Gerakan Perlawanan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, 2005. Sisi Gelap Perkembangan Kota. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group

Faisal, Sanafiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Lofland, John. 2003. Protes : Studi Tentang Perilaku Kelompok dan Gerakan Sosial. Yogyakarta. Insists Press

Martono, Bambang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada

Moyer, Bill. 2004. Merencanakan Pergerakan. Yogyakarta.Pustaka Kendi

Mustain. 20 Jakarta. Arr-Ruzz Media

Prasetyo, Bambang dan Lina, Miftahul Jannah. Metode Penelitian Kuantitatif. 2005. Jakarta. PT. Raja Grafindo Press

Pruitt, G & Jeffrey Z Rubin. 2004. Teori Konflik Sosial . Yogyakarta. Pustaka Belajar

Scott, James C. 2000. Senjatanya Orang-Orang Yang Kalah : Bentuk Perlawanan Sehari-hari Kaum Tani. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES

Situmorang, Abdul Wahib. 2007. Gerakan Sosial, Studi Kasus Beberapa Perlawanan. Yogyakarta. Pustaka Belajar


(2)

Suryadi, Budi. 2007. Sosiologi Politik : Sejarah, Definisi dan Perkembangan Konsep. Yogyakarta. IRCISOD

Triwibowo, Darmawan. 2006. Gerakan Sosial. Wahana Civil Society Bagi Demokrasi. Jakarta. LP3ES

Wahyudi. 2005. Formasi dan Struktur Gerakan Sosial Petani. Malang. UMM Press

Yustika, Ahmad Erani. 2000. Industrialisasi Pinggiran. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Zubir, Zaiyardam. 2002. Radikalisme Kaum Pinggiran

Yogyakarta.Insist Press dan Insist

Fellowship Program

Sumber Lain:

Andri. 2011. Festival Jogokali : Resistensi Terhadap Penggusuran dan Gerakan Sosial-Kebudayaan Masyarakat Urban. Jurnal Sosiologi Islam, Vol, 1. No, 2. Oktober. Surabaya. Universitas Wijaya Kesuma.

Astra, I Gde Semadi dan Arsana, I Gusti Ketut Gde. 2012. Resistensi Perempuan Bali Pada Sektor Industri Kreatif Di Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung. Jurnal, Vol. 1. No, 1, Desember. Bali. Universitas Udayana.


(3)

Kamaruddin, Syamsu A. 2012. Pemberontakan Petani UNRA 1943 (Studi Kasus Mengenai Gerakan Sosial di Sulawesi Selatan pada Masa Pendudukan Jepang). Makara, Sosial Humaniora, Vol. 16, No, 1, Juli. Makasar. Universitas Veteran Republik Indonesia.

Maliki, Dewi Nurrul. 2010. Resistensi Kelompok Minoritas Keagamaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 14, No, 1, Juli. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.

Zaini, Musthofa. 2011. Evaluasi Program Relokasi Pelaksanaan Pemukiman Kumuh (Studi Kasus : Program Relokasi Pemukiman Kumuh di Kelurahan Pucangsawit Kecamatan Jebres Kota Surakarta). Skripsi. Surakarta. Universitas Sebelas Maret .

(diakses pada tanggal 24

Desember 2014)


(4)

(diakses pada tanggal 12 Desember 2014)


(5)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam dan menggali informasi tentang permasalahan gerakan perlawanan pedagang buku P2BLM.. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, Bungin (2007:68).

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Jl. Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun. Adapun yang menjadi alasan peneliti untuk memilih lokasi penelitian ini adalah dikarenakan pedagang buku bekas merupakan cagar budaya Kota Medan dan merupakan pedagang buku bekas yang terpusat di sisi timur lapangan merdeka yang sekarang berada di Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian. Subjek penelitian dalam unit analisis dapat berupa kelompok ataupun individu. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah pedagang


(6)

buku bekas di Jl. Pegadaian, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun yang tergabung di dalam kelompok pedagang buku bekas P2BLM, Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang kemudian dianalisis sesuai hasil data lapangan.

3.3.2. Informan

Informan adalah subjek atau sumber informasi yang mengerti tentang permasalahan penelitian. Di dalam pemilihan informan dalam penelitian ini digunakan metode snowball. Informan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 yaitu informan kunci dan informan pendukung.

1) Informan Kunci

Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah

a) Ketua organisasi pedagang buku bekas pedagang buku bekas yaitu, ketua Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM).

b) Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara sebagai pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengadvokasi pedagang buku bekas.

c) Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan, bagian dari dinas terkait yang menangani masalah relokasi pedagang buku bekas sisi timur lapangan merdeka ke Jl. Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan, Medan Maimun.


(7)

2) Informan Biasa

a) Pedagang buku bekas yang berjualan di Jl. Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun dan menjadi anggota kelompok pedagang buku bekas (P2BLM)

3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan gejala atau satuan yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah pedagang buku bekas yang yang tergabung dalam kelompok pedagang buku bekas Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM) yang berjualan di tempat relokasi yaitu, Jl. Pegadaian, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun berjumlah 125 pedagang buku.

3.4.2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang ingin diteliti. Penentuan sample ini dilakukan karena sulit dalam penelitian untuk meneliti semua populasi. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dimaksudkan sebagai representase dari seluruh populasi sehingga kesimpulan berlaku bagi keseluruhan populasi. Sampel harus dilihat sebagai suatu pendugaan terhadap populasi dan bukan populasi itu sendiri, Bailey dalam Prasetyo dan Lina (2005:119). Sampel dalam penelitian dipilih melalui teknik sampling snowball . Bungin (2001) mengatakan Sampling Snowball (teknik bola salju) didefinisikan sebagai teknik untuk memperoleh beberapa individu dalam organisasi atau kelompok yang terbatas dan yang dikenal


(8)

sebagai teman dekat atau kerabat lainnya, kemudian teman tersebut menunjukkan teman-teman atau kerabat lainnya, sampai peneliti menemukan konstelasi persahabatan yang berubah menjadi suatu pola-pola sosial yang lengkap. Teknik penarikan sampel berdasarkan rumus adalah

�= N

n (d)2 + 1 Keterangan:

n : Jumlah sampel yang dicari N: Jumlah populasi

d : Nilai presisi (ditentukan α = 0,1 )

� = 125

125 (0,1)2 + 1

� = 125

2,25

n = 55,56

Jadi, sampel dalam penelitian ini yaitu 56 orang.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:

3.5.1 Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber informan yang ditemukan di lapangan. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer ini adalah dengan cara:


(9)

a) Observasi

Observasi adalah pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian artinya disini peniliti ikut terjun ke lapangan untuk memahami fenomena yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti langsung mengamati ke sisi timur lapangan merdeka dan Jl. Pegadaian tempat mereka berdagang sekarang. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang secara keseluruhan. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam catatan lapangan.

b) Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Wawancara merupakan salah satu metode yang penting dalam memperoleh data di lapangan. Wawancara merupakan proses tanya jawab antara peneliti dengan informan yang ada di lapangan. Dimana tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dari lapangan. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam (in-depth interview). wawancara lebih terarah maka digunakan instrumen berupa pedoman wawancara (interview guide) yakni urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan.


(10)

3.5.2 Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian atau sumber data lain:

a) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dapat berupa laporan, buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan internet yang berkaitan langsung dan dianggap relevan dengan rumusan masalah yang diteliti.

b) Kuesioner

Kuesioner ini dilakukan untuk mengetahui strategi bertahan pedagang buku P2BLM dan kondisi pasca di relokasi oleh Pemko Medan ke Jl. Pegadaian, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun.

3.6. Interprestasi Data

Menganalisis data menunjuk pada kegiatan mengorganisasikan data ke dalam susunan-susunan tertentu dalam rangka penginterpretasian data (Faisal 2007:34). Analisis data ditandai dengan pengolahan dan penafsiran data yang diperoleh dari setiap informasi baik pengamatan, wawancara atau catatan lapangan lainnya yang kemudian ditelaah dan dipelajari. Pada tahap selanjutnya adalah penyusunan data dalam satuan-satuan yang kemudian dikategorikan. Kategori tersebut berkaitan satu sama lain dan diinterpretasikan secara kualitatif.


(11)

Interpretasi data merupakan proses pengolahan data dimulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan apa yang terjadi di lapangan.

3.7. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 1995 : 263). Dalam penelitian ini peneliti menganalisis data sebagai berikut:

1) Analisis Tabel Tunggal

Merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri dari kolom, sejumlah frekuensi dan presentase untuk setiap kategori, Singarimbun (1995:266)


(12)

3.8. Jadwal Kegiatan

Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian:

No Jenis Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √ 2 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ 3 Seminar Penelitian √ 4 Revisi Proposal Penelitian √

5

Penyerahan Hasil Seminar

Proposal √

6 Operasional Penelitian √

7 Bimbingan √ √ √ √

8 Penulisan Laporan Akhir √ 9 Sidang Meja Hijau √


(13)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Pedagang Buku Bekas 4.1.1. Sejarah Pedagang Buku Bekas

Pedagang buku bekas bermula berjualan dari tahun 1960-an, dari sekelompok masyarakat yang tinggal di Gg. Buntu yang lokasinya dekat dengan Titi Gantung. Para pedagang memanfaatkan lokasi Titi Gantung Medan untuk berjualan buku bekas yang pada awalnya berfungsi untuk menghubungkan kawasan perumahan penduduk dengan Lapangan Merdeka dan sebagai sarana penghubung untuk menuju ke stasiun kereta api. Seiring dengan bertambahnya jumlah pedagang buku bekas yang berjualan maka pedagang buku bekas pun berjualan sampai ke Jl. Irian Barat, Jl. Jawa, Jl. Veteran,dan Jl.Sutomo.

Lokasi Titi Gantung pun menjadi titik pusat buku bekas di Kota Medan. Jumlah pedagang buku yang tercatat oleh Pemko Medan adalah sebanyak 180 pedagang pada tahun 2003. Titi Gantung adalah bangunan peninggalan Belanda yang dibangun pada tahun 1885 yang merupakan cagar budaya kota Medan sebenarnya dibangun ketika dibukanya Perusahaan Kereta Api Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) yang kini menjadi PT Kereta Api Indonesia (KAI). Titi Gantung bergaya khas Klasik Viktoria ini dari dahulu sampai kini tetap berdiri dengan tembok yang kokoh, unik dan memiliki lebar 40-50 meter dengan tinggi bangunan 7-8 meter dari permukaan jalan. Lebar Titi Gantung dengan lantai


(14)

berlapis aspal sepanjang 40-50 meter berada di atas jalur rel kereta api atau di bawahnya melintas kereta api.

