Kesimpulan Aktivitas Bakteri dan Cendawan selama Dekomposisi

DAFTAR PUSTAKA Aguskrisno. 2011. Pemanfaatan Mikroorganisme Dalam Penyuburan Tanah. https:aguskrisnoblog.wordpress.com2011page3 . Diakses tanggal 20 Desember 2016. Albert, G. M., John, W. F., dan Michael, P. S. 1988. Michrobial Physiology. John Wiley and Sons. Inc. New York. 597 p. Amalia, A., 2008. Pembuatan StarterMOL Mikro Organisme Lokal oleh Petani. http:organicfield.wordpress.com. Diakses tanggal 2 April 2015. Anonim. 2010. Dekomposisi Heterogenitas Temporal dan Spasial serta Faktor Pengendali. http:dbabipress.wordpress.com20100922dekomposis- heterogenitas-temporal-dan-spasial-serta-faktor-pengendali . Diakses tanggal 7 April 2015. Anonim. 2010. Limbah Kakao, Pakan Ternak Bergizi Tinggi. http:www.pakkatnews.com . Diakses tanggal 1 April 2015. APED. 2011. Proses Pengolahan Kakao. http:aped- project.orgforumkakaopengolahanFK.php . Diakses tanggal 12 Februari 2016. Arora. 1992. Pencernaan Mikrobia pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 42 hal. Asenjo, J.A., W.H. Sund, and J.L. Spencer. 1986. Optimalization of Batch Processes Involving Simultanius Enzimatic and Microbial Reaction. J. Biotech. Bioengine. 37: 1074-1087. Atman dan Nurnayetti. 2016. Eksistensi Pertanian Organik Dalam Perkembangan Agribisnis Padi Sawah Sumatera Barat. http:www.academia.edu8874314Eksistensi_Pertanian_Organik_Dalam _Perkembangan_Agribisnis_Padi_Sawah_Sumatera_Barat . Diakses tanggal 23 Maret 2016. Azzamy. 2015. Cara Membuat MOL Rebung Bambu. http:mitalom.comcara- membuat-mol-rebung-bambu . Diakses tanggal 25 Februari 2016. Badan Litbang Pertanian Bengkulu. 2010. Teknologi Pembuatan Kompos dengan Penggunaan Aktivator Stardec dan Starbio. http:bengkulu.litbang.deptan.go.idindindex.php?option=com_content view=articleid=763Ateknologi-pembuatan- komposcatid=14AalsinItemid=1 . Diakses tanggal 6 April 2015. Badan Standarisasi Nasional BSN. 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. SNI 19-7030-2004. www.Balittanah.Litbang.Deptan.ORG.pdf . Diakses tanggal 10 April 2015. Barnett, H. L. And B. B. Hunter, 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Fourth Edition. APS Press, The American Phytopathological Society, St. Paul, Minnesota. 218 p. Benediktus, M. 2013. Penggunaan Mikroorganisme Bonggol Pisang Musa paradisiaca Sebagai Dekomposer Sampah Organik. Fakultas Teknobiologi Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Hal 1-16. http:e- journal.uajy.ac.id39641JURNAL20PENGGUNAAN20MIKROOR GANISME20BONGGOL20PISANG20_Musa20paradisiaca_20 SEBAGAI20DEKOMPOSER20SAMPAH20ORGA.pdf . Diakses tanggal 11 Maret 2016. Budiyanto, I. 2013. Cara Pembuatan Aktivator. http:irwanbudiyanto29.blogspot.com201303cara-pembuatan- bioaktivator.html . Diakses Pada Tanggal 2 April 2015. Darwin, H. 2010. Laju Dekomposisi Secara Aerobik dan Kualitas Kompos dari Berbagai Tanaman dengan Penambahan Berbagai Dekomposer. http:repository.usu.ac.idhandle12345678920920 . Diakses tanggal 12 Februari 2016. Dea Tino Maretza dan Supriyanto. 2009. Pengaruh Dosis Ekstrak Rebung Bambu Betung Dendrocalamus asper Backer ex Heyne Terhadap Pertumbuhan Semai Sengon Paraserianthes falcataria L. Nielsen. Skripsi S1. IPB. Bogor. 99 hal. Dewi, YS. Dan Tresnowati. 2012. Pengolahan sampah rumah tangga menggunakan metode komposting. Jurnalilmia fakultas teknik LIMIT’S. 82:35-48. Didiek H.G dan Y. Away., 2004. Orgadek, Aktivator Pengomposan. Pengembangan Hasil Penelitian Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan Bogor. 87 hal. Domsch, K. H.; W. Gams and T. Anderson, 1980. Compendium of Soil Fungi. Academic Press. New York. 859 p. Fahruddin dan Abdullah, A. 2010. Pendayagunaan Sampah Daun Di Kampus UNHAS sebagai Bahan Pembuatan Kompos. Jurnal Alamdan Lingkungan. 11:9-17. Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi, IPB. 201 hal. Fathoni, A. 2014. Klasifikasi Jamur. http:www.zonasiswa.com201409klasifikasi-jamur.html . Diakses tanggal 20 Desember 2016. Firmansyah, M,.A,. 2010. Tenik Pembuatan Kompos. Pelatihan Petani Plasma Kelapa Sawit di Kabupaten Sukamara, Kalimantan Tengah. http:kalteng.litbang.pertanian.go.idindimagesdatateknik-kompos.pdf . Diakses Pada Tanggal 7 April 2015. Fitriana, L. 2011. Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Kulit Kakao Melalui Proses Fermentasi Menggunakan Sacharomyces cereviciae dan Zimomonas mobilis. Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 64 hal. Gaur, D.C. 1980. Present Status of Composting and Agricultural Aspect, in: Hesse, P. R ed. Improving Soil Fertility Trought Organic Recycling, compost Technology. FAO of united Nation. New Delhi. 6 p. Goenadi. 1997. Kompos Bioaktif dari Tandan Kosong Kelapa Sawit. Kumpulan Makalah Pertemuan Teknis Biotek. Perkebunan Untuk Praktek. Bogor. Hal 18-27. Gunarto, L., P. Lestari, H. Supadmo, dan A.R. Marzuki. 2002. Dekomposisi Jerami Padi, Inokulasi Azospirillum dan pengaruhnya terhadap Efisiensi Penggunaan Pupuk N pada Padi Sawah. J.Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 21 1:1-10. Gusnawaty, HS., Muhammad Taufik, Leni Triana, Dan Asniah. 2014. Karakterisasi Morfologis Trichoderma spp. Indigenus Sulawesi Tenggara. Jurnal Agroteknos Juli 2014. Issn: 2087-7706. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari. 42:87-93. Habibie, A. M. 2011. Jamur Ascomycotina. http:livebiologi.blogspot.co.id201111jamur-ascomycotina.html . Diakses tanggal 20 Desember 2016. Harada YK, Haga T, Osada, Kashinoa M. 1993. Quality of Compost from Animal Waste. JAQR. 264:238-246. Hartono,. Fatma, H. dan Surahman, N. 2014. Parameter Kualitas Limbah Padat Rumah Potong Hewan Tamangapa Kota Makasar Sebagai Bahan Baku Pembuatan Pupuk Kompos. Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Makasar. Jurnal Bionature. 152:137-141. Hartutik, S., Sriatun dan Taslimah. 2015. Pembuatan Pupuk Kompos Dari Limbah Bunga Kenanga dan Pengaruh Presentase Zeolit Terhadap Ketersesiaan Nitrogen Tanah. Jurnal Invokes. 81:1-10. Heny, A. 2015. Isolasi Dan Uji Efektifitas Aktifator Alami Terhadap Aktivitas Dekomposisi Dan Kualitas Kompos Kulit kakao Dengan Berbagai Imbangan Hijauan. Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 98 hal. Hersanti. 2007. Isolasi Bakteri Asal Larutan Mikroorganisme Lokal, Uji Antagonis, Uji Pertumbuhan Semai Padi. Faperta UNPAD. Jatinangor. 87 hal. Husein, E. dan Irawan. 2008. Kompos Jerami Pengomposan dan Karakteristik Kompos. Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Leaflet. 4 hal. Indrayati, L.T. 2006. Tranformasi Nitrogen dalam Tanah Tergenang : Aplikasi Jerami Padi dan Urea serta Hubungannya dengan Serapan Nitrogen dan Pertumbuhan Tanaman Padi. Sekolah pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 9 hal. Indriani, H. Y. 1999. Membuat Kompos Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta. 62 hal. Isroi. 2007. Pengomposan Limbah Kakao. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. Dikutip dari http:www.isroi.org . Diakses tanggal 1 April 2015. Isroi. 2008. Makalah Kompos. Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Bogor. Dikutip dari http:www.isroi.org . Diakses tanggal 1 April 2015. Isroi. 2015. Materi Resep Pembuatan Mikro Organisme Lokal MOL. http:isroi.comcategorypupukpupuk-organik-cair-pupuk . Diakses tanggal 22 Februari 2016. Juwita, Y. 2014. Teknologi Pengolahan, Manfaat, dan Kendala Penggunaan Kompos Jerami Padi. Prosiding Seminar Nasional. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Sumatera Selatan. ISBN:979-587-529-9. Hal 769-775. Kadir, T. S., T. Rustiati, dan R. Saraswati, 2008. Pengaruh Azolla sp. Dan MOL Pada Konsep SRI Organik Terhadap Keparahan Penyakit Padi. Makalah Seminar Nasional Padi 2008. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Diakses tanggal 22 Februari 2016. Kesumaningwati, Roro. 2015. Penggunaan MOL Bonggol Pisang Musa paradisiaca Sebagai Dekomposer Untuk Pengomposan Tandan Kosong Kelapa Sawit. Fakultas Pertanian Universitas Kalua Samarinda. Ziraa’ah. 401:40-45. Khamid, M.A. dan Mulasari, S.A. 2012. Identifikasi Bakteri Aerob pada Lindi Hasil Sampah Dapur di Dusun Sukunan Yogyakarta. Kes Mas. 61:41-48. Krisno, Agus. 2012. Peran Mikroorganisme Dalam Pembusukan Sampah Organik. https:aguskrisnoblog.wordpress.com20120106peran-mikroorganisme- dalam-pembusukan-sampah-organik . Diakses Pada tanggal 1 April 2015. Kunia, K., 2009. Mikroorganisme Lokal Sebagai Pemicu Siklus Kehidupan dalam Bioreaktor Tanaman. Pusat Penelitian Bioteknologi ITB. Bandung. 7 hal. Kurniawan, D. 2013. Pengaruh Volume Penambahan Effective Microorganism 4 EM4 1 dan Lama Fermentasi Terhadap Kualitas Pupuk Bokashi dari Kotoran Kelinci dan Limbah Nangka. Jurnal Industria. 21: 57-66. Kusnadi., Y. Hamdiyati dan A. Fitriani. 2003. Mikrobiologi. Biologi FPMIPA UPI, IMSTEP. Hal 10-25. Laboratorium MIPA IPB 026IPBCCAn-Mik611. 2011. Effective Microorganisms 4 EM4 Untuk Tanaman. PT Songgolangit Persada Jakarta. Larasati, Nadia D. 2016. Aplikasi Cairan Rumen Sapi Dalam Kompos Ampas Aren Pada Pertumbuhan Tanaman Jagung Manis di Tanah Pasir Pantai Samas Bantul. Naskah Publikasi Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Hal 3. Lehninger, A.L. 1982. Dasar – Dasar Biokimia. Terjemahan. Erlangga. Jakarta. Hal 73-190. Masniawati, A., Kuswinanti, T., Gobel, R. B., dan Risnawaty, R. 2013. Identifikasi Cendawan Terbawa pada Benih Padi Lokal Aromatik Pulu Mandoti, Pulu Pinjan, dan Pare Limbau Asal Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan. Manasir. 