8. Hambatantantangan penerapan program CSR
Menurut Rudito 2007:240, terdapat faktor penghambattantangan dalam menjalankan program CSR, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Kualitas sumber daya yang rendah. Dalam konteks ini, sumber daya yang
tersedia kurang dapat memenuhi kebutuhan dari perusahaan. Di samping itu, pola hidup komunitas lokal sangat berbeda dengan pola hidup dari
industri itu sendiri. b.
Jumlah staf yang kurang memadai. Ini merupakan dampak dari sumber daya lokal yang kurang memadai sedangkan perusahaan dituntut untuk
mempekerjakan penduduk lokal sebagai konsekuensi dari keberadaan perusahaan di wilayah tersebut.
c. Kurangnya dukungan pemerintah, khususnya pemerintah daerah. Hal ini
terkait dengan sistem dan keadaan politik di daerah tersebut. d.
Perbedaan persepsi di pihak internal dan atau pihak eksternal perusahaan. Pihak internal tentu saja ingin memaksimalkan keuntungan. Dengan
adanya Program CSR, tentu saja akan menambah biaya bagi perusahaan. Namun, program CSR harus tetap dijalankan karena menyangkut
kepentingan pihak eksternal, seperti masyarakat sekitar.
9. Penerapan CSR pada BUMN
Badan Usaha Milik Negara BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam perekonomian nasional, disamping usaha swasta dan koperasi. Dalam
sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang atau
Universitas Sumatera Utara
jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor dan perintis dalam sektor
usaha yang belum diminati oleh swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan
swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil atau koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan
dalam bentuk berbagai jenis pajak, deviden, hasil penerimaan lainnya. Pelaksanaan peran BUMN tersebut diwujudkan dalam kegiatan usaha pada
hampir seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, manufaktur, pertambangan, keuangan, pos dan
telekomunikasi, transportasi, listrik, industri, perdagangan, dan konstruksi. Sebagai institusi bisnis, BUMN dituntut untuk dapat menghasilkan laba
sebagaimana layaknya perusahaan bisnis lainnya. Namun di sisi lain, pada saat yang bersamaan BUMN dituntut untuk berfungsi sebagai alat pembangunan
nasional dan berperan sebagai institusi sosial. Peran sosial ini mengisyaratkan bukan saja pemilikan dan pengawasannya oleh publik, tetapi juga
menggambarkan konsep public purpose sasarannya adalah masyarakat dan public interest orientasinya pada kepentingan masyarakat.
Menurut Undang-Undang No.19 Tahun 2003, dikenal dua bentuk Badan Usaha Milik Negara, yaitu Perusahaan Perseroan Persero dan Perusahaan Umum
Perum. Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau paling sedikit 51
sahamnya dimiliki oleh negara, dan tujuan utamanya mencari keuntungan.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa
penyediaan barang dan jasa sekaligus mencari keuntungan. Upaya perusahaan untuk meningkatkan peran mereka dalam pembangunan
kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan membutuhkan sinergi multi pihak yang solid dan baik, yaitu kemitraan antara perusahaan, pemerintah dan
masyarakat, yang disebut dengan Kemitraan Tripartit. Ketentuan perundangan
diperlukan sebagai dasar perusahaan untuk melakukan kegiatan CSR, yaitu tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007
Tentang Perseroan Terbatas, khususnya dalam pasal 74, yang terbagi menjadi 4 ayat, yaitu:
Ayat 1 : Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
danatau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
Ayat 2 : Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
Ayat 3 : Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ayat 4 : Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah.
