3.2 Kejahatan Kemanusiaan Terhadap Anak Dan Perempuan
Kategori untuk kejahatan kemanusiaan terhadap anak dan perempuan terkait termasuk dalam kejahatan perang sebagai suatu tindakan pelanggaran,
dalam cakupan hukum internasional, terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa orang, baik militer maupun sipil. Pelaku kejahatan perang ini disebut
penjahat perang. Setiap pelanggaran hukum perang pada konflik antar bangsa merupakan kejahatan perang. Pelanggaran yang terjadi pada konflik internal suatu
negara, belum tentu bisa dianggap kejahatan perang. Pendapat bahwa dimanapun tempat tinggalnya, individu memiliki
sejumlah kekuatan dasar yang tidak dapat dicabut kekuatan politik dimanapun, berdampak secara monumental pada dua titik dalam sejarah. Pertama dampak
revolusioner pada perempat abad terakhir, yaitu pada abad ke-18 yang mengilhami dan membenarkan perjuangan kemerdekaan Amerika dari Inggris dan
penggulingan kerajaan Perancis. Ide kebebasan individu di atas memunculkan dua pemberontakan dengan pemahaman politis yang lebih dari sekedar pembentukan
Republik, yang menjadi awal dari tujuannya. Dasarnya adalah dengan meletakkan kemerdekaan individu sebagai prasyarat dari pembatasan kekuasaan Negara. Ini
tidak hanya berlaku di Amerika dan Perancis. Dalam masyarakat manapun, terjadi pembatasan melalui tradisi atau kovenan kebudayaan dan hukum. Namun yang
monumental adalah mencantumkan hak-hak warga Negara dalam konstitusi, yaitu hak-hak yang dapat dituntut oleh rakyat kepada pemerintahannya melalui
pengadilan.
Universitas Sumatera Utara
Titik terbesar ke dua dalam sejarah HAM adalah proses pembentukannya yang dapat berasal dari hukum domestik dan konstitusi beberapa Negara untuk
menjadi sistem universal yang menyediakan perlindungan minimum bagi siapa saja dan dimana saja, akan tetapi hal ini tidak bertahan lama yaitu karena adanya
perang dingin antara blok-blok Negara yang berseteru. Amnesti Internasional sering kali tidak berfungsi sebagaimana mestinya terhadap korban kejahatan
terhadap kemanusiaan, sedangkan pelanggaran tidak pernah kunjung berhenti melawan hak-hak kemerdekaan sipil di banyak Negara di dunia. Akhirnya pada
tanggal 30 Juli 1998 di Roma, 120 Negara menyatakan mendukung statute yang menciptakan pengadilan Internasional untuk menghukum mereka yang bersalah
karena pelanggaran terburuk atas kemerdekaan fundamental dimanapun kekerasan itu terjadi.
Menurut Bassiouni, hukum pidana Internasional adalah suatu hasil pertemuan pemikiran dua disiplin hukum yang telah muncul dan berkembang
secara berbeda serta saling melengkapi dan mengisi. Kedua disiplin hukum ini adalah aspek-aspek hukum pidana dari hukum pidana Internasional dan aspek-
aspek internasional dari hukum pidana. Sedangkan Schwarzenberger tidak memberikan definisi melainkan 6 pengertian tentang hukum pidana Internasional
sebagai berikut : 1.
Hukum pidana internasional dalam arti lingkup teritorial hukum pidana nasional yang memiliki lingkup kejahatan-kejahatan yang melanggar
kepentingan masyarakat Internasional, akan tetapi kewenangan melaksanakan penangkapan, penahanan dan peradilan atas pelaku-pelakunya diserahkan
Universitas Sumatera Utara
kepada Yurisdiksi criminal Negara yang berkepentingan dalam batas-batas teritorial Negara tersebut.
2. Hukum pidana internasional dalam arti aspek Internasional yang ditetapkan
sebagai ketentuan dalam hukum pidana Nasional menyangkut kejadian- kejadian dimana suatu Negara yang terikat pada hukum Internasional
berkewajiban memperhatikan sanksi-sanksi atas tindakan perorangan sebagaimana ditetapkan di dalam hukum pidana Nasionalnya.
