Analisis prospek sirup buah pala sebagai agroindustri skala rumah tangga di Kabupaten Bireuen, Nanggroe Aceh Darusalam

(1)

ANALISIS PROSPEK SIRUP BUAH PALA

SEBAGAI AGROINDUSTRI SKALA RUMAH TANGGA DI

KABUPATEN BIREUEN, NANGGROE ACEH DARUSALAM

SKRIPSI

Oleh :

PUTRI ANDRIYANI 071201037

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011


(2)

ANALISIS PROSPEK SIRUP BUAH PALA

SEBAGAI AGROINDUSTRI SKALA RUMAH TANGGA DI

KABUPATEN BIREUEN, NANGGROE ACEH DARUSALAM

SKRIPSI Oleh :

PUTRI ANDRIYANI

071201037/MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul : Analisis prospek sirup buah pala sebagai agroindustri skala rumah tangga di Kabupaten Bireuen, Nanggroe Aceh Darusalam Nama : Putri Andriyani

NIM : 071201037

Departemen : Kehutanan Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Agus Purwoko, S. Hut., M. Si. Ir. Ma’rifatin Zahra, M. Si.

Ketua Anggota

Megetahui,

Siti Latifah, S. Hut., M. Si., Ph. D. Ketua Departemen Kehutanan


(4)

ABSTRACT

PUTRI ANDRIYANI: Nutmeg Syrup Prospect Analysis as Agroindustry of Household Scale in Sub-Province Bireuen, Nanggroe Aceh Darusalam, superviced by AGUS PURWOKO and MA’RIFATIN ZAHRA.

Nutmeg (Myristica fragrans Houtt) be one of found forest commodity in various areas in Indonesia is including in Sub-Province Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam. Till now, exploiting of nutmeg in Sub-Province Bireuen only limited to at seed and its fuli only. While processing agroindustrv there have of nutmeg kernel becomes nutmeg syrup in Sub-Province South Aceh. This fact inspires the writer to make research aimed to search: for financial analysis for nutmeg syrup agroindustry, for added value from processing nutmeg syrup and for marketing access of nutmeg syrup in Province Bireuen. This research done in Sub-Province Bireuen and Sub-Sub-Province South Aceh in April 2011. Election of sample either processing entrepreneur and also nutmeg syrup seller is done in purposive.

Result of research showed that nutmeg syrup agroindustry is profitable because its RC ratio value is bingger than one (1,36). Number of BEP volume produce of 54 bottles and BEP the price of equal to Rp 9586,- per bottle. Added value at processing of nutmeg kernel becomes syrup is equal to Rp 8108,- per kg. Market opportunity still be wide because nutmeg syrup produced are still can be sold in market. Furthermore, position of sub-province Bireuen is strategic, so it can give advantage in marketing access of syrup product itself.


(5)

ABSTRAK

PUTRI ANDRIYANI: Analisis Prospek Sirup Buah Pala sebagai Agroindustri Skala Rumah Tangga di Kabupaten Bireuen, Nanggroe Aceh Darusalam, dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan MA’RIFATIN ZAHRA.

Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan salah satu komoditas kehutanan yang dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia termasuk di Kabupaten Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam. Sampai saat ini, pemanfaatan buah pala di Kabupaten Bireuen hanya sebatas pada biji dan fulinya saja.

Sedangkan di Kabupaten Aceh Selatan telah ada agroindustri pengolahan daging buah pala menjadi sirup pala. Bertolak dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial usaha agroindustri sirup buah pala,

menghitung besarnya nilai tambah buah pala setelah diolah menjadi sirup pala dan mengetahui akses pemasaran sirup pala di Kabupaten Bireuen. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Aceh Selatan pada bulan April 2011. Pemilihan sampel baik pengusaha pengolahan maupun penjual sirup pala dilakukan secara purposive.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial, usaha pengolahan sirup pala di Kabupaten Bireuen menguntungkan karena nilai RC ratio lebih dari 1 (1,36). Jumlah BEP volume produksi sebanyak 54 botol dan BEP harga sebesar Rp 9.586,- per botol. Nilai tambah pada pengolahan daging buah pala menjadi sirup adalah sebesar Rp 8.108,-/kg. Peluang pasar masih luas karena sirup pala yang diproduksi masih terserap dan tersalurkan ke pasar. Posisi kabupaten Bireuen yang strategis juga akan menguntungkan dalam hal akses pemasaran produk sirup tersebut.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bireuen, Nanggroe Aceh Darusalam pada tanggal 21 September 1987 dari ayah Abdurrahman dan ibu Dra. Usnidar. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Penulis lulus pada tahun 2006 dari SMU Negeri 1, Bireuen dan masuk pada tahun 2007 ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih program studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Silva USU. Selain itu, penulis juga aktif dalam organisasi intra-universitas USU Society for Debating (USD) sebagai anggota. Penulis melaksanakan Praktek Kerja lapangan (PKL) di KPH Cianjur, Unit III Jawa Barat dan Banten dari tanggal 3 Januari 2011 selama satu bulan.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Prospek Sirup Buah Pala sebagai Agroindustri Skala Rumah Tangga di Kabupaten Bireuen, Nanggroe Aceh Darusalam”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan program sarjana Manajemen Hutan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Agus Purwoko, S. Hut, M. Si dan Ir. Ma’rifatin Zahra M. Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Departemen Kehutanan serta semua rekan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juni 2011


(8)

DAFTAR ISI

Hlm.

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Permasalahan ... 3

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pala ... 5

Botani pala ... 5

Penyebaran pala ... 6

Pemanfaatan pala ... 6

Kandungan kimia dan khasiat buah pala ... 7

Aspek Potensi ... 8

Bahan baku ... 8

Pasar ... 10

Agroindustri Sirup Pala ... 13

Analisis Kelayakan Proyek Investasi ... 14

Definisi proyek ... 14

Analisis finansial proyek ... 15

Analisis break even point (BEP) ... 16

Analisis nilai tambah ... 18

Kondisi Umum Kabupaten Bireuen ... 20

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 21

Alat dan Bahan ... 21

Metode Penelitian ... 21

Metode Pengambilan Data ... 22

Metode Analisis Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Koresponden ... 28


(9)

Analisis Finansial Agroindustri Sirup Pala ... 35

Biaya produksi dan pendapatan ... 35

Analisis RC ratio ... 36

Analisi titik impas ... 37

Analisis nilai tambah ... 38

Distribusi nilai tambah ... 39

Analisis Aspek Pasar ... 40

Permintaan ... 40

Penawaran ... 40

Harga ... 41

Pemasaran produk ... 41

Persaingan dan peluang pasar ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 43

Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(10)

DAFTAR TABEL

No Hlm.

1. Data potensi komoditi perkebunan dan kehutanan Kabupaten Bireuen tahun 2006 ... 10 2. Format analisis nilai tambah pengolahan ... 26 3. Distribusi responden berdasarkan umur ... 29 4. Rekapitulasi luas areal dan produksi komoditas perkebunan rakyat Kabupaten Bireuen angka sementara semester I tahun 2011 ... 29 5. Rekapitulasi data potensi pala di Kabupaten Bireuen ... 30 6. Biaya dan pendapatan usaha agroindustri sirup pala di Kabupaten Bireuen 35 7. Analisis RC ratio usaha agroindustri sirup pala di Kabupaten Bireuen ... 36 8. Analisis titik impas pada usaha agroindustri sirup pala di Kabupaten Bireuen ... 37


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Hlm.

1. Buah pala ... 31

2. Pembibitan petani tanaman pala (M. fragrans) di Kecamatan Juli ... 32

3. Alat pemasang segel botol sirup ... 34

4. Produk sirup pala yang siap dipasarkan ... 34


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal. 1. Analisis biaya produksi pala menjadi sirup pala dalam sebulan (3x

produksi) di Kabupaten Bireuen ... 46

2. Perhitungan analisis RC ratio dan titik impas usaha agroindustri sirup pala di Kabupaten Bireuen ... 47

3. Analisis nilai tambah agroindustri sirup pala di Kabupaten Bireuen ... 48

4. Pengolahan sirup pala ... 49

6. Kuesioner responden/pengolah sirup pala ... 51


(13)

ABSTRACT

PUTRI ANDRIYANI: Nutmeg Syrup Prospect Analysis as Agroindustry of Household Scale in Sub-Province Bireuen, Nanggroe Aceh Darusalam, superviced by AGUS PURWOKO and MA’RIFATIN ZAHRA.

Nutmeg (Myristica fragrans Houtt) be one of found forest commodity in various areas in Indonesia is including in Sub-Province Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam. Till now, exploiting of nutmeg in Sub-Province Bireuen only limited to at seed and its fuli only. While processing agroindustrv there have of nutmeg kernel becomes nutmeg syrup in Sub-Province South Aceh. This fact inspires the writer to make research aimed to search: for financial analysis for nutmeg syrup agroindustry, for added value from processing nutmeg syrup and for marketing access of nutmeg syrup in Province Bireuen. This research done in Sub-Province Bireuen and Sub-Sub-Province South Aceh in April 2011. Election of sample either processing entrepreneur and also nutmeg syrup seller is done in purposive.

Result of research showed that nutmeg syrup agroindustry is profitable because its RC ratio value is bingger than one (1,36). Number of BEP volume produce of 54 bottles and BEP the price of equal to Rp 9586,- per bottle. Added value at processing of nutmeg kernel becomes syrup is equal to Rp 8108,- per kg. Market opportunity still be wide because nutmeg syrup produced are still can be sold in market. Furthermore, position of sub-province Bireuen is strategic, so it can give advantage in marketing access of syrup product itself.


(14)

ABSTRAK

PUTRI ANDRIYANI: Analisis Prospek Sirup Buah Pala sebagai Agroindustri Skala Rumah Tangga di Kabupaten Bireuen, Nanggroe Aceh Darusalam, dibimbing oleh AGUS PURWOKO dan MA’RIFATIN ZAHRA.

Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan salah satu komoditas kehutanan yang dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia termasuk di Kabupaten Bireuen, Nanggroe Aceh Darussalam. Sampai saat ini, pemanfaatan buah pala di Kabupaten Bireuen hanya sebatas pada biji dan fulinya saja.

Sedangkan di Kabupaten Aceh Selatan telah ada agroindustri pengolahan daging buah pala menjadi sirup pala. Bertolak dari hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan finansial usaha agroindustri sirup buah pala,

menghitung besarnya nilai tambah buah pala setelah diolah menjadi sirup pala dan mengetahui akses pemasaran sirup pala di Kabupaten Bireuen. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Aceh Selatan pada bulan April 2011. Pemilihan sampel baik pengusaha pengolahan maupun penjual sirup pala dilakukan secara purposive.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara finansial, usaha pengolahan sirup pala di Kabupaten Bireuen menguntungkan karena nilai RC ratio lebih dari 1 (1,36). Jumlah BEP volume produksi sebanyak 54 botol dan BEP harga sebesar Rp 9.586,- per botol. Nilai tambah pada pengolahan daging buah pala menjadi sirup adalah sebesar Rp 8.108,-/kg. Peluang pasar masih luas karena sirup pala yang diproduksi masih terserap dan tersalurkan ke pasar. Posisi kabupaten Bireuen yang strategis juga akan menguntungkan dalam hal akses pemasaran produk sirup tersebut.


