Analisis Struktur dan Kinerja Industri gula Indonesia: Periode 1982- 2011

ANALISIS STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI GULA
INDONESIA : PERIODE 1982-2011

MARIA MONTESORI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Struktur dan Kinerja
Industri Gula di Indonesia: Periode 1982-2011 adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum dianjurkan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cifta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor

Bogor, Juli 2014
Maria Montesori
NIM H451100081

RINGKASAN
MARIA MONTESORI. Analisis Struktur dan Kinerja Industri Gula Indonesia:
Periode 1982-2011. Dibimbing oleh RATNA WINANDI, dan ANDRIYONO
KILAT ADHI.
Sub sektor perkebunan merupakan salah satu agroindustri yang paling
mampu bertahan selama krisis ekonomi, di tahun 2009 hanya sub sektor
perkebunan yang bernilai plus, sedangkan sektor lain bernilai minus (BPPP 2011).
Dekade terakhir kinerja industri gula belum terlihat membaik, terdapat gap antara
produksi dan konsumsi gula nasional, sehingga impor selalu menjadi konsekuensi
dari gap yang terjadi, sementara itu struktur industri gula yang terindikasi tidak
kompetitif menyebabkan turunnya daya saing industri dan kinerja industri
(GAPPMI 2010). Sehingga dibutuhkan upaya yang integratif agar industri ini
kembali kompetitif.
Penelitian ini menganalisis bagaimana variabel-variabel independen
seperti concentration ratio empat perusahaan besar (CR4), concentration ratio
delapan perusahaan besar (CR8), dan keterbukaan pasar/pasar bebas (OPEN) yang

merupakan variabel-variabel struktur pasar, serta variabel efisiensi industri (Xeff), rasio input tenaga kerja atau unit labour cost (ULC), dan rasio input bahan
baku atau unit material cost (UMC) yang merupakan variabel-variabel kinerja
pasar, mempengaruhi variabel dependen yakni keuntungan industri atau price
cost-margin (PCM) merupakan variabel kinerja pasar.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pada taraf nyata 15%, hanya variabel
X-eff dan CR8 berkorelasi positif terhadap PCM, yakni mampu meningkatkan
PCM sebesar 0.091% dan 0.08%. Sedangkan variabel lain seperti CR4, ULC, dan
UMC berkorelasi negatif terhadap PCM, yakni mampu menurunkan PCM dengan
masing-masing sebesar 0.10%, Rp 337.329 ribu , dan Rp 12.835 ribu. Sementara
itu variabel OPEN tidak signifikan terhadap PCM.
Industri gula Indonesia periode 1982-2011, memiliki rata-rata konsentrasi
rasio CR4 sebesar 32.46%, dan rata-rata konsentrasi delapan perusahaan besar
(CR8) sebesar 51.41%, menurut klasifikasi Shepherd (1992), struktur pasar
termasuk oligopoli kuat, sedangkan menurut Baye (2010) struktur pasar termasuk
pasar weak oligopsony market structure.
Industri gula periode 1982-2011, memiliki rata-rata PCM industri gula
putih 57.62 %. Nilai PCM terendah bernilai negatif yaitu sebesar -18.20 % pada
tahun 1991, sedangkan PCM tertinggi mencapai 147.21 % pada tahun 2011.
Berdasarkan nilai rata-rata, , margin keuntungan yang diperoleh rata-rata masih
tinggi. Artinya untuk berinvestasi di sektor industri ini masih menguntungkan

karena masih memiliki return yang tinggi.
Implikasi kebijakan yang diambil pemerintah terkait kebijakan mendorong
peningkatan efisiensi industri gula, disertai dengan kebijakan yang saling
mendukung tentang kebijakan pasar, produksi, tenaga kerja dan bahan baku
industri.
Kata kunci: SCP, konsentrasi rasio, efisiensi, industri gula

SUMMARY
MARIA MONTESORI. Analysis of Structure and Performance of Indonesian
Sugar Industry: The period from 1982 to 2011. Supervised by RATNA
WINANDI, and Andriyono KILATADHI.
Plantation sub-sector is one of the most agro-industry can survive during
the economic crisis, in 2009 only estates valued sub-sectors plus, while the other
sector is minus (BPPP 2011). The last decade has not been shown to improve the
performance of the sugar industry, there is a gap between national production and
consumption of sugar, so it imports has always been a consequence of the gap,
while the structure of the sugar industry which indicated uncompetitive cause a
decline in the competitiveness of the industry and the performance of the industry
(GAPPMI 2010). So it takes an integrative effort to make this industry
competitive again.

This study analyzes how the independent variables such as the ratio
Concentratión four large companies (CR4), eight large companies Concentratión
ratio (CR8), and the openness of the market / free trade (OPEN) which is a market
structure variables, as well as the efficiency of the industries (X-eff), the ratio of
labor input or unit labor cost (ULC), and the ratio of raw material inputs or
material unit cost (UMC), which is the market performance variables, which
affect the dependent variable industry profits or price-cost margins (PCM) is a
variable market performance.
Research results showed that the 15% significance level, only the variable
X-eff and CR8 positively correlated to the PCM, the PCM increase by 0.091%
and 0.08%. While other variables such as CR4, ULC, UMC and negatively
correlated to the PCM, the PCM can decrease respectively by 0.10%, 337.329
thousand rupias and 12.835 thousand rupias. Meanwhile OPEN variable is not
significant to the PCM.
Indonesian sugar industry 1982-2011 period, had an average concentration
ratio CR4 at 32.46%, and the average concentration of eight large companies
(CR8) amounted to 51.41%, according to the classification of Shepherd (1992),
including an strong oligopoly market structure, while according to Baye (2010)
market structure including weak oligopsony market structure.
The sugar industry 1982-2011 period, had an average PCM 57.62%. The

lowest of PCM negative value that is equal to -18.20% in 1991, while the highest
PCM reached 147.21% in 2011 Based on the average value, profit margins earned
on average is still high. That is to invest in the industrial sector is still beneficial
because
it
still
has
a
high
return.
Implications of measures taken by relevant government policies encouraging
increased efficiency of the sugar industry, coupled with policies that are
supportive of policy markets, production, labor and raw materials industries.
Keywords: SCP, the concentration ratio, the efficiency, the sugar industry

