Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom

(1)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

KERUSAKAN SISTEM IMUNITAS TUBUH PADA

SJOGREN SYNDROM

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : HANRI NIM : 050600084

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Biologi Oral Tahun 2009

HANRI

Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom viii + 48 halaman.

Kerusakan sistem imunitas tubuh banyak menimbulkan bermacam penyakit atau kelainan, diantaranya penyakit yang dikenal dengan sjogren syndrom. Sjogren syndrom merupakan salah satu penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan kelenjar saliva, kelenjar air mata serta kelenjar eksokrin tubuh lainnya, sehingga memberikan keluhan yang utama berupa mulut dan mata kering

.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kerusakan sistem imunitas tubuh pada sjogren syndrom.

Sjogren syndrom diklasifikasikan menjadi sjogren syndrom primer dan sjogren syndrom sekunder. Etiologi dari sjogren syndrom secara pasti belum diketahui tetapi penyakit ini dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh gangguan autoimunitas.

Faktor-faktor yang dihubungkan dengan etiologi sjogren syndrom yaitu faktor-faktor penyebab sjogren syndrom yang berhubungan dengan genetik meliputi hiperaktifitas dari sel-B, peningkatan HLA kelas II, autoantibodi muscarinic M3


(3)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

reseptor, alpha fodrin. Faktor–faktor penyebab sjogren syndrom yang lain adalah berhubungan dengan lingkungan yaitu faktor keterlibatan virus.

Penyakit sjogren syndrom memerlukan beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan komponen oral dan mata, tes serologi, pemeriksaan histopatologi, dan sialography. Pemeriksaan dilakukan agar dapat menegakkan diagnosa secara tepat sehingga dapat menentukan tindakan perawatan yang dibutuhkan oleh penderita. Perawatan yang diberikan berupa perawatan lokal dan perawatan sistemik. Perawatan yang diberikan bertujuan untuk mengurangi perkembangan penyakit sjogren syndrom dan keluhan yang dirasakan oleh penderita sjogren syndrom.


(4)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

KERUSAKAN SISTEM IMUNITAS TUBUH PADA

SJOGREN SYNDROM

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh : HANRI NIM : 050600084

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(5)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Pembimbing I

Lisna Unita R, drg., M.Kes NIP : 19510405 198201 2 001

Pembimbing II

Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes NIP : 19680311 199203 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara


(6)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Lisna Unita R, drg., M.Kes NIP : 19510405 198201 2 001

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji Pada tanggal 01 Agustus 2009

Susunan Tim Penguji Skripsi

TIM PENGUJI

Ketua penguji : Lisna Unita R, drg., M.Kes

Anggota : 1. Rehulina Ginting, drg., M.Si


(7)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT karena dengan rahmat dan karuniaNya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan pengarahan, bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Ismet Danial Nasution, drg., Ph.D., Sp.Pros(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Kedua orang tua tercinta Ibunda (Mega Ningsih) dan Ayahanda (Usman, S.H) atas segala kasih sayang, doa serta pengorbanannya untuk penulis.

3. Ibu Lisna Unita R, drg., M.Kes, dan Dr. Ameta Primasari, drg., MDSc., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Ibu Rehulina Ginting, drg., M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya, serta memberikan saran dan masukan yang amat berguna bagi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.


(8)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

5. Seluruh staf pengajar Biologi Oral yang telah memberikan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp.BM selaku penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis selama menjalani masa pendidikan.

Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kostku Kurniawan, Junaidi P. P, Effendi Harahap, Jefri, Iwan, Wiwin A. Siregar, yang telah memberiku doa dan semangat kepada penulis. Serta teman-teman kuliahku Moh. Haikal, M. Ariansyah Lubis, Franky Leo, Eko Suryanto, Thomas R. Purba, Fitri Yuni Astuti, Ririn Nasution, Teuku Agus Surya, Andrew Sipayung dan seluruh teman-teman angkatan 2005.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi kita semua.

Medan, 01 Agustus 2009 Penulis.

(HANRI) NIM : 050600084


(9)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

BAB 2 SJOGREN SYNDROM 2.1 Faktor-faktor penyebab sjogren syndrom yang berhubungan dengan genetik ... 4

2.2 Faktor-faktor lingkungan penyebab sjogren syndrom ... 7

BAB 3 SISTEM IMUNITAS TUBUH 3.1 Respon imun non spesifik ... 9

3.1.1 Fagosit ... 9

3.1.2 Sel NK ... 11

3.1.3 Epitel pelindung ... 12

3.2 Respon imun spesifik ... 12

3.2.1 Imunitas humoral ... 13

3.2.2 Imunitas seluler ... 17

3.3 Major histocompatibility complex ... 19

3.3.1 Molekul HLA kelas I ... 19


(10)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

3.3.3 Molekul HLA kelas III ... 20

3.4 Faktor-faktor yang mengubah respon imun... 21

3.4.1 Faktor intrinsik ... 21

3.4.2 Faktor ekstrinsik ... 23

BAB 4 KERUSAKAN SISTEM IMUNITAS TUBUH 4.1 Penyakit autoimun ... . 24

4.1.1 Teori klon terlarang ... . 25

4.1.2 Teori antigen terasing ... . 26

4.1.3 Teori defisiensi imun ... . 27

4.2 Patogenesis penyakit autoimun ... 29

4.2.1 Induksi autoimun melalui peniruan molekular ... 29

4.2.2 Induksi reaksi autoimun setelah infeksi virus kerena penyimpangan antigen MHC kelas II ... 30

BAB 5 GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSA SJOGREN SYNDROM 5.1 Gambaran klinis sjogren syndrom ... 32

5.2 Metode diagnostik sjogren syndrom ... 35

5.2.1 Pemeriksaan komponen oral ... 35

5.2.2 Tes serologi ... 35

5.2.3 Pemeriksaan histopatologi ... 36

5.2.4 Sialography ... 37

5.3 Differensial diagnosa sjogren syndrom ... 39

BAB 6 PENATALAKSANAAN PERAWATAN SJOGREN SYNDROM 6.1 Perawatan lokal ... 40

6.2 Perawatan sistemik ... 42

BAB 7 KESIMPULAN... 45


(11)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Autoantibodi M3 reseptor yang menghambat asetilkolin

menuju M3R ... 6

Gambar 2 Fagositosis dan penghancuran mikroorganisme di dalam sel ... 10

Gambar 3 Fungsi dari sel NK (natural killer) ... 11

Gambar 4 Fungsi dari epitel pelindung pada respon imun non spesifik... 12

Gambar 5 Jalur pengaktifan sistem komplemen ... 15

Gambar 6 Tahapan perkembangan dari seleksi limfosit T terhadap MHC ... 18

Gambar 7 Bagan teori klon terlarang... 26

Gambar 8 Bagan teori antigen terasing... 27

Gambar 9 Bagan teori defisiensi imun ... 28

Gambar 10 Mekanisme patogenesis autoimun melalui peniruan molekular ... 29

Gambar 11 Mekanisme patogenesis dari autoimun setelah infeksi virus karena penyimpangan antigen MHC kelas II ... 30

Gambar 12 Rampan karies ... 33


(12)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Gambar 14 Kandidiasis pseudomembran akut ... 34 Gambar 15 Pembesaran bilateral dari kelenjar parotis ... 34 Gambar 16 Pemeriksaan histopatologi kelenjar saliva minor

(pembesaran x200) ... 37 Gambar 17 Gambaran sialography pada sjogren syndrom ... 38

BAB 1 PENDAHULUAN

Sjogren syndrom merupakan salah satu penyakit yang diduga kuat disebabkan oleh kerusakan sistem imun tubuh yang menyebabkan kerusakan kelenjar saliva dan kerusakan kelenjar eksokrin lainnya, sehingga memberikan keluhan yang utama berupa mulut dan mata terasa kering

.

(1,2) Penyakit sjogren syndrom merupakan penyakit yang jarang dijumpai karena prevalensinya adalah empat kasus per 100.000 populasi penduduk Amerika atau berkisar 1-3% dari keseluruhan populasi, penyakit ini umumnya diderita oleh orang-orang dekade empat puluh dan lima puluh tahun kehidupan,(2) dan didominasi oleh wanita dari pada laki-laki dengan perbandingan

wanita dengan laki-laki adalah 9:1.(3)

Pasien yang menderita sjogren syndrom umumnya mengeluhkan mulutnya terasa kering yang disebabkan oleh menurunnya aliran saliva yang ditimbulkan oleh kerusakan kelenjar saliva. Pasien akan merasakan ketidaknyamanan di dalam


(13)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

mulutnya seperti peningkatan karies, kesulitan dalam menelan makanan, gangguan pengecapan.(3)

Kerusakan sistem imunitas tubuh memainkan peranan penting dalam menyebabkan kerusakan kelenjar saliva dan kelenjar eksokrin lainnya pada sjogren syndrom. Imun merupakan suatu kata yang berasal dari bahasa latin yaitu immunis yang berarti bebas dari pajak atau bebas dari beban.(4) Imunitas diartikan sebagai

semua mekanisme yang membantu mahluk hidup untuk melindungi dirinya dari serangan mikroorganisme yang patogen.(5,6) Mekanisme efektor yang terjadi apabila

imunitas tubuh terpapar oleh zat yang dianggap asing dilaksanakan melalui dua cara yaitu respon imun non spesifik dan respon imun spesifik. Respon imun non spesifik merupakan respon pertahanan tubuh terhadap zat asing yang akan muncul walaupun sebelumnya tubuh tidak pernah terpapar dengan zat asing tersebut, sedangkan respon imun spesifik merupakan respon imun yang timbul karena tubuh pernah terpapar oleh antigen asing sebelumnya.(6)

Respon imunitas ini dapat memberikan pengaruh yang tidak menguntungkan bagi tubuh. Salah satu bentuk respon yang tidak menguntungkan tersebut adalah kerusakan sistem imunitas atau yang lebih dikenal dengan penyakit autoimun.(5)

Kerusakan imunitas ini banyak menimbulkan penyakit atau kelainan, salah satu diantaranya penyakit yang dikenal dengan sjogren syndrom.(6)

Pada penulisan skripsi ini penulis akan membahas bagaimana kerusakan sistem imun tubuh dapat menimbulkan kerusakan kelenjar saliva pada sjogren syndrom. Perawatan yang diberikan kepada penderita sjogren syndrom bertujuan


(14)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

untuk meningkatkan kualitas hidupnya, dengan cara mengurangi keluhan yang dirasakan oleh pasien, sehingga diperoleh perbaikan dari keadaan di dalam rongga mulut pasien dan pasien dapat melakukan kegiatan seperti makan, berbicara tanpa ada gangguan dari akibat yang ditimbulkan oleh penyakit sjogren syndrom.