11:51-59. Maspary. 2012. Membuat MOL Rebung Bambu. http:www.gerbangpertanian.com201205membuat-MOL-rebung- bambu.html . Diakses tanggal 1 April 2015. Miller, F, 1991. Biodegradation of Solid Wastes by Composting. Dlm. Martin, A.M. Biological degradation of wastes. London: Elsavier. 45 p. Mirwan, M. 2015. Optimasi Pengomposan Sampah Kebun dengan Variasi Aerasi dan Penambahan Kotoran Sapi sebagai Bioaktivator. Teknik Lingkungan. 46:61-66. Mulyadi, A. 2008. Karakteristik Kompos dari Bahan Tanaman Kaliandra, Jerami Padi dan Sampah Sayuran. Skripsi S1. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. http:repository.ipb.ac.idbitstreamhandle1234567891369A08amu.pdf;j sessionid=B018F68DC07B1E6DFA384FED82DFA464?sequence=5 . Diakses tanggal 23 Maret 2016. Nuraini dan Maria, E. M. 2009. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Fermentasi Sebagai Pakan Alternatif Ternak di Daerah Sentra Kakao Padang Pariaman. DPPM Dikti Depdiknas Program Ipteks, Fakultas Perternakan Universitas Andalas Padang. 98 hal. Nuraini. 2009. Pembuatan Kompos Jerami Menggunakan Mikroba Perombak Bahan Organik. Buletin Teknik Pertanian. 14 1: 23-26. Nurullita, U., dan Budiyono. 2012. Lama Waktu Pengomposan Sampah Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Mikro Organisme Lokal MOL dan Teknik Pengomposan. LPPM-UNIMUS. 10 hal. Nuryanti. 2015. Pengaruh Trichoderma sp. Dan Kompos Terhadap Kesuburan Tanah. http:ditjenbun.pertanian.go.idbbpptpsurabayaberita-807- pengaruh-trichoderma-sp-dan-kompos-terhadap-kesuburan-tanah.html . Diakses pada tanggal 16 November 2016. Omed, H.M., D.K. Lovettand, R., and F.E. Axford. 2000. Faeces as A Source of Microbial Enzymes for Estimating Digestibility. In: Forage Evaluation in Ruminant Nutrition, D.I. Givens, E. Owen, R.F.E. Axford dan H.M. Omed Eds. CABI Publising. New York. pp: 135-150. Panudju, T., I,. 2011. Pedoman Teknis Pengembangan Rumah Kompos Anggaran Tahun 2011. Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian dan Kementrian Pertanian. Jakarta. 51 hal. Pratama, L. 2013. Pengaruh Berbagai Aktivator Terhadap Aktivitas Dekomposer dan Kualitas Kompos Blotong dari Limbah Pabrik Gula. Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 96 hal. Purwasasmita, M., 2009. Mengenal SRI System of Rice Intensification. http:sukatani-banguntani.blogspot.com . Diakses tanggal 2 April 2015. Roesmanto, J. 1991. Kakao : Kajian Sosial – Ekonomi. Adiya Medium. Yogyakarta. 159 hal. Rohmawati, D. 2015. Pembuatan Kompos dengan MOL Limbah Organik. http:staff.uny.ac.idsitesdefaultfilespengabdiandini-rohmawati-ssi- msckompos-mol-dini-r.pdf . Jurdik Kimia FMIPA UNY. Diakses tanggal 19 Februari 2016. Rubiyo dan Siswanto. 2012. Peningkatan Produksi dan Pengembangan Kakao Theobroma cacao L. di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar dan Balai Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Dalam Buletin RISTRI. 31:33-48. Santi, R. Intan, R. dan Rija, S. 2007. Pengaruh Pupuk Organik Dan Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao Theobroma Cacao L. Kultivar Upper Amazone Hybrid. http:pustaka.unpad.ac.idwp- contentuploads200904pengaruh_pupuk_organik_dan_pupuk_hayati.pdf . Diakses tanggal 25 Februari 2016. Santosa, E. 2008. Peranan Mikro Organisme Lokal Dalam Budidaya Tanaman Padi Metode Sysytem of Rice Intensification. Departemen Pertanian, Jakarta. 39 hal. Sembiring, L., Salaki, C., Situmoran, J., dan Handayani, N.S. 2010. Isolasi dan karakterisasi bakteri indigeneous Indonesia Bacillus thuringiensis yang berpotensi sebagai agensia pengendali hayati serangga hama kubis Crocidolomia binotalis. Jurnal Ilmu Pertanian AGRIVITA. 312: 174- 181. Setianingsih, R. 2009. Kajian Pemanfaatan Pupuk Organik Cair Mikro Organisme Lokal MOL dalam Priming, Umur Bibit dan Peningkatan Daya Hasil Tanaman Padi Oryza sativa L.: Uji Coba penerapan System of Rice Intensification SRI. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan BPSB Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal 12-14. Siswanto dan Suwiti. N.K. 2013, Handout Histologi Veteriner II sistem pencernaan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Denpasar. Hal 3-15. Sriyanto. 2012. Ascomycota cendawan. http:rhanothari.blogspot.com . Diaskses pada tanggal 23 Oktober 2016. Standar Nasional Indonesia. 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. SNI 19-7030-2004. Badan Standar Nasional. Indonesia. Jakarta. Sudaryanto. 2002. Pengembangan Bioetanol di Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 23-42. Suhartatik, E. dan S. Roechan. 2001. Tanggap Tanaman Padi Sistem Tanam Benih Langsung terhadap Pemberian Jerami dan Kalium. J.Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 202: 33-38. Suharyono. 2016. Pengembangan Suplemen Pakan Untuk Ternak Ruminansia Dan Pengenalannya Kepada Peternak. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN. Jakarta. Jurnal Iptek ISSN 2087-8079. Hal 1-39. Suhastyo, A. A. 2011. Studi Mikrobiologi dan Sifat Kimia Mikroorganisme Lokal yang digunakan pada Budidaya Padi Metode SRI System of Rice Intensification. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 69 hal. Sujiwo, B., Syafrudin, Samudro, G. 2012. Pemanfaatan Lumpur Aktif dan EM4 sebagai Aktivator dalam Proses Pengomposan Limbah Kulit Bawang dengan Sluge. Jurnal Presioitasi. 21:1-12. Suriadikarta, D.A. dan Setyorini, D. 2012. Baku Mutu Pupuk Organik. http:syekhfanismd.lecture.ub.ac.idfiles201211Baku-Mutu-Pupuk- Organik1.pdf . Diakses tanggal 22 Februari 2016. Surtinah, 2013. Pengujian Kandungan Unsur Hara Dalam Kompos Yang Berasal Dari Serasah Tanaman Jagung Manis Zea Mays Saccharata. http:unilak.ac.idmediumfile50753100868ARTIKEL_KOMPOS.pdf . Diakses Pada Tanggal 6 Juni 2015. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta. 219 hal. Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. Rajawali Press. Jakarta. 245 hal. Syukur, A. dan Nur, I. 2006. Kajian Pengaruh Pemberian Macam Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jahe. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 62:124-131. Temperaturt, S., dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agromedium. Jakarta. 63 hal. Vhey, P.Q. 2012. Penicillium sp. http:queentwentyfive.blogspot.com201211penicillium-sp.html . Diakses pada tanggal 20 Oktober 2016. Wanti. 2008b. Kulit Buah Kakao, Pulp dan Biji Buah Kakao, Komposisi Kimia Pulp juga Kulit Buah. http:coklat-chocolate.blogspot.com200803kulit- buah-kakaopulp-buah.html . Diakses tanggal 12 Februari 2016. Watanabe T. 2002. Pictorial atlas of soil and seed fungi morphologies of cultured fungi and key to species. CRC Press LLC. U.S.A. 426 p. Watt, B.K. dan A.L.Merill. 1975. Handbook of The Nutritional Content of Food. Decker Publ.,Inc., New York. pp : 190. Widarti, B. N., Wardhini, W.K., Sarwono, E. 2014. Pengaruh Rasio CN Bahan Baku pada Pembuatan Kompos dari Kubis dan Kulit Pisang. Jurnal Integrasi Proses. 52:75-80. Widi, A. Efi, T dan Rita,H. 2013. Seleksi Dan Identifikasi Cendawan Antagonis Sebagai Agens Hayati Cendawan Akar Putih Rigidoporus microporus Pada Tanaman Karet. Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar. 41:1-8. Widiastuti, R. R. 2008. Pemanfaatan Bonggol Pisang Raja Sere sebagai Bahan Baku Pembuatan Cuka. Sripsi S1. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Tidak dipublikasikan. 89 hal. Widyarini, W. 2008. Studi Kualitas Hasil dan Efektifitas Pengomposan secara Konvensional dan Modern di TPA Temesi-Gianyar Bali. Denpasar: Thesis Jurusan Ilmu Lingkungan. Program Pasca Sarjana. Universitas Udayana. 6 hal. Wulandari D.,D.N. Fatmawati, E.N. Qolbaini, K.E. Mumpuni, S. Praptinasari. 2009. Penerapan MOL Mikroorganisme Lokal Bonggol Pisang sebagai Biostarter Pembuatan Kompos. PKM-P. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Hal 2-15. Yangoritha, N. 2013. Optimasi Aktivator dalam Pembuatan Kompos Organik dari Limbah Kakao. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Industri Institut Teknologi Medan. Majalah Ilmiah Mektek. 152:103-108. Yustianti, S. 2013. Laporan Tetap Pembuatan Kompos. http:sarahyustiani.blogspot.com201306laporan-tetap-pembuatan- kompos.html . Diakses Pada Tanggal 1 April 2015. Zainal, M. 2011. Optimasi Sterilisasi Tunas Aksiler dan Induksi Tunas Jarak Pagar Jatropha curcas L. secara In Vitro. Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Tidak dipublikasikan. 88 hal. Zakiya, Z. dan O. L. Pramesti. 2012. 2014, Indonesia Targetkan jadi Penghasil Kakao Terbesar di Dunia. http:nationalgeographic.co.idberita2012072014-indonesia-targetkan- jadi-penghasil-kakao-terbesar-di-dunia . Diakses tanggal 4 Juli 2015. LAMPIRAN Lampiran I. Diagram Alur Penelitian Pembalikan Uji Kematangan 1. Tahap Persiapan Isolasi dan Karakterisasi Mikroorganisme Lokal MOL pada Bonggol Pisang, Rebung Bambu, Rumen Sapi Melarutkan Aktivator EM4 dan MOL Bonggol Pisang, Rebung Bambu, Rumen Sapi Aktivator Melarutkan 50 ml ke dalam 5 liter air + 50 gram gula Pembuatan MOL dari Bonggol Pisang, Rebung dan Isi Rumen Sapi Fermentasi selama 15 hari dengan 3 kg bahan : 2,5 liter air kelapa : 2,5 liter air cucian beras : 150 g gula jawa

