75
hidup lainnya. Negara harus memberikan kemudahan penyiapan dan pelaksanaan kode praktek dan prosedur
nasional yang tepat ke arah maksud ini. 9.3.4.
Negara–negara harus menggiatkan penggunaan prosedur yang tepat bagi seleksi induk dan produksi telur, larva dan benih.
9.3.5. Negara–negara, bilamana perlu, harus menggiatkan penelitian
dan bilamana layak, pengembangan teknik akuakultur untuk melindungi spesies yang terancam punah, merehabilitasi dan
meningkatkan stok, dengan memper-hatikan keperluan kritikal untuk melakukan konservasi keanekaragaman genetik
dari spesies terancam punah.
9.4. Akuakultur yang Bertanggung jawab Pada tingkat produksi
9.4.1. Negara–negara harus menggiatkan praktek akuakultur yang
bertanggung jawab dalam menopang masyarakat pedesaan, organisasi produsen dan para pembudidaya ikan
9.4.2. Negara–negara harus menggiatkan partisipasi aktif
pembudidaya ikan dan masyarakatnya dalam pengembangan praktek pengelolaan akuakultur yang bertanggung jawab.
9.4.3. Negara–negara harus menggiatkan upaya yang dapat
memperbaiki seleksi dan pemanfaatan pakan, bahan tambahan pakan dan pupuk termasuk pupuk kandang yang tepat.
9.4.4. Negara–negara harus menggiatkan praktek pengelolaan
kesehatan ikan dan usaha akuakultur yang efektif yang mendukung langkah higienik dan penggunaan vaksin.
Penggunaan yang aman, efektif dan minimal harus dipastikan menyangkut hormon dan obat
–obatan, antibiotika dan bahan kimia pengendali penyakit lainnya.
76
9.4.5. Negara–negara harus mengatur penggunaan masukan bahan
kimia dalam akuakultur, yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
9.4.6. Negara–negara harus mensyaratkan bahwa pembuangan
limbah seperti jeroan ikan, endapan kotoran, ikan mati atau ikan berpenyakit, obat vateriner yang berlebih dan masukan
bahan kimia berbahaya lain tidak akan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
9.4.7. Negara–negara harus menjamin keamanan pangan produk
akuakultur dan menggiatkan upaya yang mempertahankan mutu produk, meningkatkan nilainya melalui perhatian khusus
sebelum dan selama pemanenan, pengolahan di tempat, dalam penyimpanan dan pengangkutan produk.
PASAL 10 INTEGRASI PERIKANAN
KE DALAM PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR
10.1. Kerangka Kelembagaan
10.1.1. Negara–negara harus menjamin suatu kerangka kebijakan,
hukum dan kelembagaan yang tepat, diadopsi untuk mencapai pemanfaatan sumber daya yang lestari dan terpadu
dengan memperhatikan kerentanan ekosistem pesisir dan sifat terbatasnya sumber daya alamnya serta keperluan
komunitas pesisir. 10.1.2.
Mengingat sifat multiguna kawasan pesisir, negara harus memastikan bahwa wakil sektor perikanan dan komunitas
penangkapan dimintakan
pendapat dalam
proses pengambilan keputusan dan dilibatkan dalam kegiatan
77
lainnya yang berkaitan dengan perencanaan pengelolaan dan pembangunan kawasan pesisir.
10.1.3. Negara–negara harus mengembangkan kerangka kelem-
bagaan dan hukum seperlunya dalam rangka menetapkan pemanfaatan yang mungkin menyangkut sumber daya pesisir
dan mengatur akses ke sumber daya tersebut dengan memperhatikan hak nelayan pesisir dan praktek turun
temurun yang
serasi dengan
pembangunan yang
berkelanjutan. 10.1.4.
Negara–negara harus memberikan kemudahan pengadopsian praktek perikanan yang menghindari sengketa diantara para
pengguna sumber daya perikanan dan diantara mereka serta para pengguna lainnya dari kawasan pesisir.
10.1.5. Negara–negara harus menggiatkan penetapan prosedur dan
mekanisme pada tingkat administratif yang tepat untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam lingkup sektor
perikanan dan diantara para pengguna sumber daya perikanan dengan para pengguna kawasan pesisir lainnya.
10.2 Langkah Kebijakan