Alih fungsi jembatan Titi Gantung menjadi tempat penjualan buku bekas dapat terjadi dikarenakan pada tahun tersebut buku termasuk barang mewah yang sulit untuk didapat. Fungsi sebenarnya dibangun Titi gantung adalah untuk penyeberangan dan lokasi ini yang dipilih untuk bertransaksi jual buku bekas. Pada tahun 2003, semasa kepemimpinan Walikota Medan yaitu Drs. Abdillah, pedagang buku akan di relokasi dengan alasan bahwa Titi Gantung merupakan cagar budaya. Seperti yang diungkapkan Didi Siswanto sebagai berikut :

”Kami dulu awalnya berjualan di Titi Gantung di relokasi ke Lapangan Merdeka dengan alasan cagar budaya. Itupun kami gak langsung pindah, Waktu dipindahi masi bertahan lah kami disini, setelah mediasi setujulah kami untuk pindah ke lapangan merdeka, itupun dengan catatan kami seluruh pedagang dihadapkan langsung oleh Pemko Medan yang diwakili oleh sekda nya (sekretaris daerah) tahun 2003 ketemunya pun di Hotel Dharma Deli”. (Wawancara, 17 Januari 2015). Pemindahan pedagang buku Titi Gantung ke sisi timur Lapangan merdeka adalah sesuai dengan SK: No. 511.3/5750. B tertanggal 22 Juli 2003. Surat tersebut menyatakan bahwa pedagang buku akan di relokasi ke sisi timur Lapangan Merdeka yang menjadi cagar budaya Kota Medan dan hak kepemilikan kios untuk pedagang buku. Pedagang buku akhirnya sepakat untuk di relokasi ke sisi timur Lapangan Merdeka. Pedagang sepakat untuk pindah karena lokasi berjualan di sisi timur Lapangan Merdeka merupakan inti pusat Kota Medan dan diyakini akan menambah omset penjualan buku bekas. Lokasi tersebut telah lama


(15)

tidak digunakan sebagaimana peruntukkannya yaitu untuk kegiatan olahraga sepatu roda. Kegiatan pedagang buku di lokasi ini juga merupakan peran serta dalam membantu penyediaan buku murah bagi para pelajar dan mahasiswa serta warga Medan, di tengah-tengah harga buku–buku yang sangat tinggi. Wilayah Ini kemudian dikenal sebagai pusat buku bekas dan buku murah di Medan. Pedagang pindah ke Jl. Pegadaian dengan berbagai syarat dan tuntutan. Jl. Pegadaian ini sendiri notabene adalah lahan dari milik PT. KAI. Jl. Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun merupakan kawasan jalur hijau.

4.1.2. Pedagang Buku Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1. Jenis Kelamin

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 38 orang 67.9

Perempuan 18 orang 32.1

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari tabel 4.1, dapat dilihat bahwa responden pedagang buku berjenis kelamin laki-laki lebih berjumlah 38 orang (67.9%). Pedagang buku berjenis kelamin perempuan lebih sedikit dibandingkan berjenis kelamin laki-laki, yaitu berjumlah 18 orang (32.1%).


(16)

4.1.3. Suku

Responden dalam penelitian terdiri dari beberapa suku yang berbeda yaitu, Batak. Jawa, Melayu, Minang dan suku lainnya. Jumlah persentase (%) suku responden dapat dilihat berdasarkan tabel 4.2.

Tabel 4.2 Komposisi Pedagang Buku Berdasarkan Suku

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Batak 16 orang 28.6

Jawa 23 orang 41.1

Lainnya 6 orang 10.6

Melayu 1 orang 1.8

Minang 10 orang 17.9

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari Tabel 4.2, dapat dilihat bahwa mayoritas responden adalah bersuku Jawa sebanyak 23 orang (41.1%). Melayu menjadi suku minoritas dengan jumlah 1 orang (1.8 %). Dapat dikatakan bahwa mayoritas pedagang buku adalah bersuku Jawa yang tinggal di Gang. Buntu pada saat awal berjualan di Titi Gantung hingga sekarang berjualan di Jl. Pegadaian


(17)

4.1.4. Tingkat Pendidikan Pedagang Buku

Responden dalam pnelitian ini mememiliki beberapa jenjang pendidikan yaitu, Perguruan Tinggi, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menegah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan tidak bersekolah. Hal ini dapat diilihat berdasarkan tabel 4.3.

Tabel 4.3 Tingkat Pendidikan

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Perguruan Tinggi 4 orang 7.1

SD 2 orang 3.6

SMA 43 orang 76.8

SMP 6 orang 10.7

Tidak Sekolah 1 orang 1.8

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari tabel 4.3, dapat dilihat bahwa pedagang buku yang tergabung dalam P2BLM tingkat pendidikannya kebanyakan adalah sampai tingkat SMA yaitu, 43 orang (76.8%). Untuk tingkatan yang tidak bersekolah terdapat 1 orang (1.8%) pedagang yang tidak bersekolah.


(18)

4.1.5. Tingkat Pendapatan Pedagang Buku

Tingkat pendapatan responden per bulan dapat dilihat berdasarkan tabel 4.4 sebagai berikut.

Tabel 4.4 Pendapatan Per Bulan

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Rp 500.000 - Rp 1.000.000 5 orang 8.9 Rp 1.100.000 - Rp 1.500.000 14 orang 25.0 Rp 1.600.000 - Rp 2.000.000 11 orang 19.6 Rp 2.100.000- Rp 2.500.000 12 orang 21.4

> Rp 2.600.000 14 orang 25.0

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari Tabel 4.4, dapat dilihat bahwa pedagang buku memiliki pendapatan yang bervariasi. Pedagang buku berjumlah 14 orang (25.0%) memiliki pendapatan per bulan sebesar > Rp 2.600.000. Pedagang berjumlah 5 orang (8.9%) memiliki pendapatan yang rendah yaitu, Rp 500-000 – Rp 1.000.000.


(19)

4.1.6. Lama Usaha Berjualan Buku

Mata pencaharian dengan berjualan buku bekas adalah mata pencaharian turun temurun. Usaha berjualan buku dilatarbelakangi dengan usaha sendiri ataupun dengan melanjutkan usaha orang tua. Lamanya pedagang buku berjualan secara representatif diuraikan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Lama Berjualan di Lapangan Merdeka

Uraian Frekuensi Persentase (%)

> 8 tahun 39 orang 69.6

1-2 tahun 3 orang 5.4

3-4 tahun 1 orang 1.8

4-5 tahun 4 orang 7.1

6-7 tahun 9 orang 16.1

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari tabel 4.5, dapat dilihat bahwa lamanya pedagang buku berjualan buku yaitu, > 8 tahun sebanyak 39 orang (69.6%). Banyak pedagang buku yang sudah berjualan pada saat masih berada di Titi Gantung dan di relokasi ke sisi timur Lapangan Merdeka yaitu, pada tahun 2003.


(20)

4.1.7. Sumber Pedagang Mendapatkan Buku

Pedagang memperoleh buku bekas dan buku baru didapatkan dari berbagai sumber. Sumber buku bekas pedagang diuraikan pada tabel 4.6 .

Tabel 4.6 Sumber Buku-Buku

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Lainnya 3 orang 5.4

Botot 12 orang 21.4

Sesama Pedagang Buku 21 orang 37.5

Mahasiswa atau anak sekolahan 10 orang 17.9

Penerbit 10 orang 17.9

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa, pedagang buku sebanyak 37.5% memperoleh buku dari sesama pedagang buku dan 21.4% diperoleh dari bototters. Buku yang diperoleh pedagang sedikit yang berasal dari penerbit yaitu hanya sebesar 17.9 % karena membutuhkan modal yang relatif besar untuk mengambil buku-buku dari pihak penerbit.

4.1.8. Kondisi Pasca Relokasi

Penolakan relokasi oleh pedagang buku diantaranya adalah lokasi usaha yang tidak strategis dan tidak berada di pusat kota. Pedagang menyatakan lokasi usaha berpengaruh terhadap tingkat pendapatan pedagang buku. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 4.7.


(21)

Tabel 4.7 Pengaruh Lokasi Usaha Terhadap Tingkat Pendapatan

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Sangat tidak setuju 1 orang 1.8

Tidak setuju 2 orang 3.6

Setuju 26 orang 46.4

Sangat setuju 27 orang 48.2

Total 56 orang 100.0

Sumber: Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari Tabel 4.7 dapat dilihat sebanyak 48.2% pedagang buku menyatakan sangat setuju dengan lokasi usaha mempengaruhi tingkat pendapatan. Pedagang buku yang setuju sebanyak 46.4%, kondisi ini sesuai dengan apa yang dikatakan Mazumdar dalam Alisjahbana (2005:74) yaitu, faktor lokasi usaha mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar dibandingkan dengan lamanya usaha. Lokasi yang strategis mempunyai andil yang sangat besar bagi pendapatan sektor informal.

Relokasi menurut pedagang adalah memindahkan dari satu tempat berjualan ke lokasi berjualan yang lebih baik, tetapi relokasi ini tidak ke tempat yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari uraian tabel 4.8

Tabel 4.8 Kondisi Lokasi Berjualan Di Jl. Pegadaian

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Tidak layak sama sekali 34 orang 60.7

Kurang layak 20 orang 35.7

Cukup layak 2 orang 3.6

Total 56 orang 100.0


(22)

Dari Tabel 4.8 dapat diliihat bahwa pedagang buku yang tergabung dalam organisasi P2BLM sebanyak 60.7% menyatakan kondisi di Jl. Pegadaian tidak layak sama sekali digunakan untuk berjualan dan 35.7% pedagang menyatakan kurang layak.

Tabel 4.9 Kondisi Sarana dan Prasarana

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Sangat tidak baik 21 orang 37.5

Tidak baik 27 orang 48.2

Kurang baik 8 orang 14.3

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari Tabel 4.9, dapat dilihat bahwa salah satu alasan pedagang untuk menolak relokasi dikarenakan sebanyak 27 orang (48.2%) pedagang menganggap sarana dan prasarana yang di sediakan Pemko Medan tidak baik dan sebanyak 37.5% pedagang menganggap sangat tidak baik. Tidak adanya fasilitas musholla, toilet umum, taman bacaan, ukuran kios yang kecil serta kios yang harus diperbaiki sendiri karena kondisinya tidak memungkinkan untuk menampung buku-buku pedagang, sebagai alasan pedagang menilai sarana dan prasarana yang disediakan oleh Pemko Medan mayoritas responden mengatakan tidak baik.

Lokasi yang tidak nyaman, kurangnya sosialisasi dari pihak pemerintah tentang relokasi sementara pedagang buku pindah ke Jl. Pegadaian, menyebabkan pedagang menurunya pendapatan pedagang buku. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 4.10


(23)

Tabel 4.10 Pendapatan Setelah Di Relokasi

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Pendapatan menurun 48 orang 85.7

Tidak ada peningkatan 3 orang 5.4

Kurang meningkat 5 orang 8.9

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari Tabel 4.10, dapat dilihat bahwa setelah di relokasi ke Jl. Pegadaian, sebanyak 85.7% pendapatan pedagang buku menurun dan 5.4% pedagang menyatakan tidak ada peningkatan sama sekali. Berdasarkan pengamatan peneliti, karena kurangnya sosialisasi dari pihak Pemko Medan mengenai relokasi sementara pedagang buku dan tidak strategisnya lokasi usaha pedagang buku.

