi kakao dan penerimaan petani di Mamuju, Sulawesi Barat.
Kata Kunci : Kapasitas poktan, Nestle Cocoa Plan (NCP), penerimaan,
produktivitas
ABSTRACT
HADIYANSYAH ANWAR. The Capacity and Revenue Analysis of Nestle
Cocoa Plan PISAgro Farmers Group. Supervised by BAYU KRISNAMURTHI.
Cocoa has a strategic role in the Indonesian economy, both as a non-oil
export and as the cocoa farmer source of income in some areas in Indonesia.
While the world demand continues to increase, some countries try to inrease their
production through several program and scheme. As a public private partnership
that aims to help Indonesian goverment to address national food security by
increasing agricultural production, PISAgro, through The Nestle Cocoa Plan
Program, has established 100 field schools that train more than 1000 cocoa
farmers in Mamuju, West Sulawesi. This study attempts to explain the level of
participation and capacity of farmer’s group in implementing the program and
how The NCP Program influence the cocoa production and farmer’s welfare. The
results showed that the capacity degree of farmers group rely on the high level
category. However it is still dominated by social activities than economy
activities. Moreover, The NCP Program has a potential role in increasing the
cocoa production and farmer’s income in Mamuju, West Sulawesi.
Keywords : Capacity of farmer’s group, income , Nestle Cocoa Program (NCP),
productivity
ANALISIS KAPASITAS KELEMBAGAAN
DAN PENERIMAAN PETANI ANGGOTA POKTAN
PROGRAM NESTLE COCOA PLAN PISAGRO
HADIYANSYAH ANWAR
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
6
1
Judul Skripsi : Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan Petani Anggota
Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro
Nama
: Hadiyansyah Anwar
NIM
: H341000060
Disetujui oleh
Dr Ir Bayu Krisnamurthi, MS
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
2
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang
dilaksanakan pada bulan April – Mei 2014 ini mengambil tema kelembagaan
petani dengan judul Analisis Kapasitas Kelembagaan dan Penerimaan Petani
Anggota Poktan Program Nestle Cocoa Plan PISAgro.
Penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak
Dr. Ir. Bayu Krisnamurthi, MS selaku dosen pembimbing, Ibu Dr. Ir. Ratna
Winandi, MS selaku dosen penguji utama, dan Ibu Eva Yolynda, SP. MM selaku
dosen penguji komisi akademik atas segala saran dan kritik untuk perbaikan karya
ilmiah ini. Di samping itu, ucapan terima kasih tak lupa penulis haturkan kepada
pihak-pihak yang terlibat dalam Kelompok Kerja Kakao PISAgro yang telah
banyak memberikan bantuan dan dukungan demi terlaksananya kegiatan
penelitian ini, Bapak Wisman Djaja (Direktur Sustainability PT Nestle Indonesia),
Bapak Sindra Widjaya (Direktur Utama BT Cocoa), Bapak Ong Kang (General
Manager BT Source). Tak lupa ucapan terima kasih kepada Keluarga Besar
Warehouse BT Cocoa cabang Mamuju dan seluruh petani responden di Kelurahan
Kalukku yang menerima peneliti dengan begitu baik.
Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada kedua orang tua,
kakak, kedua adik dan seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungan
yang senantiasa diberikan. Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada
Siti Nurjanah dan Reza Primadita yang telah banyak berdiskusi demi perbaikan
penelitian ini, sahabat-sahabat Agribisnis 47, sahabat-sahabat BEM FEM IPB
Kabinet Prioritas, terima kasih atas semangat, doa, dan dukungan yang diberikan
dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi kehidupan akademik kampus Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Hadiyansyah Anwar
3
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
5
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR LAMPIRAN
6
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Definisi Kelembagaan
5
Kelompok Tani
6
Partisipasi Petani
7
Kapasitas Kelembagaan Petani
7
Program-Program Bantuan Terhadap Kegiatan Usahatani
8
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Kelembagaan Pertanian
9
9
9
Kapasitas Kelembagaan
10
Konsep Partisipasi
11
Produktivitas dan Penerimaan Usahatani
12
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
13
15
Lokasi dan Waktu Penelitian
15
Jenis dan Sumber Data
15
Metode Pengumpulan Data
15
Metode Penentuan Responden
15
Metode Pengolahan dan Analisis Data
16
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
18
Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Kalukku
18
4
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
19
Karakteristik Petani Responden
19
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Gambaran Umum PISAgro
23
Tujuan PISAgro
24
Gambaran Umum Kelompok Kerja Kakao PISAgro
24
Karakteristik Poktan di Kelurahan Kalukku
26
Aspek Kelembagaan Poktan
26
Aspek Ekonomi Poktan
30
Kapasitas Kelembagaan Kelompok Tani
33
Tingkat Partisipasi Petani
33
Kapasitas Kelompok Tani
37
Analisis Produktivitas dan Penerimaan Usahatani
40
Dampak Program NCP terhadap Produktivitas Biji Kakao
40
Dampak Program NCP Terhadap Penerimaan Anggota Poktan
44
Klasifikasi Tingkat Produktivitas Responden
45
SIMPULAN DAN SARAN
47
Simpulan
47
Saran
48
DAFTAR PUSTAKA
49
LAMPIRAN
51
RIWAYAT HIDUP
59
5
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Produksi, produktivitas dan ekspor kakao nasional tahun 20092013
Kriteria penilaian skor kuesioner
Perkembangan jumlah anggota poktan binaan program NCP di
Kelurahan Kalukku
Besaran iuran anggota poktan program NCP di Kelurahan
Kalukku
Biaya tenaga kerja luar keluarga kegiatan usahatani kakao poktan
binaan NCP
Tingkat partisipasi anggota poktan binaan program Nestle Cocoa
Plan di Kelurahan Kalukku
Presentase alasan petani NCP bergabung dalam kelompok tani di
Kelurahan Kalukku
