Perubahan Mutu Bawang Merah (Allium Ascalonicum L.) Varietas Bima Brebes, Tajuk Dan Bali Karet Yang Disimpan Pada Suhu Rendah

PERUBAHAN MUTU BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
VARIETAS BIMA BREBES, TAJUK DAN BALI KARET YANG
DISIMPAN PADA SUHU RENDAH

EKO PRIYANTONO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perubahan Mutu Bawang
Merah (Allium ascalonicum L.) Varietas Bima Brebes, Tajuk dan Bali Karet yang
Disimpan pada Suhu Rendah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Eko Priyantono
NIM F152140021

RINGKASAN
EKO PRIYANTONO. Perubahan Mutu Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Varietas Bima Brebes, Tajuk dan Bali Karet yang Disimpan pada Suhu Rendah.
Dibimbing oleh Y. ARIS PURWANTO dan SOBIR.
Bawang merah sebagai komoditas hortikultura yang memiliki permintaan
yang cukup tinggi diketahui sebagai bahan segar yang cepat mengalami
penurunan mutu secara fisik maupun kimia. Teknik penanganan pascapanen yang
tepat dibutuhkan agar mutu bawang merah tetap terjaga hingga ke tangan
konsumen. Teknik pendinginan merupakan teknik yang sesuai untuk
diaplikasikan dalam penyimpanan bawang merah. Salah satu cara penyimpanan
yang dapat mempertahankan mutu bawang merah adalah dengan penyimpanan
suhu rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa suhu penyimpanan yang
optimum terhadap perubahan mutu bawang merah serta mengetahui respon
varietas bawang merah pada suhu rendah selama penyimpanan.
Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (split plot) yang terdiri

dari: Suhu Penyimpanan (S) sebagai petak utama yang terdiri (suhu 0 °C, 5 oC )
dengan RH 65-70% dan suhu ruang (25-32°C) RH ruang (52-88%). Varietas
sebagai anak petak yang terdiri dari bawang merah varietas: (V1) Bima Brebes,
(V2) Tajuk, dan (V3) Bali Karet. Parameter yang diamati adalah kadar air, susut
bobot, kekerasan, kerusakan dan kandungan sulfur/volatile reducing substance
(VRS).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan suhu dan varietas
memberikan pengaruh terhadap kadar air, susut bobot, kekerasan, kerusakkan dan
nilai sulfur/volatile reducing substance (VRS). Perlakuan atau kondisi
penyimpanan dengan suhu 0 oC merupakan suhu terbaik yang dapat
mempertahankan kualitas/mutu bawang merah hingga akhir penyimpanan dengan
susut bobot 9.77%, 11.61% dan 10.16%, kekerasan 4.45 kgf, kerusakan 0% pada
semua varietas dan nilai sulfur 0.43%. Varietas Bima Brebes menghasilkan nilai
mutu terendah dengan kerusakan sebesar 35.81%. Susut bobot tertinggi pada suhu
5 oC sebesar 22.3% dan suhu ruang sebesar 37.22%.
Kata kunci: bawang merah, kerusakan umbi, penyimpanan suhu rendah,
perubahan kualitas, varietas

SUMMARY
EKO PRIYANTONO. Quality Changes Shallot (Allium ascalonicum L.) varieties

Bima Brebes, Tajuk and Bali Karet stored under low temperature. Supervised by
Y. ARIS PURWANTO and SOBIR.
Shallot is classified as perishable product. Good postharvest handling is
needed for keeping its freshness until to the consumer‟s hand. δow temperature
storage is a commond method to maintain quality of perishable horticultural
products. The objectives of this study were to analyze the optimum storage
temperature and to analyze the effect of differents temperature storage on the
changes in quality for shallot variety of Bima Brebes, Tajuk and Bali Karet.
This study used split plot randomized block design with storage
temperatures (S)as main plot (0 and 5 oC; RH 65-70% and room temperature (2532 oC; RH 52-88%)) for period storage of 3 months and shallot varieties as subplot (Bima Brebes (V1), Tajuk (V2), and Bali Karet (V3)), replications. The
changes in quality parameters namely water content, weight loss, hardness,
disorder, and sulphur/volatile reducing substance (VRS) were measured during
storage period.
The result showed that temperatures and varieties in three replications have
effect on the changes in water content, weight loss, hardness, disorder, and
sulphur/volatile reducing substance (VRS) of shallot during storage. Temperature
of 0 oC could maintain the quality of shallot up to 3 months with no disorder
shallot bulb found for all varieties. The total weight loss after 3 monhts of storage
were 9.77% (Bima Brebes), 11.61% (Tajuk), and 10.16% (Bali Karet), firmness
and sulphur of shallot were 4.54 kgf and 0.43% for Bima Brebes. Bima Brebes

showed the lowest quality with bulb disorder of 35.81%. The highest weight loss
those were 5 oC (22.3%) and room temperature (37.22%).
Keywords: bulb disorder, low temperature storage, quality change, shallot,
varieties

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERUBAHAN MUTU BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)
VARIETAS BIMA BREBES, TAJUK DAN BALI KARET YANG
DISIMPAN PADA SUHU RENDAH

EKO PRIYANTONO


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :

Dr Ir Lilik Pujantoro, M.Agr

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari hingga April 2016

ini ialah teknologi penyimpanan bawang merah (Allium ascalonicum L.) pada
suhu rendah. Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Ir Y. Aris Purwanto, MSc dan Prof Dr Ir Sobir, MS sebagai komisi
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya kepada
penulis.
2. Dr Ir Lilik Pujantoro, M.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan perbaikan kepada penulis.
3. Bapak Sulyaden dan Baskara E. Nugraha, STP selaku teknisi di Laboratorium
TPPHP atas bantuan dan masukannya selama penelitian.
4. Ayahanda Pujianto dan Ibunda Ngasriani serta saudara penulis Hariyono dan
Muh. Arief Irfani atas doa dan kasih sayangnya selama dalam proses studi.
5. Yusran, SP., MSc sekeluarga yang telah memberi semangat, motivasi dan
dukunganya kepada penulis selama menempuh studi baik secara moril
maupun materil.
6. Teman-teman Teknologi Pascapanen angkatan 2014 yang telah memberikan
kritikan, bantuan, saran dan semangat kepada penulis.
Akhir kata, penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang
membutuhkan ilmu serta penerapan pembelajaran, khususnya bagi Program Studi
Teknologi Pascapanen, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


Bogor, September 2016
Eko Priyantono

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian

Hipotesis Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA

4

Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)

4

Mutu Bawang Merah


4

Komposisi Kimia Bawang Merah

5

Varietas Bawang Merah
Bima Brebes
Tajuk
Bali Karet

5
5
5
6

Pemanenan Bawang Merah

6


Pelayuan dan Pengeringan (Curring)

7

Sortasi

7

Penyimpanan Suhu Rendah

7

Perubahan Mutu Bawang Merah selama Penyimpanan
Kadar Air
Susut Bobot
Kekerasan
Kerusakan (Daya Berkecambah dan Munculnya Akar)
Kadar Sulfur

