4. Karakteristik siswa SD
Piaget  dalam  Isjoni  2010:  36  membagi  perkembangan  kognitif manusia menjadi empat tahap yaitu:
a  Tahap sensorimotor umur 0-2 tahun b  Tahap Praoperasional umur 2-7 tahun
c  Tahap operasional konkret umur 7-12 tahun d  Tahap operasional formal umur 12-18 tahun.
Dengan  melihat  tahap-tahap  perkembangan  yang  diungkapkan  oleh Piaget,  maka  siswa  yang  sedang  duduk  di  bangku  Sekolah  Dasar  berada
dalam tahap operasional konkret. Karakteristik siswa yang berada pada tahap operasional  konkret,  yaitu  siswa  sudah  mulai  menggunakan  aturan-aturan
yang jelas dan logis. Siswa sudah mulai berpikir dengan menggunakan model kemungkinan dalam melakukan kegiatan tertentu. Siswa tersebut sudah dapat
belajar dari pengalaman yang didapat sebelumya, tetapi pada usia 7-12 tahun siswa  masih  memiliki  masalah  mengenai  berpikir  abstrak.  Siswa  masih
berpikir tahap demi tahap tetapi belum dihubungkan antara satu dengan yang lain.
Piaget  dalam  Sugandi  2007:  35  juga  mengemukakan  tiga  prinsip utama pembelajaran yaitu:
a. Belajar aktif
Proses  pembelajaran  yang  terbentuk  dari  dalam  subjek  belajar. Untuk  membantu  perkembangan  kognitif  siswa,  maka  perlu  diciptakan
suatu kondisi belajar yang memungkinkan siswa belajar sendiri.
b. Belajar lewat interaksi sosial
Dalam  belajar  perlu  diciptakan  suasana  yang  memungkinkan terjadinya  interaksi  diantara  siswa.  Dengan  adanya  interaksi  siswa  maka
perkembangan kognitifnya akan berkembang. c.
Belajar lewat pengalaman sendiri Perkembangan kognitif siswa akan lebih berarti apabila didasarkan
pada  pengalaman  nyata.  Pembelajaran  di  sekolah  hendaknya  dimulai dengan  memberikan  pengalaman-pengalaman  nyata  daripada  dengan
pemberitahuan-pemberitahuan.
5. Aktivitas dan Hasil Belajar
Aktivitas  belajar  adalah  kegiatan  siswa  dalam  proses  pembelajaran. Kegiatan  tersebut  berupa  mengoservasi,  mengklasifikasi,  memprediksi,
mengukur,  menyimpulkan,  dan  mengkomunikasi.  Siswa  yang  aktif  adalah siswa  yang  mampu  bekerja  lebih  keras  untuk  mencapai  tujuan  belajarnya.
Sedangkan pembelajaran yang aktif adalah segala bentuk pembelajaran yang memungkinkan siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran. Saat
ini pembelajaran aktif diyakini oleh sebagian besar para teoritisi, praktisi dan pemegang  kebijakan  di  hampir  seluruh  belahan  muka  bumi  ini  sebagai
sebuah  konsep  pembelajaran  yang  memberikan  harapan  bagi  tercapainya mutu pembelajaran Sudrajat, 2008.
Menurut  Anni  2007:  5  hasil  belajar  merupakan  parubahan  perilaku yang  diperoleh  pembelajar  setelah  mengalami  aktifitas  belajar.  Proses  dan
perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung oleh apa yang
dipelajari oleh pembelajar. Menurut Benyamin S. Bloom dalam Anni 2007: 7  hasil  belajar  dikelompokkan  ke  dalam  tiga  taksonomi  yang  disebut  tiga
ranah  yaitu  ranah  kognitif  pengetahuan,  ranah  afektif  sikap,  dan  ranah psikomotorik keterampilan motorik atau keaktifan dalam pembelajaran.
Dapat  disimpulkan  bahwa  hasil  belajar  adalah  tingkat  penguasaan materi oleh siswa untuk suatu mata pelajaran yang telah dipelajari di sekolah
yang dilakukan dengan tes dan merupakan nilai-nilai individu. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar, berikut ini adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar menurut Munawar 2009:
a. Faktor Internal
1 Faktor Biologis jasmani Keadaan  jasmani  yang  perlu  diperhatikan,  terutama  kondisi  fisik
yang  normal  dan  tidak  memiliki  cacat  tubuh.  Keadaan  normal  ini meliputi kondisi otak, panca indra, dan seluruh anggota tubuh.
2 Faktor Psikologis Faktor  psikologis  yang  mempengaruhi  keberhasilan  belajar
meliputi  segala  hal  yang  berkaitan  dengan  kondisi  mental  seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan dalam belajar adalah
kondisi  mental  yang  mantap  dan  stabil.  Faktor  psikologis  yang berpengaruh  pada  hasil  belajar  siswa  meliputi  intelegensi,  kemauan,
bakat.
b. Faktor Eksternal
1  Faktor Keluarga
Suasana lingkungan rumah yang cukup nyaman, adanya perhatian dari orangtua, akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Faktor lingkungan
keluarga ini merupakan faktor yang paling utama, karena sebagian besar waktu siswa dihabiskan bersama keluarga. Sehingga perhatian dari orang
tua  merupakan  hal  yang  penting  dalam  meningkatkan  hasil  belajar anaknya.
2  Faktor Sekolah Lingkungan  skolah  sangat  diperlukan  untuk  menentukan
keberhasilan siswa. Hal yang paling mempengaruhi keberhasilan siswa di sekolah  mencakup  penggunaan  metode  pembelajaran,  kurikulum,
hubungan  guru  dengan  siswa,  hubungan  siswa  dengan  siswa,  pelajaran, tata tertib sekolah, serta disiplin sekolah.
3  Faktor Lingkungan Masyarakat Orangtua hendaknya dapat  memilih  lingkungan  masyarakat  yang
dapat  menunjang  keberhasilan  belajar  anaknya.  Masyarakat  merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap keberhasilan hasil belajar.
Lingkungan  yang  dapat  menunjang  keberhasilan  belajar  misalnya: lembaga pendidikan nonformal.
6. Metode Cooperative Learning
Pada dasarnya Cooperative Learning mengandung pengertian sebagai suatu  sikap  dalam  bekerjasama  diantara  sesama  dalam  struktur  kerjasama
yang  teratur  dalam  kelompok,  yang  terdiri  dari  dua  atau  lebih  di  mana keberhasilan  kerjasama  sangat  dipengaruhi  oleh  keterlibatan  dari  setiap
anggota  kelompok  itu  sendiri.  Cooperative  Learning  juga  dapat  diartikan sebagai  suatu  struktur  tugas  bersama  diantara  sesama  anggota  kelompok
Solihatin,  2008:  4.  Sedangkan  menurut  Ibrahim  dalam  Tarmizi  2008 metode  Cooperative  Learning  merupakan  metode  pembelajaran  yang
membantu  siswa  mempelajari  isi  akademik  dan  hubungan  sosial. Cooperative  Learning  yaitu  strategi  yang  digunakan  untuk  proses  belajar
dimana siswa akan lebih mudah menemukan jawaban dari permasalahan yang sedang dibahas. Dalam Cooperative Learning siswa belajar dalam kelompok
untuk saling membantu dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Hal yang  menjadi  pokok  dalam  metode  Cooperative  Learning  menurut  Asmani
2011: 89 adalah sebagai berikut:
a. Menyenangkan
Proses  pembelajaran  adalah  proses  yang  dapat  mengembangkan seluruh potensi siswa. Seluruh potensi itu hanya mungkin dapat berkembang
manakala siswa terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Oleh karena itu, perlu  diupayakan  agar  proses  pembelajaran  merupakan  proses  yang
menyenangkan. Dengan pembelajaran yang menyenangkan, sehingga siswa dapat  memusatkan  perhatiannya  secara  penuh  pada  pelajaran.  Waktu  yang
dicurahkan  siswa  pada  pelajaran  menjadi  tinggi,  sehingga  pembelajaran menjadi efisien.
b. Menantang
Proses  pembelajaran  adalah  proses  yang  menantang  siswa  untuk mengembangkan  kemampuan  berpikir,  yakni  merangsang  kerja  otak
secara  maksimal.  Kemampuan  tersebut  dapat  ditumbuhkan  dengan  cara mengembangkan rasa ingin tahu siswa.
