Penerapan Kebijakan Perdagangan Internasional Kawasan Uni Eropa Terhadap Impor Kakao dari Indonesia.

d

PENERAPAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN
INTERNASIONAL KAWASAN UNI EROPA TERHADAP
IMPOR KAKAO DARI INDONESIA

CECEP SENTAWULAN

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Penerapan
Kebijakan Perdagangan Internasional Kawasan Uni Eropa Terhadap Impor
Kakao dari Indonesia serta Pengaruhnya adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, April 2014

Cecep Sentawulan
NIM H34090121

ABSTRAK
CECEP SENTAWULAN. Penerapan Kebijakan Perdagangan Internasional
Kawasan Uni Eropa Terhadap Impor Kakao dari Indonesia Dibimbing oleh
BURHANUDDIN.
Kakao (Theobroma cacao L) merupakan komoditi unggulan dimana
Indonesia merupakan Negara produsen ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana.
Oleh karena itu, Indonesia merupakan salah satu eksportir produk kakao. Salah
satu kelompok Negara yang mengimpor kakao adalah Uni Eropa (Uni Eropa).
Tujuan dari penelitian ini adalah identifikasi kebijakan perdagangan di UE ,
perbedaan tariff kakao Indonesia di UE,

dan Menganalisis kebijakan
Pengembangan ekspor dari Pemerintah Indonesia lalu meihat secara deskrptif
pegngaruh kebjakan tersebut terhadap impor kakao Uni Eropa dari Indonesia
dengan studi literature. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan
analisis kebijakan kualitatif deskriptif. Berdasarkan identifikasi kebijakan di UE
kita bisa menganalisis apa saja kebijakan yang berpengaruh, melihat peluang
skema tariff lain Indonesia, serta kebijakan pengembangan kakao dari Pemerintah
Indonesia lalu melihat pengaruhnya impor kakao dari Uni Eropa .
Kata kunci: Kakao, Uni Eropa, Analisis kebijakan Kualitatif deskriptif

ABSTRACT
Cecep SENTAWULAN. Application of International Trade Policy and the EU
Regions Influence Indonesia Cocoa Exports. Supervised by BURHANUDDIN
Indonesia which country third producer after Cocoa (Theobroma cacao L)
Ivory Coast and Ghana. Therefore, Indonesia is one of the exporters of cocoa
products. One of the group of countries that import cocoa is the European Union
(EU). The purpose of this study was the identification of trade policy in the EU,
differences in EU tariff Indonesian cocoa, government policy in response to the
EU's policy on the export of cocoa literature study. The method used is a
qualitative method qualitative descriptive policy analysis. Based on the

identification of policy in the EU we can analyze what policies are influential, saw
another opportunity Indonesian tariff schemes, as well as export policies in
response to international trade khusuny development policy in the European union
Keywords: Cocoa, European Union policy, analysis Qualitative descriptive

PENGARUH KEBIJAKAN PERDAGANGAN
INTERNASIONAL KAWASAN UNI EROPA TERHADAP
IMPOR KAKAO DARI INDONESIA

CECEP SENTAWULAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Penerapan Kebijakan Perdagangan Internasional Kawasan Uni
Eropa Terhadap Impor Kakao dari Indonesia.
Nama
: Cecep Sentawulan
NIM
: H34090121

Disetujui oleh

Ir Burhanuddin, MM
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Penerapan Kebijakan Perdagangan Intemasional Kawasan Uni
Eropa Terhadap Impor Kakao dari Indonesia.
Nama
: Cecep Sentawulan
NIM
: H34090121

Disetujui oleh

Ir Burhanuddin, MM
Pembimbing

Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

o4 APR


2014

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa
ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga sripsi ini dapat
diselesaikan. Skripsi ini merupakan hasil penelitian dan pengolahan data
yang dilaksanakan pada bulan Mei-September 2013 dengan judul
“Penerapan Kebijakan Perdagangan Internasional Uni Eropa dan
Pengaruhnya Terhadap Ekspor Kakao Indonesia”. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis Kebijakan Perdagangan Internasional Khususnya di
wilayah Uni Eropa yang terkait dengan Kakao (Theobroma Kakao L) dengan
studi literature dan pengambilan data primer.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir Burhanuddin, MM
selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan saran. Di
samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para staff dan
dosen Departemen Agribisnis yang telah membantu dalam kelancaran
penyelesaian skripsi, pihak Kementrian Perdagangan yang telah memberikan
data yang terkait dengan perdagangan Internasional, Taufik Hidayat yang
telah memberikan saran dan informasi tentang skripsi, Monalisa Arput &
Euis Intan Anovani yang telah membantu dalam pembuatan skrispsi saya,

sahabat tersekat saya Stefan Efendi & Anugrah Mahadhi yang saling
membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi ini serta teman-teman
seperjuangan agribisnis 46 yang ikut membantu dalam penyelesaian skripsi
ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya semoga skripsi ini
bermanfaat.

Bogor, April 2014
Cecep Sentawulan

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Komoditi Kakao Indonesia dalam Perdagangan Internasional
Ekspor Komoditi Kakao Indonesia ke Kawasan Uni Eropa

Pengaruh Kebijakan dalam Perdagangan Internasional

vii
1
5
7
7
7
8
8
8
9

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Teori Perdagangan Internasional
Pola Perdagangan Internasional Kakao di Uni Eropa
Kebijakan Perdagangan
Analisis Kebijakan
Kerangka Pemikiran Operasional


10
10
10
10
11
13
14

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Desain Penelitian
Sumber Data dan Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data Kualitatif

16
16
16
16

17
17

GAMBARAN UMUM EKSPOR KAKAO INDONESIA
Uni Eropa
Kondisi Kakao di Dunia
Perdagangan Internasional Kakao
Perkembangan Ekspor Kakao Indonesia

18
18
20
24
26

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Kebijakan Perdagangan Internasional Uni Eropa yang
Berkaitan Dengan Komoditi Kakao Indonesia
Analisis Skema Tariff Kakao Indonesia dalam Perdagangan
Internasional di Uni Eropa

Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Kakao serta Melihat
Pengaruhnya dalam Perdagangan Uni Eropa

29
29
42
47

KESIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

54
54
55

DAFTAR PUSTAKA

56

DAFTAR TABEL
1. PDB menurut lapangan usaha tahun 2006-2012
2. Nilai dan jumlah ekspor enam komoditi unggulan perkebunan

1

Indonesia 2008-2011
Produksi perkebunan berdasarkan pengusahaannya
Produsen biji kakao Dunia
Nilai ekspor di empat pasar ekspor terbesar kakao Indonesia tahun
2006-2011
Negara-negara importir terbesar kakao Indonesia di Uni Eropa
Perincian Sumber data Penelitian
Negara-negara anggota Uni Eropa
Konsumsi kakao dunia
Jenis-jenis produk kakao berdasarkan HS 4 Digit
Nilai ekspor kakao dunia tahun 2010-2012(US$ ribu dolar)
Nilai impor kakao dunia tahun 2010-2012
Nilai ekspor produk kakao Indonesia (HS 4 digit)
Nilai ekspor importer kakao Indonesia (HS 2 digit)
Presentase tariff kakao pada Uni Eropa, Amerika Serikat, Malaysia.
Daftar Kebijakan Perdagangan Internasional di Uni Eropa yang
terkait dengan Komoditi Kakao
Fokus skema sertifikasi
Presentase tariff bea masuk kakao berdasarkan skema perdagangan
Internasional di Uni Eropa
Kebijakan-kebijakan Indonesia yang berkaitan dengan komoditi
kakao
Daftar Industri kakao Indonesia

