Analisis Risiko Produksi Benih Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) pada Elminari Fish Culture (EFC) di Desa Kondang Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Jawa Barat


 

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasius
hypopthalmus) PADA ELMINARI FISH CULTURE (EFC) DI
DESA KAMPUNG KONDANG KECAMATAN
CIAMPEA KABUPATEN BOGOR
JAWA BARAT

HARRY SETIYADI GINTING MANIK

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

 

ii 
 


iii 
 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko
Produksi Benih Ikan Patin Siam (pangasius hypopthalmus) pada Elminari Fish
Culture (EFC) di Desa Kampung Kondang Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor
Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
 
 

Bogor, September 2013


Harry Setiyadi Ginting Manik
NIM 34104083

 

iv 
 

ABSTRAK
HARRY SETIYADI GINTING MANIK. Analisis Risiko Produksi Benih Ikan
Patin Siam (pangasius hypopthalmus) pada Elminari Fish Culture (EFC) di Desa
Kampung Kondang Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Jawa Barat.
Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI
Pembenihan ikan patin siam merupakan faktor penentu keberlangsungan budidaya
produksi ikan patin siam. Rata-rata produksi benih yang dihasilkan ELMINARI
Fish Culture selama 13 bulan dimulai dari bulan Januari 2012 sampai Januari
2013 yakni 338.900 ekor. Produksi tersebut terbilang rendah dimana induk yang
dipijahkan setiap periodenya mencapai 13-15 ekor dengan menghasilkan larva
sebanyak kurang lebih 1.000.000 larva. Dengan kondisi tersebut tampak bahwa

terdapat risiko yang dialami ELMINARI Fish Culture. Tujuan penelitian ini
adalah Mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber risiko produksi yang
terdapat pada usaha pembenihan ikan patin di EFC, menganalisis probabilitas dan
dampak risiko yang disebabkan oleh sumber-sumber risiko produksi pada
kegiatan pembenihan ikan patin di EFC dan menganalisis strategi penanganan
yang dapat dilakukan oleh EFC untuk mengendalikan sumber-sumber risiko
produksi dalam kegiatan pembenihan ikan patin. Hasil analisis menunjukkan
bahwa setiap risiko yang dialami berdampak pada pendapatan yang cukup
signifikan. Usulan yang dibuat pada penelitian ini diharakan dapat membantu
masalah risiko yang dihadapi oleh pemilik ELMINARI Fish Culture.
Kata kunci : Risiko pembenihan Ikan patin, pendapatan.

ABSTRAK
HARRY SETIYADI GINTING MANIK. Risk Analysis of production Catfish
(Pangasius hypophtalmus) Hatchery Production At Farmers In The Kampung
Kondang Village Bogor District west java. Supervised by ANNA FARIYANTI
Catfish (Pangasius hypophtalmus) hatchery is an important factor in the existence
of the Siamese catfish (Pangasius hypophtalmus). The average of production seed
was produced by ELMINARI Fish Culture during 13 months from January 2012
until Januari 2013 is 338.900 seed. That production considerably lower which 1314 broodstock was spawning every period production flybow at about 1.000.000

flybow. This condition show that ELMINARI Fish Culture had risk was suffered.
The aim of this study to know kinds and source of risk in ELMINARI Fish
Culture, analyzing probability and impact risk whith source of risk production in
the catfish hatchery and analyzing the handling strategies that can be undertaken
by EFC to control the source of risk in the production of hatchery activities.
Result show that any risk of impact experienced significant revenue. Suggestions
made in this study is expected to help with the risk faced by owners ELMINARI
Fish Culture.
Keyword: risk siamese catfish hatcheries, income


 

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BENIH IKAN PATIN SIAM (Pangasius
hypopthalmus) PADA ELMINARI FISH CULTURE (EFC) DI
DESA KAMPUNG KONDANG KECAMATAN
CIAMPEA KABUPATEN BOGOR
JAWA BARAT

HARRY SETIYADI GINTING MANIK


Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

 

vi 
 

Judul

Nama
NIM


: Analisis Risiko Produksi Benih Ikan Patin Siam (Pangasius
hypopthalmus) pada Elminari Fish Culture (EFC) di Desa
Kondang Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Jawa Barat
: Harry Setiyadi Ginting Manik
: H34104083

Disetujui oleh

Dr Ir Anna Fariyanti,MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus



 

 


 

PRAKATA
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil
diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan
Januari 2012 sampai Januari 2013 adalah Risiko Produksi Benih Ikan Patin siam
(Pangasius hypopthalmus) Pada ELMINARI Fish Culture (EFC) di Desa
Kampung Kondang Kecamatan Ciampea Provinsi Jawa Barat. Skripsi ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku
pembimbing, serta Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM dan bapak Ir Burhanuddin, MM
selaku dosen penguji dan komisi akademik yang telah memberi saran dalam
melakukan penulisan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
ayah, ibu dan seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi masyarakat khususnya
bagi pengusaha budidaya ikan patin siam.

Bogor, September 2013

Harry Setiyadi Ginting Manik


 

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Ikan Patin Siam

Sumber-Sumber Risiko Agribisnis
Strategi Penanganan Risiko
KERANGKA PEMIKIRAN
Definisi dan Konsep Risiko
Klasifikasi Risiko
Klasifikasi risiko
Manajemen Risiko
Penanganan Risiko
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data
Analisis Deskriptif
Analisis Kemungkinan Terjadinya Risiko
Analisis Dampak Risiko
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Sejarah Perusahaan
Aspek Organisasi dan Manajemen Perusahaan

Aspek Sumberdaya usaha
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Sumber-Sumber Risiko Produksi
Analisis Dampak Risiko Produksi
Pemetaan Risiko Produksi
Strategi Penanganan Risiko Produksi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

vii
vii 














10 
12 
14 
15 
15 
16 
16 
18 
18 
19 
20 
21 
21 
22 
22 
26 
26 
37 
41 
43 
48 
48 
49 
49 

 


 

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Perkembangan produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor Provinsi
Jawa Barat Tahun 2007-2010
Data rekapitulasi produksi induk dan benih ikan air tawar Provinsi
Jawa Barat dari tahun 2010-2012
Fluktuasi Produksi benih ikan patin siam di EFC Januari 2012
sampai Januari 2013
Produksi Benih Ikan Patin Siam pada EFC Tahun 2012-2013
Sumber risiko kesalahan seleksi induk pada EFC
Sumber risiko kesalahan penyuntikan induk pada EFC
Sumber risiko kanibalisme pada larva di EFC
Sumber risiko kemarau pada EFC
Sumber risiko perubahahan suhu air pada EFC
Sumber Risiko penyakit Pada EFC
Probabilitas Risiko Dari Sumber Risiko pada EFC
Dampak risiko dari sumber risiko produksi pada EFC
Status risiko dari sumber risiko produksi benih ikan patin siam di
EFC

