Populasi Dan Autekologi Acacia Decurrens (Wendl.) Wild Di Taman Nasional Gunung Merapi

POPULASI DAN AUTEKOLOGI Acacia decurrens (WENDL.)
WILD DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

SUNARDI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Populasi dan Autekologi
Acacia decurrens (Wendl.) Wild di Taman Nasional Gunung Merapi adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016
Sunardi
G353124021

RINGKASAN

SUNARDI. Populasi dan Autekologi Acacia decurrens (Wendl.) Wild di Taman
Nasional Gunung Merapi. Dibimbing oleh SULISTIJORINI dan TITIEK
SETYAWATI.
Erupsi gunung Merapi tahun 2010 telah mengubah komposisi vegetasi
kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Perubahan kondisi
lingkungan pasca erupsi disertai penurunan jumlah spesies tumbuhan asli dan
tergantikan oleh spesies asing invasif. Spesies asing atau alien adalah spesies yang
dibawa/terbawa masuk ke suatu ekosistem secara tidak alami. Spesies invasif
adalah spesies, baik spesies asli maupun bukan, yang secara luas mempengaruhi
habitatnya, dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, atau
membahayakan manusia. Spesies asing invasif memiliki kemampuan
mendegradasi spesies asli dan mendominasi lokasi yang mengalami gangguan
atau kerusakan. Pengendalian spesies asing invasif perlu dilakukan untuk
mencegah penyebaran dan dampak negatif terhadap ekosistem. Langkah awal

pengendalian spesies tumbuhan invasif adalah mempelajari karakter biologi
spesies tersebut dengan lingkungannya. Studi mengenai karakter biologi, faktor
ekologi, dan interaksi spesies dengan lingkungannya disebut Autekologi. Secara
umum penelitian ini dilaksanakan untuk menjelaskan populasi dan Autekologi
tumbuhan asing invasif Acacia decurrens di TNGM.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan: 1) Mengetahui komposisi dan
keanekaragaman spesies serta persebaran tumbuhan asing di kawasan TNGM
yang terkena dampak oleh erupsi gunung Merapi; 2) Mengkaji autekologi A.
decurrens sebagai langkah awal dalam penanggulangan invasi tumbuhan asing
tersebut di TNGM; 3) Mengetahui perlakuan pendahuluan yang tepat dalam
pematahan dormansi biji A. decurrens; 4) Mengetahui perlakuan pengendalian
yang efektif untuk menghambat perkecambahan dan pertumbuhan A. decurrens.
5) Menganalisis risiko invasif dari Invasive Alien Species (IAS) di Taman
Nasional Gunung Merapi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa erupsi gunung Merapi berpengaruh
terhadap keanekaragaman spesies khususnya di daerah terdampak erupsi. Daerah
yang terkena dampak erupsi (Cangkringan dan Kemalang) memiliki jumlah
tumbuhan Invasive Alien Species (IAS) yang lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah yang tidak terkena dampak erupsi (Selo). Tumbuhan IAS yang ditemukan
pada lokasi penelitian merupakan spesies herba dan pohon. A. decurrens adalah

IAS yang mendominasi sejumlah area di kawasan TNGM berdasarkan Indeks
nilai penting (INP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah yang terinvasi
oleh A. decurrens merupakan daerah terkena dampak erupsi yaitu Resort
Cangkringan dan Resort Kemalang. Erupsi gunung Merapi yang disertai luncuran
awan panas mengakibatkan vegetasi tumbuhan mengalami kematian, sehingga di
kedua lokasi tersebut menjadi lahan yang terbuka. Kondisi lahan terbuka
dimanfaatkan oleh A. decurrens untuk tumbuh dengan baik.
Erupsi disertai awan panas diduga memecah dormansi biji yang tersimpan
dalam tanah. Spesies A. decurrens memiliki biji yang keras sehingga mampu
bertahan untuk tetap dorman pada kondisi tertentu. Hal ini didukung oleh hasil

penelitian bahwa suhu tinggi merupakan stimulan yang dapat meningkatkan
viabilitas dan kemampuan perkecambahan biji A. decurrens. Perlakuan yang
efektif dalam memecah dormansi biji A. decurrens adalah perendaman,
pemanasan serta pemberian zat kimia dan hormon pertumbuhan. Hasil penelitian
ini juga memaparkan data bahwa viabilitas biji A. decurrens dapat ditekan dengan
menggunakan ekstrak alelopati Centella asiatica dan Imperata cylindrica. Ekstrak
alelopati dari kedua tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai alternatif
pengendalian biologis.
Hasil penelitian ini secara umum memberikan informasi autekologi dan

risiko invasi A. decurrens. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai dasar
dalam melakukan upaya pengendalian dan mencegah terjadinya dampak yang
lebih buruk terhadap ekosistem TNGM. Pengendalian invasi A. decurrens
direkomendasikan kepada pihak TNGM untuk mencegah penyebaran tumbuhan
A. decurrens pada wilayah yang lebih luas. Upaya pengendalian yang dapat
dilakukan yaitu secara mekanis, kimiawi dan biologi. Berdasarkan hasil penelitian
secara keseluruhan direkomendasikan kepada pihak pengelola TNGM untuk
melalukan pengendalian secara mekanik dan biologi. Upaya tersebut lebih efisien
dan tidak berdampak negatif terhadap lingkungan ekosistem TNGM.
Kata kunci: Invasive alien species, Acacia decurrens, autekologi, analisis risiko