8

8
8
8
9
9

METODE

10

Waktu dan Tempat Penelitian

10

Bahan dan Alat

10

Prosedur Penelitian
Penyiapan Umbi Bawang Merah
Penyimpanan Umbi Bawang Merah
Rancangan Percobaan

10
10
10
12

Parameter Pengamatan

14

Kadar Air
Kadar Air Metode Oven (AOAC 2005)
Susut Bobot
Kekerasan Bahan
Kadar Nilai Sulfur
Persentase Kerusakan

14
14
14
14
15
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Kualitas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) selama
penyimpanan
Kadar Air
Susut Bobot
Kekerasan
Kerusakan
Kadar Sulfur
Aklimatisasi

16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

29
29
29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

33

RIWAYAT HIDUP

51

16
16
17
20
22
26
27

DAFTAR TABEL
Syarat mutu bawang merah sesuai dengan SNI 013159-1992a
Persyaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan pasara
Senyawa volatil bawang merah
Kadar air bawang merah selama penyimpanan
Presentasi susut bobot (%) bawang merah selama penyimpanan
pada masing-masing perlakuan minggu ke 0, 2 dan 10
6 Presentasi susut bobot (%) bawang merah selama penyimpanan
pada interaksi suhu dan varietas minggu 0, 4, 6, 8 dan 12
7 Nilai kekerasan (kgf) bawang merah selama penyimpanan pada
masing-masing perlakuan minggu ke 8,10 dan 12
8 Nilai kekerasan (kgf) bawang merah selama penyimpanan pada
interaksi suhu dan varietas minggu ke 2,4 dan 6
9 Presentasi kerusakan (%) bawang merah selama penyimpanan pada
minggu ke 8 dan 12
10 Pengaruh interaksi suhu dan varietas terhadap presentasi kerusakan
bawang merah selama penyimpanan minggu ke-2, 4, 6, dan 10
11 Hasil aklimatisasi suhu 0 dan 5 oC pada suhu 13 oC dan suhu ruang
(25-32 oC) selama 10 hari
1
2
3
4
5

4
4
5
16
19
20
22
22
25
26
28

12 Hasil aklimatisasi bawang merah perlakuan varietas pada suhu 13 oC
dan suhu ruang (25-32 oC) selama 10 hari

29

DAFTAR GAMBAR
1

Sortasi (a) dan pengemasan (b) umbi bawang merah berdasarkan
ukurannya (diameter)
2 Penyimpanan umbi bawang merah pada suhu rendah (a) dan suhu
ruang (b)
3 Varietas bawang merah yang digunakan dalam penelitian (a) Varietas
Bali Karet (b) Varietas Bima Brebes dan (c) Varietas Tajuk
4 Diagram alir penelitian
5 Grafik perubahan kadar air bawang merah pada berbagai perlakuan
suhu dan varietas selama penyimpanan
6 Grafik perubahan susut bobot bawang merah pada berbagai perlakuan
suhu dan varietas selama penyimpanan
7 Perubahan tingkat kekerasan bawang merah selama penyimpanan pada
berbagai perlakuan suhu dan varietas
8 Presentasi kerusakan busuk atau jamur bawang merah pada berbagai
perlakuan suhu dan varietas selama penyimpanan
9 Presentasi kerusakan hampa atau keropos bawang merah pada berbagai
perlakuan suhu dan varietas selama penyimpanan
10 Presentasi kerusakan bertunas dan berakar bawang merah pada
berbagai perlakuan suhu dan varietas selama penyimpanan
11 Presentasi total kerusakan bawang merah pada berbagai perlakuan suhu
dan varietas selama penyimpanan
12 Grafik kadar sulfur bawang merah selama penyimpanan pada berbagai
perlakuan

11
11
11
13
17
18
21
24
24
24
25
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Tabel fluktuasi suhu dan RH selama penyimpanan
Capaian suhu dalam umbi bawang merah selama penyimpanan
Grafik fluktuatif suhu selama penyimpanan
Grafik fluktuatif kelembaban (RH) selama penyimpanan
Gambar kerusakan yang terjadi pada bawang merah selama
penyimpanan (a) busuk (b) hampa (c) bertunas (d) berakar
Tabel pengukuran dan perhitungan kadar air umbi bawang merah
selama penyimpanan setiap perlakuan
Hasil analisis sidik ragam kadar air selama penyimpanan

34
34
34
35
35
36

37
Tabel pengukuran dan perhitungan susut bobot umbi bawang merah
selama penyimpanan setiap perlakuan
38
9 Hasil analisis sidik ragam susut bobot selama penyimpanan
40
10 Tabel pengukuran dan perhitungan kekerasan umbi bawang merah
40
selama penyimpanan setiap perlakuan
8

11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Hasil analisis sidik ragam kekerasan selama penyimpanan
Tabel perhitungan kerusakan bawang merah selama penyimpanan
Hasil analisis sidik ragam kerusakan selama penyimpanan
Tabel hasil perhitungan kadar air aklimatisasi suhu 13 oC selama 10
hari
Tabel hasil perhitungan kadar air aklimatisasi suhu ruang selama 10
hari
Hasil analisis sidik ragam kadar air aklimatisasi suhu 13 oC selama 10
hari
Hasil analisis sidik ragam kadar air aklimatisasi suhu ruang selama 10
hari
Tabel hasil perhitungan susut bobot aklimatisasi suhu 13 oC selama 10
hari
Tabel hasil perhitungan susut bobot aklimatisasi suhu ruang selama 10
hari
Hasil analisis sidik ragam susut bobot aklimatisasi suhu 13 oC selama
10 hari
Hasil analisis sidik ragam susut bobot aklimatisasi suhu ruang selama
10 hari
Tabel hasil perhitungan kekerasan aklimatisasi suhu 13 oC selama 10
hari
Tabel hasil perhitungan kekerasan aklimatisasi suhu 13 oC selama 10
hari
Hasil analisis sidik ragam kekerasan aklimatisasi suhu 13 oC selama 10
hari
Hasil analisis sidik ragam kekerasan aklimatisasi suhu 13 oC selama 10
hari
Tabel hasil perhitungan kerusakan aklimatisasi selama 13 oC 10 hari
Tabel hasil perhitungan kerusakan aklimatisasi selama ruang 10 hari
Hasil analisis sidik ragam kerusakan aklimatisasi suhu 13 o C selama 10
hari
Hasil analisis sidik ragam kerusakan aklimatisasi suhu ruang selama 10
hari

