Algoritma Scanline Penelitian Terdahulu

memberikan fleksibilitas yang sangat tinggi dalam hal menentukan tingkat deteksi ketebalan tepi sesuai yang diinginkan. b. Melokalisasi dengan baik kriteria lokalisasi Dengan Canny dimungkinkan dihasilkan jarak yang minimum antara tepi yang dideteksi dengan tepi yang asli. c. Respon yang jelas kriteria respon Hanya ada satu respon untuk tiap tepi. Sehingga mudah dideteksi dan tidak menimbulkan kerancuan pada pengolahan citra selanjutnya. Pemilihan parameter deteksi tepi Canny sangat mempengaruhi hasil dari tepian yang dihasilkan. Beberapa parameter tersebut antara lain : Algoritma Canny deteksi tepi secara umum detilnya tidak baku atau bisa divariasikan beroperasi sebagai berikut : o Penghalusan untuk mengurangi dampak noise terhadap pendeteksian edge Menghitung potensi gradien citra o non-maximal supression dari gradien citra untuk melokalisasi edge secara presisi o hysteresis thresholding untuk melakukan klasifikasi akhir

2.5. Algoritma Scanline

Algoritma Scanline adalah salah satu dari algoritma Hidden Surface Removal yang digunakan untuk memecahkan masalah penggunaan memori yang besar dengan satu baris scan untuk memproses semua permukaan objek, biasanya Scanline akan men-sweeping layar dari atas ke bawah. Dan sebuah baris scan horisontal bidang y di coba untuk semua permukaan dari objek. Perpotongan antara baris scan dan permukaan adalah berupa sebuah garis. Algoritma melakukan scan dengan arah sumbu y sehingga memotong semua permukaan bidang dengan arah sumbu x dan z dan membuang garis-garis yang tersembunyi. Sebagai ganti menscan suatu permukaan satu kali dalam satu proses, maka akan berhubungan dengan menscan banyak permukaan dalam satu kali proses. Sebagaimana setiap baris scan diproses, semua permukaan polygon dipotong oleh baris scan untuk menentukan mana yang tampak. Pada setiap posisi sepanjang baris Universitas Sumatera Utara scan, perhitungan kedalaman dibuat untuk setiap permukaan untuk menentukan mana yang terdekat dari bidang pandang. Ketika permukaan yang tampak sudah ditentukan, harga intensity dimasukkan ke dalam buffer Fuadah, 2012. Gambar 2.5. Ilustrasi proses Scanline Ilustrasi proses scanline ditunjukkan pada Gambar 2.5. Pada saat scanline mencari titik piksel putih yang paling tinggi, dengan menjumlahkan nilai pada setiap 3 baris, dan setelah didapatkan nilai hasil penjumlahan 3 baris, setelah itu ditemukan titik piksel putih yang paling tinggi, dan titik tertinggi tersebut sebagai titik pusat sebagai lokasi fraktur tulang tibia dan fibula.

2.6. Penelitian Terdahulu

Pada penelitian sebelumnya dilakukan oleh Mahendran, 2011 deteksi fraktur melalui citra X-ray tulang menggunakan metode segmentasi wavelet dan operator morfologi. Segmentasi citra dilakukan dengan mengklasifikasikan atau menetapkan setiap piksel menjadi kelompok, dimana setiap kelompok mewakili keanggotaan untuk mendefenisikan suatu objek atau wilayah dalam gambar. Untuk ekstraksi fitur menggunakan metode gray level dimana metode ini untuk menganalisis tingkat abu- abu dan metode ekstraksi berbasis tekstur. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Chai, et al 2011, dimana penelitian ini menganalisa tekstur fraktur tulang menggunakan gray level co occurrence matrix GLCM bones fracture detection. Citra x-ray tulang dikonversi biner dan deteksi tepi menggunakan Laplacian edge detector, dan kemudian untuk filtering menggunakan metode median filter. Kemudian analisa tekstur cita fraktur tulang menggunakan Universitas Sumatera Utara GLCM mean, variance, entropy, homogeneity. Hasil dari analisa tersebut maka citra X-ray tulang dapat diklasifikasikan tulang normal dan fraktur tulang. Pada penelitian selanjutnya dilakukan oleh Fuadah, 2012 analisis deteksi fraktur batang diafisis pada tulang tibia dan fibula berbasis pengolahan citra digital dan jaringan saraf tiruan backpropagation. Pada penelitian ini deteksi fraktur pada tulang tibia dan fibula dalam tiga tahap, yaitu pre-processing citra, ekstraksi ciri menggunakan algoritma Scanline, dan klasifikasi menggunakan jaringan saraf tiruan backpropagation. Total citra yang digunakan adalah 70 citra, 35 citra pada proses pelatihan dan 35 citra pada proses pengujian. Hasil ekstraksi ciri dari citra latih menjadi vector ciri yang akan dilatih oleh jaringan saraf tiruan backpropagation. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Kurniawan, F.K, 2014 deteksi fraktur tulang menggunakan Open cv, pada penelitian ini system dibangun menggunakan Open cv dikombinasikan dengan metode deteksi tepi Canny. Dimana deteksi tepi Canny mempunyai keunggulan yang optimal dalam penentuan akhir garis threshold dan deteksi Canny tersebut dapat menetukan lokasi dari citra X-ray fraktur tulang. Tabel 2.1. Penelitian terdahulu No Nama Peneliti Tahun Metode Keterangan 1 Mahendran 2011 metode segmentasi wavelet dan operator morfologi. Segmentasi citra dengan menetapkan setiap piksel menjadi kelompok 2 Chai, et al 2011 Gray Level Co- occurrence Matrix GLCM Identifikasi fraktur tulang dan tulang normal dengan GLCM mean, variance, entropy, homogeneity. Akurasi 86,67 3 Fuadah 2012 Scanline Algorithm Backpropagation neural network Analisis fraktur batang dengan Akurasi 85 Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Lanjutan 4 Kurniawan 2014 Deteksi tepi Canny Deteksi fraktur tulang menggunakan openCV dengan akurasi 66,7 Perbedaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah pada penelitian ini, identifikasi lokasi fraktur menggunakan gabungan metode Canny sebagai ekstraksi fitur dan algoritma Scanline dalam menentukan titik pusat lokasi fraktur, dan titik pusat tersebut sebagai acuan dalam menentukan lokasi fraktur. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang