Analisis Kelayakan Usaha Tambak Budidaya Kepiting Soka Di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BUDIDAYA
KEPITING SOKA DI DESA PUSAKAJAYA UTARA
KECAMATAN CILEBAR KABUPATEN KARAWANG

RAVITIA DEWI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan
Usaha Tambak Budidaya Kepiting Soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan
Cilebar, Kabupaten Karawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Ravitia Dewi
NIM H3411025

ABSTRAK
RAVITIA DEWI Analisis Kelayakan Usaha Tambak Budidaya Kepiting Soka di
Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang dibimbing oleh
ANNA FARIYANTI.
Soft Shell Crab adalah kepiting bakau yang dipanen pada saat molting untuk
mendapatkan karapas baru yang dikenal sebagai kepiting soka. Tujuan penelitian
ini adalah untuk menganalisis kelayakan usaha tambak budidaya kepiting soka
dengan menggunakan dua skenario perhitungan. Skenario I, petani menyewa
tambak dengan biaya investasi sebesar Rp 122 965 00. Sedangkan skenario II,
petani membeli tambak dengan biaya investasi sebesar Rp 197 965 000. Analisis
kelayakan diukur melalui analisis non finansial dan finansial. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa analisis non finansial usaha ini layak dijalankan tetapi usaha
ini masih terdapat kekurangan pada aspek teknis yaitu usaha ini masih belum
memenuhi peraturan pemerintah (Nomor 1/Permen-KP/2015). Hasil analisis

finansial pada skenario I menunjukkan NPV sebesar Rp 125 123 297, IRR 87.72
persen, Net B/C 3.17, dan PP 2.19 tahun. Skenario II menunjukkan NPV sebesar
Rp 75 530 826, IRR 32.23 persen, Net B/C 1.61 dan PP 4.12 tahun. Berdasarkan
hasil analisis finansial skenario I lebih menguntungkan daripada skenario II.
Analisis switching value menunjukkan bahwa usaha ini sangat sensitif terhadap
perubahan penurunan jumlah produksi daripada kenaikan harga benih kepiting
soka.
Kata kunci: analisis kelayakan, analisis switching value, kepiting soka

ABSTRACT
RAVITIA DEWI. Feasibility Analysis of Soft Shell Crab Aquaculture Ponds
Business at Pusakajaya Utara District of Cilebar, Karawang. Supervised by
ANNA FARIYANTI.
Soft Shell Crab is a mud crab harvested during the molting phase of molt to
get new carapace known as soft-shelled crabs. The purpose of this study is to
analyze the feasibility aquaculture ponds business of soft shell crab by using two
scenarios. On the first scenario, farmers rent the pond with an investment cost of
Rp 122 965 000. Meanwhile on the second scenario, farmers buy the pond with an
investment cost of Rp 197 965 000. The feasibility analysis was measured
through non-financial and financial method. The reasearch showed that the nonfinancially the business was feasibility. Although, there were still some technical

problem. The technical aspect which did not match the government regulations
(No. 1 / Permen-KP / 2015). The reasearch of financially at scenario I showed
NPV is Rp 125 123 297, IRR 87.72 percent, Net B/C 3.17 and PP 2.19 years.
Scenario II showed NPV is Rp 75 530 826, IRR 32.23 percent, Net B/C 1.61 and
PP 4.12 years. Base on result of analysis financial scenario I more give benefit
than scenario II. The result of sensitivity analysis showed that this business more
sensitive to reduction production than reduce price of soft shell crab juvenile.
Keywords: Feasibility analysis, switching value analysis, soft shell crab

ANALISIS KELAYAKAN USAHA TAMBAK BUDIDAYA KEPITING SOKA
DI DESA PUSAKAJAYA UTARA KECAMATAN CILEBAR KABUPATEN
KARAWANG

RAVITIA DEWI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah melimpahkan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan
dengan judul Analisis Kelayakan Usaha Tambak Budidaya Kepiting Soka di Desa
Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Anna Fariyanti, MSi selaku
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan saran
dalam penulisan karya tulis ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Dr Ir Harianto, MS dan Yanti Nuraeni M, SP M Agribus
selaku dosen penguji sidang dan Astuti Rahmawati selaku pembahas dalam
seminar hasil penelitian. Selain itu, saya ucapkan terima kasih kepada Bapak
Martani selaku pemilik dan Pak Herman selaku pengelola usaha budidaya
kepiting soka yang bersedia menjadi objek dalam penelitian ini dan juga

memberikan arahan dalam penulisan ini, Bapak Adit beserta staf dari Balai
Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang dan Bapak Gede sebagai
salah satu staff di Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya (BLUPPB)
Karawang yang telah memberikan informasi mengenai usaha budidaya kepiting
soka serta membantu selama pengumpulan data. Tak lupa ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik serta seluruh keluarga atas segala doa
dan dukungannya hingga terselesaikannya karya tulis ilmiah ini. Semoga
penulisan karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2015
Ravitia Dewi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv


DAFTAR LAMPIRAN

xv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

5

Tujuan Penelitian

7


Manfaat Penelitian

8

Ruang Lingkup Penelitian

8

TINJAUAN PUSTAKA

8

Budidaya Kepiting Soka

8

Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Kepiting Soka

9


Analisis Sensitivitas Usaha Budidaya Kepiting Soka

11

KERANGKA PEMIKIRAN

12

Kerangka Pemikiran Teoritis

12

Kerangka Pemikiran Operasional

20

METODE PENELITIAN

23


Lokasi dan Tempat Penelitian

23

Jenis dan Sumber Data

23

Metode Pengumpulan Data

23

Metode Pengolahan dan Analisis Data

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

32


Gambaran Umum Lokasi Penelitian

32

Analisis Aspek-aspek Non Finansial

33

Analisis Aspek Finansial

54

SIMPULAN DAN SARAN

68

Simpulan

68


Saran

69

DAFTAR PUSTAKA

70

LAMPIRAN

74

RIWAYAT HIDUP

90

DAFTAR TABEL
1

2
3
4
5
6
7
8

9

10

11
12
13
14
15
16
17
18
19

Sumbangan sektor perikanan terhadap produk domestik bruto atas
dasar harga konstan 2000 (Miliar Rupiah) tahun 2009-2013* dan
laju pertumbuhan rata-rata sektor perikanan.
Tren dan kontribusi volume dan nilai ekspor hasil perikanan menurut
komoditas (dalam persen), 2012-2013*
Jumlah volume dan nilai ekspor kepiting soka tahun 2013
Jenis dan sumber data primer pada usaha budidaya kepiting soka di
Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang
Jenis dan sumber data sekunder pada usaha budidaya kepiting soka
di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang
Rangkuman penilaian aspek pasar usaha budidaya kepiting soka di
Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang
Rangkuman penilaian aspek teknis usaha budidaya kepiting soka di
Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang
Rangkuman penilaian aspek manajemen dan hukum usaha budidaya
kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar
Kabupaten Karawang
Rangkuman penilaian aspek sosial, ekonomi, dan budaya usaha
budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar
Kabupaten Karawang
Rangkuman penilaian aspek sosial,ekonomi, dan budaya usaha
budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar
Kabupaten Karawang
Jumlah dan nilai produksi usaha budidaya kepiting soka
Biaya reinvestasi usaha budidaya kepiting soka
Rincian biaya tetap usaha budidaya kepiting soka pada skenario 1
Rincian biaya tetap usaha budidaya kepiting soka pada skenario II
Biaya variabel usaha budidaya kepiting soka
Hasil analisis laporan laba rugi usaha budidaya kepiting soka pada
skenario I dan II dengan skala 0.5 ha
Analisis kelayakan usaha budidaya kepiting soka skenario I skala
produksi 0.5 ha
Analisis kelayakan usaha budidaya kepiting soka skenario II skala
produksi 0.5 ha
Hasil analisis switching value pada usaha budidaya kepiting soka.

1
2
3
24
24
38
49

52

53

54
55
57
58
59
59
62
63
64
68

DAFTAR GAMBAR
1 Kurva teori investasi
2 Kurva hubungan antara NPV dan IRR
3 Kerangka pemikiran operasional usaha budidaya kepiting soka di
Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang
4 Distribusi usaha kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan
Cilebar Kabupaten Karawang ke restoran (sebagai supplier)

13
19
22
36

5

Distribusi usaha kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan
Cilebar Kabupaten Karawang ke pasar bebas
6 Proses persiapan tambak budidaya kepiting soka
7 Benih kepiting soka (depan)
8 Benih kepiting soka (belakang)
9 Layout tambak usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya
Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang
10 Layout rumah jaga usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya
Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang
11 Struktur organisasi usaha budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya
Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang

36
42
44
44
47
48
51

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Asumsi perhitungan analisis finansial usaha budidaya kepiting soka
Rincian biaya investasi pada usaha budidaya kepiting soka
Proyeksi penyusutan dan nilai sisa per tahun dari investasi usaha
budidaya kepiting soka
Analisis laba rugi usaha budidaya kepiting soka pada skenario I
Analisis laba rugi usaha budidaya kepiting soka pada skenario II
Arus kas (cashflow) usaha budidaya kepiting soka pada skenario I
pada skala 0.5 ha
Arus kas (cashflow) usaha budidaya kepiting soka pada skenario II
pada skala 0.5 ha
Analisis switching value usaha budidaya kepiting soka skenario I
dengan perubahan penurunan jumlah produksi 8.62 %
Analisis switching value usaha budidaya kepiting soka skenario I
dengan perubahan kenaikan harga benih 15.26 %
Analisis switching value usaha budidaya kepiting soka skenario II
dengan perubahan penurunan jumlah produksi 5.25 %
Analisis switching value usaha budidaya kepiting soka skenario I
dengan perubahan kenaikan harga benih 9.21 %
Pola tebar usaha budidaya kepiting soka
Saung jaga usaha budidaya kepiting soka
Saung jaga (depan) usaha budidaya kepiting soka
Keranjang besek usaha budidaya kepiting soka
Keramba bambu usaha budidaya kepitin soka
Keranjang Kepiting (crab box) budidaya kepiting soka
Tambak usaha budidaya kepiting soka
Kepiting soka dengan metode cutting
Penyimpanan kepiting soka
Teknik budidaya kepiting soka dengan metode cutting
Kepiting soka dengan metode popey
Cangkang benih kepiting soka
Pakan ikan rucah kepiting soka

75
76
77
78
79
81
82
83
84
85
86
87
88
88
88
88
88
88
89
89
89
89
89
89

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bisnis perikanan merupakan bisnis yang cukup berpotensi untuk
dikembangkan dalam pasar lokal dan pasar internasional. Hal tersebut dapat
dilihat dari kontribusi sektor perikanan terhadap produk domestik bruto (PDB)
pertanian terbesar setelah tanaman bahan makanan. Sektor perikanan pada tahun
2013 berkontribusi sebanyak Rp 61 661.2 miliar atau 18.5 persen dari total PDB
sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor perikanan mengalami pertumbuhan ratarata yang yang paling tinggi dibandingkan dengan sektor lainnya yaitu 6.5 persen
pada tahun 2009-2013. Dengan demikian sektor perikanan memiliki potensi yang
besar untuk dikembangkan dalam memberikan kontribusi terhadap PDB Indonesia
berupa peningkatan devisa. Tabel 1 menunjukkan laju pertumbuhan sektor
perikanan dibandingkan dengan laju pertumbuhan di sektor lainnya1.
Tabel 1 Sumbangan sektor perikanan terhadap produk domestik bruto atas dasar
harga konstan 2000 (Miliar Rupiah) tahun 2009-2013* dan laju
pertumbuhan rata-rata sektor perikanan.
Lapangan
Usaha
Tanaman
bahan
makanan
Tanaman
perkebunanan
Peternakan
dan hasilhasilnya
Kehutanan
Perikanan
Total PDB
Pertanian

Tahun
2011

2012

2013

Pertumbuh
-an ratarata

2009

2010

149 057.8

151 500.7

154 153.9

158 910.1

161 925.5

2.1

45 558.4

47 150.6

49 260.4

52 325.4

54 629.3

4.6

36 648.9

38 214.4

40 040.3

41 918.6

43 902.3

4.6

16 843.6
47 775.1

17 249.6
50 661.8

17 395.5
54 187.7

17 423.0
57 702.6

17 442.5
61 661.2

0.8
6.5

295 883.8

304 777.1

315 036.8

328 279.7

339 661.2

3.5

Keterangan :
(*) adalah angka sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)

Bisnis perikanan juga semakin berkembang dilihat dari peningkatan
konsumsi ikan per kapita nasional selama lima tahun terakhir dari tahun 2009 2013 sebesar 4.87 persen (KKP 2013). Hal tersebut mengindikasikan permintaan
hasil perikanan terus meningkat. Permintaan lainnya datang dari pasar ekspor.
Total volume ekspor hasil perikanan Indonesia pada tahun 2012 mengalami
pertumbuhan sebesar 6.02 persen, hal ini terlihat dari peningkatan volume ekspor
hasil perikanan Indonesia dari 1 159 juta ton pada tahun 2011 menjadi 1 229 juta
ton pada tahun 2012 (KKP 2012). Selain itu, nilai ekspor hasil perikanan
meningkat sebesar 3.51 persen pada tahun 2013 dibandingkan bulan yang sama
1

BPS. 2012. PDB Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Berdasarkan Harga Konstant
[Internet]. [Diakses pada tanggal 27 April 2015]. Tersedia pada: http:/bps.go.id.