4.1.8.1. Komunikasi Pedagang Buku

Adanya 2 organisasi pedagang buku di lokasi yang sama, menimbulkan komunikasi antar organisasi pedagang menjadi kurang baik. Tingkatan komunikasi antar organisasi pedagang dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Komunikasi Antar Organisasi Pedagang Buku

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Tidak baik 8 orang 14.3

Kurang baik 26 orang 46.4

Baik 21 orang 37.5

Sangat baik 1 orang 1.8

Total 56 orang 100.0


(24)

Dari tabel 4.11, dapat dilihat dengan adanya 2 organisasi pedagang buku, komunikasi yang terjalin antara sesama organisasi pedagang sebanyak 26 orang (46.4%) menyatakan komunikasi berjalan dengan kurang baik. Pedagang buku lainnya berjumlah 21 orang (37.5%) menilai bahwa komunikasi mereka baik dengan pedagang yang berbeda organisasi. Kondisi ini disebabkan perbedaan pendapat dan pemikiran tentang perjuangan untuk tetap bertahan di sisi timur Lapangan Merdeka yang menyebabkan komunikasi antar organisasi kurang baik.

Selama proses relokasi berlangsung, pemerintah yang seakan menempuh jalur penggusuran secara paksa menimbulkan keresahan dan hubungan komunikasi dengan pemerintah yang dapat diuraikan pada tabel 4.12

Tabel 4.12 Komunikasi Dengan Pemerintah

Uraian Frekuensi Persentase (%)

sangat tidak baik 8 orang 14.3

Tidak baik 18 orang 32.1

Kurang baik 22 orang 39.3

Baik 8 orang 14.3

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari tabel 4.12, dapat dilihat bahwa komunikasi dengan pemerintah berjalan dengan kurang baik. Komunikasi yang kurang baik ini berdasarkan jawaban 22 orang responden (39.3%). 18 orang (32.3%) responden mengatakan komunikasi yang terjalin dengan pemerintah berjalan dengan tidak baik. Kondisi


(25)

ini dikarenakan Pemerintah banyak menjanjikan harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Dalam proses relokasi, pedagang buku menilai pihak pemerintah tidak bisa mengakomodasi tuntutan pedagang buku dengan baik. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 4.13

Tabel 4.13 Kinerja Pemerintah Dalam Relokasi

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Sangat tidak baik 7 orang 12.5

Tidak baik 30 orang 53.6

Kurang baik 18 orang 32.1

Baik 1 orang 1.8

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (kuesioner) 2015

Dari tabel 4.13, dapat diliihat bahwa dalam proses relokasi, sebanyak 30 orang (53.6%) pedagang menilai pemerintah tidak melakukan tugasnya dengan baik. Kinerja pemerintah dalam proses relokasi dinilai kurang baik oleh 18 orang (32.1%) responden. Kondisi ini dilatarbelakangi dengan tidak adanya ganti rugi dalam proses relokasi oleh pemerintah.


(26)

Tuntutan revitalisasi karena pedagang buku sebagai cagar budaya Kota Medan dan pedagang buku meminta seharusnya mereka di bina oleh Pemko Medan untuk mengembangkan usaha kecil.. Hal Ini berdasarkan uraian Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Membutuhkan Mengembangkan Usaha Oleh Pemerintah

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Sangat tidak perlu 1 orang 1.8

Tidak perlu 1 orang 1.8

Perlu 32 orang 57.1

Sangat perlu 22 orang 39.3

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari Tabel 4.14, dpat dilihat bahwa dapat dilihat bahwa pedagang buku berjumlah 32 orang (57.1%) mengatakan merasa perlu di bina oleh Pemerintah untuk mengembangkan usaha menjual buku bekas. Pedagang yang lain yaitu berjumlah 22 orang (39.3%) mengatakan pengembangan usaha berjualan buku dinyatakan sebagai hal yang sangat perlu. Hal ini untuk meningkatkan pendapatan mereka dan promosi untuk pedagang buku, karena mereka menganggap bahwa mereka adalah jenis usaha skala kecil yang harus dikembangkan.


(27)

4.2 Profil Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM) P2BLM didirikan pada 01 Maret 2013, merupakan organisasi pedagang buku bekas yang menolak untuk di relokasi ke Jl. Pegadaian. Pendirian organisasi ini merupakan bentuk kekecewaan pedagang buku terhadap organisasi pedagang buku bekas sebelumnya yaitu, ASPEBLAM yang memilih sepakat untuk direlokasi ke Jl. Pegadaian oleh Pemko Medan.

Organisasi ini bersekretariat di sisi timur Lapangan Merdeka Medan sebagai wadah bagi pedagang yang menolak untuk direlokasi. Akta pendirian organisasi yaitu Nomor: 48, tanggal 29 Juni 2013.

I. ANGGARAN DASAR BAB I

NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN NAMA

Pasal 1

Organisasi ini bernama “ Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan “ (P2BLM).

WAKTU Pasal 2

Organisasi ini telah didirikan sejak tanggal 01-03-2013 (satu Maret dua ribu tiga belas) dan dijalankan untuk waktu yang tidak ditentukan lamanya.


(28)

TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 3

Organisasi ini berkedudukan dan berkantor pusat di Kota Medan dengan cabang- cabang dan atau perwakilan- perwakilan di tempat-tempat lain menurut anggota inti (pengurus)

CIRI Pasal 5

Organisasi ini dibentuk dari kesadaran berkumpul / berorganisasi dari pedagang buku bekas, sehingga yang menjadi ciri setiap anggota adalah pedagang buku bekas Lapangan Merdeka Kota Medan

SIFAT Pasal 7

Organisasi ini dibentuk berawal dari persamaan rasa dan jiwa memiliki patriotik pada saat terjadinya rencana perelokasian pedagang buku sisi timur Lapangan Merdeka Medan oleh pemerintah khususnya pemerintah Kota Medan, sehingga organisasi ini bersifat kekeluargaan, bahu-membahu dalam menghadapi tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan kepada pedagang buku sehingga nantinya seluruh anggota akan lebih aktif berkarya, mengembangkan potensi diri masing-masing anggota dalam naungan organisasi ini dan tidak mencari keuntungan financial pribadi


(29)

BAB IV

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 8

Maksud dan tujuan organisasi ini adalah :

I. Mempererat tali silahturahmi sesama pedagang buku bekas di sisi timur Lapangan Merdeka Medan dengan memberikan sumbangan bail materiil atau immateriil dalam organisasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka yang kemudian berkembang sebagai bagian organisasi untuk kesehjahteraan anggota khususnya dan masyarakat umumnya sehingga bermanfaat bagi bangsa dan negara

4.2.1. Susunan Kepengurusan Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan (P2BLM)

Berikut ini adalah daftar nama pengurus organisasi P2BLM periode 2013-2016.

Penasihat : Nelson Nicolas Marpaung

H.Syamsul Bahri Lubis H.Rujaya

Lunik Pasaribu Aliman Batubara Lilik S. Lubis

Ketua : Sainan


(30)

Wakil Ketua : Yuan Pasaribu Wakil Ketua : Dedi Syahputra

Sekretaris : M. Hasrah Siregar

Wakil Sekretaris : M. Lindon Simatupang Wakil Sekretaris : Lina Br. Ginting Wakil Sekretaris : Sandy Sardi

Bendahara : Arningsih

Wakil Bendahara : Didi Siswanto

Sub Bidang :

I. Bidang Diklat , Keanggotaan dan Kaderisasi 1. Manarsar Panjaitan

2. Indra Sakti Lubis

II. Bidang Ekonomi dan Koperasi 1. Agus Eko Muchtarian Lubis 2. Ilham Malagandi Batubara

III. Bidang Sosial , Politik dan Budaya 1. Alizardi


(31)

IV. Bidang Hubungan Kemasyarakatan dan Lingkungan Hidup 1. Ramot Lubis

2. Fadli Syahputra

V. Bidang Keagamaan 1. M. Yusnan 2. Lisbet Tohang

4.3 Kepentingan Dinas Perumahan dan Permukiman

Pada tahun 2012, Pemko Medan melalui Dinas Perkim sebagai pelaksana teknis berencana merelokasi kembali pedagang buku bekas dan buku murah di sisi Timur Lapangan Merdeka. Pemko Medan menjelaskan kepada pedagang bahwa pada kawasan tersebut akan dibangun proyek sky bridge, city check in dan lahan parkir yang akan terintegrasi dengan Bandara Kuala Namu. Pembangunan ini menggunakan lahan dengan panjang 244 meter dan lebar 39 meter yang saat itu masih berdiri kios pedagang buku. Hal ini seperti yang dikatakan Pak Chairul Abidin dari Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan :

“Karena adanya bandara Kuala Namu dibangun, jadi dari Kota Medan lah pusat Kota untuk akses ke Bandara Kuala Namu salah satu alternatif roda transportasi itu kan di kereta api. Ada pihak dari kementerian dan program dari pusat meminta untuk terintegrasi sarana transportasi tadi dimohon ke pihak Pemko Medan untuk segera dibangun jembatan penyeberangan sekaligus city check in. City check in itu kita mau ke bandara Kuala Namu jadi sebelum ke Kuala Namu kita bisa check in keberangkatan dulu itu sebenarnya tujuan pertama. Untuk menghubungkan kan diperlukan areal parkir yang mau berangkat ke kuala namu atau untuk menurunkan penumpang jadi integrasinya itu disitu”. (Wawancara, 06 Februari 2015).


(32)

Pihak dari Kementrian menginstruksikan kepada Pemko Medan agar dengan segera menyelesaikan proyek Sky bridge, city check in dan lahan parkir di karenakan Bandara Kuala Namu International akan segera dioperasikan. Pedagang berjualan berdasarkan aset Pemko berdasarkan pemerintahan Walikota sebelumnya yaitu, Bapak Drs. Abdillah. Program pembangunan tersebut merupakan program dari pusat dan harus terintegrasi semua sarana transportasi untuk mendukung Bandara Kuala Namu. Sinergitas transportasi pembangunan nasional menjadi dasar bagi pihak pemerintah Kota Medan wajib melaksanakan program tersebut di sisi timur Lapangan Merdeka. Lokasi tersebut merupakan tempat berjualan pedagang buku bekas. Pemerintah memiliki design lokasi relokasi yaitu, masterplan untuk merelokasi pedagang buku awalnya ke Jl. Mandala dan merupakan tanah dari PT.KAI. Program pembangunan tersebut terkendala dengan keengganan pedagang buku untuk pindah ke lokasi tersebut. Terdapat beberapa allternatif lokasi yang juga ditawarkan kepada pedagang buku seperti ke Taman Budaya, Perisan hingga ke Jl. Pegadaian.