BAB 2

SJOGREN SYNDROM

Sjogren syndrom adalah suatu penyakit autoimun yang menyebabkan berkurangnya sekresi kelenjar saliva dan kelenjar eksokrin tubuh lainnya. Sjogren syndrom terjadi bila suatu sistem imunitas tubuh menyerang dan menghancurkan sel-sel penyusun kelenjar saliva, kelenjar air mata dan kelenjar eksokrin tubuh lainnya.(3,7)

Sjogren syndrom diklasifikasikan menjadi sjogren syndrom primer dan sjogren syndrom sekunder, pada sjogren syndrom primer etiologinya dihubungkan dengan gangguan autoimun tanpa keterlibatan penyakit autoimun yang lain, sedangkan sjogren syndrom sekunder etiologinya dihubungkan dengan keterlibatan penyakit autoimun yang lain.(2) Sjogren syndrom primer memiliki gejala berupa mulut


(15)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

kering dan mata kering. Sedangkan pada sjogren syndrom sekunder memiliki tiga gejala berupa mulut kering, mata kering dan rheumatoid arthritis.(2,7)

Etiologi dan patogenesis dari Sjogren syndrom secara pasti belum diketahui tetapi penyakit ini dianggap sebagai penyakit yang disebabkan oleh gangguan autoimunitas.(3) Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan etiologi dan

patogenesis sjogren syndrom yaitu :

2.1. Faktor-faktor Penyebab Sjogren Syndrom yang Berhubungan dengan Genetik.

Penyebab sjogren syndrom yang berhubungan dengan genetik terdiri dari empat faktor yaitu :

2.1.1 Hiperaktivitas dari sel-B.

Fungsi antibodi adalah mengenali antigen dan merangsang suatu respon imun. Antigen memainkan peranan penting dalam menentukan jenis respon imun yang akan terjadi pada individu tersebut. Jika antibodi mengenali komponen dari virus atau bakteri maka tubuh akan melakukan perlawanan terhadap komponen virus dan bakteri tersebut. Tetapi jika antibodi mengenali sel tubuh sendiri maka akan menyebabkan kerusakan dari sel tubuh tersebut hal ini yang disebut dengan respon autoimun yang patologik,(1) yang paling dikenal dalam respon autoantibodi di dalam

sjogren syndrom adalah hiperaktivitas dari sel limfosit B yang mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah imunoglobulin yaitu IgG, IgM, IgA.(7) Serta


(16)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

munculnya bermacam antibodi seperti antibodi antinuklear, yang termasuk di dalamnya adalah anti SS-A/Ro dan anti SS-B/La (50-70%) dan rheumatoid faktor (40%) antithyrioglobulin antibodies (25%), antimicrosomal antibodies.(1,7) SS-A/Ro

dan SS-B/La adalah protein yang ditemukan di dalam setiap sel dan berperan dalam pembelahan sel.(1)

2.1.2 Peningkatan HLA (human leukocyte antigen) kelas II

Pada pasien sjogren syndrom terjadi peningkatan HLA kelas II. Kumpulan struktur dasar dari allel kelas II berhubungan dengan sjogren syndrom adalah terpaparnya molekul-molekul tersebut pada permukaan sel-sel epitel kelenjar saliva yang mungkin dapat bertindak sebagai autoantigen dan eksogen antigen supaya sel-sel T CD4 menginfiltrasi ke dalam kelenjar. Pembelajaran pada pasien sjogren syndrom ras kaukasoid menunjukkan suatu perbedaan kecenderungan genetik, yaitu pada sjogren syndrom primer menunjukkan suatu keterlibatan HLA-DR3 sedangkan pada pasien sjogren syndrom sekunder yang berkaitan dengan rheumatoid arthritis (RA) dihubungkan dengan sub grup dari HLA II yaitu HLA-DR4. Selain itu pengaruh dari gen-gen HLA tambahan seperti HLA-DQ telah pula menunjukkan keterlibatan pada sjogren syndrom, sedangkan pada populasi dengan etnis lain seperti pada ras negroid penyebab sjogren syndrom mungkin dihubungkan dengan peningkatan HLA-DR5, sedangkan untuk orang-orang Jepang dihubungkan dengan peningkatan kadar HLA-DR4, sedangkan untuk orang-orang di Cina dihubungkan dengan peningkatan HLA-DR8.(8)


(17)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Suatu hipotesis yang menjelaskan bahwa pada penderita sjogren syndrom autoantibodi muscarinic M3 reseptor memblok dan mengikat reseptor muscarinic M3 sehingga asetilkolin tidak dapat berikatan pada reseptor muscarinic M3 yang menyebabkan sel-sel dari kelenjar saliva tidak berkontraksi sehingga tidak menghasilkan saliva. Dalam beberapa tahun terakhir peneliti mencoba mengembangkan manfaat ujiklinis untuk menunjukkan keberadaan antibodi muscarinic M3 reseptor ini namun sampai saat ini belum berhasil.(1) Berdasarkan

penjelasan tersebut maka akan dijelaskan pada gambar 1.

Gambar 1. Autoantibodi M3 reseptor yang menghambat asetilkolin menuju M3R.(Van De Merwe Joop P, 2005 : 5 )

2.1.4 Alpha fodrin.

Alpha fodrin adalah suatu pengikat aktin intraselular, protein organ spesifik dari cytoskeleton yang dibentuk dari suatu sub unit alpha dan beta. Jaringan aktin dan


(18)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

fodrin diletakkan dibawah membran plasma dari sel sekretori. Selama apoptosis alpha fodri dipecah menjadi suatu produk 120 kD -fodrin, yang ditemukan banyak pada kelenjar saliva. Proteolisis dari fodrin mungkin sebagai suatu akibat dari akitivitas

protease selama apoptosis. 120 kD -fodrin adalah penemuan yang sangat penting

untuk menjadi autoantigen pada proses patogenesis respon autoimun dari organ tertentu. Pembelajaran klinis menunjukkan, bahwa pada pasien penderita sjogren syndrom alpha fodrin terlibat dalam perangsangan sel T. Penemuan ini memperlihatkan bahwa selama proteolisis alpha fodrin terjadi suatu peningkatan aktivitas protease dan perangsangan dari sel-sel T, sehingga memainkan suatu peranan penting dari perkembangan sjogren syndrom.(1)

2.2. Faktor–Faktor Lingkungan Penyebab Sjogren Syndrom

Lingkungan merupakan kofaktor yang bertanggung jawab pada sjogren syndrom yang tidak diketahui penyebabnya. Secara tidak langsung keterlibatan virus yaitu Epstein-Barr Virus (EBV) dalam penyebab sjogren syndrom telah dibuktikan dengan tetap adanya kadar virus dalam saliva pada individu normal setelah infeksi primer. Pemeriksaan pasien menunjukkan bahwa genom EBV mayoritas terikat dengan sel epitel kelenjar. EBV kemungkinan cukup kuat untuk merangsang respon imun baik sel–T dan sel–B pada individu yang normal sehingga terjadi suatu respon autoimun yang menyebabkan kerusakan sel yang telah terikat dengan genom EBV. Sjogren syndrom hanya terjadi disebagian kecil dari individu yang terinfeksi.(8,9)

Selain dari infeksi EBV dalam menginduksi sjogren syndrom ada jenis virus lain yang menginduksi sjogren syndrom yaitu human T-lymphotrophic 1 virus (HTLV-1),


(19)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

human herpesvirus 6 (HHV-6), human immunodeficiency virus 1 (HIV-1), hepatitis C-virus (HCV), pada kasus dari HCV 75% dari penderita sjogren syndrom memiliki antibodi untuk melawan HVC, dan cytomegalovirus (CMV). (9,10)

Banyak faktor yang menyebabkan gangguan sistem imunitas tubuh salah satunya adalah faktor lingkungan yaitu keterlibatan virus, tetapi faktor utama yang memainkan peranan yang sangat penting dalam menyebabkan sjogren syndrom adalah faktor-faktor genetik, dimana pada faktor genetik sistem imunitas tubuh mengalami kerusakan dan menyerang jaringan tubuh sehingga jaringan tubuh mengalami kerusakan. Bagaimana sistem imunitas tubuh yang mengalami kerusakan dapat merusak jaringan tubuh akan dibahas pada bab 4, tetapi sebelum membahas kerusakan imunitas tubuh sebaiknya kita mengenal terlebih dahulu sistem imunitas tubuh normal secara umum yang akan dijelaskan pada bab 3.


