Pendampingan Aparatur Sipil Negara Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan Berdasarkan Permendagri No. 12 Tahun 2014 Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara
LINGKUNGAN PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
NIM: 110200285 VINCENT ARBI NADEAK
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
LINGKUNGAN PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Oleh
NIM: 110200285 VINCENT ARBI NADEAK
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Pidana
NIP: 195703261986011001 Dr. M. Hamdan, S.H,M.Hum
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Syafruddin Kalo. S.H.,M.Hum.
NIP :195102061980021001 NIP: 197404012002121001 Dr. Mahmud Mulyadi, S.H,M.Hum.
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
i
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dengan judul : “Pendampingan Aparatur Sipil Negara Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan Berdasarkan Permendagri No. 12 Tahun 2014 Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara”. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan
I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., MH., DFM., selaku Pembantu Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Bapak Dr. O.K. Saidin, SH., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
5. Bapak Muhammad Hamdan, SH., M.Hum., selaku Ketua Departemen
Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.
6. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH., M.Hum., selaku Dosen
Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini;
(4)
ii
8. Ibu Liza Erwina, SH., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum
Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;
9. Bapak dan Ibu dosen serta para pegawai Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara yang turut mendukung segala urusan perkuliahan dan administrasi penulis selama menjalani perkuliahan.
Penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua tercinta, M.M. Nadeak, S.H. dan Dra. R.Silalahi yang selalu
memberikan teguran-teguran moral yang selalu menjadi motivasi untuk menjalani hidup kedepannya dan selalu tak hentinya membantu penulisan skripsi ini. “Satongani Tangiang do Ulaon”. Untuk mama tersayang yang selalu tak lupa untuk selalu mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis agar selalu sukses dan menjadi panutan bagi semua keluarga.
2. Kepada kakakku Vina Yusniar Nadeak, S.H. yang juga tak lupa ngirim
bantuan materil dan menjadi motivasi untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik lagi dan bisa menjadi kebanggan keluarga. Terimakasi ye untuk kirimannye kak. Dan juga untuk adik-adikku, Vinchia Yohana Retta Nadeak, Vivianne Irene Rola Nadeak, Wan Steven Reiski Guido Nadeak yang selalu menjadi teman berantam penulis saat dalam keadaan bosan.
(5)
iii
4. Untuk Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) DPC Medan
yang memberikan cerita baru saat maperca XI dan menambah wawasan dengan teman-teman fakultas hukum yang berlainan universitas.
5. Kepada semua orang yang telah membantu dan mendukung penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini dan tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu. Akhir kata, Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan, baik itu kata-kata maupun perbuatan. Semoga yang penulis sajikan dalam skripsi ini dapat membawa manfaat bagi kita semua.
Medan, April 2015
(6)
iv
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAK ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 10
D. Keaslian Penulisan ... 11
E. Tinjauan Kepustakaan ... 12
F. Metodologi Penulisan ... 18
G.Sistematika Penulisan ... 21
BAB II PERAN DAN FUNGSI PEGAWAI ASN BIRO HUKUM DALAM MENDAMPINGI PEGAWAI ASN YANG TERKAIT TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PELAKSANAAN TUGAS KEDINASAN ... 23
A.Struktur Organisasi Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara ... 23
B. Tugas Pokok dan Fungsi Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara ... 25
C. Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara ... 32
D. Peran Dan Fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum Dalam Mendampingi Pegawai ASN Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan ... 37
(7)
v
B. Keterbatasan Keahlian ... 64
C.Sosialisasi dan Penyebaran Informasi Pendampingan Minim .. 68
BAB IV SOLUSI HAMBATAN PERAN DAN FUNGSI PENDAMPINAN PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA BIRO HUKUM ... 72
A. Dukungan Peraturan Perundang-Undangan ... 73
B. Dukungan Instansi Pemerintah Provinsi ... 78
C. Peningkatan profesionalisame ASN Biro Hukum ... 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
A. Kesimpulan ... 87
B. Saran ... 88
(8)
vi
Kedudukan Aparatur Sipil Negara di Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis. Namun, sejalan dengan strategisnya kedudukan tersebut sangat rawan untuk jatuh kedalam tindak pidana korupsi meskipun pegawai tersebut tidak mengetahui bahwa perbuatan sudah termasuk kedalam tindak pidana tersebut. Dengan kondisi seperti tersebut di atas menimbulkan keengganan sementara pegawai Aparatur Sipil Negara untuk diangkat menjadi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Bendahara. Hal ini cukup beralasan karena tidak semua PPTK dan Bendahara dengan latar belakang Sarjana Hukum atau mengetahui ilmu hukum secara umum. Sehingga mereka takut jika sewaktu-waktu dalam melaksanakan tugas sebagai PPTK dan Bendahara melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan disinilah mereka membutuhkan bantuan hukum.
Permasalahan yang diuraikan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakan peranan Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dalam memberikan bantuan hukum kepada ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalam menjalankan tugas-tugasnya serta apasajakah yang menjadi hambatan yang ditemui ASN Biro Hukum dalam melakukan pendampingan terhadap ASN yang terkait tindak pidana mengingat pendampingan yang dilakukan Seorang Aparatur Sipil negara adalah hal yang sangat baru dalam tata hukum di Indonesia.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan dan pembahasan skripsi ini adalah secaya yuridis normatif dan yuridis empiris. Secara yuridis normatif yakni melakukan pengumpulan data melalui bahan kepustakaan hukum maupun peraturan perundang-undangan. Sedangkan yuridis empiris dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh melalui wawancara yang penulis lakukan di Kantor Gubernur Sumatera Utara. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014, Seorang Pegawai ASN Biro Hukum dapat mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana hanya dalam tingkatan penyelidikan dan penyidikan dengan memberikan pemahaman hukum hak dan kewajiban dalam pemeriksaan, ketentuan hukum acara, materi delik pidana yang disangkakan dan hal-hal yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi baik hanya sabagai saksi maupun sebagai tersangka. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, ada beberapa pegawai ASN yang lepas dari sangkaan. Dalam arti dia tidak sengaja melakukan hal tersebut dan tidak memenuhi unsur-unsur pidana yang disangkakan kepadanya.
_________________________
* Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I; Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Dosen Pembimbing II; Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utar
(9)
vi
Kedudukan Aparatur Sipil Negara di Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis. Namun, sejalan dengan strategisnya kedudukan tersebut sangat rawan untuk jatuh kedalam tindak pidana korupsi meskipun pegawai tersebut tidak mengetahui bahwa perbuatan sudah termasuk kedalam tindak pidana tersebut. Dengan kondisi seperti tersebut di atas menimbulkan keengganan sementara pegawai Aparatur Sipil Negara untuk diangkat menjadi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Bendahara. Hal ini cukup beralasan karena tidak semua PPTK dan Bendahara dengan latar belakang Sarjana Hukum atau mengetahui ilmu hukum secara umum. Sehingga mereka takut jika sewaktu-waktu dalam melaksanakan tugas sebagai PPTK dan Bendahara melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan disinilah mereka membutuhkan bantuan hukum.
Permasalahan yang diuraikan dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimanakan peranan Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dalam memberikan bantuan hukum kepada ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalam menjalankan tugas-tugasnya serta apasajakah yang menjadi hambatan yang ditemui ASN Biro Hukum dalam melakukan pendampingan terhadap ASN yang terkait tindak pidana mengingat pendampingan yang dilakukan Seorang Aparatur Sipil negara adalah hal yang sangat baru dalam tata hukum di Indonesia.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan dan pembahasan skripsi ini adalah secaya yuridis normatif dan yuridis empiris. Secara yuridis normatif yakni melakukan pengumpulan data melalui bahan kepustakaan hukum maupun peraturan perundang-undangan. Sedangkan yuridis empiris dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh melalui wawancara yang penulis lakukan di Kantor Gubernur Sumatera Utara. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014, Seorang Pegawai ASN Biro Hukum dapat mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana hanya dalam tingkatan penyelidikan dan penyidikan dengan memberikan pemahaman hukum hak dan kewajiban dalam pemeriksaan, ketentuan hukum acara, materi delik pidana yang disangkakan dan hal-hal yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi baik hanya sabagai saksi maupun sebagai tersangka. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, ada beberapa pegawai ASN yang lepas dari sangkaan. Dalam arti dia tidak sengaja melakukan hal tersebut dan tidak memenuhi unsur-unsur pidana yang disangkakan kepadanya.
_________________________
* Mahasiswa Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I; Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara *** Dosen Pembimbing II; Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utar
(10)
1
Dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar 1945 tentang Sistem Pemerintahan dikatakan, bahwa Indonesia adalah Negara yang berdasar atas
hukum (rechsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Artinya
bahwa hukum itu haruslah menjadi penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bagi setiap warga negara Indonesia, bagi setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga-lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan.
Dalam Musyawarah Nasional (Munas) III Persahi : The rule of Law,
December 1966, asas negara hukum Pancasila mengandung prinsip:
a. Pengakuan dan perlindungan hak asasi yang mengandung persamaan dalam
bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, kulturil dan pendidikan.
b. Peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak terpengaruh oleh
kekuasaan/kekuatan lain apapun.
c. Jaminan kepastian hukum dalam semua persoalan.1
Kepastian hukum yang dimaksud yaitu jaminan bahwa ketentuan hukumnya dapat difahami, dapat dilaksanakan dan aman dalam melaksakannya. Salah satu unsur yang sangat penting sebagai konsekuensi negara hukum ini dalam rangka menegakkan hak-hak asasi manusia, kebenaran dan keadilan, adalah
1
Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 1982, cetakan ke VII, halaman 74.
(11)
pendampingan dalam rangka pemberian bantuan hukum kepada orang atau sekelompok orang yang berhadapan dengan permasalahan hukum.
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, masalah bantuan hukum diatur dalam pasal 56 dan 57, yang pada pokoknya berisikan adanya pengakuan hak-hak perseorangan untuk mendapatkan bantuan hukum dari seseorang yang berkompeten, guna menegakkan kebenaran hukum dan keadilan. Penyelenggaraan bantuan hukum ini sudah menjadi kebutuhan yang memerlukan orang-orang yang professional guna mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.