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindung Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya unutk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ANALISIS STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI GULA
INDONESIA: PERIODE 1982-2011

MARIA MONTESORI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji Luar Komisi
Penguji Program Studi

: Dr Ir Suharno, MAdev
: Dr Ir Amzul Rifin

Judul Tesis
Nama
NIM

: Analisis Struktur dan Kinerja Industri gula Indonesia:
Periode 1982- 2011
: Maria Montesori
: H451100081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Ratna Winandi, MS

Ketua

Dr Ir Andriyono Kilat Adhi, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah
ini. Judul yang dipilih dalam penelitiaan ini adalah “Analisa Struktur dan Kinerja
Industri Gula di Indonesia: Periode 1982-2011”. Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dari berbagai pihak, penulis akan mengalami kesulitan dalam
menyelesaikan tesis ini.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr Ir
Ratna Winandi, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Andriyono Kilat
Adhi, MSc selaku anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan
bimbingan, arahan, dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyusunan tesis
ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya untuk seluruh staf
pengajar yang telah memberikan bimbingan dan proses pembelajaran selama
penulis kuliah di Agribisnis. Selanjutnya terima kasih penulis ucapkan kepada
Badan Pusat Statistik yang telah memberikan bantuan dalam pengumpulan data.
Serta atas dorongan dan motivasi Ketua Program Studi Prof Dr Ir Rita Nurmalina,
MS dan Dr Ir Suharno, MAdev, berserta staf Departemen Agribisnis. Juga Dr Ir
Amzul Rifin, sebagai dosen penguji.
Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
suami Ma’ruf Terrence Allison, PHd, kedua orangtua Ibunda Nursaniah dan

Ayahanda M Iksan, serta Adinda drh Murniati, serta kakak-kakak yang selama ini
telah memberikan dukungan semangat, materi, do’a dan kasih sayang kepada
penulis, dan selanjutnya kepada semua teman-teman mahasiswa pascasarjanan
IPB, khususnya Program Studi Agribisnis atas dukungan dan semangatnya.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesarbesarnya kepada pihak-pihak lain yang telah membantu penyelesaian tesis ini
meskipun namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga hasil
penelitian ini berguna dan memberikan kontribusi bagi semua pihak terutama
pemerintah dan kalangan akademisi.
Bogor, Agustus 2014

Maria Montesori

ix

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Structure, Conduct, Performance (SCP)
Struktur Pasar dan Pengukurannya
Kinerja Pasar
Konsep Keuntungan
Rasio Biaya Input Unit labor Cost (ULC) dan Unit Material
Cost (UMC)
Konsep Efisiensi
Karakteristik Produk
Klasifikasi Gula di Indonesia
Gula Kristal Putih
Perkembangan Produksi Tebu di Indonesia
Perkembangan Konsumsi Gula di Indonesia
Perkembangan Impor Gula di Indonesia
Perkembangan Harga Gula di Indonesia
Struktur Industri Gula di Indonesia
Struktur Industri Gula Kristal Putih
Pusat dan Jalur Distribusi Gula di Indonesia
Kebijakan Industri Gula di Indonesia
Penelitian Terdahulu
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Structure-Conduct-Performance (SCP)
Konsep Structure-Performance (SP)
Struktur Pasar
Kinerja Pasar
Kerangka Pemikiran Operasional
4 METODE PENELITIAN
Ruang Lingkup Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Analisis Struktur Industri
Analisis Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio)
Analisis Kinerja Industri
Analisis Price cost—margin (PCM)
Analisis Efisiensi
Rasio Unit Labour Cost (ULC) dan Unit Material Cost (UMC)
Analisis Hubungan Struktur dan Kinerja

ix
x
xi
1
1
4
6
6
7
7
7
9
12
14
15
15
15
16
16
16
17
17
19
20
20
21
23
27
28
28
28
30
31
31
32
33
33
33
33
34
34
35
35
35
35
35

x

Perumusan Model
Hipotesis
Analisis Time Series (Runtun Waktu)
Analisis Regresi
Uji Statistika dan Ekonometrika
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Industri Gula Indonesia Tahun 1982-2011
Analisis Struktur Industri
Analisis Kinerja Industri
Hubungan Struktur dan Kinerja Industri Gula Indonesia
Implikasi Kebijakan
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

36
37
37
38
39
42
42
44
45
45
48
49
49
49
50
53
60

DAFTAR TABEL
1 Regim kebijakan dan dampaknya terhadap impor dan kinerja
pergulaan nasional
2 Karakteristik suatu pasar
3 Perkembangan produksi tebu Indonesia (Ton) tahun 2010-2012
4 Perkembangan impor gula Indonesia tahun 2010-2012
5 Negara pemasok gula impor Indonesia
6 Alokasi impor gula kristal putih wewenang bulog
7 Serapan gula oleh lini distribusi
8 Kebijakan Industri gula Indonesia regim stabilisasi
9 Regim kebijakan dan dampaknya terhadap impor dan kinerja
pergulaan nasional
10 Kebijakan industri gula Indonesia regim liberalisasi
11Kebijakan industri gula Indonesia regim terkendali
12 Hasil estimasi dengan model ordinary least square
(Least Square Model) struktur dan kinerja gula di Indonesia
tahun 1982-2011

2
10
16
18
19
19
21
24
24
25
26

46

DAFTAR GAMBAR
1 Perkembangan produksi konsumsi dan impor gula Indonesia Tahun
2005-2012
2 Perbandingan harga bulanan gula domestik tahun 2009-2012
3 Pengaruh struktur pasar yang tidak kompetitif terhadap terhadap
harga
4 Hubungan kekuatan pasar dengan kemampuan memaksimumkan
keuntungan maksimum