42
43
44
45
45
46
46
46
47
47
47
48
48
48
48
49
49
50
50

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura
yang biasa digunakan sebagai penyedap masakan, bahan baku industri makanan,
obat-obatan dan disukai karena aroma dan rasanya yang khas. Selain itu bawang
merah merupakan sumber vitamin B, C, kalium, fosfor, dan mineral. Konsumsi
bawang merah penduduk Indonesia sejak tahun 1993-2012 menunjukkan
perkembangan yang fluktuatif namun relatif meningkat. Konsumsi rata-rata
bawang merah untuk tahun 1993 adalah 1.33 kg/kapita/tahun dan pada tahun 2012
konsumsi bawang merah telah mencapai 2.76 kg/kapita/tahun (Dirjen Holtikultura
2013).Tingkat konsumsi bawang merah tertinggi terjadi pada 2007 yang mencapai
3.01 kg/kapita/tahun dengan volume total permintaan bawang merah mencapai
901.102 ton, sedangkan konsumsi terendah terjadi pada tahun 2013 sebesar 2.06
kg/kapita/tahun (Badan Pusat Statistik 2013). Peningkatan konsumsi bawang
merah diprediksikan masih akan terjadi pada tahun 2016 sehingga menjadi
sebesar 2.30 kg/kapita/tahun atau naik 0.04% dibandingkan tahun 2015. Tahun
2015 besarnya konsumsi bawang merah sekitar 0.44 kg/kapita/minggu atau 2.30
kg/kapita/tahun atau naik 0.04% dari tahun 2014 (Kementan 2014).
Bawang merah merupakan tanaman musiman dengan produksi yang sangat
melimpah pada bulan April–Oktober (on season). Namun pada bulan Januari–
Maret diluar musim tanam (off season) produksi bawang merah menurun,
sedangkan kebutuhan bawang merah di kota-kota besar semakin meningkat.
Kondisi ini menyebabkan ketersediaan bawang merah menjadi tidak merata
sehingga harga bawang merah berfluktuasi. Produksi bawang merah cenderung
melimpah pada waktu-waktu tertentu (pada saat panen raya) sehingga
menyebabkan bawang merah relatif murah dan sebaliknya pada waktu diluar
musim penen harganya cukup tinggi (Darmawidah et al. 2010). Bawang merah
dikategorikan ke dalam umbi lapis yang mengalami kekeringan pada lapisan
terluarnya, yang kemudian mengelupas. Lapisan ini mudah sekali mengalami
susut bobot sekitar 25 % selama penyimpanan terutama di daerah tropis. Bawang
merah yang disimpan pada suhu rendah di daerah sub-tropis mengalami susut
bobot sebesar 17 % (Komar et al. 2001).
Penanganan pascapanen yang tepat perlu dipahami untuk mengurangi
tingginya persentase kerusakan sehingga tetap segar sampai ke tangan konsumen.
Pascapanen bawang merah memerlukan penanganan khusus, karena bawang
merah mudah rusak dan sulit dipertahankan dalam bentuk segar. Hasil panenan
bawang merah dalam bentuk segar memicu proses perubahan yang diakibatkan
oleh proses fisiologi, biologi dan mikrobiologi (Maskar et al. 1999).
Kondisi penyimpanan yang kurang baik menyebabkan bawang merah
mengalami kerusakan seperti pelunakan umbi, keriput, keropos, busuk, pertunasan,
pertumbuhan akar dan tumbuhnya jamur yang menyebabkan turunnya kualitas
umbi bawang merah yang ditunjukkan dengan kehilangan berat. Selain itu,
penyimpanan suhu ruang menyebabkan kehilangan air yang cukup tinggi pada
umbi bawang merah yang berpengaruh terhadap tingginya susut bobot (Mutia
2015).

2
Metode penyimpanan yang diterapkan pada bawang merah juga
berpengaruh terhadap mutu bawang merah. Penyimpanan bawang merah yang
umum dilakukan di Indonesia adalah secara tradisional pada suhu 25-30 oC
dengan RH 70%. Penelitian Mutia et al. (2015) penyimpanan bawang merah pada
suhu 5 oC, 10 oC dan suhu ruang (25-32 oC) dengan kadar air yang berbeda (76 %,
80% dan 85 %), hasil terbaik ditunjukkan oleh kondisi penyimpanan dengan kadar
air awal 80% pada suhu 5 oC, pada kondisi tersebut menghasilkan mutu akhir
yaitu susut bobot sebesar 12.49% dengan perubahan kadar air dari 80.73%
menjadi 78.32%, tingkat kerusakan sebesar 1.71%, perubahan kekerasan dari 4.02
N menjadi 3.49 N dan perubahan VRS dari 26.26 μEq g-1 menjadi 23.35 μEq g-1.
Bawang merah juga disimpan dengan cara non-tradisional, yaitu dengan
teknologi pendinginan. Kondisi yang ideal untuk cara ini adalah udara dengan
suhu 0 °C dan RH antara 60-70 % (Hall 1980). Penyimpanan bawang Bombay
komersil dengan dalam skala besar pada umumnya dilakukan dengan lemari
pendingin (refrigerator). Penyimpanan yang direkomendasikan adalah pada suhu 0
o
C dengan RH 70-75%. Selama penyimpanan dilakukan monitoring suhu dan RH
sehingga dapat mengetahui fluktuasi yang signifikan pada suhu lingkungan (FAO
2003).
Varietas merupakan salah satu faktor yang menentukan daya simpan
bawang merah. Varietas memiliki ciri dan sifat yang berbeda antara varietas yang
satu dengan yang lain. Varietas adalah sekumpulan individu tanaman yang dapat
dibedakan oleh setiap sifat (morfologi, fisiologi, sitologi, kimia) yang nyata untuk
usaha pertanian dan bila diproduksi kembali akan menunjukkan sifat-sifat yang
dapat dibedakan dari lainnya (Jasmi et al. 2013).
Namun, belum ada penelitian yang melaporkan mengenai penyimpanan
bawang merah pada beberapa varietas. Kondisi penyimpanan bawang merah
dengan suhu rendah saat ini masih terus dilakukan untuk mendapatkan suhu
optimum yang mampu menjaga mutunya. Oleh karena itu diperlukan upaya/usaha
penanganan pascapanen yang baik untuk memperpanjang masa simpan dan
meningkatkan nilai ekonomis bawang merah tersebut setelah dipanen maka
metode penyimpanan dengan suhu rendah yang optimal menjadi alternatif
sehingga dapat mempertahankan mutu bawang merah selama penyimpanan.
Perumusan Masalah
Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah komoditas pertanian yang
memiliki permintaan yang cukup tinggi. Hal ini ditunjukan dengan tingginya
konsumsi bawang merah di Indonesia yang semakin meningkat, hal ini
menjadikan komoditas ini sebagai kebutuhan sehari-hari baik dalam skala rumah
tangga maupun usaha. Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang
mudah mengalami kerusakan dan bersifat musiman sehingga sering menyebabkan
fluktuasi harga dipasar.
Kerusakan yang sering terjadi pada bawang merah yaitu susut bobot,
penurunan kekerasan, perkecambahan serta semakin berkurangnya kandungan
flavour bawang merah yang menyebabkan hilangnya nilai mutu bawang merah
tersebut. Untuk mempertahankan kualitas mutu bawang merah tersebut, maka
penyimpanan pada suhu rendah diharapkan dapat mempertahankan mutu bawang
merah yang meliputi susut bobot, kekerasan, kerusakan dan kadar sulfur/VRS
(Volatile Reducing Subtance) bawang merah selama penyimpanan sehingga dapat

3
memenuhi kebutuhan bawang merah secara kontinyu dengan mutu yang baik dan
masih diterima oleh konsumen dipasar.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk menganalisa suhu penyimpanan yang terbaik
terhadap perubahan mutu bawang merah (Allium ascolanicum L.) selama
penyimpanan. Menganalisa pengaruh suhu pada beberapa varietas bawang merah
terhadap perubahan mutu selama penyimpanan.
Hipotesis Penelitian
1.
2.
3.