2
3
3

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

4
5
17
19
21
23
25
25
27
28
32
34
42
44
49
50

DAFTAR GAMBAR
1. Alur kerangka pemikiran operasional
2. Produksi kakao dunia pada periode 2002–2012
3. Negara-negara konsumen terbesar kakao periode 2010/2012
4. Grafik harga kakao dunia tahun 2005-2012
5. Grafik nilai ekspor-impor kakao dunia periode 2002-2012
6. Nilai ekspor kakao Indonesia, tahun 2002-2012
7. Nilai ekspor kakao Indonesia menuju UE
8. Grafik RASFF berdasarkan notifikasinya
9. Grafik RASFF berdasarkan jenis risiko relatif
10. Proses Pengambilan Permenkeu
11. Nilai Impor Kakao UE dari Indonesia
12. Volume Impor Kakao UE dari Indonesia

15
20
21
22
24
26
29
37
38
48
51
52

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.

Annex I dan II Directive 2000/36/EC
Prosedur Ekspor Indonesia
Alur Prosedur Ekspor
Negara-negara penerima fasilitas GSP dan FTA dari Uni Eropa

57
62
64
65

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia selalu dikenal sebagai Negara agraris karena kaya akan
sumberdaya alam yang melimpah di bidang sumberdaya pertanian seperti lahan,
varietas, dan iklim. Berdasarkan data statistik Indonesia, sektor perkebunan
memberikan kontribusi total Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian
sebesar Rp 1 311 037 ribu milyar rupiah pada tahun 2013. Dengan PDB pertanian
mampu memberikan share sebesar 14.5% dari PDB keseluruhan termasuk migas
yang mencapai Rp 9 038 972 milyar. Selain itu, sub-sektor pertanian ini juga
berkontribusi terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB). Salah satu subsektor
dari sektor pertanian yang berkontribusi tehadap Produk Domestik Bruto adalah
subsektor perkebunan. Pada tahun 2013 sub-sektor perkebunan memberikan
kontribusi total Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 175 248 milyar.
Jumlah ini merupakan jumlah terbesar ketiga setelah sub-sektor Tanaman Pangan
yang mencapai Rp 621 832 milyar dan sub-sektor Perikanan dengan nilai Rp 291
799 milyar. Secara terperinci, kontribusi subsektor perkebunan di dalam
perekonomian nasional dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 PDB menurut lapangan usaha tahun 2006-2012
Kontribusi Terhadap PDBb (Milyar Rupiah)
Lapangan
Usaha
2007
2008
2009
2010
2011
2012c
2013d
Tanaman
265 090 347 871 419 194 482 377 529 968
574 330 621 832
Pangan
Perkebunan
81 595 106 186 111 378 136 048 153 709
159 753 175 248
Pertenakan
61 325
82 835 104 883 119 371 129 297
14 089 165 162
Kehutanan
35 883
39 992
45 119
48 289
51 781
54 906 56 994
Perikanan
97 607 136 435 176 620 199 383
226 691
255 332 291 799
Total PDB
541 502 713 332 580 698 985 470 1 091 447
1 190 412 1 311 037
Pertanian
a
b
c
Sumber: BPS (2012); miliar rupiah; angka sementara; angka sangat sementara

Pada Tabel 1, kontribusi subsektor perkebunan menempati urutan ketiga
setelah tanaman pangan dan perikanan. Sumbangan subsektor perkebunan
terhadap nilai PDB menunjukan nilai yang meningkat kecuali pada tahun 2009
mengalami penurunan. Namun setelah tahun 2009 yaitu tahun 2010 mengalami
peningkatan yang signifikan. Trend PDB subsektor perkebunan menunjukkan
prospek yang sangat menjanjikan bagi Indonesia karena dari tiap tahun PDB
pertanian selalu meningkat, termasuk sub-sektor pertanian itu sendiri.
Perkebunan selama ini memegang peranan penting sebagai sumber
penerimaan devisa Negara. Inilah yang menjadikan nilai neraca perdagangan
subsektor perkebunan surplus dari tahun ke tahun. Walaupun terjadi penurunan
nilai neraca pada tahun 2009, subsektor perkebunan menyumbang ekspor lebih
besar 90% terhadap total ekspor pertanian sebesar US$ 24.58 miliar dari total
ekspor pertanian. Pada tahun 2011 nilai ekspor perkebunan mencapai US$ 32.2
milyar rupiah. Hal ini membuktikan bahwa subsektor perkebunan mempunyai
nilai ekspor yang cenderung meningkat. Perkebunan mempunyai peran penting
dalam pemasukan devisa Negara. Hal ini dibuktikan oleh beberapa komoditi

2
perkebunan yang mempunyai jumlah dan nilai ekspor yang cukup besar. Berikut
ini disajikan tabel enam komoditi perkebunan pada tahun 2006-2011 yang
mempunyai jumlah dan nilai ekspor paling besar. Nilai dan jumlah ekspor tersebut
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai dan jumlah ekspor enam komoditi unggulan perkebunan Indonesia
2008-2011a
Komoditas

2008

2009

2010

2011

Trend 2008 2011

Kelapa Sawit
-0.023.
Volume
18 141 004
21 669 489
20 394 174
16 436 000
a
-0.016
Nilai
14 110 229
11 728 840
15 413 639
17 261 000
Karet
0.133
Volume
2 345 457
2 067 312
2 420 716
2 283 200
0.406
Nilaia
6 152 246
3 450 497
7 470 112
1 1358 000
Kelapa
0.267
Volume
1 080 981
957 517
1 045 960
1 199 800
0.160
Nilaia
900 917
489 885
703 239
1 060 700
Kakao
-0.073
Volume
515 576
559 799
552 892
410 200
a
-0.006
Nilai
1 269 022
1 459 297
1 643 773
1 172 000
Kopi
-0.001
Volume
468 750
507 968
433 595
346 500
0.007
Nilaia
991 458
829 261
814 311
963 400
Sumber: Dirjen Perkebunan dan Holtikultura Kementrian Pertanian (2011); aRibu US$