Pembinaan usaha kecil oleh BUMN dilaksanakan sejak terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan
Perusahaan Jawatan Perjan, Perusahaan Umum Perum dan Perusahaan Perseroan Persero. Pada saat itu, biaya pembinaan usaha kecil dibebankan
sebagai biaya perusahaan. Dengan terbitnya keputusan Menteri Keuangan
Universitas Sumatera Utara
No.:1232KMK.0131989 tanggal 11 November 1989 tentang Pedoman Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi melalui Badan Usaha Milik
Negara, dana pembinaan disediakan dari penyisihan sebagian laba sebesar 1-5 dari laba setelah pajak. Nama program saat itu lebih dikenal dengan Program
Pegelkop. Pada Tahun 1994, nama program diubah menjadi Pembinaan Usaha Kecil
dan Koperasi Program PUKK berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No.:316KMK.0161994 tanggal 27 Juni 1994 tentang Pedoman Pembinaan
Usaha Kecil dan Koperasi melalui Pemanfaatan Dana dari Bagian Laba Badan Usaha Milik Negara. Memperhatikan perkembangan ekonomi dan kebutuhan
masyarakat, pedoman pembinaan usaha kecil tersebut beberapa kali mengalami penyesuaian, yaitu melalui Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-
236MBU2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, dan terakhir melalui Peraturan
Menteri Negara BUMN Nomor: Per-05MBU2007 tanggal 27 April 2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan.
Program Kemitraan adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil dalam bentuk pinjaman, baik untuk modal usaha maupun pembelian
perangkat penunjang produksi agar usaha kecil menjadi tangguh dan mandiri. Sementara Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi
sosial masyarakat untuk tujuan memberikan manfaat kepada masyarakat di wilayah usaha BUMN yang bersangkutan. Dari perspektif bisnis, PKBL
Universitas Sumatera Utara
merupakan wujud kepedulian sosial terhadap masyarakat dan lingkungan sekitarnya atau lebih dikenal dengan Corporate Social Responsibility CSR.
Peraturan pelaksanaan program PKBL tertuang dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-05MBU2007, terutama pasal 9 dan pasal 11, yaitu
sebagai berikut:
Pasal 9
1 Dana Program Kemitraan bersumber dari :
a. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2 dua persen;
b. Jasa administrasi pinjamanmarjinbagi hasil, bunga deposito danatau jasa
giro dari dana Program Kemitraan setelah dikurangi beban operasional; c.
Pelimpahan dana Program Kemitraan dari BUMN lain, jika ada. 2
Dana Program BL bersumber dari : a.
Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2 dua persen; b.
Hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program BL. 3
Besarnya dana Program Kemitraan dan Program BL yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat
2 ditetapkan oleh : a.
Menteri untuk Perum; b.
RUPS untuk Persero; 4
Dalam kondisi tertentu besarnya dana Program Kemitraan dan dana Program BL yang berasal dari penyisihan laba setelah pajak dapat ditetapkan lain
dengan persetujuan MenteriRUPS.
5 Dana Program Kemitraan dan Program BL yang berasal dari penyisihan laba
setelah pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2, disetorkan ke rekening dana Program Kemitraan dan Program Bina Lingkungan selambat-
lambatnya 45 empat puluh lima hari setelah penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat 3.
6 Pembukuan dana Program Kemitraan dan Program BL dilaksanakan secara
terpisah dari pembukuan BUMN Pembina.
Pasal 11
1 Dana Program Kemitraan diberikan dalam bentuk :
a. Pinjaman untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap
dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan; b.
Pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha Mitra Binaan yang bersifat pinjaman tambahan dan berjangka
pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha Mitra Binaan;
c. Beban Pembinaan :
Universitas Sumatera Utara
1 Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran,
promosi, dan hal-hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas Mitra Binaan serta untuk pengkajianpenelitian yang berkaitan dengan
Program Kemitraan;
2 Beban pembinaan bersifat hibah dan besarnya maksimal 20 dua
puluh persen dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan;
3 Beban Pembinaan hanya dapat diberikan kepada atau untuk
kepentingan Mitra Binan. 2
Dana Program BL : a.
Dana Program BL yang tersedia setiap tahun terdiri dari saldo kas awal tahun, penerimaan dari alokasi laba yang terealisir, pendapatan bunga jasa
giro danatau deposito yang terealisir serta pendapatan lainnya.
b. Setiap tahun berjalan sebesar 70 tujuh puluh persen dari jumlah dana
Program BL yang tersedia dapat disalurkan melalui Program BL BUMN Pembina.
c. Setiap tahun berjalan sebesar 30 tiga puluh persen dari jumlah dana
Program BL yang tersedia diperuntukkan bagi Program BL BUMN Peduli. d.