(20)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

BAB 3

SISTEM IMUNITAS TUBUH

Imunitas diartikan sebagai semua mekanisme yang membantu mahluk hidup untuk melindungi dirinya dari serangan mikroorganisme yang patogen. Perlindungan tersebut termasuk pencegahan dari masuknya mikroorganisme patogen dan penghancuran dari mikroorganisme patogen tersebut ketika sudah masuk ke dalam tubuh dengan atau tanpa kerusakan pada jaringannya sendiri.(5,11)

Bila sistem imun terpapar dengan zat yang dianggap asing, maka ada dua jenis respon imun yang akan berperan yaitu respon imun non spesifik dan respon imun spesifik.(6,11,12)


(21)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Respon imun non spesifik adalah pertahanan tubuh yang mengenali dan memberikan respon terhadap mikroorganisme patogen, yang mana respon yang ditimbulkan tersebut tidak diperoleh melalui kontak dengan antigen tersebut sebelumnya.(12) Yang termasuk dari respon ini adalah :

3.1.1 Fagosit.

Sel fagosit adalah sel polimorfonuklear (neutrofil), monosit fagosit (makrofag). Sel-sel fagosit ditemukan pada jaringan-jaringan dan organ-organ tubuh, untuk menghadapi serbuan dari mikroorganisme patogen. Fungsi utama sel-sel fagosit adalah migrasi, kemotaksis, memfagosit dan mematikan mikroorganisme.(5,11,12,13)

Pengenalan dari mikroorganisme patogen dan proses fagositosis untuk membunuh serta menghancurkan mikroorganisme patogen akan dijelaskan pada gambar 2.


(22)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Gambar 2. Fagositosis dan penghancuran mikroorganisme di dalam sel. Mikroorganisme yang terikat pada reseptor makrofag akan dicerna ke dalam bentuk fagosom, fagosom kemudian akan bergabung dengan lisosom menjadi fagolisosom, selanjutnya mikroorganisme akan mati oleh enzim dan beberapa substansi racun yang dihasilkan oleh fagolisosom.

(Abbas AK, 2004 : 29)

3.1.2. Sel NK (Natural Killer)

Sel NK adalah suatu sel limfosit yang mengenali sel yang terinfeksi oleh virus. Ketika sel ini kontak dengan sel yang telah terinfeksi virus maka sel NK akan melepaskan substansi yang akan merangsang sel tersebut untuk melakukan penghancuran terhadap dirinya sendiri atau yang dikenal dengan nama apoptosis. Melalui mekanisme ini partikel virus yang terdapat di dalam sel tersebut akan ikut terbunuh melalui proses kematian sel.(11) Fungsi dari sel NK akan ditunjukkan pada


(23)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Gambar 3. Fungsi dari sel NK.

A. Sel NK mengahancurkan sel yang terinfeksi Virus secara langsung. B. sel NK teraktivasi oleh IL-12 yang dihasilkan oleh makrofag, kemudian sel NK mengeluarkan

untuk meningkatkan aktivasi sel makrofag agar membunuh sel virus melalui fagositosis. (Abbas AK, 2004 : 31)

3.1.3. Epitel pelindung.

Adalah Suatu lapisan pelindung, yang umumnya berfungsi untuk melindungi tubuh dari masuknya mikroorganisme, lapisan ini terdapat pada kulit, saluran pencernaan dan saluran nafas. Lapisan perlindungan ini tersusun dari lapisan epitel yang menyediakan perlindungan secara fisik dan kimia dari serangan infeksi.(12,13)

Epitel pelindung memberikan suatu perlindungan dari masuknya mikroorganisme dengan cara memberikan perlindungan fisik dari infeksi, memproduksi antibiotik


(24)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

lokal dan membunuh mikroorganisme melalui limfosit intraepitel. Hal ini akan ditunjukkan pada gambar 4 dibawah ini.

Gambar 4. Fungsi dari epitel pelindung pada respon imun non spesifik. (Abbas AK,2004 : 24)

3.2. Respon Imun Spesifik

Respon imun spesifik adalah pengenalan dan pengawasan yang ketat terhadap benda asing dengan kepekaan yang tinggi. Respon imun spesifik memiliki sifat-sifat umum yang membedakannya dengan respon imun non spesifik adalah spesifisitas, deversitas, memori, spesialisasi, membatasi diri dan membedakan self dari non-self.(5,6) Respon imun spesifik terdiri dari respon imun humoral dan respon imun

seluler.(6,12)

3.2.1. Imunitas humoral

Imunitas humoral dilaksanakan oleh sekelompok limfosit yang berdiferensiasi di sumsum tulang dan limfosit tersebut diberi nama sesuai dengan asal limfosit


(25)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

tersebut yaitu sumsum tulang (bone marrow derived) atau limfosit-B serta produknya yaitu antibodi.(5,6) Antibodi adalah produk dari elemen sel-B (limfosit B dan sel

plasma) yang dibentuk ke dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai reseptor permukaan yang terkait pada permukaan sel, maupun yang disekresi sebagai produk ekstraseluler. Pada manusia antibodi berhubungan dengan lima kelompok protein utama (imunoglobulin) yang dapat didiferensiasikan satu sama lain atas dasar, ukuran, molekul, fungsi biologik atau sifat kimianya. Imunoglobulin tersebut adalah IgG, IgA, IgM, IgE, IgD.(5,6,13) Faktor-faktor humoral yang lain yang berperan dalam

respon imunitas humoral adalah sistem komplemen, sitokin, interferon.(5,6)

3.2.1.1 Sistem komplemen.

Meliputi protein serum dan protein terikat selaput yang fungsi keduanya merupakan sistem pertahanan host yang didapat dan alami. Protein ini sangat teratur dan berinteraksi melalui suatu rangkaian tangga proteolitik. Istilah komplemen mengacu pada kemampuan protein ini untuk melengkapi yakni, memperbesar efek senyawa lain pada sistem imun. Dalam keadaan normal komponen-komponen komplemen terdapat di dalam serum dalam keadaan inaktif, yang dinyatakan dalam huruf C (C=complement) diikuti dengan angka, misalnya C1, C2, C3, C4, hingga C9. Disamping itu di dalam sistem komplemen juga terdapat sub komplemen, seperti C1 yang terdiri dari C1q, C1r, dan C1s, faktor B, faktor D, dan protein regulator yang terdiri dari C1 inhibitor, C4b binding protein, karboksipeptidase N, faktor H, faktor I Properdin dan protein S. Umumnya komplemen mempunyai efek utama yaitu lisisnya sel, ikut serta dalam peradangan, opsonisasi organisme dan kompleks imun untuk


(26)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

pembersihan fagositosis, peningkatan respon imun berperantara antibodi.(6,11,12,14)

Pengaktifan sistem komplemen akan dijelaskan pada gambar 5.

Gambar 5. Jalur pengaktifan sistem komplemen. Sistem komplemen diaktifkan melalui tiga jalur yaitu jalur alternatif, jalur klasik, jalur lektin. Pada tahap awal semua jalur tersebut menyebabkan aktivasi C3 menjadi C3a & C3b. C3a akan menyebabkan terjadinya proses Inflamasi, sedangkan C3b akan melakukan opsonisasi mikroba dan merangsang


(27)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

fogositosis. Pada tahap akhir C3b akan merangsang C5 untuk menghasilkan C5a & C5b. C5b kemudian akan merangsang terbentuknya C9. C9 merupakan komplemen yang dapat membentuk lubang pada membran sel yang akan menyebabkan lisisnya mikroba patogen.

( Abbas AK, 2004 : 33)

3.2.1.2 Sitokin

Pada reaksi imun atau reaksi inflamasi banyak substansi seperti hormon yang dilepaskan oleh limfosit T dan B maupun oleh sel-sel lain, yang berfungsi sebagai sinyal interselular yang mengatur respon inflamasi lokal maupun sistemik terhadap rangsangan dari luar. Sekresi substansi itu dibatasi sesuai kebutuhan, substansi-substansi tersebut secara umum dikenal dengan nama sitokin. Substansi yang dilepaskan limfosit disebut limfokin sedangkan yang disekresikan oleh monosit disebut monokin. Substansi ini berperan dalam pengendalian hemopoesis maupun limfopoesis dan juga berfungsi dalam mengendalikan respon imun dan reaksi inflamasi dengan cara mengatur pertumbuhan, serta mobilitas dan deferensiasi leukosit maupun sel-sel lain. Selain itu sitokin juga diketahui berperan dalam patofisiologi berbagai jenis penyakit.(6)

3.2.1.3 Interferon

Secara umum interferon (IFN) dikelompokkan ke dalam IFN tipe I yang terdiri dari IFN- dan IFN- , dan IFN tipe II yang mencakup IFN- . IFN- , IFN -maupun IFN- dapat meningkatkan aktifitas sel sitotoksik dan sel NK. Aktivitas


(28)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

biologik yang utama IFN adalah menghambat replikasi virus dengan cara merangsang sel untuk memproduksi berbagai enzim yang menghambat transkripsi RNA virus dan replikasi DNA virus, meningkatkan ekspresi molekul MHC I yang diperlukan CD8 untuk mengenal antigen virus, merangsang perkembangan sel Th1 dan meningkatkan aktivitas sitolitik sel NK.(6)

3.2.2. Imunitas seluler

Imunitas seluler merupakan jenis utama yang kedua mekanisme efektor respon imun spesifik.(5) Semua sel yang berfungsi dalam respon imun diketahui

berasal dari sel induk pluripoten yang kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur yaitu jalur limfoid yang membentuk limfosit dan subsetnya, jalur mieloid yang membentuk sel-sel mast, eritrosit, platelets, sel-sel dendritik, sel polimorfonuklear dan sel-sel mononuklear.(6,15)

Sel-sel imunokompeten yang utama adalah limfosit T (sel-T) dan limfosit B (sel-B).(6) Sel-T mengalami perkembangan di sumsum tulang namun kemudian sel-sel

tersebut bermigrasi ke kelenjar tymus untuk mengalami pematangan, sedangkan sel-B mengalami perkembangan di sumsum tulang memiliki sel-B reseptor (BCR) atau yang disebut juga dengan (surface-immunoglobulin/sIg) yang terdapat pada membran sel tersebut yang berfungsi untuk mengikat antigen.(6,15) Sel-T berdiferensiasi di

dalam tymus, di dalam bagian korteks tymus terjadi proliferasi dan kematian sel yang berhubungan dengan proses seleksi klon. Klon yang autoreaktif akan mengalami


