Pengembangan Asuransi Bencana Banjir Berbasis Indeks Untuk Sektor Pemukiman Dan Pertanian.

i

PENGEMBANGAN ASURANSI BENCANA BANJIR
BERBASIS INDEKS UNTUK SEKTOR PEMUKIMAN DAN
PERTANIAN

SISI FEBRIYANTI MUIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Asuransi
Bencana Banjir Berbasis Indeks Untuk Sektor Pemukiman dan Pertanian adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Sisi Febriyanti Muin
NIM G251114011

iii

RINGKASAN
SISI FEBRIYANTI MUIN. Pengembangan Asuransi Bencana Banjir Berbasis
Indeks Untuk Sektor Pemukiman dan Pertanian. Dibimbing oleh RIZALDI BOER
dan YULI SUHARNOTO.
Wilayah DAS Citarum Hulu memiliki sejarah yang panjang mengenai
bencana banjir. Bentuk wilayahnya yang berupa cekungan raksasa menyebabkan
wilayah tersebut menerima aliran air dari berbagai sungai. DAS ini juga
didominasi oleh lahan kritis yang mencapai 14% dari luas wilayah menyebabkan
banjir datang setiap tahun di DAS Citarum Hulu. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menyusun model asuransi indeks ketinggian muka air sebagai salah satu
langkah mengurangi resiko kerugian masyarakat yang diakibatkan bencana banjir
khususnya untuk sektor pemukiman. Model satu dimensi HEC RAS digunakan
untuk simulasi banjir sedangkan kerugian dianalisis dengan persamaan yang
dikembangkan oleh Dutta. Hasil penelitian menunjukkan model HEC RAS cukup
baik mensimulasikan banjir di percabangan pertama. Hasil kalibrasi model untuk
kawasan Citarum Hulu mencapai 74 %. Total kerugian pemukiman berkisar
antara Rp 600 – 700 miliar untuk satu kawasan Citarum Hulu. Untuk sektor
pertanian, kerugian maksimum terjadi pada periode ulang banjir 25 tahun yaitu
mencapai Rp 68 miliar. Kerusakan bangunan rumah menjadi penyumbang
tertinggi yaitu 61% dari total kerugian pemukiman.
Hasil penyusunan konsep asuransi pemukiman menunjukkan jika
masyarakat mengambil polis asuransi banjir senilai Rp 5.763.900 dengan periode
banjir 5 tahunan maka premi yang dibayarkan adalah Rp 1.674.900/tahun. Klaim
asuransi dapat dilakukan jika ketinggian muka air sungai di atas 4.64 meter. Pihak
asuransi akan membayar secara parsial sebesar Rp 21.600/1 cm kenaikan air.
Pembayaran akan dilakukan secara penuh jika ketinggian muka air sungai
mencapai 7,3 meter. Jika masyarakat ingin mendapatkan asuransi sesuai dengan
tingkat resiko perumahannya maka premi dapat diambil berkisar antara Rp
900.000 sampai dengan Rp 1.900.000 untuk satu tahun.

Untuk asuransi pertanian, jika petani akan mengambil polis asuransi banjir
senilai Rp 3.074.000/ha dengan periode banjir 5 tahunan maka premi yang harus
dibayarkan dalam satu tahun adalah Rp 893.300. Klaim asuransi dapat dilakukan
jika ketinggian muka air sungai di atas 3.88 meter. Jika ketinggian muka air
mencapai nilai tersebut namun dibawah 4,95 meter maka pembayaran dilakukan
secara parsial dimana kenaikan 1 cm akan dibayar Rp 28.900. Pembayaran akan
dilakukan secara penuh jika ketinggian muka air sungai melebihi 4,95 meter.
Harga premi di atas adalah harga premi sistem konvensional sedangkan jika
menggunakan sistem asuransi indeks maka harga premi dapat turun 25%. Jika
pemerintah memberikan subsidi maka harga premi menjadi Rp 460.600/unit
rumah/1 tahun untuk asuransi pemukiman dan Rp 245.700/ha/7 bulan untuk
asuransi pertanian. Dengan menggunakan asuransi indeks dan subsidi dari
pemerintah, masyarakat hanya membayar 28% dari harga premi konvensional.
Kata kunci: banjir, kerugian, asuransi ketinggian muka air sungai, trigger dan
exit

v

SUMMARY
SISI FEBRIYANTI MUIN. Development of Flood Index Insurance for Risk

Management on Residential and Agriculture Sectors. Supervised by RIZALDI
BOER and YULI SUHARNOTO.
Upper Citarum Watershed has a long history of floods. The shape of the
watershed is like a giant basin, receiving the flow of several rivers. The watershed
also dominated by degraded lands that reached 14% of the area leading to annual
floods. The purpose of this study was to develop a model of water level index
insurance to reduce the risk of flood damage, especially toward residential
building. The one-dimensional hydraulic model HEC RAS was used to simulate
flooding meanwhile a flood damage assessment model was used to estimate losses
caused by flooding. The results showed that HEC RAS model has a capability to
simulate flooding in first junction. The model accuracy for whole area is 74 % .
Total loss for residential damage is 600 - 700 billion IDR for the Citarum
upstream region. For the agricultural sector, the maximum loss occurs in return
period of 25 years flood, reaching 68 billion IDR. Damage to the structure
building became the highest contributor i.e. 61% to the residential building loss.
These studies indicate, if people would buy a flood insurance policy valued
at 5.763.900 IDR with 5-year return period flood, the annual premium to be paid
is 1.674.900 IDR. If water level reaches 4,64 meters but below 7,3 meters, claim
would only be paid partially amounted to 21,600 IDR/1 cm run-up. Full payment
would be paid if the river water level reaches 7,3 meters. If people want to buy

insurance based on their house level of risk the premium can be taken between
900,000 to 1,9 million IDR for one year.
For agricultural insurance, if the farmer would buy a flood insurance policy
valued at 3.074.000 IDR/ha with a 5-year return period flood, the premium to be
paid in one year is 893.300 IDR. Insurance claims can be taken if the water level
in the river above 3,88 meters. If the water level reaches 3,88 meters but below
4,95 meters, insurance companies will paid the payment partially where an
increase of 1 cm will be paid 28.900 IDR. Full payment will be paid (3.074.000
IDR/ha) if the river water level reaches 4,95 meters.
All the premium price used conventional systems, if we used index
insurance systems premiums price can go down 25%. If government subsidizes,
the price of a premium is 460.600 IDR/houses /1 year for residential insurance
and 245.700 IDR/ha/7 months for agricultural insurance. Using index insurance
and subsidies from the government, premium price only 28% of conventional
system premium price.
Key word: Flood, loss, river water level insurance, trigger and exit

vii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ii

PENGEMBANGAN ASURANSI BENCANA BANJIR
BERBASIS INDEKS UNTUK SEKTOR PEMUKIMAN DAN
PERTANIAN

SISI FEBRIYANTI MUIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Klimatologi Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Woro Estiningtyas, M.Si

Judul T

IS

:

Pengembangan Asuransi Bencana Banjir Berbasis Indeks Untuk
Sektor Pemukiman dan Pertanian


Nama

: Sisi Febriyanti Muin

NIM

: 0251114011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

��
Dr. Ir. Yuli Suhamoto, M.Eng

Ketua

Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi

Dekan �ekolah Pascasarjana
.