Terdapat pengaruh perlakuan suhu rendah terhadap mutu varietas bawang
merah selama penyimpanan.
Terdapat pengaruh perlakuan suhu rendah yang berguna mengurangi
penurunan mutu umbi selama penyimpanan.
Terdapat interaksi antara varietas dan suhu rendah yang mempengaruhi
penurunan mutu selama penyimpanan.
Manfaat Penelitian

1.

2.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu:
Memperoleh suhu penyimpanan yang terbaik untuk bawang merah sehingga
dapat mengurangi penurunan mutu dari bawang merah yaitu susut bobot,
kekerasan, kerusakan serta kadar nilai sulfur/VRS (Volatile Reducing
Subtance).
Menjadi salah satu informasi untuk berbagai pihak terkait dalam
penyimpanan bawang merah menggunakan suhu rendah terhadap perubahan
mutu bawang merah sehingga produksi bawang merah dapat tersedia secara
kontinyu dengan mutu yang baik dan masih diterima oleh konsumen.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.)
Bawang merah merupakan tanaman semusim yang berbentuk rumput,
berbatang pendek dan berakar serabut, tinggi dapat mencapai 15-20 cm dan
membentuk rumpun. Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang. Jumlah
perakaran tanaman bawang merah dapat mencapai 20-200 akar, dengan diameter
bervariasi antara 0.5-2 mm. Bentuk daun tanaman bawang merah seperti pipa,
yakni bulat kecil memanjang antara 50-70 cm, berlubang, bagian ujungnya
meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau tua dan letak daun melekat pada
tangkai yang ukurannya relatif pendek. Pangkal daunnya dapat berubah fungsi
seperti menjadi umbi lapis (Hapsoh dan Hasanah 2011).
Mutu Bawang Merah
Bawang merah yang bermutu baik terlihat dari kualitas visual setelah
dipanen dan sesuai dengan standar nasional maupun standar pasar tradisional.
Berdasarkan SNI bawang merah (SNI 01–3159-1992), persyaratan mutu
bawang merah digolongkan ke dalam dua jenis mutu yaitu mutu I dan mutu II
(Tabel 1). Selain syarat mutu menurut SNI, segmen pasar juga menetapkan
standar mutu untuk bawang merah menjadi beberapa kelas (Tabel 2).
Tabel 1 Syarat mutu bawang merah sesuai dengan SNI 013159-1992a
Syarat
Karakteristik
Mutu I
Mutu II
Varietas
Seragam
Seragam
Ketuaan
Tua
Cukup tua
Kekerasan
Keras
Cukup keras
Diameter
Min. 1.7 cm
Min. 1.3 cm
Kerusakan (b/b)
Maks. 5%
Maks. 8%
Busuk (b/b)
Maks. 1%
Maks. 2%
Kotoran (b/b)
Tidak Ada (%)
Tidak ada
a)

Sumber: Badan Standar Nasional Indonesia

Tabel 2 Persyaratan mutu bawang merah sesuai dengan permintaan pasara
Kelas Mutu
Kriteria
Mutu I
Mutu II
Ukuran diameter umbi besar, diameter >2.5 cm
kecil, diameter 1.5-2.5
merah
ungu sampai
Warna umbi
merah ungu sampai putih
putih
Kesegaran
Segar
segar
Kadar air (%)
80-85 %
75-80 %
maks. 0.1 %, tidak
Kotoran
bebas, tidak berakar
berakar
Kekeringan/layu
3%
3.5 %
Hama/penyakit
bebas serangga
bebas serangga
a)

Sumber: Departemen Pertanian (2006)

5
Komposisi Kimia Bawang Merah
Bawang merah mengandung minyak atsiri yang terdiri atas dialilsulfida,
propantiol-S-oksida, S-Alil-L-Sistein-sulfoksida atau Aliin, prostaglandin A-1,
difenilamina dan sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin, kaemferol dan foroglusinol
(Paris dan Moyse 1981). Beberapa famili Allium telah digunakan secara luas
sebagai makanan pokok atau bahan masakan. Bawang iris segar (Allium cepa L.)
menyebabkan mata perih selama proses pemotongan dan muncul aroma khas.
Mata perih dan aroma khas ini disebabkan oleh senyawa volatile dan bahan sulfur
reaktif yang dilepaskan setelah struktur sel bawang pecah. Proses pengirisan
menyebabkan jaringan bawang rusak, sehingga meningkatkan karakteristik aroma
sulfur (Lokke et al. 2012). Kandungan senyawa volatil bawang merah tersaji pada
Tabel 3.
Tabel 3 Senyawa volatil bawang merah
Senyawa
Metil Alkohol
Hidrogen Sulfida
Asetaldehida
Sulfur dioksida
Dipropil disulfide
Propil alcohol
4-heksan-1-alkohol
2-hidroksil propantiol

Jumlah
sangat banyak
sedikit
sedikit
sangat sedikit
sangat sedikit
sangat sedikit
sangat sedikit
sangat sedikit

Sumber: Mayer (1960)

Varietas Bawang Merah
Bima Brebes
Varietas ini berasal dari daerah lokal Brebes. Umur tanaman 60 hari setelah
tanam. Tanaman berbunga pada umur 50 hari. Tinggi tanaman 25-44 cm.
Tanaman agak sukar berbunga. Banyaknya anakan 7-12 umbi per rumpun. Bentuk
daun berbentuk silinder berlubang. Warna daun hijau, jumlah daun berkisar 14-50
helai. Bentuk bunga seperti payung. Warna bunga berwarna putih. Banyak buah
per tangkai 60-100 (83). Banyaknya bunga per tangkai 120-160 (143). Banyaknya
tangkai bunga per rumpun 2-4. Bentuk biji bulat, gepeng dan berkeriput. Warna
biji hitam. Bentuk umbi lonjong bercincin kecil pada leher cakram. Warna umbi
merah muda. Produksi umbi 9.9 ton ha-1. Susut bobot umbi (basah-kering) 21.5%.
Cukup tahan terhadap penyakit busuk umbi (Botrytis alli). Peka terhadap penyakit
busuk ujung daun (Phytophthora porri). Baik untuk dataran rendah (Putrasamedja
dan Suwandi 1996).
Tajuk
Varietas bawang merah ini berasal dari nganjuk yang dintroduksi dari
Thailand. Bawang merah ini memiliki ciri-ciri: tinggi tanaman: 26.4–40.0 cm,
bentuk daun: silindris berongga, ukuran daun: panjang 27–32 cm, lebar 0.49–0.54
cm, warna daun: hijau muda, umur panen 52–59 hari, bentuk umbi: bulat, ukuran
umbi: tinggi 2.1–3.4 cm, diameter 0.8–2.7 cm, warna umbi: merah muda, berat