Kakao merupakan salah satu komoditas andalan sektor perkebunan yang
peranannya penting bagi sumber penerimaan devisa Negara. Walaupun jumlah
ekspor kakao lebih sedikit dibandingkan minyak sawit, karet, dan kelapa, namun
nilai ekspor komoditi ini sangat tinggi. Pada tahun 2011, nilai ekspor komoditi
kakao mencapai US$ 1.2 milyar terbesar ketiga setelah minyak sawit dan kelapa.
Dari data tersebut dapat menunjukkan potensi kakao dan peluang kakao dalam
perdagangan tradisional, penyedia devisa Negara, penyedia lapangan pekerja, dan
sumber pendapatan para petani. Tabel 2 menunjukkan bahwa trend kakao pada
tahun 2008 ke 2009 naik sebesar 0.09. Akan tetapi pada tahun 2009-2010 trend
kakao menurun sebesar 0.01 dan tahun 2010-2011 trend kakao menurun sebesar
0.3. Pada nilai ekspor kakao juga menurun tiap tahunnya.
Berdasarkan kepemilikan area, perkebunan kakao dibagi menjadi tiga yaitu
perkebunan rakyat (PR), perkebunan swasta (PS), perkebunan Negara (PN).
Perkebunan Rakyat (PR) merupakan perkebunan kakao yang memiliki luas areal
paling besar. Pada tahun 2011 diduga Perkebunan Rakyat luas areal dan produksi
mencapai 1555596 ha dan 773707 ton. Untuk perkebunan Negara (PN) luas areal
dan produksi mencapai 500104 ha dan 50216 ton, sedangkan perkebunan swasta
luas areal dan produksi mencapai 38068 ha dan 36769 ton. Produksi perkebunan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

3

Tabel 3 Produksi perkebunan berdasarkan pengusahaannya
Tahun
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Trend 20082011

Perkebunan Rakyat
(PR)
702 207
671 370
740 681
740 986
741 981
773 707

Perkebunan Negara
(PN)
33 795
34 643
31 130
32 340
34 064
36 844

0.0282

Perkebunan Swasta
(PS)
33 384
33 993
31 783
32 856
32 998
34 075

0.0206
a

0.0028
b

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (diolah) 2013; angka sementara; angka dugaan

Perkembangan produksi kakao memberikan hasil positif terhadap jumlah
produksi komoditi kakao Indonesia di mata dunia. Jika kita lihat pada tabel trend
dari tahun ke tahun relatif meningkat. Hal ini mungkin disebabkan oleh salah satu
program pemerintah yang bertujuan meningkatkan produksi biji kakao yaitu
Gernas yang dilakukan. Saat ini Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai
penghasil kakao setelah Pantai Gading dan Ghana. Jumlah produksi kakao
Indonesia diduga sebesar 450 ribu ton pada periode 2011/2012. Untuk Pantai
Gading dan Ghana, jumlah produksi mencapai 1.476 juta ton dan 879 ribu ton.
Pada periode yang sama pula, jumlah produksi kakao dunia diduga sebesar 4 052
ribu ton. Berikut disajikan data Negara produsen kakao di Dunia pada Tabel 4.
Tabel 4 Produsen biji kakao Dunia
Negara
Afrika
Kamerun
Pantai Gading
Ghana
Nigeria
Lainnya
Amerika
Brazil
Ekuador
Lainnya
Asia & Ocenia
Indonesia
Lainnya
Total Dunia

2002
1 952
131
1265
341
185
30
370
124
81
165
539
455
84
2861

2003 2004 2005 2006
2 232 2550 2375 2642
160
166
185
166
1352 1407 1286 1408
497
737
599
740
173
180
200
200
50
60
105
128
428
462
445
446
163
163
171
162
86
117
116
114
179
182
158
170
510
525
559
636
410
430
460
530
100
95
99
106
3170 3537 3379 3724

Produksib
2007
2391
166
1292
614
190
129
411
126
114
171
597
490
107
3399

2008
2692
185
1382
729
230
166
469
171
118
180
592
485
107
3753

2009 2010 2011c
2519 2486
3225
227
209
229
1222 1242
1511
662
632
1025
250
235
240
158
168
221
488
516
561
157
161
200
134
150
161
197
205
201
599
633
527
490
550
440
109
83
87
3606 3636
4313

2012c
2891
210
1476
879
220
107
630
220
190
220
531
450
81
4052

Sumber: International Cacao Organization 2013; bribu ton; cangka dugaan

Dari data diatas, Indonesia pernah menduduki peringkat kedua produksi
kakao pada periode 2001/2002. Pada periode tersebut produksi Indonesia
mencapai 455 ribu ton sedangkan Ghana hanya 341 ribu ton. Namun pada periode
2002/2003 sampai saat ini Indonesia menjadi peringkat ketiga produksi kakao
dunia digeser oleh Negara Ghana yang pada 2002/2003 produksi kakao mencapai
497 ribu ton naik sebesar 165 ribu ton dibandingkan dengan Indonesia sebesar
410 ribu ton dan mengalami penurunan sebesar 40 ribu ton dari periode
sebelumnya. Dari angka sementara periode 2011/2012 jumlah produksi kakao
Indonesia mencapai 450 ribu ton menduduki peringkat tiga setelah Pantai Gading

4
dan Ghana, kedua Negara tersebut produksi kakao sebesar 1476 ribu ton dan 871
ton.
Dari jumlah produksi sebanyak itu Indonesia mampu mengekspor Komoditi
kakao ke beberapa Negara. Menurut Wakil Menteri Perdagangan RI, Bayu
Krisnamurti mengatakan Amerika Serikat, Belgia (Uni Eropa), dan Jepang adalah
pasar potensial komoditi kakao di Indonesia. Menurutnya, sebagai Negara
produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana,
Indonesia dinilai memiliki peluang pasar dalam mengisi pasar dunia 1. Terdapat
beberapa pasar tujuan ekspor kakao si Indonesia yaitu Amerika Serikat, Uni
Eropa, Jepang, dan Malaysia. Berikut disajikan empat pasar tujuan ekspor kakao
dengan nilai ekspor tertinggi pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai ekspor di empat pasar ekspor kakao Indonesia tahun 2006-2011
Pasar Ekspor USD $ (000)
Tahun
Uni Eropa
Malaysia
Jepang
Amerika Serikat
2006
109 838.67
238 029.79
6 123.46
229 561.93
2007
129 102.11
4 575.30
4 575.30
161 440.28
2008
143 915.53
5 360.46
5 360.46
267 983.11
2009
136 763.22
11 688.05
11 688.05
372 475.39
2010
167 064.02
11 897.79
11 897.79
359 903.05
2011
180 927.27
13 299.71
18 0927.27
197 764.67
Total
867 610.81
52 944.78
2521502.33
1 589 128.435
Sumber: Comtrade 2013