Pedagang buku tidak ingin pindah ke Jl. Mandala dikarenakan lokasi tersebut jauh dari pusat inti kota. Tidak seperti di Lapangan Merdeka yang merupakan pusat kota dan lokasi di Jl. Mandala sulit untuk dijangkau masyarakat. Penolakan relokasi ini ditanggapi sebagai hal yang wajar dalam proses pembangunan. Mengenai aspek legalitas hukum mengapa pedagang buku yang notabene berjualan buku sah secara hukum direlokasi dari sisi timur Lapangan Merdeka harus direlokasi, pihak dari Dinas Perkim menyatakan semua ada aturan dan landasan. RTRWK bisa dirubah dengan persetujuan anggota dewan. Ini sesuai dengan pernyataan Pak Mukhyar :


(33)

“Sky bridge udah dibuat di perda kita dibangun disitu masalahnya sekarang harus menelusuri Bapeda. Masterplan kereta api orang tu bangunnya dimana kadang-kadang masterplan kami disini, kereta apai disini kan kami harus bersinergi jadi bukan kitab suci yang tidak bisa dirubah, tiap saat bisa berubah namanya produk manusia, siapa bilang RTRWK gak bisa dirubah, ya boleh boleh aja. Kita kan harus ikuti orang itu kereta api. Saya sekedar melanjutkan, di dalam buku perdanya kami bangun disitu, kalo gak kami bangun ngelanggar perda, APBD Kota Medan yang harus kita kerjakan dibahas di anggota dewan. Kalo dia gak tau berarti kan dia gak baca” (Wawancara, Januari 2015)

Dinas Perkim tidak ingin menjawab pertanyaan secara detail landasan hukum pembangunan sky bridge yang seharusnya di Jl. Jawa, Kecamatan Medan Timur karena bukan merupakan bagian tugas dari mereka, Dinas Perkim ditegaskan hanya sebagai pelaksana teknis. Pemerintah melakukan pendekatan dengan cara sosialisasi dengan surat peringatan sebanyak 3 kali dan melakukan pertemuan untuk mengakomodasi keinginan pedagang. Keinginan untuk pindah ke Jl. Pegadaian adalah merupakan keinginan dari pihak pedagang melalui organisasi Asosiasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (ASPEBLAM). ASPEBLAM dikatakan sebagai pedagang yang menurut dan mengikuti kemauan pemerintah. Pedagang yang bertahan dan menolak relokasi diberikan label negatif oleh pihak pemerintah. Stigmatisasi ini bertujuan untuk mendiskreditkan Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM) terisolasi secara sosial. Kekerasan kultural yang termasuk didalamnya adalah streotipe mengenai gerakan perlawanan pedagang buku bahwa ketua dari P2BLM hanya ingin mendapatkan kios yang banyak untuk keuntungan secara pribadi. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Pak Muhkyar:

“Itu Sainan anggapannya semua kios nanti milik dia itu, semua lahan dia yang punya, dia yang jamin sama pedagang lain bahwa itu hak mereka, amanlah itu. Itu dia yang bilang hasil perjuangan dia itu, kan gak bisa gitu, bisa jadi dijual nanti atas nama Sainan” (Wawancara, Januari 2015)


(34)

Penggusuran secara paksa dilakukan untuk mempercepat proses pembangunan tersebut. Dinas Perkim menyatakan tidak bisa lagi melakukan penggusuran secara paksa karena melanggar Hak Asasi Manusia. Batalnya penggusuran secara paksa untuk menjadi kekondusifan masyarakat karena berkaitan dengan Pemilu Legislatif untuk menjaga keamanan masyarakat Kota Medan dan dipilih dengan cara negoisasi. Pada saat proses pembangunan pekerja proyek pembangunan dipukul oleh pedagang buku. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan Pejabat Pembuat Komitmen Pak Mukhyar :

“Kita ajaklah berembuk, kan jamannya pemilu legislatif suasana politik kan memanas, jadi lurah camat dinas perkim satpol pp kan menjaga suasana tetap kondusif. Berapa kali kita mau menggusur gak jadi. Pedagang yang mukuli pekerja yang disitu dipukulin perempuan yang mukul diadu ke polisi asin ceritanya. Indonesia kan ini boleh petugas dipukuli tapi coba masyarakat dipukuli, ini orang gak tau hak dan kewajiban pada saat sedang dibangun. pakar-pakar hukum kita membela itu. Datang satpol pp digusur disorot media dibilang Pemerintah kejam kan jadi dilema kita antara hak dan kewajiban”.(Wawancara, januari 2015)

4.4 Proses Terbentuknya Organisasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM)

Pedagang buku pada saat berjualan di Titi Gantung memiliki paguyuban sesama pedagang buku bekas. Paguyuban tersebut dibentuk dengan tujuan untuk melakukan perlawanan menolak relokasi dari Titi Gantung ke sisi timur lapangan merdeka. Pedagang buku direlokasi dikarenakan Titi Gantung merupakan cagar budaya Kota Medan yang harus dijaga dan dilestarikan keindahannya.

Mendengar adanya rencana Pemko Medan akan kembali merelokasi, pedagang buku bekas akhirnya sepakat untuk membentuk organisasi pedagang


(35)

buku bekas yaitu Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (ASPEBLAM). ASPEBLAM dibentuk juga berdasarkan paguyuban yang berasal dari Titi Gantung dan merubah nama karena lokasinya yang juga sudah berbeda yaitu di sisi timur lapangan merdeka. Pedagang menolak di relokasi dengan alasan Jl. Mandala by pass bukan merupakan pusat inti kota Medan dan lokasinya sangat jauh yang dikhawatirkan akan menurunkan omset penjualan buku bekas. Sainan mengatakan :

“Di tahun 2012 itu ada respon dari Pemko Medan untuk merelokasi kami ke Jl. Mandala by pass. Kami tidak menerima relokasi tersebut. Sejak itulah kami pedagang buku melakukan musyawarah dan rembukan untuk membentuk kelompok pedagang buku yang namanya ASPEBLAM yaitu, Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan. Itu terbentuk karena adanya Pemko Medan mau merelokasi kami ke Jl. Mandala. Tujuan dibentuknya ASPEBLAM yang itu untuk melakukan satu penelitian maksud dan tujuan Pemko Medan merelokasi apakah itu menguntungkan pedagang atau tidak”. (Wawancara, 24 Januari 2015).

ASPEBLAM adalah organisasi yang dibentuk oleh pedagang buku bekas untuk menolak relokasi yang akan dilakukan Pemerintah Kota Medan dan memiliki tugas untuk melakukan kajian apakah relokasi tersebut menguntungkan pihak pedagang atau tidak. Keinginan semua pedagang pada saat akan direlokasi yaitu, mengambil komitmen untuk tetap bertahan di sisi timur Lapangan Merdeka.

Hal ini di sepakati pada rapat pedagang buku di Parapat. Hasil rapat tersebut memutuskan bahwa pedagang buku akan bertahan dan menolak relokasi oleh Pemko Medan. Alasan pedagang menolak adalah lokasi tersebut kurang strategis dan merupakan pinggiran kota Medan. Pedagang juga mengatakan karena lahan tersebut merupakan lahan PT. KAI bukan aset dari Pemko Medan ada kemungkinan kios tersebut menggunakan sistem sewa dan pedagang dibebankan untuk membayar uang sewa kios sebesar Rp850 ribu per tahun.


(36)

Setelah mendapatkan hasil keputusan hasil rapat di Parapat, para pedagang yang awalnya menolak relokasi, namun akhirnya pengurus menyetujui untuk di relokasi tanpa memberitahukan kepada anggota pedagang buku bekas lainnya. Dengan alasan pedagang buku harus mengikuti aturan Pemko Medan. Hal ini karena sesuai dengan aspirasi anggota ASPEBLAM dan lokasi tempat yang akan digunakan sudah representatif serta Pemko Medan menyetujui hal tersebut. Ukuran kios 2 x 2 meter lebih besar dibandingkan di Lapangan Merdeka. Ukuran tempat dan lokasi usaha sejajar, berbeda dengan yang ada di Lapangan Merdeka, kios ada yang bertempat di belakang dan ada yang berada di depan. Kesepakatan syarat yang diajukan pengurus adalah :

1) Biaya relokasi dan pembangunan kios di lokasi baru ditanggung oleh Pemko Medan atau pihak yang ditunjuk Pemko.

2) Perpindahan dilaksanakan secara bersamaan.

3) Lokasi baru bagi pedagang harus sah secara hukum.

Usulan dan syarat disepakati oleh Pemko Medan dan Dinas Perumahan dan Permukiman agar menyiapkan dengan segera alas hukum lokasi yang akan di tempati pedagang buku bekas. Kebijakan pengurus yang awalnya menolak dan tiba-tiba sepakat untuk pindah mulai menimbulkan kecurigaan dan kekecewaan dari beberapa pedagang buku karena telah mengingkari hasil keputusan di rapat. Berdasarkan penuturan Bapak Fadli Syahputra sebagai berikut :

“Setelah pulang dari Parapat terjadi perbedaan kebijakan yang menyatakan kepengurusan rela di relokasi, karena alasan pengurus sudah sesuai dengan kebijakan pemerintah jadi kita harus mengikuti pemerintah, kita awalnya bertahan nah kenapa tiba-tiba jadi kita setuju sama relokasi itu, awalnya disinyalir adalah sesuatu yang tidak bisa kita pastikan . Yang jelas komitmen itu berubah dari awalnya bertahan hingga setuju untuk pindah”. (Wawancara, tanggal 15 Januari 2015).


(37)

Kesepakatan tersebut ternyata hanya janji-janji belaka, karena Pemko Medan dianggap mengingkari hasil kesepakatan dengan pedagang, dikarenakan tidak kunjung jelas alas hukum lokasi kios yang akan dipakai dan sudah diberi surat pemberitahuan untuk mengosongkan kios. Hal ini menimbulkan amarah dan kekecewaan pedagang. Realisasi dari kekecewaan pedagang buku untuk kembali menolak relokasi yaitu, adanya aksi turun ke jalan dan melakukan demonstrasi. Aksi tersebut diikuti oleh pedagang buku, agar aspirasi mereka didengarkan pedagang memblokir Jalan. Stasiun, seputaran Lapangan Merdeka, Medan. Aksi ini dengan membakar ban bekas serta kayu untuk dibakar. Aksi ini untuk menolak relokasi ke Jl. Pegadaian dan segera membuat alas hukum bagi pedagang jika akan di relokasi.

Aksi pada tanggal 29 Oktober 2012 ini mendapat perhatian dari pengguna arus lalu lintas dan mengundang perhatian media massa untuk meliput mereka. Aksi ini sempat terjadi keributan antara Satpol PP dengan pedagang, hal ini dikarenakan Satpol PP berusaha untuk memadamkan api. Untuk menghindari bentrok Satpol PP akhirnya membiarkan aksi tersebut dan tidak jadi melakukan pemadaman api tersebut. Aksi bakar ban bekas dan kayu ini berada di 3 titik sepanjang Jalan Stasiun. Tumpukan kayu dan ban bekas ditumpuk untuk dibakar hingga menciptakan asap hitam mengepul ke udara. Pedagang juga mengeluarkan spanduk bertuliskan “Kami Menolak Relokasi, Jangan Gadaikan Kami Dengan Lapangan Parkir”. Kemacetan tak terhindarkan karena lokasi pedagang buku melakukan aksi di pusat kawasan kota tepat di depan stasiun kereta api.