2
2
4
27
28
29
31
32
33
33
35
38
41

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Fluktuasi Mortalitas Rate (MR) Benih Ikan patin siam di EFC
Januari 2012 sampai Januari 2013
Rangkaian kejadian risiko dan ketidakpastian
Siklus manajemen risiko
Peta Risiko
Peta Preventif Risiko
Peta Mitigasi Risiko
Kerangka pemikiran oprasional penelitian
Peta Risiko
Pemberian pakan pada induk
(A) Seleksi induk, (B) Tempat pemuasaan induk
Proses Stripping
Hasil pemetaan sumber produksi
Hasil pemetaan Usulan strategi preventif
Hasil pemetaan Usulan strategi mitigasi

4
9
10
12
13
13
15
21
23
24
25
42
46
48


 

PENDAHULUAN
Latar Belakang
 

Indonesia mempunyai potensi perairan umum (air tawar) yang cukup luas,
diperkirakan mencapai 54 juta hektar yang terdiri dari sungai, danau, rawa waduk
dan genangan air lainnya. Perairan tersebut selain merupakan daerah penangkapan
ikan (fish ground) juga sebagai lahan untuk budidaya. Dari hasil data Ditjen
Perikanan Budidaya DKP (2008) menjelaskan bahwa produksi hasil perairan
nasional mencapai 8,6 juta ton, produksi budidaya perairan mencapai 3,5 juta ton
dan perikanan tangkap sebesar 5,1 juta ton dari produksi ikan, untuk produksi
budidaya udang sebesar 1,3 juta ton dan berupa rumput laut sebesar 2,2 juta ton.
Produksi perikanan Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan
potensi produksi yang mencapai 65 juta ton/tahun, yang terdiri dari 7,3 juta ton
perikanan tangkap (6,4 perikanan laut dan 0,9 juta perikanan perairan umum) dan
57,7 juta ton berasal dari perikanan akuakultur, dengan rincian 47 juta ton
budidaya laut, 5 juta ton budidaya tambak dan 5,7 juta ton budidaya air tawar
(Dahuri 2004). Peningkatan produksi perikanan Indonesia dapat dipacu melalui
akuakultur, dilihat dari sebagian besar daerah penangkapan (Fishing ground) telah
mengalami padat tangkap (Full fishing) bahkan beberapa spesies ikan penting
mengalami kepunahan spesies (Spesies extinction).
Akuakultur air tawar Indonesia dapat memproduksi ikan konsumsi, ikan
hias,udang galah, lobster air tawar, kodok, tanaman air, dan kerang air tawar.
Namun potensi akuakultur air tawar tergolong kecil jika dibandingkan dengan
perikanan tangkap atau budidaya laut. Ikan mas (Cyprinus carpio), nila
(Oreochromis nilotica), lele (Clarias) dan patin siam (Pangasius hypopthalmus)
adalah komoditas yang menduduki posisi penting dalam produksi akuakultur.
Patin merupakan komoditas akuakultur yang mengalami peningkatan produksi
paling tinggi diantara komoditi lainnya yaitu sebesar 61,46 persen per tahun (DKP
2010). 
Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di lndonesia yang mempunyai
potensi perikanan cukup besar. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusi Jawa Barat
pada tahun 2010 terhadap produksi perikanan Indonesia yang mencapai 30 persen
dari total produksi ikan yang ada di Indonesia yaitu sekitar 8,6 juta ton. Produksi
ikan di Jawa Barat masih didominasi oleh sektor budidaya air tawar yang
mencapai 1,2 juta ton sedangkan sisanya dari ikan tangkapan perairan umum
maupun laut. Sentra produksi budidaya ikan air tawar di Jawa Barat diantaranya
adalah kota Sukabumi, Garut, Cianjur dan Bogor. Produksi yang dihasilkan Kota
Sukabumi untuk sektor budidaya mencapai 3.094 ton, kota Garut mencapai
26.170 ton, kota Cianjur mencapai 68.746 ton, dan kota Bogor mencapai 24.558
ton (Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat 2008). Komoditi ikan yang di
budidayakan di Provinsi Jawa Barat diantaranya adalah ikan nila, mas, lele, patin,
dan gurame.
Berdasarkan data dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor
(2010), terdapat komoditi perikanan yang mengalami penurunan produksi dan ada
juga yang mengalami peningkatan cukup signifikan. Adapun produksi ikan
konsumsi di Kabupaten Bogor jika dilihat dari jenis komoditi ikan air tawar
diketahui bahwa ikan lele, gurame dan bawal mengalami perkembangan yang

 


 

signifikan dibandingkan dengan komoditi yang lainnya, sedangkan untuk
komoditi ikan nilam mengalami penurunan setiap tahunnya, hingga pada tahun
2010 produksi ikan nilam sudah tidak dibudidayakan. Perkembangan Produksi
ikan konsumsi untuk wilayah Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel.1.Perkembangan produksi ikan konsumsi di Kabupaten Bogor Provinsi
Jawa Barat Tahun 2007-2010
Produksi (ton)
Pertumbuhan
Jenis ikan
(%)
2007
2008
2009
2010
Lele
637 375
9 744,80
18 315,02
24 844,52
58,83
Mas
863 150
8 124,35
3 859,62
4 063,56
-17,69
Gurame
171 990
1 854,82
1 946,43
2 057,61
6,18
Nila
441 875
3 494,96
1 842,17
2 073,36
-18,55
Bawal
84 940
904,90
2 026,14
2 154,66
45,59
Patin
1 020
571,76
584,84
647,32
-10,32
Tawes
43 000
278,80
75,76
76,13
-35,83
Mujair
2 430
29,21
31,68
29,05
6,79
Nilam
1 370
8,23
2,10
-71,47
Sumber: Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2010 (Diolah)

Komoditi yang mengalami fluktuasi setiap tahunnya adalah ikan patin yaitu
pada tahun 2007 sampai 2008 yang dapat dilihat pada Tabel 1. ikan patin
mengalami penurunan yang cukup signifikan dari 1,020 ton menjadi 571,76 ton
pertahunnya, tetapi pada tahun 2008 sampai 2010 produksi ikan patin mengalami
peningkatan sebesar 13,2 persen. Hal ini dikarenakan permintaan ikan patin yang
mulai meningkat di pasar domestik maupun mancanegara dan mempunyai
prospek yang cukup baik untuk saat ini. Hal ini dilihat dari produksi ikan patin di
Jawa Barat pada 2011 diperkirakan naik sebesar 65,56 persen menjadi 64.900 ton
dibandingkan tahun 2010, yaitu 39 200 ton.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah Jawa Barat yang
masyarakatnya cukup aktif dan turun temurun melakukan usaha pada bidang
perikanan air tawar khususnya pada usaha pembenihan. Hal ini dapat dilihat dari
data rekapitulasi produksi benih ikan air tawar pada Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP) Provinsi Jawa Barat dari tahun 2010 sampai 2012 pada Tabel 2.
Tabel.2.Data rekapitulasi produksi induk dan benih ikan air tawar Provinsi Jawa
Barat dari tahun 2010-2012
Jumlah Benih (juta ekor)
Komoditas
2010
2011
2012
Mas
36 103
56 855
259 692
Patin
2
12
395
Gurame
231
2
78
Nila
3 158
1 176
1 376
Lele
1 061
131
788
Bawal.air tawar
41
0
44
Lain-lain
1 215
4
829
Sumber : KKP, 2012 (diolah)