Nilai parameter intensitas partisipasi poktan binaan NCP
Nilai parameter kualitas partisipasi poktan binaan NCP
Kapasitas poktan binaan program Nestle Cocoa Plan di Kelurahan
Kalukku
Nilai parameter pencapaian tujuan poktan binaan NCP
Nilai parameter fungsi dan peran poktan binaan NCP
Nilai parameter keinovatifan poktan binaan NCP
Nilai parameter keberlanjutan poktan binaan NCP
Tabel produksi dan produktivitas tanaman kakao berdasarkan
umur tanaman
Klasifikasi responden berdasarkan umur tanaman dan
produktivitas setelah adanya Program NCP
Hasil pengujian statistik t-hitung terhadap produktivitas
berdasarkan luas lahan
Penerimaan anggota poktan program NCP di Kelurahan Kalukku
Klasifikasi responden berdasarkan umur tanaman, kegiatan
rehabilitasi dan produktivitas
1
17
28
29
32
33
34
35
36
37
38
38
39
40
41
42
43
45
46
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
Kerangka pemikiran operasional
Sebaran Responden berdasarkan jenis kelamin
Sebaran responden berdasarkan usia
Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan
Sebaran responden berdasarkan pekerjaan
Sebaran responden berdasarkan luas lahan
Kegiatan sambung samping
14
20
20
21
22
22
46
6
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Profil Kelompok Tani Tunas Harapan I
Profil Kelompok Tani Pammase
Profil Kelompok Tani Ingin Maju
Skor penilaian kapasitas kelembagaan poktan binaan NCP
Hasil uji t-hitung perbedaaan produktivitas sebelum dan sesudah
program NCP
6 Data produksi kakao anggota poktan binaan NCP
7 Data luas lahan dan usia tanaman responden anggota poktan binaan
NCP
8 Klasifikasi responden berdasarkan produktivitas dan kegiatan
rehabilitasi tanaman
51
51
51
53
54
56
57
58
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang penting
bagi perekonomian Indonesia. Menurut Wahyudi et al (2009), umumnya
komoditas perkebunan memiliki empat peranan strategis dalam perekonomian
nasional, yaitu sebagai sumber pendapatan petani pekebun rumah tangga, sebagai
bahan baku agroindustri, sebagai sumber devisa non migas, dan merupakan pasar
bagi kebutuhan input produk-produk non pertanian berupa sarana produksi dan
alsintan Salah satu tanaman perkebunan yang memiliki potensi pengembangan
yang besar yaitu tanaman kakao. Pada tahun 2005, luas areal kebun kakao di
Indonesia masih di bawah satu juta hektar, yaitu berkisar 992 000 ha dengan
produksi sebesar 652 300 ton (Kementan 2013).
Setelah tahun 2005, terjadi peningkatan produksi tanaman kakao dengan
cukup pesat. Tabel 1 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 produksi tanaman
kakao di Indonesia mampu mencapai 712 231 ton dengan produktivitas sebesar
0.821 ton per hektar per tahun. Produksi kakao di Indonesia selama tiga tahun
terakhir terus mengalami peningkatan. Selama periode tahun 2011-2012, tanaman
kakao mengalami pertumbuhan senilai 3.97 persen dan pada periode berikutnya
nilai produksi tanaman kakao mampu tumbuh senilai 5 persen. Besarnya produksi
kakao yang dihasilkan, menjadikan negara Indonesia sebagai produsen kakao
terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana (ICCO 2014). Akan
tetapi, pada sisi perdagangan volume ekspor biji kakao cenderung mengalami
penurunan. Nilai ekspor biji kakao Indonesia sejak tahun 2010 mengalami
penurunan. Salah satu penyebab penurunan nilai ekspor biji kakao yaitu
diberlakukannya peraturan bea keluar terhadap eskpor biji kakao.
Tabel 1 Produksi, produktivitas dan ekspor kakao nasional tahun 2009-2013a
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013b
Produksi
(Ton)
820 496
837 918
712 231
740 513
777 539
Ekspor
(Ton)
535 200
552 900
410 200
360 453
190 000c
Nilai Ekspor
(Juta US$)
1 413.5
1 643.7
1 172
1 054
-
a
Sumber : Ditjenbun Kementan dan BPS, 2013 (Diolah)
Angka Sementara
c
Sampai dengan Triwulan II
b
Sejak tahun 2010, pemerintah melalui PMK No.67/PMK.011/2010
menetapkan kebijakan pengenaan bea keluar terhadap ekspor biji kakao. Tujuan
dari penerapan bea keluar bagi ekspor biji kakao yaitu untuk menjamin pasokan
bahan baku biji kakao bagi industri pengolahan kakao di dalam negeri dan
mendorong berkembangnya industri pengolahan kakao di Indonesia. Selama ini
industri pengolahan kakao dan industri cokelat sebagian besar berada di negara-
2
negara Eropa (Belgia, Inggris, dan Swiss), Amerika Serikat, serta Singapura dan
Malaysia, sehingga seringkali nilai tambah tidak dinikmati Indonesia sebagai
penghasil biji kakao. Oleh karena itu pengenaan bea keluar atas biji kakao
dimaksudkan untuk merangsang tumbuhnya industri pengolahan kakao domestik
yang akan memberikan nilai tambah dalam kegiatan ekspor (Kemenkeu 2012).
Penerapan peraturan bea keluar sebesar 5-15% bagi kegiatan ekspor biji
kakao menyebabkan kebutuhan pasokan biji kakao dalam negeri meningkat. Hal
ini disebabkan adanya perkembangan positif bagi sektor industri pengolahan
kakao domestik. Namun di sisi lain produksi kakao nasional sejak tahun 2010
terus mengalami penurunan. Tingkat produktivitas tanaman kakao di Indonesia
pun relatif masih rendah. Saat ini tingkat produktivitas kakao Indonesia mencapai
0.5-0.6 ton/ha/tahun. Jika dibandingkan dengan negara-negara penghasil biji
kakao terbesar di Pantai Gading dan Ghana, tingkat produktivitas Indonesia
cenderung lebih besar. Tingkat produktivitas kakao, baik di Pantai Gading atau
pun Ghana senilai 0.4-0.5 ton/ha/tahun. Akan tetapi, luasan lahan yang digarap
oleh petani relatif lebih besar dibandingkan dengan petani di Indonesia.
Kepemilikan lahan kakao petani rata-rata mencapai 2.5 hektar (ICCO 2012).
Tingkat produktivitas kakao Indonesia saat ini telah setara dengan produktivitas
kakao di Brazil. Namun tingkat produktivitas ini masih dibawah negara Malaysia.
Tingkat produktivitas kakao Malaysia mampu mencapai 0.8-1 ton/ha/tahun.