SUMMARY
SUNARDI. Population and Autecology of Acacia decurrens (Wendl.) Wild in
Mount Merapi National Park. Supervised by SULISTIJORINI dan TITIEK
SETYAWATI.
The eruption of Mount Merapi in 2010 has several impacts to the
environmental condition. One of the impacts is decrease number of native plant
species. After the eruption there was found non native or alien plant species in
several Mount Merapi National Park (MMNP) areas. Alien species is a species
that has been intentionally or unintentionally introduced to a location, area, or

region where it does not occur naturally. Some of the alien species in MMNP are
classified into invasive spesies. The invasive species has negative impact to the
ecosystem and also dominating the new area that caused the native plant species
loose their habitat. Invasive alien species are animals, plants or other organisms
introduced by man into the place that out of their natural range of distribution,
where they become established and disperse, generating a negative impact on the
local ecosystem and species. Prevention and control of invasive alien species can
be done by studied the biological characters and how its interaction with the
environment. The study about biological characters, ecological factors, and the
interaction of invasive plant species with their environment called Autecology.
This study explain about the population and the autecology of invasive alien
species in MMNP.
The aims of this study are: 1) to determine the composition and diversity of
species and the spread of alien plants in MMNP areas that affected by the eruption
of Mount Merapi; 2) to analysis the autecology of A. decurrens as a first step to
respond the invasion in MMNP; 3) to identified the pretreatment to break the seed
dormancy of A. decurrens; 4) to identified the effective handling that can inhibit
the seed germination and the growth of A. decurrens. 5) to analysis of the risk of
Invasive Alien Species (IAS) in the MMNP.
Vegetation data were collected in two different sites, one was in

Cangkringan and Kemalang that affected by pyroclastic flow and the other in Selo
that was not affected. The eruption of Mount Merapi caused the decline in species
diversity, especially in the regions that are affected by the eruption. Several
invasive plant species are found in the areas that affected by pyroclastic flow. The
invasive plants species such as A. decurrens (Fabaceae), Centella asiatica
(Apiaceae), Chromolaena odorata (Asteraceae), Wedelia trilobatata (Asteraceae),
and Imperata cylindrica (Poaceae) are widely spread in Cangkringan and
Kemalang. Result showed that the population of A. decurrens in Cangkringan and
Kemalang was higher than in Selo. The important value indexes (IVI) showed that
A. decurrens is more dominant in Cangkringan and Kemalang than Selo. In
Cangkringan and Kemalang A. decurrens was distributed in a clump while in Selo
it showed a random pattern. The autecology data showed that the A. decurrens has
positive association with the herb plant and negative competition with other tree
plants. Environmental data such as temperature, humidity, light density, soil pH,
and soil humidity were recorded in each sampling plot. The correlation between
environmental data was assessed using Canonical Correspondence Analysis
(CCA). The Canonical analysis showed that the abiotic factor such as temperature

and light intensity support the A. decurrens to dominated the MMNP areas. The
test results of the chemical content of the soil indicates that the area invaded by A.

decurrens has high value of C and N. It can be infferred that the eruption of
Mount Merapi was the main factor the invasion of A. decurrens.
The eruption of Merapi volcanoes has been accompanied by hot clouds. The
eruption was burned down all of the vegetation and has changed into the open
land. The A. decurrens was taking advantages from this condition to invaded the
degraded area. Eruption accompanied by a high-temperature of pyroclastic flow
was breaking the dormancy of the A. decurrens seed bank. A. decurrens has a hard
seed that can survive and dormant in certain condition. The research showed that
the high temperature is a stimulant that can increase the seed viability and the
germination ability of A. decurrens seeds. Germination is a critical stage in the life
cycle of plants, and often controls population dynamics, with major practical
implications. To evaluate the effect of termperature on germination rate, the study
was peformed to break dormancy and enhance germination of A. decurrens seeds.
Soaking, heating, using chemicals, and growth hormones are the effective
treatments to breaking the dormancy of A. decurrens seeds. Temperature was the
most important factor of A. decurrens seed germination. This study also
performed a treatment to suppress the germination of A. decurrens seeds. The
results showed that the viability of the seeds of A. decurrens may suppressed by
the allelopathy extract of C. asiatica and I. cylindrica. Allelopathy extracts of both
plants can be used to controll the invasion of A. decurrens.