6
per umbi: 5–12 gram, daya simpan (suhu) 27-30 oC: 3–4 bulan setelah panen,
susut bobot umbi: 22–25%, penciri utama: warna daun hijau muda (Light Green
41 RHS 141 D), bentuk umbi bulat dengan diameter terluas mendekati ujung akar,
warna umbi merah muda (Pink RHS 64 D).
Keunggulan varietas: beradaptasi dengan baik pada musim kemarau dan
tahan terhadap hujan, memiliki aroma yang sangat tajam, sehingga cocok
digunakan sebagai bahan baku bawang goreng. Wilayah adaptasi: sesuai di
dataran rendah di Kabupaten Nganjuk. Varietas ini sedang diusulkan untuk
pendaftaran varietas hortikultura nasional (PKHT IPB 2015).
Bali Karet
Bali Karet merupakan salah satu varietas yang banyak di budidayakan
didaerah jawa tengah. Varietas ini memiliki ukuran yang relatif besar bila
dibandingkan dengan bawang merah varietas lainya. Berdasarkan Pengkajian
Teknologi Pertanian Kalimantan Barat hasil produksi bawang merah varietas Bali
Karet mencapai 11–12 ton ha-1 (Purbati 2012). Varietas ini banyak dibudidayakan
didaerah Bantul, Yogyakarta.
Pemanenan Bawang Merah
Bawang merah dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, biasanya pada
umur 60-70 hari. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda
60% leher batang lunak, tanaman rebah dan daun menguning. Pemanenan
sebaiknya dilaksanakan pada keadaan tanah kering dan cuaca yang cerah untuk
mencegah serangan penyakit busuk umbi di gudang. Pemanenan memegang
peranan penting untuk memperoleh mutu dan kuantitas bawang merah bawang
merah yang baik. Nugraheni (2004) menyatakan bahwa bawang merah memiliki
umur panen yang berbeda-beda tergantung varietasnya dan tujuan dari
penggunaan umbi bawang merah tersebut, umumnya tanaman bawang merah
akan dipanen setelah berumur 60-90 hari setelah tanam.
Bawang merah yang sudah dipenen kemudian diikat pada batangnya untuk
mempermudah penanganan. Selanjutnya umbi dijemur hingga cukup kering (1-2
minggu) di bawah sinar matahari langsung kemudian dilakukan dengan
pengelompokan (grading) sesuai dengan ukuran umbi. Pada penjemuran tahap
kedua dilakukan pembersihan umbi bawang dari tanah dan kotoran. Bila sudah
cukup kering (kadar air kurang lebih 80 %), umbi bawang merah siap dipasarkan
atau disimpan di gudang kemasan bawang. Pengeringan juga dapat dilakukan
dengan alat pengering khusus sampai mencapai kadar air 80% (Nugraheni 2004).
Pemanenan bawang merah dilakukan harus tepat waktu sesuai dengan
varietas yang ditanam. Pemanenan terlalu muda akan mengurangi bobot,
menurunkan daya tahan terhadap pembusukan, mudah bertunas serta memiliki
mutu yang kurang baik dan nilai jual yang rendah. Sedangkan bila pemanenan
pada kondisi bawang terlalu tua atau terlambat akan mengeluarkan akar pada
penyimpanan. Pemanenan bawang merah dilakukan dengan cara mencabut atau
mencungkil dari dalam tanah dengan hati-hati. Pemanenan yang dilakukan
hendaknya diupayakan agar bawang tidak mengalami luka, agar bawang merah
tidak rusak yang dapat menurunkan mutu bawang merah.

7
Pelayuan dan Pengeringan (Curring)
Bawang merah yang telah dipanen kemudian dilakukan proses pelayuan dan
pengeringan untuk mengurangi kadar air yang terkadung pada umbi bawang
merah. Proses pelayuan yang dilakukan sebelum pengeringan bertujuan untuk
menghasilkan warna kulit yang lebih cerah serta membentuk lapisan epidermis
untuk menutupi luka pada kulit umbi yang disebabkan oleh goresan selama proses
pemanenan. Hal ini juga untuk mencegah kerusakan umbi akibat busuk atau
serangan penyakit. Cara yang dapat ditempuh untuk mengeringkan bawang merah
yaitu dengan penjemuran dan menggunakan teknologi sistem pengeringan dan
penyimpanan (instore drying) (Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi 2010).
Proses pengeringan mekanik dapat dilakukan menggunakan alat pengering
seperti cabinet dryer, kipas, ruang pengering berventilasi tanpa sumber panas
buatan dan ruang berpembangkit Vorteks. Pengeringan berpengaruh terhadap
mutu dan daya simpan umbi bawang merah. Dengan pengeringan buatan, bahan
yang dikeringkan akan lebih seragam mutunya, prosesnya cepat serta terhindar
dari bahan asing yang tidak diinginkan (Histifarina et al. 1998).
Sortasi
Sortasi merupakan proses pemisahan dan penggolongan tingkat kebagusan
dan keseregaman hasil. Sortasi dapat dilakukan dengan prinsip-prinsip pemisahan,
seperti beda ukuran berat, beda ukuran bentuk, beda sifat permukanan, beda bobot
jenis, beda warna, dan beda tingkat kematangan/kemasakan. Pembersihan bawang
merah merupakan kegiatan menghilangkan kotoran yang menempel pada umbi
seperti tanah dan akar serta memperoleh umbi yang berkualitas baik. Sedangkan
kegiatan sortasi dilakukan untuk memisahkan antara umbi yang baik (bernas,
tidak cacat fisik atau busuk, berukuran seragam) dengan umbi yang jelek, rusak
atau busuk (Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi 2010).
Penyimpanan Suhu Rendah
Permasalahan yang sering dihadapi saat ini adalah cara penyimpanan
setelah proses pascapanen dilakukan, dengan menunggu hingga bawang
dipasarkan pada saat yang tepat. Penyimpanan ini pada hakekatnya memerlukan
kondisi yang tepat untuk penyimpanan umbi bawang merah sehingga tidak
mengalami penurunan mutu dan kuantitas dari umbi bawang merah yang
disimpan.
Penyimpanan suhu rendah merupakan proses pengawetan bahan pangan
yang dilakukan di atas suhu beku. Umumnya pendinginan dilakukan pada suhu
2.2-15.5 oC dimana dengan memperhatikan perbedaan sifat bahan yang disimpan.
Proses penyimpanan ini memerlukan pengontrolan suhu, meliputi penggunaan
suhu, kelembaban, serta kondisi lingkungan (Sanny 2008). Penyimpanan bawang
pada suhu rendah (0-7.5 oC) dan suhu tinggi (25-30 oC) dengan RH lingkungan
65-80% dapat menunda munculnya tunas pada bawang merah (Soedomo 2006).