(29)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

penghancuran (apoptosis) sedangkan yang dipertahankan hidup adalah sel yang akan bermanfaat dikemudian hari sesuai fungsinya.(6)

Sel-T dibagi ke dalam dua kelompok utama yaitu sel-T helper dan sel-T sitotoksik. Sel-T helper biasanya akan menghasilkan CD4 (Cluster of differentiation / CD), sedangkan sel-T sitotoksik biasanya membawa CD8. Sel-T helper dibutuhkan untuk mengaktifkan fungsi dari sel-sel B, sel NK dan makrofag.(6,15) Sel-sel T

sitotoksik berfungsi menghancurkan sel yang sudah terinfeksi oleh virus.(15)

Perkembangan dan seleksi sel T di dalam tymus dikontrol secara ketat oleh mekanisme seleksi positif, seleksi negatif dan neglect (gambar 6). Sel T yang mengekpresikan TCR (T Cell Reseptor) yang dapat berinteraksi lemah dengan self-MHC (self-major histocompatibility complex) yang ditampilkan di dalam tymus mengalami seleksi positif dan dilindungi dari proses apoptosis, sedangkan sel yang tidak diseleksi positif akan mati dengan cara apoptosis karena tidak dipelihara. Sel –T yang dapat bereaksi kuat dengan antigen yang terikat pada self-MHC juga diinduksi untuk mengalami apoptosis (seleksi negatif). Sel-T yang tidak memberikan respon atau bereaksi dengan antigen asing dan antigen tubuh sendiri juga akan mengalami apoptosis (neglect). Selama proses ini lebih 95% sel T yang terbentuk di dalam tymus mati dan sisanya yang 5% bermigrasi ke organ limfoid perifer sebagai sel T yang matang.(6)


(30)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Gambar 6. Tahapan perkembangan dan seleksi limfosit T terhadap MHC. (Abbas AK, 2004 : 81)

3.3. Major Histocompatibility Complex (MHC)

Salah satu karakteristik respon imun adalah mengenali antigen tubuh sendiri (self antigen) dan antigen dari luar (non-self antigen). Pada mulanya, bagaimana mekanisme respon imun membedakan antigen self dan non self masih menimbulkan pertanyaan. Ternyata mekanisme ini dilakukan melalui molekul Major Hisocompatibility Complex (MHC). Saat ini terlihat bahwa semua antigen, baik self maupun non-self hanya dapat dikenali oleh sel T apabila berhubungan dengan MHC. Sel T CD4 atau yang dikenal dengan sel Th atau sel T helper akan mengenali antigen yang berikatan dengan molekul MHC kelas II, sedangkan sel T CD8 atau yang dikenal dengan sel Ts atau sel T sitotoksik akan mengenali antigen yang berhubungan dengan molekul MHC kelas I. Sel T yang mengenal antigen self dalam


(31)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

hubungannya dengan molekul MHC akan dihilangkan dan sel T yang potensial untuk mengenal antigen asing dalam kaitannya dengan molekul MHC individu sendiri akan dipertahankan.(4,13,16)

Kesalahan dalam mengeliminasi self-recognation akan mengakibatkan kelainan autoimun, sedangkan kegagalan dalam mempertahankan pengenal antigen asing akan menyebabkan imunodefisiensi sehingga mudah terserang infeksi. Gen yang paling penting pada MHC manusia, juga dikenal dengan molekul HLA (human leukocyte antigen) dan gen yang mengkodenya dibagi menjadi tiga kategori, yaitu HLA kelas I, II, dan III.(4,13,16)

3.3.1. Molekul HLA kelas I

Molekul HLA kelas I meliputi HLA-A, HLA-B, dan HLA-C molekul HLA ini disusun oleh dua rantai yaitu rantai heavy (berat) atau rantai dengan BM 45.000 dan rantai ringan atau yang dikenal sebagai 2-microglobulin dengan BM 12.000.

Rantai adalah suatu protein transmembran yang memiliki tiga daerah ( 1, 2, 3)

dengan setiap daerah mengandung 90 asam amino. Rantai membentuk ikatan

nonkovalen dengan extraselular 2-microglobulin. Molekul HLA kelas I ditemukan pada semua sel yang berinti. Agar dapat dikenali oleh sel T8 (CD8), antigen harus dalam keadaan berkombinasi dengan molekul HLA kelas I untuk dapat dikenali oleh sel T sitotoksik.(13,14,16,17)

3.3.2. Molekul HLA kelas II

Molekul HLA kelas II meliputi HLA-DR, HLA-DP, dan HLA-DQ juga terdiri


(32)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

29.000 yang keduanya berikatan secara non kovalen. Distribusi seluler molekul HLA kelas II terbatas hanya sedikit ditemukan pada sel-sel imunokompeten seperti limfosit-B, makrofag, serta ditemukan pada limfosit-T teraktivasi. Sel-sel yang pada keadaan normal tidak mengekspresikan molekul HLA kelas II seperti sel-T yang istirahat, sel endotel, sel tiroid, dapat diinduksi untuk mengekspresikan molekul HLA kelas II. Fungsi molekul HLA kelas II adalah untuk menyajikan fragmen-fragmen peptida antigen yang sudah diproses kepada limfosit T (CD4) pada awal timbulnya respon imun.(13,14,16,17)

3.3.3. Molekul HLA kelas III

Molekul HLA kelas III adalah komponen kedua (C2) dan keempat (C4) sistem komplemen, baik jalur klasik maupun faktor B properdin jalur alternatif.(4,16)

3.4. Faktor-Faktor yang Mengubah Respon Imun

Mekanisme imun hospes mungkin dapat dipandang secara keseluruhan sebagai suatu barier pelindung yang terdiri dari berbagai komponen yang melindungi hospes dari pengaruh yang merugikan dari agen-agen lingkungan yang berbahaya. Tapi kerusakan atau cacat mungkin dapat ditemukan pada sistem imun. Ada sejumlah faktor yang memodifikasi mekanisme imunitas tubuh yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.(4,5)

3.4.1. Faktor intrinsik

Faktor intrinsik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi dan memodifikasi respon imun, yang termasuk ke dalam faktor ini adalah :


(33)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

3.4.1.1 Faktor metabolik

Hormon tertentu ternyata dapat mempengaruhi respon imun tubuh. Misalnya pada keadaan hipoadrenal dan hipotiroidisme akan mengakibatkan menurunnya daya tahan terhadap infeksi. Demikian pula pada orang-orang yang mendapat pengobatan sediaan steroid sangat mudah mendapatkan infeksi bakteri maupun virus. Steroid tersebut mengakibatkan terhambatnya fagositosis, produksi antibodi dan menghambat proses radang. Termasuk golongan hormon steroid yaitu hormon androgen, esterogen dan progesteron diduga merupakan faktor pengubah terhadap respon imun. Terbukti dengan adanya perbedaan jumlah penderita antara laki-laki dan wanita yang mengidap penyakit imun tertentu.(4,5)

3.4.1.2 Faktor anatomi

Garis pertahanan pertama dalam menghadapi invasi mikroba biasanya terdapat pada kulit dan selaput lendir yang melapisi permukaan luar dan dalam tubuh. Struktur jaringan yang dimaksud bertindak sebagai imunitas alamiah dengan menyediakan suatu rintangan fisik yang efektif. Adanya kerusakan pada permukaan kulit atau selaput lendir akan mudah menyebabkan seseorang terkena penyakit.(4,5)

3.4.1.3 Faktor umur

Perkembangan sistem imun seseorang dimulai sejak di dalam kandungan, maka efektifitasnya dimulai dari keadaan lemah dan meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini tidaklah berarti bahwa pada umur usia lanjut sistem imun akan bekerja secara maksimal. Namun sebaliknya fungsi sistem imun pada usia lanjut akan menurun, walaupun pada usia lanjut yang bersangkutan tidak mengalami gangguan


(34)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

sistem imun. Hal ini disebabkan karena pengaruh kemunduran biologik secara umum, juga jelas berkaitan dengan menyusutnya kelenjar tymus apabila umur makin lanjut. Keadaan tersebut akan mengakibatkan perubahan-perubahan respon imun seluler dan humoral. Maka di usia lanjut akan timbul berbagai kelainan yang melibatkan sistem imun akan bertambah. Misalnya resiko menderita penyakit autoimun, penyakit keganasan dan mudah terjangkit infeksi.(4,5)

3.4.1.4 Faktor genetik

Semua respon imun ada dibawah pengendalian genetik. Pada manusia ada perbedaan dalam kerentanan terhadap suatu penyakit. Salah satu perkembangan imun yang menguntungkan adalah teridentifikasinya suatu kompleks genetik, ialah MHC (major histocompatibility complex) yang mengendalikan respon imun maupun ekspresi antigen histokompabilitas pada sel. Apabila terjadi kerusakan pada gen-gen MHC dari manusia maka akan menyebabkan terjadinya suatu kerusakan pada sistem imunitas seperti menurunnya kemampuan respon imun serta produksi dari antibodi, rentan terhadap infeksi penyakit, rentan untuk terjadinya suatu penyakit autoimun dan alergi.(4,5,17)

3.4.2. Faktor ekstrinsik

Faktor ekstrinsik merupakan faktor yang dapat mempengaruhi dan memodifikasi respon imun, yang termasuk ke dalam faktor ini adalah lingkungan. Peningkatan jumlah penderita untuk penyakit infeksi pada masyarakat yang hidup di dalam lingkungan yang miskin sudah luas diketahui. Hal ini terjadi mungkin karena