Seorang pendamping harus professional dalam arti mengerti dan menguasai tugas-tugas pendampingan dan ilmu pengetahuan tentang hukum yang memadai karena peranannya yang sangat penting untuk memberikan bantuan hukum terhadap masyarakat yang kurang memiliki pengetahuan dibidang hukum (dalam hal ini Pegawai Aparatur Sipil Negara yang berhadapan dengan permasalahan hukum dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan) oleh Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum.
Tahun-tahun terakhir ini sangat maraknya berita dalam media massa dan elektronik tentang pegawai Aparatur Sipil Negara yang terlibat kasus-kasus penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugas-tugasnya. Seperti yang disampaikan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementrian Dalam Negeri
Djohermansyah Djohan dalam situs web sindonews.com, dari tahun 2005 hingga
(12)
korupsi. Menurutnya, data yang dimiliki Kementerian Dalam Negeri sebanyak 1.221 orang PNS terjerat kasus hukum.
PNS ini biasanya efek dari kepala daerahnya yang kena kasus korupsi. “Data tersebut belum diperbaharui dan mungkin bisa meningkat jumlahnya,” kata
Djohermansyah memperjelas informasinya di Kemendagri.2
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, oleh karena itu pegawai Aparatur Sipil Negara membutuhkan spirit dan dorongan sebagai salah satu upaya mengembalikan kepercayaan diri bagi setiap pegawai berupa jaminan kondusifitas kerja, kenyamanan dan ketertiban dalam bentuk perlindungan dan bantuan hukum dalam melaksanakan tugasnya sehingga setiap aparatur sipil negara dapat Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari hasil riset di Biro Hukum bahwa selama tahun 2014 ada sebanyak 37 (tiga puluh tujuh) kasus yang berkaitan dengan korupsi dengan melibatkan 114 (seratus empat belas) pegawai ASN Provinsi Sumatera Utara. Dengan kondisi seperti tersebut di atas menimbulkan keengganan sementara pegawai Aparatur Sipil Negara untuk diangkat menjadi Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Bendahara. Keengganan ini cukup beralasan karena tidak semua Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Bendahara dengan latar belakang Sarjana Hukum atau pegawai yang mengetahui ilmu hukum secara umum. Sehingga mereka takut jika sewaktu-waktu dalam melaksanakan tugas sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dan Bendahara melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2
(13)
terkonsentrasi dalam mengemban tugas dan tanggungjawabnya dalam melaksanakan kebijakan dan pelayanan publik.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara pada pasal 3 huruf (f) tentang jaminan perlindungan hukum bagi aparatur sipil negara dalam melaksanakan tugas dan pasal 92 ayat 1 huruf (d) tentang bantuan hukum dan pada pasal 92 ayat 3 ditegaskan tentang Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa pemberian bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya.
Teknis pelaksanaan bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 92 Undang-Undang No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 12 tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dimana pada pasal 13 ayat 1 berbunyi : Biro Hukum Provinsi melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara pidana yang dilakukan oleh Gubernur/Wakil Gubernur dan CPNS/PNS Provinsi.
Selanjutnya dalam pasal 15 disebutkan Pendampingan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14, memberikan pemahaman hukum antara lain:
a. mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan.
b. ketentuan hukum acara pidana.
c. mengenai materi delik pidana yang disangkakan.
(14)
Pendampingan hukum yang dilakukan oleh aparatur Biro Hukum sama dengan yang dilakukan oleh para advokat pada umumnya. Perbedaannya mencakup ruang lingkup pendampingan yaitu dalam tahap Penyelidikan dan penyidikan baik di Kepolisian maupun di Kejaksaan, baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka dan hanya dilakukan untuk Aparatur Sipil Negara di Lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Hal ini cukup beralasan karena Aparatur Sipil Negara yang memberikan bantuan berupa pendampingan bukanlah pengacara profesional yang sudah memenuhi persyaratan untuk melakukan
pendampingan sampai perkaranya berkekuatan hukum tetap (in krach)
sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Pendampingan yang dilakukan terhadap seseorang baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka bukanlah dimaksudkan untuk membela suatu perbuatan yang nyata-nyata sudah bertentangan dengan hukum akan tetapi dimaksudkan untuk pemenuhan hak-hak seseorang yang diduga telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum demi tegaknya kebenaran dan keadilan. Dalam hal ini setiap orang harus menghormati asas Praduga tidak bersalah sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Pendampingan ini dilakukan oleh karna setiap orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam suatu tindak pidana, belum tentu bersalah oleh karena
asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption of Innocence) yang dianut dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana di Indonesia yang dimuat dalam penjelasan umum KUHAP butir ke 3 huruf c, yaitu:
(15)
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Hal ini juga diatur dalam pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu:
“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
Menurut ketentuan kedua undang-undang ini tersangka harus ditempatkan pada kedudukan manusia yang memiliki hakikat martabat. Dia harus dinilai sebagai subjek, bukan objek. Yang diperiksa bukan manusia tersangka. Perbuatan tindak pidana yang dilakukannyalah yang menjadi objek pemeriksaan. Ke arah kesalahan tindak pidana yang dilakukan pemeriksaan ditujukan. Tersangka harus dianggap tidak bersalah, sesuai dengan asas praduga tak bersalah sampai
diperoleh putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap.3
Pada dasarnya, problematik penerapan asas praduga tidak bersalah dalam perkara pidana ini, berkaitan dengan kedudukan yang tidak seimbang antara tersangka dengan aparat hukum yang berkepentingan, sehingga dikuatirkan tindak sewenang-wenang dari aparat hukum. Hukum pidana sebagai hukum publik
3
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan
(16)
mengatur kepentingan umum, sehingga berhubungan dengan negara dalam melindungi kepentingan umum. Kedudukan tidak seimbang dalam perkara pidana memungkinkan terjadinya perlakuan sewenang-wenang dari aparat hukum terhadap tersangka yang dianggap telah melanggar kepentingan umum dalam proses pemidanaan sebagai orang yang bertanggung jawab atas terjadinya ketidakseimbangan tatanan dalam masyarakat akibat adanya pelanggaran hukum. Maka dari itulah pentingnya bantuan hukum dari seorang yang professional untuk
memberikan hak-hak bagi si tersangka.4
Penggunaan cara kekerasan dalam proses pemidanaan oleh polisi sebagaimana juga dikemukakan oleh Raharjo dalam penelitiannya bahwa polisi masih sering menggunakan kekerasan untuk mendapat pengakuan atas keterangan dari tersangka, membuat asa praduga tidak bersalah dalam perkara pidana sangat
diutamakan dibandingkan dengan perkara lainnya.5
Secara umum di Indonesia salah satu tugas dan kewajiban seorang pendamping hukum atau yang akrab disebut Advokat sebagai pemberi bantuan hukum di lingkungan peradilan adalah pemenuhan kualifikasi dasar agar dapat berinteraksi secara fungsional dengan pelaku peradilan lainnya, dan menjamin terselenggaranya proses peradilan yang mengedepankan prinsip sederhana, murah,
dan cepat. 6
4
Agus Raharjo dan angkasa, “Perlindungan Hukum Terhadap Terasangka Dalam
Penyelidikan dari kekerasan Penyidik di Kepolisian Resort Banyumas”, Mimbar Hukum vol.23
no. 1, Februari 2011, hal 239.
5
Agus Raharjo, “Membangun Hukum yang Humanis”, Pro Justitia, vol. 20, No. 2, April 2002, hal. 67.
6
Binziad Kadafi,dkk,advokat indonesia mencari legitimasi, penerbit pusat studi hukum & kebijakan Indonesia, jakarta, 2001, hal. 95 .
Hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia mengakui bahwa sangat penting seorang pendamping yang berwawasan hukum bahkan hanya sampai di
(17)
tingkatan-tingkatan tertentu. Misalnya sampai dalam tingkat penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyelidik dan penyidik.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa hak seorang tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum dijamin oleh Undang-Undang sebagaimana diatur dalam pasal 54 KUHAP, yaitu :
“Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapatkan bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.”
Dalam hal ini jelas bahwa tersangka sejak dalam tahap pemeriksaan
dipenyidikan sudah boleh menikmati atau memperoleh haknya, salah satunya adalah hak untuk mendapat bantuan hukum atau nasihat hukum. Dalam UU No. 18 Tahun 2003 pasal 22 ayat 1 juga dikatakan bahwa Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu. Ini memberikan suatu pemahaman, dimana hak tersangka merupakan jaminan dari hak asasi manusia (HAM), dengan adanya bantuan hukum atau penasihat hukum membantu memberikan perlindungan terhadap tersangka dalam hal ini apa yang menjadi hak tersangka itu tidak dapat dicabut atau diganggu gugat. Sebagaimana terlihat bahwa kedudukan dan peran Pegawai Negeri Sipil sangat penting dan menentukan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional.
Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata dan berkesinambungan antara
(18)
materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelancaran dan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan Pembangunan Nasional terutama tergantung dari kinerja Aparatur Sipil Negara.
Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional sebagaimana tersebut di atas diperlukan adanya Pegawai Negeri Sipil yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, bersih, berkualitas tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya sebagai unsur aparatur.
Alasan penulis memilih judul di lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara adalah karena dari data yang dikemukakan oleh Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, Pegawai Aparatur Sipil Negara Provinsi Sumatera Utara termasuk ke dalam data Pegawai Aparatur Sipil Negara yang melakukan korupsi dari tahun 2005 sampai 2014. Sehingga peran pendampingan ASN Biro Hukum sangat diperlukan di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian latar belakang tersebut diatas ada beberapa masalah yang akan menjadi pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yaitu :
1. Bagaimana peran dan fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum
dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara?