Kecurigaan dan ketidakpercayaan anggota terhadap pengurus memuncak dengan adanya rencana Pemko Medan untuk membangun pondasi di lapangan


(38)

merdeka. Bangunan pondasi tersebut harus menghancurkan tempat pedagang sebanyak 20 kios. Pengurus pada saat itu menyepakati hak tersebut dengan syarat perusahaan pengembang menyatakan akan membayar ganti rugi biaya harian yaitu sebesar Rp.50.000, - (lima puluh ribu rupiah) perhari kepada 20 pedagang yang kiosnya akan dirusak, dan apabila pada tanggal tersebut pelaksanaan pembangunan 180 kios belum selesai maka perusahaan akan memberikan tambahan biaya harian tersebut sebanyak 10 kali lipat dari biaya harian yang telah disepakati yaitu menjadi Rp.500.000, - (lima ratus ribu rupiah) per hari.

Namun, para pedagang 20 kios tersebut hanya menerima biaya harian selama 21 hari sebanyak Rp.700.000, (tujuh ratus ribu rupiah) yaitu 19 Desember 2012 s/d 10 Januari 2013, selebihnya yaitu sampai dengan Maret 2013 para pedagang ini tidak lagi menerima uang harian tersebut. Sampai dengan 18 Maret 2013 dan lokasi berjualan mereka belum kunjung selesai juga dibangun di Jl. Pegadaian serta alas hukum yang belum jelas. Hal ini beradasarkan penuturan dari Bapak M. Hasrah Siregar yang kiosnya termasuk dihancurkan di awal menyatakan :

“Awalnya 20 kios ini akan dijanjikan dengan ganti rugi Rp.50.000 per hari oleh pihak developer (pengembang) dan dibantu oleh kepengurusan masa itu. Alasan kami untuk meminta ganti rugi ya mau makan apa kami, belum lagi anak, istri kami, kalo cuman segitunya pendapatan kami. Maka dari itu, kami terima kios kami dihancurkan dengan catatan, apabila sampai dengan 21 hari kios kami belum selesai dan seluruh pedagang belum juga pindah maka ganti ruginya 10 kali lipat per hari jadi nya Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per hari. Logikanya kan gini gak mungkin kami bisa cari makan di pegadaian 20 kios ini sedangkan yang rame itu di masih di Lapangan Merdeka”. (Wawancara, 16 Januari 2015). Pedagang yang 20 kiosnya dihancurkan mengadukan nasib mereka kepada pengurus, tetapi tidak di respon dengan baik. Pedagang dijanjikan oleh pengurus


(39)

apabila dalam jangka waktu yang dekat tidak juga dibayar maka pedagang buku akan melakukan demonstrasi. Hal itu tidak kunjung terjadi, tuntutan ganti rugi pedagang buku berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan dari pihak pengembang. Berdasarkan kejadian tersebut memicu pedagang buku untuk membuat organisasi baru, karena merasa aspirasi mereka sudah tidak di dengarkan lagi oleh pengurus ASPEBLAM. Awal pertemuan anggota yang tidak sepakat berawal di Taman Sri Deli dengan diam-diam tanpa diketahui oleh pengurus ASPEBLAM. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Bapak Didi Siswanto yang mengatakan bahwa :

“Pengurus aspeblam ini udah gak betul, karena udah melanggar kesepakatan yang ada di aspeblam itu. Berarti ini ada udang di balik peyek kan gitu istilahnya kan pada saat itulah kami dan kawan-kawan yang tidak sepaham dengan aspeblam mengadakan pertemuan di Taman Sri Deli dengan tujuan membicarakan ketidaksetujuan kami dengan keputusan ASPEBLAM tadi. Itulah awal mulanya terbentuk (Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka) P2BLM”. (Wawancara, Januari 2015).

Kondisi ini sesuai dengan apa yang dikatakan Balridge sebagai fase pragerakan (premovement stage). Pedagang buku sebagai individu merasakan adanya tekanan sruktur dari Pemko Medan dan dari pengurus ASPEBLAM agar segera setuju untuk di relokasi. Fase pragerakan ditandai dengan berkumpulnya beberapa pedagang yang memiliki minat yang sama untuk berkumpul, yang merasakan kebencian, diskriminasi dan membentuk organisasi P2BLM sebagai awal gerakan. Terdapat dua penyebab terbentuknya Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka yaitu :

1) Kecewa dengan kebijakan pengurus Aspeblam yang menyetujui relokasi ke Jl. Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun, serta mengingkari hasil rapat di Prapat.


(40)

2) Anggota menganggap pengurus tidak bertanggung jawab atas ganti rugi terhadap penghancuran 20 kios awal yang diperuntukkan untuk pondasi awal sky bridge.

3) Anggota pedagang buku ingin tetap berjualan di sisi timur Lapangan Merdeka

Kondisi ini di pertegas dengan pernyataan Ibu Isdawati yang mengatakan kecewa terhadap pengurus ASPEBLAM dan tidak ada tanggung jawab dari pengurus untuk mengakomodir suara anggota pedagang buku. Berikut kutipan pernyataan beliau :

“Pengurus selalu mengambil keputusan sendiri, tidak ada kompromi dengan anggota. Pengurus semacam punya ambisi dan membodohi anggota yang lainnya. Seharusnya setiap dia ketemu dengan siapapun kalo mengambil suatu keputusan dan lain-lain mereka tidak berhak mengambil keputusan sendiri harus melalui keputusan anggota kalau sudah keputusan anggota kan berarti keputusan yang akurat ketidakcocokan pemikiran. Karena kita kan organisasi, itu yang membuat kita pecah, karena sebenarnya yang anggota mau bagaimana organisasi ini berjalan dengan prosedur yang ada tanpa ada embel-embel dan maksud tertentu. Karena ada keganjalan-keganjalan dalam organisasi itu maka kami memisahkan diri. Karena kita positif kalau kita lihat (pengurus) keluar jalur kita lebih bagus membangun organisasi yang baru dari hati ke hati bukan dari ambisi. Tidak ada kecocokan pengurus dan anggota lainnya. Dibentuknya P2BLM itu adalah wadah yang betul-betul menjalankan wadah organisasi itu yang sebenarnya. ” (Wawancara, 17 Januari 2015).

4.5 Tindakan Diskriminasi Penghancuran Kios Terhadap Pedagang Buku Pada hari Kamis, tanggal 19 September 2013 telah terjadi peristiwa pengrusakan dan pengancaman (intimidasi) yang diduga dilakukan oleh Supriadi dan kawan-kawan yang mengaku di suruh Pemko Medan. Oknum yang mengklaim di suruh oleh Pemko Medan ini membawa martil, cangkul dan


(41)

sejumlah alat berat lainnya. Pada hari itu pedagang buku seperti biasa sedang membuka aktifitas transaksi jual beli buku di sisi timur Lapangan Merdeka. Saat pedagang buku memulai usaha mereka, terdapat sekelompok orang yang bernama Supriadi dengan membawa cangkul, martil dan alat berat lainnya masuk ke lokasi kios pedagang buku. Pedagang pada saat itu mengira bahwa mereka adalah pekerja proyek bangunan sky bridge yang lokasinya bersebelahan dengan kios pedagang buku.

Sekitar pukul 11.36 wib, tiba-tiba Supriadi menyuruh kawan-kawan merusak salah satu kios pedagang buku, dimana peristiwa pengrusakan tersebut membuat para pedagang terkejut dan panik lalu beramai-ramai mendatangi salah satu kios yang dirusak tersebut, sehingga sejumlah orang yang diperintah oleh Supriadi tersebut berhenti menghancuri kios. Para pedagang menanyakan kenapa kalian (supriadi dan kawan-kawan) merusak kios, lantas di jawab para perusak tersebut bahwa mereka melakukan pengrusakan karena disuruh oleh Supriadi dan mereka juga menyampaikan bahwa Supriadi sebagai kordinator lapangan yang memberi perintah untuk menghancurkan kios.

Para pedagang yang tergabung dalam Persatuan Pedagang Lapangan Merdeka (P2BLM) menemui Supriadi yang juga berada di tempat kejadian perkara dan mengatakan kenapa dan/atau apa dasar kalian untuk merusak kios pedagang buku, lalu dijawab Supriadi atas dasar perintah Pemko, lalu kembali di tanya salah seorang pedagang kalau memang benar ini atas dasar suruhan Pemko mana bukti surat perintah tugas untuk menghancurkan kios ini, Supriadi tidak bisa menjawab. Para pedagang kemudian meminta kepada Supriadi dan kawan – kawan supaya menghentikan pengrusakan.


(42)

Sekitar pukul 12.10 wib, Supriadi dan kawan-kawan selanjutnya mengambil posisi mundur dan mengehentikan aksi penghancuran kios milik Yuan Pasaribu, begitupun dikarenakan sikap yang sangat tidak manusiawi (melakukan pengrusakan) yang dilakukan para perusak menimbulkan perasaan yang sama dari para pedagang untuk mempertahan hak untuk mencari kehidupannya, dan selanjutnya para pedagang tetap mengawasi serta berjaga untuk menghindari aksi pengrusakan susulan.

Sekitar Pukul 14.17 wib, Supriadi dan kawan - kawan kembali melakukan penghancuran salah satu kios, hingga membuat para pedagang secara spontan mendatangi dan menghadang lalu meminta kepada Supriadi dan kawan-kawan agar supaya menghentikan pengrusakan, lalu salah seorang suruhan Supriadi memerintahkan kepada kawan-kawanya untuk masuk ke dalam proyek yang bersebelahan dengan kios para pedagang buku bekas Lapangan Merdeka Medan. Terjadi bentrok dengan aksi saling dorong antara pedagang buku dengan oknum yang mengaku dari Pemko Medan. Kejadian tersebut beradasarkan pernyataan Fadli Syahputra :

“Pada saat itu pihak Kontraktor pernah melakukan memanggil orang bayaran untuk menghancurkan atau mengahantam kami pedagang P2BLM. Itu dengan turunya sekian ratus orang yang di fasilitasi sama pihak Kontraktor dengan menggunakan jasa tukang batu untuk memasuki lahan dan menghancurkan kios. Itu sempat terjadi kontak dengan pedagang. Kami mennyikapinya secara spontanitas aja. Cara masuk orang itu pun tidak diketahui sama pedagang. Orang itu gak sekalian datang banyak, satu- satu, ya kita pikir mereka itu pekerja yang udah diambil lahan ama pengembang itu 17,5 meter. P2BLM ini tidak mau memulai, walaupun pun sudah dicurigai, tapi dibilang waktu itu ama ketua kita belum ada tindakan jangan pernah membuat tindakan. Kita sabar, lalu tiba-tiba banyak berani mereka hancurkan kios, udah ada satu itu yang dipukul mereka kek, martil, linggis, godam, ketauan sama