Dari data tersebut Amerika Serikat mempunyai nilai ekspor lebih besar,
nilai ekspor terbesar selanjutnya adalah Uni Eropa, Malaysia dan Jepang. Jumlah
nilai Ekspor Amerika Serikat saja mencapai lebih dari 1.5 milyar US$. Sedangkan
Uni Eropa mempunyai nilai terbesar kedua sebesar 860 juta US$ disusul Malaysia
dan Jepang sebesar 520 juta US$ dan 250 juta USD$. Nilai ekspor di empat pasar
ekspor kakao Indonesia cenderung fluktuatif, hal ini dikarenakan jumlah ekspor
kakao selalu berubah-ubah dikarenakan kuantitas dan kualitas kakao yang
diperdagangkan. Produk kakao yang banyak diekspor pada Negara-negara
eksportir tersebut berupa biji kakao (HS018). Biji kakao yang diekspor biasanya
diolah lagi menjadi produk kakao olahan seperti cocoa liquor, cocoa powder,
cocoa butter, coklat dan produk lainnya. Produk Olahan tersebut biasanya
diekspor kembali ke Negara-negara eksportir termasuk Indonesia.
Salah satu tujuan pasar ekspor Indonesia adalah Negara-negara Eropa
(EU27). Dari data tabel nilai ekspor kakao Indonesia mencapai 860 juta US$
terbesar kedua setelah Amerika Serikat. Hal ini dikarenakan beberapa Negara
Eropa adalah Negara pengolah kakao menjadi produk-produk kakao olahan
lainnya. Dari data Kementrian Perdagangan Negara-negara eropa yang
mengimpor kakao Indonesia adalah Georgia, Perancis, Jerman, Italia, Belgia,
Inggris, dan Rusia. Berikut Ini adalah tabel beberapa negara Uni Eropa impotir
kakao Indonesia yang disajikan pada tabel 6.

1

) Ciputranews.com diunduh pada 12 Mei 2013.

5

Tabel 6 Negara-negara importir terbesar kakao Indonesia di Uni Eropa
Nilai Ekspor (000 US$)
Negara
2012 (Jan2007
2008
2009
2010
2011
Nov)
Georgia
10 190
18 242
16 020
13 650
15 363
18 262
Perancis
4 990
11 844
12 441
9 123
8 870
14 893
Jerman
7 6 316
173 956
109 414
107 943
70 517
111 131
Italia
34 770
60 613
53 102
43 225
57 757
57 381
Belgia
8 879
70 267
48 181
30 495
49 259
37 530
Inggris
16 293
29 017
24 361
39 136
38 801
36 562
Rusia
2 648
12 517
23 302
16 999
25 243
41 506
Total
154 078
376 459
286 823
260 575
265 703
317 267
Sumber: Kementerian Perdagangan (2013)

Dari tabel tersebut jumlah ekspor dari tiap tahunnya selalu meningkat. Pada
tahun 2007 nilai ekspor dari tujuh Negara tersebut mencapai 154 US$ dan
menjadi dua kali lipatnya pada tahun 2012 sebesar 317 juta US$. Tiga negara
Eropa importir terbesar kakao Indonesia adalah Jerman, Italia dan Belgia. Nilai
Ekspor yang meningkat dari tahun ke tahun ini menunjukan potensi kakao
Indonesia untuk menjadikan kakao sebagai komoditi ekspor utama di perdagangan
Internasional khususnya Uni Eropa yang merupakan Negara konsumen terbesar
produk kakao.
Rumusan Masalah
Subsektor Perkebunan sebagai penyumbang PDB terbesar ketiga pertanian
telah memberikan kontribusi terhadap devisa Negara, salah satu komoditas
unggulan subsektor ini adalah kakao. Bagi Indonesia kakao merupakan salah satu
komoditas ekspor utama terhadap perdagangan Internasional. Indonesia sebagai
produsen kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pandai Gading, dan Ghana
mempunyai pasar ekspor yang potensial salah satunya adalah Uni Eropa. Selain
itu kakao Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2012.
Peningkatan ekspor terjadi karena adanya over supply kakao dan krisis Eropa dan
Amerika yang tidak berdampak langsung terhadap kakao Indonesia.
Saat ini, Indonesia memang menjadi Negara Produsen kakao terbesar ketiga
di dunia mempunyai pasar ekspor potensial seperti Uni Eropa namun ekspor
kakao Indonesia didominasi oleh biji kakao. Padahal beberapa Negara tujuan
ekspor seperti Uni Eropa sangat membutuhkan kakao olahan seperti cocoa paste,
butter, dan cocoa powder. Walaupun begitu produk olahan kakao yang masuk di
Negara-negara Uni Eropa dikenakan tariff bea masuk minimal 7.7%. Hambatan
teknis terhadap ekspor biji kakao dari Indonesia ke Eropa adalah syarat biji kakao
yang masuk harus difermentasi terlebih dahulu. Hal ini berbeda dengan Negara
seperti Amerika Serikat yang tidak mengharuskan biji kakao difermentasi.
Persyaratan ini sulit dipenuhi oleh Indonesia dikarenakan harga biji kakao yang
difermentasi di tingkat petani tidak jauh berbeda dengan harga kakao yang tidak
difermentasi.

6
Uni Eropa menerapkan tariff ekalasi untuk kakao dan produk kakao. Tariff
bea masuk untuk kakao impor ke Uni Eropa tergantung kepada jenis olahannya.
Bea masuk tersebut untuk kakao di Uni Eropa juga diterapkan berdasarkan tariff
yang berlaku umum yaitu Most Favour Nations (MFN) dalam skema GATT
(General Agreement On Tariff and Trade dan tariff preferensi berdasarkan skema
General System Preferences (GSP). Kebijakan tariff Uni Eropa yang
membebaskan tariff bea masuk biji kakao sebenarnya bukanlah dimaksudkan
untuk membantu Negara-negara produsen kakao yang merupakan Negara-negara
berkembang, tetapi lebih banyak dimaksudkan agar harga biji kakao impor
tersebut menjadi murah, sehingga industri pengolahan kakao di kawasan Uni
Eropa semakin berkembang dan kompetitif. Sedangkan tariff bea masuk yang
berbeda untuk kakao olahan yang dikenakan sebesar 7.7% dimaksudkan untuk
melindungi industri pengolahan kakao di kawasan Negara tersebut.
Beberapa kebijakan non tariff di Uni Eropa juga mempengaruhi
perkembangan ekspor kakao Indonesia. Beberapa kebijakan non tariff tersebut
adalah European Communities (EC) No. 178/2002 mengenai prinsip umum
persyaratan pangan, Directive 93/43 mengenai higienitas, Councill Regulation
untuk makanan organic dan labeling termasuk modifikasi genetic. Regulations
(EC) No850/2004, Directive 94/62EC mengatur Limbah Kemasan, Directive
2001/95/EC mengenai ketentuan umum keamanan pangan. Terakhir adalah
Directive 2000/36/EC kebijakan non tariff yang mengatur kakao dan produk
coklat untuk konsumsi manusia.
Di samping perlakuan tariff dan non tariff secara umum berdasarkan MFN
dan GSP, UE juga memberikan perlakuan tariff yang berbeda kepada negaranegara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas dan negara yang tergabung di
dalam African, Carribean, Pacific (ACP) countries. Contoh perlakuan tarif yang
berbeda tersebut terlihat dari adanya kerjasama perdagangan bebas Free Trade
Agreements (FTA) dengan beberapa negara Eropa seperti Norwegia dan Swiss.
Tariff bea masuk untuk kedua negara tersebut adalah nol persen. Beberapa Negara
Eropa menerapkan kebijakan FTA dikarenakan Negara eksportir kakao tersebut
telah dikuasai perusahan multi nasional dan adanya faktor bekas jajahan Negara
Eropa juga mempengaruhi FTA tersebut.
Hal inilah yang dialami Indonesia dalam memenuhi permintaan komoditas
kakao di pasar Internasional, khususnya Uni Eropa. Setiap peraturan atau
kebijakan yang ditetapkan oleh Negara tujuan ekspor perlu dikajikan dan
dilakukan penelitian. Indonesia sebagai eksportir kakao juga bisa melihat posisi
produk kakaonya di pasar Internasional khususnya di Uni Eropa. Dengan
pengkajian, dan penempatan posisi, pemerintah juga bisa memberikan respon
terhadap kebijakan tersebut. berdasarkan uraian dan fakta-fakta permasalahan
kakao di pasar Uni Eropa dan juga mengacu latar belakang yang dibuat, maka
dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa saja kebijakan perdagangan Uni Eropa yang berkaitan dengan komoditi
kakao Indonesia?
2. Analisis skema tariff kakao Indonesia dengan tariff kakao Negara-negara
penerima fasilitas GSP dan FTA?
3. Apa saja respon pemerintah Indonesia terkait kebijakan-kebijakan kakao
dalam perdagangan Internasional khususnya Uni Eropa?