2
pada tahun sebelumnya dengan volume ekspor bulan September 2013 sebesar 906
ribu (KKP 2013). Maka dari itu, bisnis perikanan masih berpeluang besar untuk
dikembangkan dalam memenuhi tingginya konsumsi dalam negeri dan luar
negeri.
Kementerian Kelautan Perikanan atau KKP (2013) menyatakan bahwa pada
tahun 2013 terdapat 4 komoditi yang menyumbang volume ekspor hasil perikanan
yaitu komoditi ikan lainnya sebesar 41.11 persen, TTC (Tuna,Tongkol,Cakalang)
15.41 persen, rumput laut 14.64 persen, dan udang 11.15 persen. Selanjutnya, 4
komoditi terbesar yang berkontribusi pada nilai ekspor hasil perikanan pada tahun
2013 yaitu udang sebesar 33.10 persen; ikan lainnya 18.83 persen; TTC 16.53
persen; dan kepiting 5.71 persen. Tabel 2 menunjukkan trend dan kontribusi
volume dan nilai ekspor hasil perikanan menurut komoditas pada tahun 2012
sampai 2013. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepiting merupakan
salah satu komoditas ekspor yang memiliki nilai komersial yang tinggi.
Tabel 2

Tren dan kontribusi volume dan nilai ekspor hasil perikanan menurut
komoditas (dalam persen), 2012-2013*

Komoditas

Tren
Volume
Nilai
2.32
20.44
17.82
11.80
-3.27 -17.35
37.49
32.14
72.64 272.36

Kontribusi volume
2013
2012
11.50
11.28
15.41
13.54
41.11
44.00
2.28
1.72
0.96
0.58

Udang
TTC
Ikan lainnya
Kepiting
Ubur-ubur
lemak dan minyak
-55.29 163.38
0.01
ikan
rumput laut
6.23
11.83
14.64
Mutiara
-17.93 -22.69
0.02
ikan hias
262.16
10.23
0.55
Lainnya
-0.49
1.71
13.85
Total
3.51
6.37
100
Keterangan :
(*) adalah angka sementara Sd. September 2013
Sumber: Kementerian Perikanan dan Kelautan, 2013

Kontribusi nilai
2013
2012
33.10
29.23
16.53
15.73
18.83
24.23
5.71
4.60
0.59
0.17

0.03

0.05

0.02

14.27
0.03
0.16
14.40
100

4.95
0.59
0.58
19.07
100

4.70
0.82
0.56
19.94
100

Kepiting yang diekspor diklasifikasikan menjadi 3 produk. Pertama kepiting
beku, hidup, segar atau dingin yang terdiri atas kepiting cangkang lunak, kepiting
beku, kepiting segar atau dingin. Kedua kepiting yang diolah atau diawetkan yang
terdiri atas kepiting dalam kemasan kedap udara dan lainnya. Ketiga kepiting
lainnya yang terdiri atas kepiting rebus dan lainnya (KKP 2013). Kepiting
cangkang lunak hanya menyumbangkan volume dan nilai ekspor hasil perikanan
masing-masing 6 persen (1 664 898 kg) dan 3 persen (US$ 10 001 499) dari total
ekspor kepiting (KKP 2012). Walaupun kepiting cangkang lunak tidak
mendominasi hasil ekspor kepiting tetapi kepiting cangkang lunak cukup
memiliki nilai jual yang tinggi, seperti yang dijelaskan oleh Hamdani (2014)
harga jual soft crab mencapai Rp 60 000 – Rp 70 000 per kg sedangkan kepiting
yang berkulit keras harga jualnya hanya Rp 30 000 – Rp 40 000 per kg atau harga
kepiting cangkang lunak dapat mencapai 1.75 – 2.00 kali lipat dari harga kepiting
biasa. Sama halnya dengan observasi lapang, ditingkat pengumpul harga kepiting

3
cangkang keras ukuran konsumsi size 200 gram per ekor ke atas memiliki harga
Rp 75000 per kg sedangkan harga kepiting cangkang lunak ditingkat petani
harganya yaitu Rp 85 000 per kg dan harga ditingkat pengumpul mencapai Rp 95
000 per kg. Dengan kata lain kepiting cangkang lunak memiliki harga 1.2 kali
lipat lebih tinggi dibandingkan harga kepiting cangkang keras ditingkat
pengumpul. Oleh karena itu, kepiting cangkang lunak memiliki potensi yang besar
dalam menyumbangkan nilai ekspor kepiting Indonesia.
Kepiting cangkang lunak atau yang biasa disebut kepiting soka (soft shell
crab) banyak diekspor ke negara-negara tujuan ekspor Indonesia yang ada di
dunia. Salah satu negara tujuan ekspor kepiting soka Indonesia adalah benua Asia.
Asia menerima ekspor kepiting soka sebanyak 81 persen dari total ekspor kepiting
soka yang dihasilkan Indonesia. Pasar ekspor kepiting soka terbesar kedua yaitu
Benua Amerika yang pada tahun 2013 ekspornya mencapai 186 528 kg atau 11
persen dari total ekspor. Meskipun demikian, nilai ekspor kepiting soka ke
Amerika cukup tinggi yaitu 26 persen dari nilai yang disumbangkan terhadap
ekspor kepiting soka. Australia hanya menerima ekspor kepiting soka Indonesia
sebanyak 11 persen atau 54 080 kg, dan Eropa merupakan pasar ekspor kepiting
soka yang paling sedikit yang hanya menerima ekspor kepiting soka Indonesia
sebanyak 69 583 kg atau 4 persen dari total ekspor kepiting soka. Berikut ini
adalah Tabel 3 yang menunjukkan jumlah volume dan nilai ekspor kepiting soka
tahun 2013.
Tabel 3 Jumlah volume dan nilai ekspor kepiting soka tahun 2013
Persentase
Benua Tujuan
Volume (Kg)
Nilai (US $)
Ekspor
Volume (%) Nilai (%)
Asia
1 334 707
6 063 244
81
61
Australia
54 080
423 039
3
4
Amerika
186 528
2 604 671
11
26
Eropa
69 583
910 545
4
9
Total
1 644 898
10 001 499
100
100
Sumber: Kementerian Perikanan dan Kelautan (2013)

