Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

oleh

Maulidiyah NIM 109018300029

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2014


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

i

Tipe Make A Match Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup”. Skripsi Jurusan PGMI, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh tipeMake A Match terhadap hasil belajar siswa pada materi adaptasi makhluk hidup di MI Raudlatul Jannah. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian pretest-posttest control group design. Sampel yang pertama berjumlah 28 siswa untuk kelas eksperimen dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Make A Match. Sampel yang kedua berjumlah 28 siswa untuk kelas kontrol menggunakan metode ceramah. Instrumen penelitian ini adalah tes hasil belajar berupa 25 soal berbentuk pilihan ganda.Teknik analisis pada penelitian ini adalah uji-t. Berdasarkan hasil perhitungan uji-t diperoleh thitung = 2,12 dan ttabel = 1,706

dengan taraf signifikan 5 % yang berarti thitung > ttabel (2,12 < 1,706 ), Maka Ho

ditolak dan Ha diterima.

Jadi dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Make A Match berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada materi adaptasi makhluk hidup.


(7)

ii

Make A Match Type to Student Learning Outcome in Adaptation of Living Things Concept. Thesis. Jakarta: Elementary School Teacher Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teaching Sciences, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

The purpose of this research is to know the effect of Make A Match type learning to student learning outcome in adaptation of living things concept in MI Raudlatul Jannah. The method of this research was a quasi-experimental research with pretest posttest control group design. The first sample was 28 students as experiment class that used Make A Match cooperative learning method. The second sample was 28 students as control class that used speech method. The instruments of this research wasobjective learning outcomes test with 25 questions. The technique of analysis data was test. Based on the calculation, t-score showed that t-count was 2,12 and t-table was 1,706 at the significance level of 5% which means t-count > t-table (2,12 > 1,706), so Ho was rejected and Ha was accepted.

It can be concluded that cooperative learning make a match type has positive influence to student learning outcome in adaptation of living things concept.


(8)

iii

Biamillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan guru madrasah ibtidaiyah. Disadari sepenuhnya dalam penyusunan skripsi ini bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan, dukungan serta motivasi dari berbagai pihak dan orang-orang terdekat penulis sangat membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan moril maupun materil, sehingga yang skripsi ini dapat selesai. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Dra. Nurlena Rifai, M.A., Ph.D., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Fauzan, MA., Ketua Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Tonih Feronika, M.Pd, dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia memberikan arahan, semangat dan meluangkan waktu untuk membimbing serta mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. M. Subur Husein, S.Pd.I, Kepala MI Raudlatul Jannah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian dalam pembuatan skripsi ini.


(9)

iv

6. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Ali Hanapi dan Ibunda Hj. Djumiati yang tiada hentinya memberikan kasih sayang, selalu mendoakan, selalu menjadi motivasi dan inspirasi serta memberikan banyak dukungan moril dan materiil kepada penulis.

7. Adik tersayang Irma Selviana, Keponakan-keponakan tersayang, yang menjadi motivasi, serta memberikan canda tawa mengisi hari-hari selama penyusunan skripsi kepada penulis.

8. Sahabat-sahabat seperjuanganku semasa kuliah Dewi Anjani, S.Pd, Sinta Anggraeni S,Pd, Ciptanti Ayu Safitri, S.Pd dan seluruh teman-teman PGMI angkatan 2009. Terima kasih atas kebersamaan dan dukungan selama ini, serta bantuan, dorongan moril dan canda tawa yang menghiasi hari-hari penulis.

9. Sahabat-sahabatku tersayang yang telah memberikan banyak motivasi dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Serta semua pihak yang terkait dan tidak dapat disebutkan satu-persatu. Atas segala bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan penulis di masa yang akan datang. Mudah-mudahan karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya dan dapat memberikan kontribusi bagi peninggkatan kualitas pendidikan. Amin ya rabbal alamin.

Jakarta, Mei 2014


(10)

(11)

v

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 4

D. Perumusan Masalah ... 4

E. Tujuan Penelitian ... 4

F. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teoretik 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar ... 6

b. Faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 7

c. Pengertian Hasil Belajar ... 7

d. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 8

2. Model Pembelajaran Kooperatif Metode Make A Match a. Model Pembelajaran 1) Pengertian Model Pembelajaran ... 10

2) Ciri-Ciri Model Pembelajaran ... 11

b. Model Pembelajaran Kooperatif 1) Pengertian Pembelajaran Kooperatif ... 12


(12)

vi

6) Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif... 16

7) Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif 17 c. Tipe Make A Match 1) Sejarah Singkat Make A Match ... 19

2) Langkah-Langkah Pembelajaran Make A Match ... 19

d. Materi Adaptasi Makhluk Hidup ... 21

3. Hasil Penelitian yang Relevan ... 29

B. Kerangka Berpikir ... 31

C. Pengajuan Hipotesis ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat danWaktu Penelitian ... 33

B. Populasi dan Sampel ... 33

C. MetodedanDesainPenelitian ... 33

D. Variabel Penelitian ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. InstrumenPenelitian ... 35

1. Uji Validitas ... 38

2. Uji Reliabilitas ... 39

3. Uji Taraf Kesukaran ... 40

4. Uji Daya Beda ... 41

G. Teknik Analisis Data 1. Uji Normalitas ... 42

2. Uji Homogenitas ... 42

3. Pengujian Hipotesis ... 43

H. Hipotesis Statistik ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 45


(13)

vii

A. Kesimpulan ... 60 B. Saran ... 60


(14)

(15)

ix

Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen yang Valid ... 36

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Instrumen Tes ... 39

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas ... 40

Tabel 3.3. Kriteria Kesukaran ... 41

Tabel 3.5. Kriteria Daya Beda ... 42

Tabel 4.1. Perbandingan Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 46

Tabel 4.2. Perbandingan Hasil Postest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol .. 47

Tabel 4.3. Rekapitulasi Nilai Pretest dan Postest Sesuai Indikator ... 48

Tabel 4.4. Hasil Uji Normalitas Pretest ... 50

Tabel 4.5. Hasil Uji Homogenitas Pretest ... 51

Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Uji T ... 52

Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Postest ... 53

Tabel 4.8. Hasil Uji Homogenitas Postest ... 53


(16)

x

Lampiran 3. Foto Kegiatan Pembelajaran Kelas Eksperimen ... 110

Lampiran 4. Hasil Wawancara ... 113

Lampiran 5. Analisis Materi ... 114

Lampiran 6. Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar ... 124

Lampiran 7. Penyebaran Soal Valid Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar ... 134

Lampiran 8. Soal Uji Coba Instrumen Tes Hasil Belajar ... 136

Lampiran 9. Kunci Jawaban Soal Uji Coba Instrumen ... 145

Lampiran 10. Rekapitulasi Hasil Analisis Butir Soal ... 146

Lampiran 11. Soal Pretest Hasil Belajar ... 149

Lampiran 12. Soal Posttest Hasil Belajar ... 153

Lampiran 13. Nilai Pretest dan Postest Hasil Belajar Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 157

Lampiran 14. Perhitungan Prosentase Nilai Pretest-Postest Sesuai Indikator Pencapaian Hasil Belajar Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup ... 158

Lampiran 15. Rekapitulasi Prosentase Nilai Pretest dan Postest Sesuai Indikator Pencapaian Hasil Belajar ... 164

Lampiran 16. Distribusi Data Pretest dan Postest Siswa Kelas Eksperimen ... 166

Lampiran 17. Distribusi Data Pretest dan Postest Siswa Kelas Kontrol ... 171

Lampiran 18. Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 176

Lampiran 19. Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 178

Lampiran 20. Uji Homogenitas Data Pretest ... 180

Lampiran 21. Uji Homogenitas Data Postest ... 181

Lampiran 22. Uji Hipotesis Data Pretest ... 182

Lampiran 23. Uji Hipotesis Data Postest ... 184

Lampiran 24. Uji Referensi ... 186


(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana yang digunakan untuk mewujudkan masyarakat madani yang mampu menguasai, mengembangkan, mengendalikan serta memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Output pendidikan belum mampu berjalan seimbang dengan tuntutan zaman. Keadaan ini bukan saja menjadi tantangan bagi para pendidik tetapi juga bagi peserta didiknya dalam menghadapi masa depan.