(15)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tanaman buah berhabitus pohon tinggi asli Indonesia, karena tanaman ini berasal dari Banda dan Maluku. Tanaman pala menyebar ke pulau Jawa, pada saat perjalanan Marcopollo ke Tiongkok yang melewati pulau Jawa pada tahun 1271 sampai 1295 pembudidayaan tanaman pala terus meluas sampai ke pulau Sumatera. Tanaman pala memiliki keunggulan yaitu hampir semua bagian batang maupun buahnya dapat dimanfaatkan, mulai dari kulit batang dan daun, fuli (benda yang berwarna merah yang menyelimuti kulit biji), biji pala dan daging buah pala (Deputi Menegristek, 2000).

Pala pada umumnya dimanfaatkan sebagai rempah-rempah, ada pula digunakan sebagai penghasil minyak atsiri dan bahan obat. Daging buah pala sendiri digemari oleh masyarakat jika telah diproses menjadi makanan olahan, misalnya: sirup, asinan pala, manisan pala, marmelade, selai pala, dodol serta kristal daging buah pala. Produksi pala (biji dan fuli) setiap tahun terus meningkat. Produksi pala pada tahun 1962 sebesar 3.200 ton, kemudian terus meningkat menjadi 10.327 ton pada tahun 1971. Dalam jangka waktu 10 tahun tersebut, kenaikan produksi pala rata-rata 22% per tahun. Luas areal pala nasional pada tahun 1985 diperkirakan seluas 70,192 hektar dengan jumlah produksi sekitar 18.649 ton per tahun. Kenaikan produksi tersebut terutama disebabkan oleh perluasan tanaman pala yaitu sekitar 90% yang merupakan pertanaman rakyat. Peranan ekspor pala juga cukup besar bagi petani, terutama di daerah


(16)

Maluku, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Irian Jaya, Jawa Barat dan Aceh (Deputi Menegristek, 2000).

Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam merupakan salah satu sentra penghasil pala, produksi terbesarnya adalah di Kabupaten Aceh Selatan. Selain kabupaten Aceh Selatan, pala juga dihasilkan di Kabupaten Bireuen. Menurut data dari Badan Investasi dan Promosi Aceh (2009) komoditi pala (Myristica fragrans) di kabupaten Bireuen pada tahun 2006 berada pada peringkat ke-7 untuk komoditi perkebunan dan kehutanan dengan jumlah produksi 153 ton/tahun. Oleh karena itu, dengan melihat potensi tersebut maka sangat diperlukan suatu pengembangan komoditi tanaman pala melalui pengolahan dalam berbagai bentuk produk terutama dari hasil bukan kayunya yaitu berupa buah.

Banyak sekali produk olahan makanan yang dapat dihasilkan dari buah pala tersebut dan yang sering dijumpai adalah manisan pala serta asinan pala. Namun, dalam era persaingan bebas saat ini, kita dituntut untuk meningkatkan daya saing produk baik aspek kualitas produk maupun keberagaman produk olahan. Disamping itu juga, dengan semakin ketatnya persaingan dengan produk makanan olahan lainnya maka diperlukan suatu usaha pengembangan makanan olahan terutama yang berasal dari komoditi lokal. Salah satu potensi komoditi lokal adalah pala yang dapat diproduksi dalam upaya peningkatan hasil penjualan. Sirup buah pala merupakan salah satu bentuk olahan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan. Hal ini merupakan sebuah peluang untuk sirup pala dalam bersaing dengan keberagaman jenis produk sirup buah lainnya di pasar. Pengolahan sirup pala ini dapat diusahakan dalam skala industri rumah


(17)

tangga. Dalam upaya meningkatkan efisiensi usaha dan perolehan pendapatan, maka perlu dilakukan studi kelayakan finansial produk sirup buah pala.

Disamping aspek analisis finansial, hal lain yang penting untuk dilihat adalah mengenai aspek pasar dari produk sirup buah pala tersebut. Aspek pasar tersebut berkaitan erat dengan letak dari suatu industri serta sasaran konsumen yang akan dituju. Penentuan posisi pasar secara jelas dapat berarti pengaturan suatu tawaran untuk menduduki suatu posisi yang jelas dan tepat di suatu pasar serta konsumen yang menjadi sasaran pemasaran. Akan tetapi, untuk mencapai posisi pasar tersebut harus diawali dari memilih pasar sasaran pada tahapan langkah sebelumnya.

Rumusan Permasalahan

Masalah pokok penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah secara finansial usaha agroindustri sirup buah pala menguntungkan pengusaha?

2. Berapa besar nilai tambah buah pala setelah diolah menjadi sirup pala?

3. Bagaimanakah akses pemasaran agroindustri sirup pala di Kabupaten Bireuen?

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui kelayakan finansial usaha agroindustri sirup buah pala

2. Menghitung besarnya nilai tambah buah pala setelah diolah menjadi sirup pala 3. Mengetahui akses pemasaran sirup pala di Kabupaten Bireuen.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi petani yang hanya memanfaatkan biji maupun fuli dari buah pala, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai manfaat


(18)

pengembangan daging buah pala dari nilai tambah penganekaragaman produknya hingga peluang pasar produk olahannya, sehingga dapat dijadikan salah satu pilihan usaha yang berguna untuk meningkatkan pendapatan petani. 2. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

dan pengetahuan untuk mengembangkan usaha kecil berbasis agroindustri pengolahan sirup buah pala.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Pala

Botani pala

Pala (Myristica fragrans Houtt) adalah tanaman daerah tropis yang memiliki 200 species dan seluruhnya tersebar di daerah tropis. Dalam keadaan pertumbuhan yang normal, tanaman pala memiliki mahkota yang rindang, dengan tinggi batang 10 - 18 m. Mahkota pohonnya meruncing ke atas, dengan bagian paling atasnya agak bulat serta ditumbuhi daunan yang rapat. Daunnya berwarna hijau mengkilat, panjangnya 5 - 15 cm, lebar 3 - 7 cm dengan panjang tangkai daun 0,7 -1,5 cm (Departemen Pertanian, 1986).

Klasifikasi tanaman pala adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Magnolidae Ordo : Magnoliales Famili : Myristicaceae Genus : Myristica

Spesies : Myristica fragrans Houtt

Tanaman pala memiliki buah berbentuk bulat, berwarna hijau kekuning-kuningan buah ini apabila masak terbelah dua. Garis tengah buah berkisar antara 3-9 cm, daging buahnya tebal dan asam rasanya. Biji berbentuk lonjong sampai


(20)

bulat, panjangnya berkisar antara 1,5-4,5 cm dengan lebar 1-2,5 cm. Kulit biji berwarna coklat dan mengkilat pada bagian luarnya. Kernel biji berwarna keputih-putihan, sedangkan fulinya berwarna merah gelap dan kadang-kadang putih kekuning-kuningan dan membungkus biji menyerupai jala (Departemen Pertanian, 1986).

Penyebaran pala

Nama daerah pala di Indonesia untuk tanaman pala antara lain pala (Aceh), falo (Nias), palo (Minangkabau), pahalo (Lampung), pala (Sunda), pala bibinek (Madura), palang (Sangir), kuhipun (Buru), parang (Minahasa), gosora (Halmahera, Tidore dan Ternate), sedangkan nama asing pala adalah nutmeg (Made, 2009).

Tanaman pala berasal dari kepulauan rempah-rempah (Maluku) dan saat ini telah tersebar ke seluruh daerah di Indonesia. Namun, pusat pembudidayaan terletak hanya di dua kawasan Indonesia yaitu Pala Hindia Timur (East Indian Nutmeg) dan kepulauan Pala Hindia Barat (West Indian Nutmeg). Aroma pala Indonesia dianggap lebih sedap dibandingkan dengan Hindia bagian barat. Saat ini penghasil pala di Indonesia ialah Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya (Departemen Pertanian, 1986).

Pemanfaatan pala

Komoditas pala di Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh perkebunan rakyat (98%) yang jarang dipelihara. Luas pertanaman pala di Indonesia pada tahun 1996 mencapai 60.735 ha, kemudian menurun menjadi 43.873 ha pada tahun 2000 (Nurdjannah, 2007).


(21)

Hasil yang diambil dari pala diperdagangkan di pasaran dunia adalah biji, fuli minyak atsiri dan daging buah yang digunakan untuk industri makanan di dalam negeri. Industri makanan pengolahan daging buah pala antara lain adalah sebagai: manisan pala, asinan pala, sirup, marmelade, selai pala, dodol serta kristal daging buah pala (Nurdjannah, 2007).

Kandungan kimia dan khasiat buah pala

Daging buah pala sebenarnya mengandung beberapa nutrisi seperti lemak dan protein nabati. Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Marzuki dkk.(2008) menyebutkan bahwa ditemukan kandungan lemak serta protein dalam daging buah pala. Selain itu pula, juga adanya pektin yang merupakan senyawa fenolik yang dikeluarkan oleh buah dalam bentuk getah yang berwarna merah kecokelatan.

Hampir semua orang mengenal buah pala. Biji buah pala sering digunakan sebagai bumbu masakan. Olahan daging maupun masakan bersantan terasa lebih harum dan lezat dengan menambahkan sedikit pala halus. Daging buahnya lain lagi, aromanya yang harum dengan rasa sedikit asam menjadikan daging buah pala cocok untuk bahan baku sirup maupun manisan. Menurut Sutomo (2006), kebiasaan menggunakan pala sebagai bumbu masakan atau mengkonsumsi dalam bentuk sirup dan manisan akan berdampak sangat baik bagi kesehatan, mengingat buah dengan keharuman semerbak ini ternyata mempunyai banyak khasiat bagi kesehatan. Kandungan kimia terkandung dapat mengatasi insomania, batuk berlendir, membantu pencernaan, penghilang kejang otot dan lainnya.

Berdasarkan hasil riset penelitian yang dilakukan National Science and Technology Authority, dalam bukunya Guidebook on the proper use of medicinal


(22)

plants. Buah pala mengandung senyawa-senyawa kimia yang bermanfaat untuk kesehatan. Kulit dan daging buah pala misalnya, terkandung minyak atsiri dan zat samak. Sedangkan fuli atau bunga pala mengandung minyak atsiri, zat samak dan zat pati. Sedangkan dari bijinya sangat tinggi kandungan minyak atsiri, saponin, miristisin, elemisi, enzim lipase, pektin, lemonena dan asam oleanolat. Hampir semua bagian buah pala mengandung senyawa kimia yang bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya dapat membantu mengobati masuk angin, insomnia (gangguan susah tidur), bersifat stomakik (memperlancar pencernaan dan meningkatkan selera makan), karminatif (memperlancar buang angin), antiemetik (mengatasi rasa mual mau muntah), nyeri haid serta rematik (Sutomo, 2006).

Aspek Potensi Bahan baku

Ketika sebuah perusahaan memproduksi produk barang atau jasa, maka perusahaan membutuhkan proses produksi (production process) atau serangkaian pekerjaan dimana sumberdaya digunakan untuk memproduksi suatu barang atau jasa. Proses tersebut menyebutkan kombinasi berbagai sumberdaya yang dialokasikan untuk produksi, pembagian pekerjaan, dan urutan pekerjaan. Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi normalnya diubah oleh sumberdaya manusia perusahaan menjadi suatu produk akhir. Proses produksi suatu barang merupakan suatu gejala yang berkesinambungan maka arus bahan baku yang mendukungnya juga harus mempunyai sifat yang sama. Oleh karena itu, pembuatan sirup pala akan sangat bergantung pada buah pala serta keberlangsungan ketersediaannya dalam memenuhi bahan baku produksi.