Klimatologi Terapan

Dr. Jr. Impron, M.Sc

Tangga1 Ujian: 3 Juni 2015

..
" ·�
-��'
i
Dr Jr (O��u'Syah, M.Sc. Agr
._

Tanggal Lulus:


, 7

JUL 2015

v

vi

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Tesis yang berjudul
„Pengembangan Asuransi Bencana Banjir Berbasis Indeks Untuk Sektor
Pemukiman dan Pertanian‟ merupakan tugas akhir untuk mendapatkan gelar
master pada program studi Klimatologi Terapan.
Pelaksanaan penelitian dan pembuatan tugas akhir ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Rizaldi Boer, M.Sc dan Dr. Yuli Suharnoto selaku
pembimbing yang telah membimbing dan memberikan banyak saran
selama penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

2. Ibu Dr. Woro Estiningtyas selaku penguji yang telah memberikan koreksi
dan masukan untuk penyempurnaan tesis ini
3. Ketua Program Studi Klimatologi Terapan Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor atas bantuan dan kerjasamanya.
4. Terima kasih saya ucapkan kepada IMHERE dan CCROM SEAP yang
telah memberikan sponsorship sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan S2 dengan baik
5. Drs Bambang Dwi Dasanto yang telah memberikan banyak masukan
selama proses pengerjaan sampai penyelesaian tesis ini
6. TA ADB Package dan CCROM SEAP IPB untuk semua data dan fasilitas
yang mendukung penyelesaian tulisan ini.
7. Seluruh staf CCROM SEAP dan Departemen Meteorologi Terapan atas
bimbingan dan dukungan semangatnya
8. Motivator terbesarku ayahanda Abdul Muin Gusdiana dan ibunda Tuti
Rismayanti, dua orang istimewa yang selalu percaya pada penulis Ua istri
dan Ua pameget, kedua kakakku tercinta Ina Sri Mulyani dan Dewi
Yuliawati, adik tersayang Raja Bagus Prasetyo, dan Mas Wiranto yang
selalu mendukung dan mendoakan penulis selama menempuh studi hingga
selesainya tesis ini.
9. Rekan-rekan mahasiswa pascasarjana Klimatologi Terapan Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor angkatan 2010, 2011 dan 2012 atas
semua dukungan, semangat dan kebersamaan yang erat.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas semua bantuan
dan dukungannya
Penulis menyadari keterbatasan ilmu dan kemampuan penulis sehingga
masih banyak kekurangan dalam karya tulis ini. Kritik dan saran akan sangat
penulis hargai. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bisa bermanfaat bagi
semua pihak.
Bogor, Juni 2015
Sisi Febriyanti Muin

vii

viii

DAFTAR ISI
PRAKATA

iii

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu
Banjir
Model HEC-RAS
Asuransi Indeks Iklim

3
3
5
6
9

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Data dan Alat
Prosedur Analisis Data

10
10
11
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemodelan Distribusi dan Durasi Banjir
Analisis Kerugian Banjir pada Sektor Pemukiman dan Pertanian
Penyusunan Konsep Asuransi Indeks Iklim
Design dan Potensi Pengembangan Asuransi Indeks Iklim

20
20
23
30
39

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

41
41
42

GLOSARI

44

DAFTAR PUSTAKA

45

LAMPIRAN

49

RIWAYAT HIDUP

59

RIWAYAT HIDUP

15

ix

DAFTAR TABEL
1. Kategori kerugian banjir
2. Perbedaan antara model aliran mantap dan aliran tidak mantap
HEC-RAS
3. Asuransi indeks iklim yang telah diimplementasikan di beberapa
negara
4. Hasil kuisioner untuk variable perhitungan kerugian pemukiman
dan pertanian
5. Komponen premi
6. Debit tiap periode ulang untuk 5 stasiun di Citarum Hulu
7. Luas area banjir untuk setiap periode ulang menurut penggunaan
lahan
8. Durasi banjir tiap percabangan hasil model HEC RAS
9. Total kerugian banjir sektor pemukiman dan pertanian
10. Kejadian Banjir Aktual
11. Pendapatan kotor perusahaan asuransi, kerugian masyarakat dan
premi untuk asuransi pemukiman pada banjir 5 tahunan
12. Durasi banjir aktual
13. Pendapatan kotor perusahaan asuransi, kerugian masyarakat dan
premi untuk asuransi pertanian pada banjir 5 tahunan

5
8
10
15
18
20
22
22
26
32
33
36
38

DAFTAR GAMBAR
1. Batas administrasi kabupaten dan distribusi ketinggian wilayah
DAS Citarum Hulu
2. Diagram perhitungan aliran mantap
3. Percabangan sungai wilayah studi, lokasi stasiun, penggunaan
lahan dan koefisien kekasaran Manning untuk setiap penggunaan
lahan
4. Konsep pembayaran asuransi ketinggian muka air
5. Diagram alir penelitian
6. Peta distribusi banjir hasil model dan Landsat bulan Mei 2000
7. Lama banjir untuk stasiun Dayeuhkolot (RP =periode ulang)
8. Kurva kedalaman-kerusakan untuk sektor pemukiman
9. Kurva kedalaman-kerusakan untuk padi sawah (ket: h = kedalaman
banjir)
10. Kerugian banjir sektor pemukiman
11. Distribusi Spasial Kerugian Struktur Bangunan pada Banjir Periode
Ulang 5 Tahunan (kiri) dan 25 Tahunan (kanan)
12. Distribusi Spasial Kerugian Isi Bangunan pada Banjir Periode
Ulang 5 Tahunan (kiri) dan 25 Tahunan (kanan)
13. Distribusi Spasial Kerugian Pertanian pada Banjir Periode Ulang 5
Tahunan (kiri) dan 25 Tahunan (kanan)
14. Sistem pembayaran asuransi indeks untuk sektor pemukiman untuk
banjir 5 tahunan

4
6
12
16
19
21
23
24
24
25
27
28
29
34

x
15. Distribusi besarnya premi sesuai dengan total kerugian pemukiman
untuk banjir 5 tahunan
16. Distribusi ketinggian muka air sungai dan besarnya exit serta
trigger untuk banjir 5 tahunan
17. Sistem pembayaran asuransi indeks untuk sektor pertanian pada
banjir 5 tahunan
18. Distribusi besarnya premi sesuai dengan total kerugian pertanian
untuk banjir 5 tahunan
19. Harga premi menurut sistem konvensional, asuransi indeks dan
asuransi indeks bersubsidi

35
37
38
39
40

DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil uji setiap sebaran distribusi di dalam Hydrognomon
2. Cross tabulasi antara peta Landsat dan peta hasil model HEC-RAS
bulan Mei 2000
3. Hasil Cross-tabulation antara Landsat (columns) dan HEC Raster
(rows)
4. Hasil Minitab untuk penentuan stasiun observasi
5. Model Regresi Logistik

51
52
53
54
56

xi

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara dengan tingkat kejadian bencana yang cukup
tinggi. Dari tahun 2008 sampai tahun 2014, kejadian bencana di Indonesia terjadi
rata-rata lebih dari seribu kejadian per tahunnya atau 4 kejadian per hari. Lebih
dari 80% dari bencana tersebut termasuk dalam bencana hidrometeorologi seperti
banjir, tanah longsor dan puting beliung (BNPB 2014a). Secara nasional dari
tahun 1815 – 2015, bencana banjir menjadi bencana yang paling sering terjadi di
Indonesia yaitu mencapai 31,7 %. Disusul puting beliung (18,9%) dan tanah
longsor (15,2%) (BNPB 2015). Menurut BNPB (2014b) saat ini 61 juta jiwa
penduduk yang tinggal di 315 kab/kota berada di daerah bahaya banjir dari tingkat
kerawanan sedang hingga tinggi. Besarnya jumlah penduduk yang tinggal di
daerah rawan bencana banjir akan menyebabkan tingginya kerugian yang
diakibatkan bencana ini.
Kerugian yang diakibatkan oleh banjir tiap tahunnya sangat besar. Skala
bencana yang umumnya berdampak pada jumlah korban dan kerusakan yang
besar menyebabkan tingginya kerugian yang dialami masyarakat. Selain kerugian
harta benda dan mengganggu dalam aktifitas usaha, banjir juga sering menelan
korban jiwa. Kerugian akibat banjir terakhir yang tercatat terjadi di Bandung
Selatan pada 26 Desember 2014 menyebabkan kerugian Rp 75 miliar untuk
kejadian banjir selama 1 minggu. Kejadian banjir dengan ketinggian banjir
berkisar antara 30 cm – 3 m ini, merendam 36.000 rumah di 8 kecamatan dan
tercatat 3 orang meninggal dunia (Kompas 2014a dan Kompas 2014b). Banjir
juga menggenangi 365 ha sawah dengan kisaran kerugian pertanian mencapai Rp
4,5 miliar (Pikiran Rakyat 2014).
Salah satu bentuk majamenen resiko bencana adalah asuransi. Saat ini
asuransi banjir untuk perumahan masih merupakan bentuk perluasan dari asuransi
kebakaran. Artinya jika masyarakat mengharapkan propertinya terlindung dari
banjir maka premi yang dibayarkan juga termasuk perlindungan terhadap
kebakaran sehingga besarnya bisa dua kali lipat dari premi normal. Asuransi
pertanian tanaman padi sulit berkembang karena biaya operasional yang tinggi.
Klaim diberikan berdasarkan gagal atau tidak gagalnya tanaman sehingga pihak
perusahaan asuransi harus mengeluarkan biaya tinggi untuk melakukan verifikasi
ke lapangan untuk menghindari manipulasi informasi dari pemegang polis (Boer
2012).
Asuransi yang khusus untuk bencana banjir akan sangat membantu
masyarakat yang berdomisili di wilayah rawan banjir. Diharapkan dengan
asuransi banjir, masyarakat dapat memiliki perlindungan dari kerugian banjir bagi
perumahan dan sawahnya namun tidak perlu mengeluarkan biaya premi yang
cukup tinggi. Salah satu bentuk asuransi yang dapat menjadi alternatif dalam
pengembangan asuransi banjir adalah asuransi indeks. Sampai saat ini konsep
asuransi indeks dikembangkan untuk melindungi petani terhadap kekeringan
dimana indeks yang digunakan adalah indeks iklim. Asuransi indeks iklim adalah

2
asuransi yang dihubungkan dengan indeks ilmiah (scientific index) seperti curah
hujan, suhu, kelembaban atau hasil panen bukan terhadap kerugian aktual
(Estiningtyas 2012). Terkait dengan banjir, asuransi indeks yang dikembangkan
adalah asuransi indeks ketinggian muka air sungai. Dalam sistem ini yang
diasuransikan bukan kerugian banjir, akan tetapi indeks ketinggian muka air
sungai yang disusun dan ditetapkan berdasarkan kaitan atau hubungan kerugian
banjir dengan perubahan ketinggian muka air.
Asuransi indeks ketinggian muka air untuk bencana banjir merupakan
konsep baru dan diharapkan dapat memberikan pendekatan yang lebih baik untuk
pengembangan asuransi banjir bagi masyarakat, khususnya yang tinggal di
wilayah rawan banjir.
Perumusan Masalah
Wilayah DAS Citarum sebagai lokasi penelitian memiliki sejarah yang
panjang terkait bencana banjir. Sejak dulu banjir telah menjadi bencana utama di
kawasan ini. Pada tahun 1808 ibu kota Bandung terpaksa dipindahkan dari
Krapyak/Tari Kolot, Dayeuhkolot ke wilayah bagian utara Citarum Hulu untuk
menghindari banjir. Fisiografi lahan DAS Citarum bagian Hulu terlihat seperti
cekungan raksasa, yang lebih dikenal sebagai cekungan Bandung (BPDAS
Citarum-Ciliwung 2009). Fisiologi lahan ini menyebabkan hujan dan aliran
permukaan pada wilayah pegunungan mengalir ke dalam DAS sehingga
menghasilkan banjir di sisi kanan dan kiri sungai Citarum Hulu (Dasanto, et al.
2014).
Dengan bentuk wilayah seperti cekungan raksasa, banjir menjadi bencana
tidak terelakan di wilayah ini. Namun hingga saat ini, pertambahan penduduk
memaksa masyarakat terus tinggal dan memadati wilayah-wilayah berpotensi
banjir tinggi di kawasan tersebut. Masyarakat lebih memilih untuk beradaptasi
dengan bencana banjir dibandingkan pindah ketempat yang memiliki tingkat
kerawanan banjir rendah. Salah satu alasan penting yang membuat masyarakat
bertahan di area ini adalah pekerjaan. Jika mereka tinggal di kawasan tersebut
maka akan lebih mudah menjangkau “pangsa pasar” di area yang tidak
membutuhkan banyak ongkos produksi/distribusi (Bolo dan Suhendar 2012).
Lahan sawah merupakan penggunaan lahan paling dominan di kawasan
Citarum Hulu. Luasan sawah yang terdiri dari sawah tadah hujan dan sawah
irigasi mencapai 28,75% dari total luasan Citarum Hulu (BPDAS 2009). Luasnya
persawahan di wilayah ini, diikuti dengan tingginya resiko banjir kawasan. Banjir
yang terjadi setiap tahun menggenangi persawahan dengan tingkat resiko puso
yang tinggi. Banjir terakhir yang terjadi pada bulan Desember 2014 tercatat tiga
kali lipat lebih merusak dibandingkan dengan kejadian banjir 2013 dimana banjir
hanya menggenangi 100 ha sawah (Koran Sindo 2014). Cekaman abiotik terhadap
tanaman padi berupa rendaman akibat banjir merupakan salah satu faktor
pembatas produksi padi di wilayah tropik (Ikhwani 2010). Dampak yang
diakibatkan oleh banjir adalah mundurnya masa panen, menurunnnya
produktifitas tanaman dan kegagalan panen. Hal ini pasti akan sangat berdampak
terhadap kehidupan petani di wilayah DAS Citarum Hulu.
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan opsi adaptasi bagi
masyarakat yang tinggal didaerah rawan banjir untuk dapat melindungi asetnya
baik berupa perumahan maupun persawahan. Sehingga walaupun masyarakat