(43)

pedagang ya ributlah. Menjerit pedagang, kumpul semua pedagang, bentrok belum sempat puku-pukulan cuman tolak-tolakan aja, gak lama itu datang pihak kepolisian medan barat di tengahi sama mereka yang sedikit beratnya ke kontraktor”. (Wawancara, Januari 2015)

Berdasarkan kejadian tersebut pedagang buku membuat laporan pengaduan ke pihak kepolisian. Pihak pelapor sebagai korban pengancaman dan pengrusakan kios pedagang buku yang tergabung dalam Pesatuan Pedagang Buku Lapangan Merdeka (P2BLM) merupakan tempat korban berjualan/berdagang/jual beli buku untuk mencari nafkah. Bersama dengan Kuasa Hukum P2BLM yaitu, Taufik Umar Dhani, pedagang memberikan surat pengaduan laporan. Pedagang menyatakan bahwa mereka yang cenderung untuk diperiksa dan di proses. Pihak Kepolisian secara tidak langsung membela oknum pihak Pemko atau Kontraktor, Supriadi. Ini sesuai dengan yang dikatakan Bapak Sainan :

“Kita yang melapor malah kita yang diperiksa sama pihak kepolisian dan penyidik, kita jumpa langsung dengan Polsek Medan Barat, sewaktu jaman Pak Nico. Malah kita yang diproses dan disidik. Nah pada saat itu untungnya kita membawa tim advokasi kita yaitu bang Taufik Umar Dhani. Nah, diliiatnya pembicaraan itu sudah tidak mengarah lagi kepada kita membuat pengaduan, malah kita yang di proses, dihentikan Dia terus. Awalnya kan kita mau ngadu kios kita di rusak, lama-lama kenapa kita yang disidik, kita langsung keluar dan gak mau lagi kami buat surat laporan lagi. Nah, disitu kan nampak bahwa pihak kepolisian membantu pihak pengembang”. (Wawancara, Januari 2015)

4.6 Awal Membangun Gerakan

Pada fase ini sesuai dengan apa yang dikatakan Baldrige sebagai fase membangun gerakan (movement building stage) yaitu, dimana pengorganisasian gerakan dikumpulkan untuk mempunyai maksud dan tujuan. Perumusan strategi aksi dan membolisir massa diperlukan untuk langsung mengenai sasaran. Organisasi pedagang awalnya terbentuk adalah berdasarkan berkumpulnya


(44)

mereka yang memiliki tujuan yang sama dan bukanlah organisasi formal berlandaskan perjuangan. Hal ini seperti apa yang dikatakan Koordinator Kontras

“Oleh karena itu, langkah yang kita bangun pertama adalah, membenahi organisasi pedagang dari organisasi STM (serikat tolong menolong) bahasa saya itu kemudian menjadi satu organisasi perjuangan” (Wawancara, Januari 2015)

Organisasi pedagang yang awalnya tidak memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) kini memiliki hal tersebut. Ini bertujuan untuk mengubah organisasi pedagang buku ke arah yang lebih formal. Inilah yang dikatakan sebagai gerakan sosial karena pedagang awalnya tidak memiliki perencanaan yang matang. Gerakan sosial yang dimaksud adalah gerakan perlawanan yang bermaksud untuk mengeliminasi perubahan sosial yang tidak dikehendaki.

Digelarnya kegiatan diskusi rutin antara pedagang dan Kontras untuk menentukan arah organisasi mengenai permasalahan relokasi sebagai perilaku yang terstruktur. Mulai menentukan pemimpin organisasi dan strukur badan pengurus organisasi P2BLM. Gerakan perlawanan pedagang memiliki tujuan untuk mempertahankan hak-hak hidup mereka yaitu berjualan di sisi Timur Lapangan Merdeka. Pedagang melakukan perlawanan karena terancam hak-hak untuk hidup, menghalangi usaha mereka berjualan untuk meningkatkan taraf hidup serta menolak perubahan yaitu untuk di relokasi. Perlawanan ini melalui pendekatan gerakan yaitu, antara ekonomi politik, dan pedekatan moral ekonomi. Hal ini berdasarkan perhitungan untung dan rugi pedagang melakukan perlawanan mempertahankan berjualan buku. Dari pendekatan moral ekonomi ditandai dengan dilakukan adalah reaksi dari komunitas pedagang buku bekas untuk


(45)

mendapatkan eksistensi pedagang buku, mendapatkan perhatian publik serta mendapatkan ruang untuk tetap bertahan hidup.

Pedagang buku memiliki beberapa tuntutan terhadap Pemko Medan yaitu, Pedagang buku bekas yang tergabung dalam P2BLM memiliki beberapa tuntutan terhadap Pemko Medan, yaitu :

1. Menolak Pemko Medan melakukan relokasi terhadap pedagang buku bekas lapangan merdeka, dan menuntut Pemko Medan untuk melakukan Revitalisasi.

2. Membatalkan Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaianan, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012.

3. Menghentikan Tahapan Pembangunan City Check In, Sky Bird, Dan City Card Bandara Internasional Kuala Namu Dengan Berdasarkan SK Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 Tertanggal 25 Oktober 2012. 4. Mengembalikan Lokasi Peruntukan Yang Sebenarnya Atas Pembangunan

City Check In, Sky Bridge, Dan City Card Bandara Internasional Kuala Namu diatas lahan Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan (Pemko Medan) Di Jalan Jawa Medan.

5. Menghentikan Tindakan Diskriminasi dan Perbuatan Melawan Hukum yang telah diduga diperbuat atau dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan dengan sengaja menerbitkan suatu Surat Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan


(46)

Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaianan, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012.

4.7 Perlawanan Secara Terang-Terangan

Gerakan perlawanan ini ditafsirkan sebagai perlawanan secara langsung dan terbuka yang ditujukkan kepada pihak Pemko Medan. Keberanian pedagang buku bekas untuk melakukan perlawanan secara terang-terangan merupakan akumulasi kekecewaan ketika tuntutan mereka tidak diakomodir dengan baik oleh pemerintah. Pedagang berani melakukan tindakan perlawanan dikarenakan yakin tidak menyalahi aturan dan di advokasi oleh Kontras yang di dukung oleh kelompok elemen masyarakat. Perlawanan ini ditujukan semata-mata kepada Pemko Medan bukan ditujukan kepada ASPEBLAM. Gerakan perlawanan yang dilakukan secara terbuka ini untuk menyampaikan aspirasi pedagang buku untuk diikutsertakan berpartisipasi dalam penyusunan konsep penataan pedagang buku.

Perlawanan terbuka pedagang buku ini sesuai dengan apa yang di kategorikan Scott sebagai perlawanan terbuka. Hal ini dilihat dengan membenahi organisasi pedagang buku itu sendiri yang diprakarsai oleh Kontras, rutin melakukan diskusi, melakukan konsolidasi sesama pedagang yang mengalami perasaan senasib sepenanggungan yang bersifat melawan secara terbuka. Perlawanan ini memiliki prinsip sekali berjuang harus menang, tanpa pamrih, karena meninggalkan usaha jual buku demi melakukan perjuangan mendapatkan hak-hak mereka. Bersifat konfrontatif untuk mencapai tujuan secara revolusioner


(47)

dengan melakukan aksi terbuka secara terus menerus yang bertujuan untuk menghilangkan budaya top-down dan menganggap bahwa Pemko Medan serta pedagang harus bersatu mewujudkan pemerintahan yang adil. Perlawanan secara terang-terangan ini dimulai dengan, menolak relokasi, melakukan demonstrasi dan menerobos masuk gedung DPRD.

4.7.1. Menolak Relokasi

Pedagang buku menolak untuk direlokasi dari sisi timur Lapangan Merdeka ke Jl. Pegadaian, Keluarahan Aur, Kecamatan Medan Maimun. Hal ini beradasarkan lokasi yang tidak strategis, dan penempatan kios di Lapangan Merdeka sah secara hukum. Lokasi di Jl. Pegadaian, tidak banyak masyarakat yang tidak mengetahui tempat tersebut karena bukan berada di pusat Kota Medan. Pedagang buku memiliki kesadaran untuk menolak relokasi dibangkitkan kesadarannya oleh Bapak Lilik Sukamto Lubis dan Herdensi Adnin dari pihak Kontras yang mengadvokasi pedagang buku sebagai fase membangun kesadaran (awakening stage). Pada fase ini sesuai yang dikatakan Baldrige mereka melakukan sosialisasi untuk membawa kelompok tertindas yaitu, P2BLM untuk memahami dan menghargai kekuatan mereka sendiri sehingga tergugah untuk melakukan resistensi. Seperti yang diungkapkan Ibu Isdawati :

“Kita gak setuju untuk pindah, karena kita punya legalitas yang kuat, punya SK, punya surat izin, dan keputusan DPRD dari hasil sidang paripurna. Kita pertanyakan alasan kenapa kita mau di relokasi mereka gak bisa jawab. Kalau kita mau di ganti harus ada UU perubahan peruntukkan tempat untuk pedagang buku. Nah, pedagang buku kalo mau dipindah harus ada dong melalui sidang paripurna juga kalo lahan parkir diperuntukkan untuk pedagang buku, Secara hukum kita kuat. Kios gak layak, mereka menempatkan itu melanggar Perda lho. Walikota yang buat kenapa beliau yang melanggar. Seharusnya beliau yang jadi panutan


(48)

untuk masyarakat kok jadi beliau yang ngajari masyarakat untuk melanggar hukum”. (Wawancara, Januari 2015).

Relokasi ini tidak diinginkan oleh pedagang, yang menuntut kepastian apabila mereka dipindahkan akan ada surat Walikota dan perjanjian terhadap pemakaian kios. Kebijakan Peraturan Daerah yang tidak sesuai, melanggar kebijakan Pemko Medan itu sendiri yang menurut pedagang menolak relokasi tersebut. Kawasan Lapangan Merdeka secara lokasi lebih strategis daripada Jl. Pegadaian. Banyaknya debu dan kendaraan yang melintas di tepi jalan mengancam nyawa pembeli dan penjual. Ini dikhawatirkan akan menurunya pendapatan menjual buku. Lokasi di Pegadaian sangat tidak nyaman, kerasnya suara kereta api , kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat yang melintas, panasnya terik matahari serta tidak ada pohon yang rindang, membuat membaca buku di lokasi tersebut tidak konsentrasi ketika hendak membeli dikeluhkan oleh pedagang buku.