(23)

Produksi pala relatif stabil dan cenderung meningkat sejak tahun 1994 yang berkisar antara 20 ribu ton per tahun. Berdasarkan data Ditjen Perkebunan (2006) produksi pala Indonesia dari tahun 2000 sampai 2005 berkisar antara 20.010 – 23.600 ton. Berdasarkan data tersebut juga disebutkan bahwa terlihat adanya kecenderungan terjadinya peningkatan luas areal dan produksi pala setiap tahunnya mulai dari 59,5 ribu ha menjadi 74,7 ribu ha. Peningkatan produksi buah pala sendiri berkisar antara 3-5% per tahun. Dari luas areal pertanaman pala tersebut sebagian besar (99%) berasal dari perkebunan rakyat, sedangkan sisanya berasal dari perkebunan negara dan perkebunan swasta (Nurdjannah, 2007).

Berdasarkan ketersediaan potensi bahan baku, daerah-daerah yang potensial untuk pengembangan usaha olahan makanan dari pala adalah daerah penghasil pala utama di Indonesia, yakni Sulawesi Utara, Maluku, Nangroe Aceh Darussalam, Papua, Sulawesi Selatan, Sumatra Barat dan Jawa Barat. Produktivitas tanaman pala Indonesia terutama untuk perkebunan rakyat relatif stabil dari tahun ke tahun dan ada kecenderungan meningkat sejak tahun 2000 tetapi masih jauh lebih rendah dibanding negara penghasil pala lainnya seperti Grenada (Nurdjannah, 2007).

Selain itu juga, melihat kondisi saat sekarang ini, dimana hingga kini kebutuhan pala dunia 76% berasal dari Indonesia, 20% oleh Grenada,dan selebihnya Sri Langka, Trinidad dan Tobago Nilai ekspor cenderung meningkat akibat kenaikan harga satuannya tetapi volumenya cenderung menurun. Harga pala dunia berkaitan langsung dengan harga pala domestik di sentra-sentra produksi. Hal ini disebabkan penetapan harga pala di tingkat petani mengacu pada harga pala dunia (Bustaman, 2007).


(24)

Pada propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, buah pala dapat ditemukan di kabupaten Aceh Selatan yang merupakan kabupaten penghasil pala terbesar di propinsi tersebut. Selain itu pula, pala juga dapat ditemukan di Kabupaten Bireuen, disamping hasil perkebunan lainnya seperti pinang, kelapa sawit, cokelat, kelapa. Data jumlah potensi setiap komoditi dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 1. Data Potensi Komoditi Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bireuen

Tahun 2006

No Komoditi Jumlah (ton/thn) Persentase (%)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kelapa sawit Kelapa Pinang Cokelat Karet Kopi Pala Cengkeh 36.328 18.585 4.263 2.472 585 461 153 91 57,7 29,5 6,8 3,9 0,9 0,7 0,2 0,1 62.938 100

Sumber: Badan Investasi dan Promosi Aceh (2009)

Pada data tabel di atas dapat dilihat bahwa komoditi pala menduduki peringkat ke tujuh dengan jumlah 153 ton/tahun. Jumlah tersebut berasal dari hasil produksi dengan luas tanam 243 ha. Peringkat tersebut berdasarkan pada jenis komoditi utama perkebunan dan kehutanan di Kabupaten Bireuen pada tahun 2006.

Pasar

Menurut Suad dan Suwarsono (2000), untuk melakukan studi kelayakan, terlebih dahulu perlu dilakukan aspek-aspek yang akan diteliti, salah satunya adalah aspek pasar. Aspek pasar dan pemasaran meliputi:

1. Permintaan, baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai.


(25)

2. Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri maupun juga yang berasal dari impor. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ini, seperti jenis barang yang bisa menyaingi.

3. Harga, dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi dalam negeri lainnya.

4. Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan.

5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang bisa dikuasai perusahaan.

Pengertian pemasaran menurut Phillip Kotler (1997) adalah suatu proses sosial dan manajerial yang ada di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Sedangkan menurut Stanton, pengertian pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang maupun jasa untuk memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang sudah ada maupun pembeli potensial.

Pemasaran pada dasarnya berfokus kepada aktivitas kompleks yang harus menampilkan tujuan yang jelas dan pertukaran yang umum. Aktivitas ini termasuk pembelian, penjualan, keuangan, penelitian pemasaran dan pengambilan resiko. Dalam falsafah bisnis, konsep pemasaran bertujuan untuk memberikan kepuasan terhadap keinginan yang berorentasi kepada kebutuhan konsumen. Oleh karena itu, konsep pemasaran yaitu pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan (Kotler, 1997).


(26)

Dalam hal pemasaran dikenal adanya distribusi. Saluran distribusi merupakan saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang dari produsen sampai ke konsumen. Menurut Irawan dkk (1996), distribusi juga dikenal sebagai saluran distribusi atau perantara. Dalam praktiknya sistem pemasaran dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik dari luar maupun dari dalam perusahaan sendiri. Pemasaran dari pelaku dan kekuatan di luar perusahaan dan mempengaruhi kemampuan manajemen pemasaran dalam mengembangkan dan mendapatkan transaksi yang berhasil dengan konsumen sasaran. Produk yang akan dipasarkan merupakan keputusan distribusi menyangkut kemudahan akses terhadap barang atau jasa bagi para pelanggan. Tempat dimana produk tersedia dalam saluran distriibusi dan outlet yang memungkinkan konsumen dengan mudah memperoleh suatu produk.

Pada dasarnya tujuan akhir seorang pengusaha adalah membuat keuntungan. Oleh karena itu, maka ia harus mampu menjual barang yang dihasilkannya dengan harga yang lebih tinggi daripada biaya yang dikeluarkan. Dalam hubungannya dengan masalah inilah, maka pasar menjadi relevan. Luas pasar ditentukan tiga unsur, yaitu: jumlah penduduk, pendapatan per kapita dan distribusi pendapatan. Disamping unsur tersebut, ada pula beberapa hal yang mempengaruhi suatu pasar. Pertama adalah berkaitan dengan biaya angkutan, dengan biaya angkutan yang cenderung makin rendah maka industri makin bebas untuk menentukan lokasi. Keadaan ini mengakibatkan daerah perkotaan dengan pasarnya yang luas makin menarik sebagai lokasi industri dan perusahaan. Pasar mempengaruhi lokasi menyangkut tentang biaya distribusi. Lokasi yang kurang


(27)

tepat dapat menambah biaya distribusi yang tercermin dalam biaya yang relatif cukup tinggi dibandingkan dengan biaya produksi (Djojodipuro, 1992).

Agroindustri Sirup Pala

Pengolahan pala sebagai salah satu komoditas kehutananan yang dapat digolongkan dalam agroindustri. Pengembangan agroindustri terbukti mampu meningkatkan pendapatan pelaku agribisnis, mampu menyerap tenaga kerja, mampu meningkatkan perolehan devisa serta mampu mendorong munculnya industri lain Terdapat empat kekuatan strategi agroindustri menurut Austin (1992) dalam penelitian Syam (2006) yang dapat dijadikan motor penggerak perekonomian suatu negara, yaitu sebagai berikut:

1. Agroindustri merupakan pintu keluar bagi produk pertanian, artinya produk pertanian memerlukan pengolahan sampai tingkat tertentu sehingga meningkatkan nilai tambah.

2. Agroindustri merupakan penunjang utama sektor manufaktur, artinya sumber daya pertanian sangat diperlukan pada tahap awal industrialisasi dan agroindustri serta mempunyai kapasitas yang besar dalam menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produksi, dan pemasaran, serta mengembangkan lembaga keuangan dan jasa.

3. Agroindustri berperan dalam menciptakan devisa negara, artinya produk pertanian mempunyai permintaan di pasar dunia baik dalam bentuk bahan baku, setengah jadi, maupun produk jadi sehingga perlu pengolahan sesuai dengan permintaan konsumen.


(28)

4. Agroindustri mempunyai dimensi nutrisi, artinya agroindustri dapat menjadi pemasok kebutuhan gizi masyarakat dan pemenuhan kebutuhan pangan nasional.

Disamping itu pula, agroindustri memiliki permasalahannya sendiri. Permasalahan dalam pengembangan agroindustri adalah lemahnya keterkaitan antarsubsistem di dalam agroindustri antara lain yaitu: distribusi dan penyediaan faktor produksi, proses produksi pertanian, pengolahan dan pemasaran (Soekartawi, 2000).

Analisis Kelayakan Proyek Investasi

Studi kelayakan usaha adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu usaha/proyek dilaksanakan dengan berhasil. Pengertian keberhasilan ini mungkin bisa ditafsirkan agak berbeda-beda. Ada yang mengartikan dalam artian yang lebih terbatas, terutama digunakan oleh pihak swasta yang lebih berminat tentang manfaat ekonomi suatu investasi, sedangkan bagi pihak pemerintah atau lembaga non-profit, pengertian menguntungkan bisa dalam arti yang lebih relatif (Suad dan Suwarsono, 2000).

Definisi proyek

Dalam hal ini pengertian proyek investasi yang digunakan adalah sebagai suatu rencana untuk menginvestasikan sumber daya yang bisa dinilai secara cukup independen. Proyek tersebut bisa merupakan proyek raksasa, bisa juga proyek kecil. Karakteristik dasar dari suatu pengeluaran modal (atau proyek) adalah bahwa proyek tersebut umumnya memerlukan pengeluaran saat ini untuk memperoleh manfaat di masa yang akan datang. Pengeluaran modal tersebut


(29)

misalnya berbentuk pengeluaran untuk tanah, mesin, bangunan, penelitian dan pengembangan (Suad dan Suwarsono, 2000).

Tujuan analisis finansial usaha menurut Kuswadi (2006) adalah untuk memilih dari berbagai alternatif investasi yang ada mana yang paling menguntungkan. Ditanam dalam usaha apapun, hasilnya harus lebih besar daripada bunga deposito. Misalnya saja dengan memperbandingkan estimasi aliran kas (arus kas) baik yang masuk (cash flow) maupun yang keluar (cash outflow). Perbedaan antara arus kas masuk dan arus kas keluar ini disebut aliran kas bersih (net cash flow), yang akan diperhitungkan dengan:

 Kuantitas output yang disesuaikan dengan kemampuan menjual atau penyerapan pasar yang disasarkan pada data statistik atau trend.

 Harga jual produk.

 Biaya operasi yang efisien, mencakup biaya bahan baku, proses perawatan, air, karyawan serta biaya-biaya lainnya.

Jadi permasalahan yang timbul sehubungan dengan pemilihan alternatif adalah bagaimana cara membandingkan biaya yang harus dikeluarkan pada saat ini (investasi) dengan benefit yang akan diterima di masa yang akan datang.

Analisis finansial proyek

Analisis ekonomi suatu proyek tidak hanya memperhatikan manfaat yang dinikmati dan pengorbanan yang ditanggung oleh perusahaan, tetapi oleh semua pihak dalam perekonomian. Sedangkan analisis yang hanya membatasi manfaat dan pengorbanan dari sudut pandang perusahaan disebut sebagai analisis keuangan atau analisis finansial (Suad dan Suwarsono, 2000).


(30)

Analisis finansial berkenaan dengan masalah revenue earning (keuntungan pendapatan) yang diperoleh suatu proyek. Hal ini berhubungan dengan persoalan apakah proyek yang bersangkutan akan sanggup menjamin dana yang dibutuhkan serta sanggup membayarnya kembali dan apakah proyek tersebut bisa menjamin kelangsungan hidupnya secara finansial. Gittenger dan Adler (1993) menyebutkan bahwa ada dua pertimbangan khusus yang perlu diperhatikan dalam suatu analisis finansial. Pertama yaitu harus dilihat pengaruh finansial terhadap usaha pertanian secara individu yaitu pendapatan keluarga yang cukup besar bagi petani dan perangsang yang cukup kuat bagi para petani yang iku berpartisipasi. Kedua, analisa finansial harus dihubungkan dengan hasil yang diperoleh untuk kepentingan umum ataupun organisasi-organisasi komersil seperti koperasi ataupun bank-bank.

Pemilihan suatu model agroindustri berbahan baku pala harus didasarkan pada kemampuannya dalam menghasilkan nilai tambah. Menurut Austin (1981) dalam penelitian Irene dkk (2006), nilai tambah yang dihasilkan ditentukan oleh pasokan bahan baku, manajemen produksi, tingkat teknologi yang digunakan, kelembagaan pasar, dan faktor lingkungan. Keterbatasan tekonologi yang dikuasai pengusaha menyebabkan kapasitas produksinya terbatas, sehingga keuntungan yang diterima produsen belum maksimal. Selain teknologi, kemampuan tenaga kerja juga berpengaruh terhadap keberhasilan usaha agroindustri.

Analisis break even point (BEP)

Analisis break-even (titik impas) menentukan berapa volume penjualan harus dicapai sebelum perusahaan berada pada kondisi impas (biaya totalnya sama dengan pendapatan total) dan tidak ada keuntungan yang diperoleh. Model titik


(31)

impas tersebut khususnya mengamsumsikan suatu biaya tetap tertentu dan biaya variabel rata-rata konstan. Saat perusahaan melebihi titik impas, kesenjangan antara pendapatan total dan biaya total semakin melebar, karena kedua fungsi diasumsikan menjadi linear, dengan formula:

Biaya tetap total . Kontribusi biaya tetap

Kontribusi biaya tetap adalah harga dikurangi dengan biaya variabel rata-rata (Lamb, et all., 2001).

Menurut Lamb, et all. (2001) keunggulan dari penggunaan analisis titik impas (break-even) adalah bahwa itu mampu memberikan perkiraan yang cepat tentang seberapa banyak produk yang harus dijual untuk impas dan berapa besar keuntungan yang dapat diperoleh jika volume penjualan lebih tinggi diperoleh. Jika perusahaan beroperasi mendekati titik impas ini, memungkinkannya untuk dapat melihat apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi biaya atau meningkatkan penjualan. Juga, dalam analisis titik impas yang sederhana, tidak perlu menghitung biaya marjinal dan pendapatan marjinal, karena harga dan rata-rata biaya per unit diasumsikan konstan. Selain itu juga karena data akuntansi untuk biaya marjinal dan pendapatan biasanya tidak tersedia sehingga akan lebih mudah jika tidak bergantung pada informasi data tersebut.

Masalah dalam titik impas adalah apakah pada harga pasar yang berlaku terdapat cukup pasar untuk paling tidak menjual volume impas. Disamping itu juga, analisis tersebut juga dipergunakan untuk mengetahui sejauh mana volume impas tersebut didukung oleh bahan mentah yang tersedia. Bila pasar tidak cukup luas untuk menampung jumlah impas yang diproduksi, maka pada dasarnya proyek investasi ini tidak dapat diteruskan. Tentu saja jumlah investasi dapat


(32)

diturunkan (biaya tetap total harus turun) dan memperoleh volume impas yang lebih kecil sehingga proyek dapat diteruskan. Selain itu pula, pada volume impas pertama tersedianya bahan mentah dapat kurang mencukupi. Dalam hal ini, maka perusahaan yang bersangkutan harus dapat mengusahakan untuk memperolehnya dari tempat lain atau mengusahakannya sendiri (Djojodipuro, 1992).

Analisis nilai tambah

Pengertian nilai tambah adalah nilai produksi dikurangi dengan pengeluaran barang antara. Nilai tambah juga dapat didefinisikan sebagai penerimaan upah pekerja ditambah dengan keuntungan pemilik modal. Penghitungan nilai tambah dapat diformulasikan sebagai berikut:

Nilai Tambah = Nilai Output – Nilai Input

Hasil analisis tersebut dapat dipaparkan dalam bentuk deskripsi yang dilengkapi dengan penghitungan kuantitatif nilai tambah dari kegiatan pengolahan dalam rangka peningkatan nilai dan daya tahan produksi (Tarigan, 2006).

Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain, selain bahan bakar dan tenaga kerja (Sudiyono, 2002).

Menurut Sudiyono (2002) besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai


(33)

tambah menggambarkan imbalan bagi tenga kerja, modal dan manajemen yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut:

Nilai tambah = f (K, B, T, U, H, h, L) Dimana

K = Kapasitas produksi

B = Bahan baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja

H = Harga output h = Harga bahan baku

L = Nilai input lainnya (nilai dan semua korbanan yang terjadi selama proses perlakuan untuk menambah nilai)

Dengan mengetahui perkiraan nilai tambah pada suatu agroindustri maka akan diharapkan berguna:

1. Bagi pelaku bisnis, dapat diketahui besarnya imbalan terhadap balas jasa dan faktor-faktor produksi yang digunakan.

2. Menunjukkan besarnya kesempatan kerja yang ditambahkan karena kegiatan menambah kegunaan.

Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan keterampilan serta kualitas bahan baku. Penerapan teknologi yang cenderung padat karya akan memberikan proporsi bagian terhadap tenaga kerja yang lebih besar daripada proporsi keuntungan bagi perusahaan. Sebaliknya, jika yang diterapkan


(34)

tekonologi padat modal maka besarnya proporsi bagian perusahaan lebih besar daripada proporsi bagian tenaga kerja (Sudiyono, 2002).

Kondisi Umum Kabupaten Bireuen

Kabupaten Bireuen adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Menurut situs resmi Pemkab Kabupaten Bireuen (2011), kabupaten ini menjadi kabupaten otonom sejak tahun 2000 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara. Kabupaten Bireuen juga terkenal dengan julukan sebagai kota juang. Kabupaten Bireuen terletak pada 454 – 5°21 LU dan 96°20 – 97°21 BT. Luas kabupaten ini adalah + 1.901,121 Km2 atau 190,121 Ha dan memiliki 17 kecamatan. Batas-batas wilayahnya yaitu:

 Sebelah utara : Selat Malaka

 Sebelah selatan : Kabupaten Bener Meriah dan Kabupaten Pidie  Sebelah barat : Kabupaten Pidie


(35)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011. Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Bireuen dan Kabupaten Aceh Selatan, NAD. Untuk memperoleh data aktual yang berkenaan dengan proses pengolahan daging buah pala menjadi produk sirup buah pala dilakukan di Kabupaten Aceh Selatan. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa agroindustri skala rumah tangga produk sirup pala hanya terdapat di kabupaten tersebut. Oleh karena itu, agroindustri di lokasi tersebut dapat dijadikan sebagai referensi dalam penyusunan asumsi biaya serta penerimaan usaha dalam pengolahan buah pala menjadi sirup pala di Kabupaten Bireuen. Akan tetapi, harga serta nilai yang berkenaan dalam proses produksi tetap ditentukan berdasarkan harga dan nilai yang berlaku di Kabupaten Bireuen.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital dan alat tulis. Bahan yang digunakan adalah lembar kuesioner terhadap pelaku usaha pengolahan sirup buah pala serta pelaku usaha penjualan sirup buah pala.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu suatu metode penelitian yang berusaha memberikan gambaran terperinci dengan menekankan pada situasi keseluruhan mengenai proses atau urutan kejadian (Arief, 2006). Populasi data adalah rumah tangga yang memiliki industri pengolahan sirup buah pala. Sampel industri dipilih secara sengaja (purposive), yaitu metode yang


(36)

bersifat tidak acak dan dipilih berdasarkan tujuan tertentu. Industri pengolahan sirup pala yang terpilih akan menjadi sampel penelitian untuk memperoleh beberapa data aktual yang berkenaan dengan proses pengolahan sirup buah pala.

Penelitian ini juga akan dilakukan pada pelaku usaha penjualan produk sirup buah pala baik di sekitar industri, pasar lokal maupun toko-toko yang menjual produk tersebut. Pemilihan sampel juga dilakukan dengan metode purposive sampling.

Metode Pengambilan Data

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder dengan menggunakan metode pengambilan data sebagai berikut. Data primer antara lain adalah data aktual yang berkenaan dengan proses produksi pengolahan sirup buah pala serta akses pasar produk sirup pala yang diperoleh dari hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner. Oleh karena itu dibuat dua kuesioner berbeda yaitu kuesioner untuk pelaku industri pengolahan sirup dan kuesioner untuk pelaku usaha penjualan sirup pala. Data sekunder diambil dari instansi Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bireuen. Data yang diperlukan antara lain adalah berupa data ketersediaan dan potensi buah pala di Kabupaten Bireuen.

Metode Analisis Data

Dalam melakukan analisis data menggunakan data produksi dalam jangka waktu bulanan. Hal ini dilakukan atas pertimbangan bahwa jangka waktu usaha pengolahan sirup pala tergolong dalam jangka pendek. Selain itu pula, kegiatan penelitian hanya dilakukan pada tataran kegiatan produksi dan tidak dilakukan


(37)

pada tingkat pemasaran. Oleh karena itu, dalam hal ini digunakan asumsi bahwa seluruh produk yang dihasilkan dalam suatu industri terjual seluruhnya dan faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi pemasaran produk sirup pala dianggap tetap (ceteris paribus). Dalam istilah ekonomi, ceteris paribus adalah suatu asumsi yang mengemukakan bahwa semua variabel yang ada kecuali yang dinyatakan dianggap tidak berubah. Asumsi ini digunakan untuk menyederhanakan beragam formulasi dan deskripsi dari berbagai anggapan ekonomi dalam perhitungan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini.

1. Analisis finansial usaha agoindustri sirup buah pala

Analisis yang digunakan meliputi:

a. Analisis biaya dan pendapatan

Menurut Aziz (2003), perhitungan biaya produksi serta penerimaan usaha yaitu: Biaya produksi: TC = TFC + TVC

Keterangan: TC = total cost (biaya total)

TFC = total fixed cost (biaya tetap total )

TVC = total variabel cost (biaya tidak tetap total) Penerimaan: TR = P.Q

Keterangan: TR = total revenue (penerimaan total) P = price per unit (harga jual per unit) Q = quantity (jumlah produksi)

Keuntungan: I = TR – TC

Keterangan: I = income (pendapatan bersih atau keuntungan) TR = total revenue (penerimaan total)


(38)

b. Revenue Cost Ratio (R/C)

Revenue cost ratio merupakan perbandingan antara penerimaan total dan biaya total, yang menunjukkan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Revenue cost ratio dapat dirumuskan sebagai berikut menurut Kuswadi (2006) yaitu:

R/C = TR TC Keterangan:

TR = Total revenue TC = Total Cost Kriteria penilaian R/C:

R/C < 1 = usaha agroindustri mengalami kerugian R/C > 1 = usaha agroindustri memperoleh keuntungan R/C = 1 = usaha agroindustri mencapai titik impas

c. Pendekatan Break Event Point (BEP)

Menurut Alamsyah (2005), perhitungan BEP (konsep titik impas) yang dilakukan atas dasar unit produksi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus:

BEP (Q) = TFC P/unit – VC/unit Keterangan:

BEP (Q) = titik impas dalam unit produksi TFC = biaya tetap total

P = harga jual per unit VC = biaya tidak tetap per unit


(39)

Perhitungan BEP atas dasar unit rupiah dapat dilakukan dengan rumus: BEP (Rp) = TC

Y Keterangan:

BEP (Rp) = titik impas dalam rupiah TC = biaya produksi total (Rp) Y = total produksi (unit) Kriteria penilaian BEP:

Apabila produksi sirup buah pala melebihi produksi pada saat titik impas (dalam satuan unit produksi) maka agroindustri sirup pala mendatangkan keuntungan. Sedangkan jika harga jual sirup pala melebihi harga jual pada saat titik impas (atas dasar unit rupiah) maka agroindustri tersebut juga akan mendatangkan keuntungan.