Namun dari kenyataan sehari-hari, siswa memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual, kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belajar yang terkadang sangat mencolok antara seorang siswa dengan siswa lainnya. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah pada umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata, sehingga siswa yang berkemampuan lebih atau berkemampuan kurang terabaikan.1Dengan demikian, siswa yang berkategori di luar rata-rata itu tidak mendapat kesempatan yang memadai untuk berkembang sesuai dengan kapasitasnya. Dari hal inilah kemudian timbul kesulitan belajar.2

Kesulitan belajar dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik yang sesuai dengan harapan.3

Salah satu cara mengatasi kesulitan belajar ini adalah dengan menciptakan inovasi-inovasi baru yang dilakukan dan digunakan para guru dalam proses pengajaran. Salah satu aspek yang mempengaruhi proses belajar mengajar adalah model pembelajaran yang sesuai.

1

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h. 169-170.

2

Ibid, h. 170. 3

Ibid, h. 170.


(18)

Guru dapat menciptakan inovasi mengajar dengan metode pembelajaran yang bervariasi. Metode mengajar merupakan suatu jalan atau cara dalam pembelajaran. Agar siswa dapat menerima, menguasai, dan selalu mengingat materi pelajaran, maka cara mengajar guru harus efektif dan efisien. Di dalam kegiatan belajar mengajar biasanya guru menggunakan pembelajaran konvensional yang hanya memakai metode ceramah dan penugasan. Hal ini terlalu sering dilakukan sehingga membuat siswa merasa bosan dan cepat lupa isi materi yang disampaikan atau bahkan tidak mengerti sama sekali dengan materi yang disampaikan. Hal ini dapat berdampak kepada hasil belajar siswa yang rendah.

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam pada hakekatnya mengandung tiga hal, yaitu produk, proses, dan penerapan. Karakteristik mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam menekankan pada aspek kognitif, karena sebagian besar dalam materinya membutuhkan hafalan. Untuk memudahkan siswa dalam menghafal maka dibutuhkan metode-metode yang bervariasi ketika guru menyampaikan materi pelajaran di sekolah.

Sekolah merupakan salah satu arena persaingan. Mulai dari awal masa pendidikan formal, seorang anak belajar dalam suasana kompetisi dan harus berjuang keras memenangkan kompetisi untuk bisa naik kelas atau lulus. Sebenarnya, kompetisi bukanlah satu-satunya model pembelajaran yang bisa dan harus dipakai. Ada tiga pilihan model, yaitu kompetisi, individual, dan cooperative learning.4

Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam ialah model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning. Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran.5 Pembelajaran kooperatif ini memberikan banyak tipe yang dapat

4

Anita Lie, Cooperative Learning: Mempraktikkan Cooperative Learning Di

Ruang-RuangKelas, (Jakarta: PT Grasindo, 2002), h. 22.

5

Robert E. Slavin, Cooperative Learning: Teori, RisetdanPraktik, (Bandung: Nusa Media, 2005), h. 4


(19)

menciptakan semangat atau gairah siswa dalam belajar yang kemudian akan memunculkan keaktifan siswa dengan sendirinya.Dengan penggunaan metode dan teknik yang bervariasi akan membuat siswa termotivasi dalam mengikuti setiap pelajaran.

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru.6 Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik pengelompokkan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang umumnya terdiri dari 4-5 orang.7

Pembelajaran kooperatif tipe make a match dapat menjadi salah satu upaya pembelajaran pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Tipe make a match atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorn Curran. Keunggulan make a match adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai topik dalam suasana yang menyenangkan. Tipe ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.8

Penerapan tipe make a match ini sederhana dan sistematis. Pembelajaran dimulai dari siswa untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktu yang telah ditetapkan. Guru mempersiapkan kartu yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan kartu yang berisi jawaban-jawaban, kemudian siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu dan berusaha menjawabnya. Bagi siswa yang mampu mencocokkan kartu jawaban dengan kartu pertanyaan akan mendapatkan reward. Melalui kegiatan tersebut, siswa akan mudah mengingat isi materi yang diajarkan oleh guru, sehingga dapat melekat lebih lama dalam ingatan siswa.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian

dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V MI Raudlatul Jannah”.

6

AgusSuprijono, Cooperative Learning: TeoridanAplikasiPaikem, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2009), h. 54.

7

Rusman, Model-Model Pembelajaran: MengembangkanProfesionalismeGuru, EdisiKedua, (Jakarta: Grafindo, CetakanKelima, 2012), h. 204.

8

Anita Lie, Cooperative Learning: MempraktikkanCoopearative Learning di


(20)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah penelitian sebagai berikut:

1. Penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah pada umumnya hanya ditujukan kepada para siswa yang berkemampuan rata-rata.

2. Dalam kegiatan belajar, guru menggunakan pembelajaran konvensional metode ceramah.

3. Rendahnya hasil belajar siswa.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka peneliti membatasi masalah pada hasil belajar siswa, model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, masalah yang dirumuskan sebagai berikut:

“Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipemake a match

berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa kelas V MI Raudlatul Jannah?”

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipemake a match terhadap hasil belajar Siswa Kelas V MI Raudlatul Jannah.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan serta pengalaman yang berharga.

2. Bagi Siswa


(21)

3. Bagi Guru

Dapat menjadi masukan bagi guru dalam memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA melalui tipe make a match. 4. Bagi Sekolah

Menjadi masukan bagi sekolah dalam peningkatan proses pembelajaran khususnya pada mata pelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match.


(22)

BAB II

LANDASAN TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR,

DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teoretik 1. Hasil Belajar a. Pengertian Belajar

Belajar berarti proses perubahan tingkah laku pada peserta didik akibat adanya interaksi antara individu dan lingkungannya melalui pengalaman dan latihan.1 Menurut Nana Syaodih, belajar adalah segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun psikomotor dan terjadi melalui proses pengalaman.2

Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mana suatu kegiatan berasal atau berubah lewat reaksi dari suatu situasi yang dihadapi, dengan keadaan bahwa karakteristik-karakteristik dari perubahan aktivitas tersebut tidak dapat dijelaskan dengan dasar kecenderungan-kecenderungan reaksi asli, kematangan, atau perubahan sementara dari organisme.3

Secara sederhana, Anthony Robbins menyatakan bahwa belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami dan sesuatu (pengetahuan) yang baru.4 Slameto mengatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

1

Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa, (Bandung: Rosda, 2011), h. 5.

2

Masitoh, dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2009), h.3.

3

Iskandar, Psikologi Pendidikan: Sebuah Orientasi Baru, (Jakarta: Referensi, 2012), h. 102.

4

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan

Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana, 2010),

h. 15.


(23)

sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.5

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada individu yang terjadi melalui pengalaman dan banyak cara yang disengaja ataupun yang tidak disengaja yang berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri individu.

b. Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Belajar merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku siswa, ternyata banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam:6

a. Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa

b. Faktor eksternal (faktor dari luar diri siswa), yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa

c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

Jadi, karena pengaruh faktor-faktor tersebut maka muncullah siswa-siswa yang high-achievers (berprestasi tinggi) dan under-achievers (berprestasi rendah) atau gagal sama sekali.7

c. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya.8 Hasil belajar merupakan

5

Hamzah B. Uno dan Nurdin Mohamad, Belajar dengan Pendekatan Pailkem: Pembelajaran Aktif, Inovatif, Lingkungan, Kreatif, Efektif, Menarik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 139-140.

6

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan: Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 129.

7


(24)

pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.9 Gagne membagi hasil belajar menjadi lima kategori, yaitu informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris.10 Menurut Bloom, hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik.11

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, diantaranya adalah pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, diantaranya adalah penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi. Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Sedangkan aspek ranah psikomotorik antara lain adalah gerakan refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.12

d. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah:13 1) Faktor internal (dari dalam), yakni:

a) Kondisi fisiologis

Kondisi fisiologis anak misalnya badan dalam kondisi sehat, tidak dalam keadaan lelah, tidak dalam keadaan cacat jasmani, dan sebagainya. Selain itu, yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kondisi pancaindera, terutama indera penglihatan dan indera pendengaran.

8

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1989), h. 22.

9

Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), h. 5

10

Nana Sudjana, op.cit., h. 22.

11

AgusSuprijono, op.cit., h. 6.

12

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, ….., h. 22-23. 13

Abu Ahmad dan Joko Tri Prasetya, SBM Strategi Belajar Mengajar Cet. II, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 105-110.


(25)

b) Kondisi psikologis

Setiap siswa pada dasarnya memiliki kondisi psikologi yang berbeda-beda, sehingga perbedaan-perbedaan itu yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar.

Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kecerdasan, minat, bakat, motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif.

2) Faktor eksternal (dari luar), yakni: a) Faktor environmental input (lingkungan)

Kondisi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil belajar. Lingkungan ini dapat berupa lingkungan fisik/alam dam lingkungan sosial. Lingkungan fisik/alami di dalamnya ialah seperti suhu, kelembaban, kepengapan udara, dan sebagainya. Belajar dalam keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya dari pada belajar dalam keadaan udara yang panas dan pengap.