(35)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

lebih banyak menghadapi bibit penyakit atau hilangnya daya tahan yang disebabkan kurangnya asupan gizi yang disebabkan rendahnya taraf ekonomi.(4,5)

Keadaan asupan gizi yang kurang akan berpengaruh terhadap status imun seseorang. Manusia membutuhkan 6 komponen dasar bahan makanan yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan menjaga kesehatan tubuh. Keenam komponen tersebut adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air. Gizi yang cukup dan sesuai sangat penting untuk berfungsinya sistem imun secara normal. Kekurangan gizi merupakan penyebab utama timbulnya imunodefisiensi.(4,5)

BAB 4

KERUSAKAN SISTEM IMUNITAS TUBUH

Salah satu karakteristik dari sistem imun yang normal adalah kemampuan untuk bereaksi terhadap bermacam antigen asing dari mikroorganisme, tetapi respon


(36)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

imun yang normal tidak akan bereaksi terhadap antigen tubuh sendiri. Jika sistem imun rusak dan bereaksi dengan sel tubuh sendiri hal ini disebut dengan autoimun.(6)

4.1. Penyakit Autoimun

Pada sebagian kecil populasi terjadi suatu penyakit yang dikenal sebagai penyakit autoimun. Dalam hal ini tanda-tanda pokok adalah injuri jaringan yang disebabkan oleh reaksi imun hospes dengan jaringannya sendiri. Pada kebanyakan individu, di dalam hospes ada pengenal terhadap self-antigen dan toleransi terhadap semua komponen-komponen tubuh, namun pada penyakit autoimun ada suatu keadaan penyimpangan yang disebut Ehrlich sebagai horror autotoxcius yang diartikan sebagai proses penghancuran sel tubuh sendiri yang dilakukan oleh sistem imun orang itu sendiri.(5,18)

Dalam kaitannya dengan fenomena autoimun tersebut harus dibedakan antara pengertian respon autoimun dengan penyakit autoimun. Respon autoimun selalu dikaitkan dengan didapatkannya autoantibodi atau reaktifitas limfosit terhadap antigen. Respon autoimun tidak selalu harus mempunyai kaitan dengan penyakit autoimun yang diderita, bahkan respon autoimun tidak selalu menampakkan gejala penyakit autoimun. Meskipun diduga bahwa penyakit autoimun akibat dari cedera jaringan oleh respon autoimun. Belum diketahui apakah fenomena autoimun adalah sebab, akibat atau suatu hal lain yang kebetulan dijumpai bersamaan pada penyakit autoimun. Autoimunitas dapat dipandang sebagai manifestasi tersier dari respon imun yang mengarah pada pemerosesan yang tidak tepat dan menimbulkan penghancuran jaringan hospes.(5,18) Sebelumnya muncul gagasan bahwa autoimunitas merupakan


(37)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

fenomena nomal, maka terdapat tiga hipotesis yang mencoba menjelaskan fenomena autoimunitas yaitu :

4.1.1. Teori klon terlarang (forbidden clone theory)

Teori ini didasarkan atas anggapan bahwa pada keadaan biasa, apabila terjadi mutasi somatik dari limfosit, antigen yang terdapat pada permukaan sel limfosit mutan tersebut akan dikenal oleh sistem imunnya sebagai hal yang asing. Dengan segera mutan baru ini akan dihancurkan oleh limfosit dari sistem imun sehinga tidak akan membawa efek apa-apa terhadap tubuh, namun apabila kebetulan mutan tersebut tidak memperagakan antigen yang dikenal asing oleh sistem imun pada permukaannya, maka limfosit mutan tersebut merupakan klon yang tidak dikehendaki yang tetap hidup (forbidden clone). Klon yang hidup ini bahkan akan mengenal sel jaringan sendiri sebagai antigen asing, sehingga terjadilah respon imun terhadap sel jaringan tubuh sampai dapat menimbulkan kerusakan. (Gambar 7) (5,6,18)


(38)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Gambar 7. Bagan teori klon terlarang. A. Mutan yang memiliki antigen permukaan akan segera dibinasakan. B. Mutan yang memiliki antigen tersembunyi dapat hidup Terus sehingga berfungsi dalam respon imun dan menimbulkan kerusakan. (Subowo, 1993 : 41)

4.1.2. Teori antigen terasing. (squestered antigen theory)

Teori ini didasarkan atas timbulnya fenomena toleransi pada fetus. Menurut teori ini, semasa embrio semua jaringan yang dipaparkan kepada sistem imun akan dikenal sebagai dirinya. Apabila pada masa embrio tersebut terdapat sel atau jaringan yang tidak sempat dipaparkan kepada sistem imun, maka sel tersebut tidak akan dikenal sebagai dirinya (gambar 8). Jaringan semacam itu misalnya lensa mata, sistem saraf pusat, dan kelenjar tiroid yang memiliki barier peredaran darah. Apabila dikemudian hari, misalnya oleh suatu sebab, antigen organ tersebut terpapar kepada sistem imun, maka akan dikenal asing, sehinga menyebabkan timbulnya respon imun.(5,6,18)


(39)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Gambar 8. Bagan teori antigen terasing. A. Kelenjar tiroid embrional, tahap pengenalan antigen. B. Kelenjar tiroid dewasa, antigen yang tadinya terasing sekarang terpapar karena kerusakan, sehingga limfosit mengenal sebagai asing. (Subowo, 1993 : 42)

4.1.3. Teori defisiensi imun (immunologic deficiency theory)

Adanya kerusakan jaringan dijelaskan bahwa, dengan adanya defisiensi imun terjadi mutasi pada sel-sel limfosit sehingga tidak menyebabkan musnahnya mutan yang merupakan klon terlarang tersebut. Sehingga nantinya limfosit tersebut akan dapat menyerang jaringan tubuh yang merupakan sel sasaran ataupun mikroba yang menempel pada sel sasaran tersebut (gambar 9).(5,6,18)


(40)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Gambar 9. Bagan teori defisiensi imun.

A. Mutan limfosit tetap hidup. B. Kerusakan jaringan melalui mekanisme reaksi tipe II, III, dan IV. (Subowo, 1993 : 43)

Akhirnya, setiap konsep yang menjelaskan perkembangan keadaan autoimun, haruslah diperhitungkan faktor genetik yang mengendalikan sistem imun. Gambaran keluarga dan distribusi jenis kelamin (misalnya penyakit autoimun lebih banyak terjadi pada wanita) mengkarakterisasi kebanyakan penyakit autoimun. Penemuan adanya hubungan antara antigen histokompabilitas tertentu dengan aneka macam penyakit memberikan kesan bahwa gen respon imun pada manusia mungkin terlekat dekat sekali dengan lokus HLA, serta pengaturan respon imun terganggu didasarkan pada ketidakseimbangan yang ditentukan secara genetik pada sub populasi sel T yaitu CD4 dan CD8 sebagai determinan yang utama pada perkembangan penyakit autoimun.(5)


(41)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

4.2. Patogenesis Penyakit Autoimun

Berdasarkan uraian diatas tampak bahwa sebab terjadinya respon autoimun bermacam-macam. Walaupun belum ada bukti-bukti yang memastikan patogenitas penyakit autoimun, tetapi diduga kerusakan jaringan terjadi dengan beberapa mekanisme.(12,14)

4.2.1 Induksi autoimun melalui peniruan molekular.

Menurut hipotesis ini, cara peniruan molekular suatu antigen tertentu adalah melalui suatu derajat kesamaan yang besar antara struktur antigen bakteri atau virus dengan struktur molekul antigen endogen (self-antigen), kemudian antigen bakteri atau virus melakukan reaksi silang dengan antigen endogen. Karena kesalahan dalam mengenali self-antigen, maka sel tubuh akan diserang oleh sel limfosit T yang aktif sebagai molekul asing ketika diinfeksi kembali dengan antigen asing. (Gambar 10).(12,14)

Gambar 10. Mekanisme patogenesis autoimun melalui peniruan molekular.


(42)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

4.2.2. Induksi reaksi autoimun setelah infeksi virus karena penyimpangan antigen MHC kelas II

Pada banyak penyakit autoimun, antigen HLA kelas II ditemukan pada sel target yang seharusnya tidak ditemukan pada sistem imun orang yang normal. Pelepasan IFN- dihubungkan sebagai suatu mekanisme yang mungkin menyebabkan penyimpangan ekspresi antigen HLA kelas II. Suatu virus menginfeksi sekelompok sel, kemudian molekul virus tersebut dikenal sebagai antigen asing oleh limfosit T. Selama proses pertahanan, limfosit T mengeluarkan IFN- yang memimpin pelepasan dari antigen HLA kelas II. Penyimpanagan dari ekspresi antigen HLA kelas II mungkin mendorong autoreakfitnya sel T, sehingga mengenali autoantigen pada pemukaan sel sebagai antigen asing dan pada akhirnya sel tersebut akan dihancurkan. (Gambar 11).(14)

Gambar 11. Mekanisme patogenesis dari autoimun setelah infeksi virus karena penyimpangan antigen MHC kelas II. (Burmester GR, 2003 : 71 )


(43)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Penyakit autoimun dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu penyakit autoimun sistemik dan penyakit autoimun spesifik organ. Penyakit autoimun spesifik organ adalah penyakit autoimun yang pengaruh utamanya melibatkan satu organ. Sedangkan penyakit autoimun sistemik adalah penyakit autoimun yang pengaruh utamanya lebih dari satu organ. Contoh penyakit autoimun sistemik ini adalah Lupus Eritematosus Sistemik (LSE), Rheumatoid Arthritis, Sjogren Syndrom, Polimiositis/ Dermatomiositis dan Skleroderma.(5,18) Pada bidang kedokteran gigi penyakit yang

sangat memberikan efek yang cukup besar terhadap perubahan di dalam rongga mulut adalah sjogren syndrom.