3
tetap bertahan di wilayah rawan banjir, mereka mendapatkan perlindungan
terhadap kerugian.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyusun model asuransi indeks
ketinggian muka air sebagai salah satu langkah perlindungan masyarakat terhadap
bencana banjir. Selain itu tujuan yang diharapkan dari penelitian ini yaitu (1)
Membangun model distribusi dan durasi banjir di kawasan DAS Citarum Hulu
dengan menggunakan model HEC-RAS, (2) Analisis kerugian pemukiman dan
pertanian akibat bencana banjir dan (3) Menyusun asuransi indeks iklim
berdasarkan ketinggian muka air untuk sektor pemukiman dan pertanian di
kawasan cekungan DAS Citarum Hulu.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif metode penentuan
indeks iklim bagi pengembangan asuransi indeks iklim sehingga dapat dijadikan
sebagai salah satu solusi adaptasi bagi masyarakat dan petani di wilayah rawan
banjir. Selain itu manfaat dari luaran lain berupa peta distribusi banjir dan lama
banjir dapat digunakan untuk mengetahui wilayah rawan banjir sehingga dapat
memudahkan dalam menentukan wilayah prioritas penanganan banjir. Informasi
mengenai besarnya kerugian di sektor pemukiman dan pertanian dapat
dimanfaatkan pemerintah pusat maupun daerah dalam estimasi dana bagi
penanggulangan bencana.
Melalui penelitian pengembangan konsep indeks asuransi tinggi muka air di
kawasan Citarum Hulu, baik dengan mengetahui besarnya premi, pembayaran
yang didapat oleh masyarakat dan keuntungan bagi pihak asuransi, konsep
asuransi ini dapat diterapkan untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat
dan petani.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu
DAS Citarum merupakan salah satu dari dua daerah strategis yang pada saat
ini mengalami tekanan penduduk yang terberat di Indonesia di samping daerah
peripheral Ibu kota Jakarta (Bodetabekpunjur). DAS Citarum merupakan kawasan
yang mendukung perkembangan kebutuhan akan sumber daya lahan (pemukiman)
dan air untuk sektor-sektor domestik dan industri (Djuwansah dan Narulita 2006).
Menurut Kepmen No 328/Menhut-II/2009 DAS Citarum merupakan salah satu
DAS prioritas dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) tahun
2010-2014. DAS Citarum mendapatkan skala prioritas yang tinggi dalam kegiatan
rehabilitasi hutan dan lahan, termasuk di dalamnya penyelenggaraan reboisasi,
penghijauan dan konservasi tanah dan air baik vegetatif, agronomis, struktural
maupun manajemen.

4
Populasi di sepanjang sungai Citarum pada tahun 2012 mencapai 10 juta
(50% merupakan perkotaan) dengan populasi yang dilayani mencapai 25 juta.
DAS Citarum merupakan sumber suplai air 80% penduduk Jakarta (16 m3/s).
Berdasarkan Permen PU No.11A Tahun 2006, wilayah sungai Citarum
merupakan wilayah sungai lintas Provinsi (Cidanau-Ciujung-Cidurian-CisadaneCiliwung-Citarum merupakan wilayah sungai lintas Provinsi Banten-DKI JakartaJawa Barat) yang kewenangan pengelolaannya berada di Pemerintah Pusat.
DAS Citarum dibagi menjadi tiga yaitu Citarum Hulu, Citarum Tengah dan
Citarum Hilir. Salah satu kawasan di DAS Citarum yang mengalami degradasi
fungsi konservasi sumber daya air yang cukup besar adalah kawasan Citarum
Hulu dengan luas lahan kritis yang mencapai 26.023 ha (BBWS Citarum 2010).
Permasalahan di daerah Citarum Hulu lebih disebabkan oleh berkurangnya fungsi
kawasan lindung (hutan dan non hutan), berkembangnya kawasan permukiman
yang tidak terencana, pola tanam pertanian yang tidak sesuai untuk lahan kritis
(BBWS Citarum 2010) yang menyebabkan tingginya tingkat potensi bencana.
Secara geografi, DAS Citarum bagian hulu berada pada 107o15‟ 46,27” –
o
107 57‟1,99” BT dan 6o43‟ 8,65” - 7o14‟ 32,09” LS dengan luas area ± 181.365
Ha. Secara administratif, wilayah DAS Citarum Hulu masuk wilayah Kab
Bandung (sekarang menjadi 2 kabupaten yaitu Kab Bandung dan Bandung Barat),
Kota Bandung, Kota Cimahi, Sumedang dan sebagian kecil Garut.
Curah hujan di Citarum Hulu sangat dipengaruhi oleh topografi wilayahnya.
Curah hujan tahunan bervariasi antara 1.966 – 2.600 mm. Musim hujan terjadi
pada bulan November sampai April dengan bulan terbasah mencapai 300 mm
(BPDAS Citarum-Ciliwung 2009).
Elevasi DAS Citarum berkisar antara 600 – 2.300 mdpl. Elevasi tertinggi
berada di daerah utara dan selatan sedangkan elevasi terendah berada di tengah
DAS. Sekitar 86.000 ha di bagian tengah merupakan daerah dataran dengan lereng
kurang dari 8% (BPDAS Citarum-Ciliwung 2009). Lokasi daerah dataran rendah
yang berada di tengah DAS menyebabkan wilayah ini dikenal sebagai cekungan
Bandung.

Gambar 1 Batas administrasi kabupaten dan distribusi ketinggian wilayah DAS
Citarum Hulu

5
Selain bentuk fisiografinya yang unik, lokasi outlet anak-anak Sungai
Citarum bagian hulu berada pada lokasi yang berdekatan. Terdapat 8 cabang
sungai yang bermuara di sungai Citarum bagian hulu yaitu Cihaur, CikapundungCipamokolan, Cikeruh, Ciminyak, Cirasea, Cisangkuy, Citarik dan Ciwidey. Jarak
terdekat antara dua outlet anak sungai Citarum adalah 0,9 km yaitu antara anak
sungai Cikapundung dan Cisangkuy (BPDAS 2009). Anak-anak sungai Citarum
mengalir hampir berbentuk sejajar menuju sungai utama. Sebagaimana layaknya
sungai di daerah dataran, sungai Citarum di daerah Bandung berkelok sedang,
gradien sungai rendah dengan potensi sedimentasi tinggi (Rohmat, et al. 2010).
Jumlah sedimentasi di Citarum Hulu mencapai 7.899 ton/ha dengan
aliran permukaan sebesar 3.633 juta m3/tahun (BBWS Citarum 2010). Faktorfaktor ini memicu bencana banjir terjadi hampir setiap tahun di kawasan DAS
Citarum Hulu. Banjir-banjir besar di Bandung dan sekitarnya yang pernah tercatat
terjadi pada tahun 1931, 1945, 1977, 1982, 1984, 1986, 1998, 2005 dan 2010.
Banjir
Menurut BNPB (2013), banjir adalah limpasan air yang melebihi tinggi
muka air normal, sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya
genangan pada lahan rendah di sisi sungai. Sedangkan banjir di bidang pertanian
adalah banjir yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung,
kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan. Bencana banjir merupakan
bencana yang paling sering terjadi di Indonesia dibandingkan dengan bencana
yang lain.
Banjir dapat terjadi karena kondisi alam dan faktor manusia. Menurut
Hidayat (2009) faktor-faktor yang menyebabkan resiko dan kerentanan terhadap
banjir cukup tinggi di Indonesia khususnya di pulau Jawa adalah La Nina
(mesoscale), perubahan iklim global, letusan gunung api dan gempa bumi,
perubahan penggunaan lahan, penurunan lapisan tanah (land subsidence) akibat
pengambilan air bumi, penambangan pasir, pengelolaan sungai dan pembangunan
infrastruktur perkotaan.
Tabel 1 Kategori kerugian banjir
Kerugian Nyata
Langsung
Tidak
Langsung