3. Hukum Pidana Internasional dalam arti kewenangan Internasional yang
terdapat di dalam hukum Pidana Nasional yaitu : Ketentuan-ketentuan di dalam hukum Internasional yang memberikan kewenangan atas Negara
Nasional untuk mengambil tindakan atas tindak pidana tertentu dalam batas Yurisdiksi kriminilnya dan memberikan kewenangan pula kepada Negara
nasional untuk menerapkan yurisdiksi kriminil di luar batas teritorialnya terhadap tindak pidana tertentu, sesuai dengan ketentuan-ketentuan di dalam
hukum Internasional. 4.
Hukum pidana Internasional dalam arti ketentuan hukum pidana Nasional yang diakui sebagai hukum yang patut dalam kehidupan masyarakat bangsa
yang beradab adalah ketentuan-ketentuan di dalam hukum pidana Nasional yang dianggap sesuai atau sejalan dengan tuntutan kepentingan masyarakat
Internasional. 5.
Hukum pidana Internasional dalam arti hukum kerjasama Internasional dalam mekanisme administrasi peradilan pidana Nasional adalah semua aktifitas
atau kegiatan penegakan hukum pidana Nasional yang memerlukan kerja sama antar Negara, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral.
Universitas Sumatera Utara
6. Hukum pidana Internasional dalam arti kata materiil merupakan objek
pembahasan dari hukum pidana Internasional yang telah ditetapkan oleh PBB sebagai kejahatan Internasional dan merupakan pelanggaran atas de iure
gentium, seperti piracy, agresi, kejahatan perang, genocide, dan lalu lintas ilegal perdagangan narkotika.
Mengenai bentuk daripada prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hukum pidana internasional dapat dikemukakan sebagai berikut
1. Berbentuk prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum Internasional umum atau
universal, baik yang sudah dirumuskan dalam bentuk tertulis seperti dalam konvensi-konvensi Internasional umum, baik yang sudah berlaku secara sah,
maupun yang masih belum berlaku yang berbentuk hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan Internasional.
2. Berbentuk konvensi-konvensi Internasional umum yang memang dengan
sengaja di buat dan dirancang untuk menetapkan prilaku kriminal tertentu sebagai suatu yang harus dicegah, diberantas dan dihapuskan.
3. Berbentuk peraturan perundang-undangan Nasional dari Negara-negara yang
memang sudah mengatur di dalam hukum pidananya masing-masing atas suatu perilaku tertentu.
4. Berbentuk keputusan-keputusan badan-badan peradilan internasional.
Jenis-jenis tindak pidana Internasional menurut Bassiouni 2004:32 adalah sebagai berikut :
1. Aggression.
2. War crimes.
3. Unlawful use of weapons.
Universitas Sumatera Utara
4. Crime against humanity.
5. Genocide.
6. Racial Discrimination and apartheid.
7. Slivery and related crimes.
8. Torture.
9. Unlawful human Experimentation.
10. Piracy.
11. Aircraft high jacking
12. Threat and use of force against internationally protected person
13. Taking of civilan hostages
14. Drug offences
15. International traffic in obscene publication
16. Destruction and\or theft of national treasures
17. Environmental protection
18. Theft of nuclear materials
19. Unlawful use of the mails
20. Interference of the submarine cables
21. Falsification and counterfeiting
22. Bribery of foreign public officials
Sedangkan Dautricourt 2010 di dalam karya tulisnya menyebutkan beberapa international crime sebagai berikut :
1. Terrorism.
2. Slavery.
3. The slave trade perdagangan budak.
Universitas Sumatera Utara
4. Traffic in women and children perdagangan wanita dan anak.
5. Traffic in narcotic drugs perdagangan illegal narkotika.
6. Traffic in pornographic peredaran publikasi pornografi
7. Piracy pembajakan di laut.
8. Areal high jacking Pembajakan di udara
9. Counterfeiting Pemalsuan mata uang.
10. The destruction of submarine cables pengrusakan kabel-kabel di bawah
laut. Dalam Article 6 Charter of The International Military Trybunal
Mahkamah Militer Internasional atau yang juga dikenal dengan London Agreement, Pasal 6 tersebut tidak mendefinisikan tentang kejahatan terhadap
kemanusiaan, melainkan hanya menjabarkan kejahatan-kejahatan apa saja yang merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam pergaulan masyarakat
internasional, khususnya masyarakat bangsa-bangsa atau negara-negara, seperti trauma terhadap akibat-akibat yang mengerikan dari Perang Dunia II, sehingga
hal-hal yang merupakan penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia dan kemanusiaan mendapat prioritas dalam pengaturannya pada dalam internasional.