2. Tahap Pelaksanaan

Pengomposan dengan Aktivator Limbah kulit kakao 25 kg + 400 gram dedak + 100 gram kapur + 50 gram gula + aktivator sesuai perlakuan Perlakuan A. MOL Bonggol Pisang B. MOL Rebung Bambu C. MOL Rumen Sapi D. EM4 Setiap perlakuan terdapat 3 ulangan

3. Tahap Pengamatan

Harian : Temperatur Per tiga hari : Warna, Serat Per minggu : Kadar Air, Asam Total, Perubahan pH dan Mikrobiologi cendawan dan bakteri Pengomposan dilakukan 4 minggu Analisis Akhir Kadar air, Kadar BO, C, N, CN rasio, Mikrobiologi Perkecambahan benih jagung 20 biji 1. Medium Kompos dengan MOL Bonggol Pisang 2. Medium Kompos dengan MOL Rebung Bambu 3. Medium Kompos dengan MOL Rumen Sapi 4. Medium Kompos dengan EM4 5. Medium Kapas Masing – masing perlakuan terdapat 3 ulangan Lampiran II. Lay Out Penelitian

a. Lay out Penelitian

Keterangan : A 1 : Kompos MOL Bonggol Pisang 1 liter 25 kg Ulangan 1 A 2 : Kompos MOL Bonggol Pisang 1 liter 25 kg Ulangan 2 A 3 : Kompos MOL Bonggol Pisang 1 liter 25 kg Ulangan 3 B 1 : Kompos MOL Rebung Bambu 1 liter 25 kg Ulangan 1 B 2 : Kompos MOL Rebung Bambu 1 liter 25 kg Ulangan 2 B 3 : Kompos MOL Rebung Bambu 1 liter 25 kg Ulangan 3 C 1 : Kompos MOL Rumen Sapi 1 liter 25 kg Ulangan 1 C 2 : Kompos MOL Rumen Sapi 1 liter 25 kg Ulangan 2 C 3 : Kompos MOL Rumen Sapi 1 liter 25 kg Ulangan 3 D 1 : Kompos EM4 50 ml 25 kg Ulangan 1 D 2 : Kompos EM4 50 ml 25 kg Ulangan 2 D 3 : Kompos EM4 50 ml 25 kg Ulangan 3 A 3 B 3 D 2 C 1 A 1 C 2 D 3 B 1 A 2 B 2 D 1 C 3