3

5
13

xi

5 Kondisi MR=MC untuk memperoleh laba maksimum
6 Negara pengimpor gula di dunia dan volume impor gula
7 Komposisi produksi gula kristal putih Indonesia tahun 2009
8 Pusat distribusi gula di Indonesia
9 Jalur distribusi gula kristal putih di Indonesia
10 Hubungan struktur, perilaku dan kinerja berdasarkan konsep SCP
11 Kerangka pemikiran operasional
12 Perkembangan nilai input, nilai output dan nilai tambah industri gula
Indonesia periode 1982-2011
13 Perkembangan biaya input industri gula Indonesia periode
1982-2011
14 Perkembangan perusahaan besar dan sedang industri gula Indonesia
Periode 1982-2011

14
18
20
21
23
30
31
42
43
43

DAFTAR LAMPIRAN
1 Unit labour Cost (ULC) industri gula Indonesia tahun
1982-2011(Rupiah)
53
2 Unit material cost (UMC) industri gula Indonesia tahun
1982-2011(Rupiah)
54
3 Price cost margin (PCM) industri gula Indonesia tahun
1982-2011(Rupiah)
55
4 Tingkat efisiensi (X-eff) industri gula Indonesia tahun
1982-2011(Rupiah)
56
5 Output hasil etimasi OLS
57
6 Matriks korelasi variabel eksogen yang terdapat pada model
analisis PCM
57
6 Data mentah total nilai input, total nilai otput, nilai tambah, total upah
tenaga kerja, nilai input tenaga kerja, nilai input bahan baku,
PCM, X-eff, ULC, dan UMC industri gula besar dan sedang
tahun 1982-2011
58
7 Data mentah output empat perusahaan terbesar, delapan perusahaam
terbesar, nilai CR4, dan CR8 industri gula besar dan sedang
tahun 1982-2011
59

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor industri merupakan leader-sector bagi sektor-sektor lain
dalam kemajuan ekonomi di Indonesia. Produk-produk industri
menciptakan nilai tambah yang lebih dibandingkan produk-produk sektor
lain. Hal ini karena sektor industri memiliki variasi produk yang sangat
beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi kepada
konsumennya (BPS 2011). Sektor Pertanian mempunyai peranan yang
cukup penting dalam perekonomian, dilihat dari kontribusinya terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar sekitar 14.44% pada
tahun 2012 atau urutan kedua setelah sektor industri pengolahan (BPS
2012).
Subsektor perkebunan memiliki potensinya yang cukup besar,
meskipun kontribusi terhadap PDB belum begitu besar yaitu sekitar 1.94
persen pada tahun 2012 (urutan ketiga di sektor pertanian setelah sub
sektor tanaman bahan makanan dan perikanan) akan tetapi sub sektor ini
merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga
kerja, dan penghasil devisa (BPS 2012). Subsektor perkebunan merupakan
salah satu subsektor pertanian yang paling mampu bertahan selama krisis
ekonomi, di tahun 2009 subsektor perkebunan memberikan kontribusi
positif (US$ 19.967.000) pada neraca perdagangan, sedangkan subsektor
lain bernilai minus (BPPP 2011).
Tebu sebagai bahan baku industri gula merupakan salah satu komoditi
perkebunan yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian. Dengan
luas areal sekitar 450 ribu hektar pada tahun 2012, industri yang berbahan
baku tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi ribuan petani tebu
dan pekerja di industri gula. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan
pokok bagi sebagian besar masyarakat dan kalori yang relatif murah (BPS
2012).
Peningkatan konsumsi gula di Indonesia dari tahun ke tahun
memberikan peluang luas bagi peningkatan kapasitas produksi pabrik gula.
Selain itu dari jumlah produksi gula di dalam negeri saat ini dirasakan
belum mampu memenuhi kebutuhan gula (BPS 2012). Kebutuhan nasional
hanya dapat dipenuhi sekitar 55% oleh industri gula, sedangkan 45%
sisanya dipenuhi dengan mengimpor gula dari negara lain (Sudradjat 2010).
Secara historis industri gula Indonesia mengalami pasang-surut,
dalam menyikapi hal ini berbagai kebijakan dilakukan pemerintah untuk
menghadapi situasi tersebut. Menurut Susila WR (2005), terdapat tiga
periode kebijakan gula yang diterapkan di Indonesia (Lihat Tabel 1.1),
kebijakan tersebut terdiri dari kebijakan stabilisasi, kebijakan liberalisasi,
dan kebijakan terkendali.

2
Tabel 1 Regim kebijakan dan dampaknya terhadap impor dan kinerja
pergulaan nasional
Regim
Stabilisasi
Liberalisasi
Terkendali

Stabilisasi
Liberalisasi
Terkendali

Periode

Pertumbuhan (%)
Konsumsi
Impor
4.2
17.5
-0.6
2.4
1.5
-5.2

1984-1996
1997-2001
2002-2004

Produksi
1.0
-5.8
8.1

1984-1996
1997-2001
2002-2004

Volume Rata-rata (Juta Ton)
Produksi
Konsumsi
Impor
2 207
2 573
0 312
1 718
3 060
1 519
2 034
2 800
0 762

