Sejarah Iridocorneal Endothelial Syndrom

diperiksa pada stadium awal dari penyakit, tampak demarkasi antara endotel kornea normal dan abnormal. Sejalan dengan waktu, daerah endotel abnormal ini akan membesar, sampai seluruhnya endotel kornea terlibat. Lapisan epitel dan stroma disekitar endotel abnormal dapat bersih atau menjadi edematous. 6,7 Terapi ditujukan pada edema kornea dan glukoma sekunder yang terjadi. Larutan hipertonik dan obat-obatan digunakan untuk mengurangi TIO, bila meninggi, maka akan efektif dengan mengontrol edema kornea yang terjadi. Glaukoma sudut tertutup yang terjadi dapat di terapi dengan aqueous suppressants. Miotikum tidak berguna. Bila terapi obat gagal, bedah filtrasi trabekulektomi atau prosedur tube- shunt dapat efektif. 1

II. Sejarah

Istilah ICE sindrom pertama kali ditemukan oleh Harms pada tahun 1903. Pada tahun 1956, Chandler menemukan suatu sindrom dengan glaukoma, atropi iris dan endothelial distropi Chandler’s syndrome. Pada tahun 1965, ditemukan Chandler’s syndrome dengan iris atropi progresif dengan bentuk yang berbeda pada penyakit yang sama. Pada tahun 1969, Cogan dan Reese menemukan dua orang pasien dengan nodul iris dan glaukoma. 8 Aryani Atiyatul Amra : Penatalaksanaan Ptosis Dengan Tehnik Reseksi Aponeurosis Levator Melalui Kulit, 2007 USU Repository © 2008 Pada tahun 1978, Campbell menyatukan semua tiga kelainan dasar ICE ini berdasarkan patologinya. Ia memeriksa 82 pasien dengan berbagai macam manifestasi klinis ICE sindrom dan menyimpulkan bahwa faktor yang mendasari adalah kelainan membrane endotel kornea. Perkembangan membran menutupi sudut dan iris, dan menyebabkan iris kontraksi, iris atropi, iris hole dan adanya bentuk nodul, sinekhia anterior perifer, dan peningkatan TIO. Setelah dipelajari anatomi selular pada membrane ini, ditemukan sel-sel endothelial pada membrane ini yang merupakan sel epithelial. Sel-sel tersebut mempunyai mikrovili dan mengalami proses sitoplasmik filopoidal, sesuai dengan adanya perpindahan membrane ke sudut dan iris. 8 Alvarado dan koleganya memeriksa kornea dari pasien dengan ICE sindrom dan membandingkannya dengan kornea yang sehat, kornea yang terinfeksi herpes simpleks, dan kornea pasien yang mengalami kelainan kornea kronis lainnya bullous keratopathy, keratitis interstitial dan keratokonus. Penelitian polymerase chain reaction pada kornea menunjukkan bahwa pasien dengan ICE sindrom positif virus herpes, dimana pada kornea yang sehat dan kornea dengan kelainan kronis lainnya tidak dijumpai. Selain itu, bila endothelium dipindahkan pada pasien dengan Aryani Atiyatul Amra : Penatalaksanaan Ptosis Dengan Tehnik Reseksi Aponeurosis Levator Melalui Kulit, 2007 USU Repository © 2008 ICE sindrom, tidak akan bertahan lama untuk positif virus herpes. Jadi mereka menyimpulkan bahwa pasien dengan ICE sindrom, metaplasia dari sel-sel endothelial kornea menjadi sel-sel epithelial disebabkan oleh virus. 8

III. Definisi