Upaya peningkatan produktivitas kakao, dalam rangka meningkatkan
produksi kakao nasional merupakan upaya penting yang harus dilakukan dalam
mendukung dan memenuhi kapasitas industri pengolahan kakao domestik. Salah
satu kelembagaan yang mempunyai tujuan dalam upaya meningkatkan produksi
kakao nasional adalah PISAgro. Program Partnership for Indonesia’s
Suistainable Agriculture (PISAgro) merupakan bentuk kemitraan publik swasta
yang memiliki tujuan dalam meningkatkan produksi bahan pangan secara
berkelanjutan. Fokus kerja PISAgro yaitu terhadap komoditi utama pertanian,
antara lain jagung, kakao, padi, kedelai, kelapa sawit, kopi, hortikultura, kentang,
dan susu. Pelaksanaan program ini dilakukan dengan membentuk kelompok kerja
pada masing-masing komoditi pertanian
Kelompok kerja kakao PISAgro telah memulai aktivitas kegiatan sejak
tahun 2012 dengan mengusung Program Nestle Cocoa Plan (NCP). PT Nestle
berperan
dalam
mengoordinir
pihak-pihak
yang
terlibat
untuk
mengimplementasikan pola pertanian kakao secara holistik mulai dari hulu hingga
ke hilir. Secara umum, tujuan dari kelompok kerja ini adalah meningkatkan
produktivitas dan kualitas kakao yang dihasilkan melalui pendampingan usaha.
Pendampingan yang diberikan meliputi pembibitan benih kakao yang berkualitas,
pelatihan teknik pemanfaatan pupuk dan pestisida, teknik pasca panen,
pengenalan teknik fermentasi kakao, hingga membentuk supply chain biji kakao
yang traceable. Pelaksanaan program NCP dilaksanakan di wilayah Mamuju,
Sulawesi Barat.
Sejak tahun 2012 Program NCP telah berhasil membina 100 kelompok
tani yang berada di Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Jumlah petani yang telah
mendapatkan pelatihan pada tahun 2012 yaitu 1.085 petani. Tanaman kakao
memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) dan sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi sebagian besar
penduduk di Provinsi Sulawesi Barat. Luas area tanaman kakao di Sulawesi Barat
3
mencapai 181 156 ha dengan total produksi sebesar 101 011 ton pada tahun 2010
(Disbunhut Sulbar 2012).
Keberlanjutan usahatani kakao yang menguntungkan sangat ditentukan
oleh pelaku utama usaha itu sendiri dengan memanfaatkan peran kelompok.
Karakteristik usaha perkebunan kakao di Indonesia yang masih didominasi oleh
perkebunan rakyat dengan luas kebun rata-rata di bawah 1 ha, menyebabkan
kebutuhan akan penguatan kelompok. Apabila tidak dikelola secara berkelompok
maka usaha yang dijalankan tidak akan mencapai skala ekonomi dan usaha yang
tangguh. Oleh karena itu kelompok-kelompok tani harus dibentuk, sementara
yang sudah ada harus dibina dan dikuatkan (Wahyudi et al 2009).
Menurut Anantanyu (2011), upaya untuk meningkatkan produktivitas,
efisiensi usahatani, dan daya saing petani dilakukan melalui penguatan kapasitas
kelembagaan petani. Bentuk-bentuk partisipasi anggota terhadap kelompoknya
akan mampu menciptakan efektivitas, efisiensi, kemandirian dan keberlanjutan
kelompok. Keberadaan kelompok tani yang kuat, menjadi tolak ukur dalam
meningkatkan kapasitas petani secara individual. Keberadaan kelembagaan petani
juga turut serta dalam memudahkan petani untuk menjangkau program-progam
pembangunan pertanian, sebab program-program yang ada tidak mungkin
menjangkau petani kecil secara individu yang jumlahnya sangat banyak.
Keberadaan program NCP di wilayah Mamuju dalam upaya penguatan
kelembagaan poktan dilaksanakan melalui program-program pelatihan dan
pembinaan. Mengetahui karakteristik dan kapasitas kelembagaan poktan yang
ada, membantu memberikan penilaian terhadap kemampuan poktan dalam
mencapai tujuannya dan dalam mengimplementasi jalannya program-program
NCP. Kehadiran program NCP juga berperan penting dalam upaya peningkatan
produktivitas kakao dan penerimaan anggota kelompok tani yang berada di
wilayah Sulawesi Barat.
Perumusan Masalah
Upaya peningkatan produksi kakao di Kabupaten Mamuju masih
mengalami beberapa permasalahan. Sampai saat ini, rendahnya produktivitas
kakao yang dihasilkan oleh petani diakibatkan oleh umur tanaman yang umumnya
sudah tua. Masalah lainnya yaitu kualitas mutu kakao yang rendah dan rantai
pemasaran kakao masih didominasi oleh pedagang pengepul yang lebih menonjol
daripada petani. Kelembagaan petani yang ada pun belum bekerja dengan baik.
Keberadaan kelompok tani yang merupakan wadah para petani dalam
meningkatkan usahanya lebih bersifat temporer. Akibatnya, petani tidak memiliki
kekuatan tawar yang kuat dalam mengakses pasar (Rheza dan Karlinda 2013).
Menurut Bunch (2001), pembentukan kelembagaan petani merupakan
upaya untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi dan dirasakan bersama.
Atas dasar kepentingan yang sama, lembaga tersebut dengan sendirinya akan
mampu menjalankan fungsi organisasinya dengan baik. Pembentukan kelompok
tani di wilayah Kabupaten Mamuju masih banyak dilatarbelakangi oleh adanya
bantuan dari program-program yang digagas oleh pemerintah ataupun swasta.
Dampaknya yaitu kelembagaan kelompok tani yang telah dibentuk belum mampu
memberikan manfaat yang besar bagi para petani. Seringkali setelah programprogram tersebut selesai, para petani lupa dan meninggalkan kelompok tani.
4
Salah satu wilayah yang menjadi binaan Program NCP yaitu Kelurahan
Kalukku Kecamatan Kalukku Kabupaten Mamuju. Terdapat tiga poktan di
Kelurahan Kalukku yang telah mengikuti Program Nestle Cocoa Plan, yaitu
Poktan Tunas Harapan I, Poktan Pammase dan Poktan Ingin Maju. Wilayah ini
juga merupakan tempat yang menjadi pelopor dalam program pembinaan poktan.
Beberapa permasalahan yang dialami oleh petani kakao di wilayah ini diantaranya
berkaitan dengan produktivitas kakao yang dihasilkan. Setiap musim panen tiba,
produktivitas kakao belum mencapai angka yang maksimal. Rata-rata
produktivitas kakao yaitu sebesar 500kg/ha.