7

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi kebijakan perdagangan di Uni Eropa yang berkaitan dengan
Perdagangan kakao Indonesia di Uni Eropa.
2. Menganalisis skema tariff Indonesia dalam Perdagangan Internasional di Uni
Eropa.
3. Menganalisis kebijakan pemerintah Indonesia terhadap impor kakao serta di
kawasan Uni Eropa.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat berupa:
1. Untuk pemerintah dan pelaku ekspor sebagai rekomendasi suatu kebijakan
yang dapat meningkatkan produksi kakao baik kuantitas dan kualitas sehingga
ekspor kakao Indonesia meningkat serta bisa menjadi negara eksportir utama
kakao di dunia.
2. Untuk kaum akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan, masukan, dan sumber informasi untuk penelitian yang akan
dilakukan selanjutnya baik untuk peningkatan produk kakao ataupun tulisan
ilmiah lainnya.
3. Bagi penulis, kegiatan ini bertujuan sebagai proses pembelajaran yang baik
untuk meningkatkan serta mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam
hal perdagangan Internasional kakao Indonesia.
4. Bagi masyarakat, diharapkan penelitian ini bisa menjadi sumber informasi
untuk mengetahui kondisi ekspor kakao Indonesia.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada komoditas Kakao
Indonesia yang diekspor ke Uni Eropa. Kakao yang diperdagangkan di pasar
Uni Eropa tidak membedakan produk kakao murni seperti biji kakao atau
kakao olahan seperti cocoa butter, cocoa fat, cocoa powder, dan coklat dan
produk turunan kakao lainnya. Banyak kebijakan yang ditetapkan dalam
perdagangan kakao Indonesia ke Uni Eropa, namun dalam penelitian ini
dilakukan deskripsi dan analisis kebijakan yang dinyatakan menjadi
hambatan bagi Indonesia hingga tahun 2013 terhadap ekspor kakao
Indonesia. Selain itu kita juga bisa melihat secara deskriptif posisi tariff
kakao Indonesia terhadap Negara-negara eksportir kakao lainnya. Kebijakan
dan Regulasi sebagai respon ataupun penyesuain kebijakan dengan Uni
Eropa, selanjutnya dilihat pengaruh kebijakan-kebijakan tersebut terhadap
perkembangan ekspor kakao Indonesia.

8

TINJAUAN PUSTAKA
Komoditi Kakao Indonesia dalam Perdagangan Internasional
Pasar kakao dunia membedakan antara dua kategori utama kakao yaitu “fine
or flavour” dan “bulk or ordinary”. Secara umum, kakao jenis fine atau flavor
diproduksi dari pohon kakao jenis Criolo atau Trinitario, sementara kakao jenis
bulk berasal dari pohon kakao jenis Forastero. Nama Criollo, Forastero dan
Trinitario menunjukkan tiga jenis atau kelompok utama dari populasi pohon
kakao (theobroma cacao). Criollos mendominasi pasar sampai pertengahan abad
ke-18 namun saat ini hanya sedikit pohon Criollo yang masih dibudidayakan.
Forastero merupakan kelompok terbesar yang dibudidayakan, terutama varitas
Amelonado. Sebagian besar perkebunan di Brazil dan Afrika Barat ditanami
dengan Amelonado. Yang termasuk dalam varitas Amelonado adalah Comum di
Brazil, Amelonado Afrika Barat di Afrika, Cacao Nacional di Ekuador dan Matina
atau Ceylan di Kosta Rika dan Meksiko. Saat ini, kakao yang terbanyak
dibudidayakan adalah hibrida Amazon. Populasi Trinitario dianggap merupakan
kelompok yang masuk dalam jenis Forastero walaupun mereka merupakan
turunan dari persilangan antara Criollo dan Forastero. Budidaya Trinitario mulai
dilakukan di Trinidad dan menyebar ke Venezuela dan kemudian ke Ekuador,
Cameroon, Samoa, Sri Lanka, Jawa dan PNG. Produksi dunia untuk kakao fine
atau flavour di bawah 5% pertahun. Biasanya seluruh kegiatan utama pada 5
dekade sebelumnya dikaitkan hanya ke jenis kakao Bulk.
Perkembangan ekspor biji kakao dari Indonesia menunjukkan peningkatan
dari tahun ke tahun. Saat ini sudah ada beberapa industri pengolahan biji kakao
menjadi produk setengah jadi. Kendala utama yang dihadapi komoditas kakao
yang diekspor adalah kualitas kakao tersebut. Mutu biji kakao (cocoa beans)
relatif rendah dibandingkan dengan negara eksportir lainnya. penghasil kakao
utama di dunia berasal dari Negara di benua Afrika, Amerika Latin, dan Asia.
Benua Afrika merupakan kawasan terbesar penghasil kakao di dunia, tetapi dalam
kurun waktu 1991s/d1996, kawasan ini mengalami penurunan produksi, demikian
juga di kawasan Amerika Latin. Sementara itu, kawasan Asia pada kurun waktu
tersebut mengalami peningkatan produksi.