Lingkungan sosial juga dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar, baik yang berwujud manusia maupun hal-hal lain. Lingkungan sosial berwujud manusia misalnya ialah ada orang yang mondar-mandir di dekatnya, keluar masuk kamarnya, atau berbicara dengan suara cukup keras di dekatnya. Lingkungan sosial dalan hal lain misalnya ialah suara mesin pabrik, hiruk pikuk lalu lintas, gemuruhnya pasar, dan sebagainya.

b) Faktor-faktor instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancangkan sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dengan berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan-tujuan belajar yang telah dirancangkan.

Faktor-faktor instrumental ini dapat berwujud faktor-faktor keras (hardware) dan faktor-faktor lunak (software). Faktor-faktor keras (hardware) yang termasuk di dalamnya seperti gedung perlengkapan


(26)

belajar, alat-alat praktikum, perpustakaan, dan sebagainya. Sedangkan yang termasuk faktor-faktor lunak (software) ialah kurikulum, bahan/program yang harus dipelajari, dan pedoman-pedoman belajar dan sebagainya.

2. Model Pembelajaran Kooperatif a. Model Pembelajaran

1) Pengertian Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.14 Sedangkan Joyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.15

Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dam pengelolaan kelas.16

Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.17 Fungsi model pembelajaran adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran.18

14

Triyanto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, Implementasinya dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 51.

15

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Edisi Kedua, (Jakarta: Grafindo, CetakanKelima, 2012), h. 133.

16

Trianto, op.cit., h. 51.

17

Agus Suprijono, Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi Paikem, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), h. 46.

18


(27)

2) Ciri-ciri Model Pembelajaran

Model pembelajaran dapat dijadikan sebagai pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran memiliki ciri-ciri sebagai berikut:19

1) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. 2) Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu, misalnya model berpikir

induktif dirancang untuk mengembangkan proses berpikir induktif.

3) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengajar di kelas, misalnya model synetic dirancang untuk memperbaiki kreativias dalam pelajaran mengarang.

4) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan urutan langkah-langkah pembelajaran, adanya prinsip-prinsip reaksi, sistem sosial, dan sistem pendukung. Keempat bagian tersebut merupakan pedoman praktis bila guru akan melaksanakan suatu model pembelajaran.

5) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. Dampak tersebut berupa dampak pembelajaran (hasil belajar yang dapat diukur) dan dampak pengiring (hasil belajar jangka panjang).

6) Membuat persiapan mengajar (desain instruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya.

Istilah model pembelajaran memiliki makna yang lebih luas daripada strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut ialah:20

1) Rasional teoretis logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya.

2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai).

3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil.

19

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Edisi Kedua, … h. 136.

20


(28)

4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai.

b. Model Pembelajaran Kooperatif 1) Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah bagian dari sebuah perubahan paradigma yang lebih luas yang terjadi dalam bidang pengajaran.21 Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga teman sesama siswa.22

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang di dalamnya mengkondisikan para siswa untuk bekerja bersama-sama di dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar.23 Tom V. Savage mengemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerjasama dalam kelompok.24

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran kelompok yang terarah dan terstruktur melalui proses kerjasama dan saling membantu sehingga tercapai proses dan hasil belajar yang produktif.

2) Prosedur Pembelajaran Kooperatif

Menurut Ditnaga Dikti, pada dasarnya kegiatan pembelajaran kooperatif dipilahkan menjadi empat langkah, yaitu orientasi, bekerja kelompok, kuis, dan pemberian penghargaan.25

21

David W. Johnson, dkk, Colaborative Learning: Strategi Pembelajaran untuk Sukses

Bersama, diterjemahkan oleh Narulita Yusron dengan judul The Ne Circle of Learning,

(Bandung: Nusa Media, 2010), h. 178. 22

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual

Operasional, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 189.

23

Masitoh, dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2009), h. 232.

24

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Edisi Kedua, (Jakarta: Grafindo, Cetakan Kelima, 2012), h. 203.

25

Tukiran Taniredja, dkk, Model-model Pembelajaran Inovatif, (Bandung: Alfabeta, 2011), h. 60-61.


(29)

a) Orientasi

Sebagaimana dalam setiap pembelajaran, kegiatan diawali dengan orientasi untuk memahami dan melakukan kesepakatan bersama tentang apa yang akan dipelajari serta bagaimana strategi pembelajaran. guru mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah-langkah serta hasil akhir yang diharapkan dikuasai oleh mahasiswa, serta system penilainnya. Pada kesempatan ini siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya. Namun pada akhir dari orientasi ini didapatkan kesepakatan antara guru dan siswa.

b) Kerja kelompok

Pada tahap ini siswa melakukan kerja kelompok sebagai inti kegiatan pembelajaran. Kerja kelompok dapat dilakukan dengan berdiskusi, observasi, eksperimen, dan sebagainya. Waktu untuk bekerja kelompok disesuaikan dengan materi yang harus dikerjakan. Agar kegiatan terarah, guru memberikan panduan kepada siswa sebagai pedoman kegiatan pembelajaran. Panduan harus memuat tujuan, materi, waktu, cara kerja kelompok dan tanggung jawab masing-masing anggota kelompok, serta hasil akhir yang diharapkan dapat tercapai. Dalam kegiatan kerja kelompok ini guru berperan sebagai fasilitator dan dinamisator bagi masing-masing kelompok, dengan cara melakukan pemantauan terhadap kegiatan belajar siswa, mengarahkan keterampilan kerjasama, dan memberikan bantuan pada saat diperlukan.

c) Tes/Kuis

Pada akhir kegiatan kelompok, diharapkan semua siswa mampu memahami topik/masalah yang sudah dikaji bersama. Kemudian masing-masing siswa menjawab tes atau kuis untuk mengetahui pemahaman mereka terhadap konsep/topik/masalah yang dikaji. Penilaian individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif, dan keterampilan.

d) Penghargaan kelompok

Kegiatan ini ditujukan untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Kenaikan skor dihitung dari selisih antara skor dasar dengan skor tes individual. Menghitung skor yang diperoleh masing-masing kelompok dengan cara menjumlahkan


(30)

skor yang diperoleh siswa di dalam kelompok kemudian dihitung rata-ratanya. Lalu skor rata-rata tersebut ditentukan penghargaan masing-masing kelompok. Misalnya, bagi kelompok yang mendapat rata-rata kenaikan skor sampai

dengan 15 mendapat penghargaan sebagai “Good Team”. Kenaikan skor lebih

dari 15 hingga 20 mendapat penghargaan “Great Team”. Sedangkan kenaikan

skor lebih dari 20 sampai 30 mendapat penghargaan sebagai “Super Team”. Di

akhir pembelajaran, guru memberikan kesimpulan terhadap materi yang telah dibahas, sehingga terdapat kesamaan pemahaman pada semua siswa.26

3) Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting. Menurut Depdiknas, tujuan pertama pembelajaran kooperatif yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademiknya. Sedangkan tujuan kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai perbedaan latar belajar. Tujuan pembelajaran kooperatif yang ketiga ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud ialah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok, dan sebagainya.27

4) Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja atau belajar kelompok yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Ada lima unsur dasar pembelajaran

26

Ibid, h. 61-63.

27


(31)

kooperatif agar dapat mencapai hasil yang maksimal. Lima unsur pembelajaran kooperatif tersebut adalah:28

a) Saling ketergantungan positif (Positive interdependence)

Unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan.

b) Tanggung jawab perseorangan (Personal responsibility)

Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Tujuan pembelajaran kooperatif adalah membentuk semua anggota kelompok menjadi pribadi yang kuat. Tanggung jawab perseorangan adalah kunci untuk menjamin semua anggota yang diperkuat oleh kegiatan belajar bersama.

c) Interaksi promotif (Face to face promotive interaction)

Unsur ini merupakan kemampuan berinteraksi dan bekerja sama yang biasa digunakan dalam aktivitas kelompok. Ciri-ciri interaksi promotif diantaranya ialah saling membantu secara efektif dan efisien, saling memberi informasi dan saran yang diperlukan, serta saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.

d) Komunikasi antar anggota (Interpersonal skill)

Komunikasi ini sangat dibutuhkan dalam suatu kelompok. Kelompok tidak berfungsi secara efektif jika tidak memiliki kemampuan berkomunikasi yang dibutuhkan.

e) Pemrosesan kelompok (Group processing)

Pemrosesan mengandung nilai. Melalui pemrosesan kelompok dapat diidentifikasi dari urutan atau tahapan kegiatan kelompok dan kegiatan anggota kelompok. Tujuan pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

28

Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009), h.58-61.