Telah berdiri pusat perbelanjaan kompleks Centre Point juga menjadi alasan pedagang untuk menolak relokasi tersebut. Menurut, Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota (RTRWK) Medan Tahun 2011-2031, pembangunan sky bridge, city check in dan lahan parkir diperuntukkan di lokasi Jl. Jawa Kecamatan Medan Timur tepat berada di lokasi kompleks Centre Point tersebut. Hal ini berdasarkan apa yang dikatakan M. Hasrah Siregar :

“City check in dan lahan parkir itu ternyata menurut RTRWK seharusnya berada di bangun di Jalam Jawa, Kecamatan Medan Timur. Centre Point yang udah berdiri megah di lokasi untuk bangun itu kenapa kami yang digusur? Kenapa Pemerintah gak berani gusur bangunan itu? Jadi, gak ada alasan yang tepat untuk merelokasi kami, karena mereka yang berkuasa”. (Wawancara, Januari 2015)


(49)

Kota Medan yang dianggap sebagai pasar dibangun dan dirancang untuk membangun kawasan pusat bisnis. Pembangunan pusat perbelanjaan dikembangkan untuk menumbuhkan budaya konsumtif masyarakat Kota Medan. Pembangunan kompleks Centre Point tersebut mengorbankan pedagang buku yang tidak dapat dapat porsi yang lebih dalam skala pembangunan. Penolakan relokasi dilakukan dengan cara tetap bertahan dan berjualan di sisi Timur Lapangan Merdeka dengan mengacuhkan surat pemberitahuan pengosongan kios untuk segera pindah ke Jl. Pegadaian. Kawasan sisi timur Lapangan Merdeka juga di pasangi spanduk tentang menolak relokasi oleh pedagang buku.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara dan organisasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM) menyertakan beberapa alasan dengan landasan hukum, yaitu :

1. Bahwa pedagang buku yang dimaksud adalah para pedagang buku Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan atau Lapangan Sepatu Roda di Lapangan Merdeka Medan yang tergabung dalam P2BLM dimana berdagang atau berjualan dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut berdasarkan suatu kekuatan/dasar legalitas yang diterbitkan pemerintahan Kota Medan, dimana legalitas yakni:

- Surat Persetujuan DPRD Kota Medan No. : 646/624 Perihal Persetujuan Revitalisasi Cagar Budaya Titi Gantung Medan dan Pemindahan Pedagang Buku ke Lapangan Sepatu Roda, Tertanggal 11 Juli 2003, dengan dibubuhi stempel dan tanda tangan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota Medan An. Tom Adlin Hajar.


(50)

- Surat Keputusan (SK) Walikota Medan No. : 510/1034/K/2003 Tentang Penetapan Lokasi Jalan Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Menjadi Lokasi Tempat Berjualan/ Kios-Kios Pedagang Buku Eks Titi Gantung, Jalan Irian Barat, Jalan Jawa, Jalan Veteran Dan Jalan Sutomo Medan, Tertanggal 18 Juli 2013.

- Surat Perjanjian Pemakaian Kios Tempat Berjualan Buku Jalan Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Nomor:511.3/5750.B tertanggal 22 Juli 2003 .

- Surat Penetapan hasil Pengundian Kios Tempat Berjualan Buku Jalan Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Nomor:511.3/5750. A tertanggal 16 Juli 2003.

2. Bahwa keberadaan pedang buku tersebut dalam berdagang atau berjualan dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut, telah dilegalisasi oleh Pemerintah Kota Medan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaanya sebagai cagar budaya dan sejarah Kota Medan sebagaimana termaktub dalam alasan dasar menimbang huruf (a) dalam SK Walikota Medan No. : 510/1034/K/2003 tertanggal 18 Juli 2003 tersebut.

3. Bahwa keberadaan pedang buku tersebut dalam berdagang atau berjualan dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut yang telah mendapat legalisasi dari Pemerintah Kota Medan, selanjutnya keberadaan pedang buku tersebut telah diperkuat lagi legalitasnya dengan legitimasi yang penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, sebagaimana termaktub dalam alinea ke-2 dalam Surat


(51)

Persetujuan DPRD Kota Medan No. : 646/624 tertanggal 11 Juli 2003, -dan selanjutnya isi petikan dari alinea ke-2 dalam Surat Persetujuan DPRD Kota Medan, adapun petikan surat berbunyi, yakni :

“Bahwa setelah mempelajari dan meneliti serta melakukan pembahasan atas permohonan tersebut diatas, pada perinsipnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, Mendukung Sepenuhnya dan setuju untuk dilakukan Revitalisasi Cagar Budaya Titi Gantung Medan”.

4. Bahwa keberadaan pedang buku tersebut dalam berdagang atau berjualan dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut merupakan cagar budaya dan sejarah Kota Medan, dimana menjadi kewajiban yang mengikat bagi Pemko Medan atas perintah peraturan untuk menjaga dan melindunginya, sebagaimana dalam Ketentuan Pasal 12 huruf (b) Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota Medan Tahun 2011-2031 yang berbunyi, yakni :

“Perlindungan terhadap kota pusaka dalam rangka konservasi warisan budaya, termaksud warisan budaya yang diakui sebagai warisan dunia”

5. Bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaianan Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, telah diduga keputusan Walikota tersebut telah melawan hukum dan untuk itu harus batal demi hukum, dimana adapun alasan batal demi hukumnya keputusan Walikota Medan tersebut, yakni:

- Bahwa berdasarkan surat Vice President Divisi Regional Sumatera Utara No.: Jb.003/IX/02/DIVRE 15 V-2012, Perihal Rencana Relokasi


(52)

Pedagang Buku, Tertanggal 25 September 2012, dimana lokasi pemindahan (relokasi) terhadap para pedagang Lapangan Merdeka Medan tersebut ke lokasi Jalan Pegadaian tersebut dengan sampai saat ini belum mendapatkan persetujuan tertulis dalam persetujuan izin pemberian relokasi atas asset negara yang kelolaan tersebut dari Direksi P.T Kereta Api Indonesia (Persero);

- Bahwa asset negara merupakan barang milik negara atau kekayaan negara sehingga pelepasan terhadap asset negara tersebut atau peralihan peruntukan asset negera harus pesetujuan izin dari berdasarkan pemerintah pusat, sebagaiman diatur pada Pasal 2 huruf (g) Ketentuan UU No.17 tahun 2003 tentang keuang Negara, jo Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah jo Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 96/PMK.06/2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtangan Barang Milik Negara, jo Surat Edaran Menteri Keuangan R.I. Nomor : SE-2/MK.1/2012 tentang Pedoman Penghapusan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan, dimana persetujuan izin tersebut, yakni :

- Bahwa pengalihan peruntukan atas aset negara merupakan kekayaan negara tersebut yang dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia di Jalan Pegadaian tersebut sampai dengan saat belum dan atau tidak mendapatkan persetujuan dan pemberian izin


(53)

pengalihan peruntukan tersebut dari Menteri Perhubungan Negara Republik Indonesia;

- Bahwa pengalihan peruntukan atas aset negara merupakan kekayaan negara tersebut yang dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia di Jalan Pegadaian tersebut sampai dengan saat belum dan atau tidak mendapatkan persetujuan dan pemberian izin pengalihan peruntukan tersebut dari Menteri Keuangan Negara Republik Indonesia;

- Bahwa pengalihan peruntukan atas aset Negara merupakan kekayaan negara tersebut yang dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia di Jalan Pegadaian tersebut sampai dengan saat ini juga belum dan atau mendapatkan persetujuan peralihan peruntukan tersebut dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

6. Bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, dimana lokasi Jalan Pegadaian masih berada di dalam ruang manfaat jalur kereta api, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (4) jo Pasal 37 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, adapun pasal tersebut berbunyi, yakni :

Pasal 1 Angka (4) : “Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang manfaat jalur kereta api, ruang milik


(54)

jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api “.

Pasal 37 Ayat (1)

7. Bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, dimana lokasi Jalan Pegadaian tersebut merupakan lokasi larangrang pembangun di sepanjang jalur hijau sesuai dengan peraturan Walikota Nomor : 09 Tahun 2009;

: “Ruang manfaat jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dari jalan rel dan bidang tanah di kiri dan kanan jalan rel beserta ruang di kiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan untuk konstruksi jalan rel dan penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya “.

8. Bahwa telah diduga ada upaya dengan itikad tidak baik untuk mengkriminalisasi para pedagang buku tersebut, dimana perbuatannya dengan dugaan telah membuat suatu Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, yang selanjutnya lokasi Jalan Pegadaian tersebut masih berada di dalam ruang manfaat jalur kereta api,

9. Bahwa apabila pedagang buku (P2BLM) menempati lokasi sesuai dengan SK Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tertanggal 25 Oktober


(55)

2012 tersebut, maka perbuatan para pedagang buku yang mempati lokasi tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang diancam pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sebagaimana diatur dalam ketentuan pidana Pasal 192 UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, adapun pasal tersebut berbunyi, yakni:

Pasal 192

10. Bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012 telah sangat diduga sengaja melawan hukum, dimana perbuatan Pemerintah Kota Medan yang menerbitkan surat keputusan tersebut yang tidak mempunyai dasar hukum dan pijakan yang beralaskan hukum sehingga Pemko Medan diduga telah sengaja berbuat dengan kekuasaan yang sebagian dimandatkan rakyat kepadanya untuk berbuat atau bertindak secara sewenang-wenang terhadap rakyat dalam keadaan melawan hukum.

: “Setiap orang yang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, dan bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau menempatkan barang pada jalur kereta api, yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakan keselamatan perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

11. Bahwa tidak ada alasan hukum bagi Pemko Medan untuk merelekosi pedagang buku tersebut, dan untuk itu atas dasar perintah hukum dan


(56)

peraturan terhadap para pedagang buku tersebut sangat patut menurut hukum untuk dilindung oleh pemerintah, dimana para pedangan tersebut tetap berdagang atau berjualan dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Lapangan Sepatu Roda sebagaimana sesuai dengan kekuatan legalitas dan legitimasinya tersebut diatas;

12. Bahwa Pemko Medan Wajib Mengembalikan Lokasi Peruntukan Yang Sebenarnya Atas Pembangunan City Check In, Sky Bridge, dan City Card Bandara Internasional Kuala Namu Diatas Lahan Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan (Pemko Medan) Di Jalan Jawa Medan, dimana adapun alasannya,yakni :

- Bahwa telah terjadi Nota kesepakatan antara Departemen Perhubungan RI (Sekarang Kementrian Perhubungan RI) dengan Pemko Medan Tentang Rencana Program yang termaktub dalam dokumen perencanaan dan Design Enggineering Detail (DED), dimana isi nota kesepakat tersebut menegaskan terhadap Pembangunan City Check In, Sky Bridge, dan City Card Bandara Internasional Kuala Namu Diatas Lahan Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan (Pemko Medan) yang terletak di Jalan Jawa, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan dengan luas tanah ± 2,6 ha² (dua koma enam hektar);

- Bahwa Pembangunan City Check In, Sky Bridge, Dan City Card berlokasi di Kecamatan Medan Timur, sesuai dengan ketentuan Pasal 20 angka (4) huruf e Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun


(57)

2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031, berbunyi :

“Angka (4) Stasiun kerata api sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :…huruf (e) Stasiun Kereta Api City Check in di Kecamatan Medan Timur”

- Bahwa sampai dengan saat ini pihak DPRD Kota Medan dan Pemerintah Kota Medan belum melakukan perubahan terhadap Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031, dimana dengan demikian tidak ada alasan hukum dan atau tidak ada alasan pembenaran hukum (kekuatan legalitas) untuk melakukan Pembangunan City Check In, Sky Bird, dan City Card dilokasi Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan, Kecamatan Medan Barat;

- Bahwa pihak pengembang telah membangun proyek jembatan layang (sky bridge) dilokasi antara Stasiun Kerata Api Medan dengan Sisi Timur lapangan Merdeka Medan, dimana proyek pembangunan tersebut tidak mempunyai dasar hukum atau kekuatan legalitas, untuk itu atas perintah kekuasaan hukum (Republik Indonesia sebagai negara hukum) dan keadilan maka proyek pembangunan tersebut wajib berhenti atau ditunda dan atau tidak dapat dilaksanakan;

- Bahwa apabila pihak DPRD Kota Medan dan Pemerintah Kota Medan melakukan perubahan terhadap Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan


(58)

Tahun 2011-2031, maka akibat berubahan Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun 2011 tersebut pada hakekatnya telah terjadi pemindahtangan Barang Milik Negara/ Kekayaan Negara berupa tanah dan/atau bangunan;

- Bahwa akibat hukum telah terjadi pemindahtangan Barang Milik Negara/ Kekayaan Negara berupa tanah dan/atau bangunan tersebut, dimana pemindahtangannya harus mendapatkan persetujuan dari otoritas pemerintah pusat dan DPR RI sebagaimana sesuai dengan ketentuan Pasal 2 huruf (g) Ketentuan UU No.17 tahun 2003 tentang keuang Negara, jo Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah jo Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 96/PMK.06/2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtangan Barang Milik Negara, jo Surat Edaran Menteri Keuangan R.I. Nomor : SE-2/MK.1/2012 tentang Pedoman Penghapusan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan.