Primer

Sekunder

Struktur, Isi
Bangunan dan
pertanian

Perbaikan lahan dan
lingkungan

Gangguan Usaha

Dampak terhadap
ekonomi lokal dan
nasional

Kerugian Tidak
Nyata

Kesehatan dan
trauma masyarakat

Sumber: Herath (2003)

Kerugian yang diakibatkan oleh banjir tidak pernah sedikit karena
dampaknya yang sangat luas terhadap kehidupan masyarakat. Kerugian akibat
banjir dapat dibagi menjadi dua yaitu kerugian nyata dan kerugian tidak nyata.
Besarnya kerugian nyata ditunjukan oleh besarnya kerugian dalam jumlah uang.
Kerugian nyata dapat dibagi kembali menjadi dua sesuai dengan dampak yang

6
ditimbulkan banjir yaitu kerugian langsung dan kerugian tidak langsung. Kerugian
langsung terjadi akibat kontak langsung dengan banjir seperti kerusakan
bangunan, isi rumah, kegagalan panen maupun kematian. Kerugian tidak langsung
terjadi akibat banjir seperti masalah kesehatan, penyakit, kemacetan dan lain-lain.
Model HEC-RAS
HEC RAS atau Hydrologic Engineering Center-River Analysis System
adalah model yang dapat digunakan untuk simulasi distribusi banjir kawasan
dengan pendekatan model aliran sungai satu dimensi. Model ini dikembangkan
oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) di bawah US Army Corps of
Engineers (USACE). HEC-RAS memiliki empat komponen submodel yaitu: 1)
hitungan profil muka air aliran mantap (steady flow), 2) simulasi aliran tidak
mantap (unsteady flow), 3) hitungan transpor sedimen, dan 4) hitungan kualitas
air.
Untuk mensimulasi debit dan ketinggian air di suatu saluran sungai HEC
RAS memiliki dua model yaitu model aliran mantap dan aliran tidak mantap.
Model aliran mantap dirancang untuk dipakai pada permasalahan pengelolaan
bantaran sungai dan penetapan asuransi risiko banjir berkenaan dengan penetapan
bantaran sungai dan dataran banjir. Modul aliran mantap dapat pula dipakai untuk
perkiraan perubahan muka air akibat perbaikan alur atau pembangunan tanggul.
Sedangkan untuk model aliran tidak mantap, fitur spesial yang dapat dilakukan
mencakup analisis dam-break, limpasan melalui tanggul dan tanggul jebol,
pompa, operasi dam navigasi, serta aliran tekan dalam pipa (Istiarto 2010). Model
aliran tidak mantap cukup baik untuk prediksi banjir pada perairan terbuka seperti
sungai (Hicks dan Peacock 2005).
Langkah perhitungan profil muka air yang dilakukan oleh model aliran
mantap HEC-RAS didasarkan pada penyelesaian persamaan energi (satudimensi). Muka air dihitung dengan menggunakan persamaan energi yang
diselesaikan dengan metode yang dikenal sebagai standard step method. Dibawah
ini adalah persamaan neraca energi antara dua tampang lintang yang digunakan
dalam HEC-RAS:

Dimana: Y1& Y2 adalah kedalaman aliran, Z1& Z2 adalah elevasi dasar saluran,
V1& V2 adalah kecepatan rata-rata (debit dibagi tampang basah), α1& α2 adalah
koefisien, g adalah percepatan gravitasi dan he adalah koefisien kehilangan energi.

Gambar 2 Diagram perhitungan aliran mantap

7
Koefisien kehilangan energi disebabkan karena kontraksi dan expansi.
HEC-RAS menganggap aliran melewati kontraksi (persempitan tampang) apabila
tinggi kecepatan hilir lebih besar daripada tinggi kecepatan hulu. Sebaliknya,
ketika tinggi kecepatan hulu lebih besar daripada tinggi kecepatan hilir, HECRAS menganggap aliran melewati expansi (perlebaran tampang). Jika perubahan
tampak terjadi secara gradual maka koefisien persempitan dan perlebaran tampang
saluran berturut-turut adalah 0,1 dan 0,3. Namun jika perubahan tampang saluran
adalah perubahan maka koefisien persempitan menjadi 0,3 dan koefisien
perlebaran menjadi 0,8 (Istiarto 2010).
Dalam aliran mantap (steady flow) parameter kecepatan, kedalaman, dan
debit aliran dianggap konstan, sedangkan dalam aliran tidak mantap (unsteady
flow) ketiga parameter tersebut berubah mengikuti fungsi waktu. Dalam konteks
penelusuran aliran tidak mantap, perubahan tersebut dapat dibangkitkan oleh
perubahan debit atau muka air di batas model. Untuk aliran tidak mantap, HECRAS memakai persamaan kekekalan massa (continuity, conservation of mass) dan
persamaan momentum (Istiarto 2010). Persamaan kontinuitas (prinsip konservasi
massa) dan persamaan momentum (prinsip konservasi momentum) dikenal
sebagai persamaan St. Venant yang dituliskan dalam bentuk persamaan diferensial
parsial. Dengan menggunakan model ini, analisis banjir bisa dihitung dengan
syarat batas tertentu pada hulu dan hilirnya.
Persamaan Kontinuitas

Persamaan Momentum
Dimana A adalah luas total tampang aliran (jumlah luas tampang aliran di main
channel dan overbank channel, Q adalah debit aliran, qladalah debit lateral per
satuan panjang, V adalah kecepatan aliran, g adalah percepatan gravitasi, x adalah
jarak yang diukur searah aliran, z adalah elevasi muka air, t adalah waktu dan Sf
adalah kemiringan garis energy (friction slope) dihitung dengan persamaan
Manning seperti dibawah ini
Dimana n adalah koefisien kekasaran Manning dan R adalah radius hidraulik.
Koefisien kekasaran saluran/Manning dianggap sebagai parameter yang
paling sensitif dalam pengembangan model hidrolik untuk prediksi banjir dan
pemetaan genangan banjir (Parhi 2013). Debit, ketinggian air dan komponen
hidrologi yang lain sangat terkait dan besarnya tergantung pada karakteristik
kekasaran saluran. Kekasaran saluran merupakan parameter tidak konstan dan
sangat bervariasi sepanjang sungai tergantung pada variasi karakteristik saluran
sepanjang aliran (Timbadiya et. al. 2011).
Nilai kekasaran Manning berbeda-beda untuk setiap sungai. Penelitian
Timbadiya et al (2011) disungai Tapi India menunjukan bahwa nilai koefisien
kekasaran unik untuk setiap percabangan. Untuk mendapatkan hasil yang baik
dalam pemodelan HEC RAS koefisien kekasaran antara cabang sungai hulu dan
hilir harus berbeda sesuai dengan kondisi fisik saluran (Timbadiya et.al. 2011).