(32)

Melalui pembelajaran kooperatif, siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, dan sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain.

5) Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah:29

a) Pembelajaran secara tim. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b) Didasarkan pada manajemen kooperatif. Manajemen mampunyai tiga fungsi, yaitu sebagai perencanaan pelaksanaan, sebagai organisasi, dan sebagai kontrol.

c) Kemauan untuk bekerjasama. Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok, oleh karenanya prinsip kebersamaan atau kerjasama perlu ditekankan dalam pembelajaran kooperatif. Tanpa kerjasama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.

d) Keterampilan bekerjasama. Kemampuan bekerjasama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

6) Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Langkah-langkah pembelajaran di kelas dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:30

29

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, Edisi Kedua, (Jakarta: Grafindo, Cetakan Kelima, 2012), h. 207-208.


(33)

Tabel 2.1 Langkah Pembelajaran Model Kooperatif

Tahap 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar. Tahap 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan.

Tahap 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan

membimbing setiap kelompok agar

melakukan transisi secara efektif dan efisien. Tahap 4

Membimbing kelompok bekerja anak belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saaat mereka mengerjakan tugas mereka.

Tahap 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Tahap 6 Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

7) Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif

Keunggulan Model Pembelajaran Kooperatif:31

a) Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

30

Ibid, h. 211. 31

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2007), Cet. II, h. 249-250.


(34)

b) Melalui pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

c) Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

d) Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

e) Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. Siswa dapat berpraktik memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.

f) Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan me-manage waktu, dan sikap positif terhadap sekolah.

g) Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil).

h) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.

Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif:32

a) Siswa yang pandai akan cenderung mendominasi sehingga dapat menimbulkan sikap minder dan pasif dari siswa yang lemah.

32

Masitoh, dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Depag RI, 2009), h.249.


(35)

b) Dapat terjadi siswa yang hanya menyalin pekerjaan temannya yang pandai tanpa memiliki pemahamaan yang memadai.

c) Pengelompokkan siswa memerlukan pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda serta membutuhkan waktu khusus.

c. Tipe Make a Match

1) Sejarah Singkat Make A Match

Tipe mencari dan membuat pasangan (make a match) dikembangkan oleh Lorna Curran (1994).33 Tipe make a match ini adalah metode pembelajaran yang mengajak siswa mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan atau pasangan dari suatu konsep melalui suatu permainan kartu pasangan.

Penerapan metode ini dimulai dengan teknik, yaitu guru menyuruh siswa mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang mencocokkan kartunya diberi poin.34

Tipe make a match atau mencari pasangan ini dapat menjadi salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan guru dalam mengembangkan kemampuan siswa. Pembelajaran di kelas dengan menggunakan make a match ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkat usia anak didik.

Salah satu keunggulan metode ini adalah anak didik mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan.35

2) Langkah-Langkah Pembelajaran Metode Make A Match

Langkah-langkah pembelajaran metode make a match adalah:36

33

Anita Lie, Cooperative Learning, (Jakarta: Grasindo, 2002), h. 54.

34

Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru, h.223.

35

Anita Lie, op.cit., h. 54. 36


(36)

a) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi sebaliknya berupa kartu jawaban).

b) Setiap siswa mendapat satu buah kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang.

c) Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (kartu soal atau kartu jawaban).

d) Siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. e) Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang

berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya. f) Kesimpulan.

Pada aturan main di atas dapat juga dilakukan secara bervariasi, misalkan metode make a match tersebut bisa dilakukan di dalam ruangan atau di luar ruangan, sehingga siswa tidak merasa bosan dan pembelajaran kooperatif metode make a match ini akan tetap menarik minat, motivasi, dan keaktifan siswa pada mata pelajaran IPA sehingga dapat meningkatkan hasil belajar.


(37)

melakukan adaptasi untuk melakukan adaptasi untuk

a.Batang mawar berduri b.Buah nangka

bergetah Melindungi Diri dari Musuh Kelangsungan Hidup Melindungi Diri dari Musuh Memperoleh Makanan Tingkah Laku Fisiologi Morfologi Tumbuhan Hewan

a.Pohon jati merangggas saat musim kemarau b.Bunga teratai

memiliki rongga c.Daun kaktus

berupa duri a.Bunglon mengubah warna kulitnya b.Cecak memutuskan ekornya c. Cumi-a.Bentuk paruh

burung b.Bentuk kaki

burung c.Tipe mulut

serangga Memperoleh Makanan Kantong semar yang mempunyai kantong untuk memakan serangga 21 Gambar 2.1


(38)

Makhluk hidup dengan segala kemampuannya dapat membuat dan mencari segala sesuatu yang dibutuhkannya. Manusia dapat mengambil bahan makanan dari tumbuhan dan hewan. Manusia dapat membuat berbagai alat untuk mempermudah pengolahan bahan makanan hingga makanan itu dapat dinikmati. Manusia juga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Bahkan jika keadaan lingkungannya berubah, manusia juga dapat mengubah cara hidupnya.

Begitupula dengan hewan dan tumbuhan. Hewan dan tumbuhan dapat menyesuaikan diri demi kelangsungan hidupnya. Berikut adalah penjelasannya. A. Adaptasi Hewan dengan Lingkungan

Adaptasi adalah penyesuaian diri makhluk hidup dengan lingkungannya. Adapun tujuan makhluk hidup beradaptasi adalah untuk mempertahankan hidup dan melestarikan jenisnya.37

Karena lingkungan makhluk hidup itu berbeda-beda, maka cara makhluk hidup untuk menyesuaikan diri pun berbeda-beda. Seperti bentuk alat tubuhnya, cara mendapatkan makanannya, tingkah lakunya berbeda-beda sesuai dengan lingkungannya.38

Cara hewan menyesuaikan diri terhadap lingkungannya ada tiga cara, yaitu:

1. Adaptasi Morfologi

Adaptasi morfologi adalah penyesuaian bentuk tubuh makhluk hidup atau alat-alat tubuh makhluk hidup terhadap lingkungannya. Adaptasi morfologi merupakan jenis adaptasi yang paling mudah untuk diamati.39 2. Adaptasi Fisiologi

Adaptasi fisiologi merupakan bentuk penyesuaian fungsi alat-alat dalam tubuh makhluk hidup terhadap lingkungannya.40

Contoh:

a. Kotoran unta kering dan urinenya pekat.

37

Indriati SCP, Ilmu Pengetahuan Alam 5, (Jakarta: Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional, 2010), h. 54.

38

Ibid, h. 54 39

Ibid, h. 54. 40


(39)

b. Manusia akan berkeringat jika berada pada suhu tinggi.

c. Herbivora (hewan pemakan tumbuhan) mempunyai enzim selulosa untuk mencerna makanannya.

d. Cacing tanah memiliki kelenjar zat kapur untuk menetralkan zat makanannya yang berupa daun yang telah busuk.

3. Adaptasi Tingkah Laku

Adaptasi tingkah laku merupakan penyesuaian diri terhadap lingkungannya dalam bentuk tingkah laku.41

Hewan membutuhkan makanan agar tetap hidup. Setiap jenis hewan memiliki cara tersendiri dalam memperoleh makanan. Makhluk hidup menggunakan alat-alat tubuhnya untuk memperoleh makanan.42 Hewan melakukan adaptasi untuk memperoleh makanannya dan melindungi diri dari musuh.

1. Hewan Beradaptasi untuk Memperoleh Makanan

Untuk bertahan hidup, memperoleh makanan, dan melestarikan keturunannya, setiap makhluk hidup harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Contoh adaptasi hewan untuk memperoleh makanan ialah:

a. Burung

Setiap jenis burung makanannya berbeda-beda. Ada yang berupa cairan madu (nektar), biji-bijian, atau daging. Oleh karena itu, bentuk paruh setiap jenis burung juga berbeda-beda.43

1) Burung pipit mempunyai paruh pendek dan kuat. Bentuk paruh ini sesuai untuk memakan jenis biji-bijian. Paruh ini berfungsi menghancurkan biji tersebut.

2) Burung elang mempunyai paruh kuat, tajam, dan melengkung bagian ujungnya. Paruh seperti ini sesuai untuk mencabik mangsanya.

41

Ibid, h. 61. 42

Choiril Azmiyawati, dkk, IPA Salingtemas untuk kelas V SD/MI, (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 48.

43


(40)

3) Bebek mempunyai paruh yang berbentuk seperti sudu. Bentuk paruh seperti ini sesuai untuk mencari makanan di tempat becek, berlumpur, atau di air.