Negara-negara Asia yang paling banyak menerima ekspor kepiting soka dari
Indonesia adalah Negara Singapura yang permintaannya di tahun 2013 mencapai
455.57 ton, Hongkong 389.67 ton, dan Malaysia 215.59 ton. Sedangkan
permintaan lokal datang dari hotel, restoran atau rumah makan yang menyediakan
menu seafood. Permintaan tersebut jumlahnya tidak sedikit, banyak restoran yang
selalu merasa kekurangan supply kepiting soka. Permintaan kepiting soka yang
tinggi dapat mendorong usaha perikanan budidaya berpeluang untuk
dikembangkan.
Biro Pengembangan BPR dan UMKM atau BPBU BI (2011) menyatakan
bahwa kegiatan usaha budidaya kepiting soka mulai tersebar di beberapa lokasi di
Indonesia yang memiliki perairan pantai (payau) dan terutama memiliki kawasan
hutan bakau. Seperti Banda Aceh, Makassar, Bali dan Nusa Tenggara, perairan
Pantai Utara Jawa antara lain di Bekasi, Karawang, Sidoardjo, Pemalang, Demak,
Jepara, dan Rembang. Daerah pantai utara khususnya Kabupaten Karawang yang
berada di Provinsi Jawa Barat memiliki peluang usaha dalam budidaya kepiting

4
soka karena Karawang memiliki luas hutan mangrove terbesar kedua di Jawa
Barat yaitu 9 983.93 ha dengan kondisi hutan dalam keadaan baik terluas di Jawa
Barat sebesar 629.66 ha (KKP 2013). Hutan mangrove merupakan habitat alami
kepiting, seperti yang dinyatakan oleh Suryani (2006) bahwa hutan mangrove
dapat menjadi tempat pemijahan (spawning ground), sehingga cocok untuk
berbagai kehidupan biota atau komoditas pantai. Pendapat yang sama dinyatakan
oleh Tulistiana (2006) bahwa hutan mangrove selain sebagai tempat untuk
berlindung dari predator, salinitas ekstrem dan tempat memijah, lubang yang
berada di bawah hutan mangrove ini sangat berperan dalam perlindungan kepiting
dari suhu ekstrem. Dengan demikian hutan mangrove ini dapat digunakan sebagai
ukuran untuk melihat ketersediaan benih kepiting soka, karena semakin luas hutan
mangrove semakin banyak jumlah kepiting yang hidup di sekitar hutan mangrove.
Kegiatan usaha budidaya kepiting soka di Kabupaten Karawang masih baru
dibandingkan dengan daerah lainnya di Pulau Jawa. Karawang baru mengenal
teknik budidaya kepiting soka pada tahun 2009 oleh Balai Pengembangan
Budidaya Air Payau (BPBAPL) Provinsi Jawa Barat. Hal tersebut dibenarkan
oleh staff BPBAPL Provinsi Jawa Barat yang bertanggung jawab atas komoditas
kepiting soka di Jawa Barat. Karawang yang menjadi tempat pertama pengenalan
teknik budidaya kepiting soka di Jawa Barat sampai sekarang tidak banyak diikuti
oleh petani tambak lainnya. Bahkan petani tambak yang ditunjuk oleh balai
banyak yang usahanya tidak berlanjut. Hal tersebut karena benih yang tersedia
jumlahnya sedikit sehingga tidak dapat diproduksi secara massal, akibatnya
produksi yang dihasilkannya sedikit sedangkan besarnya biaya tetap usaha ini
harus tetap dibayarkan. Oleh sebab itu secara biaya usaha ini menjadi tidak
efisien. Sampai saat ini, hanya terdapat satu petani tambak yang masih bertahan
mengusahakan budidaya kepiting soka di Kabupaten Karawang.
Lokasi usaha budidaya kepiting soka yang ada di Desa Pusakajaya Utara
Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang cukup jauh dari sumber benih yang
membuat usaha ini selalu kehabisan benih. Hal tersebut karena adanya persaingan
antara kepiting yang dijadikan untuk benih maupun konsumsi. Kepiting yang
dijadikan benih mulai banyak dibudidaya di daerah lain yang berbatasan dengan
Kabupaten Karawang. Daerah tersebut yaitu Muara Gembong yang ada di
Kabupaten Bekasi. Karena itu benih menjadi langka di Kabupaten Karawang.
Kelangkaan benih yang terjadi tidak hanya disebabkan rebutan benih, tapi terjadi
penurunan populasi kepiting yang dilihat dari ukuran tangkapan kepiting yang
semakin kecil dan jumlah kepiting nasional yang semakin menurun dari 2881 ton
pada tahun 2011 menjadi 2476 ton pada tahun 2012 (KKP 2012). Saat ini,
kondisi tersebut diangkat menjadi isu nasional yang membuat Kementerian
Perikanan mengeluarkan peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 tentang larangan
penangkapan lobster, kepiting dan rajungan pada ukuran tertentu. Peraturan
mengenai penangkapan kepiting adalah kepiting yang memiliki panjang karapas
ukuran kurang dari 15 cm, berat kurang dari 200 gram, dan kepiting bertelur.
Peraturan ini secara langsung akan mempengaruhi usaha budidaya kepiting. Baik
pengaruhnya terhadap keberlangsungan usaha maupun terhadap pendapatan petani
tambak.
Salah satu pengaruh dari peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 adalah
menurunnya penjualan kepiting keluar negeri seperti yang terjadi di Makassar,
penjualan kepiting ke luar negeri dihambat oleh peraturan tersebut tentang

5
larangan ekspor kepiting dan lobster2. Peraturan tersebut diperkuat dengan
peraturan tambahan dalam Surat Edaran Nomor 18/2015 mengenai bobot
komoditas kepiting soka yang boleh diperjualbelikan minimal 150 gram. Kondisi
ini membuat petani budidaya kepiting soka yang biasa mengirimkan kepiting
ukuran berat 50 - 80 gram terpaksa harus menerima kerugian dengan menahan
hasil produknya di cool storage dan akibatnya banyak kepiting soka tidak dapat
dipasarkan3. Salah satu biaya input terpenting adalah benih kepiting soka.
Berdasarkan hasil observasi lapang benih kepiting soka memiliki nilai 92 persen
dari total biaya variabel. Jika mengalami perubahan pada kenaikan harga benih
maka akan besar pengaruhnya terhadap penerimaan petani tambak. Produksi
kepiting soka pun menjadi tidak efisien untuk diproduksi, sebab biaya operasional
tidak dapat diimbangi dengan hasil penjualan produksi. Kondisi ini membuat
pengusaha mengalami kesulitan dalam menganalisis usahanya dan semakin
dipertanyakan kelayakan usahanya. Apabila dilihat dari segi biaya yang
dikeluarkan, maka biaya investasi adalah biaya yang cukup besar dalam usaha ini,
sehingga perlu dianalisis kelayakan usahanya dan kapan tingkat pengembalian
dari biaya yang sudah dikeluarkan petani tambak.
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab sedikitnya petani
tambak yang mengusahakan budidaya kepiting soka di Kabupaten Karawang dan
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh peraturan Kementerian Perikanan dan
Kelautan Nomor 1/Permen-KP/2015 terhadap usaha ini khususnya di Desa
Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar Kabupaten Karawang. Oleh karena itu alat
analisis yang paling tepat dalam menganalisis kasus ini yaitu analisis kelayakan
usaha yang dilihat dari aspek finansial dan non finansial yang dikaji secara
kuantitatif dan kualitatif.
Perumusan Masalah
Pada tahun 2011 staff BPBAPL Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa
usaha budidaya kepiting soka memiliki peluang yang sangat besar karena dapat
memanfaatkan jumlah kepiting bakau ukuran 100 gram yang terbuang atau tidak
laku di pasaran. Produksi kepiting soka sempat dihentikan karena masih
sedikitnya permintaan dan sedikit pula orang yang masih mengenal produk ini.
Berbeda halnya dengan kondisi saat ini, permintaan terus meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah hotel dan restoran di Jawa Barat. Seperti yang
dijelaskan oleh KKP (2012) bahwa di Jawa Barat pemasaran hasil perikanan
menurut jenis pemasarannya ke rumah makan atau restoran mengalami kenaikan
dari 35 288 ton pada tahun 2010 menjadi 35 318 ton pada tahun 2011. Selain itu,
Jawa Barat memiliki sarana perdagangan akomodasi terbesar di Indonesia yaitu
189 restoran dan hotel sebanyak 373 (BPS 2014).

2

Fadli, Caherul. 2015. Ekspor Kepiting Sulses di Prediksi Turun [internet]. diakses pada
tanggal 4 Juni 2015]. Tersedia pada: http://makassar.tribunnews.com/2015/04/21/ekspor-kepitingsulsel-diprediksi-turun.
3
Sarifudin, Amir. 2015. Ekspor Kepiting Soka Dilarang, Petani Rugi Pulahan Milyar
[internet].
[diakses
pada
tanggal
5
juni
2015].
Tersedia
pada:
http://economy.okezone.com/read/2015/01/28/320/1098497/ekspor-kepiting-soka-dilarang-petanirugi-puluhan-miliar.

6
Petani tambak yang masih bertahan sampai saat ini sejak tahun 2009
diperkenalkannya teknik budidaya kepiting soka kepada masyarakat Kabupaten
Karawang adalah usaha miliki Bapak Martani. Bapak Martani sampai saat ini
belum pernah melakukan analisis usaha secara finansial sejak usaha budidaya
kepiting soka didirikan, diduga pada awal usaha nilai investasi yang dikeluarkan
jumlahnya tidak sedikit. Maka dari itu, usaha ini perlu adanya keputusan jangka
pendek dan jangka panjang yang dapat memperhitungkan keuntungan secara
finansial. Selain itu, pengaruh dari peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 juga
perlu dipertimbangkan dalam perhitungan finansial. Hal tersebut penting
dilakukan untuk melihat perubahan yang masih dapat ditoleransi oleh petani
tambak dalam melakukan usaha budidaya kepiting soka. Perubahan yang perlu
diperhatikan dalam penelitian ini yaitu penurunan jumlah produksi penjualan dan
kenaikan harga benih kepiting soka. Dua variabel tersebut penting diperhatikan
karena variabel tersebut merupakan variabel yang dapat mempengaruhi usaha
yang disebabkan oleh peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 sepanjang penelitian
berlangsung. Nurmalina et al. (2010) menyatakan bahwa memulai bisnis tidak
cukup hanya dengan mengandalkan feeling dan insting saja, tapi perlu didukung
dengan data dan analisis yang komprehensif untuk mengambil keputusan yang
berkonsekuensi jangka panjang dan berdampak secara finansial.
Pemeliharaan yang cukup lama dan waktu berganti kulit (molting) yang
tidak bersamaan serta tingginya kematian kepiting menjadi masalah utama dalam
memproduksi kepiting soka (Fujaya et al. 2011). Periode produksi yang lama
memerlukan waktu dan biaya tambahan yang lebih besar. Terutama jika hasil
penjualan yang diterima tidak sebanding dengan penambahan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menghasilkan ukuran yang disyaratkan dalam peraturan
tersebut4. Kondisi tersebut membuat petani tambak mengharuskan pengawasan
yang ketat selama periode pemeliharaan. Usaha ini menjadi tidak efisien dari segi
tenaga kerja dan waktu. Semakin banyak waktu dan tenaga yang dikeluarkan
maka semakin banyak pula biaya yang harus dibayarkan.
Petani tambak harus mengeluarkan biaya sewa tambak sebesar Rp 5 000
000 per tahun. Biaya tersebut masuk ke dalam biaya investasi pada awal usahanya
dan memiliki risiko kerugian karena bila usaha budidaya kepiting soka ini
mengalami gagal panen maka pengusaha tambak harus menanggung kerugian
sebesar biaya yang dikeluarkan untuk menyewa tambak tersebut. Biaya awal
usaha yang nilainya cukup besar adalah keramba bambu dengan biaya sebesar Rp
50 000 000 atau 38 persen dari total investasi. Keramba bambu ini sangat penting
karena keramba bambu digunakan untuk memelihara kepiting soka yang ditebar
satu persatu ke dalam keramba. Kebutuhan biaya awal atau investasi dalam usaha
ini menjadi penting untuk diperhatikan dalam penelitian ini. Seperti penelitian
yang telah dilakukan oleh Hamdani (2014) di BPBAPL biaya investasi yang
dibutuhkan pada tahun pertama yaitu Rp 91 610 000 nilai tersebut cukup besar
bagi pengusaha budidaya perikanan, karena semua biaya yang dikeluarkan akan
menjadi risiko usaha dalam memperoleh keuntungan. Hal tersebut sudah
seharusnya menjadi pertimbangan dalam mengalokasi investasi. Oleh sebab itu,
analisis biaya investasi pada usaha yang dilakukan Pak Martani perlu dianalisis
lebih lanjut untuk keputusan bisnis pada masa yang akan datang.
4