b. Pengambilan Sampel

c. Uji Kematangan Kompos

d. Lay out Uji Perkecambahan

Keterangan : K.A+Benih : Kompos MOL Bonggol Pisang + Jagung K.B+ Benih : Kompos MOL Rebung Bambu + Jagung K.C+ Benih : Kompos MOL Rumen Sapi + Jagung K.D+ Benih : Kompos EM4 + Jagung T.K+ Benih : Tanpa Kompos Kapas + Jagung Sampel Atas Sampel Tengah Sampel Bawah Benih K.A+Benih K.B+Benih K.C+Benih K.D+Benih T.K+Benih Lampiran III. Perhitungan Kebutuhan Bahan A. Kebutuhan Air untuk Pengomposan Untuk mengomposkan 1000 kg bahan dibutuhkan air 200 liter sehingga air yang dibutuhkan untuk mengomposkan 25 kg kulit kakao adalah : Volume air yang dibutuhkan = Total kebutuhan air 5 liter perlakukan x 4 perlakuan x 3 ulangan = 60 liter air B. Kebutuhan Larutan MOL Penggunaan aktivator EM4 pada penelitian ini menggunakan standar penggunaan EM4 yaitu 10 mlliter air Temperaturt dan Salundik, 2006, sedangkan penggunaan MOL dalam pengomposan menurut Isroi 2015 penggunaannya yaitu 1 liter MOL dilarutkan dalam 4 liter air sehingga volumenya menjadi 5 liter, maka kebutuhan aktivator masing – masing MOL adalah : 1 MOL Bonggol Pisang = 1 liter larutan MOL x 3 ulangan = 3 liter 2 MOL Rebung Bambu = 1 liter larutan MOL x 3 ulangan = 3 liter 3 MOL Rumen Sapi = 1 liter larutan MOL x 3 ulangan = 3 liter 4 EM4 = 10 x 5 = 50 ml larutan aktivator 5 liter air x 3 ulangan = 150 ml C. Kebutuhan Bahan Tambahan Menurut penelitian Heny 2015, kebutuhan bahan tambahan untuk 25 kg bahan kompos yaitu : 1 Dedak = 400 gram 2 Kapur = 100 gram 3 Gula = 50 gram Kebutuhan keseluruhan : 1 Dedak 400 gram x 4 perlakuan x 3 ulangan = 4.800 gram atau 4,8 kg 2 Kapur 100 gram x 4 perlakuan x 3 ulangan = 1.200 gram atau 1,2 kg 3 Gula jawa 50 gram x 4 perlakuan x 3 ulangan = 600 gram. D. Kebutuhan Bahan untuk Pembuatan MOL Pembuatan MOL dilakukan dengan membuat konsentrasi 100 dengan perbandingan 3 kg bahan MOL : 2,5 liter air kelapa : 2,5 liter air cucian beras : 150 g gula jawa. Dalam penelitian ini akan dibuat 3 kg bahan, sehingga kebutuhan bahannya yaitu : 1 MOL Bonggol Pisang = 3 kg bonggol pisang : 2,5 liter air kelapa : 2,5 liter air cucian beras : 150 g gula jawa 2 MOL Rebung Bambu = 3 kg rebung bambu : 2,5 liter air kelapa : 2,5 liter air cucian beras : 150 g gula jawa 3 MOL Rumen Sapi = 3 kg isi rumen sapi : 2,5 liter air kelapa : 2,5 liter air cucian beras : 150 g gula jawa Total kebutuhan bahan bioaktivator diulang 3 kali adalah : 1 Bonggol pisang 3 kg x 3 ulangan = 9 kg 2 Rebung bambu 3 kg x 3 ulangan = 9 kg 3 Rumen sapi 3 kg x 3 ulangan = 9 kg 4 Air kelapa 2,5 liter x 3 perlakuan x 3 ulangan = 22,5 liter 5 Air cucian bera 2,5 liter x 3 perlakuan x 3 ulangan = 22,5 liter 6 Gula jawa 150 gram x 3 perlakuan x 3 ulangan = 1.350 gram atau 1,35 kg E. Kebutuhan kulit kakao Kebutuhan kulit kakao untuk pengomposan masing – masing 25 kg dan terdapat 4 perlakuan 3 ulangan sehingga kebutuhan kulit kakao adalah : 25 kg x 4 perlakuan x 3 ulangan = 300 kg kulit kakao. Lampiran IV. Skema Alat Penelitian Fermentasi MOL Keterangan : 1. Alat aerator menggunakan airpump untuk memompa pertukaran udara. 2. Tabung PK menggunakan larutan KMnO 4 untuk anti mikroba dalam penyaringan udara. 3. Tabung filter menggunakan spon untuk menyaring udara. 4. Tabung utama menggunakan wadah tabung yang digunakan sebagai wadah larutan MOL. 5. Tabung air menggunakan air aquadest untuk menyaring udara yang keluar dari MOL. Alat Aerator Tabung PK Tabung Filter Tabung Utama MOL Tabung Air Lampiran V. Kandungan Kulit Kakao; Hasil Analisis Kimia Kulit Kakao a. Kandungan kulit kakao No Komposisi Kandungan 1 Protein kasar 5,69-9,69 2 Lemak 0,02-0,15 3 Glukosa 1,16-3,92 4 Sukrosa 0,02-0,18 5 Pektin 5,30-7,08 6 Serat kasar 33,19-39,45 Garam – garam 7 CaO 0,22-0,59 8 MgO 0,40-0,52 9 K 2 O 3,85-5,27 10 P 2 O 5 0,30-0,49 11 SO 2 0,06-0,14 Sumber : Wanti 2008 b. Hasil analisis kimia kulit kakao No Komponen Kulit dalam Kulit luar Kulit campuran 1 Abu 0,318 0,691 0,398 2 Protein 0,823 0,754 0,733 3 Serat kasar 4,219 5,751 6,095 4 Kadar air 94,248 91,447 91,622 5 Kadar lemak 0,105 0,147 0,095 6 Hemiselulosa 3,259 3,791 2,946 7 Selulosa 0,306 0,262 0,333 8 Lignin 0,474 0,266 0,482 9 Karbohidrat Disakarida 0,285 1,208 0,553 Sumber : Fitriana 2011 Lampiran VI. Data Standarisasi Nasional Kompos SNI 19-7030-2004 No Parameter Satuan Minimum Maksimum 1 Kadar Air - 50 2 Temperatur o C temperatur air tanah 3 Warna Kehitaman 4 Bau berbau tanah 5 Ukuran partikel mm 0,55 25 6 Kemampuan ikat air 58 - 7 pH 6,80 7,49 8 Bahan asing 1,5 Unsur makro 9 Bahan organik 27 58 10 Nitrogen 0,40 - 11 Karbon 9,80 32 12 Phosfor P 2 O 5 0.1 - 13 CN-rasio 10 20 14 Kalium K 2 O 0,20 Unsur mikro 15 Arsen mgkg 13 16 Kadmium Cd mgkg 3 17 Kobal Co mgkg 34 18 Kromium Cr mgkg 210 19 Tembaga Cu mgkg 100 20 Merkuri Hg mgkg 0,8 21 Nikel Ni mgkg 62 22 Timbal Pb mgkg 150 23 Selenium Se mgkg 2 24 Seng Zn mgkg 500 Unsur lain 25 Kalsium 25,5 26 Magnesium Mg 0,6 27 Besi Fe 2 28 Aluminium Al 2,2 29 Mangan Mn 0,1 Bakteri 30 Fecal coli MPNgr 1000 31 Salmonella sp. MPN4 gr 3 Sumber : Badan Standar Nasional 2004 Keterangan : Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum Lampiran VII. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair dan Kandungan Unsur Hara dalam Bonggol Pisang Apu a. Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik Cair No Parameter Satuan Kandungan POC 1 C-organik ≥4,5 2 CN rasio - 3 Bahan ikutan kerikil,beling, dan plastik - 4 Kadar air - -Granula - -Curah - 5 Kadar logam berat -As ppm ≤10 -Hg ppm ≤1 -Pb ppm ≤50 -Cd ppm ≤10 6 Ph 4-8 7 Kadar total -P 2 O 5 5 -K 2 O 5 8 Mikroba patogen E.coli, Salmonella Dicantumkan 9 Kadar unsur mikro Zn, Cu, Mn Maks 0,2500 Co Maks 0,0005 B Maks 0,1250 Mo Maks 0,0010 Fe Maks 0,0400 C-organik 7-12 dimasukkan sebagai pembenah tanah Sumber : Suriadikarta dan Setyorini, 2012 b. Kandungan Unsur Hara dalam Bonggol Pisang Apu Kandungan unsur hara Satuan Bonggol pisang NO 3 - ppm 3087 NH 4 - ppm 1120 P 2 O 5 ppm 439 K 2 O ppm 574 Ca ppm 700 Mg ppm ppm 800 Cu ppm ppm 6,8 Zn ppm ppm 65,2 Mn ppm ppm 98,3 Fe ppm ppm 0,09 C-org 1,06 CN 2,2 Sumber: Suhastyo 2011 Lampiran VIII. Hasil Analisis Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Mikroorganisme Lokal Bonggol Pisang; Hasil Kompos Sampah Organik dengan Memanfaatkan Mikroorganisme Bonggol Pisang; Komposisi Unsur Hara Cairan MOL Rebung a. Hasil Analisis Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Mikroorganisme Lokal Bonggol Pisang No Kandungan unsur Kompos TKKS 1 pH 8,59 2 CN 31,48 3 N 1,78 4 P 2 O 5 0,41 5 K 2 O 1,59 Sumber : Kesumaningwati 2015 b. Hasil Kompos Sampah Organik dengan Memanfaatkan Mikroorganisme Bonggol Pisang No Analisis Hasil kompos 1 CN 18 2 pH 6,8-6,85 3 Kadar Air 32 4 Asam humat