Analisis Biplot Kesejahteraan Sosial di Indonesia

32 dengan mudah mendapatkan grafik biplot yang memetakan provinsi terhadap variabel kesejahteraan sosial yang diteliti.

4.3.1 Analisis Biplot Kesejahteraan Sosial di Indonesia

Setelah mendapatkan nilai SVDmaka dengan mudah diperoleh matriks dan dengan menggunakan persamaan 2.9. Matriks adalah matriks provinsi pada biplot kesejahteraan sosial dan matiks adalah matriks variabel kesejahteraan sosial. Dari hasil matriks dan tersebut maka diperoleh grafik hasil pemetaan untuk kesejahteraan sosial di Indonesia dengan gambar seperti di bawah ini. 33 Gambar 4.5. Hasil biplot kesejahteraan sosial di Indonesia Hasil analisis biplot kesejahteraan sosial disajikan pada gambar 4.5. Keragaman data yang mampu diterangkan oleh biplot kesejahteraan sosial di Indonesia ini sebesar 98.3 . Keragaman dimensi 1 sebesar 95.3 dan keragaman dimensi 2 sebesar 3.0. Tabel 4.4. Hubungan panjang vektor dan variansinya Variabel Panjang Variansi Variabel Panjang Variansi X 18 2.35 1726773.74 X 1 101.30 1228468282.40 X 9 3.44 2514448.44 X 5 130.76 2887626486.75 X 13 3.45 3470793.94 X 19 158.59 3723101677.30 X 3 4.58 21969593.38 X 8 246.57 8244175167.95 X 10 5.54 2986998.11 X 7 332.28 17131565880.39 X 4 8.65 11253453.51 X 16 509.81 13175736217.37 X 12 10.47 31735024.81 X 2 586.87 13436827591.69 X 17 10.85 98426287.76 X 15 700.92 50527690506.81 X 11 15.23 35694810.73 X 14 2080.36 644953469728.93 X 6 16.05 18545292.57 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 - 300 - 200 - 100 100 200 300 400 500 600 700 800 Di mensi on 1 95. 3 - 1000 1000 2000 3000 34 Berdasarkan gambar 4.5 dan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa variabel fakir miskin X 14 , keluarga yang tinggal di rumah tak layak huni X 15 , dan anak terlantarX 2 merupakan tigavektor terpanjangyang menunjukkan bahwa ketiga permasalahan tersebut merupakan permasalahan dengan keragaman terbesar dan variabel Orang dengan HIVAIDSX 18 merupakan vektor terpendek yang memiliki keragaman terkecil pada setiap provinsi dibandingkan dengan permasalahan sosial lainnya. Korelasi panjang vektor terhadap keragaman variabel didapat nilai korelasi sebesar 0.924 dengan nilai signifikan sebesar 0.000, yang artinya panjang vektor dan keragaman variabel berkorelasi signifikan. Tabel 4.5. Hubungan nilai cosinus dengan nilai korelasi antar variabel Nilai Korelasi Nilai cosinus Sudut X 3 X 17 -0.048 0.0709072 85.93 X 17 X 19 -0.006 0.9942473 6.15 … … … … X 14 X 15 0.919 0.7120048 44.60 X 8 X 14 0.922 0.9115565 24.28 X 5 X 7 0.925 0.9993744 2.03 X 5 X 14 0.931 0.9765726 12.43 X 7 X 14 0.966 0.9683515 14.45 Korelasi antar variabel dicerminkan sudut yang dibentuk antar variabel. Tabel 4.5 menampilkan urutan nilai korelasi dan sudut yang dibentuk antar variabel. Visualisasi dari gambar 4.5 dan tabel 4.5, biplot memperlihatkan korelasi pada variabel X 7 dan X 14 , kedua variabel ini memiliki sudut 14.45 , pada uji Pearson didapat nilai korelasi sebesar 0.966 dengan nilai signifikan 0.000. 35 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pemasalahan lanjut usia terlantar X 7 dan keluarga fakir miskin X 14 sangat erat hubungannya. Permasalahan anak nakal X 3 dan keluarga rentan X 17 adalah dua permasalahan sosial yang memiliki korelasi paling kecil. Pada visualisasi biplot gambar 4.5 tidak begitu tampak, hal ini dikarenakan nilai keragamannya yang kecil diperlihatkan pada tabel 4.4 dengan panjang vektor yang kecil pada variabel X 3 dan X 17 masing- masing adalah 4.58 dan 10.85. Namun pada tabel 4.5 dapat diperlihatkan nilai korelasinya yakni sebesar -0.048 dengan sudut 85.93 . Variabel X 14 merupakan variabel permasalahan keluarga fakir miskin yang memiliki keragaman terbesar dibandingkan variabel lain karena variabel X 14 adalah vektor terpanjang. Hasil dari visualisasi biplot dan nilai korelasinya, terdapat banyak sekali permasalahan yang berhubungan terhadap p ermasalahan kemiskinan. Saat ini, kemiskinan tidak lagi dipahami hanya sebatas ketidakmampuan ekonomi, tetapi juga kegagalan pemenuhan hak-hak dasar dan perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang, laki- laki dan perempuan, dalam menjalani kehidupan secara bermartabat. Kondisi kemiskinan ini sangat berhubungan dengan peningkatan jumlah PMKS. Bagaimana kemiskinan ini menimbulkan