8
Doherty (2010) menetapkan tiga aturan penggunaan koefisien kekasaran untuk
daerah semi kering (arid) yaitu (1) nilai koefisien kekasaran suatu cabang sungai
dapat digunakan secara longitudinal untuk semua cross section di cabang sungai
tersebut jika kemiringan saluran, bentuk saluran dan cross section sepanjang
saluran tidak bervariasi terlalu tinggi, (2) koefisien kekasaran akan konstan pada
ketinggian air tertentu, dan (3) perubahan koefisien kekasaran dapat terjadi secara
vertikal.
Tabel 2 Perbedaan antara model aliran mantap dan aliran tidak mantap HECRAS
No

Aliran Mantap
(Steady Flow)

Aliran Tidak Mantap
(Unsteady flow)

1

Data Debit atau muka air pada setiap Data debit atau muka air di daerah
percabangan sungai
hulu dan hilir untuk setiap
percabangan sungai

2

Aliran seragam
(aliran hulu = alirah hilir)

Aliran tidak seragam untuk kawasan
hulu dan hilir

3

Muka air di hilir minimum sama
dengan posisi muka air pada
kedalaman kritis
Aliran
mantap:
kecepatan,
kedalaman, dan debit aliran tidak
berubah terhadap waktu

Kedalaman kritis dapat disesuaikan
dengan kondisi yang sebenarnya

Persamaan energi

Persamaan
kekekalan
massa
(continuity, conservation of mass)
dan persamaan momentum

4

5

Aliran tidak mantap: kecepatan,
kedalaman, dan debit aliran berubah
terhadap waktu

Sejak perilisan pertama software ini pada tahun 1995, penelitian-penelitian
dengan menggunakan HEC RAS telah banyak dilakukan di berbagai belahan
dunia. Penelitian terkait penentuan koefisien kekasaran Manning dilaksanakan di
sungai Barmul di DAS Hirakud India dan mendapatkan nilai koefisien 0,029.
Nilai ini sangat baik untuk mengestimasi puncak debit banjir dan waktu puncak
debit (Parhi 2013). Sungai Hilla di Jordan memiliki nilai koefisien kekasaran
0,027 (Hameed dan Ali 2013).
Dalam penelitiannya, Xiong (2011) menggunakan HEC-RAS untuk
menganalisis dampak kerusakan bendungan terhadap kondisi hidrologi. Penelitian
terkait kondisi hidrologi dengan menggunakan model ini juga dilakukan oleh Ali,
et al (2013) untuk melihat respon aliran puncak akibat deforestrasi di DAS kecil
di Malaysia.
Terkait dengan banjir, Goodell dan Warren (2006) menggunakan HEC RAS
untuk meninjau distribusi banjir satu tahunan dan 100 tahunan di DAS Cameron
Virginia, USA. Penelitian James, et al (2012) mengggunakan datafile HEC RAS
untuk pengembangan model prediksi banjir SWMM di DAS Don Valley Ontario.
Di Indonesia, model ini umum digunakan untuk mensimulasi banjir.
Suherlan (2005) dalam kajiannya di hilir DAS Ciliwung, Jakarta menyimpulkan

9
bahwa model HEC RAS dengan baik memvisualisasikan wilayah banjir. Kadri
(2007) menggabungkan HEC HMS dan HEC RAS untuk memprakirakan daerah
rawan banjir dan terbukti cukup handal.
Asuransi Indeks Iklim
Asuransi indeks iklim pertama kali dikembangkan untuk melindungi petani
dari kegagalan panen. Menurut Boer (2012) Indeks iklim sering digunakan untuk
pertanian karena adanya korelasi yang tinggi antara kejadian iklim dengan
kehilangan hasil tanaman. Asuransi berbasis indeks iklim ini berpotensi besar
menjadi salah satu opsi managemen resiko (Hazell et al. 2010) khususnya di
Indonesia (IFC 2009).
Dalam asuransi ini yang diasuransikan bukan tanaman, akan tetapi indeks
iklim yang disusun dan ditetapkan berdasarkan kaitan atau hubungan kegagalan
panen dengan perubahan kondisi iklim. Apabila indeks atau kondisi iklim yang
sudah ditetapkan terjadi, maka pemegang polis akan mendapatkan pembayaran
terlepas apakah tanamannya gagal atau tidak gagal. Sebaliknya petani yang
tanamannya gagal akan tetapi kondisi iklim atau indeks iklim yang ditetapkan
tidak terpenuhi, maka pemegang polis tidak dapat mengajukan klaim pembayaran
ke pihak asuransi (Boer 2012).
Konsep mengenai asuransi indeks iklim pertama kali diusulkan dalam
disertasi Halcrow (1948) dengan judul „The Theory of Crop Insurance‟ (dalam
Hazell et al. 2010). Setelah tahun tersebut, konsep ini berkembang dan
diimplementasikan dibeberapa Negara. Di Indonesia, asuransi indeks iklim
dijadikan sebagai alternatif asuransi bagi pertanian oleh pemerintah pusat sekitar
tahun 2011. Asuransi indeks iklim merupakan salah satu rencana aksi antisipasi
dan adaptasi perubahan iklim untuk tanaman pangan dan hortikutura dalam road
map Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian tahun 2011. Asuransi Indeks
Iklim ini dikembangkan sebagai sistem perlindungan usahatani akibat kejadian
iklim ekstrim.
Selain langkah aktif pemerintah, pengembangan asuransi indeks iklim juga
dilaksanakan oleh swasta dan akademisi. Pada tahun 2009 International Finance
Corporation (IFC) melaksanakan studi di Lombok Timur, Sulawesi, dan Jawa
Timur untuk mengidentifikasi produksi jagung di wilayah timur Indonesia untuk
menunjukkan kecocokan penerapan asuransi tersebut. Selain itu asuransi indeks
iklim berbasis curah hujan untuk tanaman padi di Indramayu juga telah
dikembangkan oleh Centre for Climate Risk and Opportunity Management - IPB
bekerjasama dengan International Research Institute for Climate and Society
(IRI) - Columbia University USA dan oleh IPB dengan Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian melalui program Kerja sama
Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) (Boer 2012)
Keunggulan dari sistem asuransi ini yaitu (1) tidak ada moral hazard, tidak
tergantung dari individu, (2) tidak ada anti seleksi (adverse selection) ganti rugi
akan didasarkan pada banyaknya informasi yang tersedia (dalam hal ini informasi
mengenai indeks, (3) biaya adminitrasi rendah, (4) struktur asuransi dibuat secara
transparan dengan standar yang sama dan (5) fleksible karena dapat digabungkan
dengan produk keuangan lain (IFC 2009).