The autecology and the risk analysis of A. decurrens invasion are important
information to manage the invasion. We recommended to the Mount Merapi
National Park management to prevent the negative effects from the invasion. We
also recommended to the MMNP for controlling the invasion and prevent the
spread of A. decurrens into a larger area. There are various techniques to control
the invasion such as mechanical, chemical and biological agent. Mechanical and
biological control is more effective and economic than using a herbicide
treatment.
Keywords: Invasive alien species, Acacia decurrens, autecology, risk analysis

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


POPULASI DAN AUTEKOLOGI Acacia decurrens (WENDL.)
WILD DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI

SUNARDI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Agus Hikmat, MSc.FTrop

Judul Tesis
Nama


NIM

: Populasi dan Autekologi Acacia decurrens (Wendl.) Wild di
Taman Nasional Gunung Merapi
: Sunardi
: G353124021

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

v-

Dr Ir Sulistijorini. MSi
Ketua

Dr Ir Titiek Setyawati. MSc
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan

\rM /
Dr Ir Miftahudin, Msi

Tanggal Ujian: 26 lanuan 2016

ffi

:":&ifrm
B$f{'fuit$

ranggalLulus:

Z6 ApR 2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 hingga Mei
2015 ialah Invasive Alien Species (IAS), dengan judul Populasi dan Autekologi
Acacia decurrens (Wendl.) Wild di Taman Nasional Gunung Merapi. Penelitian
ini didanai oleh FORIS-Indonesia Project, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Sulistijorini, MSi dan Dr Ir
Titiek Setyawati, MSc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan saran
dan masukan selama proses penelitian dan penyusunan tesis. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh Staf Balai Taman Nasional
Gunung Merapi, yang telah membantu selama pengumpulan data di lapangan,
serta kepada Dr Soekisman Tjidtrosoedirjo yang telah banyak memberi saran dan
masukan dalam penyusunan analisis risiko tumbuhan asing invasif. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Biologi
Tumbuhan yang telah memberikan dukungan moril selama proses penyelesaian
studi. Ungkapan terima kasih yang terdalam disampaikan kepada ayahanda
Mansyur dan Ibunda Najima atas doa dan kasih sayang yang telah dilimpahkan
kepada penulis sehingga dapat menempuh dan mnyelesaikan pendidikan program
pascasarjana.
Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan karya ilmiah ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

Sunardi

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

vii

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
3
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Taman Nasional Gunung Merapi
Spesies Asing Invasif
Deskripsi Acacia decurrens (Wendl.) Wild.
Autekologi
Alelopati
Analisis Risiko Tumbuhan Asing Invasif

5
5
7
8
8
9
10

3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Alat dan Bahan
Metode
Analisis Vegetasi
Analisis Data Vegetasi
Autekologi
Uji Daya Tahan dan Viabilitas Biji A. decurrens
Penghambatan Perkecambahan Biji A. decurrens
Penghambatan Pertumbuhan Tanaman A. decurrens
Analisis Risiko Tumbuhan Asing Invasif di Taman Nasional Gunung
Merapi

11
11
11
12
12
13
14
15
15
16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Persebaran Tumbuhan Asing Invasif dan Autekologi A. decurrens Pasca
Erupsi Gunung Merapi
Struktur dan Komposisi Vegetasi
Tumbuhan Asing Invasif di TNGM
Uji Daya Tahan dan Viabilitas Biji A. decurrens
Penghambatan Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan A. decurrens
(Alternatif Pengendalian)

20
20

18

20
23
28
33
37

Analisis Risiko Tumbuhan Asing Invasif di Taman Nasional Gunung
Merapi
Pembahasan
Persebaran Tumbuhan Asing Invasif dan Autekologi A. decurrens Pasca
Erupsi Gunung Merapi
Viabilitas Biji A. decurrens (Wendl.) WiIld.
Penghambatan Perkecambahan Biji dan Pertumbuhan A. decurrens
(Alternatif Pengendalian)
Analisis Risiko Tumbuhan Asing Invasif di Taman Nasional Gunung
Merapi