 

Tabel 2 menunjukkan bahwa pembenihan ikan air tawar cukup signifikan
disetiap tahunnya, dilihat dari tahun 2010 sampai dengan 2012, pembenihan pada
tahun 2010 komoditas ikan mas dapat menghasilkan benih sebesar 36.103 juta
benih dan terus meningkat setiap tahunnya. Tetapi jika dibandingkan dengan
perkembangan dari benih ikan patin, komoditi ini juga memproduksi benih
sebanyak 2 juta ekor benih hingga mencapai 395 juta ekor ditahun 2012. Pada
pembenihan ikan lele justru telihat adanya penurunan produksi benih yaitu pada
tahun 2010 sebesar 1.061 juta ekor pada tahun 2010 kemudian turun menjadi 788
juta ekor benih hingga tahun 2012. Untuk benih lainnya terlihat peningkatan yang
cukup stabil.
Jenis ikan patin yang cukup dikenal oleh masyarakat terdiri dari beberapa
jenis yaitu patin jambal, patin siam, dan patin pasupati. Untuk saat ini jenis ikan
patin yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Bogor adalah patin siam
(Pangasius hypopthalmus) berasal dari Bangkok (Thailand) yang berkembang
pesat dari tahun 2009 sampai sekarang. Kabupaten Bogor merupakan salah satu
daerah yang masyarakatnya cukup aktif dan turun temurun melakukan usaha di
bidang perikanan air tawar khususnya dibidang pembenihan. Sebagian besar hasil
kegiatan pembenihan banyak diekspor ke beberapa provinsi seperti Kalimantan
Selatan, Jawa Timur, Riau, Lampung, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur dan Jawa Tengah. Patin siam lebih banyak dibudidaya
dibandingkan ikan patin jambal dan pasupati karena memiliki fertilitas telur cukup
tinggi, harga induk yang lebih murah serta jumlah dan permintaan pasar yang
lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan patin lainnya.
Mengingat adanya risiko produksi dalam usaha budidayaan benih ikan patin
siam, maka perlu dilakukan suatu usaha pada kegiatan pembenihan ikan patin
siam untuk mengelola risiko yang dihadapi tersebut. Perlakuan yang dilakukan
diharapkan dapat meminimalisasikan risiko yang akan dan belum terjadi.

Perumusan Masalah
 

Elminari Fish Culture (EFC) merupakan salah satu usaha yang bergerak
pada bidang pembenihan ikan patin siam yang berdiri pada tahun 2011. Komoditi
pertama yang diusahakan adalah penjualan induk ikan patin untuk dijadikan
konsumsi, kemudian beralih pada pembenihan ikan patin, Hal tersebut
dikarenakan pemilik EFC melihat bahwa potensi ikan patin sangat baik untuk
beberapa tahun kedepan. Pada tahun 2009 sampai 2013, hasil produksi pada EFC
setiap bulannya tidak mengalami fluktuasi yang diakibatkan adanya risiko
produksi selama proses pemeliharaan yang menyebabkan kematian (Mortalitas
Rate) benih patin siam.
Salah satu indikasi adanya risiko produksi dalam usaha pembenihan ikan
patin siam adalah fluktuasi Mortalitas Rate (MR). Oleh karena itu menarik untuk
diteliti lebih lanjut untuk mengidentifikasi sumber-sumber risiko produksi lainnya
yang terdapat di EFC serta mencari alternatif strategi dalam mengendalikan
sumber-sumber yang menyebabkan risiko. Fluktuasi produksi yang terjadi di EFC
pada Januari 2012 sampai Januari Januari 2013 dapat dilihat pada Tabel 3.

 


 

Tabel 3 Fluktuasi Produksi benih ikan patin siam di EFC Januari 2012 sampai
Januari 2013
Tahun

Bulan

2012

Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari

2013

Tebaran Larva
(ekor)

Panen (ekor)

1 200 000
1 600 000
1 400 000
1 300 000
550 000
600 000
350 000
900 000
500 000
700 000
700 000
550 000
340 000

700 000
450 000
710 000
300 000
475 000
425 000
290 000
430 000
175 000
560 000
570 000
20 000

Selisih
Mortalitas Rate
(Kematian)
(%)

500 000
1 150 000
690 000
1 000 000
75 000
175 000
60 000
470 000
325 000
140 000
130 000
550 000
320 000

41.67
71.87
49.29
76.92
13.64
29.17
17.14
52.22
65
20
18.57
100
94.12

Menurut Siska (2011) Tingkat kelangsungan hidup larva Patin Siam
(Pangasius hypopthalamus) yang baik adalah diatas angka 70 %. Pada musim
kemarau induk patin akan sulit untuk memijah. Hal ini menyebabkan telur yang
dihasilkan induk patin akan sedikit, tetapi apabila telah menetas menjadi larva
maka tingkat kematian larva sampai ukuran ¾ inchi akan relatif kecil, yaitu
sekitar 20-30%, sedangkan pada musim hujan induk patin akan menghasilkan
telur yang lebih banyak dari pada musim kemarau tetapi pada musim hujan
tingkat kematian larva sampai ukuran panen yaitu ukuran 1/2 inchi relatif lebih
besar, yaitu sekitar 40-50%.
Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai MR tertinggi terjadi pada bulan
desember dimana pada saat itu EFC mengalami gagal panen yang mengakibatkan
tidak adanya benih yang diproduksi. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
keberlangsungan usaha pembenihan ikan patin siam pada EFC karena jika tidak
ditanggulangi maka akan berdampak pada kerugian yang semakin besar.

%

100

100

80
71,87

76,92

60
49,29
40
20

94,12

65
52,22

41,67
29,17
13,64 17,14

20 81.43

mortalitas rate

0

Bulan

Gambar 1 Fluktuasi Mortalitas Rate (MR) Benih Ikan patin siam di EFC Januari
2012 sampai Januari 2013


 

Kegiatan pembenihan tersebut memiliki tingkat risiko yang tinggi pada
proses produksinya karena memiliki sifat yang tergantung pada kondisi alam yang
tidak dapat dikendalikan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk dapat
meminimalisasi risiko tersebut. Pada musim hujan induk patin akan menghasilkan
telur yang lebih banyak dari pada musim kemarau tetapi pada musim hujan
tingkat kematian larva sampai ukuran panen yaitu ukuran 0,5 inchi relatif lebih
besar, yaitu sekitar 40-50 persen. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1 yang
menunjukkan grafik dari fluktuasi hasil produksi di EFC selama 13 periode.
Harga benih patin yang didapatkan oleh EFC pada setiap penjualan benih
ikan patin terbilang stabil, dimana pada tahun 2012 sampai sekarang, harga jual
benih patin berkisar Rp.60-75 per ekor. Pemasaran ikan patin EFC sebagian besar
ke daerah luar Pulau Jawa seperti Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan. Selain
itu, pasar patin EFC tidak menjadi kendala karena semua jumlah benih yang
dihasilkan oleh EFC akan diserap oleh pasar. Ikan patin cukup potensial
dibudidayakan di berbagai media pemeliharaan yang berbeda sebagaimana jenis
ikan air tawar lainnya seperti mas, tawes, dan lele. Media pemeliharaan kolam,
keramba bahkan jala apung dapat digunakan untuk memelihara ikan patin. Ikan
patin bersifat karnivora jika berada bebas, tetapi ditempat pemeliharaan
(budidaya) ikan patin akan bersifat omnivora (Susanto 2010). Berdasarkan uraian
di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan penelitian yang terkait
dengan masalah kematian benih ikan patin siam pada EFC, seperti :
1.
2.
3.

