BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM
Bab ini membahas mengenai analisis dan perancangan sistem. Pada tahap analisis akan dilakukan analisis terhadap data yang akan digunakan untuk mengidentifikasi
lokasi fraktur tibia dan fibula menggunakan algoritma Scanline. Pada tahap perancangan sistem akan dibahas mengenai perancangan tampilan antarmuka sistem
3.1 Arsitektur Umum
Aplikasi ini akan mengidentifikasi lokasi fraktur tulang tibia dan fibula secara otomatis berdasarkan keteraturan tepi pada citra tulang tersebut. Metode yang
diajukan untuk mengidentifikasi lokasi fraktur pada penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan-tahapan yang dimaksud adalah sebagai berikut: pemotongan citra
fraktur tulang tibia dan fibula cropping untuk mendapatkan region of interest ROI; resizing citra untuk mendapatkan ukuran resolusi citra yang sama; Kemudian sistem
akan menerima masukan berupa citra cruris citra tulang terdeteksi fraktur; pembentukan citra aras keabuan grayscaling; meningkatkan kualitas citra
menggunakan sharpening; deteksi tepi citra sebagai ekstraksi fitur menggunakan metode deteksi tepi Canny; dan identifikasi lokasi fraktur citra menggunakan
algoritma Scanline. Setelah tahapan-tahapan tersebut dilakukan maka akan didapat lokasi fraktur pada citra digital tulang tibia dan fibula. Setiap tahapan yang dilakukan
akan dijelaskan lebih terperinci pada bagian-bagian selanjutnya. Proses perancangan aplikasi pada arsitektur umum terdapat pada Gambar 3.1.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.1. Arsitektur umum 3.2 Data yang Digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang telah mengalami proses akuisisi citra. Data tersebut didapatkan dari Rumah Sakit Haji Adam Malik dan
beberapa citra cruris juga didapatkan dari internet. Citra cruris merupakan istilah yang digunakan dalam radiologi, citra ini didapatkan melalui pengambilan citra tulang tibia
dan fibula dengan menggunakan kamera digital. Citra cruris yang diperoleh dalam bentuk format joint photograhic group .jpg dengan ukuran citra yang berbeda-beda.
Jumlah citra yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 40 citra cruris. Gambar 3.2 menunjukkan citra cruris.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 3.2. Citra Cruris 3.3 Pre-processing
Proses preprocessing merupakan tahap awal yang dilakukan sebelum data digunakan, data tersebut terlebih dahulu melalui beberapa proses agar dapat digunakan pada tahap
selanjutnya. Proses preprocessing tersebut terdiri dari proses cropping, resizing, grayscaling dan sharpening.
3.3.1 Cropping Proses selanjutnya setelah akuisisi citra adalah proses cropping. Cropping berfungsi
untuk menghasilkan bagian region of interest ROI dari sebuah citra dengan cara memotong area yang tidak diinginkan atau area berisi informasi yang tidak diperlukan
Proses cropping citra dilakukan dengan menggunakan software pengolahan citra. Contoh hasil dari proses pemotongan citra cruris dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3.3. Hasil pemotongan cropping citra cruris
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Resizing Proses resizing citra merupakan proses memperkecil ukuran piksel citra fraktur tulang,
dimana citra tersebut memiliki dimensi yang berbeda sehingga perlu dilakukan penyamaan ukuran semua citra. Citra cruris yang akan di-resizing pada penelitian ini
memiliki ukuran 100 x 400 piksel. Contoh citra hasil resizing dapat dilihat pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Citra hasil proses resizing
3.3.3. Grayscaling Proses selanjutnya merupakan proses grayscaling. Citra cruris merupakan citra RGB,
untuk mendapatkan citra grayscale, maka 3 komponen tersebut dirata-ratakan, dalam citra tidak ada lagi warna melainkan hanya derajat keabuan. Setiap piksel yang
terdapat pada citra diwakili 24 bit, yang masing-masing memiliki 8-bit warna yang berada pada 0 00000000 sampai 255 11111111. Gambar 3.5 merupakan
representasi piksel pada citra tulang tibia dan fibula.
Gambar 3.5. Representasi piksel citra cruris
Universitas Sumatera Utara
Citra yang digunakan dalam representasi piksel pada Gambar 3.6 merupakan citra curis yang berukuran 100 x 400 piksel dan potongan citra cruris yang berukuran 9
piksel 3x3. Proses perhitungan untuk mendapatkan nilai grayscaling pada citra cruris akan ditunjukkan pada potongan citra cruris berukuran 9 piksel seperti pada
Gambar 3.6.