(19)
2. Apakah hambatan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara?
3. Apakah solusi untuk mengatasi hambatan peran dan fungsi Pegawai Aparatur
Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya dalam Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang dipilih di atas tujuan yang ingin dicapai adalah
1. Mengetahui bagaimana peran dan fungsi Pegawai ASN Biro Hukum dalam
mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalama pelaksanaan tugas kedinasan.
2. Mengetahui hambatan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Pegawai Aparatur
Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.
3. Mengetahui solusi untuk mengatasi hambatan peran dan fungsi Pegawai
Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya dalam Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara.
(20)
2. Manfaat Penulisan
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan hasilnya dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.
a) Manfaat teoritis yang dimaksudkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
mengembangkan ilmu hukum pidana, khususnya dalam tata acara pendampingan yang dilakukan oleh Pegawai ASN Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan Pegawai ASN tersebut dalam pelaksanaan tugas kedinasannya.
b) Manfaat praktis yang dimaksudkan hasil dari penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk bahan masukan bagi setiap Pegawai Aparatur Sipil Negara yang kurang memahami tentang hukum yang berlaku di Indonesia agar mengetahui hak-haknya dalam proses beracara pidana mengingat adanya peraturan baru yang mengatur hal tersebut.
D. Keaslian Penulisan
“Pendampingan Aparatur Sipil Negara Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan Berdasarkan Permendagri Nomor
12 Tahun 2014 Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara”, yang
diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Dengan meneliti dan menelaah peraturan perundang-undangan baru yang berkaitan dengan hukum pidana, Judul diangkat penulis dan telah lolos dari uji bersih yang dilakukan oleh bagian kepustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Bila ternyata dikemudian hari ditemukan Skripsi yang sama,
(21)
penulis siap bertanggung jawab sepenuhnya untuk diberikan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
E. Tinjauan Kepustakaan
1. Pengertian Pendampingan Hukum
Sebelum kita masuk kedalam pengertian dari Pendampingan Hukum, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian dari Pendampingan. Pendampingan memiliki kata dasar “damping” yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti dekat dengan seseorang (mengikuti seseorang kemanapun dia bergerak).
Pendampingan adalah Upaya terus menerus dan sistematis dalam mendampingi (menfasilitasi) individu, kelompok maupun komunitas dalam mengatasi permasalahan dan menyesuaikan diri dengan kesulitan hidup yang dialami sehingga mereka dapat mengatasi permasalahan tersebut dan mencapai
perubahan hidup ke arah yang lebih baik. Pendampingan merupakan proses
interaksi timbal balik (tidak satu arah) antara individu/ kelompok/komunitas yang mendampingi dan individu/kelompok/komunitas yang didampingi yang bertujuan memotivasi dan mengorganisir individu/ kelompok/komunitas dalam mengembangkan sumber daya dan potensi orang yang didampingi dan tidak menimbulkan ketergantungan terhadap orang yang mendampingi (mendorong kemandirian). Pendampingan dapat dilakukan dalam berbagai bentuk maupun situasi dengan pendekatan yang beragam baik formal maupun non formal,
individu, kelompok maupun komunitas.7
7
(22)
Pendampingan Hukum adalah proses penyuluhan atau pemberian bantuan hukum dari seseorang yang ahli dibidang hukum kepada orang yang membutuhkan jasanya sebagai seorang yang ahli dibidang hukum tersebut. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, Penerima Bantuan Hukum adalah orang atau kelompok orang miskin. Namun, jika dilihat dari perkembangannya, Penerima Bantuan Hukum bukan hanya orang atau kelompok orang miskin saja. Tetapi juga diberikan kepada orang atau sekelompok orang yang buta hukum atau kurang mengerti akan hukum. Hal ini disebabkan karena mereka juga termasuk individu atau kelompok yang memiliki hak, dan hak-hak mereka harus ditegakkan dalam setiap proses perkara yang dihadapinya.
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum, Bantuan Hukum memiliki arti jasa hukum yang diberikan oleh Pemberi Bantuan Hukum secara cuma-cuma kepada Penerima Bantuan Hukum. Sedangkan menurut Adnan Buyung Nasution, pengertian bantuan hukum disini dimaksudkan adalah khusus bantuan hukum bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah atau dalam bahasa populer simiskin, ukuran kemiskinan sampai saat ini masih tetap merupakan masalah yang sulit dipecahkan, bukan saja bagi negara-negara berkembang bahkan negara-negara yang sudah majupun masih
tetap menjadi masalah.8
8
Adnan Buyung Nasution, Bantuan Hukum di Indonesia, Bantuan Hukum dan Politik
(23)
2. Pengertian Aparatur Sipil Negara
Aparatur Sipil Negara adal pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Pegawai ASN terdiri dari Pegawai Negeri Sipil da diangkat ole pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Istilah Aparatur Sipil Negara (ASN) ini memang masih baru dalam lingkup pemerintahan di Indonesia yang sebelumnya memakai istilah Pegawai Negeri Sipil biasa. Iastilah Aparatur Sipil Negara ini dianggap memiliki pengertian yang lebih luas, pegawai kontrak, bahkan dalam jabatan tertentu, pejabat pembina kepegawaian. Istilah ini mulai dipakai sejak berlakunya UU No. 5 Tahun 2014 Tentang ASN.
3. Pengertian Tindak Pidana
Sebelum menguraikan pengertian korupsi, terlebih dahulu akan diuraikan
pengertian tindak pidana. Tindak pidana sering juga disebut dengan kata “delik”.9
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan sebagai berikut: “Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran
terhadap undang- undang tindak pidana”.10
Pembentukan undang-undang kita menggunakan istilah straafbaarfeit
untuk menyebutkan nama tindak pidana, tetapi tidak memberikan penjelasan
secara rinci mengenai straafbaarfeit tersebut.11
9
Kata “delik” disebut juga dengan delictum (Latin), delict (Jerman dan Belanda), dan
delit (Prancis).
10
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2001.
11
Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta 2008, hal 5.
(24)
straafbaarfeit terdapat dua unsur pembentukan kata yaitu straafbaar dan feit. Perkataan feit dalam Bahasa Belanda diartikan sebagian dari kenyataan, sedangkan straafbaar berarti dapat dihukum, sehingga secara harafiah perkataan straafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum.12
Pengertian dari straafbaarfeit menurut dari salah satu sarjana yaitu E.
Utrecht adalah menterjemahkan dengan istilah peristiwa yang sering juga disebut delik, karena peristiwa itu suatu perbuatan handelen atau doen positif atau suatu melalaikan natalen- negatif, maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan itu). Peristiwa pidana merupakan suatu peristiwa hukum yaitu peristiwa kemsyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum. Tindakan semua unsur dari peristiwa pidana, yaitu perilaku manusia yang bertentangan dengan hukum ( unsur melawan hukum), oleh sebab itu dapat dijatuhi suatu hukuman dan adanya seorang pembuat dalam arti kata bertanggung
jawab. Sedangkan menurut Moeljanto, straafbaarfeit adalah perbuatan yang
dilarang suatu aturan hukum, larangan yang mana disertai sanksi beruoa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar aturan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang hukum dan diancam pidana asal saja dalam hal itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan (yaitu kejadian atau keadaan yang ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan
ancaman pidananya ditujukan pada orang yang menimbulkan kejahatan).13
12
Ibid, hal. 5.
13
(25)
4. Pengertian Korupsi
Dalam Ensiklopedia Indonesia disebut “korupsi” (dari bahasa latin: Corruptio atau penyuapan, corruptore atau merusak) gejala di mana para pejabat, badan-badan negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan,
pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.14
a) Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan
ketidakjujuran.
Adapun arti harfah dari korupsi dapat berupa:
15
b) Perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan
sebagainya.16
c) Korup (busuk; suka menerima uang suap/sogok; memakai kekuasaan untuk
kepeningan sendiri dan sebagainya);
d) Korupsi (perbuatan busuk perti penggelapan uang, penerimaan uang sogok,
dan sebagainya);
e) Koruptor (orang yang korupsi).17
Secara harafiah korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena menyangkut segi- segi moral, sifat, dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta
14
http//ensiklopedia.com
15
S. Wojowasito-W.J.S. Poerwadarminta, kamus lengkap Inggris-Indonesia,
Indonesia-Inggris, Penerbit: Hasta, Bandung.
16
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Penerbit: Balai Pustaka, 1986.
17
(26)
penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabtannya. Dengan demikian, secara harafiah dapat ditarik kesimpulan bahwa
sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas.18
Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dinyatakan bahwa pengertian korupsi mencakup perbuatan yang merugikan negara atau perekonomian negara dan perbuatan yang merugikan masyarakat atau perseorangan seperti penyuapan, gratifikasi, penggelapan uang negara, pemerasan dalam jabatan, pemalsuan dokumen dan sebagainya untuk a. Korupsi penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan
sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain.
b. Korupsi, busuk, rusak, suka memakai barang atau uang yang dipercayakan kepadanya, dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Jika ditelaah dengan kacamata hukum, pengertian korupsi melekat dengan tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan seseorang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi secara melawan hukum, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun (pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).
18
(27)
mengalihkan uang negara, dan turut serta dalam pemborongan, leveransir dan rekanan sedangkan pejabat yang bersangkutan terkait dengan pekerjaan tersebut.
5. Pengertian Tugas Kedinasan
Tugas Kedinasan adalah suatu kegiatan pemerintahan yang mengatur atau mengurus pekerjaan dalam bidang tertentu yang dilakukan oleh pegawai pemerintahan baik pegawai pusat maupun daerah dalam rangka melayani masyarakat untuk mencapai tujuan nasional.
Tujuan nasional ini dapat kita temukan dalam batang tubuh UUD 1945, yaitu:
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional sebagaimana disebut diatas, diperlukan adanya aparatur sipil negara yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara, Pemerintah serta yang bersatu padu, bermental baik, berwibawa, bersih, berkualitas tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya
sebagai unsur aparatur negara, Abdi Negara dan Abdi Masyarakat.19
F. Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri atas:
19
Moch. Faisal Salam, Penyelesaian Sengketa Pegawai Negeri Sipil di Indonesia, penerbit cv. Mandar maju, 2003, hlm. 1.