Apakah ada sumber risiko baru yang mempengaruhi produksi benih ikan
patin siam yang dihadapi di EFC?
Bagaimana probabilitas dan dampak risiko dari sumber-sumber risiko
produksi pada usaha pembenihan ikan patin di EFC?
Bagaimana strategi penanganan risiko yang dapat dilakukan oleh EFC untuk
mengendalikan sumber-sumber risiko produksi dalam kegiatan pembenihan
ikan patin?
Tujuan Penelitian

 

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk :
1. Mengidentifikasi dan menganalisis sumber-sumber risiko produksi yang
terdapat pada usaha pembenihan ikan patin di EFC .
2. Menganalisis probabilitas dan dampak risiko yang disebabkan olehsumbersumber risiko produksi pada kegiatan pembenihan ikan patin di EFC.
3. Menganalisis strategi penanganan yang dapat dilakukan oleh EFC untuk
mengendalikan sumber-sumber risiko produksi dalam kegiatan pembenihan
ikan patin.

Manfaat penelitian
 

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka kegunaan
dari penelitian ini adalah sebagai masukan bagi tempat usaha budidaya untuk
menjadi bahan pertimbangan dalam meminimalisasi risiko yang dihadapi, juga
sebagai bahan masukan bagi pihak yang membutuhkan serta sebagai literatur bagi

 


 

penelitian selanjutnya. Produk yang dikaji pada penelitian ini adalah benih ikan
patin yang dibudidayakan di EFC dan difokuskan mengenai risiko produksi yang
dihadapi beserta strategi yang diterapkan untuk menanganinya.

TINJAUAN PUSTAKA
 
 

Deskripsi Ikan Patin Siam
 

Ikan patin siam (Pangasius hypopthalmus) merupakan jenis ikan konsumsi
air tawar, berbadan panjang berwarna putih perak dengan punggung berwana
kebiru-biruan. Ikan patin siam Bangkok (Thailand), Pertama kali didatangkan ke
lndonesia pada tahun 1972 oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar Bogor. Ikan
patin dikenal sebagai komoditi yang memiliki prospek usaha yang cukup cerah,
karena memiliki harga jual yang tinggi dan kandungan protein hewani yang
tinggi. Hal inilah yang menyebabkan ikan patin mendapat perhatian dan diminati
oleh para pengusaha untuk membudidayakannya selain rasa dagingnya yang lezat,
ikan patin memiliki beberapa kelebihan lain misalnya ukuran badannya besar,
pertumbuhan yang relatif cepat. Pada usia enam bulan ikan patin bisa mencapai
panjang 35cm (Susanto 2010).
Ikan patin di Indonesia memiliki beberapa jenis diantaranya ikan patin siam
(Pangasius tryphothalmus) dan ikan patin hibrida dengan nama pasupati (patin
super harapan pertiwi), juaro (Pangasius polyuranodo), ikan rios, lancang
(Pangasius macronema), ikan pedado (Pangasius nasutus), ikan lawang
(Pangasius nieuwrnhuisii). Perbedaan antara jenis patin jambal, patin siam dan
patin pasupati diantaranya adalah patin jambal memiliki pertumbuhan yang
lambat, fertilitas telurnya rendah, warna dagingnya putih, serta tidak terlalu
popular di masyarakat, sedangkan patin siam memiliki pertumbuhan yang cepat,
fertilitas telurnya tinggi, warna dagingnya merah dan sangat popular dikalangan
masyarakat. Untuk jenis ikan patin pasupati, jenis ikan tersebut memiliki
pertumbuhan yang cepat, fertilitas telurnya tinggi, daging berwarna putih dan
sedikit popular di masyarakat (Susanto 2010).
Susanto (2010) menjelaskan bahwa ikan patin siam merupakan salah satu
jenis ikan yang cukup populer di masyarakat karena sudah cukup lama
dibudidayakan di Indonesia dan memiliki berbagai kelebihan dibandingkan ikan
jenis lainnya, diantaranya mudah beradaptasi dengan lingkungan, memiliki respon
positif terhadap pemberian pakan tambahan, fekunditas telurnya tinggi dan
pertumbuhan yang relatif cepat sehingga cukup menjanjikan untuk dijadikan
sebagai lahan usaha.

Sumber-Sumber Risiko Agribisnis
 

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tema penelitian yang
dilakukan, diantaranya adalah mengenai sumber-sumber risiko agribisnis, metode
analisis risiko dan strategi pengelolaan risiko. Sumber-sumber penyebab risiko


 