8
Perubahan Mutu Bawang Merah selama Penyimpanan
Kadar Air
Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang
sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, dan citarasa pada bahan pangan. Dalam penelitian ini pengukuran kadar
air dilakukan dengan metode oven (Nugraha 2007). Kadar air dalam bahan
pangan sangat menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut.
Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir
untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan
(Winarno 1997).
Susut Bobot
Selama proses penyimpanan dilakukan bawang merah masih tetap
melakukan proses metabolisme. Proses yang masih akif dilakukan adalah respirasi,
saat proses ini berlangsung terjadi reaksi kimia enzimatis yang merombak pati,
gula, protein, lemak, asam-asam organik dan senyawa kompleks lainya menjadi
energi yang lebih sederhana (H2O dan CO2). Air dan karbondioksida ini kemudian
dilepas ke udara dalam bentuk uap dan gas, dengan pelepasan ini maka terjadi
penurunan susut bobot pada umbi bawang merah yang disimpan (Rustini dan
Prayudi 2011).
Terjadinya susut bobot selama penyimpanan adalah parameter mutu yang
mencerminkan tingkat kesegaran. Semakin tinggi susut bobot, maka produk
tersebut semakin berkurang tingkat kesegarannya. Peningkatan susut bobot
bawang merah menjadi meningkat pada suhu yang lebih tinggi karena respirasi
yang terjadi lebih tinggi. Rachmawati et al. (2009) menyatakan bahwa
peningkatan suhu penyimpanan menyebabkan proses transpirasi semakin
meningkat sehingga penguapan yang terjadi cukup besar yang mengakibatkan laju
kehilangan air meningkat.
Penyusutan juga akibat adanya respirasi dari umbi bawang itu sendiri.
Hilangnya bobot umbi bibit tersebut juga seiring dengan peningkatan temperatur
dalam penyimpanan. Kenaikan susut bobot tidak bisa lepas dari kelembaban (RH)
lingkungan dan lama umbi bawang disimpan (Rustini dan Prayudi 2011). Susut
bobot merupakan pengurangan bobot atau berat bawang merah selama proses
penyimpanan. Persentase susut bobot selama penyimpanan digunakan untuk
memprediksi nilai tambah yang diperoleh selama penyimpanan (Musaddad 1998).
Kekerasan
Kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan deformasi
tertentu. Pada beberapa komoditas pertanian kekerasan menjadi salah satu penentu
tingkat kesegaran bahan. Tekstur (kekerasan) sayuran seperti halnya tekstur buahbuahan atau tanaman lainnya dipengaruhi oleh turgor dari sel-selnya yang masih
hidup karena turgor berpengaruh terhadap keteguhan sel-sel parenkhim (Muchtadi
1992).
Semakin tinggi suhu penyimpanan, maka kekerasan akan semakin menurun.
Menurut Winarno (2002) pelunakan dan pemasakan pada komoditas yang telah

9
disimpan menyebabkan ketegaran berkurang. Berkurangnya ketegaran disebabkan
oleh berubahnya pektin yang tidak larut (protopektin) menjadi pektin yang larut.
Sanny (2008) menjelaskan bahwa protopektin merupakan bentuk dari zat pektan
yang tidak larut dalam air. Protopektin dirombak menjadi zat dengan berat
molekul yang lebih rendah sehingga menyebabkan dinding sel lunak serta
menurunkan daya kohesi antar sel.
Kerusakan (Daya Berkecambah dan Munculnya Akar)
Maemunah (2010) menyatakan bahwa secara fisiologi pengertian
perkecambahan adalah perkembangan struktur-struktur penting embrio benih
hingga munculnya akar yang menembus kulit benih. Proses metabolisme
perkecambahan benih ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Faktor
genetik yang berpengaruh terhadap perkecambahan benih adalah sifat dormansi
dan komposisi kimia benih. Menurut Soedomo (2006), faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap perkecambahan benih adalah air, gas, suhu dan cahaya.
Penyimpanan bawang pada suhu rendah (0–7.5 0C) dan suhu tinggi (25–30 0C)
dengan kelembaban (RH) lingkungan 65–75 % dapat menunda pertunasan
bawang merah.
Kelembaban merupakan salah satu penyebab munculnya akar pada bawang
merah. Kelembaban udara yang tinggi mendorong perkembangan mikroorganisme
serta memicu pertunasan. Selain itu, proses pertumbuhan tunas mengurangi nutrisi
didalam bawang merah. Pada kelembaban yang terlalu rendah penguapan air dari
umbi melambat sehingga terjadi penurunan bobot (Denelia 1995). Justice (2002)
menyatakan bahwa pada suhu (32 0C), RH (90%) dan kadar air yang tinggi, benih
ascalonicum menghasilkan viabilitas 0% dalam waktu kurang dari tiga bulan.
Menurut Anshar et al. (2011) bawang merah yang baru dipanen
mengandung kadar air yang cukup tinggi, oleh karena itu perlu disimpan sebelum
dikecambahkan agar kadar airnya dapat menurun. Umbi bawang merah yang
belum matang atau belum terbentuk sempurna akan kempes, sehingga semakin
lama bawang merah disimpan, maka bobotnya semakin menurun. Benih bawang
merah yang disimpan selama 60 hari kadar airnya menurun hingga 74% dengan
nilai susut 60%, namun daya berkecambah makin baik sekitar 99%, diikuti dengan
peningkatan volume akar dan bobot kering benih.
Kadar Sulfur
Sulfur atau yang lebih dikenal dengan Volatile Reducing Substance (VRS)
merupakan zat-zat yang mudah menguap dalam suatu bahan atau produk dan
mudah direduksi. Contoh sulfur diantaranya adalah profilsulfur, profenilsulfur,
dan aldehid (asetaldehid dan propanoldehid). Senyawa sulfur pada tanaman dari
genus Allium menghasilkan rasa dan aroma yang sangat kuat (Fennema 1996),
berperan dalam menentukan aroma khas dan rasa dari tanaman bawang merah
serta sebagian dari sifat biologis tanaman tersebut (Godevac et al. 2008).
Semakin tinggi kadar VRS semakin tajam aromanya. Selain sulfur, aroma
bawang merah juga dipengaruhi oleh keadaan selama pertumbuhan termasuk
umur tanaman, kandungan sulfur tanah, kandungan air tanah, keadaan selama
penyimpanan dan pengolahan lebih lanjut setelah panen (Nugraheni 2004).
Senyawa utama sulfur pada bawang merah ialah thiosulfinate, sedangkan pada
ekstrak bawang putih yaitu allicin atau diallyl thiosulfinate (Kimbaris et al. 2006).