Sumber: Susila (2005)
Berdasarkan Tabel 1, setiap kebijakan yang diterapkan memiliki
dampak yang berbeda terhadap kinerja gula nasional. Pada periode
stabilisasi produksi nasional mengalami peningkatan dengan laju 1.0%, dan
impor bersifat residual. Adapun pada periode liberalisasi ditandai dengan
dibukanya pasar impor Indonesia secara dramatis, dimana impor gula
dilakukan dengan tarif impor 0% dan pelaku dilakukan oleh perusahaan
importir. Akibatnya, impor gula meningkat yang puncaknya sebesar 1.73
juta ton pada tahun 1998, serta terjadi penurunan produksi nasional sebesar
5.8% pada periode ini.Sedangkan pada periode terkendali yang bertujuan
untuk mengendalikan impor, dengan membatasi importir hanya menjadi
importir produsen dan importir terdaftar, kebijakan ini mampu mendorong
produksi dengan peningkatan sebesar 8.1% dan impor turun sebesar 5.2%.
Berdasarkan Tabel 1, meskipun pada periode terkendali industri gula
nasional menunjukkan peningkatan, namun secara umum pada dekade
terakhir kinerjanya mengalami penurunan, baik dari sisi produksi maupun
tingkat efisiensi (Sudradjat 2010), sedangkan proporsi impor gula nasional
masih bersifat residual dan masih menjadi kendala dalam industri. Besarnya
proporsi impor diakibatkan oleh adanya kecenderungan penurunan produksi
nasional yang tidak seimbang dengan kenaikan konsumsi domestik (baik
rumah tangga maupun industri) terus mengalami peningkatan. (Sudradjat
2010).
Menurut BPS (2012), berdasarkan perkembangan produksi, konsumsi,
dan impor gula Indonesia (Lihat Gambar 1), terdapat gap antara produksi
dan konsumsi gula nasional, dari 2005-2012 (lihat Gambar 1), dimana
produksi nasional Produksi gula nasional berfluktuatif dengan variasi yang
kecil, hal ini tidak sebanding dengan konsumsi dan impor yang justru
cenderung meningkat sepanjang tahun. Pada tahun 2010 mencapai 2.29 juta
ton dan turun 1.95 persen pada tahun 2011 menjadi 2.24 juta ton. Pada
tahun 2012 produksi mengalami peningkatan sebesar 15.87% atau menjadi
2.60 juta ton.

3

Gambar 1 Perkembangan produksi konsumsi dan impor gula Indonesia
Tahun 2005-2012(Sumber : BPS 2012).
Kondisi struktur gula nasional yang tercermin dari harga gula
domestik juga masih fluktuatif dan cenderung meningkat. Berdasarkan
Gambar 2, jika dibanding pada Juni 2012 dengan Juni 2011, terjadi
peningkatan harga sebesar 20.2%. Begitu juga pada Juni 2012 dengan Juni
2010, peningkatan terjadi sebesar 25.3%. Sedangkan harga bulan Juni 2012
dengan Juni 2009 terjadi peningkatan sebesar 45.9% (Disperindag 2012).
Berdasarkan keterangan di atas, fluktuasi harga domestik erat kaitannya
dengan perubahan struktural dan peran kebijakan. Ketidaksiapan struktural
dan pengaruh perubahan kebijakan berimplikasi terhadap harga gula
domestik dan tingkat ketergantungan impor gula di masa mendatang
(Kemenperin 2013).

Gambar 2 Perbandingan harga bulanan gula domestik Tahun 2009-2012
(Sumber: Disperindag 2012)
Menurut Sudradjat (2010), Struktur pasar gula Indonesia bersifat
oligopolistik. Dimana dalam setiap lelang gula yang dilakukan oleh Asosiasi
Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) atau PT. Perkebunan Nusantara
(PTPN) hanya beberapa pedagang yang terlibat, kondisi ini menggambarkan

4
bahwa hanya beberapa produsen saja sebagai penentu harga di pasar. Pada
tahun 2009 hanya ada 4 perusahaan yang memimpin pasar dan berikut, PT
Permata Dunia Sukses Utama dan PT Sentra Usahatama sebesar 20%, PT
Angels Product 16%, serta PT Jawamanis 15% (GAPPMI 2010).

Perumusan Masalah
Industri gula masih menjadi sektor yang potensial untuk
dikembangkan, dengan tingkat efisiensi yang masih belum memadai serta
pasar yang terdistorsi, revitalisasi pada industri gula perlu melakukan
berbagai perubahan dan penyesuaian guna meningkatkan produktivitas, dan
efisiensi, sehingga menjadi industri yang kompetitif, mempunyai nilai
tambah yang tinggi (BPPP 2007).
Gula merupakan salah satu kebutuhan primer yang dibutuhkan oleh
setiap manusia. Peningkatan jumlah penduduk, pendapatan dan
perkembangan industri makanan dan minuman mengakibatkan permintaan
gula meningkat dari waktu ke waktu. Sementara ketersediaan yang berasal
dari produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan, hal ini
menjadi daya tarik impor gula baik yang legal maupun yang ilegal. Kondisi
ini menghantarkan industri gula menghadapi banyak persoalan, diantaranya
yang paling menonjol dalam hal kinerja (gap produksi, konsumsi dan impor
nasional) serta dalam hal struktur industri (persaingan, distorsi pasar, serta
fluktuasi dan trend kenaikan harga domestik).
Dekade terakhir kinerja industri belum terlihat membaik, terdapat gap
antara produksi dan konsumsi gula nasional, sehingga impor selalu menjadi
konsekuensi dari gap yang terjadi, sementara itu struktur industri gula yang
terindikasi tidak kompetitif menyebabkan turunnya daya saing industri dan
kinerja industri (GAPPMI 2010). Sehingga dibutuhkan upaya yang
integratif agar industri ini kembali kompetitif.
Berdasarkan keterangan di atas, industri gula penting untuk diteliti,
terutama terkait struktur dan kinerjanya, dikarenakan upaya mengembalikan
kejayaan industri gula tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai
organisasi industri, dimana industri merupakan bagian dari disiplin ekonomi
mikro yang khusus mengkaji tentang perusahaan, pasar, dan interaksi antara
keduanya. Banyak paradigma yang berkembang untuk menjelaskan interaksi
tersebut, diantaranya yang paling poluler adalah konsep Structure-ConductPerformance (SCP).
Paradigma SCP pertama kali dikenalkan oleh Edward S. Mason
(1939) yang kemudian dikembangkan oleh oleh Joe S. Bain (1941).
Perspektif dalam SCP adalah bahwa struktur industri mempengaruhi
perilaku pelaku usaha, dan selanjutnya interaksi antara struktur pasar dan
perilaku pengusaha akan berdampak pada kinerja industry (Baye 2010).
Adapun menurut model Carlton dan Perloff (2000), struktur, perilaku
dan kinerja merupakan hubungan yang bersifat simultan. Sehingga konsep
struktur industri juga bisa digunakan untuk mengetahui kinerja. Dalam
struktur pasar terdapat tiga elemen pokok yaitu pangsa pasar (market share),