(28)
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah yuridis normatif (penelitian hukum doktriner) dan yuridis empiris (studi lapangan). Yuridis Normatif yaitu suatu penelitian yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain. Yuridis Empiris yaitu dengan melakukan pengumpulan data yang diperoleh melalui wawancara dari informan yang secara langsung yang ikut terlibat dalam upaya pendampingan yang dilakukan oleh Biro Hukum Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Utara.
2. Sumber Data
Adapun jenis data penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Sumber data Primer adalah sumber data yang diperoleh langsung dari responden atau sumber asli (tidak melalui media perantara). Data primer dapat berupa opini subjek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi
terhadap suatu benda (fisik), kejadian atau kegiatan, dan hasil pengujian.20
a. Bahan Hukum Primer, dalam penelitian ini dipakai:
Maka dari itu data Primer dalam penulisan ini diperoleh dari penelitian lapangan yaitu melalui wawancara dengan Pegawai ASN Biro Hukum di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang secara langsung ikut terlibat dalam upaya pendampingan Pegawai ASN yang terlibat tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya.
Data sekundermerupakan studi kepustakaan yang dilakukan oleh penulis. Data sekunder dalam tulisan ini meliputi:
1. Hukum Acara Pidana yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1981.
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
20
(29)
3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi.
6. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum.
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Penanganan Perkara di Lingkungan Kementrian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah.
b. Bahan Hukum Sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang
diteliti.
c. Bahan Hukum Tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum maupun
kamus umum dan website internet baik itu melalui Google maupun Yahoo. 3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini diperoleh dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder yaitu data primer yang diperoleh dari penelitian lapangan yaitu melalui wawancara dengan Pegawai ASN Biro Hukum di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara yang secara langsung ikut terlibat dalam upaya pendampingan Pegawai ASN yang terlibat tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya. Hal ini digunakan untuk memperoleh hal yang lebih jelas dan lengkap mengenai peran dan tata cara pendampingan yang dilakukannya.
Data sekunder dalam penulisan skripsi ini adalah bahan- bahan kepustakaan hukum dan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang dikemukakan. Data sekunder yang dikumpulkan melalui studi pustaka
(30)
dilakukan untuk mencari berbagai konsepsi, teori-teori, asas-asas, doktrin- doktrin dan berbagai dokumen yang berhubungan dengan pokok persoalan.
4. Analisis Data
Untuk mengolah data yang didapatkan dari penelusuran kepustakaan, maka hasil penelitian ini menggunakan analisa kualitatif. Analisis kualitatif ini pada dasarnya merupakan pemaparan tentang teori-teori yang dikemukakan, sehingga dari teori-teori tersebut dapat ditarik beberapa hal yang dapat dijadikan
kesimpulan dan pembahasan skripsi ini. 21
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk uraian:
Bab I. Pendahuluan
Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan.
Bab II. Peran dan fungsi Pegawai ASN Biro Hukum dalam mendampingi
Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasan di lingkungan pemerintahan provinsi sumatera utara.
21
(31)
Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana peran dan fungsi Pegawai ASN Biro Hukum dalam mendamping Pegawai ASN yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasan.
Bab III. Hambatan dalam pelaksanaan peran dan fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan tugas kedinasan.
Dalam bab ini akan dibahas hambatan dalam peran dan fungsi biro hukum dalam tugasnya mendampingi Pegawai ASN yang terkait Tindak Pidana Korupsi di lingkungan pemerintahan Provinsi Sumatera Utara dan tata cara proses pendampingannya.
Bab IV. Solusi untuk mengatasi hambatan peran dan fungsi Pegawai Aparatur
Sipil Negara Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai Aparatur Sipil Negara yang terkait tindak pidana korupsi dalam tugas kedinasannya dalam Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara
Dalam bab ini akan dibahas solusi dari hambatan Pegawai ASN Biro Hukum dalam mendampingi Pegawai ASN yang terkait Tipikor yang dilakukannya dalam tugas kedinasan.
Bab V. Kesimpulan dan Saran.
Dalam Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran.
(32)
23
KORUPSI DALAM PELAKSANAAN TUGAS KEDINASAN
A. Struktur Organisasi Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Dalam suatu instansi pemerintahan haruslah memiliki struktur organisasi pemerintahan yang tetap dan jelas. Hal ini untuk menentukan apa saja tugas dan wewenang dari suatu posisi yang diduduki seorang Pegawai ASN di suatu instansi pemerintahan secara administratif. Struktur organisasi yang baik dalam suatu pemerintahan akan memastikan terjadinya koordinasi yang efektif bagi seluruh organ-organ yang bertugas dalam instansi pemerintahan tersebut. Adanya pembagian tugas dan fungsi menjadi komponen-komponennya. Sehingga setiap pegawai bertanggung jawab untuk tugas yang dikerjakannya dan pertanggungjawaban tugas ini dilakukan kepada jabatan yang ada diatasnya secara berjenjang.
Menurut Prof. Prajudi, Struktur Organisasi Keadministrasian Negara adalah keseluruhan tata susunan Administrasi Negara (dalam arti institusional) yang terdiri atas kementerian-kementerian (unit urusan menteri pada umumnya) dan/atau departemen-departemen, direktorat-direktorat (jenderal), biro-biro, kantor-kantor, wilayah-wilayah, daerah-daerah otonomi, dan sebagainya. Keseluruhan dari pada kesatuan organisasi administratif yang berkantor, yang tidak bergerak langsung ke tengah-tengah masyarakat ramai, disebut birokrasi
(33)
atau birokrasi negara.22
Begitu juga halnya di lingkungan Pemerintahan Daerah Provinsi Sumatera Utara memiliki stuktur organisasi dan tata kerja yang terdiri dari Sekretaris Daerah Provinsi, Staf Ahli Gubernur, Asisten, Kepala Badan, Kepala Dinas, Kepala Biro, Kepala Kantor dan seterusnya Kepala Bidang, Kasubdinas, Kepala Bagian, Kepala Seksi dan Kepala Sub Bagian. Struktur organisasi Biro Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara merupakan unsur Sekretariat yang dikoordinasikan Asisten Pemerintahan dan dipimpin langsung oleh Sekretaris Daerah Provinsi.
Kedudukan atau jabatan dalam suatu organisasi pemerintahan menunjukkan beban tugas dan tanggung jawabnya dalam organisasi dan jabatan atau kedudukan tersebut juga menunjukkan arah koordinasi dan atau perintah. Kedudukan dan jabatan inilah yang menjadi suatu hierarki dalam suatu organisasi instansi pemerintah.
23
1. Kepala Biro Hukum
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2008 tentang Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatra Utara, Biro Hukum adalah unsur staf yang berada dan bertanggung jawab kepada Sekretarias Daerah melalui Asisten Pemerintahan. Organisasi dan Struktur Biro Hukum Setdaprovsu dipimpin oleh Kepala Biro Hukum dengan membawahi 4 (empat) Kepala Bagian dan 10 (sepuluh) Kasubbag dengan susunan sebagai berikut :
22
S. Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, 1994, edisi revisi, cetakan ke X, Jakarta, Ghalia Indoneia, hal. 75.
23
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, 9-10 Maret 2014, pukul 09.00-12.00 WIB.
(34)
2. Kepala Bagian Penyuluhan Hukum
a. Kasubbag Tata Usaha
b. Kasubbag Sosialisasi dan Informasi hukum
c. Kasubbag Pembinaan PPNS
3. Kepala Bagian Perundang-Undangan
a. Kasubbag Rancangan Hukum
b. Kasubbag Telaahan dan Pengesahan
c. Kasubbag Dokumentasi Produk Hukum
4. Kepala Bagian Fasilitasi Produk Hukum Daerah
a. Kasubbag Pengkajian dan Perumusan
b. Kasubbag Pembinaan dan Pengawasan kebijakan
5. Kepala Bagian Bantuan Hukum
a. Kasubbag Perlindungan dan HAM
b. Kasubbag Sengketa Hukum24
B. Tugas Pokok dan Fungsi Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara
Berdasarkan pengertiannya, tugas pokok merupakan suatu kewajiban yang harus dikerjakan, pekerjaan yang merupakan tanggung jawab, perintah untuk
berbuat atau melakukan sesuatu demi mencapai suatu tujuan. 25 Sedangkan fungsi
memiliki arti kegunaan suatu hal, daya guna serta pekerjaan yang dilakukan.26
24 Ibid. 25
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia,1986, Jakarta, Balai Pustaka, hlm. 1094.
26
(35)
Tugas Pokok dan Fungsi secara umum merupakan hal-hal yang harus bahkan wajib dikerjakan oleh seorang anggota organisasi atau pegawai dalam suatu instansi secara rutin sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan program kerja yang telah dibuat berdasarkan tujuan, visi dan misi suatu organisasi atau instansi tempat dia bekerja.
Setiap pegawai seharusnya melaksanakan kegiatan yang lebih rinci yang dilaksanakan secara jelas dan dalam setiap bagian atau unit. Rincian tugas-tugas tersebut digolongkan kedalam satuan praktis dan konkrit sesuai dengan kemampuan dan tuntutan masyarakat. Tugas Pokok dan fungsi (tupoksi) merupakan suatu kesatuan yang saling terkait antara Tugas Pokok dan Fungsi. Dalam Peraturan Perundang-undangan pun sering disebutkan bahwa suatu organisasi menyelenggarakan fungsi-fungsi dalam rangka melaksanakan sebuah tugas pokok.