2. Analisis nilai tambah

Perhitungan nilai tambah dilakukan dalam satu kali agroindustri sirup pala berproduksi. Jangka waktu produksi dihitung dalam satu bulan. Hal ini dilakukan karena produksi pengolahan sirup pala merupakan usaha yang berjangka pendek serta perhitungan produksi lebih mudah jika dilakukan dalam hitungan satu bulan produksi. Oleh karena itu, semua biaya produksi maupun jumlah produk yang dihasilkan dihitung dalam satu bulan. Prosedur perhitungan nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 1.


(40)

Tabel 2. Format Analisis Nilai Tambah Pengolahan

Output, Input, Harga Formula

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Hasil produksi (kg/tahun) Bahan baku (kg/tahun) Tenaga kerja (HOK) Faktor konversi (1 / 2) Koefisien tenaga kerja (3 / 2) Harga bahan baku (Rp / kg) Upah rerata (Rp / HOK)

A B C

A / B = M C / B = N D E Pendapatan 8. 9. 10. 11a. b. 12a. b. 13a. b.

Harga bahan baku (Rp / kg) Sumbangan input lain (Rp / kg) Nilai produk (4x6) (Rp / kg) Nilai tambah (10-8-9) (Rp / kg) Rasio nilai tambah (11.a / 10) (%) Imbalan tenaga kerja (5x7) (Rp / kg) Bagian tenaga kerja (12.a. / 11.a.) (%) Keuntungan (11.a. – 12.a)

Tingkat keuntungan (13.a / 11.a) (%)

F G

M X D = K K – F – G = L (L / K) % = H% N X E = P (P / L) % = Q% L – P = R (R / L) % = 0 %

Balas Jasa Untuk Faktor Produksi

14 Margin (Rp / kg)

Pendapatan tenaga kerja langsung (12a/14)x 100% Sumbangan input lain (9 / 14) x 100%

Keuntungan perusahaan (13a / 14) x 100%

K – F = S

(P/S) X 100% = T% (G / S) x 100% = U% (R / S) X 100% = V %

Sumber: Sudiyono (2002) dimodifikasi dalam Irene, dkk (2006)

3. Distribusi nilai tambah produk

Nilai tambah pengolahan buah pala menjadi produk sirup dapat dilihat dari besarnya selisih antara nilai produk (Rp/kg) dengan harga bahan baku (Rp/kg).


(41)

Dari besarnya nilai margin tersebut maka dapat dilakukan analisis distribusi baik untuk pemilik usaha, tenaga kerja maupun untuk sumbangan input lainnya.

4. Analisis Aspek Pasar

Analisis aspek pasar dapat dilakukan dengan melihat seberapa besar permintaan pasar akan produk sirup pala. Selain itu pula, sejauh mana potensi pasar terhadap produk sirup pala. Dalam melakukan analisis permintaan pasar ini tidak menggunakan data, akan tetapi hanya melalui asumsi dari perkiraan permintaan dari produk sirup pala dari berbagai tempat penjualan.


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Koresponden

Berdasarkan pengambilan data tentang pengolahan sirup pala di Kabupaten Aceh Selatan ditemukan bahwa keseluruhan para pengolah sirup pala adalah wanita. Dalam pengolahan sirup pala, mereka dibantu oleh anggota keluarga lainnya seperti suami dan anak mereka. Selain itu juga, para pengolah sirup pala ini juga bertindak sebagai penjual sirup. Disamping memproduksi sirup, para pengolah tersebut kesemuanya juga mengolah daging buah pala menjadi beragam produk makanan olahan lainnya seperti manisan pala kering, manisan pala basah, dodol pala, bahkan minyak pala.

Pengolahan sirup pala dan makanan olahan tersebut dilakukan sendiri di rumah koresponden dan penjualan sirup sebagian dilakukan di dalam rumah dengan memajang produk sirup dan produk makanan olahan lainnya. Namun, ada pula yang membuka outlet atau pun toko yang berada di depan rumah dan ada pula yang berada sekitar beberapa ratus meter dari rumah mereka.

Berdasarkan rekapitulasi data kuesioner responden menurut karakteristik umur seperti yang ditampilkan pada Tabel 2, kelompok umur responden antara 41-50 tahun memiliki distribusi yang paling tinggi yaitu sebanyak 4 orang dengan proporsi 50%. Hal ini menunjukkan bahwa para pengolah dan penjual sirup pala didominasi oleh wanita yang masih produktif. Para pengolah maupun penjual sirup ini pada umumnya meneruskan usaha keluarga yang telah berlangsung sejak lama. Akan tetapi, disini kelompok koresponden umur 20-30 tidak dijumpai. Hal ini diperkirakan karena mereka bertindak hanya sebagai pekerja dalam membantu


(43)

mengolah maupun menjual sirup pala. Distribusi koresponden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No Kelompok Umur (Tahun) Frekuensi Proporsi %) 1. 2. 3. 4. 20-30 31-40 41-50 50-60 - 1 4 3 0 12,5 50 37,5

Jumlah 8 100

Aspek Potensi Buah Pala

Ada beberapa komoditas andalan dan unggulan di Kabupaten Bireuen untuk sektor perkebunan rakyat, salah satunya adalah komoditi pala. Data potensi pala yang tersedia di Kabupaten Bireuen secara keseluruhan dapat ditunjukkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekapitulasi luas areal dan Produksi Komoditas Perkebunan Rakyat Kabupaten Bireuen Angka Sementara Semester I Tahun 2011

No Komoditi Jumlah (Ha) Produksi (ton) Rata-Rata Produksi (kg/ha) Jumlah Petani (KK) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Kelapa dalam Pinang Kakao Kelapa sawit Karet Kemiri Randu Sagu Pala Kelapa hybrid 13.980 7.781 4.741 1.962 2.291 264 212 147 146 12 28.937,54 8.795,25 4.264,92 668,89 667,60 93,79 49,43 32,63 29,62 9,60 2.345,88 1.248,35 1.093,29 514,93 727,62 413,17 282,00 334,67 323,75 873,00 17.260 9.915 8.801 1.010 1.721 380 311 476 316 -Jumlah 31.508,33

Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bireuen (2011)

Jumlah potensi pala pada semester awal tahun 2011 adalah sebanyak 29,62 ton dengan luas areal produksi 146 ha berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan


(44)

Perkebunan Kabupaten Bireuen. Tanaman pala secara keseluruhan sampai saat ini masih merupakan hasil dari perkebunan rakyat. Komoditi pala berada pada tingkat ke sembilan dari keseluruhan komoditas yang ada di kabupaten tersebut. Berikut dapat ditunjukkan perbandingan data areal lahan perkebunan pala serta jumlah produksi dalam beberapa tahun terakhir.

Tabel 5. Rekapitulasi Data Potensi Pala di Kabupaten Bireuen

No Tahun Areal (ha) Jumlah (ton)

1 2 3 4 2005* 2006** 2007*** 2011**** 243 243 143 146 227 153 153 29,62 Sumber:

* : Diakses dari www.bireuenkab.go.id [30 April 2011] ** : Diakses dari www.bireuenkab.go.id [30 April 2011] *** : Dinas Perkebunan Provinsi Aceh (2008)

**** : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bireuen (2011)

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa adanya perubahan dalam jumlah produksi pala serta luas areal lahan pemanfaatan kebun pala dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007 luas arel serta produksi pala semakin menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya. Hal tersebut diduga karena adanya konversi lahan untuk perkebunan tanaman lainnya yang berdampak pada menurunnya jumlah produksi pala pada tahun tersebut. Akan tetapi, data terakhir pada tahun 2011 menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan areal lahan untuk tanaman pala dengan jumlah produksi 29,62 ton. Jumlah tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah pada tahun-tahun sebelumnya karena perhitungan data yang dilakukan pada awal tahun. Oleh karena itu, jika rekapitulasi data dilakukan pada akhir tahun maka data angka produksi akan berjumlah lebih besar.

Namun demikian, jumlah potensi pala tersebut masih menjadi sebuah peluang dalam usaha pengembangan pala menjadi sebuah produk yang bernilai


(45)

jual yaitu sirup pala. Jumlah potensi pala yang ada merupakan sumber bahan baku utama dalam pengolahan pala menjadi sirup pala yaitu berupa daging buah pala. Jika pengembangan daging pala menjadi sebuah produk memiliki prospek usaha yang menguntungkan, maka tidak menutup kemungkinan petani akan membudidayakan tanaman pala lebih intensif.

Gambar 1. Buah Pala

Penanaman pala dilakukan petani ada yang di pekarangan rumah dan ada pula di kebun milik pribadi mereka. Tanaman pala diusahakan oleh petani di daerah tersebut karena buah pala dianggap memiliki nilai yang besar terutama dari hasil buahnya. Jika akan membeli buah pala utuh, biasanya dihargai Rp 150,- per buah. Pada umumnya, petani tanaman pala hanya memanfaatkan fuli serta bijinya. Biji pala yang telah dikeringkan biasanya dijual oleh petani ke agen pengumpul. Harga biji pala ini sangat bergantung pada kondisi pasar.

Demikian pula halnya dengan fuli pala (bagian berwarna merah yang menyelubungi biji) juga setelah dikeringkan nantinya dijual kepada agen. Fuli ini dijual dalam satuan kilogram dengan harga yang bervariatif menurut kondisi pasar. Petani pada umumnya lebih senang jika menjual fuli dan biji pala karena harga yang lebih mahal dan mudah dalam pengerjaannya. Oleh sebab itu, ada beberapa petani yang mulai melakukan pembudidayaan tanaman pala melalui


(46)

pembibitan. Menurut salah seorang petani pala di Kabupaten Bireuen yaitu di Kecamatan Juli menyebutkan bahwa pembibitan pala kadangkala dilakukan secara swadaya dan ada pula yang berada di bawah naungan unit koperasi desa.

Gambar 2. Pembibitan Petani Tanaman Pala (M. fragrans) di Kecamatan Juli Namun, daging buah pala sendiri sejauh ini belum termanfaatkan secara optimal. Daging buah kadangkala hanya dibuang percuma. Oleh karena itu pengolahan daging buah pala diharapkan akan menambah pendapatan petani pala disamping dari hasil penjualan fuli dan biji pala. Dengan melihat potensi tanaman pala yang ada, pengolahan daging buah pala menjadi minuman sirup pala dapat menjadi salah satu alternatif usaha. Usaha ini, tidak hanya dapat dilakukan oleh petani, tetapi juga masyarakat guna meningkatkan pendapatan rumah tangga.