Apabila pada akhir tahun terdapat sisa kas dana Program BL BUMN Pembina dan BUMN Peduli, maka sisa kas tersebut menjadi saldo kas
awal tahun dana Program BL tahun berikutnya.
e. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Pembina :
1 Bantuan korban bencana alam;
2 Bantuan pendidikan danatau pelatihan;
3 Bantuan peningkatan kesehatan;
4 Bantuan pengembangan prasarana danatau sarana umum;
5 Bantuan sarana ibadah;
6 Bantuan pelestarian alam;
f. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Peduli ditetapkan oleh
Menteri.
B. Profitabilitas Perusahaan 1. Pengertian Profitabilitas
Profitabilitas adalah suatu angka yang menunjukkan kemampuan suatu entitas usaha untuk menghasilkan laba. Profitabilitas merupakan hasil dari
sejumlah kebijakan dan keputusan perusahaan. Menurut Gitman 2003:599. “Profitability is the relationship between revenues and cost generated by using the
firm’s assets-both current and fixed-in productive activites”.
Universitas Sumatera Utara
Menurut IAI, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan, paragraf 17, menyatakan bahwa :
“Informasi kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin
dikendalikan di masa depan. Informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber
daya yang ada. Di samping itu, informasi tersebut juga berguna dalam perumusan pertimbangan tentang efektivitas perusahaan dalam
memanfaatkan tambahan sumber daya”.
Di dalam dunia usaha, perusahaan diharapkan untuk dapat menciptakan penghasilannya secara optimal. Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya
mendapat perhatian penting, karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan profitable. Tanpa
adanya keuntungan profit, maka akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Para kreditur, pemilik perusahaan, dan terutama sekali pihak
manajemen perusahaan akan berusaha meningkatkan keuntungan karena disadari benar pentingnya arti dari profit terhadap kelangsungan dan masa depan
perusahaan. Profitabilitas dapat diterapkan dengan menghitung berbagai tolak ukur yang
relevan. Salah satu tolak ukurnya adalah dengan menggunakan rasio keuangan sebagai salah satu alat di dalam menganalisis kondisi keuangan hasil operasi dan
tingkat Profitabilitas perusahaan.
2. Metode Perhitungan Profitabilitas Perusahaan
Van Horne dan Wachowicz 2005:222 mengemukakan rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis, yaitu rasio yang menunjukkan profitabilitas dalam kaitannya
Universitas Sumatera Utara
dengan penjualan dan rasio yang menunjukkan profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi. Profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan terdiri atas
Marjin Laba Kotor Gross Profit Margin dan Marjin Laba Bersih Net Profit Margin. Profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi terdiri atas Tingkat
Pengembalian Aktiva ROA dan Tingkat Pengembalian Ekuitas ROE. Menurut Brigham dan Houston 2006:107–110, ada empat macam rasio
profitabilitas profitability ratio yang dapat digunakan untuk menghitung tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Rasio ini akan menunjukkan kombinasi efek dari
likuditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil-hasil operasi. Rasio-rasio tersebut adalah sebagai berikut :
a. Rasio margin laba atas penjualan Profit Margin on Sales . Rasio ini
mengukur jumlah laba bersih per nilai rupiah penjualan, yang diperoleh dengan cara membagi laba bersih dengan hasil penjualan.
b. Rasio kemampuan dasar untuk menghasilkan laba Basic Earning Power
–BEP. Rasio ini mengindikasikan kemampuan dari aktiva-aktiva
perusahaan untuk menghasilkan laba operasi, yang diperoleh dengan cara membagi keuntungan sebelum beban bunga dan pajak EBIT dengan
total aktiva. c.
Rasio tingkat pengembalian total aktiva Return on Assets-ROA. Rasio
ini menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dimiliki. ROA diperoleh dengan cara membagi laba bersih dengan
total aktiva. d.
Rasio tingkat ekuitas saham Return on Equity-ROE. Rasio ini
menunjukkan tingkat pengembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk
Universitas Sumatera Utara
setiap rupiah modal dari pemilik, yang diperoleh dengan cara membagi laba bersih dengan total ekuitas saham.
3. Return on Assets ROA