(44)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

BAB 5

GAMBARAN KLINIS DAN DIAGNOSA SJOGREN SYNDROM

Tidak ada suatu gejala, tanda atau tes untuk penderita sjogren syndrom. Namun gambaran klinis dan diagnosa biasanya mudah dicapai melalui pengumpulan informasi klinis serta penilaian serologi pasien dan pemeriksaan histopatologik.(2)

5.1. Gambaran Klinis Sjogren Syndrom

Sjogren syndrom merupakan suatu penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan pada kelenjar saliva serta kelenjar eksokrin tubuh lainnya. Keluhan utama yang sering dirasakan oleh pasien penderita sjogren syndrom adalah xerostomia, hal ini disebabkan karena penurunan dari aliran saliva dari keadaan yang normal. Sehingga gambaran klinis di dalam rongga mulut pasien berupa peningkatan insidensi karies dalam waktu yang singkat. Karies pada permukaan gigi anterior (rampan karies) ditunjukkan pada gambar 12, dorsum lidah kelihatan berfisur dan berlobus disertai dengan atropi dari papila filifomis, lidah kelihatan menjadi merah dan mengkilat atau glositis (gambar 13) dan pada sudut bibir menjadi pecah-pecah (angular chelitis). Mukosa mulut yang merah dan atropi mudah menyebabkan ulserasi. Xerostomia juga dihubungkan dengan peningkatan jumlah dari organisme jamur di dalam mulut dengan tanda berupa terjadinya oral kandidiasis (gambar 14). Penyempitan duktus dari kelenjar parotid merupakan suatu keadaan yang jarang terjadi. Pembesaran kelenjar saliva pada sjogren syndrom umumnya jarang terjadi


(45)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

dan hanya terjadi pada sekitar 20% penderita sjogren syndrom dan sering berupa pembesaran kelenjar saliva unilateral. Pembesaran kelenjar yang bilateral dari kelenjar parotid atau sub mandibular mungkin dapat terjadi pada kasus yang parah (gambar 15).(2,19)

Gambar 12. Rampan karies. Karies yang terjadi pada permukaan gigi regio servikal dari gigi insisivus mandibula. (Aguirre A, 1999)


(46)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Gambar 13. Glositis. Hilangnya papila lidah dan erithema adalah karakteristik pada pasien dengan xerostomia. (Aguirre A, 1999).

Gambar 14. Kandidiasis pseudomembran akut pada penderita sjogren syndrom. (Aguirre A, 1999)

Gambar 15. Pembesaran bilateral dari kelenjar parotis pada penderita sjogren syndrom. Pembesaran dari


(47)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

kelenjar saliva ini hanya terlihat Pada penderita sjogren syndrom sekitar 20%. (Van de Merwe JP, 2005).

5.2. Metode Diagnostik Sjogren Syndrom

Sulit untuk menegakkan diagnosa dari sjogren syndrom, karena tidak ada suatu tes diagnostik yang tepat. Tetapi ada beberapa tes diagnostik yang dapat membantu menegakkan diagnosa antara lain(3) :

5.2.1 Pemeriksaan Komponen Oral dan Mata

Pemeriksaan komponen oral dan mata ditujukan untuk mengetahui jumlah volume saliva dan air mata yang disekresikan oleh kelenjar saliva dan kelenjar air mata. Sjogren syndrom jelas dikaitkan dengan berkurangnya produksi saliva yaitu kurang dari 1,5 ml per menit dan berkurangnya produksi air mata yaitu kurang dari 5 ml per 5 menit. Pemeriksaan produksi dari kelenjar saliva ini dapat dilakukan melalui pemeriksaan sialometri. Digital subtraction sialography atau scintigrapy dapat digunakan untuk menghasilkan pemeriksaan yang lebih akurat dari fungsi kelenjar saliva. Pemeriksaan produksi dari kelenjar air mata dapat dilakukan dengan pemeriksaan schirmer test dan rose bengal, kedua pemeriksaan produksi kelenjar air mata ini tidak perlu dilakukan oleh dokter gigi.(2,20) Pemeriksaan komponen oral dan

mata belum dapat menegakkan diagnosa dari sjogren syndrom oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan serologi dan histopatologi supaya dapat menegakkan diagnosa secara tepat.


(48)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Tes serologi dari individu dengan sjogren syndrom menggambarkan suatu hiperaktivitas sel-B, ini ditemukan kurang lebih 80% pada penderita sjogren

syndrom.(19) Beberapa antibodi tersebut diantaranya adalah

imunoglobulin-imunoglobulin (IgG, IgA, IgM) yang kadarnya meningkat.(7,21) Rheumatoid faktor

adalah sangat penting terdapat pada serum pasien dengan sjogren syndrom primer atau sekunder, dan sering pada titer yang tinggi. Antinucler antibodies (ANA), secara tidak langsung terdeteksi dengan immunofluorescence dan sering ditemukan pada serum pasien dengan sjogren syndrom. Antibodi nuklear antigen Ro (SS-A) dan La (SS-B) juga ditemukan pada banyak pasien, dengan menggunakan metode pengendapan. Seluruh hasil pemeriksaan tersebut diidentifikasi pada hampir semua pasien sjogren syndrom.(2,19,21)

5.2.3. Pemeriksaan Histopatologi

Biopsi dari kelenjar saliva minor sudah diperkenalkan pada tahun 1966 sebagai suatu prosedur pemeriksaan dari komponen saliva pada penderita sjogren syndrom. Ciri-ciri karakteristik histopatologi dari kelenjar saliva minor pada penderita sjogren syndrom adalah fokal limfosit sialodenitis. Terdapatnya sel limfosit yang berjumlah 50 atau lebih pada satu fokus lapangan pandang (satu fokus lapangan pandang adalah 4mm2), yang terlihat berdampingan dengan sel asini yang terlihat

normal.(19) Menggunakan suatu metode tingkat inflamasi semikuantitaif, tingkatan

inflamasi pada spesimen biopsi dari kelenjar saliva labial ditemukan pada tingkat IV inflamasi yang hanya terlihat pada pasien-pasien dengan sjogren syndrom.(2,19)


(49)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

sebagai kriteria diagnosa yang paling spesifik dari komponen saliva pada sjogren syndrom.(19) Gambaran histopatologis dari kelenjar saliva akan ditunjukkan pada

gambar 16.

Gambar 16. Pemeriksaan histologi kelenjar saliva minor (pembesaran x200). Sel yang menginfiltrasi terdiri dari limfosit, sel-sel plasma, dan makrofag. Dua duktus ekskretorius dan tiga asini mucosa adalah terlihat (Grade IV, menurut krieria Chisholm dan Mason). (Aguirre A, 1999).

5.2.4 Sialography

Sialography adalah suatu metode pemeriksaan radiography yang

memperlihatkan perubahan anatomi pada sistem duktus kelenjar saliva. Pemeriksaan sialography dengan menggunakan suatu media kontras menunjukkan suatu peningkatan insiden dari sialoektasis pada pasien sjogren syndrom. Media kontras tersebut disuntikkan perlahan ke dalam duktus stensen kemudian dilakukan pengambilan foto radiograpi dengan posisi anterio-posterior (AP). Hasil dari


(50)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

sialography tersebut berupa skor yang merupakan gambaran tingkat kerusakan dari kelenjar saliva, skor1 menunjukkan bentuk pucanta (bintik) yang menyebar pada daerah kontras dengan ukuran diameter 1 mm atau kurang. Skor 2, berbentuk globular dengan ukuran diameter 1-2 mm pada daerah kontras. Skor 3, berbentuk suatu kavitas yang tidak beraturan pada daerah kontras yang menunjukkan perkembangan lebih lanjut dari penyakit tersebut. Skor 4, penghancuran total pengerusakan dari struktur kelenjar, yang mengindikasikan tahap akhir dari penyakit.

(7,20)

Gambaran sialography akan ditunjukkan pada gambar dibawah ini.

Gambar 17. Gambaran Sialography pada sjogren syndrom. Menunjukkan terjadinya kerusakan pada kelenjar saliva. (Scuiba J, 1998).

5.3. Differensial Diagnosa Sjogren Syndrom

Banyak dari kondisi medis baik akut maupun kronis memiliki gambaran klinis yang sama terhadap sjogren syndrom. Termasuk diantaranya adalah efek samping dari pemakaian obat-obatan, infeksi, tumor, gangguan metabolisme, dan radiasi.(1)


(51)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Tumor kelenjar parotid mungkin dapat dipertimbangkan sebagai differensial diagnosa dari sjogren syndrom tapi yang membedakannya dengan sjogren syndrom adalah tidak adanya nyeri dari kelenjar, fluktuasi pada kelenjar, dan pembesaran kronis dari kelenjar tanpa perluasan ke dalam jaringan ikat yang berdekatan. Pembesaran kelenjar saliva dan kelenjar air mata mungkin terjadi pada individu dengan sarcoidosis, lymphoma dan limfositik leukimia.(1,2)

Meskipun sjogren syndrom tidak menunjukkan keganasan pada kelenjar saliva dan air mata, tapi ini sering terjadi pada sarcoidosis. Sarcoidosis dapat meniru gambaran klinis dari sjogren syndrom, tetapi pada biopsi kelenjar saliva minor menunjukkan tidak adanya autoantibodi seperti Ro (SS-A) atau La (SS-B) antigen.(1,19) Suatu jenis dari perkembangan penyakit lainnya seperti lipoproteinnemia

(tipe II, IV, dan V), hemokhromasitosis, amiloidosis, infeksi virus hepatitis C dan virus HIV mungkin sering disalah diagnosakan sebagai sjogren syndrom. Keterlibatan sistem saraf pusat pada sjogren syndrom primer mungkin banyak meniru kelainan neurologi. Pada orang tua kekeringan mukosa sering kali dihubungkan dengan karakteristik dari proses degenerasi dan lipolisis dari kelenjar eksokrin.(1,2,19)