pada usaha perikanan sebagian besar disebabkan oleh faktor-faktor seperti
perubahan suhu, hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis
(human error) dari tenaga kerja. Pada umumnya risiko tersebut dapat
diminimalisasi dengan menggunakan berbagai cara seperti penggunaan teknologi
terbaru, penanganan yang intensif dan pengadaan input yang berkualitas (Dahuri
2004).
Risiko produksi dalam penelitian Sahar (2010) menyebutkan bahwa terdapat
beberapa sumber risiko diantaranya adalah penyakit yang menyerang induk dan
larva ikan bawal, faktor cuaca, dan faktor manusia serta kerusakan peralatan
teknis di perusahaan. Sedangkan untuk risiko pasar terdapat beberapa sumber
risiko yang sangat mempengaruhi keberlangsungan perusahaan, diantaranya
fluktuasi harga input dan fluktuasi harga benih. Peneliti menggunakan peta risiko
untuk mengklasifikasi sumber-sumber risiko yang ada, hal tersebut bertujuan
untuk mempermudah dalam mencari alternatif penanganan risiko yang harus
dilaporkan oleh perusahaan dalam peta risiko,sumber risiko yang berada pada
kuadran I dan kuadran IV tidak teridentifikasi sumber risikonya. Untuk sumber
risiko yang berada di kuadran II adalah risiko produksi yaitu cuaca dan risiko
harga yaiu fluktuasi harga jual larva. Sumber risiko yang berada di kuadran III
adalah risiko produksi, yaitu penyakit yang menyerang indukan, penyakit
whitespot yang menyerang larva, kerusakan peralatan teknis dan faktor manusia
sedangkan untuk sumber risiko pasar di kuadran tiga adalah fluktuasi harga input.
Lestari (2009) menjelaskan bahwa sumber-sumber risiko dalam usaha
pembenihan udang Vannamei dengan mengambil studi kasus di PT. Suri Tani
Pemuka Serang, Banten. Sumber risiko yang dialami pihak perusahaan
diantaranya adalah pengadaan induk udang Vannamei yang didatangkan dari
Hawai, Amerika Serikat dengan tingkat risiko sekitar tiga persen. Hal ini
disebabkan induk yang didatangkan oleh perusahaan harus melewati proses
karantina terlebih dahulu sehingga meminimumkan risiko. Selain itu sering
ditemukan kasus induk udang Vannamei yang mengalami stres dikarenakan
proses distribusi yang memakan waktu dan juga adanya perbedaan suhu yang
relatif besar. Sumber operasional lainnya adalah faktor penyakit, cuaca, mortalitas
dan kerusakan pada peralatan teknis.
Siregar (2010) dan silaban (2011) yang menganalisis tentang risiko produksi
pada pembenihan ikan lele dumbo pada Famili Jaya I Kota Depok dan ikan hias
pada PT. Taufan Fish Farm di Kota Bogor menjelaskan bahwa risiko hanya
terdapat pada proses produksi. Sumber risiko tersebut diantaranya adalah
kesalahan dalam melakukan seleksi induk, cuaca, perubahan suhu air, kualitas
pakan, hama dan penyakit, Tetapi jika dilihat dari segi pasar dinyatakan tidak
memiliki kendala dilihat dari harga benih dan harga input yang cenderung stabil
setiap tahunnya.
Berdasarkan penelitian terdahulu diperoleh variabel-variabel yang menjadi
sumber referensi risiko pada budidaya khususnya pembenihan ikan. Pada risiko
produksi seperti cuaca, hama dan penyakit, kerusakan teknis, kesalahan dalam
melakukan seleksi induk, perubahan suhu air, dan kualitas pakan dapat digunakan
sebagai dasar untuk menelusuri dan mengidentifikasi hal-hal yang beRp.otensi
menjadi sumber risiko di EFC.

 


 

Strategi Penanganan Risiko
 

Lestari (2009), Sahar (2010) dan Siregar (2010) menggunakan Strategi
Preventif dan Strategi mitigasi pada penelitiannya tentang manajemen risiko pada
usaha pembenihan udang Vannamei dan analisis risiko produksi pembenihan lele
dumbo. Strategi preventif yang diusulkan oleh Lestari (2009) diantaranya adalah
persiapan bak pemeliharaan induk dan pemeliharaan larva, pengelolaan kualitas
air, pengelolaan pakan serta pelatihan sumber daya manusia berbeda dengan
strategi preventif yang diusulkan oleh Siregar (2010), yaitu dengan pengendalian
perubahan suhu yang ekstrim dan pengendalian hama.
Silaban (2011) menjelaskan bahwa strategi preventif tidak efektif digunakan
dalam mengelola risiko. Pada penelitiannya tentang analisis risiko produksi ikan
hias yang hanya menggunakan strategi mitigasi saja. Strategi mistigasi yang
dilakukan Silaban (2011) dengan menggunakan diversifikasi (portofolio) pada
usaha yang ada, adanya diversifikasi akan dapat meminimalkan dampak risiko
tetapi tidak dapat dihilangkan seluruhnya menjadi nol.
Alternatif strategi yang disarankan oleh Silaban (2011) adalah melakukan
diversifikasi komoditas ikan hias yang dibudidayakan di perusahaaan tersebut
berfungsi apabila salah satu kegiatan pembenihan satu jenis ikan hias gagal, dapat
ditutupi dengan kegiatan pembenihan ikan hias lainnya.
Pemetaan risiko adalah proses yang harus dilakukan sebelum menangani
risiko sehingga menjadi bagian yang penting dalam penelitian mengenai risiko.
Peta risiko menggambarkan tentang kemungkinan terjadinya dan dampak yang
dapat ditimbulkan oleh suatu risiko. Berdasarkan hasil pemetaan risiko tersebut
maka selanjutnya perusahaan menetapkan strategi penanganan risiko yang tepat.
Strategi penanganan risiko secara garis besar terbagi atas dua, yaitu penghindaran
risiko (Preventif) dan pemindahan risiko (mitigasi risiko), seperti yang digunakan
oleh Lestari (2009) dan Siregar (2010) untuk menetapkan strategi yang tepat
untuk menangani risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang menjadi objek
penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu terlihat adanya perbedaan strategi
penanganan risiko antara penelitian Lestari (2009), Sahar (2010), Siregar (2010)
dengan penelitian Silaban (2011). Perbedaan tersebut dikarenakan kondisi tempat
yang berbeda sehingga alternatif strategi yang diberikan juga tentunya akan
berbeda dengan hasil penelitian terdahulu akan memberikan landasan terhadap
penelitian ini dalam mengeksplorasi keadaan dilokasi penelitian.

KERANGKA PEMIKIRAN
 
 

Definisi dan Konsep Risiko
 

Harwood et al (1999) menjelaskan bahwa risiko merupakan suatu
kemungkinan suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian bagi pelaku bisnis
yang mengalaminya. Salah satu bisnis yang mempunyai risiko tinggi yaitu bidang
pertanian. Aktivitas sehari-hari petani sebagai pelaku bisnis selalu dihadapkan


 

dengan suatu perubahan yang terus menerus mengenai produk, harga, pendapatan
dan lainnya. Produksi yang dihasilkan mungkin lebih baik atau lebih buruk dari
produksi yang diharapkan.
Debertin (1986) menjelaskan bahwa risiko tidak cukup dihindari, tapi juga
harus dihadapi dengan cara-cara yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
suatu kerugian. Rangkaian kejadian risiko dan ketidakpastian dapat dilihat pada
Gambar 2.
Probability dan hasil
dapat diketahui

probability dan hasil
tidak dapat diketahui

Klasifikasi Risiko
Risiko
(Risk Events)

Ketidakpastian
(Uncertain Events)

Gambar 2 Rangkaian kejadian risiko dan ketidakpastian
Sumber: Debertin (1986)
Debertin (1986) menyebutkan perbedaan konsep antara risiko dan
ketidakpastian. Risiko tidak dapat dihindari, tetapi harus dihadapi dengan caracara yang dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kerugian. Gambar 2
menjelaskan bahwa peristiwa dunia dapat digolongkan menjadi dua situasi yang
ekstrim, yaitu kejadian yang mengandung risiko (Risk events) dan kejadian yang
tidak pasti atau uncertainty risk.