Dalam waktu yang tidak begitu lama telah dihasilkan antara lain, Deklarasi Universal Tentang Hak Asasi Manusia, 10 Desember 1948, konvensi Genocide
pada tahun 1949, dan setahun kemudian dihasilkan konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban. Dalam perkembangan selanjutnya, pada tahun 1953 di
kawasan Eropa Barat, lahirlah European Convention on Human Rights and fundamental Freedoms konvensi Eropa tentang Hak-Hak Asasi dan Kebebasan
Fundamental Manusia. Demikian pula di kawasan Amerika dan Afrika juga lahir
Universitas Sumatera Utara
konvensi-konvensi regional tentang hak-hak asasi manusia. Pada tahun 1966, Majelis Umum PBB berhasil menyepakati dua instrumen Hak-Hak Asasi
Manusia, yakni, Covenant on Civil and Political Rights dan Covenant on Economic and Cultural Rights. Selanjutnya, berbagai instrumen Hak-Hak Asasi
Manusia baik dalam ruang lingkup global dan regional, maupun yang bersifat sektoral serta spesifik, mulai bermunculan. Demikian pula kejahatan-kejahatan
dalam berbagai bentuk dan jenisnya, baik yang terjadinya berhubungan dengan peperangan, maupun kejahatan-kejahatan yang terjadi dalam keadaan normal
bukan keadaan perang, baik yang bersifat nasional atau domestik maupun internasional atau transnasional, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, juga semakin banyak bermunculan. Semua ini dengan akibat-akibat yang tidak berbeda dengan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh Perang, yakni
tersentuhnya nilai-nilai kemanusiaan universal yang tidak lagi mengenal batas- batas wilayah negara, perbedaan ras, warna kulit, suku, etnis, agama, dan
kepercayaan. Sedangkan yang termasuk dalam ruang lingkup kejahatan terhadap kemanusiaan adalah seperti yang tertuang dalam Pasal 7 dalam Statuta Roma
1998. Jadi mengenai ruang lingkup dari kejahatan terhadap kemanusiaan sudah mengalami perluasan jika dibandingkan dengan ruang lingkupnya pada awal mula
kemunculannya, yakni sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 5 Statuta Mahkamah Militer Internasional Perjanjian London, 1945. Perluasan ini disebabkan karena
perkembangan dari berbagai bentuk dan jenis kejahatan-kejahatan itu sendiri. Tentu saja secara hipotesis dapat dikemukakan, bahwa pada masa-masa yang akan
datang dengan semakin bertambah atau berkembangnya bentuk dan jenis-jenis
Universitas Sumatera Utara
kejahatan maka ruang lingkup kejahatan terhadap kemanusiaan juga semakin bertambah luas. Jadi, untuk sementara waktu dapat dikatakan, bahwa apa yang
dinamakan kejahatan terhadap kemanusiaan crimes againts humanity ini hanyalah merupakan himpunan atau kumpulan dari beberapa kejahatan yang dapat
saling berkaitan satu sama lainnya, yang dipandang bertentangan dengan nilai- nilai kemanusiaan secara universal.
Perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik dan diketahui bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung
terhadap penduduk sipil disebut kejahatan kemanusiaan. Sebagai contoh, kekejaman Tentara Serbia Bosnia terhadap penduduk sipil Bosnia di tahun 1990-
an dalam perang Balkan dan kekejaman Polpot saat memerintah sebagai Presiden Kamboja 1975–1979. Serangan kejahatan kemanusiaan tersebut menimbulkan;
perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik orang lain secara sewenang-wenang sehingga melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum
internasional; penyiksaan; pembunuhan; penghilangan orang secara paksa; pemusnahan; perbudakan; pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin,
atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; kejahatan apartheid, yaitu sistem politik yang
diskriminatif terhadap manusia atas dasar pembedaan ras, agama, dan suku bangsa; perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa, atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Perjalanan Konflik Dan Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam