26
bisnis dikatakan bahwa setiap yang akan menghasilkan keuntungan yang besar, terkandung juga risiko yang besar high risk, high return.
Bagi pihak yang akan menjalankan prinsip ini, maka harus membuat kesepakatan di awal yang berkaitan dengan usaha yang akan dijalankan dan
menetapkan nisbah bagian bagi hasil masing-masing pihak menurut cara pembagiannya. Usaha yang akan dijalankan merupakan usaha-usaha yang
dibenarkan menurut syariah, tidak boleh ditanamkan pada usaha yang diharamkan. Yang akan dibagi hasilkan adalah keuntungan bersih dari usaha
tersebut tetapi boleh juga dibuat kesepakatan diantara dua pihak jika bagi hasil diperhitungkan dari total sales. Karena yang dibagi hasilkan merupakan
suatu keuntungan, maka besar kecilnya nominal keuntungan akan mengalami turun-naik, tergantung dari usaha dan kesungguhan dalam mengelola usaha
tersebut.
3. Prinsip Bagi Hasil Menurut Syari’ah
Prinsip bagi hasil profit sharing, secara umum dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama
9
, yaitu al-musyarakah, al- mudharabah, almuzara’ah dan al-mushaqah. Walau demikian, prinsip yang
paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan
9
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori Ke Praktik, halaman 98
27
al-muzara’ah dan al-mushaqah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank islam.
Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana atau amalexpertise dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Adapun yang menjadi landasan syariah akad al-musyarakah ini adalah Al-Qur’an Surat An-Nisaa ayat 12, yang artinya:
“…maka mereka berserikat pada sepertiga…” Selanjutnya di dalam Al-Qur’an surat As-shaad ayat 24, dikatakan pula:
“…dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh…” Sedangkan Hadits Nabi yang berkaitan dengan hal ini dari Abu Hurairah
yang artinya: “Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW, bersabda: Sesungguhnya Allah
Azza wa Jalla berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya”.
28
Hadits ini menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambaNya yang melakukan perkongsian selama saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan
dan menjauhi penghianatan. Istilah mudharabah berasal dai kata dharb fi al-ardh – orang yang
bepergian di atas bumi yadhribuna fi al-ardh mencari karunia Allah al- Muzammil:20. Karena pekerjaan dan perjalanannya, mudharib berhak atas
sebagian keuntungan usaha. Dalam sunnah, para fukaha bersandar pada praktik mudharabah antara Nabi SAW dan Khadijah sebelum pernikahannya,
ketika Nabi SAW mengadakan perjalanan dagang ke syria untuk Khadijah. Jadi, dalil hukum yang dipergunakan untuk mendukung model ini adalah al-
Quran dan Sunnah
10
. Secara teknis, Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama shahibul mal menyediakan seluruh 100 modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha
berdasarkan mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi di tanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian sipengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kekurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
10
Mervyn dan latifa. Perbankan Syariah Prinsip, Praktik, dan Prospek. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2007
29
Landasan syari’ah yang mendasari akad ini adalah Al-Qur’an Surat Al- Muzzammil ayat 20, yang artinya:
“…dan dari orang-orang yang berjalan dimuka bumi mencari sebagian karunia Allah…”
Sedangkan Hadits Nabi menyatakan sebagai berikut: “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul
muthalib jika memberikan dana kemitra usahanya secara mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni
lembah yang berbahaya, atau mmbeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut.
Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW, dan Rasulullah membolehkannya.”
Secara umum mudharabah terbagi menjadi dua jenis
11
, yaitu: Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah. Mudharabah
muthlaqah adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu
dan daerah bisnis. Sedangkan Mudharabah Muqayyadah, atau disebut juga dengan istilah
restricted mudharabahspecified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha,
waktu atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
11
Wahbah Az-Zuhaily, Al-Fiqhu Al-Islaamiyu wa Adillatuhu,., halaman 840. Baca juga Muhammad Syafi
i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik., halaman 97.
30
Kerjasama mudharobah ini merupakan kerjasama kepercayaan penuh oleh karena itu, mudharib sebagai pihak yang diberi amanah dan dipercaya
untuk mengelola usaha hendaknya dapat meneladani sifat Rasul yaitu STAF siddiq, tabligh, amanah, fathanah. Sikap dan tingkah laku mudharib
hendaknya shiddiq benar,jujur, tabligh komunitkatif, keterbukaan, transparan, amanah tanggung jawab, dapat dipercaya, kredibilitas, dan
fathanah cerdik, bijaksana, intelektual. Tanpa dilandasi hal tersebut, tidak ada keadilan antara pemilik dana dan pengelola dana. Kejujuran, keterbukaan,
amanah sangat diperlukan oleh para pengelola bank syariah, terutama yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha yang merupakan karakteristik utama
bank syariah.
BAB III GAMBARAN UMUM BANK BUKOPIN SYARIAH