gram 0,08-0,1 Sumber : Benediktus 2013 c. Komposisi Unsur Hara Cairan MOL Rebung No Mol Rebung Satuan Kandungan 1 pH 3,64 2 Carbon C 24,92 3 Nitrogen N 1,62 4 P 2 O 5 0,08 5 K 2 O 0,09 6 S 0,32 7 CN 15 8 Besi Fe mg.kg -1 2,70 9 Zinc Zn mg.kg -1 1,08 Sumber : Hersanti, 2007 Lampiran IX. Parameter Kualitas Limbah Padat RPH Tamangapa Kota Makasar; Perbandingan standar kualitas kompos SNI dengan kompos blotong menggunakan Kotoran Sapi; Perbandingan kompos ampas aren menggunakan Rumen Sapi a. Parameter Kualitas Limbah Padat RPH Tamangapa Kota Makasar No Nama Bahan Parameter Kualitas Limbah Padat RPH Tamangapa N-Total P2O5 K2O C- Organik CN Kadar Air pH BO 1 Isi rumen ternak 1,71 1,3 0,56 24,5 14 13,5 9 3,2 2 Kotoran ternak 1,63 0,55 1,06 15,51 10 23,4 9,1 2,9 Sumber : Hartono, dkk 2014 b. Perbandingan standar kualitas kompos SNI dengan kompos blotong menggunakan Kotoran Sapi No Parameter SNI Kotoran Sapi Min Maks 1 Temperatur °C - Temperatur air tanah 28,8 2 Kadar air - 50 56,99 3 Kandungan serat - - 44 4 Warna - Kehitaman Coklat kehitaman 5 pH 6,8 7,49 7,26 6 Total asam ml NaOH 0,1N100g - - 16,8 7 Bahan organik 27 58 30,67 8 Carbon 9,8 32 17,79 9 Nitrogen 0,40 - 0,87 10 CN rasio 10 20 20,44 Sumber : Pratama, 2013 c. Perbandingan kompos ampas aren menggunakan Rumen Sapi Perlakuan Kadar pH Temperatur C Kadar BO Kadar C- organik Kadar N total CN Rasio SNI Kompos 6,80-7,49 Suhu air tanah 27-58 9,80-32 0,40 10-20 Ampas aren 5,99 - 26,54 15,34 1,14 13,46 aktivator rumen sapi 60 7,35 26,00 36,66 21,26 2,04 10,42 aktivator rumen sapi 70 7,30 26,70 32,98 19,13 2,15 8,89 aktivator rumen sapi 80 7,50 27,30 35,80 20,76 2,16 9,61 aktivator rumen sapi 90 7,46 26,00 33,03 19,16 2,27 8,44 aktivator rumen sapi 100 7,19 28,00 46,53 26,98 2,12 12,72 Sumber : Larasati, 2016 Lampiran X. Komposisi Aktivator EM4; Perbandingan standar kualitas kompos SNI dengan kompos blotong menggunakan EM4 a. Komposisi Aktivator EM4 No Nama Bakteri Satuan Kandungan 1 Total plate count 2,8 x 10 6 2 Lactobacillus CFUml 3,0 x 10 5 3 Bakteri pelarut fosfat CFUml 3,5 x 10 5 4 Yeast ragi CFUml 1,95 x 10 3 5 Actinomycetes CFUml + 6 Bakteri fotosintetik CFUml + 7 E.coli 8 Salmonella 9 C-organik ww 1,88 10 Nitrogen ww 0,68 11 P 2 O 5 Ppm 136,78 12 K2O Ppm 8.403,70 13 Kalsium Ca Ppm 3.062,29 14 Magnesium Mg Ppm 401,58 15 Iron Fe Ppm 129,38 16 Aluminium Al Ppm ≤ 0,01 17 Zinc Zn Ppm 1,39 18 Tembaga Cu Ppm 1,14 19 Mangan Mn Ppm 4,00 20 Sodium Na Ppm 145,68 21 Boron B Ppm ≤ 0,0002 22 Nikel Ni Ppm ≤ 0,05 23 Clorida Cl Ppm 2.429,54 Sumber: Lab. MIPA IPB 026IPBCCAn-Mik611 b. Perbandingan standar kualitas kompos SNI dengan kompos blotong menggunakan EM4 No Parameter SNI EM4 Min Maks 1 Temperatur °C - Temperatur air tanah 28,6 2 Kadar air - 50 63,13 3 Kandungan serat - - 42 4 Warna - Kehitaman Hitam 5 pH 6,8 7,49 6,96 6 Total asam ml NaOH 0,1N100g - - 23,5 7 Bahan organik 27 58 26,15 8 Carbon 9,8 32 15,17 9 Nitrogen 0,40 - 0,96 10 CN rasio 10 20 15,80 Sumber : Pratama, 2013 Lampiran XI. Pengaruh Berbagai Dekomposer Terhadap Penurunan Rasio CN Pada Pengomposan Jerami Padi; Komposisi Kimia Jerami Padi; Hasil Analisis Kompos Kulit Kakao Menggunakan Aktivator EM4 a. Pengaruh Berbagai Dekomposer Terhadap Penurunan Rasio CN Pada Pengomposan Jerami Padi No Dekomposer Dosis Lama Pengomposan minggu CN awal CN N P K 1 EM4 1 L +gula pasir 0,25 kg1 ton jerami 5 32 11 1,70 1,21 2,53 2 Mol Pepaya 2 L +gula pasir 0,25 kg1 ton jerami 5 32 11 1,92 1,28 3,17 3 Mol Bambu 2 L 1 ton jerami 5 32 11 1,57 1,52 3,39 4 Pupuk kandang Sapi 100 kg 1 ton jerami 5 32 12 1,12 1,29 2,16 Sumber : 1. Suhartatik, dkk 2001, 2. Gunarto, dkk 2002, 3. Husein, E. Dan Irawan 2008, 4. Nuraini 2009 dalam Juwita, 2014. b. Komposisi Kimia Jerami Padi No Sifat kimia Jerami padi 1 Selulosa 43-49 2 Hemiselulosa 23-28 3 Lignin 12-16 4 Abu 15-20 5 Silika 9-4 Sumber Indriyati 2006 dalam Mulyadi 2008 c. Hasil Analisis Kompos Kulit Kakao Menggunakan Aktivator EM4 No Hasil analisis Awal Selama dekomposisi Akhir 1 C 30,19 35,89 31,17 2 N 1,57 1,89 1,53 3 CN 19,22 10,49 10,33 4 P 2,73 2,69 2,73 5 pH 5,09 7,46 6 Temperatur °C 28,00 54,88 28,00 Sumber : Yangoritha, 2013 Lampiran XII. Hasil Sidik Ragam Temperatur Hari ke-30 Sidik Ragam DB Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Prob Model 3 0,19670000 0,06556667 0,33 0,8031ns Galat 8 1,58266667 0,19783333 Total 11 1,77936667 CV : 1,559098 pH Hari ke-28 Sidik Ragam DB Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Prob Model 3 0,33333333 0,11111111 0,67 0,5957ns Galat 8 1,33333333 0,16666667 Total 11 1,66666667 CV : 5,696488 Perhitungan Jumlah Bakteri Hari ke-28 Sidik Ragam DB Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Prob Model 3 1,88856667 0,62952222 1,35 0,3261ns Galat 8 3,73753333 0,46719167 Total 11 5,62610000 CV : 27,06987 Perhitungan Jumlah Cendawan Hari ke-28 Sidik Ragam DB Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Prob Model 3 0,63928608 0,21309536 0,37 0,7769ns Galat 8 4,60653761 0,57581720 Total 11 5,24582369 CV : 62,35484 Keterangan : ns : perlakuan tidak berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5. s : perlakuan berpengaruh secara signifikan beda nyata 0,05. Lampiran XIII. Munsell Soil Color Chart 5YR 7,5 YR Lampiran XIV. Dokumentasi Penelitian : Sumber MOL, Hasil Fermentasi MOL, Sifat Aerobisitas MOL Bonggol Pisang Bambu Isi Rumen Sapi a. Sumber MOL MOL Bonggol Pisang MOL Bambu MOL Isi Rumen Sapi b. Hasil fermentasi MOL Aerob Anaerob c. Sifat Aerobisitas MOL Lampiran XV. Dokumentasi Penelitian : Hasil Identifikasi Spora Cendawan Spora cendawan hijau dari MOL bonggol pisang Spora cendawan Penicillium Sumber : Fathoni, 2014 Spora cendawan hijau dari MOL bambu Spora cendawan Penicillium Sumber : Fathoni, 2014 Spora cendawan hijau muda dari MOL bambu Spora cendawan Aspergilus Sumber : Habibie, 2011 Spora cendawan hijau dari MOL rumen sapi Spora cendawan Trichoderma Sumber : Aguskrisno, 2011 Lampiran XVI. Dokumentasi Penelitian : Pelaksanaan Pengomposan, Pengamatan Mikrobiologi selama Dekomposisi, Pengamatan Temperatur, Pengamatan Asam Titrasi Pencacahan kulit kakao Penambahan Bioaktivator Penyimpanan dirumah kompos a. Pelaksanaan Pengomposan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 NA PDA b. Pengamatan Mikrobiologi Kompos selama Dekomposisi c. Pengamatan Temperatur dengan Thermometer d. Pengamatan Asam Titrasi Lampiran XVII. Dokumentasi Penelitian : Pengujian Kadar Air, Pengamatan pH, Uji Daya Kecambah, Hasil Akhir Kompos a. Pengujian kadar air b. Pengamatan pH Kontrol kapas hari ke 0 Perlakuan Kompos hari ke 0 Perlakuan Kompos hari ke 5 c. Uji Daya Kecambah pada Benih Jagung d. Hasil Akhir Kompos Lampiran XVIII. Hasil Uji Kandungan Kompos 1 PENGARUH BIOAKTIVATOR BERBAGAI MIKROORGANISME LOKAL TERHADAP AKTIVITAS DEKOMPOSER DAN KUALITAS KOMPOS KULIT KAKAO Oleh: Bernadhita Nur Utami, Ir. Agung Astuti M.Si. dan Dr. Ir. Gatot Supangkat M.P. Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UMY ABSTRACT This research was to identify and analyze the activity and change of cacao skin waste compost during the decomposition process, analyze the effect of several bioactivators of MOL towards the quality of cacao skin compost and determine the most effective bioactivator of MOL to decompose the cacao skin. This research was done from May – September 2016, by using experimental method, arranged on RAL Complete Random Arrangement single factor with 4 treatments which were 1 liter25kg of MOL of banana hump, 1 liter25kg MOL of bamboo, 1 liter25kg MOL of cow’s rumen contents and 50 ml25kg EM4. Each of them was repeated 3 times so that there were 12 units of experiments. The parameters that were observed encompassing observation of changes in microbiological, physical, chemical and compost maturity test. The microbe identification of banana hump MOL, MOL of bamboo and MOL of cow’s rumen content produced 13 varieties of bacteria and 3 varieties of fungi. The MOL bacteria was suspected as Bacillus sp. and Streptococcus sp. The MOL fungi was suspected as a group of Penicillium sp., Aspergillus sp. and Trichoderma sp. The bioactivator of MOL can be used as an alternative of EM4 on cacao skin decomposition. The banana hump MOL, MOL of bamboo, MOL of cow’s rumen content and EM4 experienced a change at the same time during compost maturation process. The cacao skin compost on MOL of banana hump, MOL of bamboo, MOL of cow’s rumen and EM4 had been appropriate with the standard of quality compost SNI 19-7030-2004, except CN ratio. Keywords : Bioactivator, MOL, Cacao Skin Compost PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor biji kakao terpenting di dunia. Tahun 2010 Indonesia menduduki posisi sebagai pengekspor biji kakao terbesar ke tiga dunia dengan produksi biji kering 550.000 ton Rubiyo dan Siswanto, 2012. Data dari Badan PBB untuk Pangan dan Pertanian FAO menyebutkan, Indonesia menyumbang sekitar 16 persen dari produksi kakao secara global Zakiya, 2012. Coklat dihasilkan dari biji buah Kakao, sedang daging buah dan kulitnya akan menghasilkan limbah. Kasus penanganan limbah perkebunan kakao sampai saat ini masih merupakan kendala dalam program penanganan limbah di tingkat petani. Masalah ini diantaranya keterbatasan waktu, tenaga kerja, biaya maupun keterbatasan areal pembuangan. Di samping itu limbah pertanian dan perkebunan belum banyak dimanfaatkan, walaupun dalam beberapa kondisi memiliki potensi sebagai bahan pakan ternak maupun bahan baku pembuatan kompos. Untuk itu perlu dilakukan pengamatan dalam mendukung program pemanfaatan limbah potensial terutama limbah yang dihasilkan oleh tanaman kakao yaitu limbah kulit kakao menjadi kompos yang dipercepat proses dekomposisinya menggunakan bioaktivator. 2 Proses pembuatan kompos ini salah satunya dapat menggunakan Mikro Organisme Lokal MOL. Mikro Organisme Lokal mengandung unsur hara makro dan mikro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan organik, perangsang pertumbuhan dan sebagai agen pengendali hama dan penyakit tanaman. Keunggulan penggunaan MOL yang paling utama adalah murah bahkan tanpa biaya, dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di lingkungan sekitar Purwasasmita, 2009. Penelitian ini tentang teknik pengolahan limbah kulit kakao menjadi kompos dengan waktu yang relatif cepat. Penelitian ini menggunakan beberapa bioaktivator dari berbagai sumber Mikro Organisme Lokal MOL yang ada di lingkungan sekitar. Diduga penambahan bioaktivator dari MOL rumen sapi memiliki pengaruh paling baik terhadap aktivitas dekomposer dan kualitas kompos kulit kakao. Permasalahannya bagaimana pengaruh penambahan bioaktivator dari berbagai sumber mikroorganisme lokal terhadap proses dekomposisi dan kualitas kompos kulit kakao. Serta bioaktivator dari berbagai sumber mikroorganisme lokal manakah yang paling efektif dalam mendekomposisi kulit kakao. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengaji aktivitas dan perubahan kompos limbah kulit kakao selama proses dekomposisi berlangsung. Mengaji pengaruh beberapa biaoktivator MOL terhadap kualitas kompos kulit kakao. Serta menentukan bioaktivator MOL yang terefektif untuk mendekomposisikan kulit kakao. METODE PENELITIAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain kulit kakao, EM4, MOL Bonggol Pisang, MOL Rebung dan Akar Bambu, MOL Rumen Sapi, gula jawa, Sukrosa Dextrose, agar, ekstrak kentang, ekstrak daging, aquades, pepton, desinfektan alkohol 70, ekstrak jerami, yeast ekstrak, K 2 HPO 4 , KH 2 PO 4 , KOH, NH 4 2 SO 4 , FeSO 4 .7H 2 O, MgSO 4 .7H 2 O, Glukosa, KCl, H 2 O Aquades, NaOH 0,01 N, Indikator Phenolptalein PP, air, benih jagung, dedak, kapur dan kapas. Alat yang digunakan adalah dalam penelitian ini, yaitu aerator airpump, selang, wadah pembuatan MOL, tabung reaksi, erlenmeyer, beaker gelas, gelas ukur, pengaduk, corong gelas, kertas saring, botol timbang, sendok, pisau, autoklaf, timbangan analitik, petridish, pH stik, jarum ose, bunsen, korek api, biuret, pipet, labu takar, saringan diameter 2mm dan alat tulis. Metode penelitian dilaksanakan menggunakan metode eksperimen yang disusun dalam RAL Rancangan Acak Lengkap dengan rancangan percobaan faktor tunggal yang terdiri dari empat perlakuan. Adapun perlakuannya yaitu A MOL Bonggol Pisang 1 liter 25 kg, B MOL Rebung Bambu 1 liter 25 kg, C MOL Rumen Sapi 1 liter 25 kg, D EM4 50 ml 25 kg. Masing-masing perlakuan diulang 3 kali, sehingga ada 12 unit percobaan. Tiap unit percobaan berupa karung yang berisi masing – masing 25 kg kulit kakao. Setiap ulangan diambil 3 sampel yaitu pada bagian atas, tengah, bawah. Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap pengamatan dan analisis. Tahap Persiapan terdiri dari pembuatan MOL, isolasi dan karakterisasi Mikroorganisme Lokal MOL. Tahap Pelaksanaan terdiri dari beberapa tahap yaitu pencacahan kulit kakao, pengenceran aktivator dan pencampuran bahan pengomposan. Tahap Pengamatan terdiri dari pengamatan harian suhu, pengamatan per 3 tiga hari kandungan serat dan warna, pengamatan mingguan kadar air, pengukuran pH, asam total dan aktivitas bakteri dan cendawan. Analisis akhir terdiri dari analisis hasil kompos analisis kadar karbon C, bahan organik BO, kadar nitrogen N, serta CN rasio dan uji kematangan kompos pada perkecambahan benih. Parameter yang diamati dalam penelitian ini meliputi pengamatan perubahan mikrobiologi, perubahan fisik dan perubahan kimia selama proses dekomposisi.