Ekspor Komoditi Kakao Indonesia ke Kawasan Uni Eropa
Eristya (2012) dalam penelitian
yaitu analisis faktor-faktor yang
memengaruhi ekspor komoditas kakao Indonesia ke Kawasan Uni
Eropa..Kerjasama dalam bentuk hubungan dagang sangat dibutuhkan oleh setiap
Negara. Pernyataan ini benar adanya karena setiap Negara tidak mampu
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Oleh karena itu setiap Negara melakukan
Perdagangan baik menjual produk kepada Negara lain atau membeli produk
Negara lain untuk diperdagangkan dalam negeri. Namun untuk memperdagangkan
produk tersebut, terdapat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi termasuk
komodity kakao. Pada penelitian ini terdapat lima faktor yang mempengaruhi
ekspor kakao Indonesia menuju Uni Eropa yaitu; Jarak ekonomi, GDP Negara
tujjuan ekspor, GDP Negara Indonesia, Nilai tukar Rupiah, dan Populasi Negara

9

tujuan. Selain faktor-faktor yang mempengaruhi, perlu diketahui daya saing
produk kakao Indonesia dan faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing
tersebut.
Hasil pembahasan yang didapat dari penelitian ini adalah Faktor-faktor
yang mempengaruhi dengan pendekatan Gravity Model adalah variabel GDP
tujuan ekspor (GDPjt), GDP Indonesia (GDPIt), nilai tukar (ERij) dan jarak
ekonomi antara Indonesia dengan Negara tujuan ekspor (DISTij). Untuk daya
saing kakao Indonesia mempunyai daya saing kompetitif di Negara-negara Uni
Eropa seperti Jerman, Italia, Lituania, dan Spanyol. Berada pada titik jenuh namun
masih kompetitif di Negara Estonia, Perancis, Belanda, Polandia, dan Inggris.
Sedangkan daya saing kakao Indonesia berada pada titik jenuh dan mengalami
penurunan di pasar Negara Belgia. Ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi komoditas kakao Indonesia
di Uni Eropa yaitu, kondisi
permintaan, industri pendukung, peran pemerintah, dan peran kesempatan.
Sedangkan yang membuat daya saing menjadi lemah adalah komponen kondisi
faktor serta strategi perusahaan, struktur, dan persaingan.

Pengaruh Kebijakan dalam Perdagangan Internasional
Kebijakan Perdagangan merupakan aspek mikro ilmu ekonomi sebab
berhubungan dengan masing-masing Negara yang diperlakukan secara tunggal.
Kebijakan Perdagangan tidak hanya berupa tariff, kuota dan sebagainya, tetapi
kebijakan dalam negeri sendiri yang secara tidak langsung mempengaruhi
perdagangan Internasional. Namun untuk melihat pengaruh kebijakan terhadap
perdagangan Internasional dibutuhkan data yang tidak sedikit dan membutuhkan
analisis yang bersifat kualitatif. Penelitan Samuel (2012) membahas tentang
pengaruh kebijakan perdagangan Internasional Uni Eropa terhadap komodity
udang Indonesia. Dari penelitian ini, kebijakan-kebijakan perdagangan di Uni
Eropa ternyata berpengaruh nyata terhadap komodity udang.
Kebijakan-kebijakan tersebut bahkan menjadi hambatan tersendiri seperti
hambatan tariff sebesar 12% untuk produk udang beku dan hidup, dan 20% untuk
produk udang olahan serta hambatan non-tariff berupa approval number dan catch
certification. Uni Eropa sendiri mempunyai pemberitahuan untuk menerapkan
kebijakan-kebijakan yaitu Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) yang
berlaku untuk semua produk pangan atau pakan yang berada di pasar Uni Eropa.
Untuk produk udang pada tahun 2004-2008 pemberitahuan yang diterima
terhadap produk udang Indonesia yaitu adanya kandungan antibiotik seperti
chloramphenicol dan nitrofuran. Pada tahun 2009-2011 dimana Indonesia tidak
menerima notifikasi adanya kontaminasi-kontaminasi yang berbahaya. Kebijakan
luar negeri yang diterapkan Uni Eropa tentunya berpengaruh pula terhadap
kebijakan di Indonesia. Hal ini dikarenakan komoditi kakao merupakan sepuluh
komoditi utama ekspor Indonesia (Kemendag, 2013). Untuk komodity udang,
Indonesia merespon kebijakan tersebut dengan negosiasi penurunan tariff, namun
tidak berhasil. Untuk kebijakan non-tariff, Indonesia merespon dengan menetapka
BKIPM (Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil
Perikanan) sebagai competent authority untuk melaksanakan mekanisme NRCP
(National Residu Control Plan).

10

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Pembentukan kerangka pemikiran dalam penelitian ini didukung oleh teoriteori yang terkait dengan tujuan penelitian. Teori-teori tersebut meliputi teori
perdagangan Internasional, kebijakan perdagangan, dan analisis kebijakan.

Teori Perdagangan Internasional
Setiap Negara memiliki sumberdaya alam, letak geografis, iklim,
karakteristik penduduk, keahlian, tenaga kerja, tingkat harga, keadaan struktur
ekonomi, dan sosial yang berbeda-beda. Perbedaan yang dimiliki oleh masingmasing Negara tersebut menghasilkan produk yang berbeda baik dari kuantitas
maupun kualitas. Perbedaan tersebut secara tidak langsung mengharuskan suatu
Negara untuk melakukan perdagangan, baik dengan alasan perluasan pasar,
mendapatkan sumberdaya, mendapatkan keuntungan, ataupun mendapatkan
teknologi yang lebih modern.
Perdagangan merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan
ekonomi di setiap Negara karena perdagangan akan memperbesar kapasitas
konsumsi suatu Negara dan meningkatkan output dunia. Perdagangan juga
cenderung meningkatkan pemerataan atas distribusi pendapatan dan kesejahteraan
dalam lingkungan domestik ataupun internasional. Perdagangan dapat memabantu
semua Negara dalam menjalankan usaha-usaha pembangunannya melalui promosi
serta menggunakan sektor-sektor ekonomi yang mengandung keunggulan
komparatif .Perdagangan internasional dianggap sebagai suatu akibat dari adanya
interaksi antara permintaan dan penawaran bersaing. Pada prinsipnya,
perdagangan antara dua Negara akibat adanya perbedaan permintaan dan
penawaran. Perbedaan permintaan disebabkan oleh jumlah kualitas faktor serta
tingkat pendapatan, sedangkan perbedaan penawaran disebabkan oleh jumlah dan
kualitas faktor produksi serta tingkat teknologi. Perdagangan internasional
menjadi salah satu faktor utama meningkatkan pendapatan nasional suatu Negara.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah juga dapat mendorong adanya
perdagangan antar Negara jika dalam suatu perdagangan terdapat hambatan
perdagangan walaupun seringkali kebijakan tersebut tidak ditunjukan untuk
mendorong perdagangan. Kebijakan pajak dan subsidi yang dilakukan pemerintah
dapat menyebab berkurangnya konsumsi domestik yang kemudian diikuti oleh
berkurangnya ekspor atau bertambahnya impor. Kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah tersebut dapat menyebabkan distorsi pada kesejahteraan masyarakat,
dimana kebijakan pajak dapat menyebabkan berkurangnya kesejahteraan
masyarakat, sehingga terjadilah perdagangan sebagai implikasinya.

