perceived divergence of interest atau suatu kepercayaan bahwa aspirasi pihak- pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai secara simultan”.
Killman dan Thomas dalam Handayani , dkk.,2008: 42 mengemukakan bahwa konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antar nilai atau
tujuan-tujuan yang hendak dicapai, baik yang ada dalam diri individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain.
Orang-orang sadar bahwa rusaknya suatu hubungan sesungguhnya lebih disebabkan oleh kegagalan memecahkan konflik secara konstruktif, adil dan
memuaskan kedua belah pihak, bukan karena munculnya konflik itu sendiri Supratiknya, 1995:94. Bila seseorang dapat menggunakan strategi konflik yang
baik, hubungan yang lebih kuat dan sehat akan tampak. Setelah terjadi konflik, diharapkan seseorang dapat lebih memahami satu sama lain.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan ketidakcocokan atau pertentangan antara kedua belah pihak atau lebih mengenai
ide, nilai dan tujuan yang henddak dicapai bersama sehingga salah satu pihak merasa terhalangi oleh pihak lain.
2.2.2 Konflik Perkawinan
Konflik Perkawinan Sadarjoen, 2005: 35-36 yaitu perbedaan persepsi dan harapan-harapan yang terjadi pada pasangan suami istri tentang masalah
pernikahan. Masalah-masalah itu antara lain latar belakang pengalaman yang berbeda, kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang mereka anut sebelum
memutuskan untuk menjalin ikatan perkawinan.
Dapat disimpulkan bahwa konflik perkawinan adalah perbedaan- perbedaan yang terjadi antara suami dan istri tentang masalah perkawinan yang
mempengaruhi kehidupan rumah tangganya.
2.2.3 Sumber-sumber Konflik Perkawinan
Suatu kehidupan perkawinan sulit terhindar dari konflik, termasuk pada pengantin baru sekalipun. Lima sumber utama konflik perkawinan berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Arond dan Pauker dalam Handayani, dkk., 2008: 43 adalah:
1 Finansial
2 Keluarga
3 Gaya komunikasi
4 Tugas-tugas rumah tangga
5 Selera pribadi
Lebih lanjut lagi dalam Olson dan DeFrain dalam Handayani, 2008: 43, penelitian berikutnya menunjukkan bahwa sumber konflik juga berubah seiring
dengan bertambhanya usia perkawinan. Sebelum menikah sumber konflik utama adalah terkait masalah pekerjaan serta pembagian waktu dan perhatian antara
pekerjaan dan keluarga. Sumber konflik pada enam bulan setelah perkawinan biasanya terkait dengan tugas-tugas rumah tangga sumber konflik terbesar,
masalah keuangan sumber konflik kedua, waktu dan perhatian pasangan peringkat ketiga. Di akhir tahun pertama perkawinan tugas-tugas rumah tangga
masih menjadi sumber konflik nomor satu, waktu dan perhatian nomor dua, masalah finansial diperingkat ketiga. Pada akhir tahun kelima masalah tugas
rumah tangga dan waktu perhatian menempati rangking pertama, dan seks yang semula menempati rangking ke-tigabelas menjadi rangking ketiga.
Sadarjoen 2005: 46 mengungkapkan area konflik dalam perkawinan antara lain menyangkut persoalan-persoalan:
1. Keuangan perolehan dan penggunaannya
2. Pendidikan anak-anak misalnya jumlah anak dan penanaman disiplin
3. Hubungan pertemanan
4. Hubungan dengan keluarga besar
5. Pertemanan, rekreasi jenis, kualitas dan kuantitasnya
6. Aktivitas-aktivitas yang tidak disetujui oleh pasangan persoalan minum-
minuman keras, perjudian, extramarital affair. 7.
Pembagian kerja dalam rumah tangga 8.
Berbagai macam masalah agama, politik, seks, komunikasi dalam perkawinan, dan aneka macam masalah sepele.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa sumber-sumber konflik perkawinan adalah masalah keuangan, hubungan dengan keluarga besar,
pembagian peran dalam rumah tangga dan gaya komunikasi antar pasangan.
2.2.4 Tipe-tipe Konflik Perkawinan