13. Bahwa sampai dengan saat ini para pedangang buku tersebut tidak mendapatkan informasi tertulis terhadap Lahan Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan (Pemko Medan) yang terletak di Jalan Jawa, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan dengan luas tanah ± 2,6 ha² ( dua koma enam hektar) dari Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya diteruskan pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan tentang


(59)

telah terjadinya pemindahtanganan Barang Milik Negara/ Kekayaan Negara berupa tanah dan/atau bangunan, pengalihan Barang Milik Negara/ Kekayaan Negara berupa tanah dan/atau bangunan dan perubahan peruntukan Barang Milik Negara/ Kekayaan Negara berupa tanah dan/atau bangunan tersebut diatas.

14. Bahwa Pemerintah Kota (Pemko) Medan telah menjadikan kawasan tempat berjualan buku di sisi timur lapangan merdeka menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaanya sebagai cagar budaya dan sejarah Kota Medan sebagaimana termaktub dalam alasan dasar menimbang huruf (a) dalam SK Walikota Medan No. : 510/1034/K/2003 tertanggal 18 juli 2003 tersebut, namun diduga dengan sengaja untuk dinegasikan atau setidak-tidaknya diabaikan oleh Pemko Medan dengan cara melawan hukum dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012;

15. Bahwa point (14) diatas, dimana dugaan perbuatan melawan hukum Pemko Medan dengan menerbitkan SK Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tersebut bukan saja mengabaikan SK Walikota Medan No. : 510/1034/K/2003 tersebut, namun perbuatan Pemko medan tersebut telah melanggar ketentuan Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan Nomor : 6 Tahun 1998 Tentang Perlindungan Bangun Bersejarah Dan Cagar Budaya Kota Medan jo. Peraturan Daerah Kota Medan No. :


(60)

13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota Medan Tahun 2011-2031 jo UU Nomor 5 Tahun 1992 Tentang benda Cagar Budaya jo. UU Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Jo pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;

16. Bahwa pemerintah wajib melakukan penghentikan tindakan diskriminasi dan perbuatan melawan hukum yang telah diduga diperbuat atau dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan dengan sengaja menerbitkan suatu Surat Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaianan, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, dimana tindakan diskriminatif tersebut adalah dengan membiarkan pihak yang lain berusaha/berjualan disisi barat lapangan merdeka; adapun dasar dan alasan-alasan pemerintah melakukan penghentian tindakan diskriminasi tersebut, yakni :

- Bahwa perbuatan Pemko Medan dengan menerbitkan SK Wali Kota Nomor 511.3/1982 K/2012 terhadap pedagang buku yang tergabung dalam organisasi P2BLM adalah suatu perbuatan yang diduga sengaja melakukan tindakan diskriminanasi terhadap pedagang buku tersebut sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan pasal 1 ayat (3) jo Pasal 3 ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi :

Pasal 1 ayat (3) : “Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun


(1)

GERAKAN PERLAWANAN PEDAGANG BUKU BEKAS

LAPANGAN MERDEKA

SKRIPSI

(100901092) ADITYA FRITAMA

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

ABSTRAK

Pembangunan City Check In , Sky Bridge dan lahan parkir yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemko) Medan dilakukan untuk mendukung sarana transportasi ke Bandara Internasional Kuala Namu. Lokasi pembangunan tersebut tepat berada di sisi timur Lapangan Merdeka tempat pedagang buku berjualan. Pedagang buku bekas sendiri menempati sisi Timur Lapangan Merdeka dimulai pada tahun 2003 dengan beralaskan hukum Surat Keputusan Walikota Medan mengenai surat perjanjian pemakaian kios tempat berjualan buku di Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan No 511.3/5750.B tertanggal 22 Juli 2003. Pedagang buku yang tergabung dalam organisasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM) menolak kebijakan relokasi tesebut dan melakukan perlawanan terhadap kebijakan Pemko Medan yang tidak mengakomodir keinginan pedagang buku bekas. Pedagang buku menuntut kepada Pemko Medan untuk melakukan revitalisasi sisi timur Lapangan Merdeka, karena pedagang buku adalah cagar budaya dan ikon Kota Medan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam dan mengetahui bagaimana gerakan perlawanan pedagang buku P2BLM yang berlokasi di Jl. Pegadaian, Keluarahan Aur, Kecamatan Medan Maimun. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melakukan observasi dan wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini berjumlah 8 orang yang terdiri dari, pihak Lembaga Swadaya Masyarakat, Pedagang Buku P2BLM, dan Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan. Untuk memperkaya data dan informasi mengenai pedagang buku P2BLM, maka juga digunakan teknik pengumpulan data melalui kuesioner dengan sampel berjumlah 56 orang pedagang.

Berdasarkan hasil penelitian, gerakan perlawanan pedagang buku dilakukan dengan bentuk perlawanan secara terang-terangan dan perlawanan secara tersembunyi. Pedagang buku melakukan gerakan perlawanan secara terang-terangan dengan cara melakukan aksi demonstrasi, menerobos masuk gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kota Medan, dan menolak relokasi dengan perjuangan politis non-litigasi. Perlawanan secara tersembunyi dilakukan dengan menolak relokasi dengan tidak memperdulikan surat peringatan pengosongan kios dan tetap berjualan di sisi Timur Lapangan Merdeka. Menggelar kegiatan peringatan hari Sumpah Pemuda sebagai momentum mengingat sejarah dan menjadikan kesenian dan kebudayaan sebagai alat perlawanan. Ini dilakukan untuk membentuk koalisi kepada masyarakat yang homogen dan koalisi antar organisasi yang bergerak di bidang kemanusiaan, civitas akademika dan media massa. Perlawanan pedagang buku memberikan dampak nyata dengan dibangunnya revitalisasi kios di sisi timur Lapangan Merdeka yaitu 244 kios. Pedagang yang tergabung dalam P2BLM memperoleh kios mereka sebagai hasil dari perjuangan melakukan perlawanan yang ditandai dengan kesepakatan bersama antara Pemko Medan dan P2BLM.


(3)

Abstrak ... i

Daftar Isi ... ii

Daftar Tabel ... v

BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis ... 8

1.4.2 Manfaat Praktis ... 9

1.5. Definisi Konsep ... 9

1.5.1. Gerakan Perlawanan ... 9

1.5.2. Relokasi ... 9

BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Gerakan Sosial ... 10

2.2. Perlawanan ... 19

BAB III Metodologi Penelitian 3.1. Jenis Penelitian ... 28

3.2. Lokasi Penelitian ... 28

3.3. Unit Analisis Dan Informan 3.3.1 Unit Analisis ... 28

3.3.2 Informan ... 29


(4)

3.4.1 Populasi ... 30

3.4.2 Sampel ... 30

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 31

3.5.1 Data Primer ... 31

3.5.2 Data Sekunder ... 33

3.6. Interpretasi Data ... 33

3.7. Teknik Analisis Data ... 34

3.8. Jadwal Kegiatan ... 35

BAB IV Deskripsi Dan Interpretasi Data Penelitian 4.1. Gambaran Umum Pedagang Buku Bekas ... 36

4.1.1 Sejarah Pedagang Buku Bekas ... 36

4.1.2 Pedagang Buku Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38

4.1.3 Suku ... 39

4.1.4 Tingkat Pendidikan Pedagang Buku ... 40

4.1.5 Tingkat Pendapatan Pedagang Buku ... 41

4.1.6 Lama Usaha Berjualan Buku ... 42

4.1.7 Sumber Pedagang Mendapatkan Buku ... 43

4.1.8 Kondisi Paska Relokasi ... 43

4.1.8.1 Komunikasi Pedagang Buku ... 46

4.2. Profil Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka ... 50

4.2.1.Susunan Kepengurusan Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka ... 52


(5)

Merdeka ... 57

4.5.Tindakan Diskriminasi Penghancuran Kios Terhadap Pedagang Buku ... 63

4.6. Awal Membangun Gerakan ... 66

4.7. Perlawanan Secara Terang-Terangan ... 69

4.7.1 Menolak Relokasi ... 70

4.7.2 Menerobos Masuk Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan ... 86

4.7.3 Demonstrasi ... 88

4.8. Perlawanan Secara Tersembunyi ... 95

4.8.1 Membangun Koalisi ... 95

4.8.1.1 Koalisi Antar Organisasi Civil Society ... 96

4.8.2 Menggelar Gebyar Sumpah Pemuda ... 99

4.9. Hasil Kesepakatan Mediasi Pemko Medan dan P2BLM ... 101

BAB V Kesimpulan Dan Saran 5.1 Kesimpulan ... 107

5.2 Saran ... 108


(6)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1Jenis Kelamin ... 38

Tabel 4.2 Komposisi Pedagang Buku Berdasarkan Suku ... 39

Tabel 4.3Tingkat Pendidikan ... 40

Tabel 4.4 Pendapatan Per Bulan ... 41

Tabel 4.5 Lama Usaha Berjualan Buku ... 42

Tabel 4.6 sumber Buku- Buku ... 43

Tabel 4.7 Pengaruh Lokasi Usaha Mempengaruhi Tingkat Pendapatan ... 44

Tabel 4.8 Kondisi Lokasi Berjualan Di Jl. Pegadaian ... 44

Tabel 4.9 Kondisi Sarana dan Prasarana ... 45

Tabel 4.10 Pendapatan Setelah Di Relokasi ... 46

Tabel 4.11 Komunikasi Antar Organisasi Pedagang Buku ... 46

Tabel 4.12 Komunikasi Dengan Pemerintah ... 47

Tabel 4.13 Kinerja Pemerintah Dalam Relokasi ... 48