10

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan
Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Laboratorium
Pengujian Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, pada
bulan Januari-April 2016.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan pada penelitian adalah bawang merah varietas
Bima Brebes, Tajuk, dan Bali Karet dengan umur 60 HST (hari setelah tanam),
kemasan rajut plastik dan kemasan plastik klip. Bahan kimia yang digunakan
adalah HNO3, HClO4, BaCL2, kapur (CaCO3) dan silika gel.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah refrigerator
(Mitsubishi) untuk penyimpanan bawang pada suhu 0 oC dan 5 oC, jangka sorong,
termometer, hygrometer (Opus 10) untuk pengukuran RH, oven (Izuzu),
timbangan analitik (Adam PW 184 dan mettle PM 4800), rheometer (CR-300)
untuk pengujian kekerasan bawang dan alat analisa Atomic Absorbtion
Spectrophotometer (AAS).
Prosedur Penelitian
Penyiapan Umbi Bawang Merah
Bawang merah yang sudah dipanen diberikan perlakuan curing dan
pengeringan selama 14 hari. Kemudian dilakukan pengangkutan transportasi darat
dari Brebes menuju ke tempat penelitian (Bogor, Dramaga) dengan lama
perjalanan ±18-48 jam. Saat bawang merah sampai di tempat penelitian bawang
kemudian diukur kadar airnya, jika kadar airnya masih tinggi maka dilakukan
penurunan kadar air bawang merah hingga kadar air 78-82 %.
Penyimpanan Umbi Bawang Merah
Umbi bawang merah yang telah mencapai kadar air 78-82 % kemudian
dibersihkan dari kotoran dan lembar-lembar daun kering. Bawang merah juga
disortir dari umbi terserang hama ataupun yang mengalami kerusakan. Penelitian
ini menggunakan sampel sebanyak 2 kg bawang merah dalam bentuk lepasan.
Setiap perlakuan kemudian dikemas dengan menggunakan kemasan rajut plastik
selama penyimpanan. Suhu penyimpanan dingin yang digunakan yaitu suhu 0 oC,
5 oC dengan RH 65-70% serta suhu ruang (25 oC-32 oC) dengan RH ruang (5088%). Selama penyimpanan pada suhu 0 oC, 5 oC ditempatkan kapur (CaCO3)
pada refrigerator untuk tetap mempertahankan RH yang diinginkan dengan
melakukan pergantian kapur (CaCO3) dan silika gel setiap minggu (Mutia 2015).
Penyimpanan dilakukan selama 3 bulan atau 12 minggu. Pengamatan dilakukan
setiap 2 minggu sekali dengan parameter yang diamati adalah kadar air, susut
bobot, kekerasan, kadar sulfur dan persentase kerusakan (busuk/jamur, hampa dan
tunas).

11

(a)
(b)
Gambar 1 Sortasi (a) dan pengemasan (b) umbi bawang merah berdasarkan
ukurannya (diameter)

(a)
(b)
Gambar 2 Penyimpanan umbi bawang merah pada suhu rendah (a) dan suhu ruang
(b)

a

b

c

Gambar 3 Varietas bawang merah yang digunakan dalam penelitian (a) Varietas
Bali Karet (b) Varietas Bima Brebes dan (c) Varietas Tajuk

12
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rancangan petak terbagi (split plot) yang terdiri dari:
1. Suhu Penyimpanan (S) sebagai petak utama yang terdiri atas:
S0
= penyimpanan pada suhu 0 oC RH 65-70%
S5
= penyimpanan pada suhu 5 oC RH 65-70%
SR
= penyimpanan pada suhu ruang (25-32 oC) RH ruang (52-88%)
2. Varietas bawang merah (V) sebagai anak petak yang terdiri atas:
V1
= Bawang Merah Varietas Bima Brebes
V2
= Bawang Merah Varietas Tajuk
V3
= Bawang Merah Varietas Bali Karet
Dari perlakuan tersebut maka diperoleh 3x3 = 9 kombinasi, dengan
menggunakan 3 ulangan sehingga terdapat 3x9 = 27 unit percobaan. Setiap unit
percobaan menggunakan bawang (umbi) seberat 2 kg, sehingga bawang (umbi)
yang dibutuhkan sebanyak 27x2 kg = 54 kg.
Model Rancangan yang digunakan adalah:
Yijk = μ + Kk + αi + βj +

ik

+ (αβ)ij +

ijk

(1)

Keterangan
Yijk
: nilai pengamatan pada suhu penyimpanan ke-i, varietas bawang merah
ke-j dan ulangan ke-k
μ
: nilai rataan umum
Kk
: pengaruh kelompok ke-k
αi
: pengaruh utama suhu penyimpanan ke-i
: pengaruh pengacakan varietas bawang merah pada perlakuan suhu
ik
penyimpanan
βj
: pengaruh perlakuan varietas bawang merah ke-j
(αβ)ij : pengaruh interaksi perlakuan suhu penyimpanan ke-i dan varietas
bawang merah ke-j
: pengaruh pengacakan pada anak petak
ijk
Data dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA) menggunakan
software SAS 9.1.3 untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan. Jika dalam
analisis ragam terdapat pengaruh nyata dari faktor perlakuan, maka analisis
statistik dilanjutkan dengan Uji DMRT untuk melihat perbedaan pengaruh dari
masing-masing perlakuan pada selang kepercayaan 95% atau pada nilai p=0.05.
Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 3 bulan atau 12 minggu.

13
Bawang merah umur 60 HST

Varietas Bima Brebes

Varietas Tajuk

Varietas Bali Karet

Curring dan pengeringan selama 14 hari dengan kadar
air ± 82%

Penyortiran dan pembersihan

Ukuran (Besar, Sedang, Kecil)

Bawang merah dikemas 2 kg dalam rajut plastik

Penyimpanan pada
suhu 0 oC RH 65-70 %

Penyimpanan pada
suhu 5 oC RH 65-70 %

Penyimpanan pada SR
(25-30 oC) RH 50-70%)

Penyimpanan selama 3 bulan

Pengamatan:
Kadar air
Susut bobot
Tingkat kekerasan
Kadar sulfur
Tingkat kerusakan

Aklimatisasi

Gambar 4 Diagram alir penelitian

14
Parameter Pengamatan
Kadar Air
Proses pengukuran dan pengamatan terhadap kadar air diawali dengan
penimbangan massa awal bahan dan ditata di atas wadah yang telah diketahui
beratnya. Wadah sampel yang akan ditentukan kadar airnya ditempatkan pada
masing-masing rak. Posisi wadah sampel berada di tengah-tengah rak. Perubahan
kadar air setiap jam didapatkan hanya dengan menimbang wadah sampel pada
selang waktu tertentu. Setelah penimbangan, wadah sampel ditempatkan kembali
ke dalam rak pada kedudukan semula.
Untuk mengukur perubahan kadar air bahan, kadar air awal bahan telah
ditentukan dengan metode oven. Pengukuran kadar air selama proses pengeringan
berlangsung dihitung berdasarkan komponen massa berikut:
(2)

Kadar air =
Keterangan:
Wa
= masa bahan (g)
Wd
= massa padatan bahan (g)
Kadar Air Metode Oven (AOAC 2005)

Sampel bawang ditimbang sebanyak 5 g kemudian ditaruh dalam cawan
aluminium yang telah diketahui bobot keringnya. Selanjutnya cawan yang telah
berisikan sampel, dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C hingga berat
mencapai konstan. Sebelum ditimbang, cawan didinginkan dalam desikator
selama 15 menit. Perhitungan kadar air ditentukan dengan rumus:
(3)

Kadar air (%bb)
Keterangan:
Ba
= berat cawan dan sampel akhir (g)
Bb
= berat cawan (g)
Bc
= berat sampel awal (g)
Susut Bobot