5
konsentrasi (concentration), dan hambatan (barriers of entry). Pangsa pasar
merupakan tujuan perusahaan, peranannya adalah sebagai sumber
keuntungan bagi perusahaan. Sedangkan konsentrasi merupakan kombinasi
pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis dimana terdapat adanya
saling ketergantungan diantara perusahaan-perusahaan tersebut. Kombinasi
pangsa pasar perusahaan-perusaaan tersebut membentuk suatu tingkat konsentrasi dalam pasar (Wihana Kirana 2001).
Menurut Church dan Ware (2000), ada beberapa cara mengamati
kaitan antara struktur, perilaku dan kinerja. Pertama; hanya
memperhatikan secara mendalam dua aspek, yaitu kaitan antara struktur
dan kinerja industri, sedangkan aspek perilaku kurang ditekankan. Kedua;
pengamatan kinerja dan perilaku, dan kemudian dikaitkan lagi dengan
struktur. Ketiga; menelaah kaitan struktur terhadap perilaku dan kemudian
diamati kinerjanya. Keempat; kinerja tidak perlu diamati lagi, oleh karena
telah dijawab dari hubungan struktur dan perilakunya.
Dalam penelitian ini akan digunakan cara yang pertama. Dengan kata
lain lebih menekankan aspek struktur dan kinerja industri gula. Sedangkan
pertanyaan penting dalam penelitian tentang apakah struktur industri
mempengaruhi kinerja dengan menggunakan metode rasio konsentrasi.
Metode rasio konsentrasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah CR-4
(concentration ratio-4) dan CR-8 (concentration ratio-8).
Secara teoritis, pasar yang tidak kompetitif karena adanya perilaku
oligopoli dapat menyebabkan kenaikan harga gula di atas harga pasar (P2 >
P1) (lihat Gambar 3), meningkatnya suplus produsen dan berkurangnya
surplus konsumen. Kondisi ini berimplikasi pada struktur industri gula
menjadi tidak kompetitif dan terjadinya inefisiensi teknis (P2 > AC > MC)
dan inefisiensi alokatif (Q2 < Q1). Kondisi ini tidak bisa dibiarkan, apalagi
mengingat industri gula sebagai industri yang strategis dan sekaligus
komoditas yang protektif. Sehingga kajian bagaimana struktur terhadap
kinerja menjadi perlu untuk dilakukan.

MC
AC
P2

P1

D

Q2

Q1

MR

Gambar 3 Pengaruh struktur pasar oligopoli terhadap terhadap harga

6
Berdasarkan Gambar 3, ketidaksempurnaan struktur pasar produk
mempengaruhi kinerjanya, di antara yang paling penting adalah efek pada
penetapan harga perusahaan. Pasar produk yang tidak kompetitif
menyebabkan perusahaan melakukan strategi harga (mark- up) atas biaya
marjinal mereka dan melakukan praktik monopoli. Jika praktik ini bertahan
dari waktu ke waktu dan menyebabkan hambatan kompetisi, maka harga
lebih tinggi bisa terjadi pada kondisi yang seharusnya harga output bisa
lebih rendah. Tindakan kebijakan mungkin bertujuan untuk mendorong
persaingan yang lebih kuat, untuk mengurangi praktik mark- up harga
(Martin 1996). Oleh karena itu perlu juga menganalisis bagaimana
implikasi hasil analisis penelitian ini dengan kebijakan industri terutama
pada variabel-variabel yang diamati.
Berdasarkan latar belakang dan uraian permasalahan di atas, maka
perlu dilakukan suatu kajian sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi struktur dan kinerja industri gula di Indonesia.
2. Bagaimana keterkaitan hubungan antara struktur dan kinerja dalam
Industri gula di Indonesia.
3. Bagaimana implikasi analisa terhadap kebijakan untuk mendorong
kembalinya industri gula yang kompetitif.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keterkaitan struktur
struktur industri terhadap kinerja industri gula di Indonesia dan implikasinya
terhadap kebijakan. Sedangkan secara spesifik tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kondisi struktur dan kinerja industri gula di
Indonesia.
2. Menganalisis hubungan antara struktur dan kinerja dalam Industri
gula di Indonesia
3. Menganalisis implikasi kebijakan untuk mendorong kembalinya
industri gula yang kompetitif

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi pemikiran dalam kajian
industri gula. Kajian ini juga diharapkan memberi pemahaman yang lebih
baik tentang perkembangan dan permasalahan industri gula dan kebijakan
pemerintah terhadap industri gula di Indonesia. Selain itu diharapkan bisa
menjabarkan ketahanan pangan dengan konteks yang lebih luas sistem pasar
dan menggabungkan banyak unsur struktur dan kinerja, sehingga
memungkinkan untuk lebih mengantisipasi respon pasar, lebih lengkap
menentukan skenario yang relevan dan komprehensif sehingga dapat
membantu mengarahkan waktu intervensi pemerintah, melengkapi dan
mengubah skenario kebijakan.

7
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada industri gula gula pasir di
Indonesia, dengan Kode ISIC (Internasional Standard of Industrial
Classification) 31181dan 15421.
Menitik beratkan kepada analisa keterkaitan struktur industri terhadap
kinerja industri gula di Indonesia, serta bagaimana implikasi kebijakan guna
mendorong kembalinya industri gula yang kompetitif.

