4.8 Perlawanan Secara Sembunyi
Gerakan Perlawanan ini diidentikkan dengan perlawanan secara tidak
langsung kepada Pemko Medan. Bentuk perlawanan secara tertutup dilakukan dengan tujuan menghindari konfrontasi langsung dengan Pemerintah. Perjuangan
seperti ini seperti yang dikatakan Scott, tidak membuat manifesto, demonstrasi tetapi daerah Lapangan Merdeka yang akan dimenangkan. Mencari dukungan
organisasi non pemerintah atau yang lebih dikenal dengan LSM dan mahasiswa menjadi salah satu perlawanan tersembunyi untuk mencari dukungan ini sesuai
dengan apa yang dikatakan Alisjahbana untuk melakukan perlawanan secara terselubung mengumpulkan kekuatan. Mencari dukungan kelompok yang
homogen seperti kelompok petani, nelayan dan buruh. Perlawanan tersembunyi ini dilakukan pedagang dengan tidak acuh menerima surat peringatan dari Pemko
Medan dan tetap berjualan di Lapangan Merdeka.
4.8.1. Membangun Koalisi
Keberadaan pedagang buku di satu sisi diharapkan masyarakat luas, di satu sisi seperti sektor yang tidak diharapkan oleh Pemerintah Kota Medan.
Keberadaan pedagang buku dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap buku-buku bekas dan murah. Pemko Medan yang akan merelokasi
pedagang buku, maka yang akan kehilangan adalah masyarakat. Relokasi ke tempat yang tidak lebih baik, akan menimbulkan perlawanan bukan hanya dari
pedagang buku itu sendiri. Bentuk koalisi antara pedagang buku dengan di luar dari pihak pedagang
diperlukan untuk membangun jaringan serta dukungan masyarakat terhadap apa yang sedang dialami oleh pedagang. Perlawanan akan menjadi gerakan kolektif
untuk menolak relokasi tersebut. Koalisi diperlukan untuk membantu pedagang mempejuangkan hak-hak mereka.
4.8.1.1. Koalisi Antar Organisasi Civil Society
Pedagang buku melayangkan surat pengaduan dan memohon perlindungan kepada Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Sumatera
Utara Kontras terhadap tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh Pemko Medan mengenai permasalahan relokasi. Telah terjalin hubungan emosional
antara pedagang buku dan koordinator Kontras yaitu, Bapak Herdensi Adnin sebagai alasan pedagang buku meminta bantuan advokasi. Pada saat perpindahan
pedagang buku masih berjualan di Titi Gantung pada tahun 2003, Bapak Herdensi juga lah yang ikut membantu memperjuangkan pedagang buku mendapatkan hak-
haknya. Dengan alasan tersebut, pedagang buku memilih dan membuat surat pengaduan kepada Kontras. Hal ini seperti yang dikatakan Ibu Isdawati :
“Karena koordinator Kontras yang bernama Herdensi Adnin, beliau itu emang pemain lama dari 2003, dan beliau tau seluk beluk bagaimana
pemindahan dari Titi Gantung ke Lapangan Merdeka. Yang jelas, tergerak juga hatinya untuk membantu kita. Beliau juga memperjuangkan tahun
2003 sampe ke Lapangan Merdeka, jadi karena udah dekat juga sama kita”. Wawancara, Januari 2015.