David F. Smith dalam Gibson, Ivancevich, dan Donelly menjelaskan mengenai hubungan antara pekerjaan pegawai, yang dalam hal ini berupa tugas pokok dan fungsi dengan efektivitas pegawai, bahwa: “Selain masalah praktis dalam hubungan dengan desain pekerjaan, yaitu berkaitan dengan keefektifan dalam istilah ekonomi, politik, dan moneter, akan tetapi pengaruh yang terbesar berkaitan dengan keefektifan sosial dan psikologis pegawai. Pekerjaan dapat menjadi sumber tekanan psikologis dan bahkan gangguan mental dan fisik terhadap seorang pegawai selain sisi positif dari pekerjaan yaitu dapat menghasilkan pendapatan, pengalaman hidup yang berarti, harga diri,
(36)
penghargaan dari orang lain, hidup yang teratur dan hubungan dengan orang lain”.27
Definisi lainnya yang menilai bahwa tugas merupakan suatu kegiatan spesifik yang dijalankan dalam organisasi yaitu menurut John & Mary Miner dalam, menyatakan bahwa Tugas adalah kegiatan pekerjaan tertentu yang dilakukan untuk suatu tujuan khusus. Sedangkan menurut Moekijat, Tugas adalah suatu bagian atau satu unsur atau satu komponen dari suatu jabatan. Tugas adalah gabungan dari dua unsur (elemen) atau lebih sehingga menjadi suatu kegiatan yang lengkap.
Adapun definisi tugas pokok dan fungsi menurut para ahli yang lain, yaitu
Dale Yoder, “The Term Task and function is frequently used to describe one
portion or element in a job” (Tugas dan fungsi digunakan untuk mengembangkan satu bagian atau satu unsur dalam suatu jabatan). Sementara Stone
mengemukakan bahwa “A task is a specific work activity carried out to achieve a
specific purpose” (Suatu tugas pokok merupakan suatu kegiatan pekerjaan khusus yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu).
28
Penjelasan tersebut di atas dapat kita simpulkan bahwa pekerjaan ataupun tupoksi yang ditetapkan untuk suatu jabatan sangat berpengaruh secara langsung terhadap efektivitas pegawai. Efektivitas pegawai dapat dinilai melalui pelaksanaan tugas-tugasnya secara benar dan konsisten. Tugas pokok dan fungsi
27
Ivancevich Gibson. 1984. Organisasi dan Manajemen Perilaku Struktur Proses.
Jakarta: Penerbit Erlangga..Donnelly, 1996. Organisasi Perilaku Struktur Proses. (Alih Bahasa :
Agus Darma), Jakarta: Penerbit Erlangga,1996, Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses, Edisi
Kedelapan Jilid Satu, Terjemahan Nunuk Ardiani, Jakarta : Binarupa Aksara.
28 Ibid.
(37)
pegawai merupakan jabaran langsung dari tugas dan fungsi organisasi atau instansi kedalam jabatan yang didudukinya.
Dalam Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 65 tahun 2011 tentang Tugas, Fungsi, dan Uraian Tugas Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara dalam pasal 25 dibebutkan bahwa Biro Hukum mempunyai tugas membantu Sekretaris Daerah Provinsi dalam menyusun konsep kebijakan Kepala Daerah dalam penyelenggaraan urusan Pemerintahan atas:
a. pelaksanaan pembinaan,
b. koordinasi,
c. fasilitasi,
d. monitoring,
e. evaluasi dan pengendalian pelaksanaan penyuluhan hukum,
f. peraturan perundang-undangan,
g. fasilitasi produk hukum daerah dan
h. bantuan hukum.29
Sedangkan fungsi dari Biro Hukum adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan dan mengkoordinasikan menyusun konsep kebijakan Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pembinaan, fasilitasi, monitoring, evaluasi, koordinasi dan pengendalian urusan Pemerintahan dan/atau Kewenangan Otonomi Provinsi di bidang penyuluhan hukum, peraturan perundang-undangan, fasilitasi produk hukum daerah dan bantuan hukum.
29
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, 9-10 Maret 2014, Pukul 09.00-12.00 WIB.
(38)
b. Menyelenggarakan koordinasi, fasilitasi, monitoring, evaluasi dan pengendalian pelaksanaan kebijakan Kepala Daerah di bidang penyuluhan hukum, peraturan perundang-undangan, fasilitasi produk hukum daerah dan bantuan hukum.
Biro Hukum dalam melaksanaan tugas pokok dan fungsinya dipimpin oleh seorang Kepala Biro Hukum yang rnernpunyai uraian tugas:
1) Menyelenggarakan pembinaan, bimbingan, arahan dan penegakan disiplin
pegawai pada lingkup Biro Hukum.
2) Menyelenggarakan penetapan perencanaan dan program kegiatan Biro, sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Menyelenggarakan penetapan bahan/data di bidang penyelenggaraan hukum.
4) Menyelenggarakan penetapan penyusunan standar, norna dan kriteria
penyelenggaraan penyuluhan hukum, Peraturan Perundang-undangan, fasilftasi produk hukum daerah dan bantuan hukum, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
5) Menyelenggarakan pembinaan, koordinasi, fasilitasi, monitoring, evaluasi,
pengendalian dan pengawasan pelaksanaan kebl'jakan Kepala Daerah di bidang penyuluhan hukum, perundang-undangan, fasilitasi produk hukum daerah dan bantuan hukum, sesuai ketentuan dan standar yang ditetapkan.
6) Menyelenggarakan penyiapan bahan penyusunan dan penyempurnaan
kebijakan di bidang penyelenggaraan penyuluhan hukum, Peraturan perundang-undangan, fasilitasi, produk hukum daerah dan bantuan hukum.
(39)
7) Menyelenggarakan konsultasi, asistensi dan supervisi penyelenggaraan hukum, sesuai ketentuan dan standar yang ditetapkan.
8) Menyelenggarakan pembinaan dan pengendalian ketatausahaan, sesuai
standar yang ditetapkan.
9) Menyelenggarakan pengkoordinasian dan perumusan pelaporan LAKIP,
LKPJ, LPPD dan penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Biro, sesuai standar yang ditetapkan.
10) Menyelenggarakan koordinasi dan fasilitasi terhadap instansi vertikal lingkup
Provinsi dan Kabupaten/Kota, sesuai standar yang ditetapkan.
11) Menyelenggarakan fasilitas rapat-rapat internal dan eksternal Biro, sesuai
tugas dan fungsinya.
12) Menyelenggarakan koordinasi, fasilitasi, analisa dan pengkajian penyusunan
dan perumusan produk hukum daerah tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, sesuai standar yang ditetapkan.
13) Menyelenggarakan supervisi dan klarifikasi penetapan kebijakan produk
hukum tingkat Provinsi dan Kabupaten, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
14) Meyelenggarakan pengendalian dan pengawasan atas produk hukum tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
15) Menyelenggarakan pengernbangan informasi, publikasi, penyuluhan dan
(40)
16) Menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan, sesuai tugas dan fungsinya.
17) Menyetenggarakan pemberian masukan kepada Sekdaprovsu Provinsi, sesuai
tugas dan fungsinya.
18) Menyelenggarakan tugas lain yang diberikan Sekdaprovsu, sesuai tugas dan
fungsinya.
19) Menyelenggarakan laporan dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
tugasnya, sesuai standar yang ditetapkan.30
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud, Kepala Biro Hukum dibantu bagian-bagian dari Biro Hukum itu sendiri, yaitu:
1. Bagian Penyuluhan Hukum.
2. Bagian Perundang-Undangan.
3. Bagian Fasilitasi Produk Hukum Daerah.
4. Bagian Bantuan Hukum.
Mengingat bahwa bagian Penyuluhan Hukum, Bagian Perundang-Undangan, Bagian Fasilitasi Produk Hukum Daerah dalam biro hukum setdaprovsu tugas pokok dan fungsinya tidak berkaitan langsung dengan bahasan dalam tulisan ini sehingga tugas pokok dan fungsi ketiga bagian tersebut tidak diuraikan. Dengan kata lain tugas pokok dan fungsi yang diuraikan adalah tugas pokok dan fungsi Bagian Bantuan Hukum karena berkaitan langsung dengan materi tulisan ini dan merupakan yang berperan langsung dalam tugas pendampingan.
30
(41)
C. Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara
Tugas pokok dan fungsi Bagian Bantuan Hukum Biro Hukum berkaitan dengan penanganan perkara pidana (dalam hal ini pendampingan dalam tahap penyelidikan dan penyidikan), perkara perdata (berkaitan dengan gugatan perdata), perkara tata usaha negara (berkaitan dengan gugatan tata usaha negara) serta perlindungan dan Hak Asasi Manusia. Penanganan perkara tersebut dilaksanakan dalam rangka amanat peraturan perundang-undangan yang merupakan bagian dari tugas dan tanggung jawab ASN Biro Hukum. Oleh karena itu pegawai ASN Biro Hukum yang menangani suatu perkara tidak disebut sebagai pengacara, penasehat hukum maupun advokat atau istilah lainnya akan tetapi tetap disebut sebagai pegawai negeri sipil (PNS).
Berbeda halnya dengan sebutan untuk pengacara profesional misalnya sebutan Advokat pada tataran hukum pidana disebut juga sebagai Penasihat Hukum (PH). Pengertian Penasihat Hukum menurut pasal 1 butir 13 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh atau berdasarkan Undang-Undang untuk memberi bantuan hukum. Ketentuan demikian secara sosial memberikan pemahaman bahwa untuk menjadi Penasihat Hukum itu haruslah orang yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Hal ini juga
ndimaksudkan satu upaya untuk memenuhi standar profesionalisme.31
31
Marudut Tampubolon, Membedah Profesi Advokat, 2014, Yogyakarta, Penerbit Pustaka Pelajar, hlm. 45.
Pada dimensi sosial, fungsi advokat mewakili klien dimuka pengadilan merupakan
(42)
pekerjaan yang bersifat klasik. Artinya bahwa keberadaan profesi ini sudah ada sejak lahirnya profesi tersebut dalam wilayah kekuasaan pengadilan.