8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Structure, Conduct, Performance (SCP)
Industri dapat dikaji menggunakan pendekatan organisasi industri
yang mencakup struktur (structure), perilaku (conduct), kinerja
(performance). Aspek yang diterapkan dalam konsep SCP salah satunya
dapat mengkaji struktur pasar dan kaitannya dengan kinerja perusahaan
(Shepherd 1992).
Struktur dan perilaku akan memengaruhi kinerja seperti yang
ditunjukkan dalam harga pasar dan efisiensi dan tingkat inovasi. Industri
didefinisikan sebagai kumpulan dari perusahaan-perusahaan yang
menghasilkan barang-barang yang homogen, atau barang-barang yang
mempunyai sifat saling mengganti secara erat (Hasibuan 1994).
Sedangkan secara mikro, industri didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi
yang menciptakan nilai tambah (Hasibuan 1993). Dalam arti luas industri
adalah kumpulan perusahaan yang memproduksi barang atau jasa yang
mempunyai elastisitas permintaan silang (cross elasticities of demand)
yang positif dan tinggi.
Mengkaji hubungan antara struktur dan kinerja industri, tidak bisa
dilepaskan dengan teori organisasi industri, dikarenakan aspek ini bagian
dari disiplin ilmu ekonomi mikro yang khusus mengkaji tentang
perusahaan, pasar, dan interaksi antara keduanya. Konsep SCP adalah teori
yang popular untuk menjelaskan interaksi antara struktur pasar dan kinerja
industry. Konsep SCP pertama kali dikenalkan oleh Edward S. Mason
(1939) yang kemudian dikembangkan oleh oleh Joe S. Bain (1941).
Perspektif dalam SCP adalah bahwa struktur industri mempengaruhi
perilaku pelaku usaha, dan selanjutnya interaksi antara struktur pasar dan
perilaku pengusaha akan berdampak pada kinerja industri (Baye 2010).
Kinerja suatu industri menunjukkan bagaimana pengaruh kekuatan
pasar terhadap keuntungan, nilai dan efisiensi. Kinerja secara lebih rinci
dapat dilihat dari tingkat keuntungan, nilai tambah dan efisiensi (Hasibuan
1994). Sedangkan menurut model Silvester (1993), dalam penelitian
perilaku terhadap kinerja industri, hubungan ini dapat diukur dari nilai
price cost-margin (PCM), yang dihitung melalui perbandingan antara nilai
tambah dan upah dan nilai output total dalam industri.
Berdasarkan keterangan tentang kinerja di atas, maka alam penelitian
kinerja industri gula akan dianalisis dengan melibatkan variabel efisiensi,
rasio input produksi, dan kondisi kekuatan pasar dengan variabel
konsentrasi rasio industri dan variabel dummi keterbukaan pasar.
Diharapkan beberapa variabel ini dapat menjelaskan kinerja industri gula
lebih lengkap.
Daryanto (2004) mengungkapkan yang dimaksud dengan kinerja
adalah:1) Apakah perusahaan-perusahaan meningkatkan kesejahteraan
ekonomi?; 2) Apakah mereka bekerja secara efisien, menghindari
pemborosan faktor-faktor produksi yang langka sifatnya?; 3) Apakah
alokasi faktor-faktor produksi telah efisien secara ekonomis?;4) Apakah

9
perusahaan-perusahaan secara efektif meningkatkan kesempatan kerja dan
pertumbuhan ekonomi?
Ada beberapa pertimbangan yang digunakan untuk menjadikan
perusahaan tertentu mempunyai kinerja yang baik sebagai barometer harga.
Pertama, jika terjadi persaingan yang kurang sehat dalam suatu industri
oligopoli. Kedua, dapat mengurangi kerja administrasi, karena perhitungan
ongkos-ongkos yang berulang-ulang. Ketiga, perusahaan yang menjadi
barometer itu telah menunjukkan prestasi yang bagus, yang hampir tidak
meleset ramalan-ramalannya (Hasibuan, 1994). Dalam kinerja pasar
terdapat konsekuensi dan kekuatan pasar yaitu kemampuan perusahaanperusahaan untuk mempengaruhi harga produk-produk yang mereka jual
kepada konsumen. Pada kenyataannya kekuatan pasar dapat mempengaruhi
secara mencolok terhadap harga, keuntungan, dan nilai-nilai lainnya. Dalam
kinerja juga memperhatikan pertumbuhan dan kemungkinan pengaruhpengaruh monopoli yang ditimbulkannya (Jaya 2001).
Berdasarkan keterangan tentang kinerja di atas, maka dalam penelitian
kinerja industry gula bisa melibatkan variabel efisiensi, rasio input produksi,
dan kondisi kekuatan pasar dengan variabel rasio konsentrasi industri dan
variabel keterbukaan pasar. Dengan harapan dapat menjelaskan kinerja
industri gula lebih lengkap.
Struktur Pasar dan Pengukurannya
Struktur pasar merupakan kunci penting dari pola konsep
konvensional dalam ekonomi industri. Menurut Shepherd (1992), struktur
pasar terwujud dengan melihat ukuran distribusi perusahaan-perusahaan
yang bersaing. Jika perusahaan semakin banyak jumlahnya maka dapat
menurunkan pangsa pasarnya. Untuk memperluas pangsa pasar, suatu
perusahaan menghadapi sejumlah rintangan. Setiap struktur pasar berada
di antara pasar monopoli dan persaingan.Setiap perusahaan memiliki
struktur pada masing-masing keadaan tertentu.

10
Tabel 2 Karakteristik suatu pasar berdasarkan pangsa pasar
No

Tipe pasar

1

Natural Monopoli

2

Oligopoli ketat

3

4

5

6

Kondisi Utama

Hambatan
Masuk

Efisiensi

Menguasai 100% pangsa pasar

Sangat Kurang baik
tinggi

empat perusahaan yang
tergabung dan memiliki
pangsa pasar 60-100% persen,
sehingga mudah menentukan
kesepakatan harga relatif
Perusahaan dominan Menguasai min 50-100%
pangsa pasar tanpa pesaing
kuat
Oligopoli longgar
Gabungan empat perusahaan
yang menguasai pangsa pasar
40%
Persaingan
Banyak pesaing efektif
monopolistic
dan tidak satupun yang
memiliki pangsa pasar bih dari
10%
Persaingan murni
Pesaing > dari 50 dan tidak
ada satupun yang
Memiliki pangsa pasar
yang berarti.