Upaya peningkatan produktivitas kakao di wilayah Sulawesi barat telah
dilakukan melalui beberapa kegiatan, di antaranya yaitu membangun kebun
percontohan (demo plot) yang berada di Desa Tadui Kecamatan Kalukku,
membentuk sekolah lapang bagi para petani melalui kelembagaan poktan di
masing-masing wilayah dan membentuk rantai pasok yang efisien dengan
melibatkan BT Cocoa, Swiss Contact dan PT Nestle. Selain itu, Program NCP
berupaya melakukan keningkatan kapasitas kelembagaan petani yang tercermin
dari tingkat partisipasi petani terhadap kedudukannya sebagai anggota
kelembagaan. Peningkatan kapasitas kelembagaan akan mampu meningkatkan
efisiensi usaha, sehingga keragaan agribisnis kakao di wilayah tersebut dapat
dimiliki sepenuhnya oleh petani melalui kelembagaan, baik itu dalam
kelembagaan poktan, gapoktan ataupun koperasi.
Berdasarkan penjelasan di atas, menarik untuk diteliti sejauhmana dampak
program kelompok kerja kakao PISAgro di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat
terhadap upaya penguatan terhadap poktan yang ada dan berkontribusi dalam
upaya peningkatan produktivitas dan penerimaan petani. Rumusan masalah yang
akan dikaji dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana karakteristik poktan di Kelurahan Kalukku Kecamatan
Kalukku?
2. Bagaimana tingkat partisipasi dan kapasitas kelembagaan poktan binaan
program NCP di Kelurahan Kalukku?
3. Bagaimana pengaruh program NCP terhadap upaya peningkatan
produktivitas kakao dan penerimaan anggota poktan binaan program
NCP?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dapat dikaji yaitu :
1. Mengidentifikasi karakteristik usaha poktan di Kelurahan Kalukku
Kecamatan Kalukku.
2. Menganalisis tingkat partisipasi dan kapasitas kelembagaan poktan binaan
program NCP di Kelurahan Kalukku.
3. Menganalisis pengaruh progam NCP terhadap upaya peningkatan
produktivitas kakao dan penerimaan anggota poktan binaan NCP.
5
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian bagi kelompok tani yaitu mengetahui tingkat partisipasi
petani dan kapasitas kelembagaan poktan setelah adanya Program NCP PISAgro.
Diharapkan poktan mampu meningkatkan partisipasi anggota dan kapasitas
poktannya dengan mempertimbangkan program-program yang selama ini telah
berjalan dalam kurun waktu dua tahun. Bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
Kelompok Kerja Kakao PISAgro, penelitian ini dapat menjadi acuan dalam
mengevaluasi dan merencanakan program-program yang baru. Bagi perguruan
tinggi penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya. Bagi penulis, penelitian ini merupakan tambahan pengetahuan,
pengalaman, wawasan, dan sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang
diterima selama perkuliahan.
Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menganalisis tingkat partisipasi
petani dan peningkatan kapasitas kelembagaan poktan binaan NCP di Kelurahan
Kalukku, dimana yang menjadi respondennya adalah para petani anggota Poktan
Tunas Harapan I, Poktan Pammase dan Poktan Ingin Maju. Selain itu penelitian
ini berupaya menjelaskan bagaimana peningkatan produksi dan penerimaan
anggota poktan setelah adanya program NCP. Batasan penelitian ini yaitu terletak
pada waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan pada satu titik waktu (on the spot),
yaitu ketika kegiatan musim panen raya tanaman kakao bulan Juni 2014.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Kelembagaan
Kelembagaan adalah organisasi atau kaedah-kaedah baik formal maupun
informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu
(Mubyarto 1989). Pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu
kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi
personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki.
Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik
formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan
manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak
serta tanggung jawabnya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada
lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, bank
dan sebagainya.
Menurut Rubiyanto (2011), Kelembagaan merupakan suatu sistem yang
sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses dan peran masingmasing komponen dalam mencapai suatu tujuan. Latar belakang pendirian suatu
kelembagaan, menjadi penentu dalam keberlangsungan dan perkembangan
kelembagaan tersebut. Kebutuhan akan adanya kelembagaan seharusnya tidak
6
berasal dari inisiatif lembaga penyelenggara suatu program, melainkan
berdasarkan kebutuhan masyarakat atau sekelompok orang tertentu. Programprogram yang diberikan pada kelembagaan sebaiknya mengikuti tahapan
perkembangan kelembagaan tersebut. Pengenalan program terhadap lembaga
yang sederhana akan lebih mudah diterima. Barulah secara bertahap anggota akan
mengembangkan lembaga yang lebih rumit. Dengan sendirinya mereka akan
mempelajari keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan untuk mengorganisasi
dan mengelola lembaga-lembaga yang rumit itu (Bunch 2001).
Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumberdaya dan
distribusi manfaat, untuk itu unsur kelembagaan perlu diperhatikan dalam upaya
peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Adanya
kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat membantu mengatur silang
hubungan antar pemilik input dalam menghasilkan output ekonomi desa dan
dalam mengatur distribusi dari output tersebut (Prihartono 2009).
Kelembagaan pertanian, yang di dalamnya mencakup kelembagaan petani
seperti kelompok tani (poktan) berperan penting dalam akselerasi pengembangan
sosial ekonomi petani. Subsistem kelembagaan petani dalam sistem agribisnis
berperan dalam meningkatkan aksesibilitas pada informasi pertanian, aksesibilitas
pada modal, infrastruktur, pasar, serta adopsi inovasi-inovasi pertanian. Di
samping itu, keberadaan kelembagaan petani akan memudahkan pemerintah dan
pemangku kepentingan yang lain dalam memfasilitasi dan memberikan penguatan
pada petani (Anantanyu 2011).
Kelompok Tani
Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 93/Kpts/OT.210/3/97 tanggal 18
Maret 1997 kelompok tani adalah kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan
keakraban dan keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan
sumber daya pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas usaha tani
dan kesejahteraan anggotanya.
Peraturan Menteri Pertanian No. 82/Permentan/OT.140/8/2013 dibuat
dalam rangka menyempurnakan Peraturan Menteri Pertanian No.
273/Kpts/OT.160/4/2007 13 April 2007 tentang pedoman penumbuhan dan
pengembangan kelompok tani dan gabungan kelompok tani. Dalam peraturan
tersebut
dijabarkan
bahwa
kelompok
tani
adalah
kumpulan
petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan,
kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban
untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Adapun ciri-ciri dari
kelompok tani yang dijabarkan yaitu:
1. Saling mengenal, akrab dan saling percaya di antara sesama anggota.
2. Mempunyai pandangan dan kepentingan serta tujuan yang sama dalam
berusaha tani.