41
43
43
47
48
51

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

54
54
54

DAFTAR PUSTAKA

55

LAMPIRAN

61

RIWAYAT HIDUP

75

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Halaman
Kategori risiko tumbuhan invasif
19
Kategori fisibilitas pengelolaan tumbuhan invasif
19
Komposisi spesies tumbuhan bawah di resort Cangkringan pada tiga
zona ketinggian
23
Komposis spesies tumbuhan fase pancang di resort Cangkringan pada
tiga zona ketinggian
24
Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Cangkringan pada tiga
zona ketinggian
24
Komposisi spesies tumbuhan tumbuhan bawah di resort Kemalang pada
tiga zona ketinggian
25
Komposisi spesies tumbuhan fase pancang di resort Kemalang pada tiga
zona ketinggian
25
Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Kemalang pada tiga
zona ketinggian
25
Komposisi spesies tumbuhan tumbuhan bawah di resort Selo pada tiga
zona ketinggian
26
Komposisi spesies tumbuhan fase pancang di resort Selo pada tiga zona
ketinggian
27
Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Selo pada tiga zona
ketinggian
27
Spesies tumbuhan asing invasif di Taman Nasional Gunung Merapi
28
Uji kandungan kimia tanah di lokasi Cangkringan, Kemalang dan Selo.
31
Pengaruh perlakuan perendaman pada suhu dan waktu yang berbeda
terhadap perkecambahan biji A. decurrens.
33
Pengaruh perlakuan perendaman pada berbagai konsentrasi larutan
KNO3 terhadap perkecambahan biji A. decurrens
34
Pengaruh pemanasan langsung dan konsentrasi novelgro terhadap
perkecambahan biji A. decurrens.
36
Nilai rata-rata perkecambahan biji A. decurrens perlakuan pemberian
ekstrak alelopati
37
Rekapitulasi uji statistik perlakuan pemberian ekstrak alelopati pada
tanaman A. decurrens.
38
Hasil percobaan alelopati Alang-alang terhadap pertumbuhan semai A.
decurrens.
40
Nilai risiko tumbuhan asing invasif di TNGM
41
Nilai fisibilitas pengelolaan tumbuhan asing invasif di TNGM
42
Maktriks rekomendasi pengelolaan tumbuhan asing invasif
42
Rekomendasi pengelolaan tumbuhan asing invasif di TNGM
42

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Peta Taman Nasional Gunung Merapi
Desain transek dan plot pengamatan di lokasi penelitian
Desain plot tersarang pengamatan vegetasi tumbuhan
Jumlah famili dan spesies tumbuhan di TNGM pada tiga zona
ketinggian
Indeks keanekaragaman, Indeks kemerataan spesies dan Indeks
dominansi di tiga lokasi penelitian
Jumlah spesies tumbuhan bawah, pancang dan tiang di tiga lokasi
penelitian (Cangkringan, Kemalang, dan Selo)
Hasil ordinasi NMDS (2d stress=0.01) komposisi spesies dan
kelimpahan A. decurrens
Hasil ordinasi NMDS (2d stress=0.01) yang menunjukkan perbedaan
kluster asosiasi komunitas tumbuhan di lokasi Resort Cangkringan,
Kemalang dan Selo
Faktor lingkungan (abiotik) di tiga lokasi penelitian
Hasil analisis Canonical Correspondence Analysis pengaruh faktor
lingkungan di tiga lokasi penelitian (Cangkringan; Kemalang; Selo)
Rata-rata diameter batang dan tinggi pohon A. decurrens di tiga lokasi
(Cangkringan, Kemalang, dan Selo)
Daya berkecambah (DB%) biji A. decurrens dengan perlakuan
perendaman
Kecepatan tumbuh (KcT %) biji A. decurrens dengan perlakuan
perendaman
Daya berkecambah (DB %) biji A. decurrens dengan perlakuan
perendaman KNO3
Kecepatan tumbuh biji A. decurrens dengan perlakuan perendaman
KNO3
Daya berkecambah (DB %) biji A. decurrens perlakuan pemanasan
langsung dan konsentrasi novelgro
Kecepatan tumbuh (KcT %) biji A. decurrens perlakuan pemanasan
langsung dan konsentrasi novelgro
Daya berkecambah (DB %) dan kecepatan tumbuh (KcT %) biji A.
decurrens dengan perlakuan alelopati
Pengaruh pemberian ekstrak alelopati I. cylindrica terhadap jumlah daun
dan tinggi tanaman A. decurrens
Bobot kering tanaman A. decurrens perlakuan pemberian ekstrak
alelopati C. asiatica dan I. cylindrica
Derajat kematian (DK %) dan kecepatan kematian (KcK %) A.
decurrens perlakuan alelopati I. cylindrica.