Proses Produksi Sirup Pala

Pala merupakan salah satu jenis buah yang dapat diolah serta dimanfaatkan menjadi berbagai bentuk produk maupun olahan makanan. Salah satu produk olahan dari pala adalah sirup pala. Bahan baku yang digunakan adalah hanya berupa daging buahnya saja. Berikut ini merupakan urutan pengolahan daging buah pala hingga menjadi sirup:


(47)

1. Persiapan bahan baku

Buah pala terlebih dahulu harus dibelah untuk diambil daging buahnya. Daging buah yang digunakan untuk sirup berbeda dengan yang akan diolah menjadi olahan makanan lainnya seperti manisan pala. Daging pala yang digunakan untuk pembuatan manisan haruslah yang memiliki bentuk yang besar, sedangkan untuk sirup umumnya adalah buah yang berukuran kecil maupun sedang. Daging buah kemudian dapat direndam dengan air laut untuk menghilangkan getah pada daging pala. Daging buah tersebut kemudian dicuci dengan air bersih agar kotoran yang melekat hilang tanpa harus mengupas kulit buah terlebih dahulu.

2. Pemasakan

Daging buah pala dimasukkan ke dalam dandang yang telah diisi dengan air. Selanjutnya dimasak selama + 2 jam untuk mengeluarkan sari buah pala. Setelah air rebusan tersebut matang, lalu disisihkan. Kemudian air tersebut disaring untuk memisahkan antara daging buah dan sarinya.

3. Pemanisan

Pemanisan dibuat dengan memasak kembali sari air dari rebusan yang pertama dan dicampurkan dengan gula pasir. Pemanisan dilakukan + 4 jam sampai warna air menjadi mengental yang ditandai dengan berubahnya warna air menjadi kecokelatan. Setelah matang kemudian didinginkan.

4. Pengemasan

Sirup yang telah dingin kemudian dimasukkan ke dalam botol. Setiap botol yang akan diiisi dengan sirup, sebelumnya telah dicuci dan dikeringkan.


(48)

Selanjutnya, setiap botol dipasang tutup botol serta segel plastik. Pemasangan ini dilakukan dengan menggunakan alat pemasang segel.

Gambar 3. Alat Pemasang Segel Botol Sirup Pala

Setelah tutup botol dan segel terpasang, maka tahap terakhir adalah memasang stiker pada botol. Kemudian sirup pala siap untuk dipasarkan. Berikut adalah salah satu contoh produk sirup pala yang siap untuk dijual ke konsumen maupun ke penjual selanjutnya.

Gambar 4. Produk Sirup Pala yang Siap Dipasarkan

Hasil sirup pala yang dihasilkan dari pengolahan pala berwarna kemerah-merahan tanpa adanya perlakuan penjernihan. Warna sirup tersebut dapat dilakukan penjernihan dengan mengunakan bahan tertentu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Krisnasari (2003) menyebutkan bahwa pemberian


(49)

kitosan (0,5%) dan hermiselulose (0,9%) terbukti dapat menjernihkan sari buah pala. Oleh karena itu, sirup yang dihasilkan menjadi lebih jernih (tidak berwarna). Hal ini dapat dilakukan untuk meningkatkan minat konsumen yang menyukai warna serta rasa pala yang tidak terlalu pekat.

Analisis Finansial Agroindustri Sirup Buah Pala

Analisis finansial digunakan untuk mengetahui layak atau tidaknya agroindustri sirup pala jika dilakukan di Kabupaten Bireuen. Berikut analisis finansial yang telah dilakukan pada agroindustri tersebut:

Biaya produksi dan pendapatan

Besarnya biaya produksi dilakukan untuk mengetahui besarnya biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi sirup pala. Perhitungan setiap item dan biaya yang dikeluarkan dalam produksi selama 1 bulan dapat dilihat pada Lampiran 1. Biaya total diperoleh dari penjumlahan biaya tetap tetap total dan biaya variabel total dalam satu bulan. Penerimaan total diperoleh dari volume produksi sirup dalam satu bulan dikalikan dengan harga sirup per botol. Sedangkan pendapatan total dihasilkan dari pengurangan penerimaan dengan biaya total produksi.

Tabel 5. Biaya dan Pendapatan Usaha Agroindustri Sirup Pala di Kabupaten Bireuen

Uraian Nilai Persentase

Biaya Tetap Total (Rp) Biaya Variabel Total (Rp)

250.000 1.500.500

14,28 % 85,72%

Biaya Total (Rp) 1.750.500 100%

Volume (botol)

Harga sirup (Rp/botol) Penerimaan (Rp)

180 13.000 2.340.000


(50)

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa biaya variabel mendominasi dalam struktur biaya produksi total dalam memproduksi sirup pala. Hal ini dipengaruhi oleh besarnya biaya yang dikeluarkan terutama dalam penggunaan bahan pendukung yaitu gula pasir (Lampiran 1). Dalam pembuatan sirup, gula pasir merupakan bahan pendukung utama yang berfungsi sebagai bahan pemanis dan sekaligus sebagai pengawet sirup. Penggunaan gula pasir yang sangat banyak dalam proses pembuatan sirup pala karena daging buah pala mengandung pektin sehingga menghasilkan rasa sepat. Rasa ini akan mampu dinetralisir dengan menggunakan gula pasir sehingga rasa sirup pala menjadi sedikit sepat dan manis. Penerimaan yang diperoleh dari hasil produksi sirup pala adalah sebesar Rp 2.340.000,- per bulan. Sedangkan besarnya pendapatan yang dapat diperoleh oleh perusahaan dalam produksi 180 botol sirup pala setelah dikurangi dengan biaya produksi adalah sebesar Rp 614.500,-.

Analisis RC ratio

Nilai RC ratio dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha ditinjau dari proporsi besarnya biaya produksi yang dikeluarkan terhadap penerimaan yang akan diperoleh. Nilai RC ratio pada usaha pengolahan sirup pala dapat ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Analisis RC Ratio Usaha Agroindustri Sirup Pala di Kabupaten Bireuen

Uraian Jumlah (Rp)

Penerimaan

Biaya produksi total

2.340.000 1.750.500


(51)

Pada Tabel 6 diketahui bahwa perbandingan antara penerimaan dan biaya produksi total adalah sebesar 1,36. Hal ini menunjukkan bahwa usaha agroindustri tersebut nilai RC rationya lebih dari satu sehingga usaha agroindustri sirup pala akan mendatangkan keuntungan.

Pada penelitian Lusianah (2009) diperoleh hasil BC ratio sebesar 1,11 pada industri produk olahan minyak pala di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Ini menunjukkan bahwa nilai RC ratio agroindustri sirup pala di Kabupaten Bireuen lebih besar daripada industri produk olahan minyak pala. Oleh karena itu, usaha sirup pala ini menjadi sangat potensial untuk dapat dikembangkan.

Analisis titik impas (BEP)

Selain itu pula, untuk menilai kelayakan finansial suatu usaha juga dapat dilakukan melalui analisis titik impas (BEP). Analisis titik impas pada usaha agroindustri pengolahan sirup pala di Kabupaten Bireuen untuk mengetahui titik impas usaha dapat ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Titik Impas pada Usaha Agroindustri Sirup Pala di Kabupaten Bireuen

Uraian Jumlah (Rp)

1. Biaya Tetap Total (Rp) 2. Biaya Variabel Total (Rp) 3. Volume produksi (botol) 4. Harga Jual (Rp/botol) 5. Penerimaan (Rp)

6. BEP volume produksi (botol) 7. BEP harga (Rp/botol)

250.000 1.500.500

180 13.000

2.340.000

54 9.586

Pada Tabel 7 menunjukkan bahwa titik impas usaha pengolahan sirup pala terjadi pada saat pengusaha memproduksi 54 botol sirup. Jumlah tersebut


(52)

menunjukkan bahwa berada di bawah jumlah produksi pala yang mampu diproduksi yaitu sebanyak 180 botol. Oleh karena itu, hal ini berarti bahwa usaha agroindustri sirup pala yang jika akan diusahakan di Kabupaten Bireuen akan mendatangkan keuntungan.

Hasil perhitungan untuk nilai titik impas harga produk (BEP harga) yaitu sebesar Rp 9.586,- /botol. Sedangkan harga produk sirup pala yang mampu dijual seharga Rp. 13.000,-/botol. Hal ini menunjukkan bahwa harga jual masih di atas harga pokok sehingga jika jika produk tersebut dijual juga akan mendatangkan keuntungan bagi pemilik usaha.

Harga sirup pala ini lebih murah jika dibandingkan dengan harga sirup buah lainnya yang beredar di pasaran. Pada umumnya produk sirup buah seperti sirup markisa, sirup jeruk, sirup terong belanda, sirup leci, sirup kiwi dan sirup buah lainnya harganya lebih dari Rp 15.000,-. Dengan demikian, hal ini merupakan peluang untuk pemasaran sirup pala karena harganya yang lebih murah serta kualitas yang tidak kalah dengan sirup produksi pabrik berskala besar.

Analisis nilai tambah

Produksi sirup pala dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu bulan. Oleh karena itu, analisis struktur biaya produksi dilakukan pada perhitungan produksi dalam satu satu bulan. Adapun pehitungan struktur biaya dan penerimaan agroindustri sirup pala di Kabupaten Bireuen dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa dengan menggunakan bahan baku yang berupa daging buah pala sebanyak 120 kg, maka dapat menghasilkan sirup pala sebanyak 180 botol. Usaha agroindustri sirup pala juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 36 jam/bulan. Dengan demikian, curahan tenaga kerja yang


(53)

dibutuhkan untuk mengolah 1 kg buah pala menjadi sirup pala adalah sebanyak 0,3 jam atau 18 menit. Apabila harga output sebesar Rp 13.000,- /botol dan faktor konversi sebesar 1,5, maka nilai produksi sebesar Rp 19.500,-.

Nilai produksi tersebut dialokasikan untuk bahan baku yang berupa daging buah pala dan input-input lainnya seperti gula pasir, pengawet benzoat, minyak kompor, serta bahan untuk pengemasan produk serta biaya transportasi yang dihabiskan dalam pembelian bahan kemasan produk sirup tersebut. Dengan demikian, nilai tambah yang terdapat dari setiap satu kilogram daging buah pala adalah Rp 8.108,- atau sebesar 41,58 % dari nilai produksi sirup.

Distribusi nilai tambah

Pada perhitungan nilai tambah (Lampiran 3) dapat diketahui bahwa nilai tambah yang diperoleh setelah daging buah pala diolah menjadi sirup pala adalah sebesar Rp 8.108,-/kg. Dari nilai tambah tersebut dapat diketahui besarnya distribusi nilai tambah untuk setiap pemilik faktor produksi dalam pengolahan produk sirup pala. Balas jasa atau imbalan untuk pemilik faktor produksi yaitu sebesar Rp 17.500,- per kilogram dengan distribusi margin untuk pemilik usaha sebesar 39,90%, untuk tenaga kerja sebesar 6,43% dan untuk sumbangan input lainnya sebesar 53,67%.