Pola Perdagangan Internasional Kakao di Uni Eropa
Komoditi kakao adalah komoditi perdagangan Internasional mempunyai
potensi besar. Sebagian besar produksi kakao Indonesia diekspor dan hanya

11
sebagian kecil yang digunakan untuk dikonsumsi di dalam negeri. Produk yang
diekspor sebagian besar dalam bentuk biji kering dan hanya sebagian kecil dalam
bentuk olahan. Negara tujuan ekspor terbesar yaitu Amerika Serikat, Malaysia,
Singapura, Brasil dan Perancis. Komoditi yang diekspor dari Indonesia lebih
banyak berupa cocoa beans, whole or broken, raw or roasted untuk diolah di
Negara tujuan menjadi produk cokelat olahan salah satunya adalah Uni Eropa.
Biasanya dalam perdagangan internasional kakao Uni Eropa, produk kakao yang
dibutuhkan adalah biji kakao (coca beans), cocoa powder, cocoa fat. Produk
kakao ini dibutuhkan di Uni Eropa karena menjadi bahan baku industri
pengolahan kakao. Produk hasil olahan kakao itu kemudian diekspor kembali oleh
Uni Eropa adalah coklat dan produk makanan yang mengandung cokelat. Namun
demikian disamping produk olahan kakao, diantara negara UE juga terjadi
perdagangan ekspor biji kakao untuk keperluan industri pengolahan yang
membutuhkan kakao sebagai bahan bakunya.
Kakao yang berkualitas akan sangat dicari dalam pasar, namun eksportir
juga harus memperhatikan Negara tujuan ekspor seperti Negara-negara Uni
Eropa. Pada awal penjajagan pembentukan kerjasama disarankan eksportir atau
produsen mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam pertemuan pertama.
Eksportir/produsen harus dapat menyajikan produknya secara jelas dan baik dan
apabila ada pertanyaan dari calon mitra dagang, diharapkan eksportir maupun
produsen dapat menjelaskan dengan tepat dan sesuai dengan yang diharapkan.
Saat ini Sekitar 80 persen biji kakao Indonesia diekspor oleh 5 perusahaam
multinasional utama di Sulawesi: EDF& Man, Olam, Cargill, ADM dan Continaf
termasuk ekspor menuju Uni Eropa. Eksportir berskala besar ini membeli biji
curah dari pedagang yang mengirimkannya ke gudang mereka, mengurutkannya
berdasarkan kualitas, dan kemudian menjualnya ke pembeli untuk diproses2.
Umumnya pengusaha Eropa menyukai kegiatan formil sehingga untuk
menjaring minat pengusaha Eropa berkerjasama dengan eksportir/produsen negara
lain perlu dilakukan secara formil pula. Dan disarankan dalam dialog bisnis
tersebut dihindari pembicaraan diluar topik yang sedang dibicarakan karena
beberapa pengusaha bisnis dari Negara Eropa tidak menyukai hal tersebut.
Penampilan baik sopan santun dalam berbicara maupun etika berpakaian perlu
diperhatikan dengan baik karena sebagian pengusaha Eropa sangat memberi
perhatian dalam hal ini. Bila calon mitra pengusaha Eropa tersebut tertarik dengan
suatu perusahaan, maka pada tahap awal biasanya akan dilanjutkan dengan
kerjasama trial and error, dimana apabila dalam periode ini sukses maka akan
terbuka kerjasama jangka panjang 3.

Kebijakan Perdagangan
Dalam arti luas, kebijaksanaan ekonomi internasional adalah tindakan
atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah yang secara langsung maupun tidak
langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan
internasional. Kebijakan ini tidak hanya berupa tarif, kuota, dan sebagainya,
2
3

) inatrims.kemendag.go.id diunduh pada 12 Maret 2014.
) Laporan peluang ekspor komoditi kakao.

12
tetapi juga meliputi kebijaksanaan pemerintah di dalam negeri yang secara
tidak langsung mempunyai pengaruh terhadap perdagangan internasional
seperti misalnya kebijaksanaan moneter dan fiskal (Nopirin, 1999) diacu
dalam (Rastikarany, 2008).
Kebijakan perdagangan dilakukan sebagai proses proteksi terhadap
produk-produk yang dianggap sebagai penghambat dalam proses
perdagangan bebas. Hambatan dalam arus perdagangan ada dua macam,
yaitu hambatan yang bersifat tarif (tariff barrier) dan hambatan yang bersifat
nontarif (non tariff barrier). Hambatan yang bersifat tarif merupakan
hambatan terhadap arus barang ke dalam suatu negara yang disebabkan oleh
diberlakukannya tarif bea masuk dan tarif lainnya, sedangkan hambatan yang
bersifat nontarif merupakan hambatan terhadap arus barang ke dalam suatu
negara yang disebabkan oleh tindakan-tindakan selain penerapan pengenaan
tarif atas suatu barang.
1. Kebijakan hambatan tariff (Tariff barrier)
Tarif adalah pajak yang dikenakan atas barang yang diperdagangkan lintas
batas territorial. Ditinjau dari aspek asal komoditas, ada dua macam tariff
yaitu tariff ekspor (ekspor tariff) dan tariff imporr (import tariff). Tariff
imporr adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang
masuk untuk dipakai/dikonsumsi habis di dalam negeri. Sedangkan tariff
ekspor merupakan pajak untuk suatu komoditas yang diekspor (Salvatore
1997). Kebijakan tariff barrier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai
berikut (Hady 2004):
a. Pembebanan bea masuk atau tariff rendah antara nol sampai lima persen
dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, alat-alat
militer/pertahanan/keamanan, dan lainnya.
b. Tarif sedang antara nol sampai dua puluh dikenakan untuk barang
setengah jadi dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di
dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.
c. Tariff tinggi di atas dua puluh persen dikenakan untuk barang-barang
mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam
negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.
Tarif dan bea masuk pada hakekatnya merupakan diskriminatif yang
digunakan untuk mencapai untuk mencapai berbagai tujuan, antara lain
melindungi produk dalam negeri dari persaingan dengan produk sejenis asal
impor, meningkatkan penerimaan Negara, mengendalikan konsumsi barang
tertentu dan lain-lain (Rastikarany 2008).
2. Kebijakan tambatan nontariff (Non Tariff Barrier)
Bentuk hambatan lain yang berbeda dengan pengenaan tarif adalah
hambatan nontarif yang berarti hambatan masuk sebuah produk yang bukan
disebabkan karena adanya pengenaan tarif impor, tetapi akibat adanya
pelarangan yang dilakukan oleh negara/organisasi internasional yang
menerima komoditas dari negara lain. Kebijakan non tariff barrier terdiri atas
beberapa bagian yaitu:
a. Pembatasan spesifik, terdiri dari larangan impor secara mutlak;
pembatasan impor atau quota system; peraturan atau ketentuan teknis
untuk impor produk tertentu; peraturan kesehatan atau karantina, peraturan
pertahanan dan keamanan negara; peraturan kebudayaan, perizinan