4) Burung pelatuk mempunyai paruh yang panjang, kuat, dan runcing. Paruh burung pelatuk untuk mencari serangga yang bersembunyi di kulit pohon, dalam lubang pohon, atau pada batang pohon yang lapuk. 5) Burung kolibri mempunyai paruh berbentuk panjang dan runcing.

Bentuk paruh seperti itu memudahkan burung kolibri mengisap nektar. 6) Burung pelikan mempunyai paruh berkantong. Paruh demikian

memudahkannya untuk menangkap ikan dalam air.44

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa ada kesesuaian antara bentuk paruh burung dan jenis makanannya.

Selain bentuk paruh, kaki pada berbagai burung juga mempunyai bentuk bermacam-macam. Berbagai bentuk kaki burung merupakan salah satu bentuk penyesuaian terhadap cara memperoleh makanan.

1) Kaki burung kakatua untuk memanjat. Selain itu, juga untuk memegang makanan.

2) Kaki ayam untuk mengais tanah saat mencari makanan.

3) Burung elang mempunyai kaki kuat dengan kuku tajam. Kaki ini untuk mencengkeram mangsanya.

4) Burung pipit mempunyai kaki langsing untuk bertengger.

5) Kaki itik dan pelikan berselaput sehingga cocok untuk berenang di air. 6) Burung pelatuk pandai memanjat karena bentuk kakinya sesuai untuk

memanjat.45 b. Serangga

Serangga mempunyai cara khusus untuk memperoleh makanan. Misalnya, mulut kupu-kupu mempunyai alat pengisap. Oleh karena itu, mulutnya dinamakan mulut pengisap. Kupu-kupu menggunakan mulut ini

44

Ibid, h. 49. 45


(41)

untuk mengisap sari madu (nektar) pada bunga. Bentuk alat pengisap itu menyerupai belalai yang dapat digulung dan dijulurkan.

Nyamuk mempunyai bentuk mulut penusuk dan pengisap. Mulut ini dapat menghisap makanan berupa darah manusia atau hewan. Mulut nyamuk berbentuk tabung panjang dan tajam (runcing). Bentuk mulut seperti ini untuk menusuk kulit manusia atau hewan.

Jangkrik mempunyai bentuk mulut penggigit dan pengunyah. Mulut ini mempunyai gigi-gigi kecil untuk mengunyah makanan yang berupa daun. Lalat rumah mempunyai alat penyerap pada mulutnya. Alat penyerap ini mirip spons (gabus). Alat ini untuk menyerap makanan terutama yang berupa cairan.46

c. Unta

Unta hidup di daerah padang pasir yang kering, gersang, dan panas. Bentuk dan susunan tubuh unta sesuai dengan keadaan alam di padang pasir. Pada saat minum unta mampu meneguk air dalam jumlah banyak. Air tersebut disimpan sebagai cairan tubuh.

Unta memiliki punuk. Punuk unta berisi makanan cadangan. Makanan cadangan tersebut berupa lemak. Jika tidak memperoleh makanan, unta akan menggunakan makanan cadangan tersebut. Sehingga unta dapat tetap hidup meskipun kekurangan makanan.47

Selain itu, masih ada beberapa hal yang menyebabkan unta cocok hidup di padang pasir, antara lain adalah: 1) bulu matanya panjang sehingga dapat melindungi mata dari debu yang berterbangan; 2) telapak kakinya lebar dan tebal sehingga dapat berjalan tegak di atas pasir; dan 3) lubang hidungnya dapat ditutup menjadi celah-celah kecil sehingga debu yang beterbangan tidak dapat masuk.48

46

Ibid, h. 50. 47

Ibid, h. 51.

48

Priyono dan Titik Sayekti, Ilmu Pengetahuan Alam 5, (Jakarta: Pusat Perbukuan Kementerian Pendidikan Nasional, 2010), h. 73.


(42)

2. Hewan Beradaptasi untuk Melindungi Diri dari Musuh.

Setiap jenis hewan selalu berusaha melindungi diri dari serangan musuhnya. Hampir semua jenis hewan memiliki bagian tubuh untuk melindungi diri. Selain itu, ada sebagian hewan melindungi diri dengan tingkah laku.49

a. Bunglon

Bunglon dapat mengubah warna kulit sesuai dengan lingkungannya. Misalnya di daun yang berwarna hijau, bunglon berwarna hijau. Ketika berada di batang pohon berwarna cokelat, bunglon akan berubah menjadi cokelat. Tindakan hewan mengubah warna kulitnya saat melindungi diri dinamakan mimikri.

b. Cecak dan Kadal

Cecak dan kadal memutuskan ekornya jika diserang oleh musuh. Tindakan hewan memutus bagian tubuhnya disebut autotomi. Hal ini dilakukan untuk mengelabui musuhnya. Bagian ekor yang putus dapat bergerak-gerak sehingga mengalihkan perhatian musuhnya. Saat itulah kadal atau cecak melarikan diri. Ekor yang telah putus pada hewan-hewan itu dapat tumbuh kembali.

c. Kalajengking, Lebah, dan Kelabang

Hewan-hewan ini menggunakan sengatnya untuk melindungi diri. Sengat tersebut dapat mengeluarkan zat beracun yang dapat melukai musuh atau pemangsanya.

d. Landak

Landak mempunyai kulit berduri dan kaku. Saat menghadapi bahaya, landak mengembangkan durinya. Selain itu, landak juga berusaha membelakangi musuh. Dengan demikian, apabila musuhnya menyerang, tubuh musuh akan tertusuk duri. Walaupun duri landak ini tidak beracun, tetapi dapat membuat lawannya terluka.

49

Choiril Azmiyawati, dkk, IPA Salingtemas untuk kelas V SD/MI, (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 51.


(43)

e. Trenggiling dan Luing

Trenggiling dan luing akan menggulung tubuhnya jika mendapat gangguan dari luar. Trenggiling mempunyai kulit berupa sisik yang keras. Saat menggulung, bagian perutnya yang lunak akan terlindungi suatu perisai yang sangat keras.

B. Adaptasi Tumbuhan dengan Lingkungannya

1. Tumbuhan Beradaptasi untuk Memperoleh Makanan

Ada beberapa tumbuhan yang dapat menyesuaikan diri dengan baik di tanah yang kurang subur, salah satunya adalah kantong semar. Tumbuhan kantong semar dapat memperoleh makanannya dan memenuhi kebutuhan akan zat hara dengan cara menangkap serangga.

Tumbuhan kantong semar mempunyai daun berbentuk kantong. Di dalam kantong itu terdapat cairan. Bau yang dikeluarkan tumbuhan ini mengundang serangga agar mendekat serangga yang hinggap di tepi kantong akan jatuh tergelincir dan terperangkap oleh cairan di dalam kantong. Serangga terperangkap menjadi sumber zat hara bagi kantong semar. Tumbuhan pemakan serangga seperti kantong semar disebut tumbuhan insektivor.50

2. Tumbuhan Beradaptasi untuk Kelangsungan Hidup a. Tumbuhan yang Hidup di Air

Teratai, Eceng Gondok, dan Kangkung

Teratai, eceng gondok, dan kangkung adalah jenis tumbuhan yang hidup di air. Tumbuh-tumbuhan tersebut menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan cara berbeda-beda. Teratai akarnya berada di dasar perairan dan batangnya berada di dalam air. Sementara itu, daunnya menyembul di permukaan. Daun tumbuhan teratai lebar dan tipis. Bentuk daunnya yang seperti ini dapat memudahkan terjadinya penguapan.

Tumbuhan eceng gondok akarnya tidak menancap di dasar perairan. Akar tumbuhan ini sangat lebat dan berguna untuk menjaga keseimbangan

50


(44)

agar tidak terbalik. Tumbuhan eceng gondok dapat mengapung di air karena di seluruh batangnya

b. Tumbuhan yang Hidup di Daerah Kering

Tumbuhan yang hidup di daerah kering harus berhemat dalam menggunakan air. Ada berbagai cara menghemat air salah satunya dengan mengurangi penguapan. Dengan demikian, air yang keluar dari tumbuhan melalui daun bisa berkurang.

Beberapa tumbuhan mempunyai cara tersendiri dalam mengurangi penguapan. Ada yang menggugurkan daunnya pada musim kemarau. Misalnya pohon jati dan pohon mahoni.

Akan tetapi, ada tumbuhan yang dapat menyesuaikan diri dengan baik di tanah yang kurang subur, misalnya kantong semar. Tumbuhan ini mampu memenuhi kebutuhan akan zat hara dengan cara menangkap serangga.