Embas R. 2015. Ekspor Kepiting Rugi [internet]. [diakses pada tanggal 12 mei 2015].
Tersedia pada: http://sinarharapan.co/news/read/150423163/eksportir-kepiting-rugi-nbsp-4

7
Usaha ini juga memberikan dampak yang ditimbulkan tidak hanya untuk
pelaku bisnis akan tetapi berpengaruh besar terhadap masyarakat sekitar dan pihak
lain yang terlibat langsung maupun yang tidak terlibat langsung. Seperti yang
diutarakan Kasmir dan Jakfar (2009) menyatakan bahwa bisnis di samping untuk
mencapai keuntungan, usaha juga diharapkan memberikan manfaat bagi karyawan
dan masyarakat sekitar proyek maupun pemerintah. Dampak lainnya dijelaskan
oleh BPBU BI (2011) bahwa pembudidayaan kepiting soka selain dapat
memberikan pendapatan bagi masyarakat pembudidaya juga dapat menjadi upaya
rehabilitasi dan perlindungan lingkungan pantai dari bahaya abrasi. Hal ini
dimungkinkan karena pembudidayaan kepiting soka pada umumnya dilakukan di
sekitar hutan bakau (mangrove) yang merupakan sumber utama bahan baku
kepiting soka. Untuk menganalisis dampak yang ditimbulkan dari kegiatan
tersebut adalah dengan menggunakan analisis kelayakan non finansial yang terdiri
dari beberapa aspek seperti aspek teknis, aspek pasar, aspek hukum, aspek sosial
budaya dan ekonomi, serta aspek lingkungan. Dampak tersebut diukur untuk
melihat perkembangan usaha yang sudah dijalankan selama kurang lebih empat
tahun. Sejauh ini usaha milik Pak Martani belum pernah dilakukan analisis
kelayakan baik pada awal menjalankan bisnis maupun saat bisnis sedang berjalan.
Sehingga perlu adanya evaluasi bisnis. Adapun hal yang dibandingkan dalam
evaluasi bisnis adalah seluruh ongkos yang akan ditimbulkan oleh bisnis yang
sedang dioperasionalkan serta manfaat atau benefit yang diperkirakan akan
diperoleh pengusaha tambak.
Penelitian ini difokuskan pada usaha milik perseorangan atau swasta yang
berada di lahan sewa Balai Layanan Usaha Produksi Perikanan Budidaya
(BLUPPB) untuk mengetahui usaha yang dijalankan selama ini sudah cukup layak
untuk dikembangkan daripada usaha lainnya. Dengan begitu diperlukan suatu
evaluasi usaha menggunakan kelayakan dari aspek finansial dan non finansial.
Berdasarkan perumusan masalah, maka permasalahan yang diteliti
mencakup pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
1 Apakah usaha budidaya kepiting soka layak dijalankan dilihat dari analisis
non finansial yang terdiri atas aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek
sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan?
2 Apakah usaha budidaya kepiting soka layak diusahakan dilihat dari analisis
finansial berdasarkan kriteria investasi yang dikeluarkan?
3 Bagaimana pengaruh perubahan penurunan jumlah penjualan dan kenaikan
harga benih yang masih dapat ditoleransi akibat peraturan Nomor 1/PermenKP/2015 pada usaha budidaya kepiting soka?
Tujuan Penelitian
1

2
3

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
Menganalisis kelayakan non finansial usaha budidaya kepiting soka
berdasarkan aspek teknis, aspek pasar, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi,
budaya dan aspek lingkungan.
Menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya kepiting soka berdasarkan
kriteria investasi yang dikeluarkan.
Menganalisis tingkat sensitivitas usaha apabila terjadi perubahan penurunan
jumlah penjualan dan kenaikan harga benih yang masih dapat ditoleransi

8
akibat peraturan Nomor 1/Permen-KP/2015 pada usaha budidaya kepiting
soka.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:
1 Tersedianya informasi bagi pengusaha budidaya kepiting soka sebagai
masukan terhadap manajemen perusahaan untuk mengetahui kelayakan usaha
budidaya kepiting soka.
2 Tersedianya informasi bagi mahasiswa yang diharapkan dapat memberikan
masukan dan menjadi bahan pustaka dan referensi untuk melakukan penelitian
terkait.
3 Tersedianya informasi bagi penulis yang diharapkan dapat memperkaya ilmu
pengetahuan yang telah diperoleh pada saat perkuliahan serta dapat
mengaplikasikan teori-teori dan ilmu yang telah diperoleh sebagai bekal yang
dapat diaplikasikan dalam dunia kerja.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini difokuskan kepada usaha tambak perseorangan yang
mengusahakan budidaya kepiting soka di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan
Cilebar Kabupaten Karawang. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah
usaha masih dapat dikatakan layak setelah empat tahun berjalan dan perubahan
yang masih dapat ditoleransi akibat peraturan pemerintah nomor 1/PermenKP/2015.
Fokus penelitian pada aspek kelayakan non finansial adalah menganalisis
dan mengevaluasi dampak dari usaha terhadap masyarakat sekitar dan lingkungan
dengan melihat aspek teknis, aspek pasar, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi
dan budaya, serta aspek lingkungan. Fokus penelitian pada aspek finansial adalah
menganalisis dan mengevaluasi nilai investasi pada awal usaha dengan melihat
nilai sekarang untuk perhitungan di waktu yang akan datang selama umur bisnis
dengan menilai tingkat pengembalian investasi. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Januari sampai bulan Februari 2015.

TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Kepiting Soka
Kepiting cangkang lunak dikenal dengan "soft shelling crab" di Indonesia
kemudian disingkat menjadi "kepiting soka", selain itu nama kepiting soka ini
banyak disebut oleh orang Jawa dengan sebutan kepiting soka khususnya orang
Jawa yang ada di Desa Mojo Pemalang (BPBU BI, 2011), mereka lebih suka
menyebutnya soka daripada menyebut soft shell crab yang terlalu panjang. Istilah
tersebut mulai menyebar ke seluruh Indonesia dan kemudian kepiting cangkang
lunak ini terkenal dengan sebutan kepiting soka.

9
Kepiting soka adalah kepiting bakau yang memiliki cangkang lunak
sehingga dapat dikonsumsi secara utuh. Kepiting soka adalah kepiting pada
kondisi ganti kulit, kulit krustase yang tadinya keras digantikan oleh kulit yang
lunak. Kepiting soka ini adalah kepiting yang biasa dimakan oleh masyarakat
namun keunikannya terdapat dari proses budidayanya yaitu dipanen pada saat
kepiting sedang berganti kulit atau molting. Pada saat itu kondisi cangkang dan
kulit kepiting masih sangat lembut atau masih lunak. Seperti yang diutarakan oleh
Fujaya et al. (2013) bahwa Kepiting lunak (soft shell crab) adalah salah satu
makanan laut (seafood) di dunia yang terkenal karena kelezatannya dan
kepiting ini bukanlah spesies baru, melainkan kepiting bakau (Scylla spp.) yang
dipanen sesaat setelah mereka melepaskan cangkang yang keras (molting) dan
cangkang baru masih dalam keadaan lunak. Adapun proses molting adalah
fenomena umum pada semua crustacean dan esensial untuk pertumbuhan,
metamorfosis dan reproduksi. Proses molting bagi kepiting merupakan proses
regenerasi dengan merangsang fisiologi hormonal untuk menumbuhkan kembali
anggota badan yang patah dan rusak5. Keunikan dari kepiting cangkang lunak
adalah cita rasa yang berbeda hadir saat menikmati lezatnya kepiting yang
cangkangnya langsung bisa dimakan karena tidak perlu menggunakan tang untuk
memotong cangkangnya. Biasanya kepiting cangkang lunak ini diolah dengan
digoreng tepung. Kepiting goreng tepung yang renyah dan lembut itu dengan
mudah dapat dinikmati tidak hanya oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Saat
mengkonsumsi kepiting cangkang lunak yang digoreng tepung dengan cara digigit
teksturnya empuk seperti jamur krispi6.
KKP (2012) pada jurnal kelautan mengatakan bahwa kepiting lunak dapat
diidentifikasi dengan jalan memijit atau menekan secara perlahan bagian tubuh
kepiting. kepiting lunak yang dipasarkan khusus untuk konsumsi adalah kepiting
yang baru saja molting atau paling tidak baru berumur empat jam sejak molting
pada kondisi demikian, bagian cangkang kepiting pun lunak apalagi bagian tubuh
yang lainnya. Adapun menurut Nurdin dan Armando (2010) kepiting soka adalah
nama lain dari kepiting cangkang lunak yang dimiliki kepiting ini bukan karena
jenis kepitingnya. Namun, lunaknya cangkang kepiting disebabkan kepiting baru
melewati tahap ganti kulit (molting).
Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Kepiting Soka
Penelitian terdahulu terkait analisis kelayakan usaha yaitu dilakukan oleh
BPBU BI (Biro Pengembangan BPR dan UMKM, Bank Indonesia 2011) tentang
pola pembiayaan budidaya kepiting soka. Di dalam buku tersebut sudah cukup
lengkap dalam menganalisis kelayakan non finansial dan finansial termasuk pola
pembiayaannya. Penelitian tersebut dilakukan di Kota Pemalang Provinsi Jawa
Tengah. Hasil Kelayakan non finansial menunjukkan bahwa usaha budidaya
5

Kompas. 2008. Yushinta, Sang Penakluk Kepiting [Internet]. [Diakses pada tanggal 10
Mei 2015]. Tersedia pada:
http://nasional.kompas.com/read/2008/08/07/0624130/yushinta.sang.penakluk.kepiting
6
Lestari, Sri. 2015. Makan Kepiting Langsung dengan Cangkangnya [internet]. [diakses
pada
tanggal
5
juni
2015].
Tersedia
pada:
http://travel.kompas.com/read/2015/05/31/181700527/Makan.Kepiting.Langsung.dengan.Cangkan
gnya.

10
kepiting soka layak diusahakan dan merupakan suatu kegiatan usaha yang
memiliki prospek yang baik dan layak untuk dikembangkan ditinjau dari aspek
pasar dan aspek teknis. Hasil kelayakan finansial usaha budidaya kepiting soka
dengan skala usaha 1 ha berdasarkan kriteria investasinya yaitu NPV bernilai
661,194,821 yang berarti layak untuk dijalankan. IRR lebih besar dari 1 yaitu 46
persen, Net B/C Ratio yaitu 2 yang berarti layak untuk diusahakan karena bernilai
lebih dari satu. Nilai Payback Period-nya yaitu 2,01 tahun artinya pembesaran
kepiting soka akan mencapai titik pengembalian investasi pada saat kegiatan telah
berjalan selama dua tahun satu bulan. Hal itu berarti tingkat pengembaliannya
kurang dari umur ekonomisnya selama 5 tahun. Sehingga berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh BPBU BI (2011) secara aspek finansial, usaha budidaya
kepiting soka yang dilakukan oleh petani di Kota Pemalang layak untuk di
jalankan.
Penelitian lain dilakukan oleh Hamdani (2014) tentang kelayakan usaha
pembesaran kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut
(BPBAPL) Karawang ditinjau dari aspek non finansial usaha budidaya kepiting
soka layak untuk diusahakan dengan skala tambak 1 ha. Hal itu dilihat dari aspek
pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi budaya
dan aspek lingkungan layak untuk diusahakan. Adapun hasil analisis finansial
usaha yang dilakukan dengan menggunakan investasi sebesar Rp 91 610 000
menghasilkan NPV sebesar Rp 55 969 166.43 atau lebih besar dari pada satu yang
berarti bahwa usaha ini layak untuk dijalankan secara finansial. Nilai Net (B/C)
yang diperoleh dari analisis yang dilakukan yaitu 3.67 atau lebih dari 1, berarti
usaha ini memenuhi ukuran kelayakan berdasarkan kriteria investasi karena setiap
kerugian Rp 1 akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp 3.67. Kriteria investasi
lain yang memenuhi syarat kelayakan yaitu nilai IRR sebesar 123.9 persen yang
berarti investasi pada usaha ini dapat memberikan keuntungan internal sebesar
123.9 persen per tahun dan lebih besar dari discount factor yang digunakan yaitu
16 persen. Serta nilai Payback Period yaitu 1.1 persen yang berarti pembesaran
kepiting soka akan mencapai titik pengembalian investasi pada saat kegiatan telah
berjalan selama satu tahun satu bulan enam hari yang berarti layak karena kurang
dari umur ekonomisnya yaitu 3 tahun. Jangka waktu tersebut kurang dari umur
usaha. Sehingga secara keseluruhan dari aspek finansial usaha pembesaran
kepiting soka di BPBAPL Karawang layak untuk diusahakan.
Penelitian usaha budidaya kepiting soka ini mirip dengan penelitian usaha
komoditas sejenis seperti usaha udang dan lobster. Salah satunya adalah penelitian
yang dilakukan oleh Ginting (2006) tentang kelayakan finansial usaha budidaya
udang windu menunjukkan hasil usaha layak untuk dijalankan. Usaha budidaya
udang windu membutuhkan investasi sebesar Rp 1 056 840 000 dengan
menghasilkan nilai NPV sebesar Rp 1 281 908 760.51, Net B/C sebesar 3.02 dan
IRR sebesar 57.90 persen selama umur proyek 8 tahun.
Hasil kriteria investasi usaha budidaya kepiting soka dengan komoditas
sejenisnya layak untuk diusahakan secara finansial. Perbedaan usaha budidaya
kepiting soka dengan udang (komoditas sejenis) menunjukkan bahwa nilai
investasi yang lebih kecil pada usaha budidaya kepiting soka sebesar Rp 91 610
000 dan usaha udang windu yang membutuhkan Rp 1 056 840 000 dapat
menghasilkan nilai Net B/C, dan IRR yang lebih besar yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Hamdani (2014) memperoleh nilai Net B/C 3.67 dan IRR 123.9