semakin bertambahnya jumlah PMKS di Indonesia sesuai data yang diperoleh dari kegiatan kompilasi data PMKS 2009. Kemiskinan membuat anak-anak usia sekolah menjadi tidak bersekolah, dan putus sekolah. Masyarakat miskin menaruh harapan bahwa pendidikan akan membawa perbaikan taraf hidup yang lebih baik. Keterbatasan masyarakat miskin untuk mengakses layanan pendidikan dasar terutama 36 disebabkan terbatasnya jangkauan fasilitas pendidikan, prasara na dan sarana pendidikan, jumlah sekolah yang layak untuk proses belajar-mengajar, dan jumlah SLTP di daerah perdesaan dan daerah terpencil serta tingginya beban biaya pendidikan Biaya pendidikan merupakan salah satu bagian yang cukup besar dari pengeluaran rumahtangga berpendapatan rendah. Adapun yang mereka keluarkan untuk biaya pendidikan bagi rumah tangga yang termasuk berpenghasilan rendah yakni biaya pendidikan per anak untuk SD, SLTP dan SLTA. Biaya pendidikan tersebut belum termasuk untuk transportasi, membeli seragam, biaya pendaftaran, dan pengeluaran lain- lain. Hal ini menyebabkan anak-anak dari keluarga miskin menjadi terlantar dalam bidang pendidikan. Banyak anak tidak bersekolah, putus sekolah, menjadi pekerja anak, buruh migran, gelandangan, pengemis, dan menjadi anak jalanan untuk mencari uang. Kemiskinan juga menyebabkan penduduk tidak mampu memiliki rumah yang layak huni dari sisi kesehatan. Menurut BPS ada 14 kriteria rumah tidak layak huni, antara lain luas lantai atau rumah kurang dari de lapan meter persegi, lantai masih berupa tanah, berdinding bambu, belum mempunyai jamban, dan belum menggunakan penerangan listrik. Salah satu kriteria rumah yang layak huni adalah akses sanitasinya. Tidak adanya MCK yang memenuhi syarat kesehatan dan rendahnya cakupan air bersih air minum dan mandi pada rumah tangga tidak layak huni terutama pada kawasan pedesaan erat kaitannya dengan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat PHBS. Kondisi ini 37 mengakibatkan persoalan-persoalan seperti meningkatnya jumlah rumah tangga tidak layak huni, menurunya derajat kesehatan kesehatan seperti tingginya angka kejadian diare, penyakit kulit, dan penyakit lain akibat rendahnya kualitas air yang digunakan. Pemenuhan kebutuhan pangan yang layak masih menjadi persoalan bagi masyarakat miskin. Terbatasnya kecukupan dan kelayakan pangan berkaitan dengan rendahnya gizi baik nutrisi maupun kalori, Pada umumnya kesulitan pemenuhan pangan ini disebabkan oleh rendahnya daya beli. Per masalahan kecukupan pangan antara lain terlihat dari rendahnya asupan kalori penduduk miskin dan buruknya status gizi bayi, anak balita dan ibu. Dari sisi ini terlihat bahwa akan banyak balita menjadi terlantar dalam hal asupan gizi, menjadi cacat, kecenderungan melahirkan bayi cacat atau lahir dengan resiko penyakit yang membahayakan kesehatan ketika dewasa nanti. Pada umumnya tingkat kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Angka kematian bayi AKB pada kelompok berpendapatan rendah masih selalu di atas AKB masyarakat berpendapatan tinggi. Faktor- faktor ini juga menjadi salah satu penyebab meningkatnya jumlah balita terlantar, tingginya kematian balita di Indonesia. HIVAIDS di Indonesia adalah sebuah epidemi. Saat ini epidemi HIV ini masih terkonsentrasi, dengan tingkat penularan HIV yang rendah pada populasi umum, namun tinggi pada populasi-populasi tertentu. Ancaman epidemi telah terlihat melalui data infeksi HIV yang terus meningkat khususnya di kalangan 38 kelompok berisiko tinggi di beberapa tempat di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa HIVAIDS telah menjadi ancaman bagi Indonesia. Di Indonesia yang dapat mempercepat penyebaran HIVAIDS antara lain meningkatnya penggunaan napza suntik, perilaku berisiko seperti penggunaan jarum suntik bersama, tingginya penyakit seksual menular pada anak jalanan, serta kurangnya pengetahuan dan informasi pencegahan HIVAIDS. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana melaksanakan program yang secara efektif bisa mengatasi faktor risiko ini, termasuk diantaranya harm reduction pada pengguna napza suntik. Tantangan lainnya adalah bagaimana menjaga ketersediaan dan keterjangkauan obat antiretroviral.Akibat kondisi ini, data PMKS ODHA menunjukkan adanya peningkatan dibanding data tahun 2009. Antar permasalahan tersebut pun saling berhubungan. Akibat penyakit HIV juga berpengaruh langsung terhadap penduduk usia produktif dan para pencari nafkah dengan kasus yang terus meningkat. Kematian laki- laki dan perempuan pencari nafkah yang disebabkan oleh penyakit tersebut berakibat pada hilangnya pendapatan masyarakat miskin dan meningkatnya jumlah anak yatimpiatu, sehingga juga menimbulkan meningkatnya jumlah anak terlantar dan balita terlantar. Asupan gizi anggota keluarga dalam satu rumahtangga miskin berbeda antara perempuan dan anak perempuan dengan laki- laki dan anak laki- laki. Hal ini terjadi karena dalam hal makan, budaya masyarakat lebih mendahulukan bapak, kemudian anak laki- laki, baru kemudian anak perempuan dan terakhir ibu. Buruknya kondisi gizi ibu hamil akibat kebiasaa n tersebut mengakibatkan 39 tingginya angka kematian ibu pada waktu melahirkan dan setelah melahirkan kemudian orang tua ibu melahirkan bayi yang cacat, lalu cacat yang terjadi pada saat bayi dalam masa pertumbuhan, disamping cacat yang diakibatkan kecelakaan. Masyarakat miskin hanya memiliki sedikit pilihan atas pekerjaan yang layak dan peluang yang terbatas untuk mengembangkan usaha mereka. Terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia saat ini seringkali menyebabkan mereka terpaksa melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi dengan imbalan yang kurang seimbang dan kurang kepastian akan keberlanjutannya. Usaha yang dilakukan masyarakat miskin juga sulit berkembang karena menghadapi persaingan yang tidak seimbang, keterbatasan modal, serta kurangnya ketrampilan dan pendidikan. Oleh karena itu, masalah utama yang dihadapi masyarakat miskin adalah terbatasnya kesempatan kerja. Banyaknya kejadian bencana alam, dan konflik-konflik sosial, menyebabkan bertambahnya jumlah korban bencana alam dan bencana sosial. Kemiskinan juga menyebabkan mereka menjadi gelandangan, pengemis, buruh migran, banyak lanjut usia terlantar dan wanita rawan sosial ekonomi. Dalam biplot, kedekatan objek dengan variabel ditunjukkan oleh letak objek tersebut terhadap vektor variabel. Jika posisi objek searah dengan arah vektor variabel maka objek tersebut bernilai di atas rata-rata, jika berlawanan maka nilainya di bawah rata-rata, dan jika hampir di tengah-tengah maka nilainya mendekati rata-rata. Permasalahan yang paling banyak terjadi di Provinsi Jawa Timur P 15 , Jawa Tengah P 13 , dan Jawa Barat P 12 adalah permasalahan keluarga fakir 40 miskin X 14 , korban penyalahgunaan napzaX 13 , bekas warga binaan lembaga kemasyarakatanX 12 , tuna susilaX 9 , penyandang cacatX 8 , lanjut usia terlantar X 7 , wanita rawan sosial ekonomiX 5 , dan anak nakalX 3 . Pada gambar 4.5 terlihat ketiga provinsi tersebut membentuk sudut lancip terhadap permasalahan- permasalahan sosial tersebut. Permasalahan anak balita terlantar X 1 , anak terlantar X 2 , anak jalanan X 4 , korban tindak kekerasan X 6 , pengemis X 10 , gelandangan X 11 , keluarga yang tinggal di rumah tak layak huni X 15 , korban bencana alam X 16 , pekerja migran terlantar X 17 , orang dengan HIVAIDS X 18 , dan keluarga rentan X 19 merupakan permasalahan terbesar bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam P 1 , Sumatera Utara P 2 , Sumatera Selatan P 6 , Lampung P 8 , Banten P 16 ,Nusa Tenggara Timur P 19 , Nusa Tenggara Barat P 20 , Sulawesi Tengah P 25 , Sulawesi Selatan P 26 , dan Papua P 33 . Sedangkan provinsi-provinsi lainnya memiliki permasalahan sosial yang tidak terlalu besar. 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan, maka diperoleh suatu kesimp ulan mengenai kondisi kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia pada tahun 2009. Provinsi-provinsi di Pulau Jawa sebagian besar merupakan provinsi dengan jumlah PMKS terbesar, yaitu hampir 59.21 PMKS tahun 2009. Hasil pengelompokan provinsi-provinsi pada permasalahan PMKS tahun 2009 dengan metode fuzzy c-meandibentuk 3 kelompok provinsi. i. Anggota Cluster 1 adalah Provinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DI. Yogyakarta, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua Barat.Provinsi-provinsi tersebut memiliki karakteristik penduduk yang sejahtera. ii. Anggota Cluster 2 adalah ProvinsiNanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua.Provinsi-provinsitersebut memiliki karakteristik penduduk yang cukup sejahtera.