Oleh karena itu didalam melakukan tindakan pendampingan itu, harus dilakukan oleh orang yang tau dan berlatar belakang sekolah hukum. Dalam hal demikian, lapangan hukum para Advokat adalah seluruh lapangan hukum itu sendiri, yang tentunya sangat luas. Dalam perkara pidana, misalnya peran Advokat sangat penting mulai penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan proses
persidangan sampai kepada perkara mempunyai kekuatan hukum tetap.32
Pasal 32 Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 65 tahun 2011 tentang Tugas, Fungsi, dan Uraian Tugas Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara disebutkan bahwa
Namun dalam tulisan ini, peran pendampingan yang dilakukan terhadap orang yang bermasalah dengan hukum bukanlah dilakukan oleh seorang Advokat, akan tetapi dilakukan oleh Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum, yaitu bagian Bantuan Hukum. Demikian juga dengan orang yang didampingi Pegawai ASN Biro Hukum tidak disebut dengan istilah Klien. Pendampingan yang dilakukan ASN Biro Hukum inipun bukanlah setiap masyarakat yang berhadapan dengan hukum. Akan tetapi terbatas hanya Pegawai ASN yang berhadapan dengan masalah hukum yang dilakukan dalam tugas kedinasannya di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Artinya yang didampingi dan yang mendampingi adalah pegawai ASN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan termasuk pegawai ASN di Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara.
32
(43)
Bagian Bantuan Hukum mempunyai tugas membantu Kepala Biro Hukum dalam melaksanakan penyelenggaraan penanganan sengketa bantuan hukum dan perlindungan hak asasi manusia.
1. Bagian Bantuan Hukum, menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan pembinaan, bimbingan dan arahan kepada staf pada
lingkup Bagian Bantuan Hukum.
b. penyelenggaraan pengolahan bahan/data untuk penyempurnaan dan
penyusunan Bantuan Hukum.
c. penyelenggaraan penyusunan perencanaan dan program kegiatan Bagian
Bantuan Hukum, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
d. penyelenggaraan pengkajian dan evaluasi pelaksanaan bantuan hukum.
e. penyelenggaraan pembinaan, koordinasi, fasilitasi, sosialisasi, monitoring
dan pengendalian pelaksanaan bantuan hukum, sengketa hukum, perlindungan dan hak asasi manusia, sesuai standar yang ditetapkan.
f. penyelenggaraan tugas lain yang diberikan Kepala Biro sesuai bidang
tugas dan fungsinya.
g. penyelenggaraan pemberian masukan kepada Kepala Biro, sesuai bidang
tugas dan fungsinya.
h. penyelenggaraan penyusunan laporan dan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan tugasnya, sesuai standar yang ditetapkan.
2. Kepala Bagian Bantuan Hukum, mempunyai uraian tugas:
a. menyelenggarakan pembinaan, bimbingan dan arahan kepada staf pada
(44)
b. menyelenggarakan pengolahan dan penyajian datalbahan di bidang pelaksanaan bantuan hukum.
c. menyelenggarakan penyusunan perencanaan dan program kegiatan di
bidang penyelenggaraan bantuan hukum, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. menyelenggarakan penyusunan dan penyempurnaan standar, norma dan
kriteria penyelenggaraan bantuan hukum.
e. menyelenggarakan pembinaan, bimbingan, koordinasi, fasilitasi,
monitoring, evaluasi dan pengendalian penyelenggaraan bantuan hukum, sengketa, perlindungan dan hak asasi manusia, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
f. menyelenggarakan pengkajian dan analisa penyelenggaraan bantuan
hukum.
g. menyelenggarakan konsultasi, asistensi dan supervisi pelaksanaan bantuan
hukum.
h. menyelenggarakan identifikasi dan inventarisasi bantuan hukum.
i. menyelenggarakan deseminasi, bimbingan teknis, lokakarya, seminar
penyelenggaraan bantuan hukum, sesuai standar yang ditetapkan.
j. menyelenggarakan koordinasi dan fasilitasi penanganan sengketa,
perlindungan hukum dan hak asasi manusia.
k. menyelenggarakan hubungan antar lembaga hukum dalam
(45)
l. menyelenggarakan koordinasi dan kerjasama dengan panitia RANHAM, sesuai standar yang ditetapkan.
m. menyelenggarakan langkah-langkah persiapan penyelenggaraan bantuan
hukum, sesuai standar yang ditetapkan.
n. menyelenggarakan pemeliharaan dan pengamanan bahan/data dan berkas
penanganan bantuan hukum.
o. menyelenggarakan bantuan hukum dan perlindungan hukum atas aset dan
permasalahan hukum dalam kedinasan di lingkungan Pemerintah Provinsi, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
p. menyelenggarakan fasilitasi bantuan dan perlindungan hukum terhadap
pegawai negeri sipil dalam hubungan kedinasan Pemerintah daerah Provinsi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
q. menyelenggarakan koodinasi penegakan hak asasi manusia skala Provinsi,
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
r. menyelenggarakan rapat-rapat internal dan eksternal pembahasan bantuan
hukum.
s. menyelenggarakan penyusunan persiapan penanganan sengketa dan
bantuan hukum, sesuai standar yang ditetapkan.
t. menyelenggarakan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan kebijakan, sesuai bidang tugas dan fungsinya.
u. menyelenggarakan pemberian masukan kepada Kepala Biro, sesuai bidang
(46)
v. menyelenggarakan tugas lain yang diberikan Kepala Biro, sesuai bidang tugas dan fungsinya.
w. menyelenggarakan penyusunan laporan dan pertanggungjawaban atas
pelaksanaan tugasnya, sesuai standar yang ditetapkan.
D. Peran Dan Fungsi Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum Dalam Mendampingi Pegawai ASN Yang Terkait Tindak Pidana Korupsi Dalam Pelaksanaan Tugas Kedinasan
Berdasarkan pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara disebutkan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada prinsip sebagai berikut:
a. nilai dasar
b. kode etik dan kode perilaku
c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik
d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas
e. kualifikasi akademik
f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
g. profesionalitas jabatan.
Kemudian dalam pasal 10, pasal 11 dan pasal 12 Undang-Undang tersebut dikatakan bahwa :
Pegawai ASN berfungsi sebagai:
a. pelaksana kebijakan publik
b. pelayan publik
(47)
Pegawai ASN bertugas:
a. melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas.
c. mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pegawai ASN berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional. Hal ini dilakukan melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Salah satu peran yang dilakukan pegawai ASN Biro Hukum adalah tugas perlindungan hukum dalam bentuk pendampingan untuk memberikan bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 92 Undang-Undang ASN yaitu pada ayat 1 huruf (d) dan ayat 3 yaitu :
Ayat (1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa: a. jaminan kesehatan
b. jaminan kecelakaan kerja c. jaminan kematian
d. bantuan hukum.
Ayat (3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, berupa pemberian bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya.
(48)
Walaupun dalam pasal 92 ayat 3 ini dikatakan bahwa pemberian bantuan hukum itu dilakukan dalam perkara yang dihadapi di pengadilan yang terkait dengan pelaksanaan tugas-tugas dinas yang dilakukan Pegawai ASN, akan tetapi dalam Permendagri Nomor 12 tahun 2014 dikatakan bahwa pemberian bantuan itu belum sampai di tingkat pengadilan, hanya sampai pada tingkat penyelidikan dan penyidikan. Pembatasan fungsi dan peran ini cukup beralasan dan rasanya tidak bertentangan mengingat kemampuan profesionalisme ASN yang melaksanakan tugas utama sebagai pelayanan publik dan tugas pemberian bantuan hukum itu
bukanlah sebagai tugas utamanya.33
Pelaksana hukum (eksekutif) jauh berbeda dengan tugas profesional pengacara/advokat dimana menurut Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat, bahwa advokat melaksanakan fungsi dan peran sebagai penegak hukum (Yudikatif). Ada kemungkinan peran ASN beracara di pengadilan ini membutuhkan pemikiran dan persiapan tentang persyaratan dan profesionalisme pegawai ASN untuk bisa mengemban tugas ini ke depan dan tidak sejak
sekarang.34
Berdasarkan pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah disebutkan bahwa Biro Hukum Provinsi Adanya perkembangan pemikiran tentang Pegawai ASN untuk beracara didepan pengadilan mungkin akan memberi kebebasan kepada Pegawai ASN untuk memberikan bantuan hukum dalam tugas pendampingannya.
33
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, 9-10 Maret 2014, Pukul 09.00-12.00 WIB.
34 Ibid.
(49)
melakukan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan perkara pidana yang dilakukan oleh Gubernur/Wakil Gubernur dan CPNS/PNS Provinsi.
Selanjutnya dalam pasal 15 Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut dikatakan bahwa pemdampingan yang dilakukan oleh Pegawai ASN Biro Hukum Provinsi berkaitan dengan :
1. mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan.
2. ketentuan hukum acara pidana.
3. mengenai materi delik pidana yang disangkakan.
4. hal-hal lain yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi.
Menyikapi isi pasal 13 dan pasal 15 Permendagri No. 12 tahun 2014 di atas dapat diketahui bahwa peran pegawai ASN Biro Hukum terbatas hanya dalam pendampingan yang berkaitan dengan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum baik oleh Kepolisian maupun Kejaksaan terhadap suatu permasalahan hukum yang dihadapi seorang pegawai ASN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dalam pelaksanaan tugas-tugas kedinasan termasuk dalam tindak pidana korupsi yang dilakukannya.
Keterbatasan ruang lingkup pendampingan yang dilakukan oleh ASN Biro Hukum ini merupakan akibat pembatasan berdasarkan peraturan perundangan yaitu Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat yang intinya mengisyaratkan bahwa yang berhak untuk beracara di muka pengadilan adalah mereka yang sudah memenuhi persyaratan untuk itu yaitu seorang advokat, sedangkan pegawai negeri sipil (ASN) dilarang untuk beracara di muka
(50)
pengadilan oleh karena tugas utamanya adalah sebagai pelayan publik yang
mengatasnamakan instansi negara.35
35
Ibid.