(52)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

BAB 6

PENATALAKSANAAN PERAWATAN SJOGREN SYNDROM

Perawatan dari sjogren syndrom adalah sering ditujukan untuk membantu mengatasi gejala utama yang ditimbulkan akibat dari efek kerusakan kelenjar saliva dan kelenjar air mata.(10) Pada sjogren syndrom yang perlu dipertimbangkan dalam

perawatan adalah perawatan lokal dan perawatan sistemik.(19)

6.1. Perawatan Lokal

Para dokter gigi harus dipersiapkan untuk menanggulangi hipofungsi kelenjar saliva yaitu xerostomia yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah dari karies, oral kandidiasis, dan rasa nyeri pada rongga mulut yang disebabkan karena mukosa mulut mengalami iritasi.(19,21) Penanggulangan dari berkurangnya aliran

saliva adalah dengan merangsang sekresi kelenjar saliva dengan cara mengunyah permen karet yang bebas gula, sorbitol atau permen karet yang mengandung xilitol.(19,23)

Penanganan dari xerostomia dapat juga dilakukan dengan cara meresepkan kepada pasien artifisial saliva atau cairan pengganti saliva atau dapat juga


(53)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

menggunakan pelembab rongga mulut (oral moist) yang telah banyak di pasarkan.(23,24) Artifisial saliva adalah suatu produk yang dibuat seperti saliva asli

tetapi kerja dari artifisial saliva tidak merangsang produksi dari kelenjar saliva. Produk-produk artifisial saliva dan pelembab rongga mulut yang dijual biasanya dalam bentuk solutions, gel, sprays. Contoh produk artifisial saliva dan oral moist adalah Caphosol®, Salivart®, V.A. Oralube®, Biotene Oral Balance Liquid®, Oasis

Sensodyne®.(24,25)

Pengendalian dari jumlah karies serta pencegahannya, dapat dilakukan oleh dokter gigi dengan melakukan restorasi pada gigi yang telah mengalami karies serta melakukan tindakan pencegahan karies seperti topikal flour aplikasi pada permukaan gigi atau berkumur dengan larutan yang mengandung flour serta mengaplikasikan GC Tooth Mouse® pada permukaan gigi. GC Tooth Mouse adalah topikal pasta yang

mengandung CPP-ACP (Caesin Phosphopeptida-Amorphous Calsium Phosphate) yang memberikan perlindungan ekstra pada gigi, karena dapat mengantarkan kalsium fosfat ke dalam gigi sehingga menyebabkan proses remineralisasi dan mencegah perlekatan plak bakteri pada permukaan gigi yang menimbulkan efek pencegahan terhadap karies dan perbaikan terhadap kerusakan kecil pada permukaan enamel seperti white spot, erosi pada permuka an email gigi.(23,26)

Iritasi pada mukosa rongga mulut pasien harus dapat dicegah supaya tidak menimbulkan luka (ulkus) dan rasa nyeri. Luka yang terjadi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas dari sel-sel limfosit sehingga memicu perkembangan penyakit sjogren syndrom. Oleh karena itu tindakan yang perlu dilakukan untuk


(54)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

mencegah iritasi adalah dengan membuat mukosa mulut agar tetap lembab melalui penggunaan oral moist atau artifisial saliva. Untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul pada saat mengkonsumsi makanan, maka nasihat-nasihat makanan berikut dapat disampaikan kepada pasien. Seperti menyarankan mengkonsumsi makanan cair dan lunak, menghindari mengkonsumsi makanan keras dan kering, memperbanyak minum air dan sari buah-buahan (yang tidak dimaniskan) akan membantu melarutkan lendir mulut dan mempermudah proses menelan makanan dan berbicara.(22)

Mengkonsumsi buah-buahan yang dapat mengurangi rasa sakit seperti melon, semangka, tomat, karena buah-buahan ini terasa dingin, berair, dan tidak mengandung gula sehingga tidak menimbulkan rasa haus.(22) Pada penderita yang

kurang makan dan diikuti oleh turunnya berat badan, dianjurkan pemberian makanan tambahan yang agak encer dengan minuman yang kaya protein (susu).(22)

Perawatan oral kandidiasis yang dapat dilakukan oleh dokter gigi adalah dengan meresepkan obat anti jamur topikal seperti Mycostatin® salep. Infeksi jamur

ini dapat terjadi akibat dari pemakaian obat-obat penekan respon imun terutama golongan steroid.(27,28)

Dokter gigi dapat memberikan atau meresepkan kepada pasien agar menggunakan sikat gigi yang sangat lembut seperti Oral-B® Sensitive Ekstra Soft dan

pasta gigi yang tidak menyebabkan iritasi pada mukosa mulut seperti Biotine® Dry

Mouth PBF Toothpaste, Oralbalance® Long-lasting Mousturizing Gel, untuk

pengendalian plak yang dapat dilakukan oleh pasien di rumah. Produk pasta gigi tersebut merupakan antixerostomia karena mengandung tiga enzim saliva yaitu


(55)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

lactoperoxidase, glucose oxidase dan lysozyme, yang berfungsi sebagai antibakteri dan melarutkan lapisan biofilm pada permukaan gigi.(24)

6.2. Perawatan Sistemik

Tujuan perawatan sistemik dengan menggunakan obat-obatan adalah untuk mengurangi perkembangan penyakit dan mencegah terjadinya banyak komplikasi yang ditimbulkan oleh sjogren syndrom. Perawatan sistemik ini tidak dilakukan oleh dokter gigi tetapi dengan merujuk pasien ke dokter yang lebih berkompeten. Sebaiknya para dokter gigi mengetahui beberapa kategori obat yang sering digunakan dalam terapi sjogren syndrom, seperti penggunaan obat golongan kortikosteroid, obat ini merupakan immunosupresan untuk pengobatan dari gangguan autoimun, dengan cara menurunkan inflamasi melalui penekanan aktivitas sel polimorfonuklear. Menstabilkan membran lisosomal dan juga menekan produksi dan aktivitas limfosit dan antibodi. Obat ini dikenal dengan nama prednisone. (3)

Obat Agen Immunosupresan, merupakan agen penghambat pertumbuhan dan proliferasi sel, dengan cara melepaskan nitrogen mustards yang dikenal sebagai alkali agen yang mungkin ikut dalam proses pemisahan dari DNA. Selain itu obat ini juga menurunkan respon imun. Obat ini dikenal dengan nama cyclophosphamide.(3)

Kategori obat anti inflamasi non steroid, obat ini mempunyai aktivitas analgesik, anti-inflamasi, dan antipiretik. Mekanisme kerja dari obat ini belum diketahui, tetapi obat ini mungkin menghambat aktivitas cyclo-oxygenase dan sintesis prostaglandin. Mekanisme yang lain adalah termasuk menghambat sintesis leukotrien, pelepasan enzim lisosom, aktivitas lipoksigenase, dan agregasi neutrofil.(3)


(56)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Obat Immun Globulin Intravenous, digunakan untuk memperbaiki aspek klinik dan imun dari penyakit, dengan cara menurunkan produksi autoantibodi dan menurunkan solubilitasnya. Obat ini dikenal dengan nama guanin, gammagard, sandoglobulin.(3)

Golongan Obat Antimalaria, memiliki aktivitas anti-inflamasi. Efek Anti-inflamasi obat ini melalui penekanan perubahan limfosit dan mungkin memiliki sebuah efek photoprotective. Obat ini dikenal dengan nama chloroquine phosphate. Pilocarpine HCL, merupakan obat parasimpatomimetik yang fungsi utamanya sebagai agonis muscarinic-cholinergik dengan cara merangsangan ringan kerja dari beta-andregenik. Pilocarpine meningkatkan pengeluaran dari saliva dan efektif untuk menghilangkan kekeringan mulut pada pasien hipofungsi kelenjar saliva.(19,21,27 )


(57)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

BAB 7 KESIMPULAN

Sjogren syndrom adalah suatu penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan kelenjar saliva, kelenjar air mata dan kelenjar eksokrin tubuh lainnya. Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan penyebab sjogren syndrom yaitu faktor yang berhubungan dengan genetik meliputi hiperaktifitas dari sel-B, peningkatan HLA kelas II, autoantibodi muscarinic M3 reseptor, alpha fodrin dan faktor–faktor lingkungan penyebab sjogren syndrom yaitu keterlibatan virus.

Untuk menegakkan diagnosa dari penyakit sjogren syndrom maka diperlukan beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan klinis seperti komponen oral dan sekresi mata, yang dilakukan oleh dokter gigi pada pemeriksaan ini berupa pengukuran volume saliva dan pemeriksaan perubahan yang terjadi di dalam rongga mulut (terbentuknya karies, iritasi mukosa, glositis dan oral kandidiasis). Pemeriksaan


(58)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

serologi, pemeriksaan histopatologi, sialography merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa secara tepat dari sjogren syndrom.

Untuk mengatasi efek dari penyakit sjogren syndrom pada rongga mulut, akibat dari kerusakan kelenjar saliva maka perlu dilakukan suatu penggabungan tindakan perawatan yaitu perawatan lokal dan perawatan sistemik. Perawatan lokal yaitu perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi untuk mengatasi keluhan dan perubahan yang terjadi di dalam rongga mulut pasien. Perawatan sistemik merupakan perawatan yang dilakukan oleh dokter yang berkompeten untuk menekan respon imun yang berlebih pada pasien sjogren syndrom.