Berdasarkan distribusi margin tersebut dapat diketahui bahwa pangsa tenaga kerja dalam pengolahan sirup pala ini sangat kecil yaitu hanya sebesar Rp 1.125,- atau sebayak 13,87% dari nilai produksi. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa rate keuntungan bagi pemilik usaha adalah sebesar 35,81% dari nilai produksi, artinya setiap 100 unit nilai produksi yang akan diproduksikan akan diperoleh keuntungan sebesar 35 unit. Meskipun nilai tingkat keuntungan


(54)

bagi pemilik usaha agroindustri sirup pala sangat besar, akan tetapi dalam menilai rate keuntungan ini juga harus dipertimbangkan kemampuan jangka waktu investasi serta arus penerimaan, terlebih-lebih untuk penjualan secara berkelanjutan.

Analisis Aspek Pasar Permintaan

Agroindustri pala yang berupa sirup pala saat ini sudah mulai dikenal oleh masyarakat, meskipun jenis olahan makanan yang paling banyak beredar di pasaran adalah berupa manisan pala kering dan manisan pala basah. Akan tetapi, pangsa pasar untuk pemasaran sirup pala masih luas mengingat bahwa pala merupakan salah satu komoditas lokal. Selain itu, sirup pala banyak dicari karena sirup pala mengandung khasiat yang baik bagi kesehatan, meskipun banyak konsumen yang mencari produk tersebut karena kekhasannya dalam cita rasa.

Berdasarkan informasi dari pengolah sekaligus penjual sirup pala di Kabupaten Aceh Selatan menyebutkan bahwa jumlah sirup pala yang dibeli oleh konsumen kadangkala dalam jumlah satuan dan tidak jarang dalam jumlah lusinan. Umumnya pengusaha sirup pala tersebut baru melayani permintaan dari dalam propinsi saja. Meskipun demikian, para konsumen adalah pembeli yang berasal dari luar daerah seperti Medan, Blang Pidie, Banda Aceh, Bireuen, Subussalam serta beberapa daerah lainnya.

Penawaran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Aceh Selatan, produksi sirup pala pada setiap industri umumnya lebih dari 180 botol per bulan. Kapasitas produksi dari setiap usaha pembuatan sirup pala adalah sekitar 120 kg


(55)

per bulan. Dengan melihat potensi pala yang ada di Kabupaten Bireuen yaitu rata-rata 153 ton per tahun atau sekitar 12,75 ton per bulan maka usaha pengolahan sirup pala masih potensial untuk dikembangkan di daerah ini.

Harga

Harga produk sirup pala sangat dipengaruhi oleh beberapa variabel yang berlaku di pasaran, yaitu tingkat penawaran dan permintaan di pasar serta pengadaan bahan baku. Harga pala di beberapa tempat di Kabupaten Aceh Selatan berkisar antara Rp 10.000,- hingga Rp 13.000,- per botol. Akan tetapi, harga sirup buah lainnya pada umumnya di atas Rp 15.000,- per botol. Oleh karena itu, hal tersebut merupakan peluang bagi industri pengolahan sirup pala dalam hal persaingan harga.

Jika terjadi fluktuasi harga baik pada bahan baku maupun bahan tambahan seperti gula pasir maka para pengusaha biasanya menyiasatinya pada cara pengolahan sirup. Salah satunya adalah seperti mengurangi penggunaan gula pasir maupun jumlah daging pala. Akan tetapi, pengusaha berupaya untuk tetap mempertahankan harga jual sirup palanya.

Pemasaran produk

Dalam pelaksanaan pemasaran sirup pala, pemilik usaha pengolahan di Kabupaten Aceh Selatan biasanya menjualnya di rumah semacam outlet. Hal ini dilakukan agar memberikan kemudahan dalam penjualan produk. Disamping itu juga, pihak pengolah sirup juga mendistribusikan output produksinya dengan cara meletakkannya di toko-toko penjualan makanan oleh-oleh hingga pasar swalayan. Hal ini dilakukan untuk memberikan kemudahan akses terhadap pelanggan dalam memperoleh produk sirup pala. Adapun mekanisme penjualan sirup yang


(56)

dilakukan adalah sirup pala dihargai lebih murah bagi pihak yang akan menjual kembali sirup tersebut. Sedangkan, sirup pala yang dijual di outlet/usaha penjualan pribadi harga ditetapkan sama seperti harga pasar pada umumnya. Namun, beberapa pengusaha lebih senang untuk menjual sendiri produknya karena mereka menganggap hasil penjualan yang lebih banyak.

Gambar 5. Salah Satu Outlet Penjualan Sirup Pala di Kabupaten Aceh Selatan

Persaingan dan peluang pasar

Dengan melihat permintaan dari para konsumen sirup pala yang banyak serta ketersediaan bahan baku yang cukup maka pengembangan agroindustri sirup pala ini sangat potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Bireuen. Selain itu pula, harga produk yang akan mampu bersaing dan permintaan yang akan masih terus ada sehingga ini akan menjadi suatu peluang usaha. Jika dikaitkan dengan faktor lokasi, posisi Kabupaten Bireuen sangat strategis yaitu berada di lintas Sumatera. Selain itu pula, letak kabupaten ini yang berada di antara Kabupaten Aceh Tengah, Banda Aceh serta Medan. Posisi ini akan sangat menguntungkan terutama dalam hal kemudahan akses serta pemasaran produk pada konsumen yang lebih luas.


(57)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Agroindustri sirup pala pada skala rumah tangga jika akan dikembangkan di Kabupaten Bireuen layak secara finansial karena nilai RC ratio lebih dari 1 (1,36), dengan jumlah titik impas volume produksi 54 botol dan titik impas harga Rp 9.586,-/botol.

2. Nilai tambah yang dihasilkan dari daging buah pala menjadi sirup pala adalah sebesar Rp 8.108,00 atau 41,58% serta margin produksi sebesar Rp 17.500 dengan distribusi untuk input tenaga kerja sebesar 6,43 %, sumbangan input lainnya sebesar 53,67% dan hanya 39,90% untuk keuntungan perusahaan. 3. Peluang pasar masih luas karena sirup yang diproduksi masih terserap dan

tersalurkan ke pasar serta posisi kabupaten yang strategis juga akan menguntungkan dalam hal pemasaran produk sirup.

Saran

1. Melihat layaknya usaha pengolahan sirup pala di Kabupaten Bireuen, maka sebaiknya para petani pala yang ada dapat memanfaatkan daging buah pala menjadi produk sirup.

2. Agroindustri sirup pala akan dapat meningkatkan pendapatan dan perekonomian daerah sehingga peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam upaya pemberian modal usaha pada pengembangan usaha sirup pala ini. 3. Perlunya penelitian lanjutan mengenai kajian prospek pemasaran sirup

pala serta teknologi pengolahan sirup yang lebih modern karena disini masih dilakukan secara tradisional.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, I. 2005. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha Industri Kemplang Rumah Tangga Berbahan Baku Utama Sagu dan Ikan. Jurnal Pembangunan Manusia. Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Palembang

Arief, S. 2006. Metode dan Teknik Penelitian Sosial. Penerbit Andi Yogyakarta. Yogyakarta

Aziz, N. 2003. Pengantar Mikro Ekonomi. Bayumedia. Malang

Badan Investasi dan Promosi Aceh. 2009. Potensi komoditi di Kabupaten Bireuen. Diakses dari www.acehinvestment.com [21 November 2010] Bustaman, S. 2007. Prospek dan Strategi Pengembangan Pala di Maluku. Vol. 6

[2]. Hal. 72

Departemen Pertanian.1986. Pala dan Pengolahannya. Irian Jaya

Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. 2000. Sari dan Sirup Buah. Jakarta

Deputi Menegristek RI. 2000. Pala. Diakses dari http://www.risteg.go.id [21 November 2010]

Djojodipuro, M. 1992. Teori Lokasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI. Jakarta

Gittinger, J. P., dan Adler, H. 1993. Evaluasi Proyek. Cetakan Ketiga. Rineka Cipta. Jakarta

Irawan, Farried, W. M, dan M. N. Sudjoni. 1996. Pemasaran: Prinsip dan Kasus. Penerbit BPFE. Yogyakarta

Irene, K. E. W, Dyah, E., dan Indah, W. 2006. Prospek Pengembangan Agroindustri Minuman Lidah Buaya di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Skripsi. Universitas Jenderal Sudirman. Purwokerto

Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran: Analisis, Pemasaran, Implementasi dan Pengendalian. Prenhallindo. Jakarta

Krisnasari, D. 2003. Penjernihan Sirup Pala Menggunakan Hermiselulose dan Kitosan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor


(59)

Lamb, C. W, Joseph, F. H, Carl, D. 2001. Pemasaran. Terjemahan David Octarevia. Salemba Empat. Jakarta

Lusianah. 2009. Strategi dan Prospek Pengembangan Industri Produk Olahan Minyak Pala dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat di Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Made, A. 2009. Pala, tanaman multiguna. Diakses dari www.kompas.com [30 April 2011]

Marzuki, I., Uluputty, M. R., Aziz, S. A., Surahman, N. 2008. Karakterisasi Morfoekotipe dan Proksimat Pala Banda (Myristica fragrans Houtt). Bul. Agro (36)(2)

Nurdjannah, N. 2007. Teknologi Pengolahan Pala. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor

Pemkab Bireuen. 2000. Kabupaten Bireuen. Diakses dari www.bireuenkab.go.id [30 April 2011]

Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. Rajagrafindo Pustaka. Jakarta

Suad, H dan Suwarsono, M. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Penerbit AMP YKPN. Yogyakarta

Sudiyono, A. 2002. Pemasaran Pertanian. UMM Press Malang. Malang

Sutomo, B. 2006. Buah Pala, mengobati gangguan insomnia, mual dan masuk angin. Diakses dari www.sahabatnestle.co.id [21 November 2010]

Syam, H. 2006. Strategi Pengembangan Agroindustri Berbasis Kakao di Indonesia. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor

Tarigan, H. 2006. Peningkatan Nilai Tambah Melalui Pengembangan Agroindustri Pisang di Kabupaten Lumajang. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor


(60)

Lampiran 1. Analisis Biaya Produksi Pala Menjadi Sirup Pala Dalam Sebulan

(3x produksi) di Kabupaten Bireuen

No Biaya Item Harga Satuan

(Rp)

Jumlah (Rp) 1. Biaya Tetap - Ongkos transportasi

PP (Bireuen-Medan) - Biaya akomodasi

150.000

100.000

Total 250.000

2. Biaya Variabel - Pala 40 kg x 3 - Gula pasir 25 kg x 3 - Pengawet benzoat 1 ons (dalam 3x) - Minyak kompor 5 ltr - Botol 180 bh

- Stiker 180 lbr - Tutup botol & segel 180 bh

- Tenaga kerja 3 org x 3hr/produksi x 3

@ 500 @ 10.000

@ 4.500 @ 500 @ 500 @ 200

@ 15.000

60.000 750.000 2.000 67.500 90.000 90.000 36.000 405.000

Total 1.500.500

Total Biaya 1.725.500

Biaya produksi: TC = TFC + TVC

= Rp 250.000,- + Rp 1.500.500,- = Rp 1.725.500,-

Penerimaan : TR = P x Q

= Rp 13.000 x 180 = Rp 2.340.000,- Keuntungan: I = TR – TC

= Rp 2.340.000 - Rp1.725.500 = Rp 614.500,-


(61)

Lampiran 2. Perhitungan Analisis RC Ratio dan Titik Impas Usaha Agroindustri

Sirup Pala di Kabupaten Bireuen 1. Analisis RC Ratio

R/C = TR TC

= Rp 2.340.000 Rp1.725.500 = 1,36

2. Analisis Break Event Point (BEP)

Perhitungan biaya produksi dalam memproduksi sirup pala

Unit FC TVC AVC

60 250.000 500.166,67 8.336,11

120 250.000 1.000.333,34 8.336,11

180 250.000 1.500.500 8.336,11

240 250.000 3.000.999,6 8.336,11

BEP (Q) = TFC P/unit – VC/unit = 250.000

13.000 – 8.336,11 = 54 unit

BEP (Rp) = Total Biaya

Total produksi

= Rp1.725.500 180 = Rp 9.586,-


(62)

Lampiran 3. Analisis Nilai Tambah Agroindustri Sirup Pala di Kabupaten

Bireuen.