Tinggi Kurang baik

Tinggi Kurang baik

Tinggi Kurang baik

Rendah

Cukup baik

Sangat
rendah

Baik

Sumber: Shepherd (1992)
Berdasarkan Tabel 2, karakteristik suatu pasar ditinjau dari tipe
pasarnya, kondisi utama, hambatan masuk dan efisiensi pasar (Shepherd
1992). Karakteristik ini yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini
untuk menentukan struktur industri gula yang diketahui dari besarnya
konsentrasi industri gula.
Dasar pengelompokkan berdasarkan pangsa pasar terbagi menjadi tujuh.
Pertama; termasuk monopoli murni (natural monopoly), jika menguasai
100% pangsa pasar. Kedua; oligopoli penuh (tight oligopoly), jika empat
perusahaan terbesar menguasai 60%, atau delapan perusahaan menguasai
99% pasar. Ketiga; termasuk perusahaan dominan, jika 4 empat
perusahaan terbesar menguasai 72% pasar atau delapan perusahaan
terbesar menguasai 88% pasar. Keempat; termasuk oligopoli longgar, jika
4 empat perusahaan terbesar menguasai 61% atau delapan perusahaan
terbesar menguasai 77% pasar. Kelima; termasuk oligopsoni, jika 4 empat
perusahaan terbesar menguasai 33% atau delapan perusahaan terbesar
menguasai 45% pangsa pasar. Kelima; jika 4 empat perusahaan terbesar
menguasai 32% pasar. Keenam; termasuk persaingan monopolistik, jika
tidak satu pun yang memiliki pangsa pasar lebih dari 10 persen. Dan
ketujuh; termasuk persaingan murni, jika lebih besar dari 50% dan tidak
satu pun yang memiliki pangsa pasar yang berarti (Shepherd 1992)
.Struktur ini mempengaruhi perilaku perusahaan. Struktur dan
perilaku mempengaruhi kinerja pasar. Kinerja yang baik mencakup harga
yang rendah dan efisien. Struktur pasar juga menggambarkan ukuran
distribusi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi di suatu pasar yang

11
terdiri dari pangsa pasar dan tingkat konsentrasi. Struktur pasar juga dapat
dilihat dari jumlah penjual dan pembeli dan entry condition. Hal utama dari
struktur, perilaku dan kinerja adalah determinan-determinan yang
membentuk struktur itu sendiri.
Stuktur pasar didefinisikan sebagai kumpulan berbagai faktor yang
mempengaruhi tingkat kompetisi di pasar. Struktur pasar sendiri dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti tingkat penguasaan teknologi, elastisitas
permintaan terhadap suatu produk, lokasi, ada atau tidaknya hambatan
masuk pasar (entry barrier) ataupun keterbukaan pasar, tingkat efisiensi
serta beberapa faktor lainnya. Jenis struktur pasar bervariasi, namun pada
dasarnya secara ekstrim bisa dikelompokkan ke dalam dua bentuk yaitu,
pasar pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna.
Yang termasuk kedalam pasar persainagn tidak sempurna adalah pasar
monopoli, oligopoli, dan pasar persaingan monopolistik.
Ukuran biasa digunakan untuk menjelaskan struktur pasar adalah rasio
konsentarasi. Selain rasio konsentrasi, struktur pasar juga dapat diukur
dengan variabel nilai tambah, rasio tenaga kerja dan bahan baku, modal
yang dimiliki perusahaan atau lebih luas lagi dengan variabel aset
perusahaan (Fitriani 2005).
Perlu dipahami bahwa konsep struktur pasar bersifat dinamis, artinya
struktur pasar yang tadinya mengarah ke persaingan sempurna, dapat saja
berubah menjadi monopolistis karena adanya intervensi pemerintah atau
aksi dari produsen. Kondisi struktur pasar selanjutnya akan mempengaruhi
perilaku perusahaan dalam menentukan harga jual, promosi produk, juga
dalam strategi interaksi dengan perusahaan lain. Terdapat dua jenis strategi
interaksi antara pelaku usaha, yaitu (1) interaksi yang bersifat nonkooperatif, dimana strategi yang diambil akan menguntungkan dirinya
sendiri atau bahkan merugikan pesaingnya, dan (2) interaksi yang bersifat
kooperatif, dimana terjadi berbagai kesepakatan antara pelaku usaha dalam
bentuk kartel dan kesepakatan harga. Pilihan strategi oleh pelaku usaha
sangat penting karena akan berdampak pada penetapan harga. Interaksi
antara struktur pasar dan perilaku perusahaan pada akhirnya akan
melahirkan keputusan pelaku usaha dalam hal penetapan harga jual (Baye
2010).
Ukuran biasa yang digunakan untuk menjelaskan struktur pasar adalah
rasio konsentarasi. Selain rasio konsentrasi, struktur pasar juga dapat diukur
dengan variabel nilai tambah, rasio tenaga kerja dan bahan baku, modal
yang dimiliki perusahaan atau lebih luas lagi dengan variabel aset
perusahaan (Fitriani 2005). Menurut Jaya (2001), konsentrasi adalah
kombinasi pangsa pasar dari perusahaan-perusahaan oligopolis dimana
mereka menyadari adanya saling ketergantungan. Kombinasi pangsa pasar
membentuk suatu tingkat pemusatan dalam pasar. Untuk menentukan
konsentrasi suatu perusahaan dapat menggunakan metode rasio konsentrasi
empat atau delapan perusahaan terbesar (CR4 dan CR8)) dan Indeks
Hirschmann-Herfindahl (HHI). CR4 memerlukan ukuran pasar secara
keseluruhan dan ukuran perusahaan yang memimpin pasar, sedangkan
HHI merupakan penjualan kuadrat pangsa pasar semua perusahaan dalam
suatu industri.