13
impor/import licenses; embargo; dan hambatan pemasaran seperti VER
(Voluntary Export Restraint), OMA (Orderly Marketing Agreement).
b. Peraturan Bea Cukai (Custom Administration Rules), terdiri dari tata
laksana impor tertentu; penetapan harga bea; penetapan forres rate (kurs
valas) dan pengawasan devisa; consultan formalities; packaging/labelling
regulation; documentation hended; quality and testing standard; pungutan
administrasi (fees); dan tariff classification.
c. Partisipasi pemerintah, terdiri dari kebijakan pengadaan pemerintah;
subsidi dan insentif ekspor; countervailing duties; domestik assistance
programs; dan trade-diverting.
d. Import charges, terdiri dari import deposits; supplementary duties; dan
variabel levies.
Menurut Koo dan Kennedy (2005), beberapa negara menggunakan
bermacam kebijakan perdagangan (tarif dan nontarif) untuk melindungi
industri yang tidak efisien. Hal ini berlaku pada pertanian. Rata-rata tarif
untuk produk pertanian (tiga puluh persen) lebih besar daripada untuk
produk industri (enam persen). Tarif adalah pajak yang dibebankan
pemerintah untuk suatu komoditas sebagai batas garis nasional. Tarif
digunakan untuk melindungi ekonomi domestik dari kompetisi luar negeri.
Hambatan nontarif bisa mengandung rintangan dengan angka yang
besar selain tarif, seperti kebijakan, peraturan, dan prosedur yang
mempengaruhi perdagangan. Hambatan nontarif yang paling banyak
digunakan untuk mengontrol impor pertanian yaitu (Koo dan Kennedy
2005): (1) pembatasan kuantitatif dan pembatasan sepesifik sejenis
(misalnya kuota, voluntary export restraints, dan kartel internasional); (2)
beban nontarif dan kebijakan yang berhubungan mempengaruhi impor
(misalnya kebijakan antidumping dan kebijakan countervailing); (3)
kebijakan umum pemerintah yang membatasi (misalnya kebijakan kompetisi
dan penetapan perdagangan); (4) prosedur umum dan kegiatan administrasi
(misalnya prosedur evaluasi dan prosedur perizinan); dan (5) hambatan
teknis (peraturan dan standar kualitas kesehatan dan sanitasi, keamanan,
peraturan dan standar industrial, dan peraturan pengemasan dan pelabelan.

Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan merupakan suatu bentuk analisis yang
menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan landasan bagi pembuat kebijakan dalam mengambil keputusan
(Dunn 1999) diacu dalam (Rastikarany 2008). Dunn (1999) mengatakan
bahwa analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu terapan yang
menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan
dan memindahkan yang ada hubungannya dengan kebijakan sehingga dapat
dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah
kebijakan. Analisis kebijakan diambil dari berbagai disiplin dan profesi yang
tujuannya bersifat deskriptif, evaluatif, dan perspektif.

14
Analisis kebijakan dapat menggunakan metode deskriptif. Metode
deskriptif ini di rancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan
nyata sekarang. Metode ini digunakan untuk menggambarkan sifat suatu keadaan
yang sedang berjalan pada saat penelitian dilakukan, dan memeriksa sebab-akibat
dari suatu gejala. Deskripsi yang diberikan para ahli sejak Janis (1949), Berelson
(1952) sampai Lindzey dan Aronson (1968) tentang content analysis, selalu
menampilkan tiga syarat, yaitu: objektivitas, pendekatan sistematis, dan
generalisasi. Analisis ini dalam Julianingsih (2003) adalah suatu teknik untuk
mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi karakter-karakter khusus suatu
pesan secara objektif dan sistematis. Teknik pengolahan data kualitatif yang
umum digunakan dalam metode deskriptif adalah analisis isi (content analysis).
Analisis isi (Content Analysis) adalah tekhnik penelitian untuk membuat
inferensi – inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan sahih data dengan
memperhatikan konteksnya. Analisis isi berhubungan dengan komunikasi atau isi
komunikasi. Logika dasar dalam komunikasi, bahwa setiap komunikasi selalu
berisi pesan dalam sinyal komunikasinya itu, baik berupa verbal maupun
nonverbal. Sejauh ini, makna komuniaksi menjadi amat dominan dalam setiap
peristiwa komunikasi. Terdapat banyak turunan dari content analysis, salah satu
analisis pembingkaian (Framing Analysis). Analisa Framing adalah analisis yang
digunakan untuk mengetahui bagaimana realitas (aktor, kelompok, atau
kebijakan) dikonstruksi oleh media. Analisa framing memiliki dua konsep yakni
konsep pskiologis dan sosiologis. Konsep psikologis lebih menekankan pada
bagaimana seseorang memproses informasi pada dirinya sedangkan konsep
sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas.

Kerangka Pemikiran Operasional
Sebagai salah satu negara produsen kakao, Indonesia mempunyai prospek
yang baik untuk dikembangkan. Adanya peraturan dan kebijakan yang ketat
terhadap perdagangan kakao Internasional menjadikan tantangan tersendiri dari
Negara tujuan ekspor kakao Indonesia, khususnya Uni Eropa. Kebijakan yang
diberlakukan Uni Eropa sangat mempengaruhi perdagangan Internasional.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa bertujuan untuk melindungi
konsumen Negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa (EU-27) terhadap
komoditas ekspor Indonesia khususnya kakao. Selain itu, kebijakan Uni Eropa
terhadap Indonesia tidaklah sama dengan kebijakan perdagangan terhadap
Negara-negara importir lainnya. Jika dilihat dari segi kebijakan, Perdagangan
komodity kakao Indonesia menuju Uni Eropa bisa dilihat dari kebijakan tariff,
non tariff, dan administrative, selain itu skema tariff yang didapat dari Indonesia
masih terlalu tinggi, untuk itu perlu melihat kemungkinan-kemungkinan skema
yang bisa didapat sebagai salah satu Negara importer kakao di Uni Eropa.
Selanjutnya dengan kebijakan-kebijakan yang ada di Uni Eropa kita bisa melihat
bagaimana Indonesia mengembangkan kebijakan-kebijakan yang berhubungan
dengan kakao sehingga kita bisa melihat secara deskriptif bagaimana kebijakan di
Indonesia yang berpengaruh. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

15

Sub sektor perkebunan sebagai PDB terbesar ketiga Pertanian
Indonesia

Kakao sebagai salah satu
komoditi sub-sektor
perkebunan Indonesia

Perdagangan
kakao luar negeri

Uni Eropa

Kebijakan perdagangan kakao UE:
1. Tariff
2. Non- Tariff.
3. Administratif
Analisis
skema tariff
yang diterima
Indonesia dari
Kebijakan Pengembangan komoditi kakao
serta melihat pengaruhnya terhadap
perdagangan kakao di Uni Eropa.

Keterangan:
= Ruang Lingkup Penelitian
Gambar 1 Alur kerangka pemikiran operasional

Perdagangan kakao
dalam negeri

Non Uni Eropa

16

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian yang dilakukan meliputi perancangan penelitian, perumusan
masalah, pengumpulan data dari berbagai instansi terkait, pengolahan data,
analisis data, interpretasi data, dan penarikan kesimpulan. Penelitian ini dilakukan
di Indonesia dengan menggunakan data nasional dan internasional. Pemilihan
lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) sesuai dengan tujuan penelitian.
Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei hingga September 2013.

Desain Penelitian
Desain dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, metode deskriptif
merupakan metode penelitian yang