1. Pengamatan mikrobiologi selama proses dekomposisi

Pengamatan mikrobiologi dilakukan dengan metode total plate count-surface platting untuk menghitung jumlah total mikroorganisme cendawan dan bakteri selama dekomposisi.

2. Pengamatan perubahan fisik selama proses dekomposisi

a. Suhu ºC. Pengamatan suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer ºC. b. Perubahan kandungan serat . Pengamatan dilakukan dengan metode skoring. c. Perubahan warna . Pengamatan dilakukan menggunakan Munsell Soil Color Chart dengan metode skoring. d. Kadar air . Besarnya kadar air pada bahan kompos dinyatakan dalam basis basah wet basic.

3. Pengamatan perubahan kimia selama proses dekomposisi

a. Tingkat Keasaman pH. Pengamatan pH diukur menggunakan pH stik. b. Total Asam Tertitrasi . Pengamatan dilakukan dengan menggunakan metode titrasi NaOH. c. Kadar C dan BO Total . Kandungan BO dianalisis dengan metode Walkey dan Black. d. Kadar N Total . Kandungan N total pada kulit kakao dianalisis dengan metode Kjeldhal

4. Uji kematangan kompos dengan uji perkecambahan benih

Analisis Data. Aktivitas proses dekomposisi dari berbagai perlakuan disajikan dalam bentuk grafik. Hasil pengamatan kuantitatif dianalisis dengan menggunakan sidik ragam atau Analysis of Variance pada taraf α 5. Apabila ada perbedaan nyata antar perlakuan yang diujikan maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test DMRT. 4 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Mikroorganisme Lokal Hasil isolasi mikrobia dari MOL bonggol pisang, MOL bambu dan MOL rumen sapi diperoleh 13 jenis bakteri dan 3 cendawan. Tabel 1. Hasil identifikasi Cendawan MOL Identifikasi Cendawan 1 Cendawan 2 Cendawan 3 Sumber MOL Bonggol Pisang dan Bambu Bambu Rumen Sapi Warna Hijau Hijau muda hijau lumut Hijau keputihan Diameter 0,5 cm 3,05 cm 0,4 cm Miselia Bersekat Bersekat Bersekat Spora Bulat berantai memanjang Bulat Lonjong Diduga Kelompok Penicillium sp. Aspergillus sp. Trichoderma sp. Dokumentasi Tabel 2. Hasil Identifikasi Bakteri MOL No Kode isolat Diduga Kelompok Bakteri Bonggol Pisang Bambu Rumen Sapi 1 BP.K Bacillus sp. + - - 2 BP.P Streptococcus sp. + - - 3 PK.A Streptococcus sp. + + + 4 PK.B Bacillus sp. + + + 5 B.P Streptococcus sp. - + - 6 B.PB Streptococcus sp. - + - 7 IRS.PKB1 Bacillus sp. - - + 8 IRS.PB Bacillus sp. - - + 9 IRS.P1 Bacillus sp. - - + 10 IRS.PS Bacillus sp. - - + 11 IRS.PK Streptococcus sp. - - + 12 IRS. PKB2 Streptococcus sp. - - + 13 IRS.P2 Streptococcus sp. - - + Hasil identifikasi cendawan pada MOL bonggol pisang, MOL bambu dan MOL rumen sapi diperoleh tiga jenis cendawan yang masing – masing diduga kelompok dari Penicillium sp., Aspergillus sp. dan Trichoderma sp. Pada MOL bonggol pisang diperoleh satu jenis cendawan yang diduga Penicillium. Identifikasi MOL bambu diperoleh dua jenis cendawan yang diduga Penicillium sp. dan Aspergillus sp. Hasil identifikasi cendawan yang terdapat pada MOL rumen sapi diperoleh satu jenis cendawan yang diduga kelompok Trichoderma sp. Bakteri yang ada pada MOL bonggol pisang, bambu dan rumen sapi terdapat dua jenis bakteri yang sama di setiap MOL. Hasil identifikasi bakteri pada MOL yang diperoleh, dua jenis bakteri tersebut diduga kelompok Bacillus sp. dan Steptococcus sp. Pada MOL bonggol pisang diperoleh dua jenis bakteri yang diduga Bacillus sp. dan dua jenis bakteri yang diduga Steptococcus sp. Pada MOL bambu diperoleh satu jenis bakteri yang Spora Miselia Spora Spora Miselia Miselia 5 diduga Bacillus sp. dan tiga jenis bakteri yang diduga Steptococcus sp. Identifikasi bakteri MOL isi rumen sapi diperoleh lima jenis bakteri yang diduga Bacillus sp. dan empat jenis bakteri yang diduga Steptococcus sp.