5
12
12
20
21
22
29

29
30
31
32
33
34
35
35
36
37
38
39
40
41

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Daftar pertanyaan penilaian risiko tumbuhan invasif
Komposisi spesies tumbuhanbawah di resort Cangkringan pada tiga
zona ketinggian
3 Komposisi spesies tumbuhan fase pancang di resort Cangkringan pada
tiga zona ketinggian
4 Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Cangkringan pada tiga
zona ketinggian
5 Komposisi spesies tumbuhan tumbuhan bawah di resort Kemalang pada
tiga zona ketinggian
6 Komposisi spesies tumbuhan fase pancang di resort Kemalang padatiga
zona ketinggian
7 Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Kemalang pada tiga
zona ketinggian
8 Komposisi spesies tumbuhan tumbuhan bawah di resort Selo pada tiga
zona ketinggian
9 Komposisi spesies tumbuhan fase pancang di resort Selo pada tiga zona
ketinggian
10 Komposisi spesies tumbuhan fase tiang di resort Selo pada tiga zona
ketinggian

62
68
70
70
70
72
72
72
73
74

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan kawasan
hutan lindung yang kaya akan spesies flora dan fauna. Keberadaan gunungapi
paling aktif di pulau Jawa yaitu gunung Merapi merupakan ciri khas TNGM.
Letusan (erupsi) gunung Merapi terjadi pada Selasa malam 26 Oktober 2010
hingga Sabtu 6 November 2010 tercatat sebagai bencana terburuk dalam kurun
waktu 100 tahun atau sejak 1870 (BNPB 2011). Erupsi gunung Merapi disertai
luncuran awan panas (Wedhus Gembel) berupa debu atau material vulkanik, dapat
menimbulkan kerusakan pada daerah yang terkena dampak erupsi. Suhu awan
panas berkisar antara 600–800 °C dan kecepatan luncuran dari kawah mencapai
100 km-1.
Dampak dari awan panas adalah terjadi kebakaran atau kerusakan vegetasi
hutan di beberapa lokasi TNGM. Selain awan panas, debu akibat erupsi
menyebabkan kematian beberapa spesies tumbuhan. Setelah erupsi gunung
Merapi, proses suksesi terjadi secara alami untuk mengembalikan kondisi
ekosistem TGNM. Vegetasi tumbuhan pasca erupsi mengalami penurunan jumlah
spesies khususnya pada kawasan yang terkena dampak awan panas. Jenis-jenis
asli ciri khas flora pegunungan tergantikan oleh spesies baru yang mendominasi
beberapa lokasi yang terkena dampak erupsi Gunung Merapi. Beberapa spesies
baru merupakan spesies pendatang atau asing bahkan terdeteksi sebagai spesies
invasif.
Spesies asing atau alien adalah spesies yang dibawa/terbawa masuk ke
suatu ekosistem secara tidak alami. Spesies invasif adalah spesies, baik spesies
asli maupun bukan, yang secara luas mempengaruhi habitatnya, dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, atau membahayakan
manusia. Spesies asing tidak selalu invasif, spesies invasif belum tentu berasal
dari luar/asing. Invasive Alien Species (IAS) merupakan kombinasi dari spesies
asing dan spesies invasif (CBD-UNEP 2014). Spesies invasif merupakan spesies
yang mengancam kelestarian lingkungan dan berdampak negatif terhadap
keanekaragaman flora dan fauna. Spesies invasif mampu menyebar secara alami
meskipun tidak terjadi gangguan pada ekosistem. Introduksi spesies tumbuhan
asing awalnya bertujuan untuk kepentingan ekonomi, konservasi dan nilai eksotik.
Namun proses tersebut tanpa melalui kajian tentang karakter biologi, potensi
invasi dan musuh alami yang dapat menekan penyebarannya (Alpert 2006).
Keberhasilan invasi spesies asing dipengaruhi oleh karakter lingkungan dan
ketersediaan sumber daya alam serta kesesuaian dengan habitat asli (Blumenthal
2006). Ketersediaan sumber daya alam yang relatif tinggi memberikan
kesempatan kepada spesies asing untuk membentuk koloni dan mengawali serta
mengubah proses suksesi (Hood & Naiman 2000). Peningkatan sumber daya alam
terjadi pada skala ruang dan waktu dan dikaitkan dengan gangguan yang terjadi
secara alami (banjir, angin, puting beliung, kebakaran) (Sher & Hyatt 1999).
Gangguan terhadap lingkungan yang melewati ambang batas dikombinasikan
dengan laju pertumbuhan spesies asing yang tinggi menyebabkan potensi invasi
lebih besar (Huston 2004).