Susut bobot pada penelitian ini dinyatakan dalam persen dan diperoleh
dengan cara menimbang bobot awal dan bobot akhir, kemudian dimasukkan
dalam persamaan berikut:
(4)

Susut bobot =
Kekerasan Bahan

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan umbi terhadap jarum
penusuk (probe) dari rheometer. Umbi bawang merah ditekan oleh probe, beban
maksimum 10 kg. Diameter probe sebesar 5 mm, diset pada kedalaman 10.0 mm

15
dengan kecepatan jarum sebesar 60 mm/menit. Pengukuran dilakukan sebanyak
tiga kali ulangan pada masing-masing sampel dan kemudian dirata-ratakan
nilainya. Nilai dari rheometer akan berupa massa (N).
Kadar Nilai Sulfur
Umbi bawang ditimbang sebanyak 0.5 g kemudian dimasukkan ke dalam
tabung digest, ditambah 5 ml asam nitrat p.a dan 0.5 ml asam perklorat p.a
kemudian didiamkan selama 24 jam. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 100 oC
selama 1.5 jam, dan suhu ditingkat menjadi 150 oC selama 2.5 jam hingga uap
berwarna kuning dan hilang. Setelah uap kuning habis, suhu ditingkatkan menjadi
170 oC selama 1 jam hingga terbentuk uap putih. Proses destruktif selesai apabila
terbentuk endapan putih atau sisa larutan jernih sebanyak 0.5 ml. Ekstrak ini
kemudian didinginkan dan diencerkan dengan air bebas ion menjadi 50 ml,
kemudian dikocok hingga homogen dan dibiarkan selama 24 jam.
Ekstrak jernih digunakan untuk pengukuran unsur makro: P, K, Ca, Mg,
Na, dan S, kemudian unsur-unsur mikro: Fe, Al, Mn, Cu, Zn, dan B. Pengukuran
S dilakukan dengan mempipet masing-masing 1 ml ekstrak dan deret standar S ke
dalam tabung kimia ditambahkan 7 ml asam campur dan 2.5 ml larutan BaCl2
kemudian dihomogenkan di dalam tabung pengocok. Diamkan selama 30 menit
kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 4.94 nm
dihitung menggunakan rumus:
(5)

Kadar S (%) =
Keterangan:
S
= Kadar sulfur (%)
Dk
= Deret standar S (ppm)
Bs
= Bobot sampel (mg)
fk
= Faktor koreksi kadar air (%)
fp
= Faktor pengencer
Persentase Kerusakan

Kerusakan umbi bawang merah pada penelitian ini adalah umbi
busuk/jamur, umbi hampa dan umbi tunas. Persentase kerusakan pada penelitian
ini dinyatakan dalam persen yang diperoleh dengan menghitung banyaknya
bawang yang mengalami kerusakan dan banyak bawang yang disimpan, kemudian
dimasukkan dalam persamaan:
Kerusakan =

(6)

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perubahan Kualitas Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) selama
penyimpanan
Penyimpanan merupakan salah satu cara untuk mengatasi jumlah panen
yang melimpah pada saat panen raya bawang merah. Penyimpanan yang baik
dibutuhkan untuk menjaga mutu bawang merah setelah dipanen dari lahan
pertanian. Kondisi penyimpanan bawang merah secara tradisional dinilai memiliki
dampak penurunan mutu yang cukup besar, maka diperlukan cara untuk menjaga
mutu bawang merah tetap baik. Perubahan kualitas bawang merah dipengaruhi
oleh suhu pada saat penyimpanan, terutama suhu yang sangat tinggi. Selain itu
perubahan mutu bawang merah juga dipengaruhi oleh varietas yang disimpan
pada saat panen. Pada penelitian ini faktor suhu dan varietas dianggap dapat
memberikan pengaruh terhadap perubahan kualitas bawang merah yang terdiri
dari kadar air, susut bobot, kekerasan, kerusakan, dan kandungan sulfur.
Kadar Air
Interaksi antara perlakuan suhu dan varietas tidak memberikan pengaruh
yang nyata terhadap kadar air bawang selama penyimpanan. Bawang merah yang
disimpan pada suhu 0 oC mengalami perubahan penurunan kadar air pada minggu
ke-2 dan minggu ke-6. Sedangkan perubahan kadar air pada suhu 5 oC terjadi
pada akhir penyimpanan pada minggu ke-12. Perubahan kadar air pada suhu
ruang terjadi pada minggu ke-2, 6 dan minggu ke-12 (Tabel 4).
Tabel 4 Kadar air bawang merah selama penyimpanan
Kadar Air (%)
Suhu
Minggu simpan
0
2
4
6
8
a
b
a
ab
0
82.92 82.75
83.11
82.85
82.89a
5
83.01a 83.31a 83.20a
83.20a
82.56a
Ruang
83.23a 82.44c 82.42a
82.44b
82.51a
Kadar Air (%)
Varietas
Minggu simpan
0
2
4
6
8
Bima
82.87b 82.50a 82.63a
82.10b
83.12a
Brebes
Tajuk
82.98b 82.98a 82.84a
83.19a
81.99b
Bali Karet 83.31a 83.01a 83.27a
83.20a
82.85a

10
82.62a
81.56a
81.84a

12
83.10a
82.01b
81.42c

10

12

82.30a

82.09a

81.93a
81.80a

81.93a
82.51a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT taraf 5%

Perubahan kadar air bawang merah pada suhu 0 dan 5 oC yang berfluktuatif
(Tabel 4) baik penurunan maupun peningkatan kadar air dipengaruhi kondisi
penyimpanan. Penurunan kadar air dipicu oleh aktivitas metabolisme, yaitu proses
respirasi bawang merah serta penurunan kelembaban (RH). Sementara itu
peningkatan kadar air disebabkan karena kelembaban (RH) yang meningkat dan

17
terserap oleh bawang merah selama penyimpanan. Perubahan kadar air yang
sangat kecil hingga akhir penyimpanan pada suhu 0 dan 5 oC terjadi karena suhu
dan RH yang terkontrol selama penyimpanan. Suhu dan kelembaban (RH)
berpengaruh terhadap kadar air bawang merah yang disimpan. Kelembaban (RH)
dalam ruang penyimpanan berhubungan langsung dengan daya tahan kualitas
bahan yang disimpan. Kelembaban yang rendah mengakibatkan pelayuan atau
pengeriputan (shriveling) pada bahan, selain itu kelembaban yang tinggi dapat
merangsang proses pembusukan jika terjadi perubahan atau variasi temperatur
dalam ruangan. Temperatur penyimpanan yang stabil perlu dijaga untuk
mendapatkan hasil yang baik setelah komoditas disimpan beberapa waktu (Komar
2001).
Bawang yang disimpan pada suhu ruang (25-32 oC) mengalami perubahan
kadar air selama penyimpanan. Penurunan kadar air ini dipengaruhi oleh tingginya
transpirasi yang terjadi pada saat penyimpanan sehingga menurunkan kandungan
air dalam bawang. Berdasarkan analisis ragam faktor suhu memberikan pengaruh
nyata pada taraf (p