3. Memiliki kesamaan dalam tradisi dan/atau pemukiman, hamparan usaha,
jenis usaha, status ekonomi dan sosial, budaya/kultur, adat istiadat, bahasa
serta ekologi.
7
Partisipasi Petani
Penelitian tentang tingkat partisipasi petani terhadap suatu bentuk
kelembagaan diantaranya yaitu tingkat partisipasi anggota koperasi pertanian atau
KUD. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2011) mengukur partisipasi
anggota Koperasi Kelompok Tani Lisung Kiwari di Cigombong, Kabupaten
Bogor. Hasil analisis partisipasi anggota diketahui bahwa partisipasi anggota pada
bidang organisasi yaitu kehadiran dalam RAT termasuk kedalam kategori tinggi,
namun keaktifan anggota dalam mengajukan suara termasuk kedalam kategori
rendah. Partisipasi anggota dalam hal permodalan koperasi yang meliputi
simpanan wajib dan simpanan manasuka termasuk kedalam kategori sedang.
Sedangkan partisipasi anggota dalam unit usaha koperasi termasuk kedalam
kategori tinggi yang dilihat berdasarkan penjualan gabah dan pembelian saprodi
melalui koperasi.
Terdapat hubungan yang searah antara manfaat ekonomi dengan
partisipasi anggota pada bidang organisasi, permodalan, dan unit usaha. Hal
tersebut menunjukkan bahwa partisipasi anggota dapat terbentuk jika terdapat
manfaat ekonomi yang dirasakan oleh anggota. Semakin tinggi manfaat ekonomi
yang diterima oleh anggota maka partisipasi anggota akan semakin tinggi, begitu
juga sebaliknya. Penelitian lain yang menunjukkan hasil yang serupa yaitu
penelitian Jakiyah (2011) yang menyebutkan bahwa partisipasi anggota KUD
Sumber Alam di Dramaga, Bogor sangat dipengaruhi oleh manfaat ekonomi dan
manfaat sosial yang diperoleh.
Kapasitas Kelembagaan Petani
Upaya pengembangan masyarakat memerlukan penguatan kapasitas
kelembagaan, karena pada dasarnya di masyarakat itu sendiri sudah ada
kelembagaan-kelembagaan yang terpelihara dalam mendukung pemenuhan
kebutuhan masyarakat. Akan tetapi, seringkali kelembagaan yang ada belum
terorganisasi dengan baik (Irianti 2004). Salah satu kelembagaan yang berperan
penting dalam masyarakat desa, khususnya masyarakat petani adalah
kelembagaan petani baik itu kelompok tani, gabungan kelompok tani (gapoktan),
atau pun koperasi.
Hasil penelitian Ayu (2011) mengukur kapasitas kelembagaan Gapoktan
Rukun Tani di Ciawi, Kabupaten Bogor. Parameter yang digunakan dalam
mengukur kapasitas gapoktan yaitu unit produksi, kerjasama kelompok, wahana
belajar dan jaringan kerjasama. Tanggapan responden terhadap empat parameter
yang digunakan tergolong dalam kategori sedang. Variabel unit produksi
tergolong dalam kategori sedang disebabkan sebagian besar anggota di Kelompok
Pondok Menteng tidak mengelola usaha bersama kelompok. Variabel kerjasama
kelompok tergolong dalam kategori sedang karena tidak semua
responden/anggota kelompok yang namanya tercantum dalam kelompok sering
berinteraksi dengan kelompok untuk melakukan kerjasama di dalam kelompok.
Variabel wahana belajar bernilai sedang disebabkan tidak semua kelompok
melaksanakan aktivitas pertemuan rutin, rapat dan pelatihan. Variabel jaringan
kerjasama bernilai sedang karena tidak semua kelompok melakukan kerjasama
8
baik dengan lembaga penyedia saprodi, lembaga penyedia modal, lembaga
pengolahan hasil, lembaga pemasaran ataupun lembaga penyuluhan
Penelitian Anantanyu (2011), mengukur kapasitas kelembagaan kelompok
tani di Jawa Tengah melalui parameter pencapaian tujuan, fungsi dan peran,
keinovatifan dan keberlanjutan kelompok tani. Selain itu dilakukan analisis
hubungan antar masing-masing parameter. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai
koefisien korelasi tiap parameter masih cenderung rendah. Nilai koefisien korelasi
yang rendah antara parameter keinovatifan kelembagaan dengan parameter
pencapaian tujuan menunjukkan bahwa ketersediaan teknologi, sumberdaya,
kepemimpinan, nilai-nilai yang mendasari kerjasama belum mengarah pada
pencapaian tujuan kelembagaan, yaitu memenuhi kebutuhan anggota. Nilai
koefisien korelasi yang rendah antara parameter keberlanjutan kelembagaan
dengan parameter pencapaian tujuan menunjukkan bahwa belum adanya
kerjasama, pola komunikasi, perasaan-perasaan antar anggota belum mengarah
pada pencapaian tujuan kelembagaan.
Suhada (2012), mengukur kapasitas kelembagaan dari lima aspek, yaitu
strategi kepemimpinan yang dipakai (strategic leadership), perencanaan program
(program planning), manajemen dan pelaksanaannya (management and
execution), alokasi sumberdaya yang dimiliki (resources allocation) dan
hubungan dengan pihak luar, yaitu clients, partners, goverment policymakers, dan
external doctors.
Program-Program Bantuan Terhadap Kegiatan Usahatani
Prihartono (2009) melakukan penelitian tentang dampak Program PUAP
terhadap kinerja dan pendapatan anggota gapoktan. Program PUAP di Jambi
khususnya di Kabupaten Tanjung Jabung Barat telah dilaksanakan dengan jumlah
dana yang diterima sebesar Rp 100 juta untuk setiap desa miskin atau Gapoktan.
Salah satu kecamatan yang telah menerima bantuan dana PUAP adalah
Kecamatan Bram Itam dan Seberang Kota yang terdiri dari Desa Pembengis, Desa
Tanjung Sinjulang, Desa Betara Kiri dan Desa Betara Kanan1. Dari keempat desa
tersebut penyaluran dana PUAP dilakukan melalui Gapoktan yang terdapat
disana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah adanya program PUAP
sebagian besar responden menyatakan ingin melakukan peminjaman kembali
karena mereka merasakan merasakan manfaat dari pinjaman tersebut. Rata-rata
pendapatan anggota Gapoktan sebelum dan sesudah menerima BLM-PUAP
mengalami peningkatan.