2
Pasca erupsi kondisi ekosistem di kawasan TNGM mengalami perubahan.
Keanekaragaman tumbuhan di kawasan TNGM menurun disertai dengan ledakan
populasi spesies asing yaitu Acacia decurrens (Wendl.) Wild. tumbuhan asli
Australia. Spesies asing tersebut merupakan ancaman serius bagi ekosistem.
Status kawasan TNGM sebagai wilayah konservasi keanekaragaman hayati
terancam dan dianggap perlu dilakukan sebuah langkah strategis dalam
mengendalikan ledakan populasi spesies asing tersebut.
Upaya atau langkah awal untuk mengendalikan invasi spesies asing adalah
mempelajari karakter biologi tumbuhan yang berkaitan dengan lingkungannya.
Studi autekologi merupakan bagian dari ilmu ekologi yang mempelajari tentang
sifat dan perilaku individu spesies atau populasi yang berhubungan dengan tempat
hidup mereka. Kajian autekologi memiliki peran dalam mempelajari dinamika
suatu komunitas. Studi autekologi merupakan bagian dari ilmu ekologi yang
mempelajari tentang sifat dan perilaku individu spesies atau populasi yang
berhubungan dengan tempat hidup mereka. Kajian autekologi memiliki peran
dalam mempelajari dinamika suatu komunitas. Beberapa parameter autekologi
yang dianggap berkaitan dengan kelimpahan A. decurrens kawasan TNGM adalah
siklus hidup, karakter spesies, faktor ekologi (fisik, biotik, lingkungan), dan
struktur tegakan.
Invasi A. decurrens dapat dikaitkan dengan pengaruh awan panas dan
perubahan ekosistem pasca erupsi gunung Merapi. Api (kebakaran) memiliki
peran penting di daerah tropis yaitu sebagai stimulan biji yang tersimpan dalam
tanah dan merupakan proses awal tahapan suksesi (Kulkarni et al. 2007). Suhu
tinggi awan panas merupakan stimulan bagi biji A. decurrens yang tersimpan
dalam tanah (seed bank) untuk berkecambah. Suhu merupakan salah satu faktor
yang berpengaruh terhadap perkecambahan biji selain air, cahaya dan oksigen.
Suhu pada proses perkecambahan berperan dalam daya berkecambah, kecepatan
perkecambahan, pematahan dormansi fisik dan pemicu dormansi sekunder.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan biji A. decurrens memiliki
kemampuan untuk dormansi secara fisik. Kemampuan tersebut didukung oleh
morfologi biji yang keras dan impermiabel terhadap air. Studi mengenai
pematahan dormansi fisik dengan menggunakan berbagai metode telah banyak
dilakukan untuk beberapa spesies Acacia yaitu dengan perendaman, pemanasan
dan pemberian zat pengatur tumbuh serta skarifikasi secara mekanik. Pemberian
zat butenilide yang berasal dari ekstrak daun Themeda triandra Forssk. (Poaceae)
sangat efektif dalam pematahan dormansi biji A. hebeclada, sedangkan untuk
perendaman air panas dan pemberian asam sulfur (H2SO4) berpengaruh positif
pada perkecambahan A. robusta, A. mearnsii (Kulkarni et al. 2007).
Pertumbuhan spesies tumbuhan asing invasif akan merubah keseimbangan
ekologi di kawasan TNGM. Salah satu alternatif pengendalian tumbuhan invasif
adalah potensi alelopati dan perlakuan mekanik. Senyawa kimia yang dilepaskan
oleh tumbuhan sering disebut dengan alelopati. Alelopati diartikan sebagai
interaksi biokimia secara timbal balik yang bersifat penghambatan maupun
perangsangan antara semua jenis tumbuhan (termasuk mikroorganisme) (Murphy
1999; Olofstodder et al. 1999). Alelopati dari suatu tanaman merupakan hasil
metabolisme yang dikeluarkan ke lingkungan dan memiliki pengaruh merugikan
terhadap tanaman lain baik langsung maupun tidak langsung (Rice 1984).

3
Selain tindakan pengendalian, invasi tumbuhan asing dapat dicegah melalui
analisis risiko tumbuhan asing invasif. Analisis risiko merupakan penilaian
terhadap potensi invasif dan fisibilitas pengelolaan untuk menghasilkan metode
pengendalian yang tepat untuk menghindari kesalahan dan kerugian yang lebih
besar. Pemilihan metode analisa atau protokol dalam menentukan potensi invasi
juga didasarkan oleh kesesuaian habitat dan spesies invasif.
Tucker & Richardson (1995) mengembangkan sistem analisis mengenali
tumbuhan berkayu yang berpotensi menyerang sava di Afrika Selatan. Smallwood
dan Salmon (1992) mengembangkan sistem penilaian risiko invasi hewan yang
digunakan untuk menilai potensi invasi burung dan mamalia. Hiebert dan
Stubbendieck (1993) mengembangkan metode analisa yang dapat digunakan
dalam menentukan keputusan dan skala prioritas upaya pengendalian terhadap
tumbuhan asing invasif. Analisa tersebut dibagi menjadi beberapa kajian yaitu
dampak ekologi, potensi penyebaran, biaya pengendalian dan dampak terhadap
ekosistem asli. Protokol khusus tumbuhan invasif Australia digunakan untuk
menganalisa invasi spesies asli Australia di luar habitat aslinya (Virtue 2010).
Tumbuhan asing yang ditemukan di TNGM selain A. decurrens
terindetifikasi juga beberapa spesies tumbuhan bawah yang tergolong spesies
asing. Kehadiran spesies asing tersebut dianggap memberikan ancaman serius
bagi ekosistem TNGM sehingga dianggap perlu dilakukan usaha pencegahan dan
pengendalian. Tindakan pengendalian idealnya akan terdiri dari pencegahan
masuknya spesies, dan pembatasan penyebaran spesies dan pemusnahan
(eradikasi) spesies yang berpotensi invasif. Upaya tersebut membutuhkan
pengetahuan tentang karakteristik spesies invasif sebagai bahan pertimbangan.
Penelitian atau tinjauan mengenai kaitan antara invasi dan autekologi A.
decurrens di TNGM belum banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang pernah
dilakukan, antara lain ancaman invasi A. decurrens pasca erupsi tahun 2010
terhadap pemulihan keanekaragaman hayati flora pegunungan (Yuniasih 2013);
dinamika proses suksesi primer dan sekunder akibat dampak awan panas erupsi
gunung Merapi tahun 2006 (Sutomo 2010); dinamika pertumbuhan A. decurrens
dan struktur tegakan (Suryanto et al. 2010). Oleh karena itu, penelitian lanjutan
untuk mengetahui populasi dan autekologi dari tumbuhan asing invasif A.
decurrens perlu dilakukan sebagai langkah awal dalam menanggulangi
permasalahan invasi yang terjadi di TNGM.
Perumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian adalah:
Struktur, komposisi dan keanekaragaman spesies pada vegetasi yang terkena
dampak oleh erupsi gunung Merapi.
Autekologi tumbuhan asing invasif A. decurrens di TNGM
Perlakuan pendahuluan yang tepat dalam pematahan dormansi biji A.
decurrens.
Perlakuan pengendalian yang efektif dalam penghambatan perkecambahan dan
pertumbuhan A. decurrens.
Risiko dan dampak yang ditimbulkan oleh invasi spesies asing di TNGM.

4
Tujuan Penelitian
Tujuanpenelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui komposisi dan keanekaragaman spesies serta persebaran tumbuhan
asing di kawasan TNGM yang terkena dampak oleh erupsi gunung Merapi
2. Mengkaji autekologi A. decurrens sebagai langkah awal dalam
penanggulangan invasi tumbuhan asing tersebut di TNGM.
3. Mengetahui perlakuan pendahuluan yang tepat dalam pematahan dormansi biji
A. decurrens.
4. Mengetahui perlakuan pengendalian yang efektif dalam penghambatan
perkecambahan dan pertumbuhan A. decurrens.
5. Menganalisis risiko invasif dari Invasive Alien Species (IAS) di Taman
Nasional Gunung Merapi.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar mengenai
populasi dan autekologi dari tumbuhan asing invasif Acacia decurrens serta
memberikan gambaran risiko yang ditimbulkan terhadap TNGM. Rekomendasi
dari penelitian ini diharapkan dapat diterapkan oleh pihak TNGM dalam
menangani kasus invasi tumbuhan asing.

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional Gunung Merapi
Letak dan Luas
Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) ditetapkan berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 134/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004
tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung, Cagar Alam dan Taman
Wisata Alam pada Kelompok Hutan Gunung Merapi seluas ± 6.410 ha. Secara
geografis kawasan TNGM terletak pada koordinat 07°22'33" - 07°52'30" LS dan
110°15'00" - 110°37'30" BT. Secara administratif TN Gunung Merapi terketak di
Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Klaten) seluas ± 5
126.01 ha dan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Sleman)
seluas ± 1 283.99 ha (BTNGM 2009) (Gambar 1).

Gambar 1 Peta Taman Nasional Gunung Merapi
Kawasan hutan Gunung Merapi telah ditetapkan sebagai kawasan lindung
sejak tahun 1931 untuk perlindungan sumber air, sungai dan penyangga sistem
kehidupan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, Kabupaten Klaten,
Kabupaten Boyolali, dan Kabupaten Magelang. Sebelum ditunjuk menjadi taman
nasional, kawasan hutan yang termasuk di wilayah Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta terdiri atas hutan lindung seluas ± 1041.38 ha, Cagar Alam
Plawangan Turgo seluas ± 146.16 ha; dan Taman Wisata Alam Plawangan Turgo
seluas ± 96.45 ha. Kawasan hutan yang termasuk di wilayah Provinsi Jawa
Tengah merupakan hutan lindung dengan luas ± 5.126 ha (BTNGM 2009).