Sementara itu, kaktus menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui dua cara. Pertama, mengubah bentuk daunnya menjadi duri. Kedua, batangnya berdaging dan berkulit tebal. Batang yang seperti ini untuk menyimpan air. Dengan demikian, kaktus dapat mengurangi penguapan dan tidak kekeringan. Pada saat musim hujan, kaktus menyerap air sebanyakbanyaknya. Air tersebut disimpan di dalam batang. Cadangan air ini digunakan ketika musim kering tiba.51

3. Tumbuhan beradaptasi untuk melindungi diri dari musuh

Tumbuhan memiliki bagian tubuh yang berguna untuk melindungi diri. Bagian tubuh setiap tumbuhan tersebut berbeda-beda. Berikut adalah beberapa tumbuhan dan caranya beradaptasi untuk melindungi diri dari musuh.52

51

Choiril Azmiyawati, dkk, h. 56. 52


(45)

a. Bunga Mawar

Tumbuhan mawar atau bunga mawar memiliki duri. Duri itu berguna untuk melindungi diri dari gangguan hewan dan manusia. Selain mawar, tumbuhan yang melindungi diri dengan duri antara lain, tumbuhan jeruk, durian, dan salak. Duri tersebut dapat melukai musuh yang hendak mengganggunya.53

b. Pohon Nangka, Pohon Karet, dan Bunga Kamboja

Jenis-jenis tumbuhan tersebut mampu mengeluarkan getah. Getah dapat menempel ke tubuh hewan yang mengganggunya. Getah yang menempel menyebabkan hewan sulit bergerak. Dengan demikian, tumbuhan tersebut terhindardari gangguan hewan.54

c. Buah Durian

Kulit buah durian memiliki duri yang sangat tajam.Duri ini sebagai alat pertahanan diri dari musuhnya.Adanya kulit berduri ini membuat biji yang berada didalam buah terlindung. Biji pada buah durian dapatdigunakan sebagai alat perkembangbiakan.55

Itulah beberapa cara tumbuhan melindungi diri dari musuhnya. Tumbuhan melindungi diri menggunakan bagian-bagian tubuhnya.

3. Hasil Penelitian yang Relevan

a. Hasil penelitian Arbangatun Fitria Ningrum. 2012. yang berjudul

“Pengaruh Model Cooperative Learning Teknik Make a Match Terhadap Hasil Belajar IPS (Kelas IV SD Negeri Limbasari Kecamatan Bobotsari

Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah)” diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil Post Test mata pelajaran IPS pada siswa yang diberi perlakuan (kelas eksperimen) sebesar 78,4992 dengan model Cooperative Learning teknik Make a Match dengan siswa yang tidak diberi perlakuan (kelas kontrol) sebesar 69,4993. Untuk mengetahui perbedaan yang nyata maka dilakukan analisis statistik dengan

53

Priyono dan Titik Sayekti, Ilmu Pengetahuan Alam 5,…. h. 74. 54

Choiril Azmiyawati, dkk, …h. 54. 55


(46)

uji-t yang didapatkan harga t sebesar 2,209. Dengan demikian penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh model Cooperative Learning teknik Make a Match terhadap hasil belajar IPS siswa kelas IV.

b. Hasil penelitian Tunggul Siswo Utomo. 2010. yang berjudul “Pengaruh Persepsi Siswa Tentang Metode Make a Match dan Motivasi Belajar terhadap Hasil Belajar Ekonomi (Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri

1 Wuryantoro Tahun Pelajaran 2009/2010) diperoleh kesimpulan bahwa:

1) Persepsi siswa tentang metode pembelajaran make a match berpengaruh terhadap hasil belajar ekonomi siswa kelas X SMA Negeri 1 Wuryantorotahun pelajaran 2009/2010. Hal ini terbukti dari hasil analisis regresi yang memperoleh nilai thitung sebesar 7,561 diterima pada taraf

signifikansi 5%; (2) Motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap hasil belajar ekonomi siswa kelas X SMA Negeri 1 Wuryantorotahun pelajaran 2009/2010. Hal ini terbukti dari hasil analisis regresi yang memperoleh nilai thitung sebesar 6,749 diterima pada taraf signifikansi 5%; (3) Persepsi siswa tentang metode pembelajaran make a match dan motivasi belajar siswa secara bersama-sama berpengaruh terhadap hasil belajar ekonomi siswa kelas X SMA Negeri 1 Wuryantorotahun pelajaran 2009/2010. Hal ini terbukti dari hasil analisis regresi yang memperoleh nilai Fhitung sebesar 88,801 diterima pada taraf signifikansi 5%; (4) Persepsi

siswa tentang metode pembelajaran make a match memberikan sumbangan efektif sebesar 32,6%, dan motivasi belajar siswa memberikan sumbangan efektif sebesar 27,7% terhadap hasil belajar ekonomi. Secara keseluruhan persepsi siswa tentang metode pembelajaran make a match, dan motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap hasil belajar ekonomi sebesar 60,3%.


(47)

B. Kerangka Berpikir

Gambar 2.2 Kerangka Berpikir

Di dalam proses pembelajaran di sekolah terkadang memberikan hasil yang tidak memuaskan, yakni tidak sesuai seperti apa yang diharapkan pada awal pembelajaran, khususnya pada pelajaran IPA yang disebabkan karena siswa merasa tidak senang dan mereka menganggap bahwa IPA adalah pelajaran yang membosankan, selain itu juga cara pendidik memberi materi dengan cara sama secara terus menerus.

Penggunaan model pembelajaran yang tidak bervariasi dapat mengakibatkan kurang optimalnya hasil yang diperoleh setelah proses belajar mengajar. Hal ini terjadi karena guru tidak menyesuaikan dengan tingkahlakusiswa atau karakterisitik kelas yang diajar. Masih banyak guru

Materi IPA

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match

Proses Pembelajaran

Tes Hasil Belajar

Hasil Belajar

Guru

Siswa

Model Pembelajaran Metode Ceramah


(48)

menggunakan pembelajaran konvensional dengan ceramah yang dianggap sebagai cara tepat dalam menyampaikan materi kepada siswa. Dengan pembelajaran seperti membuat siswa tidak nyaman bahkan bosan untuk belajar IPA dan ingin mencoba dengan model pembelajaran yang berbeda dari biasanya.

Melalui pembelajaran kooperatif metode make a match ini memberi gambaran bahwa pembelajaran dapat dilakukan secara aktif dengan menggunakan kartu dan proses ini dapat dijadikan salah satu alternatif metode pengajaran oleh para pendidik. Dengan make a match, pembelajaran dapat membangkitkan keaktifan siswa, juga melibatkan pertukaran ide atau gagasan atau pengetahuan.

Make a match akan memberi keuntungan, selain membangkitkan

keaktifan peserta didik, mereka mendapat kebebasan dalam mengajukan ide-ide dari pengetahuan yang dimiliki serta berdiskusi terkait pembelajaran tanpa takut untuk berargumentasi. Selain itu, make a match ini akan menciptakan pembelajaran IPA yang lebih bermakna, karena cara pendidik menyajikan pembelajaran dengan cara yang berbeda dari yang biasa digunakan.

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas maka dapat diharapkan pembelajaran kooperatif tipe make a match ini dapat mempengaruhi hasil belajar. Singkatnya, dengan penggunaan make a match ini hasil belajar peserta didik akan meningkat dan lebih baik dalam memahami materi IPA yang diberikan serta mampu untuk meggunakannya dalam memecahkan permasalahan.

C. Pengajuan Hipotesis

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe make a match terhadap hasil belajar IPA siswa pada materi adaptasi makluk hidup.


(49)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang dijadikan penelitian adalah MI Raudlatul Jannah yang beralamat di Jalan Palmerah Utara II RT 02 RW 005 No. 10, Palmerah, Jakarta Barat. Penelitian ini dilakukan pada semester ganjil pada tahun ajaran 2013/2014.

B. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang berfungsi sebagai sumber data.1 Dalam penelitian ini, populasi yang penulis ambil sebagai objek penelitian adalah siswa MI Raudlatul Jannah.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti.2 Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling.

Purposive sampling ialah sampel yang dipilih dengan pertimbangan

karakteristik tertentu.3 Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah siswa kelas V A sebagai kelompok eksperimen yang mendapatkan pembelajaran dengan model kooperatif tipe make a match. Kelompok kontrolnya adalah kelasV B yang mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah.

C. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuasi eksperimen (quasi-experiment research) karena kelompok-kelompok yang terpilih masih dapat berhubungan dan berada pada keadaan apa adanya, sehingga peneliti tidak dapat mengatur sendiri variabel bebasnya. Penelitian

1

Hadeli, Metode Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Quantum Teaching, 2006), h. 67. 2

Nuraida dan Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research Publishing, 2009), h. 88.

3

Hamid Darmadi, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), h.51.


(50)

quasi eksperimen merupakan metode yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap variabel dan kondisi-kondisi eksperimen. Dalam penelitian ini, peneliti ikut serta dalam penelitian yaitu dengan cara mengajar di sekolah tersebut.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Control Group Pre-Test and Post-Test Design. Pada kelompok eksperimen diberi perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak diberi perlakuan, akan tetapi keduanya dilakukan pretest dan posttest. Tes yang diberikan ditujukan untuk mengetahui hasil belajar IPA siswa pada aspek kognitif. Desain penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretest Perlakuan Postest

Eksperimen T1 XE T2

Kontrol T2 XK T2

Keterangan:

T1 = Tes awal (Pretest)

T2 = Tes akhir (Postest)

XE = Perlakuan pada kelas eksperimen menggunakan make a

match

Xk = Perlakuan pada kelas kontrol menggunakan ceramah

D. Variabel Penelitian

Variabel adalah gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian. Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang akan dijadikan objek penelitian.

Dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah model pembelajaran kooperatif tipe make a match, sedangkan variabel terikat adalah hasil belajar IPA.


(51)

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun tahapan pengumpulan data yang dilakukan penulis sebagai berikut: 1. Dilakukan observasi untuk menentukan kelas yang akan dijadikan obyek

penelitian serta menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol.

2. Siswa diberikan perlakuan, bagi kelas eksperimen diajarkan dengan model pembelajaran tipe make a match dan kelas kontrol yang diajarkan dengan metode ceramah.

3. Siswa diberikan tes berupa pretest dan postest. Pretest digunakan untuk menentukan uji normalitas dan homogenitas soal IPA pada kedua kelas dengan soal yang sama. Dan postest untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dan siswa yang tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match.

4. Siswa dinilai dari hasil tes yang diperoleh dari kedua kelompok di atas, yaitu kelompok kelas eksperimen dan kelas kontrol terhadap hasil belajar IPA.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah berupa tes obyektif dalam bentuk pilihan ganda yang terdiri dari empat opsi. Tes yang digunakan dalam penelitian perlu dilakukan uji validitas agar ketetapan alat penelitian terhadap konsep yang dinilai sesuai, sehingga benar-benar menilai apa yang seharusnya dinilai.

Uji yang digunakan ialah pretest dan postest. Pretest untuk mengetahui kehomogenitasan dan kenormalitasan data. Postest digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa yang menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe make a match dan siswa yang tidak menggunakanmetode pembelajaran kooperatif tipe make a match.

Agar penulisan soal sesuai dengan materi dan standar kompetensi, maka peneliti membuat kisi-kisi instrumen tes sebagai berikut:


(52)

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Belajar Pada Materi Adaptasi Makhluk Hidup

Kompetensi Dasar Konsep Indikator Pembelajaran

Tingkatan Kognitif

Jumlah Soal

C1 C2 C3

3.1 Mengidentifikasi penyesuaian diri hewan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup

Pengertian adaptasi

1. Menjelaskan definisi adaptasi

*1 *2, 3 3

Pengertian habitat

2. Menjelaskan pengertian habitat

*4 1

Macam-macam adaptasi (morfologi, fisiologi, tingkah laku)

3. Menyebutkan macam-macam adaptasi (morfologi, fisiologi, dan tingkah laku)

*5 1

4. Menjelaskan pengertian dari jenis-jenis adaptasi (morfologi, fisiologi, dan tingkah laku)

*6, 7, 8 3

5. Menyebutkan contoh dari adaptasi morfologi 9, 10, 12,

*13, *15, *16 11, 14 8

6. Menyebutkan contoh dari adaptasi fisiologi

*17, *18, *19 3

7. Menyebutkan contoh dari adaptasi tingkah

laku *21, 22, 23,

*25, *26 20, 24 7


(53)

Kompetensi Dasar Konsep Indikator Pembelajaran

Tingkatan Kognitif

Jumlah Soal

C1 C2 C3

Istilah mimikri dan autotomi

8. Menjelaskan istilah mimikri dan autotomi

dalam adaptasi tingkah laku *27, *28 2

9. Menunjukkan hewan yang beradaptasi

dengan autotomi dan mimikri *29 1

3.2 Mengidentifikasi penyesuaian diri tumbuhan dengan lingkungan tertentu untuk mempertahankan hidup

Adaptasi pada tumbuhan

1. Menentukan tumbuhan yang beradaptasi untuk memperoleh makanan

*30, 31, *32,

*33 4

2. Menentukan tumbuhan yang beradaptasi

untuk kelangsungan hidup 38, *39,

*34, 35, 36, *37, *40, 41,

*42

9

3. Menentukan tumbuhan yag beradaptasi untuk

melindungi diri dari musuh *43, *44, *45 3

Jumlah Soal 19 12 14 45

Ket. * = Soal valid


(54)

Sebelum instrumen digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji coba kepada responden di luar kelas eksperimen dan kelas kontrol, dan sebelum dilakukan penelitian, peneliti melakukan uji validitas dan uji homogenitas.

1. Uji Validitas

Validitas menunjukkan ketepatan dan kecermatan alat ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya.4 Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar (konstruk) pertanyaan dalam mendefiniskan suatu variabel.5 Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat.

Uji validitas instrumen ini menggunakan product moment, yaitu:6 rxy =

N∑XY− ∑X (∑Y)

√ �∑ 2− ∑ 2 {�∑ 2− ∑ 2}

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y

X = Skor item ke-i dimana i = 1,2,3,4, … k Y = Skor total

N = Jumlah butir soal

Hasil yang didapat kemudian disesuaikan dengan rtabel dengan kriteria

pengujian sebagai berikut: Jika rhitung rtabel maka butir soal tersebut valid dan jika

rhitung rtabel maka butir soal tersebut tidak valid.

Perhitungan uji validitas dalam penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan program anates yang dapat dilihat dari tabel berikut ini :

4

Nuraida dan Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research Publishing, 2009), h. 114.

5

Ibid, h. 114 6

Lilik Nofijanti, dkk, Evaluasi Pembelajaran Edisi Pertama Paket 8-14, (Bandung: LAPIS PGMI, 2008), h. 9-10.


(55)

Tabel 3.3

Hasil Uji Validitas Instrumen Tes

Statistik Butir Soal

Jumlah Soal 45

Jumlah Siswa 28

Nomor Soal Valid

1, 2, 4, 5, 6, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 32, 33, 34, 37, 39, 40, 42, 43, 44,

45

Nomor Soal Tidak Valid 3, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 14, 20, 22, 23, 24, 31, 35, 36, 38, 41

Jumlah Soal Valid 28

Berdasarkan hasil perhitungan anates dari 45 soal yang diberikan terdapat 27 soal yang valid. Sedangkan soal yang tidak valid sebanyak 18 soal. Sebanyak 2 soal dibuang atau tidak digunakan karena indikator pembelajaran dalam kedua soal tersebut sudah terwakili. Dengan demikian, jumlah soal yang digunakan dalam pretest dan posttest adalah sebanyak 25 butir soal.

2. Uji Reliabilitas

Setelah dilakukan uji validitas kemudian dilakukan uji reliabilitas. Realibilitas juga dapat diartikan sama dengan konsistensi atau keajegan.7 Reliabilitas diartikan dengan kestabilan (stability), bilamana tes itu diujikan dan hasilnya diadakan analisis reliabilitas dengan menggunakan kriteria internal dalam tes tersebut.8 Suatu alat evaluasi atau tes dikatakan reliabel jika tes tersebut dapat dipercaya, konsisten, atau stabil produktif, jadi yang diperhitungkan adalah ketelitiannya.

7

Sukardi, Evaluasi Pendidikan: Prinsip dan Operasionalnya Edisi 1 Cetakan 5, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 43.

8

Lilik Nofijanti, dkk, Evaluasi Pembelajaran Edisi Pertama Paket 8-14, (Bandung: LAPIS PGMI, 2008), h. 10-8.


(56)

Uji realibitas ini menggunakan rumus Kuder Richardson atau KR-20, yaitu:9

r11=

1 (

2−∑

2 )

Keterangan:

r11 = Koefisien realibitas internal seluruh item

p = Proporsi subjek yang menjawab dengan benar q = Proporsi subjek yang menjawab salah (q = 1 - p)

∑pq = Jumlah hasil perkalian p dan q K = Banyaknya item

S = Standar deviasi dari tes

Tabel 3.4 Kriteria Reliabilitas

Koefisien korelasi Kriteria

0,00 ≤ r < 0,20 Sangat rendah

0,20 ≤ r < 0,40 Rendah

0,40 ≤ r < 0,60 Sedang

0,60 ≤ r < 0,80 Tinggi

0,80 ≤ r < 1,00 Sangat tinggi

3. Uji Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Soal yang baik tidak hanya didasarkan pada validitas dan reliabilitasnya saja tetapi juga perlu dilakukan tes taraf kesukaran.