Penelitian lainnya yaitu dilakukan oleh Lubis (2005), yang meneliti
tentang Efektivitas Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Analisis Pendapatan
Petani Pengguna Kredit (Studi Kasus Pada Petani Tebu Anggota Koperasi
Madusari, Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar, Solo). Analisis ini dilakukan
dengan menggunakan metode analisis efektivitas penyaluran KKP dan metode
pendapatan usahatani. Hasil analisis menunjukkan bahwa efektivitas dari sisi bank
telah menunjukkan hasil yang positif dan dari sisi nasabah menunjukkan hasil
yang cukup efektif. Sementara itu, hasil pendapatan menunjukkan bahwa
usahatani tebu pada Tahun 2004 menunjukkan hasil yang positif, karena
penerimaan yang diperoleh tiap satuan lebih besar daripada biaya yang
9
dikeluarkan. Jadi adanya program KKP membuat petani tebu mengalami
peningkatan kualitas dan peningkatan produksi tebu.
Salah satu program pemerintah yang berupaya meningkatkan produksi
kakao nasioanl yaitu Gernas Kakao. Berdasarkan Laporan Evaluasi Pelaksanaan
Gernas Kakao (2011), telah terjadi peningkatan produksi kakao yang cukup
signifikan selama kegiatan Gernas Kako berlangsung. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa untuk kegiatan intensifikasi, produktivitas tanaman kakao
diperkirakan meningkat rata-rata dari 550 kg/ha/thn menjadi 1 103 kg/ha/thn atau
meningkat 100.8%. Gernas juga berpotensi meningkatkan pendapatan petani
secara signifikan. Untuk kegiatan intensifikasi, keuntungan usahatani meningkat
dari Rp 4 910 000.00 menjadi Rp 10 540 000.00/ha/thn atau meningkat sebesar
114.7%. Program Gernas Kakao telah memberikan dampak yang cukup besar bagi
kesejahteraan petani kakao di seluruh Indonesia, seperti di Sulawesi, Bali,
Maluku, NTT, Papua dan Papua Barat. Akan tetapi sejak tahun 2011 program
Gernas Kakao tidak dilanjutkan kembali. Hanya beberapa daerah saja yang tetap
dilaksanakan Gernas Kakao sampai tahun 2013, contohnya di Sumatera Barat.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Kelembagaan Pertanian
Konsep kelembagaan mencakup dua demarkasi penting, yaitu (1) norma
dan konvensi (norms and conventions), serta (2) aturan main (rules of the game).
Kelembagaan dapat tertulis secara formal melalui peran aparat pemerintah, tetapi
kelembagaan dapat juga tidak tertulis secara formal seperti pada aturan adat dan
norma yang dianut masyarakat. Definisi kelembagaan adalah kegiatan kolektif
dalam suatu kontrol atau jurisdiksi, pembebasan atau liberasi dan perluasan atau
ekspansi kegiatan individu. Adanya kelembagaan sangat menentukan bagaimana
sesorang atau sekelompok orang harus dan tidak harus mengerjakan sesuatu
(kewajiban atau tugas), bagaimana seseorang boleh melakukan sesuatu tanpa
intervensi dari pihak siapapun dan bagaimana mereka tidak dapat memperoleh
kekuatan kolektif untuk mengejakan sesuatu atas namanya (Arifin 2005).
Menurut Arifin (2005), ruang lingkup kelembagaan dapat dibatasi pada
hal-hal berikut :
1. Kelembagaan adalah kreasi manusia (human creations)
2. Kumpulan individu (group of individuals)
3. Dimensi waktu (time dimension)
4. Dimensi tempat (place dimension)
5. Aturan main dan norma (rules and norms)
6. Pemantauan dan penegakkan aturan (monitoring and enforcement)
7. Hierarki dan jaringan (nested levels and institutions)
8. Konsekuensi kelembagaan (consequences of institutions)
10
Kelembagaan menjadi salah satu kunci penting dalam menelusuri aktivitas
ekonomi yang dilakukan masyarakat, mulai dari kelas organisasi kecil atau
kelompok masyarakat di pedesaan sampai pada organisasi besar suatu negara
yang berdaulat. Ekonomi kelembagaan berkembang sebagai cabang ilmu ekonomi
yang menaruh perhatian pada bagaimana suatu sistem ekonomi disusun,
dijalankan dan digerakkan, serta bagaimana struktur dalam ekonomi berubah
karena adanya respons terhadap kegiatan kolektif.
Aspek kelembagaan sangat penting bukan saja dilihat dari segi ekonomi
secara keseluruhan, tetapi juga dari segi ekonomi pedesaan. Mosher (1974) dalam
Soekartawi (2002) menyebutkan bahwa kelembagaan merupakan syarat pokok
yang menentukan maju atau tidaknya pembangunan suatu desa. Tiga syarat pokok
kelembagaan di antaranya yaitu :
1. Adanya pasar. Kelembagaan pasar ini berperan penting bagi petani.
Keberadaan pasar memungkinkan petani untuk membeli kebutuhan faktor
produksi, seperti pupuk, bibit, dan obat-obatan. Pasar juga berfungsi
sebagai tempat petani dalam menjual hasil pertaniannya.
2. Adanya pelayanan penyuluhan. Kelembagaan ini memungkinkan petani
untuk mengadopsi teknologi baru dan inovasi-inovasi yang ingin dicoba
oleh petani.
3. Adanya lembaga perkreditan. Lembaga ini dituntut memberikan
kemudahan petani dalam mengakses pinjaman kredit dalam waktu dan
harga yang murah. Kredit diperlukan untuk membeli faktor produksi guna
menerapkan teknologi yang baru.
Pengelolaan sumberdaya usahatani oleh petani menyangkut pengaturan
masukan, proses produksi, serta keluaran sehingga mencapai produktivitas yang
tinggi. Kegiatan usaha pertanian akan berhasil jika petani mempunyai kapasitas
yang memadai. Untuk dapat mencapai produktivitas dan efisiensi yang optimal
petani harus menjalankan usaha bersama secara kolektif. Untuk keperluan ini
diperlukan pemahaman mengenai suatu kelembagaan di tingkat petani.
