D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data
1. Prosedur Pengumpulan Data
a. Data Sekunder
Dikumpulkan dengan cara menelaah dan menganalisis literature dan dokumen yang berkaitan dengan obyek penelitian, kemudian membuat
pernyataan-pernyataan. b.
Data Primer Data primer dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan
responden sehubungan dengan faktor-faktor penyebab dan pertanggung jawaban seseorang yang merintangi proses peradilan tindak pidana
korupsi.
2. Prosedur Pengolahan Data
Setelah data terkumpul baik yang diperoleh dari studi kepustakaan, studi
dokumentasi maupun yang diperoleh melalui studi lapangan, maka diolah dengan cara berikut :
a. Editing, yaitu data yang diperoleh diperiksa dan diteliti kembali mengenai
kelengkapannya, kejelasannya, dan kebenarannya, sehingga terhindar dari kekurangan dan kesalahan.
b. Sistematisasi, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap-
tiap pokok bahasan secara sistematis.
E. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif, artinya
menguraikan data yang telah diolah secara rinci kedalam bentuk kalimat-kalimat deskriptif. Analisis kualitatif yang dilakukan bertitik tolak dari analisis empiris,
yang dalam pendalamannya dilengkapi dengan analisis normatif. Berdasarkan hasil analisis ditarik kesimpulan secara deduktif , yaitu cara berpikir yang
didasarkan pada fakta-fakta yang bersifat umum untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan bersifat khusus.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
yang dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Kebijakan penal terhadap seseorang yang merintangi proses peradilan korupsi telah diatur di dalamUndang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, telah mengatur mengenai tindakan lain yang berkaitan dengan korupsi mengenai
hal yang merintangi, mencegah, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
terhadap tersangka atau terdakwa ataupun saksi dalam perkara korupsi. Pasal 21, Pasal 22, Pasal 28, dan Pasal 29 yang terdapat pada Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tidak hanya untuk seorang tersangka pidana korupsi saja melainkan oknum-
oknum tertentu yang dengan sengaja mencegah, memberiakan keterangan palsu, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung
penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun parasaksi dalam perkara korupsi, dengan
tujuan dan maksud-maksud tertentu.