Untuk menghitung taraf kesukaran digunakan rumus sebagai berikut:10

TK = �

�� � � �

Keterangan:

TK = Tingkat kesukaran

B = Jumlah skor siswa yang menjawab dengan benar N = Jumlah seluruh

9

Ibid, h. 10-12.

10


(57)

Tabel 3.5 Kriteria kesukaran

Rentang nilai Tingkat kesukaran

0,0 Sangat sukar

0,01 – 0,39 Sukar

0,40 – 0,80 Sedang (Baik)

0,81 – 0,99 Mudah

1,00 Sangat mudah

4. Uji Daya Beda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Seluruh peserta tes dibagi menjadi dua bagian yaitu upper group (siswa berkemampuan tinggi) dan lower group (siswa berkemampuan rendah).

Langkah-langkah yang telah dilakukan untuk menganalisis daya pembeda butir tes adalah mengurutkan jawaban siswa siswi mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah. Kemudian membagi kelompok atas dan kelompok bawah masing-masing 25% atau 30% atau 40%. Langkah selanjutnya ialah memberi skor 1 untuk setiap jawaban yang benar dan 0 untuk jawaban yang salah pada tes pilihan ganda, sedangakn pada tes essay diberikan skor sesuai dengan rentangan yang ditentukan. Terakhir, Menghitung daya beda dengan rumus yang telah ditentukan, yakni:11

DB = �−�

�� � � � �

Keterangan:

DB = Daya beda U = Kelompok tinggi L = Kelompok rendah

Nup = Jumlah siswa Upper atau Lower

11


(58)

Tabel 3.6 Kriteria Daya Beda

Rentang nilai Kriteria

0,70 – 1,00 Baik sekali

0,40 – 0,69 Baik

0,20 – 0,39 Cukup

0,00 – 0,19 Jelek

-1,00 – 0,00 Jelek sekali

D. Teknik Analisis Data 1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian.12 Uji normalitas data ini dilakukan untuk mengetahui sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji kenormalan yang digunakan adalah uji lilifors.

Data sampel diurutkan dari yang terkecil hingga terbesar. Nilai Zi

ditentukan dengan rumus Zi=

Xi −X̄

. Dengan keterangan Zi =Skor baku, X̄ = Nilai

rata-rata, Xi = Skor data, dan S= Simpangan baku. Kemudian besar peluang

ditentukan untuk masing-masing nilai Zi jika berdasarkan tabel Zi dan disebut

dengan F (Zi) dengan rumus F (Zi) = P (z ≤ zi).

Z1, Z2, Z3, … Zn dihitung dengan rumus S(Zi) = ∑�. Kemudian selisih hasil

kedua dan ketiga dihitung dan ditentukan harga mutlaknya dengan rumus L = F (Zi) - S(Zi). Lalu diambil nilai terbesar antara harga mutlak dari selisih tersebut

yang dinamakan Lo atau Lhitung. Langkah terakhir ialah menyusun kesimpulan,

yaitu pertama, jika Lhitung ≤ Ltabel, maka terima Ho, berarti berdistribusi normal,

atau jika Lhitung≥ Ltabel, maka tolak Ho, berarti tidak berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.

12

Nuraida dan Halid Alkaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research Publishing, 2009), h. 123.


(59)

Dalam melakukan uji homogenitas, pertama menentukan hipotesis. Setelah hipotesis ditentukan, data dibagi menjadi dua kelompok. Kemudian dari data tersebut dihitung simpangan baku masing-masing kelompok serta Fhitung

dengan rumus: Fhitung = 1

2

22

, dimana S2 = Ʃ 2− (Ʃ )2

−1 .

Setelah Fhitung diperoleh, selanjutnya ialah menentukan taraf nyata, db

pembilang (varians terbesar), serta db penyebut (varians terkecil). Langkah terakhir ialah menguji homogen dengan pertimbangan jika Fhitung ≤ Ftabel maka Ho

diterima atau jika Fhitung> Ftabel maka Ho ditolak.

3. Pengujian Hipotesis

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus t-test untuk menguji hipotesis. Uji hipotesis ini digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan hasil belajar IPA siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match dengan siswa yang tidak diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe make a match.

Langkah-langkah pengujian hipotesis: Merumuskan hipotesis

Menentukan uji statistik

t

hitung

=

ˉ 1− ̄2

√11 + 1

2

Keterangan:

X1 = Rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen

X2 = Rata-rata hasil belajar kelompok kontrol

n1 = Jumlah sampel kelompok eksperimen

n2 = Jumlah sampel kelompok kontrol

S = Standar deviasi

Jika dari pengujian homogenitas diperoleh hasil bahwa kedua simpangan baku tidak sama (varians tidak homogen), maka uji statistik yang digunakan adalah:

tt = ̄1− ̄2

√( 1²) ˡ + ( 2

²)


(60)

Menentukan kriteria pengujian. Untuk menentukan kriteria pengujian pada pengolahan data dilakukan dengan operasi perhitungan, pengujiannya dengan melihat perbandingan antara thitung dan ttabel.

Membuat kesimpulan:

Jika thitung < ttabel, maka terima Ho

Jika thitung > ttabel, maka tolak Ho

E. Hipotesis Statistik

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Ho : µ1 = µ2

Ha : µ1 > µ2

Keterangan:

µ1 = Nilai rata-rata hasil belajar kelas eksperimen menggunakan make a

match


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data hasil belajar. Kelas yang digunakan sebanyak dua kelas dan subyek sebanyak 56 siswa dengan masing-masing kelas V A berjumlah 28 siswa sebagai kelas kontrol dan kelas V B berjumlah 28 siswa sebagai kelas eksperimen. Pengambilan data diperoleh menggunakan instrumen hasil belajar yang terdiri dari 25 soal pilihan ganda.

Sebelum soal tersebut dibagikan pada kelas eksperimen dan kontrol, soal-soal tersebut terlebih dahulu diujikan di kelas yang lebih tinggi, yakni di kelas VI. Tujuannya ialah untuk memenuhi persyaratan tes, yaitu uji validitas, uji reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda.

Penelitian ini dilakukan selama lima pertemuan. Tiga pertemuan dilakukan untuk pembelajaran dan dua pertemuan dilakukan untuk melakukan pretest dan posttest. Materi yang diajarkan dalam penelitian ini adalah materi Adaptasi Makhluk Hidup. Proses pembelajaran kelas eksperimen dan kelas kontrol mendapatkan perlakuan berbeda. Kelas eksperimen diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match, sedangkan kelas kontrol diajarkan menggunakan ceramah.

1. Nilai Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Hasil dari penelitian ini diambil dari nilai pretest dan posttest kedua kelas. Sebelum proses pembelajaran, kedua kelas masing-masing diberi pretest. Pretest bertujuan untuk mengukur pengetahuan awal siswa tentang materi adaptasi makhluk hidup. Adapun perbandingan hasil pretest kelas eksperimen dan kontrol adalah sebagai berikut:


(62)

Tabel 4.1

Perbandingan Hasil Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Data Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Nilai Maksimum 52 52

Nilai Minimum 32 32

Mean 43,14 42,57

Median 45,50 45,10

Modus 49,50 49,10

Rentang Kelas (R) 20 20

Interval (I) 4 4

Standar Deviasi (SD) 6,80 6,80

Berdasarkan tabel 4.1, diketahui bahwa nilai tertinggi dan terendah pada kelas eksperimen dan kontrol memiliki kesamaan, yaitu masing-masing 52 dan 32.Nilai rata-rata (mean) 43,14 pada kelas eksperimen dan 42,57 pada kelas kontrol. Nilai tengah (median) 45,50 pada kelas ekperimen dan 45,20 pada kelas kontrol. Nilai yang sering muncul (modus) 49,50 pada kelas eksperimen dan 49,10 pada kelas kontrol. Sedangkan standar deviasi (SD) pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kesamaan, yaitu 6,80 dengan jumlah subyek 28 siswa. Hal ini menunjukkan kelas yang akan diajarkan tentang materi adaptasi makhluk hidup dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match (kelas eksperimen) kemampuan awalnya sama dengan kelas yang akan diajarkan dengan menggunakan metode pembelajaran konvensional menggunakan ceramah (kelas kontrol).

2. Nilai Postest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Setelah memberikan perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a match, selanjutnya dilakukan posttest. Posttest bertujuan untuk kemampuan dan hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan. Adapun perbandingan hasil posttest kelas eksperimen dan kontrol adalah sebagai berikut:


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)