Kapasitas Kelembagaan
Pengembangan kelembagaan merupakan suatu proses perubahan sosial
berencana yang dimaksudkan sebagai sarana pendorong proses perubahan dan
inovasi. Upaya pengembangan kapasitas kelembagaan harus memperhatikan dua
hal yang terkait dengan pemberdayaan, yaitu: (1) komponen yang berkaitan
dengan organisasi sosial yang menyediakan seperangkat konsep yang membantu
menjelaskan tindakan sosial, hubungan antar individu dan masyarakat; (2)
berkaitan dengan teknik sosialisasi, misalnya program sosialisaasi yang mampu
mencapai tujuan masyarakat sasaran yang beragam dari tingkat pendidikan,
budaya, dan usaha yang dilakukan. Dua hal tersebut mengimplikasikan bahwa
pengembangan kapasitas kelembagaan sangat penting dalam memberdayakan
masyarakat (Dahuri 2002).
Proses transformasi kelembagaan pada petani melalui pembanguan atau
pengembangan kelembagaan seyogyanya dapat menjadikan kelembagaan menjadi
bagian penting dalam ke-hidupan petani untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
usahataninya. Pengembangan kapasitas kelembagaan kelompok petani merupakan
suatu perspektif tentang perubahan sosial yang direncanakan, yang menyangkut
11
inovasi-inovasi yang menyiratkan perubahan-perubahan kualitatif dalam normanorma, dalam pola-pola kelakuan, dalam hubungan-hubungan kelompok, dalam
persepsi-persepsi baru mengenai tujuan-tujuan maupun cara-cara. Menurut Esman
(1986) dalam Anantanyu (2011), Pembangunan lembaga dapat dirumuskan
sebagai perencanaan, penataan, dan bimbingan dari organisasi-organisasi baru
atau yang disusun kembali yang (a) mewujudkan perubahan-perubahan dalam
nilai-nilai, fungsi-fungsi, teknologi-teknologi fisik, dan/atau sosial, (b)
menetapkan, mengembangkan, dan melindungi hubunganhubungan normatif dan
pola-pola tindakan yang baru, dan (c) memperoleh dukungan dan kelengkapan
dalam lingkungan lembaga.
Pengembangan kelembagaan bagi masyarakat petani dianggap penting
karena beberapa alasan. Pertama, banyak masalah pertanian yang hanya dapat
dipecahkan oleh suatu lembaga petani. Kedua, organisasi masyarakat memberikan
kelanggengan atau kontinuitas pada usaha-usaha untuk menyebarkan dan
mengembangkan teknologi, atau pengetahuan teknis kepada masyarakat. Ketiga,
untuk menyiapkan masyarakat agar mampu bersaing dalam struktur ekonomi
yang terbuka (Bunch, 2001). Kerjasama petani dapat mendorong penggunaan
sumberdaya lebih efisien, sarana difusi inovasi dan pengetahuan.
Konsep Partisipasi
Partisipasi dimaknai sebagai keikutsertaan anggota dalam kegiatankegiatan tertentu, baik dalam kondisi yang menyenangkan ataupun tidak
menyenangkan (Hendar 2010). Kementerian Koperasi dan UKM (2010)
mengartikan partisipasi anggota sebagai keterlibatan mental dan emosional
terhadap koperasi, memiliki motivasi berkontribusi kepada koperasi dan berbagai
tanggung jawab atas pencapaian organisasi. Definisi ini tentu berlaku terhadap
kelembagaan petani lainnya seperti kelompok tani. Partisipasi petani dalam
kedudukannya sebagai anggota, memegang peranan penting dalam menentukan
perkembangan poktan.
Hendar (2010), membagi dimensi partisipasi dari beberapa sudut pandang,
antara lain :
1. Dipandang dari sudut tekanan terhadap partisipasi
Dimensi partisipasi terdiri dari partisipasi paksaan (forced participation)
dan partisipasi sukarela (voluntary participation). Partisipasi paksaan muncul
karena adanya undang-undang atau aturan yang mengharuskan seseorang
berpartisipasi, seperti halnya di negara-negara yang berideologi sosialis
komunis. Partisipasi sukarela terjadi apabila manajemen memulai gagasan
tertentu dan para bawahan menyetujui untuk berpartisipasi. Ada dua aspek
yang menyebabkan anggota berpartisipasi secara sukarela, yaitu aspek
subjektif dan aspek objektif.
2. Dipandang dari sudut keabsahannya
Dimensi partisipasi terdiri dari partisipasi formal dan partisipasi informal.
Partisipasi formal terjadi apabila ada ketentuan-ketentuan yang diformalkan
dan wajib dilakukan oleh anggota. Partisipasi informal biasanya melekat pada
suatu mekanisme formal dalam pengambilan keputusan dan akan terdapat
persetujuan lisan antara supervisor dan bawahan.
3. Dipandang dari sudut pelaksanaannya
12
Dimensi partisipasi terdiri dari partisipasi langsung (direct participation)
dan partisipasi tidak langsung (indirect participation). Partisipasi langsung
terjadi apabila anggota dapat mengajukan pandangan, membahas pokok
persoalan atau mengajukan keberatan atas keinginan orang lain. Pada
partisipasi tidak langsung, akan ada wakil yang membawa aspirasi orang lain.
Penyebabnya adalah ukuran kelembagaan yang besar dan tersebar di daerahdaerah yang cukup luas.
Produktivitas dan Penerimaan Usahatani
Menurut Soekartawi (1986) menyatakan bahwa ilmu usahatani pada
dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dana memadukan sumber
daya yang ada seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan
(manajemen) yang terbatas ketersediaanya untuk mencapai tujuannya. Kegiatan
usahatani dapat berjalan jika didalamnya terdapat manajemen yang baik dari
adanya peran petani sehingga petani dapat dikatakan sebagai manajer. Petani
dengan kreatifitas yang tinggi akan lebih mampu mengelola usahataninya dengan
lebih baik. Hasil akhir yang dicapai dari adanya pengelolaan yang baik ini adalah
jumlah produksi yang meningkat dan keberhasilan usahatani. Sebagai manajer
untuk usahataninya sendiri, petani harus mampu mengatasi permasalahan dan
mengambil keputusan dalam mengatasi permasalahan tersebut.