Klasifikasi risiko
 

Sumber penyebab adanya risiko pada budidaya pertanian sebagian besar
dikarenakan oleh beberapa faktor seperti perubahan iklim, suhu, cuaca hama dan
penyakit, penggunaan input serta adanya kesalahan teknis (Human error) dari
tenaga kerja (SDM). Risiko tidak dapat dihilangkan tetapi dapat diminimalkan
sekecil mungkin, biasanya dengan melakukan teknologi baru, usaha penanganan
secara intensif serta pengadaan input yang berkualitas seperti SDM, benih atau
bibit dan obat-obatan. Beberapa sumber risiko menurut Harwood et al (1999),
risiko yang dapat terjadi pada petani yaitu:
1. Risiko produksi
Sumber risiko yang berasal dari risiko produksi diantaranya adalah gagal
panen, rendahnya produktivitas, kerusakan barang yang ditimbulkan oleh
serangan hama dan penyakit, perbedaan iklim, kesalahan sumberdaya manusia
dan lain-lain.
2. Risiko pasar atau harga
Risiko yang ditimbulkan oleh pasar diantaranya adalah barang tidak dapat
dijual yang diakibatkan ketidakpastian permintaan rendah, ketidakpastian harga
output, inflasi, daya beli masyarakat dan lain-lain.

 

10 
 

3. Risiko kelembagaan
Risiko yang ditimbulkan dari kelembagaan antara lain adanya aturan
tertentu yang membuat anggota suatu organisasi menjadi kesulitan untuk
memasarkan ataupun meningkatkan hasil produksinya.
4. Risiko kebijakan
Risiko yang ditimbulkan oleh kebijakan antara lain adanya suatu kebijakan
tertentu yang dapat menghambat kemajuan suatu usaha, misalnya kebijakan tarif
ekspor.
5. Risiko Finansial
Risiko yang ditimbulkan oleh risiko finansial antara lain adalah adanya
piutang tak tertagih, likuiditas yang rendah sehingga perputaran uang terhambat,
perputaran barang rendah, laba yang menurun karena krisis ekonomi dan lain-lain.

Manajemen Risiko
Definisi manajemen risiko adalah suatu usaha untuk mengetahui,
menganalisis, serta mengendalikan risiko pada setiap kegiatan perusahaan dengan
tujuan untuk memperoleh efektivitas dan efisiensi (Lam 2007). Penilaian penting
suatu risiko diantaranya tingkat maksimum kerusakan yang akan dialami
perusahaan jika terjadi suatu peristiwa yang menimbulkan risiko atau yang disebut
dengan eksposur (Lam 2007)
Djohanputro (2008) menjelaskan bahwa manajemen risiko adalah
bagaimana cara menangani semua risiko yang ada dalam perusahaan dalam
mencapai tujuan. Sasaran utama dari manajemen risiko perusahaan adalah untuk
menghindari risiko, pentingnya manajemen risiko diantaranya adalah untuk
menerapkan tata kelola usaha yang baik, menghadapi kondisi lingkungan usaha
yang cepat berubah, mengukur risiko usaha pengelolaan risiko yang sistematis,
serta memaksimumkan laba. Siklus manajemen risiko terdiri dari lima tahap
seperti pada Gambar 3.
Evaluasi Pihak
Berkepentingan

Identifikasi risiko

Pengukuran risiko
Pengawasan dan
Pengendalian

Model Pengelolaan

Kerangan :
= Hubungan langsung
= Hubungan tidak langsung
Gambar 3 Siklus manajemen risiko
Sumber : Djohanputro, 2008

Pemetaan risiko

11 
 

Evaluasi dari pihak berkepentingan dimulai dari indentifikasi risiko hingga
pengawasan dan pengendalian risko. Hal ini dilakukan supaya risiko yang sudah
terjadi dapat diminiminimalisaksikan pada kejadian berikutnya. Berikut adalah
tahapan-tahapan pada Gambar 3 yang dilakukan :
1. Identifikasi risiko
Tahap ini mengidentifikasi apa yang dihadapi oleh perusahaan, langkah
pertama dalam mengidentifikasi risiko adalah melakukan analisis pihak yang
berkepentingan.
2. Pengukuran risiko
Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu faktor kuantitatif dan
kualitatif, kuantitas risiko menyangkut berapa banyak nilai yang rentan terhadap
risiko, sedangkan kualitatif menyangkut kemungkinan suatu risiko muncul,
semakin tinggi kemungkinan risiko terjadi maka semakin tinggi pula risikonya.
Kountur (2008) menjelaskan bahwa Beberapa cara yang digunakan dalam
penilaian untuk mengukur kemungkinan dan akibat dari suatu kejadian atau cara
untuk mengukur risiko yaitu dengan menggunakan metode Z-score yang
digunakan untuk mengukur peluang dan metode Var (Value at Risk) untuk
menghitung dampak dari suatu kejadian.
3. Pemetaan risiko
Pemetaan risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan
kepentingan bagi perusahaan, disini dilakukan prioritas risiko mana yang lebih
dahulu dilakukan, selain itu prioritas juga ditetapkan karena tidak semua risiko
berdampak dampak pada tujuan perusahaan. Pemetaan risiko adalah suatu
gambaran tentang posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu yaitu sumbu
vertikal menggambarkan probabilitas, dan sumbu horiZontal menggambarkan
dampak.
4. Model pengelolaan risiko
Model pengelolaan risiko terdapat beberapa macam diantaranya model
pengelolaan risiko secara konvensional, penetapan model risiko struktur
organisasi pengelolaan dan lain-lain.
5. Monitor dan pengendalian
Monitor dan pengendalian penting karena Manajemen perlu memastikan
bahwa pelaksanaan pengelolaan risiko berjalan sesuai rencana dan manajemen
juga perlu memastikan pelaksanaan pengelolaan risiko cukup efektif. Monitor dan
pengendalian bertujuan untuk memantau perkembangan terhadap kecenderungankecenderungan berubahnya profil risiko perubahan ini berdampak pada
pergeseran data risiko yang otomatis pada perubahan prioritas risiko.
Darmawi (2010) menjelaskan bahwa setelah tahap identifikasi sumber risiko
maka selanjutnya sumber risiko diukur untuk menentukan derajat kepentingannya
dan untuk memperoleh informasi yang akan membantu dalam menetapkan
kombinasi peralatan manajemen risiko yang cocok untuk digunakan. Informasi
yang diperlukan berkaitan dengan dua dimensi risiko yang perlu diukur, yaitu :
(a) frekuensi atau jumlah kerugian yang akan terjadi; (b) keparahan dari kerugian.
Sementara itu, paling sedikit untuk masing-masing dimensi yang ingin diketahui
adalah : (a) rata-rata nilainya dalam periode anggaran; (b) variasi nilai dari suatu
periode ke periode anggaran sebelumnya dan berikutnya; (c) dampak keseluruhan
dari kerugian-kerugian itu jika kerugian tersebut ditanggung sendiri.