DAFTAR PUSTAKA

1. Van De Merwe Joop P. Sjogren’s syndrome. 2005.

2. Manoussakis M.N. Orpharnet. Sjogren syndrome. 2004.

3. Schwart RA. Emedicine. Sjogren syndrome. 2008.

(17 Sep 2008)

4. Subowo. Imunobiologi 2nd ed. Bandung : Angkasa, 1993 : 1-15, 53-73.

5. Joseph AB. Imunologi III. Trans. A Samik Wahab. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1993 : 7-16, 443-6

6. Kresno SB. Imunologi : diagnosa dan prosedur laboratorium 4th ed. Jakarta :


(59)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

7. Al-hashimi Ibtisam. Online course. Sjogren syndrome : early detection. 2001. Online course #1-AGD code 739 oral pathology. (9 okt 2005)

8. Fox RI. Sjogren’s syndrome: immunobiology of exocrine gland dysfunction. In : University of florida. Proceeding of The Conference on Oral and Ocular Manifestation of Autoimmune Diseasea, 1995 : 35-6.

9. Fox PC, PM Speight. Current consepts of autoimune exocrinopathy: immunologic mechanisms in the salivary pathology of sjogren’s syndrome. Crit Rev Oral Biol Med 1996 ; 7 : 153-154.

10.Noah Scheinfeld. Sjogren syndrome and systemic lupus erythematous are distinct conditions. 2005.

11.Lamont RJ, Burne RA, dkk. Oral microbiology and immunology. Washington, D.C : ASM Press, 2006: 23-44.

12.Abbas AK, Andrew HL. Basic immunology functions and disorders of the immune system. 2nd ed. Philadelphia : Saunders, 2004 : 21-30, 63-81, 161-75.

13.Jawetz, Melnick, Adelberg. Medical microbiology 24 ed. United states of america : Mac graw hill, 2007 : 121-41.

14.Burmester GR, Pezzutto A. Color atlas of immunology. Germany : Thieme Verlag, 2003 : 50,58, 70-1.

15.Samaranayake L. Essential microbiology for dentistry 3rd ed. Philadelphia :

Elsevier, 2006 : 85-88.


(60)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

17.Male D, Brostof J, Roth DB, Roitt I. Immunology 7th ed. Philadelphia :

Elsevier, 2006 : 111-120.

18.Subowo. Imunologi klinik. Bandung : Angkasa, 1993 : 37-58.

19.Aguirre A. Medscape General Medicine. Recognizing and managing the oral clues that point to sjogren syndrome. 1999.

20.Scuibba J. The Johns Hopkins Arthritis Center Oral sjogren’s syndrome manifestations.. 1998.

21.Kassan SS, Haralampos MM. Clinical manifestations and early diagnosis of sjogren syndrome. 2004.

22.Nieuw Amerogen AV . Ludah dan kelenjar ludah, arti bagi kesehatan gigi. Trans. Rafiah A. 1sted. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1991 :

201-20.

23.Garg AK, Malo M. Manifestation and treatment of xerostomia and associated oral effects secondary to head and neck radiation therapy. J Am Dent Assoc 1997 ; 128 : 1131-2.

24.Bartels CL. Xerostomia information for dentists. 2005.

25.Kluwer W. Artificial saliva solution. 2009.


(61)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

26.Reynold E. Science of tooth mousse plus. 2008. juli 2009)

27.Guggenheirmer J, Paul A Moore. Xerostomia etiology, recognition and treatment. J Am Dent Assoc 2003; 134 : 66.

28.Langlais Robert P, Miller Craig S. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang lazim 1sted. Trans. Budi S. Jakarta : Hipokrates, 2000 : 118.


(1)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

Obat Immun Globulin Intravenous, digunakan untuk memperbaiki aspek klinik dan imun dari penyakit, dengan cara menurunkan produksi autoantibodi dan menurunkan solubilitasnya. Obat ini dikenal dengan nama guanin, gammagard,

sandoglobulin.(3)

Golongan Obat Antimalaria, memiliki aktivitas anti-inflamasi. Efek Anti-inflamasi obat ini melalui penekanan perubahan limfosit dan mungkin memiliki sebuah efek photoprotective. Obat ini dikenal dengan nama chloroquine phosphate. Pilocarpine HCL, merupakan obat parasimpatomimetik yang fungsi utamanya sebagai agonis muscarinic-cholinergik dengan cara merangsangan ringan kerja dari beta-andregenik. Pilocarpine meningkatkan pengeluaran dari saliva dan efektif untuk menghilangkan kekeringan mulut pada pasien hipofungsi kelenjar saliva.(19,21,27 )


(2)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009. BAB 7 KESIMPULAN

Sjogren syndrom adalah suatu penyakit autoimun yang menyebabkan

kerusakan kelenjar saliva, kelenjar air mata dan kelenjar eksokrin tubuh lainnya. Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan penyebab sjogren syndrom yaitu faktor yang berhubungan dengan genetik meliputi hiperaktifitas dari sel-B, peningkatan HLA kelas II, autoantibodi muscarinic M3 reseptor, alpha fodrin dan faktor–faktor lingkungan penyebab sjogren syndrom yaitu keterlibatan virus.

Untuk menegakkan diagnosa dari penyakit sjogren syndrom maka diperlukan beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan klinis seperti komponen oral dan sekresi mata, yang dilakukan oleh dokter gigi pada pemeriksaan ini berupa pengukuran volume saliva dan pemeriksaan perubahan yang terjadi di dalam rongga mulut (terbentuknya karies, iritasi mukosa, glositis dan oral kandidiasis). Pemeriksaan


(3)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

serologi, pemeriksaan histopatologi, sialography merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa secara tepat dari sjogren syndrom.

Untuk mengatasi efek dari penyakit sjogren syndrom pada rongga mulut, akibat dari kerusakan kelenjar saliva maka perlu dilakukan suatu penggabungan tindakan perawatan yaitu perawatan lokal dan perawatan sistemik. Perawatan lokal yaitu perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi untuk mengatasi keluhan dan perubahan yang terjadi di dalam rongga mulut pasien. Perawatan sistemik merupakan perawatan yang dilakukan oleh dokter yang berkompeten untuk menekan respon imun yang berlebih pada pasien sjogren syndrom.

DAFTAR PUSTAKA

1. Van De Merwe Joop P. Sjogren’s syndrome. 2005.

2. Manoussakis M.N. Orpharnet. Sjogren syndrome. 2004.

3. Schwart RA. Emedicine. Sjogren syndrome. 2008.

(17 Sep 2008)

4. Subowo. Imunobiologi 2nd ed. Bandung : Angkasa, 1993 : 1-15, 53-73.

5. Joseph AB. Imunologi III. Trans. A Samik Wahab. Yogyakarta : Gajah Mada

University Press, 1993 : 7-16, 443-6

6. Kresno SB. Imunologi : diagnosa dan prosedur laboratorium 4th ed. Jakarta :


(4)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

7. Al-hashimi Ibtisam. Online course. Sjogren syndrome : early detection. 2001.

Online course #1-AGD code 739 oral pathology. (9 okt 2005)

8. Fox RI. Sjogren’s syndrome: immunobiology of exocrine gland dysfunction.

In : University of florida. Proceeding of The Conference on Oral and Ocular Manifestation of Autoimmune Diseasea, 1995 : 35-6.

9. Fox PC, PM Speight. Current consepts of autoimune exocrinopathy:

immunologic mechanisms in the salivary pathology of sjogren’s syndrome.

Crit Rev Oral Biol Med 1996 ; 7 : 153-154.

10. Noah Scheinfeld. Sjogren syndrome and systemic lupus erythematous are

distinct conditions. 2005.

11. Lamont RJ, Burne RA, dkk. Oral microbiology and immunology. Washington, D.C : ASM Press, 2006: 23-44.

12. Abbas AK, Andrew HL. Basic immunology functions and disorders of the

immune system. 2nd ed. Philadelphia : Saunders, 2004 : 21-30, 63-81, 161-75. 13. Jawetz, Melnick, Adelberg. Medical microbiology 24 ed. United states of

america : Mac graw hill, 2007 : 121-41.

14. Burmester GR, Pezzutto A. Color atlas of immunology. Germany : Thieme Verlag, 2003 : 50,58, 70-1.

15. Samaranayake L. Essential microbiology for dentistry 3rd ed. Philadelphia :

Elsevier, 2006 : 85-88.


(5)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

17. Male D, Brostof J, Roth DB, Roitt I. Immunology 7th ed. Philadelphia :

Elsevier, 2006 : 111-120.

18. Subowo. Imunologi klinik. Bandung : Angkasa, 1993 : 37-58.

19. Aguirre A. Medscape General Medicine. Recognizing and managing the oral

clues that point to sjogren syndrome. 1999.

20. Scuibba J. The Johns Hopkins Arthritis Center Oral sjogren’s syndrome

manifestations.. 1998.

21. Kassan SS, Haralampos MM. Clinical manifestations and early diagnosis of

sjogren syndrome. 2004.

22. Nieuw Amerogen AV . Ludah dan kelenjar ludah, arti bagi kesehatan gigi.

Trans. Rafiah A. 1sted. Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1991 :

201-20.

23. Garg AK, Malo M. Manifestation and treatment of xerostomia and associated

oral effects secondary to head and neck radiation therapy. J Am Dent Assoc

1997 ; 128 : 1131-2.

24. Bartels CL. Xerostomia information for dentists. 2005.

25. Kluwer W. Artificial saliva solution. 2009.


(6)

Hanri : Kerusakan Sistem Imunitas Tubuh Pada Sjogren Syndrom, 2009.

26. Reynold E. Science of tooth mousse plus. 2008.

juli 2009)

27. Guggenheirmer J, Paul A Moore. Xerostomia etiology, recognition and

treatment. J Am Dent Assoc 2003; 134 : 66.

28. Langlais Robert P, Miller Craig S. Atlas berwarna kelainan rongga mulut