Produksi dalam kegiatan usahatani merupakan kegiatan untuk
menghasilkan produk-produk pertanian. Teori produksi dilakukan untuk melihat
adanya hubungan antara kedua input dan output. Hubungan antara input dan
output disebut sebagai fungsi produksi. Secara umum fungsi produksi
menunjukkan bahwa jumlah barang produksi tergantung dari jumlah faktor
produksi yang digunakan. Menurut Hernanto (1991) faktor produksi terdiri dari
tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Ketiga faktor produksi kecuali
pengelolaan merupakan syarat yang penting dalam dalam suatu proses produksi,
proses menghasilkan produk yang diinginkan merupakan hal yang sangat penting
untuk diperhatikan dalam hal kepemilikan dan penguasaan. Produktivitas
usahatani merupakan ukuran hasil produksi per satuan lahan yang digunakan
dalam kegiatan usahatani. Tingkat produksi suatu tanaman sangat mempengaruhi
besar penerimaan yang diterima.
Penerimaan tunai usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang
diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi, 1986). Pinjaman dalam
usahatani tidak termasuk ke dalam penerimaan tunai begitu pula dengan bunga
pinjaman dan jumlah pokok pinjaman. Penerimaan tunai usahatani yang didapat
akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan
atau keperluan petani seperti untuk biaya produksi berikutnya, tabungan, dan
pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani.
Bentuk penerimaan tunai usahatani dapat menggambarkan tingkat
kemajuan ekonomi usahatani dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Besarnya
proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan termasuk natura dapat digunakan
sebagai perbandingan keberhasilan petani satu terhadap petani yang lain
(Hernanto, 1991).
13
Kerangka Pemikiran Operasional
Program Nestle Cocoa Plan (NCP) PISAgro merupakan program
kemitraan publik swasta dalam rangka meningkatkan produksi kakao nasional.
Penilaian terhadap dampak program NCP terhadap upaya peningkatan produksi
kakao didasarkan pada perubahan produktivitas yang dialami oleh anggota poktan
binaan program NCP. Selain itu, penilaian tingkat partisipasi dan kapasitas
kelembagaan didasarkan pada kriteria poktan yang telah mengikuti program
sekolah lapang dengan menggunakan beberapa parameter. Parameter yang
digunakan dalam mengukur tingkat partisipasi yaitu intensitas dan kualitas
partisipasi, sedangkan untuk mengukur kapasitas poktan, parameter yang
digunakan yaitu pencapaian tujuan, fungsi dan peran, keinovatifan dan
keberlanjutan.
Secara umum, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1. Penelitian ini diawali dari adanya permasalahan pertanian yaitu :
pertama, rendahnya produktivitas kakao yang dihasilkan. Sebagian besar petani
belum menerapkan GAP dalam usaha yang dijalankannya. Rendahnya perhatian
petani dalam pemeliharaan tanaman kakao menyebabkan produktivitas yang
dihasilkan tidak optimal. Kedua, Kualitas SDM petani yang relatif rendah, baik itu
dari segi pengetahuan dan informasi. Ketiga, rendahnya posisi tawar petani
terhadap tengkulak. Hal ini disebabkan kebutuhan akan dana tunai yang cepat
dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga petani sangat bergantung
terhadap keberadaan tengkulak. Kemampuan petani dalam mengakses sumbersumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non
perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan
Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang
diminta dapat dipenuhi oleh setiap petani. Keempat, permasalahan yang cukup
penting yaitu lemahnya kelembagaan petani yang selama ini telah terbentuk.
Keberadaan kelompok tani yang ada semata-mata hanya untuk mengikuti sebuah
program, sehingga keberlanjutan poktan tersebut sangatlah rendah.
Dalam rangka mengatasai masalah tersebut, kelompok kerja kakao
PISAgro mengusung program NCP sebagai platform kerja besama. Kelompok
kerja ini melaksanakan berbagai kegiatan dengan memanfaatkan poktan sebagai
media perantara kegiatan yang dijalankan. Pelaksanaan program NCP perlu
dievaluasi untuk menilai apakah ada dampak yang berarti. Hal ini dilakukan
dengan melihat indikator produktivitas sebelum dan sesudah adanya program
NCP, yang merupakan kunci dari berbagai upaya pemecahan masalah yang ada.
Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap tingkat partisipasi dan kapasitas poktan
serta dilakukan pemetaan secara umum potensi pengembangan kelembagaan
poktan dalam mengelola keragaan agribisnis kakao. Setelah dilakukan evaluasi,
kemudian ditarik kesimpulan secara keseluruhan dan kemudian direkomendasikan
saran perbaikan bagi pelaksanaan program NCP ke depannya.
14
Permasalahan kakao:
Produktivitas
SDM Petani
Ketergantungan
tengkulak
Kelembagaan
lemah
Intervensi Kelompok Kerja
Kakao PISAgro (Nestle Cocoa
Plan)
Program NCP melalui poktan :
Demo Plots
Sekolah Lapang
Supply Chain yang
traceable
Penilaian
Kapasitas Kelembagaan :
Pencapaian tujuan
Fungsi dan peran
Keinovatifan
Keberlanjutan
Penilaian
Partisipasi Kelembagaan :
Intensitas partisipasi
Kualitas partisipasi
Dampak terhadap
penerimaan
Sebelum
Evaluasi dan saran
perbaikan
Gambar 1 Kerangka pemikiran operasional
Sesudah
15
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai analisis tingkat partisipasi dan kapasitas kelembagaan
kelompok tani Program NCP PISAgro dilaksanakan di Kelurahan Kalukku,
Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara
purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa wilayah Kabupaten Mamuju
merupakan salah satu sentra penghasil kakao nasional. Pemilihan kelompok tani
di Kelurahan Kalukku didasarkan pada letak poktan yang dekat dengan sentra
pengumpulan kakao BT Cocoa di Jl. Poros Mamuju-Pasangkayu Tasiu Kelurahan
Kalukku. Selain itu Kelurahan Kalukku merupakan desa dengan jumlah binaan
kelompok tani yang cukup banyak dan merupakan wilayah yang menjadi pelopor
program sekolah lapang NCP. Kegiatan pengumpulan data dilaksanakan mulai
bulan April - Mei 2014.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara, diskusi dan
pengamatan langsung yang berpedoman pada kuesioner yang bertujuan menjawab
permasalahan penelitian. Data sekunder pada penelitian ini diambil berdasarkan
data hasil studi kepustakaan dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian,
artikel, jurnal, internet dan hasil penelitian sebelumnya. Keseluruhan data tersebut
digunakan sebagai data pendukung dan pembanding dalam penelitian.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi di lapangan, melakukan wawancara dengan narasumber (responden)
dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner). Metode wawancara
dilakukan untuk memperoleh informasi yang kongkrit mengenai permasalahan di
lapangan. Metode observasi digunakan untuk mengamati secara langsung
akt