 

12 
 

Penanganan Risiko
Peta risiko adalah gambaran sebaran risiko dalam suatu peta sehingga kita
bisa mengetahui dimana posisi risiko terhadap peta (Kountur 2008). Berdasarkan
peta risiko dan status risiko kemudian manajemen dapat melakukan penanganan
risiko sesuai dengan posisi risiko yang telah didapat pada peta risiko. Cara
penanganan risiko dapat diketahui jika pada pelaksanaannya dapat dilakukan
dengan tepat. Peta risiko dibagi kedalam empat bagian seperti yang dapat dilihat
pada Gambar 4.
Probabilitas (%)
Kuadran 1

Kuadran II

Kuadran III

Kuadran IV

Besar

Kecil

Kecil

Besar
Dampak (Rp)

Gambar 4 Peta risiko
Sumber : Kountur , 2008
 

Kuadran I menunjukkan daerah risiko yang memiliki kemungkinan besar
sementara dampak yang dihasilkan dianggap kecil. Sedangkan pada kuadran II
menunjukkan kemungkinan risiko yang besar dengan dampak yang dihasilkan
juga besar. Pada kuadran III menunjukkan peluang dan dampak yang terjadi kecil.
Sedangkan pada kuadran IV menunjukkan bahwa kemungkinan risiko kecil
sementara dampak yang dihasilkan besar. Satuan yang digunakan untuk nilai
probabilitas atau peluang adalah persentasi sementara satuan yang digunakan
untuk akibat adalah rupiah.
Dengan menggabungkan probabilitas dan dampak pada setiap kejadian kita
dapat mengetahui status dari setiap sumber risiko. Status risiko menunjukkan
urutan dari kejadian-kejadian yang berisiko. Jumlah dari perkalian antara peluang
dan dampak risiko yang besar menunjukkan risiko tersebut berada pada tingkat
prioritas pertama dan seterusnya sampai pada jumlah terkecil. Sumber risiko pada
kuadran II adalah sumber risiko yang masuk kedalam prioritas utama dikarenakan
peluang dan dampak yang dialami sangat besar. Sumber risiko yang berada pada
kuadran II adalah bagian terpenting yang harus segera diatasi karena sangat
berpengaruh pada kemajuan dari usaha tersebut.
Kountur (2008) menjelaskan bahwa berdasarkan peta risiko dapat diketahui
dengan cara penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Terdapat dua
penanganan risiko, yaitu :
1. Preventif
Menurut Kountur (2008), berdasarkan peta risiko dapat diketahui cara
penanganan risiko yang tepat untuk dilaksanakan. Strategi preventif dapat
dilakukan dengan harapan agar risiko tidak terjadi diantaranya :

13 
 

a. Membuat atau memperbaiki sistem
b. Mengembangkan sumberdaya manusia
c. Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik.
Strategi preventif digunakan untuk menangani risiko yang berada pada
kuadran I dan II dimana pada kuadran tersebut peluang terjadinya risiko besar.
Penanganan risiko dengan menggunakan strategi preventif, diharapkan dapat
menggeser risiko yang berada pada kuadran I bergeser pada kuadran III dan risiko
yang berada pada kuadran II bergeser ke kuadran IV (kountur, 2008). Penanganan
risiko dengan menggunakan strategi preventif dapat dilihat pada Gambar 5.
Probabilitas (%)
Kuadran 1

Kuadran II

Kuadran III

Kuadran IV

Besar

Kecil

Kecil

Besar
Dampak (Rp)

Gambar 5 Peta Preventif Risiko
Sumber : Kountur , 2008
2. Mitigasi
Menurut Kountur (2008), mitigasi adalah strategi penanganan risiko yang
dimaksud untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Strategi ini
dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar.
Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi mitigasi adalah
diversifikasi yaitu dengan cara menempatkan aset di beberapa tempat, sehingga
jika salah satu tempat terkena musibah tidak akan menghabiskan semua aset yang
dimiliki.
Probabilitas (%)
Kuadran 1

Kuadran II

Kuadran III

Kuadran IV

Besar

Kecil

Kecil

Besar
DAMPAK (Rp)

Gambar 6 Peta Mitigasi Risiko
Sumber : Kountur , 2008

 

14 
 

Gambar 6 menujukkan bahwa Pemetaan risiko yang dilakukan pada
strategi mitigasi adalah pada sumber risiko yang memiliki dampak terbesar yaitu
pada kuadran II dan IV, dengan dampak yang besar diusahakan strategi tersebut
dapat menggeser risiko yang berada pada kuadran II ke kuadran I dan risiko yang
pada kuadran IV bergeser ke kuadran III.
Beberapa strategi penanganan risiko pertanian yang dijelaskan oleh
Harwood et al (1999) yaitu:
1. Kegiatan Diversifikasi
Merupakan salah satu bentuk strategi penanganan risiko pada kegiatan
usahatani tanaman pertanian dengan tidak terfokus pada satu jenis komoditi
tanaman, tetapi dengan penganekaragaman jenis tanaman yang diusahakan.
Tujuan dari kegiatan ini adalah apabila satu jenis komodti tanaman memiliki hasil
yang rendah maka tanaman-tanaman lainnya akan memiliki hasil yang lebih
tinggi.
2. Asuransi Pertanian
Merupakan salah satu alternatif yang tepat dilakukan oleh petani dalam
penanganan risiko. Penanganan risiko melalui alternatif asuransi sebagai bentuk
upaya yang dilakukan petani untuk mengalihkan risiko usaha yang dihadapi ke
pihak lain. Pengalihan risiko idealnya dilakukan oleh petani pada risiko yang tidak
dapat dikendalikan.
3. Kontrak Produksi
Upaya yang dilakukan oleh petani dalam mengurangi risiko yang dihadapi
melalui kerjasama produksi dengan petani lainnya dalam memenuhi permintaan
dari konsumen. Adanya kontrak produksi ini petani dapat mengurangi risiko
pendapatan, dapat mempermudah petani dalam memperoleh peningkatan modal
usaha, dan akses pasar menjadi terjamin.

Kerangka Pemikiran Operasional
 

EFC memiliki indukan 360 ekor yang digunakan untuk memproduksi benih
ikan patin. Benih patin siam tersebut dipelihara dalam aquarium yang berada
didalam ruangan hatchery. Dalam menjalankan usaha pembenihan ikan patin
siam, EFC menghadapi banyak kendala, yaitu risiko produksi. Risiko tersebut
salah satunya di indikasikan dari adanya fluktuasi produktivitas benih yang
dihasilkan. Sementara itu sumber utama yang menjadi indikasi faktor penyebab
terjadinya risiko produksi dalam budidaya pembenihan ikan patin siam
diantaranya adalah faktor cuaca (musim kemarau), tingkat keterampilan yang
dimiliki perusahaan yang belum memadai dalam melaksanakan kegiatan proses
produksi seperti penyeleksian induk dan penyuntikan induk, dan penanggulangan
penyakit. Kerugian akibat risiko produksi yang dialami antara lain adalah jumlah
produksi benih yang rendah. Kendala tersebut tentunya perlu diadakan suatu
upaya untuk mengatasi masalah tersebut.
Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya kerugian dilakukan
dengan analisis nilai standar atau dikenal dengan analisis Z-score, sedangkan
pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisis Value at Risk
(VaR). Analisis yang dilakukan dengan menggunakan data produksi benih patin
di EFC dari bulan Januari 2012 sampai januari 2013. Hasil analisis ini digunakan