Gambar 3.6. Citra 9 3x3 piksel
Adapun nilai Red, Green, Blue pada citra 9 piksel antara lain : P1 = R, G, B 171,212,196
P2 = R, G, B 174,213,197 P3 = R, G, B 183,218,203
P4 = R, G, B 173,213,197 P5 = R, G, B 181,217,202
P6 = R, G, B 174,214,199 P7 = R, G, B 179,216,201
P8 = R, G, B 184,219,205 P9 = R, G, B 169,211,195
Citra warna pada citra cruris diubah menjadi citra abu-abu atau grayscaling dengan menghitung nilai rata-rata warna dari Red, Green, Blue. Persamaan yang
digunakan dalam mengubah citra warna RGB menjadi citra grayscaling adalah sebagai berikut
Grayscaling = R + G + B3 3.1 Dengan menggunakan persamaan 3.1 nilai grayscaling yang akan didapatkan
antara lain sebagai berikut : P1 = R, G, B 171,212,196 3 = 193
P2 = R, G, B 174,213,197 3 = 194.6 P3 = R, G, B 183,218,203 3 = 201.3
P4 = R, G, B 173,213,197 3 = 194.3
Universitas Sumatera Utara
P5 = R, G, B 181,217,202 3 = 200 P6 = R, G, B 176,219,204 3 = 199.6
P7 = R, G, B 179,216,201 3 = 198.6 P8 = R, G, B 184,219,205 3 = 202.6
P9 = R, G, B 169,211,195 3 = 191.6 Setelah nilai grayscaling didapatkan pada setiap piksel berdasarkan persamaan
3.1 maka nilai tersebut akan diubah berdasarkan nilai grayscaling yang didapatkan pada setiap piksel, nilai tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7. Nilai grayscaling pada setiap piksel
Proses perhitungan nilai grayscaling pada citra cruris 9 piksel 3x3 piksel dapat dilakukan pada citra cruris 100 x 400 piksel. Contoh citra cruris yang telah
diterapkan grayscaling pada ukuran citra 100 x 400 ditunjukkan pada Gambar 3.8.
a b
Gambar 3.8. Citra hasil grayscaling, a citra cruris b citra grayscaling
3.3.4. Penajaman Citra Sharpening Tahap selanjutnya adalah penajaman citra Sharpening. Proses sharpening dilakukan
untuk memperoleh kualitas citra terlihat lebih tajam dan memperjelas tepi objek citra. Hal ini disebut juga dengan prinsip High Pass Filter HPF. Algoritma yang
digunakan dalam proses sharpening adalah :
Universitas Sumatera Utara
Citra hasil proses sharpening dapat dilihat pada Gambar 3.9.
a b
Gambar 3.9. Citra hasil sharpening. a citra grayscaling b Citra sharpening 3.4 Ekstraksi Fitur
Ekstraksi fitur merupakan proses untuk mendapatkan ciri dari sebuah citra. Ciri yang didapatkan dari ekstraksi fitur ini menjadi masukan dalam proses identifikasi
menggunakan algoritma Scanline. Ekstraksi fitur yang digunakan pada penelitian ini adalah deteksi tepi Canny. deteksi tepi Canny akan menghasilkan tepi-tepi dari objek
citra tersebut. Tujuan deteksi tepi Canny ini adalah untuk menandai bagian yang menjadi detail lokasi fraktur citra. Pada citra cruris tersebut terdapat titik x,y, titik
x,y merupakan bagian tepi edge pada citra. Langkah-langkah dalam melakukan deteksi tepi Canny.
1. Menghilangkan noise dengan menggunakan Gaussian filter, dan ini sudah secara
ekslusif dalam metode deteksi tepi Canny. Hal ini dilakukan supaya garis-garis halus juga tidak dideteksi sebagai tepian citra.
2. Pada penerepan deteksi tepi Canny, ambang batas atas adalah 3f dan ambang
batas bawah 50.5f . Jika gradien piksel memiliki nilai lebih tinggi dari ambang batas atas, maka nilai piksel diterima sebagai tepi. Contoh citra hasil proses
deteksi Canny dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Universitas Sumatera Utara
a b
Gambar 3.10. Citra proses Canny a citra sharpening b citra deteksi tepi Canny
3. Langkah terakhir dalam deteksi tepi Canny adalah binerisasi, mendapatkan nilai
fitur yang akan digunakan sebagai masukan pada algoritma Scanline. Berikut contoh nilai binerisasi yang didapatkan dari citra cruris yang mengalami metode
deteksi tepi Canny.
Gambar 3.11. Contoh citra hasil Canny yang diambil nilai fitur
Gambar 3.11. merupakan contoh gambar yang digunakan untuk mendapatkan nilai ekstraksi fitur menggunakan metode deteksi tepi Canny.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1 Nilai ektraksi fitur deteksi Canny
Pada Tabel 3.1 nilai fitur didapatkan dari tepian yang dihasilkan deteksi tepi Canny, nilai tersebut berdasarkan nilai piksel putih pada kolom dan baris yang terdapat pada
citra hasil deteksi tepi. Nilai fitur yang digunakan adalah 0 dan 1. 0 menyatakan nilai garis hitam atau piksel hitam, dan 1 menyatakan nilai garis putih atau piksel putih.
3.5 Identifikasi Lokasi Fraktur