10
Tabel 3 Asuransi indeks iklim yang telah diimplementasikan di beberapa negara
No

Negara

Produk Asuransi

Keterangan

1

Meksiko

Asuransi Indeks Kekeringan

2

India

Asuransi Indeks Kekeringan 250.000 polis terjual dari tahun
untuk tanaman utama (padi, 2005-2006; total premi mencapai
kacang tanah)
US$ 20 juta

3

Ukraina

Asuransi Indeks Kekeringan

Hanya 2 kontrak yang terjual
pada tahun 2005

4

Malawi

Asuransi Indeks Kekeringan
untuk kacang tanah

2.500 polis terjual tahun 2006.
Total premi mencapai US$ 7.000

5

Ethiopia

Asuransi Indeks Kekeringan

Mencakup US$ 7 juta

6

Cina

Asuransi Indeks Kekeringan
untuk sayuran

Pilot projek
Shanghai

7

Mongolia

Asuransi
Peternakan

8

Nigeria

Asuransi Indeks Kekeringan

Indeks

Melindungi 1,2 juta Ha; total
premi mencapai US$ 17 juta

skala

kecil

di

untuk Diambil oleh 15.000 kaum
nomaden;
sebagai
jaring
pengaman bencana pemerintah
6 juta petani akan diuntungkan
untuk asuransi satu jenis tanaman
pada akhir 2015

Sumber: Barnett & Mahul (2007); Arsenault (2015)

Selain memiliki keunggulan, sistem ini memiliki kelemahan yaitu
ketidaksesuaian antara pembayaran kontrak dan kehilangan riil sehingga
pemegang polis memungkinkan mengalami kerugian (Estiningtyas 2012).
Tantangan yang dihadapi dalam implementasi sistem ini adalah (1) keengganan
perusahaan asuransi karena potensi duplikasi sistem ini oleh perusahaan pesaing,
(2) Stasiun cuaca yang masih minim dibeberapa wilayah dan (3) kurangnya
kesadaran asuransi masyarakat (Hazell et al. 2010).

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di DAS Citarum bagian hulu dengan pengolahan
data dilaksanakan di Pusat Studi Iklim IPB (CCROM SEAP IPB). Percabangan
sungai yang digunakan adalah lima sungai di DAS Citarum Hulu yaitu sungai
Citarik, sungai Citarum Hulu bagian hulu, Sungai Citarum Hulu bagian tengah,
sungai Citarum Hulu bagian hilir dan sungai Ciwidey.

11
Penelitian berlangung dari bulan Juni 2013 sampai dengan Desember 2014.
Survei lapang berupa pengambilan kuisioner dilaksanakan pada bulan Juni 2013
dan Maret 2014. Pengambilan data kuisioner dilaksanakan di 13 kecamatan yaitu
Majalaya, Pacet, Pamengpeuk, Baleendah, Solokan Jeruk, Rancaekek,
Bojongsoang, Ciparay, Katapang, Margahayu, Arcamanik, Gedebage dan
Rancasari. Pengolahan dan analisis data dilaksanakan dari bulan Januari –
Desember 2014.
Data dan Alat
Data yang diperlukan dalam analisis banjir meliputi:
1. Peta topografi/Digital Elevation Model (DEM) dengan resolusi 30 x 30 meter
dari wilayah Citarum Hulu
2. Peta jaringan sungai
3. Peta Citarum Hulu dari Google Map
4. Citra Satelit Landsat bulan Mei tahun 2000
5. Peta penggunaan lahan tahun 2000
6. Data debit dan tinggi muka air dari lima stasiun yaitu Dayeuh Kolot (sungai
Citarum Hulu bagian tengah), Cukang Genteng (sungai Ciwidey), Nanjung
(sungai Citarum Hulu bagian hilir), Majalaya (sungai Citarum Hulu bagian
hulu) dan Bendung Cangkuang (sungai Citarik). (Sumber: Balai Penyelidikan
Hidrologi Puslitbang Pengairan dan Balai Hidrologi Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Air)
7. Informasi kejadian dan lamanya banjir aktual. (Sumber: BBWS)
Sedangkan data yang dibutuhkan untuk análisis kerugian dan pengembangan
konsep asuransi iklim bagi sektor perumahan dan pertanian adalah
1. Informasi kejadian banjir aktual di wilayah Citarum Hulu (Sumber: BBWS
Citarum)
2. Data hasil kuisioner
3. Data jumlah bangunan menurut konstruksinya (permanen, semi permanen dan
tidak permanen) level kecamatan di wilayah Citarum Hulu (Sumber: BPS)
4. Data jumlah KK level kecamatan di wilayah Citarum Hulu (Sumber: BPS)
Alat yang digunakan adalah seperangkat komputer yang dilengkapi Sofware
untuk pengolahan data Geographic Information System (GIS) khususnya ARCGIS
dan HEC-RAS, software statistik hidrologi yaitu Hydrognomon, Minitab serta
microsoft office.
Prosedur Analisis Data
Analisis Data Debit
Periode ulang debit dihitung menggunakan software Hydrognomon.
Software ini merupakan software tidak berbayar dengan lisensi dari GNU GPLv3
(General Public License). Pengembangan Hydrognom dimaksudkan untuk
memproses data hidrologi khususnya untuk data series. Dalam Hydrognomon,

12
analisis statistik time series ada didalam modul Pytia. Modul ini dapat
mengestimasi sample dan parameter dari fungsi sebaran termasuk 27 sebaran
statistik untuk fitting data, dapat digunakan untuk prakiraan dan uji (χ2 dan
Kolmogorov-Smirnov) dan dapat menghitung tingkat kepercayaan untuk setiap
fungsi sebaran dengan menggunakan algoritma Monte-Carlo.
Data debit yang digunakan untuk menentukan periode ulang debit adalah
data maksimum bulanan. Data yang digunakan adalah data debit dari lima stasiun
yaitu Bendung Cangkuang (1998 - 2009), Majalaya (1999 – 2009), Dayeuh Kolot
(1992 – 2009), Nanjung (1924 -2009) dan Cukang Genteng (1997 – 2009). Dalam
penelitian ini, sebaran data dibatasi menjadi 3 yaitu Gamma, Pearson III (AlMashidani et al. 1978; Mujiburrehman 2013; Saeideslamian and Husseinfeizi
2007) dan Normal (Mujiburrehman 2013). Uji tes yang dilakukan adalah χ2 dan
Kolmogorov-Smirnov. Sebaran yang digunakan untuk memprediksi periode ulang
adalah sebaran yang „ACCEPT/DITERIMA‟ dari dua uji tersebut dengan taraf
nyata (α) = 1 %.
Pemodelan Wilayah Banjir
Model HEC RAS digunakan untuk simulasi distribusi banjir kawasan
dengan pendekatan model aliran sungai satu dimensi. Hasil studi Hicks dan
Peacock (2005) menunjukkan bahwa routing banjir dan prediksi tinggi banjir
dapat dimodelkan dengan baik menggunakan HEC – RAS. Keunggulan model ini
dibandingkan dengan model hidrologi yang lain yaitu HEC RAS memiliki
kemampuan untuk menghasilkan keluaran (berupa peta dan data prediksi) pada
setiap stasiun pengukuran hidrometri/cross section. Langkah analisis banjir
dengan menggunakan HEC-RAS dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Peniruan Geometri
Pada langkah ini dibuat geometri sungai atau saluran yang sesungguhnya.
Dengan menggunakan peta jaringan sungai, DEM dan foto satelit wilayah sungai
maka akan didapatkan kondisi geometri sungai. Proses peniruan geometri
menggunakan bantuan software ArcGIS untuk mendigit jaringan sungai, tanggul
dan kondisi fisik terkait aliran di wilayah sungai.