15 
 

untuk menunjukkan peluang dan dampak dari suatu risiko, sehingga dapat
diketahui risiko yang bersifat krusial di EFC.
Hasil analisis Probabilitas dan dampak risiko produksi, selanjutnya
dipetakan dalam peta risiko yang akan menunjukkan sebaran sumber risiko
produksi. Setelah itu ditentukan alternatif strategi penanganan risiko yang tepat
untuk mengendalikan risiko yang terjadi pada usaha pembenihan ikan patin siam
tersebut. Usulan strategi diharapkan dapat meminimalisi kerugian yang selama ini
terjadi pada EFC. Berikut adalah kerangka pemikiran oprasional dalam penelitian
risiko pada pembenihan di EFC :
Sumber-sumber risiko produksi pada pembenihan ikan patin siam dimulai
perubahan suhu, hama dan penyakit, penggunaan input serta kesalahan teknis
dari tenaga kerja (human error).
Fluktuasi Produktivitas pembenihan ikan patin siam pada EFC

Analisis Dampak dari Sumbersumber
Risiko
Produksi
Menggunakan Metode Value at
Risk (VaR)

Analisis Probabilitas dari sumbersumber
Risiko
Produksi
Menggunakan Metode Z-score

Pemetaan Risiko

Alternatif Strategi Penanganan Risiko Produksi
Gambar 7 Kerangka pemikiran oprasional penelitian
 
 
 

METODE PENELITIAN
Lokasi dan waktu Penelitian
 

Penelitian ini dilakukan di EFC yang berlokasi di Desa Bojong Jengkol,
desa Kampung Kondang, Kecamatan Ciampea, Jawa Barat. Pemilihan lokasi
penelitian dilakukan secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa EFC
merupakan salah satu perusahaan pembenihan patin yang cukup besar di daerah
Bogor, karena mempunyai peralatan yang cukup lengkap seperti jumlah aquarium

 

16 
 

sebanyak 200 buah dan 3 buah ruangan hatchery, untuk proses kegiatan
pembenihan serta adanya sistem modern dalam proses produksinya.

Jenis dan Sumber Data
 

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer
merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber atau objek penelitian. Data
tersebut diperoleh melalui pengamatan langsung di lokasi usaha maupun dari
proses wawancara dengan pengelola yaitu bapak Imzak dan karyawan EFC yaitu
saudara Obert Fernando, Bani dan Ependi.
Pengambilan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara langsung
dan juga memberikan kuesioner untuk mengambil data. Beberapa data diperoleh
dari langsung oleh peneliti dari perusahaan seperti sejarah berdirinya perusahaan,
aspek organisasi dan manajamen perusahaan, aspek permodalan, aspek sumber
daya perusahaan. Data yang diperoleh merupakan data sekunder dari perusahaan
yang kemudian dilengkapi oleh peneliti untuk mempermudah pembaca dalam
memahami isi pada setiap kejadian risiko yang akan disampaikan.
Data sekunder yang digunakan diantaranya diperoleh dalam bentuk data
langsung yang dimiliki oleh perusahaan berupa data produksi benih patin EFC
pada bulan Januari 2012 sampai Januri 2013 yaitu selama 13 periode pembenihan,
data statistik, buku, jurnal, dan bahan pustaka lain yang relevan dengan topik dan
komoditas penelitian. Bahan pustaka lainnya diperoleh dari Dinas Pertanian Kota
Bogor, perpustakan Pusat Kajian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, dan
perpustakaan LSI IPB.

Metode Pengumpulan Data
 

Metode pengumpulan data pada penelitian yang dilaksanakan pada EFC
dilakukan dengan cara:
1. Observasi atau pengamatan secara langsung pada proses pembenihan ikan
patin siam yang dilakukan, jumlah benih berumur 25 hari yang dihasilkan
dan jumlah kematian yang tercatat dari bulan Januari 2012 hingga bulan
Januari 2013.
2. Wawancara dengan pengelola perusahaan yaitu Bapak Imzak serta
karyawan di EFC untuk memperoleh keterangan yang sesuai dengan
kebutuhan penelitian, sehingga data yang akan digunakan menggambarkan
kondisi sebenamya di lapangan, khususnya mengenai hal-hal yang
berpotensi menjadi sumber risiko produksi pada usaha pembenihan ikan
patin siam
3. Pendekatan dilakukan dengan cara meminta izin kepada pemilik EFC untuk
meneliti proses produksi mulai dari januari 2012 sampai januari 2013 dan
menghitung selisih antara jumlah larva yang ditebar dengan benih yang
dipanen.
4. Jumlah kematian benih ikan patin pada setiap sumber risiko yang diamati
tidak dapat dihitung satu persatu. Akan tetapi penentuan jumlah untuk setiap

17 
 

risiko pada setiap siklusnya ditentukan dengan besarnya presentasi
kegagalan yang diakibatkan oleh berbagai sumber risiko yang teridentifikasi
pada EFC.
Penentuan penilaian berbagai sumber risiko dilakukan karena belum adanya
secara tertulis penelitian mengenai berapa besar sumber risiko dan banyaknya
benih ikan patin siam yang mengalami kematian akibat risiko yang terdapat dalam
kegiatan usaha pembenihan ikan patin siam. Penentuan jumlah kematian
(Mortalitas) benih ikan patin siam didapat dari hasil perolehan panen yang
ditentukan oleh beberapa faktor antara lain teknik dalam menyeleksi induk,
penyuntikan induk serta sumber risiko yang sering terjadi pada saat proses
produksi benih ikan patin siam. jumlah benih dihitung dengan menggunakan
centong, hal ini dilakuakan agar jumlah benih tidak kurang atau lebih.
Penentuan penilaian jumlah benih yang mati pada setiap sumber risiko
adalah, sebgai berikut :
1. Kesalahan dalam seleksi induk
Penilaian kesalahan seleksi induk dilihat dari larva yang dihasilkan. Dimana
larva yang dibuahi melalui induk yang kualitas jelek akan menyebabkan daya
tetas dan daya tahan larva akan menurun. Perhitungan jumlah benih yang
dilakukan pada larva yang mati akibat kesalahan dalam seleksi induk adalah
dengan cara menampung larva yang mati pada saat awal pergantian air, kemudian
dilakukan perhitungan dengan menggunakan sendok teh yang diasumsikan 1
sendok teh sebanyak 10 ribu larva.
2. Kesalahan Penyuntikan induk
Penilaian yang dilakukan dalam menentukan kematian benih akibat
kesalahan penyuntikan induk adalah dengan cara menimbang induk yang akan
dipijah. Penilaian ini dilakukan setelah induk disuntik hormon. Perhitungan
kematian dilakukan dengan cara menggunakan sendok teh yang diasumsikan 1
sendok teh menghasilkan 10 ribu ekor larva. Fekunditas (daya tetas) tel