Selanjutnya dalam permendagri Nomor 12 tahun 2014 ini juga peran pegawai ASN Biro hukum secara limitataif telah ditetapkan yaitu yang berkaitan dengan hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan, ketentuan hukum acara pidana mengenai mekanisme setiap tahapan pemeriksaan aparatur penegak hukum, materi delik pidana yang disangkakan apakah berkaitan atau tidak dengan tugas kedinasan dan apakah permasalahan hukum yang dipersangkakan itu merupakan delik pidana atau tidak atau hanya sekedar kesalahan administrasi. Lebih lanjut boleh juga disampaikan hal-hal lain yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi oleh pegawai ASN yang didampingi.
Secara umum bahwa pegawai ASN yang didampingi oleh Biro Hukum adalah pegawai ASN yang berhadapan dengan permasalahan korupsi yang berkaitan dengan tugas-tugas kedinasan, baik karena kealpaan, karena kesengajaan, maupun hanya kesalahan administrasi saja dengan tujuan memperkaya diri sendiri atau korporasi yang merugikan keuangan negara. Karena tindak pidana baik tindak pidana umum maupun tindak pidana khusus merupakan tindakan yang harus dipertanggungjawabkan secara inperson. Sehingga pendampingan yang dilakukan Biro Hukum semata-mata hanya karena perbuatan yang dilakukan berkaitan dengan peleksanaan tugas-tugas institusi (kedinasan).
(51)
Kealpaan seperti disebutkan di atas perlu mendapat perhatian karena kebanyakan berkaitan dengan administrasi yang tidak akurat yang bisa jadi tidak semuanya merupakan perbuatan yang dapat merugikan keuangan negara. Memang banyak juga timbul masalah kerugian keuangan negara akibat kesalahan administrasi misalnya ada kesalahan administrasi yang memang disengaja untuk menutupi kerugian yang ditimbulkan. Dengan demikian ada kesalahan administrasi yang disengaja dan ada kesalahan administrasi memang tidak diketahui sebelumnya atau dengan kata lain murni karena kealpaan. Dalam kaitan inilah salah satu pertimbangan pentingnya pendampingan terhadap ASN yang berhadapan dengan hukum. Lain halnya dengan kesengajaan yang unsur-unsur perbuatannya telah memenuhi unsur-unsur suatu kejahatan sehingga tidak perlu dibahas dalam tulisan ini.
Setelah menelaah bahan-bahan dan Wawancara yang dilakukan di Biro Hukum Provinsi Sumatera Utara yang disebut sebagai kealpaan misalnya kasus yang dipersangkakan adalah : Tindak Pidana “Setiap orang yang melakukan pengelolaan limbah B3 tanpa izin jo Pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya”, yang melibatkan ASN Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Utara.
Kemudian kasus lain : Dugaan Tindak Pidana penambangan emas tanpa izin di Desa Tapus, Kec. Lingga Bayu, Kab. Mandailing Natal Provsu yang diduga dilakukan oleh PT. Madinah Madani Mining (PT. M3)” yang melibatkan Pj Bupati dan Plt. Sekretaris Daerah Madina yang merupakan ASN Provinsi Sumatera Utara. Kedua kasus di atas dapat kita lihat bahwa ketiadaan izin
(52)
merupakan dasar pemanggilan dan pemeriksaan yang dikategorikan aparatur
penegak hukum sebagai tindak pidana korupsi.36
Berdasarkan hasil penelitian, saudah ada Pegawai ASN yang didampingi oleh ASN Biro Hukum di lingkungan pemerintahan provinsi sumatera utara yang terkait tindak pidana korupsi dalam menjalankan tugas-tugasnya yang disangkakan kepadanya. Namun, ada beberapa aparatur yang lepas atau bebas dari sangkaan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum yang ditujukan kepadanya. Hal ini dikarenakan perbuatannya hanyalah kesalahan administrasi belaka dan bukan tindak pidana yang disangkakan kepadanya. Sangatlah penting peran dari seorang ASN Biro Hukum dalam hal ini mengingat tidak semua Aparatur Sipil Negara atau PNS memiliki pengetahuan hukum atau
berlatarbelakang sekolah hukum.37
Pesan-pesan moral yang terkandung dalam Undang-Undang ini diharapkan
dapat menjadi hambatan-hambatan moral (moral restraints) bagi perseorangan
maupun korporasi agar tidak melakukan korupsi baik dalam tahap awal formulasi, Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan seseorang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi secara melawan hukum, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun (pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).
36
Hasil wawancara dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, dengan memberikan contoh kasus yang sudah ditangani oleh Biro Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara. 9-10 Maret 2014, Pukul 09.00-12.00 WIB.
37 Ibid.
(53)
kebijakan yudikatif yang merupakan tahap aplikatif dan kebijakan eksekutif yang
merupakan tahap administrasi.38
a. Perbuatan melawan hukum.
Jika dicermati pengertian korupsi dalam bunyi pasal 2 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 terdapat unsur-unsur tindak pidana korupsi antara lain:
b. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.
c. Merugikan keuangan/perekonomian negara.
Perbuatan melawan hukum dalam hal ini mencangkup perbuatan melawan hukum dalam arti formil dan materil maksudnya meskipun perbuatan itu tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.
Dalam penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 pengertian melawan hukum tidak lagi berarti apa yang bertentangan dengan hak orang lain atau bertentangana dengan kewajiban hukum si pelaku melainkan juga apa yang bertentangan baik dengan tata susila maupun kepatutan dalam pergaulan
masyarakat.39
Kemudian unsur yang kedua dari tindak pidana korupsi memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi berarti menambah kekayaan diri sendiri atau
38
Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan
dan Pengembangan Hukum Pidana, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, yang dikutip pada
Ediwarman, Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kriminlogi, 2014, Yogyakarta, Genta Publishing, hal. 65.
39
Leden Marpaung, 2001, Tindak Pidana Korupsi, Pemberantasan dan Pencegahan, Djambatan, Jakarta, Hal. 50.
(54)
orang lain atau korporasi. Sedangkan unsur ketiga merugikan keuangan negara artinya seluruh keuangan negara dalam bentuk apapun baik yang dipisahkan ataupun yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karenanya.
Berbagai akibat yang ditimbulkan tindak pidana korupsi ini bagi kepentingan umum bahkan korupsi merupakan suatu problema sosial. Disini dapat dilihat adanya pelanggaran norma yang berlaku bahkan suatu aspirasi materil yang dilakukan individu dengan cara melanggar hukum sehingga menimbulkan
kerugian negara dan masyarakat.40
Data lapangan yang diperoleh hanya berjumlah 47 (empat puluh tujuh) pegawai yang didampingi oleh Biro Hukum dan pegawai ASN yang didampingi ada yang tidak sampai ke Pengadilan, karena tidak cukup bukti. Dalam kaitan ini pencerahan dalam berbagai hal yang berkaitan dengan materi pemeriksaan yang diberikan ASN Biro Hukum telah berhasil dengan baik. Dari jumlah 114 pegawai ASN itu juga bahwa seorang pegawai bisa saja terlibat dalam beberapa masalah Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari hasil riset di Biro Hukum bahwa selama tahun 2014 ada sebanyak 37 (tiga puluh enam) kasus dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan korupsi dengan melibatkan 114 (seratus empat belas) pegawai ASN di berbagai instansi (Badan, Dinas, Biro) pemerintahan Provinsi Sumatera Utara. Namun sangat disayangkan bahwa tidak semua pegawai ASN yang diperiksa tersebut meminta bantuan pendampingan kepada Biro Hukum.
40
Ediwarman, Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Kriminologi, 2014, Yogyakarta, Genta Publishing, Hal.66.
(55)
hukum misalnya dipanggil di Polda Sumut dlam kasus X, kemudian yang bersangkutan bisa dipanggil di Kejaksaan Negeri Medan dalam kasus Y, sehingga jumlah pegawai ASN yang diperiksa baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka mencapai 114 pegawai.
Minimnya jumlah pegawai ASN yang didampingi Biro hukum dikarenakan tidak semua pegawai yang diperiksa meminta bantuan pendampingan, ada kalanya karena tidak tahu keberadaan pendampingan oleh Biro Hukum atau karena yang bersangkutan langsung didampingi oleh Pengacara berdasarkan permintaannya. Walaupun ASN Biro hukum harus berperan aktif dalam pendampingan ini karena merupakan tugas pokok dan fungsinya akan tetapi tidaklah pantas (kurang etis) jika pegawai ASN Biro Hukum langsung mendampinginya tanpa permintaan yang bersangkutan. Aktif disi bukan mencari-cari ASN yang berhadapan dengan hukum akan tetapi aktif dalam arti tidak menunggu-nunggu atau mencari alasan lain, akan tetapi tetap proaktif dalam mengupayakan pendampingan.
Mekanisme pelaksanaan pendampingan bahwa semua surat-surat panggilan untuk didengar keterangan ASN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara baik sebagai saksi maupun sebagai tersangka ditujukan kepada Gubernur sebagai pejabat Pembina Kepegawaian Daerah cq. Sekretasris Daerah Provinsi. Oleh Sekretaris Daerah Provinsi didisposisikan kepada Biro Hukum agar menerbitkan surat penugasan untuk mengindahkan dan menghadiri maksud surat panggilan. Biro hukum menerbitkan surat penugasan yang ditandatangani Sekretaris Daerah Provinsi atas nama Gubernur. Setelah ditandatangani surat panggilan disampaikan
(56)
kepada yang bersangkutan untuk dipenuhi maksudnya. Dalam tahapan ini pegawai ASN yang dipanggil untuk didengar keterangannya menyampaikan permohonan kepada Kepala Biro hukum baik lisan maupun tertulis agar dalam pemeriksaan nantinya dapat kiranya didampingi oleh pegawai ASN Biro Hukum.
Permohonan ini segera direspon dengan menerbitkan surat tugas pendampingan oleh Kepala Biro Hukum dan selanjutnya menerima Kuasa melalui surat Kuasa yang telah dipersiapkan pihak yang didampingi. Pegawai ASN Biro Hukum yang mendampingi setelah selesai pemeriksaan yang dilakukan aparatur penegak hukum melaporkan hasilnya kepada Kepala Biro Hukum dan untuk selanjutnya Kepala Biro Hukum menyampaikan hasil tersebut kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah Provinsi.