Output, Input dan Harga

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Hasil produksi (botol/bulan) Bahan baku (kg/bulan)

Input tenaga kerja (HOK/bulan) Faktor konversi

Koefisien tenaga kerja (HOK/botol) Harga produk (Rp/botol)

Upah rerata (Rp/HOK)

180 120 36 1,5 0,3 13.000 3.750

Penerimaan dan Keuntungan

8. 9. 10. 11. 12 13.

Harga bahan baku pala (Rp/kg) Sumbangan input lain(Rp/botol)* Produksi (Rp/botol)

a. Nilai tambah (Rp/kg) b. Rasio nilai tambah (%) a. Pendapatan tenaga kerja b. Pangsa tenaga kerja (%) a. Keuntungan

b. Rate keuntungan (%)

2.000 9.392 19.500 8.108 41,58 1125 13,87 6.983 35,81

Balas Jasa untuk Faktor Produksi

14. Margin

Pendapatan tenaga kerja langsung (%) Sumbangan input lain (%)

Keuntungan perusahaan (%)

17.500 6,43 53,67 39,90 *Sumbangan input lain

- Gula pasir 25 kg x 3 x @ Rp 10.000 Rp 250.000 - Pengawet benzoat 1 ons (dalam 3x) Rp 2.000 - Minyak kompor 5 ltr x Rp 4.500 Rp 67.500

- Botol 180 bh x @ Rp 500 Rp 90.000

- Stiker 180 lbr x @ Rp 500 Rp 90.000 - Tutup botol & segel 180 bh x Rp 200 Rp 36.000 - Tenaga kerja 3 org x 3hr/produksi x 3 x @Rp 15.000 Rp 405.000

Total Rp 1.690.500


(63)

Lampiran 4. Pengolahan Sirup Pala

Gambar 1. Buah Pala yang Menjadi Gambar 2. Sirup Pala yang Telah Bahan Baku Sirup Dimasak

Gambar 3. Pencucian Botol Sirup Gambar 4. Sirup Pala dalam Kemasan


(64)

KUESIONER

RESPONDEN/PENGOLAH SIRUP PALA

ANALISIS PROSPEK SIRUP BUAH PALA (Myristica fragrans Houtt) SEBAGAI AGROINDUSTRI SKALA RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BIREUEN, NANGGROE ACEH DARUSALAM

PENGENALAN TEMPAT

Dusun Desa Kecamatan Kabupaten Propinsi No urut sampel

PETUGAS

Enumerator Tanggal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(65)

I. Identitas Responden

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

II. Data Umum Usaha yang Dikelola

1. Berapa lama usaha pengolahan sirup pala yang Bapak/Ibu miliki? ... 2. Berapakah produksi sirup pala dalam satu kali produksi? ... 3. Berapa kalikah Bapak/Ibu memproduksi sirup pala dalam 1 bulan? ... 11. Bagaimanakah proses pengolahan pala menjadi sirup pala?

... ... ... ...

Faktor Input Produksi

1. Darimanakan bahan baku pala diperoleh? ... 2. Berapakah harga pala per kilogram yang Bapak/Ibu beli? ... 3. Berapa banyakkah buah pala yang dibutuhkan dalam satu kali produksi? ... 4. Bahan pendukung apa sajakah yang dibutuhkan dalam memproduksi sirup

pala?... 5. Berapa banyakkah jumlah bahan baku yang diperlukan dalam sekali

produksi? ... 6. Berapakah harga yang dikeluarkan dalam setiap pembelian bahan

pendukung tersebut? ... 7. Alat-alat apa sajakah yang dibutuhkan dalam memproduksi sirup pala? .. ... 8. Berapakah jumlah karyawan dalam memproduksi sirup buah pala? ... 8. Berapakah gaji karyawan per orangnya? ...


(66)

Rincian biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi sirup pala

Faktor Produksi Jumlah Biaya (Rp)

Bahan baku pala Bahan pendukung

Peralatan Karyawan

Penjualan

1. Berapakah harga jual per satu botol sirup pala yang Bapak/Ibu jual? ... 2. Bagaimana sistem penjualan sirup pala dilakukan?

Tempat jual : a. Rumah b Pasar c. Koperasi Asal pembeli : a. Satu desa c. Satu kabupaten

b. Satu kecamatan d. Luar Kabupaten

Bentuk Jenis transaksi : a. Uang muka b. Tunai c. Kredit Status pembeli : a. Konsumen langsung b. Pedagang

III. Permasalahan dan Penyelesaiannya

1. Apa yang menjadi kendala dalam memproduksi sirup pala?

 ...  ...  ... 2. Apa solusi yang dilakukan dari permasalahan di atas?

 ...  ...  ...

IV. CATATAN


(67)

KUESIONER

RESPONDEN/PENJUAL SIRUP PALA

ANALISIS PROSPEK SIRUP BUAH PALA (Myristica fragrans Houtt) SEBAGAI AGROINDUSTRI SKALA RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BIREUEN, NANGGROE ACEH DARUSALAM

PENGENALAN TEMPAT

Dusun Desa Kecamatan Kabupaten Propinsi No urut sampel

PETUGAS

Enumerator Tanggal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

MARET 2011


(68)

I. Identitas Responden

1. Nama Responden :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

II. Data Umum Usaha yang Dikelola

1. Berapa lama usaha yang Bapak/Ibu miliki?... 2. Produk apasajakah yang Bapak/Ibu jual?... 3. Apakah Bapak/Ibu menjual sirup pala? a. Ya b. Tidak

4. Jika iya, darimanakah asal produk sirup pala yang Bapak/Ibu jual? ... 5. Berapakah harga pembelian sirup pala yang Bapak/Ibu? ... 6. Berapakah harga jual sirup pala yang Bapak/Ibu jual? ... 7. Berapakah jumlah penjualan sirup yang laku terjual setiap harinya?...

III. Permasalahan dan Penyelesaiannya

1. Apa yang menjadi kendala dalam penjualan sirup pala?

 ...  ...  ...  ... 2. Apa solusi yang dilakukan dari permasalahan di atas?

 ...  ...  ...  ...

IV. CATATAN

.... ... .... ... .... ... .... ...


(1)

Lampiran 4. Pengolahan Sirup Pala

Gambar 1. Buah Pala yang Menjadi Gambar 2. Sirup Pala yang Telah Bahan Baku Sirup Dimasak

Gambar 3. Pencucian Botol Sirup Gambar 4. Sirup Pala dalam Kemasan


(2)

KUESIONER

RESPONDEN/PENGOLAH SIRUP PALA

ANALISIS PROSPEK SIRUP BUAH PALA (Myristica fragrans Houtt) SEBAGAI AGROINDUSTRI SKALA RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BIREUEN, NANGGROE ACEH DARUSALAM

PENGENALAN TEMPAT

Dusun Desa Kecamatan Kabupaten Propinsi No urut sampel

PETUGAS

Enumerator Tanggal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

I. Identitas Responden

1. Nama :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

II. Data Umum Usaha yang Dikelola

1. Berapa lama usaha pengolahan sirup pala yang Bapak/Ibu miliki? ... 2. Berapakah produksi sirup pala dalam satu kali produksi? ... 3. Berapa kalikah Bapak/Ibu memproduksi sirup pala dalam 1 bulan? ... 11. Bagaimanakah proses pengolahan pala menjadi sirup pala?

... ... ... ...

Faktor Input Produksi

1. Darimanakan bahan baku pala diperoleh? ... 2. Berapakah harga pala per kilogram yang Bapak/Ibu beli? ... 3. Berapa banyakkah buah pala yang dibutuhkan dalam satu kali produksi? ... 4. Bahan pendukung apa sajakah yang dibutuhkan dalam memproduksi sirup

pala?... 5. Berapa banyakkah jumlah bahan baku yang diperlukan dalam sekali

produksi? ... 6. Berapakah harga yang dikeluarkan dalam setiap pembelian bahan

pendukung tersebut? ... 7. Alat-alat apa sajakah yang dibutuhkan dalam memproduksi sirup pala? .. ... 8. Berapakah jumlah karyawan dalam memproduksi sirup buah pala? ... 8. Berapakah gaji karyawan per orangnya? ...


(4)

Rincian biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi sirup pala

Faktor Produksi Jumlah Biaya (Rp)

Bahan baku pala Bahan pendukung

Peralatan Karyawan

Penjualan

1. Berapakah harga jual per satu botol sirup pala yang Bapak/Ibu jual? ... 2. Bagaimana sistem penjualan sirup pala dilakukan?

Tempat jual : a. Rumah b Pasar c. Koperasi Asal pembeli : a. Satu desa c. Satu kabupaten

b. Satu kecamatan d. Luar Kabupaten

Bentuk Jenis transaksi : a. Uang muka b. Tunai c. Kredit Status pembeli : a. Konsumen langsung b. Pedagang

III. Permasalahan dan Penyelesaiannya

1. Apa yang menjadi kendala dalam memproduksi sirup pala?

 ...  ...  ... 2. Apa solusi yang dilakukan dari permasalahan di atas?

 ...  ...  ... IV. CATATAN


(5)

KUESIONER

RESPONDEN/PENJUAL SIRUP PALA

ANALISIS PROSPEK SIRUP BUAH PALA (Myristica fragrans Houtt) SEBAGAI AGROINDUSTRI SKALA RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BIREUEN, NANGGROE ACEH DARUSALAM

PENGENALAN TEMPAT

Dusun Desa Kecamatan Kabupaten Propinsi No urut sampel

PETUGAS

Enumerator Tanggal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

MARET 2011


(6)

I. Identitas Responden 1. Nama Responden :

2. Usia :

3. Jenis Kelamin :

II. Data Umum Usaha yang Dikelola

1. Berapa lama usaha yang Bapak/Ibu miliki?... 2. Produk apasajakah yang Bapak/Ibu jual?... 3. Apakah Bapak/Ibu menjual sirup pala? a. Ya b. Tidak

4. Jika iya, darimanakah asal produk sirup pala yang Bapak/Ibu jual? ... 5. Berapakah harga pembelian sirup pala yang Bapak/Ibu? ... 6. Berapakah harga jual sirup pala yang Bapak/Ibu jual? ... 7. Berapakah jumlah penjualan sirup yang laku terjual setiap harinya?...

III. Permasalahan dan Penyelesaiannya

1. Apa yang menjadi kendala dalam penjualan sirup pala?

 ...  ...  ...  ... 2. Apa solusi yang dilakukan dari permasalahan di atas?

 ...  ...  ...  ... IV. CATATAN

.... ... .... ... .... ...