12
CR4 = (Total jumlah penjualan 4 perusahaan terbesar/Total Penjualan…………..(1)
CR8 = (Total jumlah penjualan 8 perusahaan terbesar/Total Penjualan…………..(2)

Nilai yang dihasilkan antara 0-100. Semakin besar nilai CR4 maka
pasar cenderung ke arah monopoli dan semakin kecil nilainya pasar
cenderung ke arah persaingan sempurna.
Sedangkan menurut Baye (2010) konsentrasi rasio merupakan ukuran
seberapa jumlah output dalam sebuah industri yang diproduksi dari empat
atau delapan perusahaan terbesar dalam sebuah industri.
CR4 = (Q1+Q2+Q3+Q4)/QT
Q1
= Output perusahaan 1
Q2
= Output perusahaan 2
Q3
= Output perusahaan 3
Q4
= Output perusahaan 4
Menurut Shepherd (1992) ada atau tidaknya hambatan masuk
pasar (entry barrier) ataupun keterbukaan pasar juga mempengaruhi
kinerja pasar dalam memperoleh keuntungan (meningkatkan PCM),
sehingga dalam penelitian ini juga memasukkan variabel keterbukaan
pasar (OPEN). Variabel ini diadopsi dari model Culha dan Yihan (2005),
dimana OPEN dianggap variabel yang mempengaruhi kinerja pasar
(PCM), adapun dalam penelitian ini, variabel OPEN merupakan variabel
dummy, yang mengindikasikan keterbukaan pasar, dimana 0 adalah
industri gula sebelum pasar bebas dan 1 adalah periode industri gula
setelah pasar bebas.
Kinerja Pasar
Menurut Sudibiyo (2002) kinerja pasar merupakan hasil keputusan
akhir yang diambil dalam hubungan dengan persaingan harga atau dalam
perolehan margin/keuntungan. Kinerja pasar dapat digunakan untuk melihat
sejauh mana pengaruh struktur pasar terhadap kemampuan perusahaan
memperoleh keuntungan.
Menurut Hasibuan (1992), kinerja industri adalah hasil kerja yang
dipengaruhi oleh struktur dan perilaku industri yang terdiri dari tingkat
keuntungan, efisiensi dan nilai tambah. Perilaku produsen yang
memaksiumkan keuntungan dalam industri dapat dilihat dari price-cost
margin (PCM), yaitu persentase penerimaan kotor (sebelum pajak) terhadap
penjualan (Fitriani 2005).
Menurut Dahl dan Hammond (1977), kinerja pasar merupakan
keadaan sebagai akibat dari struktur dan perilaku pasar yang kenyataan
sehari-hari ditunjukkan dengan harga, biaya, dan volume produksi, yang
pada akhirnya akan memberikan penilaian baik atau tidaknya kinerja
perusahaan. Berdasarkan teori kekuatan pasar terdapat hubungan antara
struktur pasar dengan perilaku harga, hubungan ini dapat diukur dari
perolehan margin atau PCM perusahaan dalam industri, yang dalam
beberapa model penelitian merupakan salah satu ukuran kinerja pasar.
Menghitung PCM juga dapat diturunkan dari fungsi keuntungan,
dikarenakan tidak memungkinkan tersedianya harga barang domestik untuk
setiap barang industri KLBI. Maka variabel PCM didekati dari selisih antara

13
harga dan biaya yang dihitung dari nilai tambah dikurangi biaya tenaga
kerja dibagi nilai output.
Berdasarkan Culha dan Yihan (2005) variabel rasio biaya input
merupakan variabel pelengkap dan berdasarkan ketersediaan data, maka
model ini bisa diadopsi. Efisiensi digunakan untuk melihat perbandingan
antara input yang dipakai dengan output yang dihasilkan. Efisiensi terdiri
atas dua jenis, yaitu efisiensi internal dan efisensi alokatif.
Berdasarkan teori kekuatan pasar terdapat hubungan antara struktur
pasar dengan kinerjanya, hubungan ini dapat diukur dari perolehan margin
perusahaan dalam industri yang merupakan salah satu ukuran kinerja pasar.
MC

AC

MC
P1

AC
P2

D
MR
Q
Q1

Q2

4a

4b

Gambar 4 Hubungan kekuatan pasar dengan kemampuan memaksimumkan
keuntungan maksimum) (Sumber: Koch dalam Robiani 2002)
Berdasarkan Gambar 4 a, terlihat bahwa P1 > AC > MC dan output
perusahaan yang memaksimumkan keuntungan adalah Q1, pada kondisi
struktur pasar monopolis. Sedangkan Pada Gambar 4 b, terlihat bahwa P2 =
AC > MC dan output perusahaan yang memaksimumkan keuntungan
adalah Q2, pada kondisi tidak ada kekuatan pasar karena P2 = AC atau
struktur pasar kompetitif (Robiani 2002).

Konsep Keuntungan
Teori yang digunakan dalam mengetahui kondisi keuntungan
perusahaan adalah marginal cost pricing melalui maksimisasi biaya.
Motivasi bagi produsen untuk melakukan kegiatan ekonomi adalah
memperoleh keuntungan, yang merupakan kepentingan perusahaán
individual/pribadi (self interest). Harga merupakan petunjuk yang sangat
berguna dalam mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang jumlahnya
tertentu sehingga dapat di perkirakan apakah biaya produksi rata-rata masih
memberikan keuntungan, baik keuntungan ekonomi (supernormal profit)
atau keuntungan yang normal. Bila perusahaan memutuskan untuk
menghasilkan output pada saat menghasilkan 1 unit output tambahan

14
akan menghasilkan MR yang lebih besar dari biaya yang harus dikeluarkan.
Begitu juga jika MR