6
Tanah dan Topografi
Kawasan TNGM umumnya terdiri atas jenis-jenis tanah regosol, andosol,
alluvial dan litosol. Tanah regosol yang merupakan jenis tanah muda terutama
berada di wilayah Yogyakarta. Bahan induk tanah adalah material vulkanik, yang
berkembang pada fisiografi lereng gunungapi. Jenis tanah andosol di temukan di
wilayah-wilayah kecamatan Selo dan Cepogo, Boyolali (BTNGM 2009).
Kawasan TNGM berada pada ketinggian antara 600–2 968 m dpl. Topografi
kawasan bervariasi mulai dari landai, berlereng curam hingga berbukit dan
bergunung-gunung dengan puncak tertingginya ± 2965 m dpl. Dataran tinggi yang
menyempit di antara dua buah gunung, yakni Gunung Merapi dan Merbabu di
sekitar Kecamatan Selo, Boyolali terletak di utara. Bagian selatan, lereng Gunung
Merapi terus menurun dan melandai hingga ke pantai selatan di tepi Samudera
Hindia, melintasi wilayah kota Yogyakarta. Kawasan wisata Kaliurang berada di
sebelum kaki gunung Merapi, terdapat dua bukit yaitu bukit Turgo dan bukit
Plawangan yang merupakan bagian kawasan TNGM (BTNGM 2009).
Kondisi topografi kawasan TNGM berdasarkan wilayah kabupaten adalah
sebagai berikut (BTNGM 2009):
1. Kabupaten Klaten, keadaan topografinya landai sampai berbukit dengan
ketinggian 100–1150 m dpl.
2. Kabupaten Boyolali berada di antara gunung Merapi yang aktif dan gunung
Merbabu yang sudah tidak aktif, dengan ketinggian 75–1500 m dpl. Empat
sungai yang melintas wilayah ini adalah Serang, Cemoro, Pepe dan Gandul, di
samping itu ada sumber-sumber air lain berupa mata air dan waduk.
3. Kabupaten Magelang, di wilayah ini terdapat tiga kecamatan yang merupakan
bagian lereng gunung Merapi ke arah barat, terletak pada ketinggian sekitar
500 m dpl. Semakin ke arah puncak gunung Merapi kelerengan lahan semakin
curam.
4. Kabupaten Sleman, keadaan topografinya landai hingga kelerengan sangat
curam dengan ketinggian 100–1500 m dpl. Bagian paling utara merupakan
lereng Gunung Merapi yang miring ke arah selatan. Lereng selatan gunung
Merapi terdapat dua bukit yaitu bukit Turgo dan bukit Plawangan yang
merupakan bagian kawasan wisata Kaliurang. Bagian lereng puncak gunung
Merapi topografi curam sampai sangat curam. Bagian selatan dari ketiga
kecamatan berupa lahan persawahan dengan sistem teras yang cukup baik. Di
bagian tengah berupa lahan kering dan paling utara merupakan bagian dari
lereng gunung Merapi yang berupa hutan.
Curah Hujan dan Hidrologi
Curah hujan di TNGM berdasarkan data curah hujan yang tercatat dari
Stasiun Klimatologi adalah sebagai berikut (BTNGM 2009):
1. Kabupaten Magelang, curah hujannya mencapai 2.252 - 3.627 mm/thn.
2. Kabupaten Boyolali, curah hujannya mencapai 1.856 - 3.136 mm/thn.
3. Kabupaten Klaten, curah hujannya mencapai 902 - 2.490 mm/thn.
4. Kabupaten Sleman, curah hujannya mencapai 1.869,8-2.495 mm/thn.
Wilayah Gunung Merapi merupakan sumber bagi tiga DAS (Daerah Aliran
Sungai), yakni DAS Progo di bagian barat; DAS Opak di bagian selatan dan DAS
Bengawan Solo di timur. Keseluruhan, terdapat sekitar 27 sungai di seputar
Gunung Merapi yang mengalir ke tiga DAS tersebut.

7
Vegetasi
Kawasan TNGM merupakan salah satu perwakilan ekosistem hutan
pegunungan di Pulau Jawa. Ekosistem pegunungan ini sangat menarik untuk
dipelajari karena berada di kawasan gunung api teraktif di Indonesia.Kondisi
gunung Merapi sangat dinamis akibat sering terganggu oleh aliran lahar dan awan
panas saat terjadi letusan. Karakteristik umum vegetasi hutan pegunungan di
Indonesia dibagi menjadi beberapa karakteristik berdasarkan zona ketinggian.
Ashton (2003) dan Goltenboth et al. (2006) mengelompokkan karakteristik
vegetasi hutan pegunungan yaitu: 1) Zona hutan kurang dari 1200 m dpl; 2) Zona
hutan pegunungan bawah (1200–1800 m dpl; 3) Hutan pegunungan atas (1800–
3000 m dpl); 4) Hutan subalpine (2000–>3 000 m dpl).
Karakteristik hutan pada zona