Keberhasilan  belajar  menurut  metode  pembelajaran  ini  bukan semata-mata  ditentukan  oleh  kemampuan  individu  utuh,  melainkan
perolehan  hasil  belajar  akan  lebih  baik  apabila  dilakukan  secara  bersama- sama  dalam  kelompok  belajar  kecil  yang  berstruktur  baik.  Melalui  belajar
dari  teman  sebaya,  maka  proses  penerimaan  dan  pemahaman  siswa  akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari.
7. Metode Cooperative Learning tipe Make A Match
Teknik  belajar  dengan  menggunakan  metode  Cooperative  Learning tipe  Make  A  Match  dikembangkan  oleh  Lorna  Curran  1994.  Salah  satu
keunggulan tipe ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini biasa
digunakan  dalam  semua  mata  pelajaran  dan  untuk  semua  tingkatan  siswa Lie, 2010: 55.
Langkah – langkah dari metode ini menurut Asmani 2010: 45 adalah
sebagai berikut: a  Guru menyiapkan kartu yang berisi beberapa konsep atau topik. Sebagian
kartu berisi soal dan bagian lainnya berisi jawaban. b Setiap siswa mendapat sebuah kartu.
c  Setiap siswa memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegangnya. d Setiap siswa mencari pasangan yang cocok dengan kartunya sebelum batas
waktu, dan diberi poin.
e  Setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya.
f  Siswa  diminta  untuk  membuat  kesimpulan  dari  kegiatan  yang  baru  saja dilakukan.
Tidak  ada  metode  pembelajaran  terbaik  untuk  setiap  mata  pelajaran. Setiap  metode  pembelajaran  pasti  mempunyai  kelebihan  dan  kekurangan.
Bisa jadi, suatu metode pembelajaran cocok untuk materi dan tujuan tertentu, tetapi  kurang  cocok  untuk  materi  lainnya.  Demikian  juga  metode  Make  A
Match, mempunyai kelebihan dan kekurangan seperti yang disampaikan oleh Saiful Amin 2011 adalah sebagai berikut:
a.  Kelebihan metode Make A Match 1 dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.
2 ada unsur permainan, sehingga metode ini menyenangkan. 3 meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.
4 dapat  meningkatkan  motivasi  belajar  siswa,  terutama  efektif  sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.
5 efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. b.
Kekurangan metode Make a Match 1 jika  tidak  dirancang  dengan  baik,  metode  ini  menyebabkan  banyak
waktu yang terbuang. 2 banyak siswa yang malu untuk berpasangan dengan lawan jenisnya.
3 jika tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak siswa yang kurang memperhatikan.
4 harus  hati-hati  dan  bijaksana  saat  memberi  hukuman  pada  siswa  yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu.
5 menggunakan  metode  ini  secara  terus  menerus  akan  menimbulkan kebosanan.
B. Penelitian-Penelitian yang Relevan
Beberapa  penelitian  relevan  yang  mengangkat  tentang  penerapan metode  Cooperative  Learning  tipe  Make  A  Match  di  tingkat  sekolah  dasar
dalam  pembelajaran  telah  banyak  dipublikasikan.  Banyak  hasil  yang menunjukkan  bahwa  Cooperative  Learning  tipe  Make  A  Match  adalah
metode  pembelajaran  yang  efektif  diterapkan  dalam  pembelajaran  di  tingkat sekolah dasar.
Penelitian  yang  telah  dilakukan  oleh  Nur  Ida  Laela  2009,  yang berjudul  ”Penerapan  Model  Pembelajaran  Kooperatif  Tipe  Make  A  Match
Dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Sumber Energy Siswa Kelas II SDN Yamansari 02 Lebaksiu Tegal” menunjukan adanya peningkatan hasil belajar
siswa dari rata-rata nilai 71,97 menjadi 74,05 dan aktivitas belajar siswa dari rata-rata 62,5 pada siklus I menjadi 80 pada siklus II.
Penggunaan  metode  Cooperative  Learning  tipe  Make  A  Match  juga digunakan  oleh  Eko  Febriani  2010  dalam  penelitiannya  yang  berjudul
“Penerapan  Model  Pembelajaran  Tipe  Make  A  Match  untuk  meningkatkan Hasil  Pembelajaran  IPA  materi  pokok  Sumber  Daya  Alam  di  kelas  IV  SD
Negeri  Yamansari  03  Lebaksiu  Tegal”.  Dalam  penelitian  tersebut