Kontras yang bergerak di bidang Human Right tentang Hak Azasi Manusia HAM memiliki landasan untuk membela pedagang buku. Hal ini berdasarkan
penuturan Bapak Herdensi Adnin : “Kalo Kontras ini kan isunya human right tentang hak asasi manusia,
konvenan ekonomi sosial budaya yang juga sudah di ratifikasi oleh indonesia dengan uu no 11 tahun 2005. Dalam Konvenan ekonomi sosial
budaya itu pertama di tegaskan bahwa setiap orang itu berhak untuk hidup dan memiliki penghidupan, kedua, setiap orang itu berhak atas
pekerjaan dan memilih pekerjaan sesuai dengan keingninan dan
kemampuan yang ia miliki, Nah berdagang itu adalah pekerjaan, jadi setiap individu itu punya hak dia itu untuk memilih pekerjaan sebagai
pedagang. Nah. Kalau itu hak maka tanggung jawab negara untuk memenuhinya, Kalau itu hak maka tanggung jawab negara untuk
melindunginya, Kalau itu hak maka tanggung jawab negara untuk memenuhinya. Maka, Kontras mengambil sikap untuk mengingatkan
negara bahwa mereka adalah tanggung jawab negara”. Wawancara, Januari 2015
Pedagang mengakui bahwa mereka hanya memiliki tekad dan niat untuk bertahan di sisi Timur Lapangan Merdeka. Untuk masalah taktik dan strategi
gerakan perlawananan di koordinir oleh Kontras dan didiskusikan bersama pedagang. Peran Kontras sangat vital dalam proses perlawanan P2BLM dan pihak
Kontras menyatakan bahwa sudah pernah memfasilitasi untuk bersatunya kedua belah kelompok pedagang buku, tapi upaya itu tidak berhasil. Kontras tidak ingin
masuk ke dalam bingkai konflik sesama pedagang dan karena dianggap bukan permasalahan substansial, lebih mengutamakan permasalahan pedagang yang
bersifat struktural antara masyarakat dan negara. Tidak ada titik temu antara kedua kelompok, membuat Kontras mengambil sikap untuk fokus terhadap hak-
hak yang harus di dapatkan pedagang. Fase ini apa yang disebut Baldridge sebagai fase mempengaruhi kelompok
sasaran influence stage. Pada fase ini mempengaruhi kelompok-kelompok, melakukan pencarian anggota simpatisan yaitu, mereka yang ikut memiliki tujuan
perubahan yang ingin dicapai. Pedagang buku mengadukan nasib mereka terhadap Lembaga Bantuan Hukum LBH Medan. Ini sebagai langkah untuk memohon
perlindungan secara hukum untuk menyatakan bahwa mereka tidak layak untuk digusur. Jaringan sosial yang dimiliki oleh Kontras, juga dimanfaatkan ketika
semua elemen masyarakat dihubungi oleh pihak pedagang buku, kelompok petani Front Rakyat Bersatu, Aliansi nelayan, Aliansi buruh, mahasiswa serta media
cetak dan online bergabung dengan pedagang buku untuk menolak relokasi tersebut. Mempengaruhi kelompok civitas akademika yang bergerak di bidang
kemanusiaan, PUSHAM Universitas Negeri Medan UNIMED, Sejarawan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik FISIP Universitas Sumatera Utara USU,
dan Fakultas Hukum USU. Media cetak di loby oleh pihak Kontras seperti harian Tribun, Waspada dan Analisa untuk mengangkat berita dan selalu
mempublikasikan ketika Kontras hendak melakukan konferensi pers. Seluruh kelompok elemen masyarakat bersatu mendukung pedagang buku dan akan
tercipta sebagai konsumsi publik dan mendapatkan dukungan dari seluruh lapisan masyarakat. Ini seperti yang diungkapkan Bapak Herdensi Adnin :
“Yah menpengaruhi kelompok-kelompok misalnya mempengaruhi PUSHAM UNIMED Universitas Negeri Medan karena disitu ada
kelompok yang peduli juga terhadap HAM, kita meloby Fakultas Hukum USU disitu kan ada akademisi, meloby FISIP USU. Ketika semua
organisasi ini bersuara membela pedagang itu kemudian persoalan pedagang buku ini kemudian menjadi konsumsi publik. Selalu loby ke
Media, Tribun Waspada dan Analisa. Wawancara, Januari, 2015
Kontras sebagai pihak yang mengadvokasi pedagang buku juga melaporkan kasus ini sebagai bentuk koalisi politik, kepada Kontras pusat di
Jakarta, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komnas HAM serta OMBUDSMAN. Langkah ini sebagai perjuangan non litigasi yang bergerak ke
arah politis dan loby politik untuk mendorong Pemko Medan mengakomodasi apa yang sebenarnya menjadi hak pedagang buku. Bapak Herdensi Adnin mengatakan
sebagai berikut : “Jadi, perjuangan politik. Langkah-langkah yang kita susun adalah
langkah politik, bagaimana kita mempengaruhi negara supaya mereka memiliki kepedulian terhadap hak-hak pedagang. Makanya mereka butuh
jaringan. Masyarakat kita ini tidak bisa dia mengadvokasi dirinya sendiri tanpa melibatkan pihak lain. Makanya kita dorong masyarakat kita ini
membentuk aliansi dia dengan kekuatan gerakan masyarakat yang lain. Jadi,disitu ada petani, nelayan ada buruh ada mahasiswa, kelompok
budayawan dan akademisi, itu di create oleh pedagang untuk masuk dalam aliansi mereka. Setelah aliansi itu terbentuk baru Kontras bersama
pedagang dan aliansinya mendesak Pemko Medan secara politik untuk merealisasikan apa yang sesungguhnya menjadi hak pedagang. Baik itu
melalui jalur, loby, maupun mempengaruhi institusi terkait lainnya misalnya Komnas Ham, DPRD Ombudsman supaya mereka mendorong
Pemko Medan memenuhi apa yang sesungguhnya menjadi hak pedagang”. Wawancara, Januari 2015
4.8.2. Menggelar Gebyar Sumpah Pemuda