Gambar 3 Percabangan sungai wilayah studi, lokasi stasiun, penggunaan lahan
dan koefisien kekasaran Manning untuk setiap penggunaan lahan

13
Dalam penelitian ini koefisien kekasaran Manning dibedakan menurut
penggunaan lahan seperti ditunjukan Gambar (3). Penggunaan lahan dengan
koefisien kekasaran paling kecil adalah air (n = 0,001), sedangkan yang paling
tinggi adalah hutan (n = 0,15).
2. Peniruan Aliran
Peniruan aliran berfungsi untuk memasukan informasi hidrologi kedalam
bentuk fisik sungai yang telah dibuat pada langkah (1). Data input untuk peniruan
aliran mantap adalah data debit atau ketinggian air pada periode ulang kejadian
banjir tertentu sedangkan untuk peniruan aliran tidak mantap data yang
dibutuhkan harus dalam time series. Data yang digunakan untuk pemodelan aliran
tidak mantap adalah data debit satu bulan untuk setiap percabangan sungai.
3. Pengukuran Atau Hitungan Kecepatan dan Kedalaman Aliran
Kecepatan dan kedalaman aliran merupakan dua parameter aliran utama
yang penting kaitannya dengan analisis banjir. Di dalam HEC RAS, simulasi
kecepatan dan kedalaman aliran menggunakan dua model yang berbeda yaitu
aliran mantap dan tidak mantap. Dalam penelitian ini, simulasi kedalaman dan
distribusi banjir diestimasi dengan hitungan profil muka air aliran mantap
sedangkan untuk simulasi durasi banjir adalah hitungan profil aliran tidak mantap.
Data yang digunakan sebagai masukan untuk kalibrasi model adalah data
periode tahun 2000. Menurut BBWS Citarum, pada tahun 2000 terjadi banjir pada
bulan Mei dari tanggal 3 sampai dengan tanggal 13 (11 hari). Hasil simulasi
wilayah banjir dengan model HEC-RAS kemudian dibandingkan dengan peta
banjir hasil analisis data Landsat 2000, dan diuji tingkat kesesuaiannya dengan
metode Horritt dan Bates (2002). Metode ini menggunakan persamaan sebagai
berikut:

Smod danSobs adalah luas area atau jumlah piksel banjir hasil model dan observasi,
dan Num(.) menunjukan jumlah anggota himpunan luas atau piksel. Hasil
perhitungan F bervariasi antara 0, untuk hasil simulasi wilayah banjir yang sama
sekali tidak memiliki kesesuaian dengan wilayah banjir hasil observasi, sedangkan
nilai 100, untuk hasil simulasi wilayah banjir yang memiliki kesesuaian 100%
dengan wilayah banjir observasi.
Analisis Kerugian Banjir
Dalam penelitian ini, fokus utama kerugian adalah kerugian langsung yang
diakibatkan oleh kontak langsung dengan air banjir. Sektor yang menjadi
pembahasan kerugian adalah sektor pemukiman dan pertanian. Untuk menduga
total kerugian untuk dua sektor tersebut digunakan model matematik yang
dikembangkan oleh Dutta et al (2003). Persamaan ini digunakan untuk estimasi
kerugian banjir pada sektor perumahan (Herath 2003) dan pertanian (Vozinaki et
al. 2012).
Kerugian pemukiman dibedakan menjadi tiga kategori yaitu kerugian akibat
kerusakan bangunan rumah, isi rumah dan pembersihan. Total kerugian banjir
untuk pemukiman dihitung dari luas banjir pada penggunaan lahan perkotaan dan

14
pedesaan. Jumlah bangunan dan KK yang terdampak banjir merupakan proporsi
dari luas banjir tiap kecamatan dan luasan total kecamatan tersebut. Persamaan
untuk masing-masing kategori yaitu (Dutta et al. 2003):
a. Kerusakan Bangunan rumah

b. Kerusakan Isi Rumah
c. Biaya Pembersihan Rumah
Dimana untuk setiap grid (i, j), rt adalah jumlah tipe bangunan rumah; NR
(k)adalah jumlah bangunan rumah tipe k; FA (k) adalah luas unit rumah untuk
bangunan tipe k; NF adalah jumlah keluarga; N adalah jumlah total bangunan
rumah; EC adalah harga unit untuk setiap kategori pada kondisi saat ini dan C
adalah fungsi kedalaman-kerusakan/depth-damage untuk setiap kategori.
Kerugian pertanian hanya dihitung untuk padi sawah. Persamaan untuk
menghitung total kerugian pertanian yaitu (Dutta et al. 2003):

Dan

Dimana untuk tipe tanaman k pada setiap grid (i, j), AD adalah total
kerugian pertanian, n adalah jumlah tipe tanaman, Dm adalah kerusakan tanaman
per unit area (kerusakan sebagai proporsi dari keuntungan kotor jika tidak terjadi
banjir), CRPa adalah total area penanaman tanaman tipe k, mn adalah faktor
kerugian untuk tanaman tipe k tergantung pada waktu tanam, CPk adalah estimasi
biaya per unit berat tanaman tipe k, Yk adalah panen pada tahun normal tanaman
tipe k per unit area dan DCk adalah fungsi kedalaman-kerusakan/depth-damage
untuk tanaman k.
Kerugian bangunan rumah diestimasi dengan menggunakan tiga jenis tipe
bangunan rumah menurut konstruksinya yaitu permanen, semi permanen dan
tidak permanen sedangkan untuk isi rumah dibedakan menjadi lima jenis barang
yaitu lemari, kulkas, TV, kursi dan tempat tidur. Untuk setiap jenis tipe bangunan
rumah dibuat kurva kedalaman-kerusakaan namun untuk isi rumah hanya dibuat
satu kurva kedalaman-kerusakan dari total biaya yang harus dikeluarkan untuk
penggantian atau perbaikan isi rumah. Kurva kedalaman-kerusakan dibuat dengan
menggunakan data hasil kuisioner.

15
Tabel 4

Hasil kuisioner untuk variable perhitungan kerugian
pemukiman dan pertanian
Kategori

Bangunan Rumah
a. Permanen
b. Semi Permanen
c. Tidak Permanen
Isi Rumah
a. Almari
b. Kulkas
c. Kursi
d. Televisi
c. Tempat Tidur
Pembersihan
Pertanian (Padi Sawah)
a. Biaya per unit berat
tanaman padi
b. Produktifitas
tahun
normal tanaman padi

Unit

Hasil Kuisioner

Rp/m2
Rp/m2
Rp/m2

10.000.000
5.000.000
2.500.000

Rp/unit
Rp/unit
Rp/unit
Rp/unit
Rp/unit
unit

300.000
800.000
450.000
775.000
200.000
50.000

Rp/kg
Kg/m2

1.434
0,4

Harga unit untuk setiap kategori didapatkan dari hasil kuisioner. Untuk
menentukan harga, dipilih dengan menggunaka