Sedangkan dalam pasal 32 Peraturan Gubernur Nomor 65 tahun 2011 tentang Tugas, Fungsi, dan Uraian Tugas Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara disebutkan bahwa tugas dan fungsi Biro Hukum Provinsi Sumatera Utara dalam hal ini Bagian Bantuan Hukum yang menangani masalah Bantuan Hukum disebutkan bahwa Bagian Bantuan Hukum mempunyai tugas membantu Kepala Biro Hukum dalam melaksanakan penyelenggaraan penanganan sengketa bantuan hukum dan perlindungan hak asasi manusia. Selanjutnya dalam uraian tugasnya pada pasal 32 huruf (o) dan huruf (p) disebutkan bahwa Bagian Bantuan Hukum, menyelenggarakan fungsi :
(57)
Huruf (o) : menyelenggarakan bantuan hukum dan perlindungan hukum atas aset dan permasalahan hukum dalam kedinasan di lingkungan Pemerintah Provinsi, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Huruf (p) : menyelenggarakan fasilitasi bantuan dan perlindungan hukum terhadap pegawai negeri sipil dalam hubungan kedinasan Pemerintah daerah Provinsi, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menyikapi isi pasal 32 Peraturan Gubernur Nomor 65 tahun 2011 tentang Tugas, Fungsi, dan Uraian Tugas Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara bahwa yang berkaitan dengan aset Pemerintah Daerah Provinsi dan ASN Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang berhadapan dengan hukum dalam pelaksanaan tugas kedinasan ditangani oleh Biro Hukum. Penanganan permasalahan yang berkaitan dengan hukum ini dimaksudkan adalah untuk memberikan pendampingan hukum kepada ASN yang ruang lingkupnya sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 12 tahun 2014 yang disebutkan di atas.
Berdasarkan uraian tersebut di atas nampak jelas peranan Biro Hukum yang memberikan pendampingan terhadap ASN, yang tertuang dalam tugas pokok dan fungsi serta uraian tugas Biro Hukum. Peranan Biro Hukum dalam pendampingan tidak sama dengan peranan pengacara profesional dalam pendampingan walaupun dalam ruang lingkup yang sama. Hal ini nampak dari dari berbagai segi seperti profesionalitas di satu sisi dan mekanisme pendampingan disisi lain. Pendampingan Biro Hukum karena tuntutan tugas
(1)
87 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kepustakaan dan penelitian yang dilakukan dengan wawancara dengan Kepala Bagian Bantuan Hukum Sekretariat Provinsi Sumatera Utara, maka dapat ditarik kesimpulan dari skripsi ini:
1. Dengan adanya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014 ini menjadi langkah awal untuk setiap Pegawai Aparatur Sipil Negara Biro Hukum untuk melakukan tugas pendampingan di lingkungan pemerintahan provinsi sumatera utara. Peran dan fungsi Aparatur Sipil Negara Biro Hukum ini adalah untuk medampingi aparatur sipil negara yang terlibat kasus hukum dalam tugas kedinasannya di tingkat penyelidikan dan penyidikan dalam memberikan pemahaman hukum sebagaimana yang diatur dalam pasal 15 Permendagri No. 12 Tahun 2014, yaitu mengenai hak dan kewajiban saksi dalam setiap tahapan pemeriksaan, ketentuan hukum acara pidana, mengenai materi delik pidana yang disangkakan, hal-hal lain yang dianggap perlu dan terkait dengan perkara yang dihadapi. Pendampingan yang dilakukan Aparatur Sipil Negara Biro Hukum sangat bermanfaat bagi aparatur yang terkait permasalahan hukum dalam menjalani tugas-tugasnya. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa aparatur yang diperiksa aparatur penegak hukum terlepas atau bebas dari sangkaan karena perbuatannya hanya merupakan kesalahan administrasi belaka dan tidak memenuhi unsur-unsur pidana baik unsur subjektif atau unsur objektif yang disangkakan kepadanya.
(2)
2. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Aparatur Sipil Negara Biro Hukum dilingkungan pemerintahan Provinsi Sumatera Utara dalam tugas pendampingannya berupa faktor eksternal dan internal. Hambatan tersebut adalah pendampingan tersebut dibatasi oleh peraturan perundang-undangan, kurangnya sosialisasi dengan adanya permendagri ini, dan profesionalisme ASN Biro Hukum yang masih diragukan dalam menjalankan tugas pendampingan. Bahkan banyak ASN yang lain belum atau tidak mengetahui maksud dan tujuan pendampingan Aparatur Sipil Negara Biro Hukum sebagaimana yang diataur dalam Permendagri No. 12 Tahun 2014, sehingga banyak aparatur sipil negara yang berhadapan dengan masalah hukum tidak berkoordinasi dan tidak didampingi Biro Hukum ketika yang bersangkutan dipanggil aparat penegak hukum.
3. Solusi dari hambatan-hambatan yang dihadapi oleh ASN Biro Hukum ini adalah adanya dukungan dari peraturan perundang-undangan yang membatasi tingkatan pendampingan ASN Biro hukum, adanya dukungan dari pemerintahan provinsi, dan meningkatkan profesionalisme ASN Biro Hukum dalam menjalankan tugas-tugasnya. Dengan dibenahinya hambatan tersebut dengan solusi ini, maka setiap Aparatur Sipil Negara akan semakin memantapkan kinerjanya dengan merasa nyaman dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
B. Saran
(3)
89
1. Sebaiknya pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang lebih memberikan peluang kepada ASN Biro Hukum untuk beracara di tingkat-tingkat yang lebih luas lagi. Agar Aparatur Sipil Negara Biro Hukum lebih leluasa melakukukan tugas dan fungsi pendampingannya dan Pegawai ASN yang lain mendapatkan jaminan dan perlindungan hukum yang lebih baik lagi, sehingga setiap Pegawai ASN baik di pusat maupun di daerah lebih nyaman lagi dalam melaksanakan tugas-tugas kedinasannya.
2. Sebaiknya pemerintah memberikan pendidikan khusus kepada ASN Biro Hukum agar semakin profesional dalam menjalankan tugas pendampingannya. Pemerintah juga sebaiknya lebih giat lagi dalam mensosialisasikan maksud dan tujuan dari permendagri ini, mengingat ASN di daerah kurang mendapatkan sosialisasi dan juga berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan permendagri ini.
3. Sebaiknya pemerintah lebih serius lagi dalam mendukung solusi dari hambatan-hambatan yang ada pada ASN Biro Hukum dalam mendampingi. Keseriusan ini nantinya juga akan diikuti oleh kinerja ASN yang lain yang lebih baik lagi, mengingat mereka diperhatikan dengan diberikan perlindungan dan jaminan hukum oleh pemerintah.
(4)
90
Admosudirdjo, S. Prajudi, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, Ghalia Indonesia : Jakarta, 1994.
Ashofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta : Jakarta, 2010. Basah, Sjachran, Eksistensi Dan Tolak Ukur Badan Peradilan Administrasi Di
Indonesia, PT. Alumni : Bandung, 1985.
Budiardjo, Miriam, Dasar-dasarf Ilmu Politik, PT. Gramedia : Jakarta, 1982. Donelly, Organisasi Perilaku Struktur Proses ( Alih Bahasa: Agus Darma),
Erlangga : Jakarta 1996.
Ediwarman, Penegakan Hukum Pidana Dalam Perspektif Hukum Kriminologi, Genta Publishing : Yogyakarta, 2014.
Hadjon, Philipus M, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu : Surabaya, 1987.
Harahap, M. Yahya, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan Penuntutan, Sinar Grafika : Jakarta, 2006.
Hartati, Evi, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika: Jakarta 2008.
Indrati, Maria Farida, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan ( Proses Dan Pembentukannya), Kanisius : Yogyakarta : 2010.
Kadafi, Binziad dkk, Advokat Indonesia Mencari Legitimasi, Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia : Jakarta, 2001.
Kaligis, O.C, Kejahatan Dalam Sistem Peradilan Terpadu, PT. Alumni : Bandung, 2011.
Kansil, C.S.T, Hukum Tata Negara Republik Indonesia ( Edisi Revisi ), Rineka Cipta : Jakarta, 2008.
Marpaung, Leden, Tindak Pidana Korupsi, Pemberantasan Dan Pencegahan, Djambatan : Jakarta, 2001.
Nasution, Adnan Buyung, Bantuan Hukum di Indonesia, Bantuan Hukun dan Politik Pembangunan, LP3ES : Jakarta. 1982.
(5)
91
Salam, Moch. Faisal, Penyelesaian Sengketa Pegawai Negeri Sipil di Indonesia, CV. Mandar Maju : Jakarta 2003.
Sinaga, V. Harlen, Dasar-Dasar Profesi Advokat, PT. Gelora aksara Pratama : Jakarta, 2011.
Stefanus, Kotan Y, Mengenal Peradilan Kepegawaian Di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada : Jakarta, 1995.
Tampubolon, Marudut, Membedah Profesi Advokat, Pustaka Pelajar : Yogyakarta, 2014.
Kamus:
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pusataka : Jakarta, 2001.
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka : Jakarta, 1986.
Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris, Hasta : Bandung.
Perundang-Undangan:
Hukum Acara Pidana yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 1981.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penanganan Perkara di Lingkungan Kementrian Dalam Negeri dan Pemerintahan Daerah.
(6)
Artikel:
Agus Raharjo dan angkasa, “Perlindungan Hukum Terhadap Terasangka Dalam Penyelidikan dari kekerasan Penyidik di Kepolisian Resort Banyumas”, Mimbar Hukum vol.23 no. 1, Februari 2011.
Agus Raharjo, “Membangun Hukum yang Humanis”, Pro Justitia, vol. 20, No. 2, April 2002.
Internet:
https//ensiclopedia.com
https//sindonews.com
http//www.google.com http//www.hukumonline.com