B. Aktivitas Bakteri dan Cendawan selama Dekomposisi

Pengujian mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui dinamika aktivitas bakteri dan cendawan selama proses dekomposisi yang dilaksanakan selama 4 minggu. Populasi mikroba selama proses dekomposisi disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Gambar 1. Grafik Hasil Perhitungan Jumlah Cendawan Gambar 2. Grafik Pertumbuhan Bakteri Selama Dekomposisi Gambar 1 dan 2 menunjukkan adanya aktivitas mikroba yaitu cendawan dan bakteri selama proses dekomposisi. Pada minggu pertama jumlah bakteri pada bioaktivator MOL rumen sapi lebih rendah 86,67x10 7 CFUml dibandingkan dengan jumlah bakteri aktivator EM4 367x10 7 CFUml, begitu pula dengan MOL bambu 199,00x10 7 CFUml dan MOL bonggol pisang 266,33x10 7 CFUml. EM4 cenderung lebih banyak jumlah bakterinya, ini dikarenakan aktivator EM4 mengandung banyak mikroba bakteri dekomposer, cendawan dekomposer dan aktinomisetes yang spesifik bekerja sebagai mikroba dekomposer. Sedangkan bioaktivator MOL mengandung bakteri dan cendawan yang lebih sedikit. Hal ini dikarenakan mikroba yang terkandung dalam MOL tidak spesifik hanya mikroba pendekomposer saja. Peningkatan aktifitas cendawan signifikan pada minggu ke dua yang ditunjukkan pada Gambar 1. Pada perlakuan aktivator EM4 relatif lebih tinggi 554,66x10 7 CFUml, diikuti oleh perlakuan Bioaktivator MOL rumen sapi 401,67x10 7 CFUml. Uji sidik ragam jumlah bakteri dan cendawan tersaji pada Tabel 3. 0,00 200,00 400,00 600,00 7 14 21 28 x 10 7 CF U m l Hari ke- MOL Bonggol Pisang MOL Bambu MOL Rumen Sapi EM4 -2000,00 0,00 2000,00 4000,00 6000,00 7 14 21 28 x 10 7 CF U m l Hari ke- MOL Bonggol Pisang MOL Bambu MOL Rumen Sapi EM4 6 Tabel 3. Jumlah Bakteri dan Cendawan Kompos Kulit Kakao Minggu ke 4 Perlakuan Perhitungan Jumlah Cendawan Perhitungan Jumlah Bakteri x 10 7 CFUml x 10 7 CFUml MOL Bonggol Pisang 0,9275a 2,0133a MOL Bambu 1,0768a 2,4000a MOL Rumen Sapi 1,3386a 3,1167a EM4 1,5250a 2,5700a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom, menunjukkan tidak beda nyata pada jenjang 5 berdasarkan uji DMRT. Hasil sidik ragam jumlah cendawan dan bakteri kompos kulit kakao menunjukkan bahwa pada minggu ke empat, jumlah bakteri dan cendawan pada semua perlakuan tidak beda nyata Lampiran I. Meskipun demikian, jumlah bakteri pada perlakuan MOL rumen sapi lebih banyak 3,1167x10 7 CFUml dan diikuti dengan perlakuan EM4, pada MOL bonggol pisang cenderung memiliki jumlah bakteri paling sedikit 2,0133 x10 7 CFUml. Hasil sidik ragam Tabel 3 menunjukkan pertumbuhan cendawan pada minggu ke empat, perlakuan EM4 cenderung lebih banyak 1,5250x10 7 CFUml dibandingkan dengan pertumbuhan cendawan bioaktivator MOL. Pertumbuhan cendawan setelah perlakuan EM4 diikuti dengan perlakuan MOL rumen sapi 1,3386x10 7 CFUml.

C. Perubahan Fisik selama Dekomposisi

1. Suhu

Suhu merupakan penentu dalam aktivitas dekomposisi. Uji sidik ragam tersaji Tabel 4. Tabel 4. Suhu Kompos Kulit Kakao Minggu ke 4 Perlakuan Temperatur MOL Bonggol Pisang 28,6700a MOL Bambu 28,3333a MOL Rumen Sapi 28,5000a EM4 28,6100a Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada setiap kolom, menunjukkan tidak beda nyata pada jenjang 5 berdasarkan uji DMRT. Pada hasil sidik ragam suhu minggu ke empat, menunjukkan tidak beda nyata antar perlakuan Lampiran I. Suhu perlakuan EM4, MOL bonggol pisang, MOL bambu dan MOL isi rumen sapi menunjukkan kesesuaian suhu untuk standar kompos menurut SNI 19 – 7030 – 2004 yang menyatakan bahwa suhu kompos maksimal seperti suhu air tanah. Adapun fluktuasi suhu selama dekomposisi disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 3. 7 Gambar 3. Grafik Perubahan Suhu selama Dekomposisi Pada Gambar 3, suhu pada perlakuan EM4, MOL rumen sapi, MOL bambu dan MOL bonggol pisang mengalami peningkatan dan penurunan yang tidak terpaut perbedaan jauh. Suhu akhir semua perlakuan 28 C telah sesuai dengan SNI yaitu mendekati suhu air.

2. Kandungan Serat

Perubahan kandungan serat selama proses dekomposisi tersaji dalam Gambar 4. Gambar 4. Grafik Perubahan Kandungan Serat Kompos selama Dekomposisi Berdasarkan pengamatan kandungan serat kompos selama empat minggu Gambar 4, perlakuan EM4, perlakuan MOL bonggol pisang, perlakuan MOL bambu dan perlakuan MOL isi rumen sapi tidak menunjukkan perbedaan. Semua perlakuan menunjukkan kandungan serat sudah masuk ke dalam kelompok hemik. Kandungan serat kompos pada semua perlakuan semakin remah. Perlakuan EM4 cenderung lebih cepat remah dibandingkan dengan perlakuan bioaktivator MOL 33,33, diikuti dengan perlakuan bioaktivator MOL rumen sapi 33,33 kemudian baru perlakuan bioaktivator MOL bonggol pisang dan perlakuan bioaktivator MOL bambu 44,44. Ukuran partikel kompos kulit kakao pada semua perlakuan telah sesuai SNI. Ukuran partikel diuji dengan menggunakan saringan berdiameter 2 mm. Pada perlakuan MOL bonggol pisang memiliki persentase ukuran partikel 62,79 , MOL bambu memiliki ukuran partikel 57,82 , MOL rumen sapi 69,14 , dan EM4 memiliki ukuran partikel 76,59 . Mengacu pada standar kualitas kompos SNI 19 – 7030 – 2004 yang memiliki minimum 0,55 mm dan maksimum partikel kompos adalah 25 mm 2,5 cm. 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 ° C Hari ke- MOL Bonggol Pisang MOL Bambu MOL Rumen Sapi EM4 50 100 150 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 K an d u n gan S er at Hari ke- MOL Bonggol Pisang MOL Bambu MOL Rumen Sapi EM4