11
persen dibandingkan usaha budidaya udang windu yang dilakukan Ginting (2006)
menghasilkan Net B/C sebesar 3.02 dan IRR sebesar 57.90 persen. Oleh sebab itu
usaha budidaya kepiting soka dapat menjadi salah satu pilihan alternatif
penanaman investasi.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu tempat lokasi,
waktu, karakteristik, dan budaya yang berbeda pada objek penelitiannya, adapun
objek penelitian ini yaitu pengusaha swasta di Desa Pusakajaya Utara Kecamatan
Cilebar Kabupaten Karawang. Objek penelitian ditujukan kepada pelaku usaha
komersial untuk mencari keuntungan. Sedangkan lokasinya yaitu di Kabupaten
Karawang yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Hamdani (2014)
namun di desa dan kecamatan yang berbeda.
Analisis Sensitivitas Usaha Budidaya Kepiting Soka
Usaha budidaya kepiting soka tidak lepas dengan kondisi yang berubahubah yang dapat mempengaruhi kelayakan usaha. Salah satu penelitian
sensitivitas yang pernah dilakukan adalah penelitian yang dilakukan oleh BPBU
BI (2011). Menurut BPBU BI (2011) hasil analisis sensitivitas yang menggunakan
metode switching value menggunakan tiga parameter. Parameter pertama
menggambarkan ketika terjadi perubahan pada komponen outflow berupa
kenaikan biaya variabel. Parameter kedua adalah ketika terjadi perubahan pada
komponen inflow berupa penurunan harga output (harga jual kepiting soka) dan
parameter ketiga juga ketika terjadi perubahan pada komponen inflow berupa
penurunan jumlah produksi. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan usaha
budidaya kepiting soka maksimum mengalami kenaikan biaya variabel sampai
52.8 persen. Selanjutnya mengalami penurunan maksimum harga output dengan
harga jual kepiting soka mencapai 23.82 persen dari besarnya harga jual kepiting
soka dalam kondisi normal. Penurunan maksimum jumlah produksi kepiting soka
yaitu 23,23 persen. Apabila melebihi batas maksimum analisis sensitivitasnya
maka usaha budidaya kepiting soka menjadi tidak layak untuk dijalankan.
Selanjutnya penelitian yang sudah dilakukan oleh pengkajian balai budidaya air
payau Takalar terhadap pengusaha soka di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa
usaha ini menguntungkan dengan R/C rasio 1,94 untuk skala 1000 ekor.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Hamdani (2014) yang menggunakan
analisis sensitivitas bahwa usaha mengalami kondisi penurunan produksi sebesar
12 persen, kenaikan harga benih 25 persen,dan terjadi kenaikan harga benih 20
persen diikuti harga pakan 25 persen. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan
bahwa usaha pembesaran kepiting soka sangat sensitif terhadap perubahan
produksi namun tidak terlalu berpengaruh pada kenaikan benih dan pakan.
Analisis sensitivitas yang dilakukan oleh Ginting (2006) melihat kepekaan
usaha pada dua komponen yaitu harga pakan udang dan harga jual udang
merupakan komponen biaya utama dan biaya terbesar. Analisis menunjukkan
usaha budidaya udang windu masih dapat dikatakan layak jika mengalami
perubahan maksimum kenaikan harga pakan sebesar 18.75 persen dan penurunan
maksimum harga jual udang windu sebesar 14.55 persen selama umur proyek.

12

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Studi Kelayakan Usaha
Usaha budidaya kepiting soka merupakan suatu proyek pertanian. Gittinger
(1986) menyatakan bahwa proyek pertanian adalah kegiatan usaha yang rumit
karena menggunakan sumber-sumber daya untuk memperoleh keuntungan atau
manfaat. Proyek secara umum merupakan kegiatan yang mengeluarkan biayabiaya dengan harapan akan memperoleh hasil. Proyek juga sangat membedakan
kegiatan produksi dan kegiatan investasi, dari proyek tersebut dapat kita tentukan,
kuantifikasi, biasanya pada proyek-proyek pertanian dapat dihitung nilainya.
Nurmalina et al. (2010) menyatakan bahwa kegiatan investasi menjadi suatu
pilihan bagi pemilik modal untuk mengelola sumber daya yang semakin langka.
Sehingga bagi pemilik modal: (1) perlu mengetahui secara pasti tingkat manfaat
yang dicapai suatu bisnis, (2) dapat memilih alternatif bisnis, (3) dapat
menentukan prioritas investasi dari pilihan alternatif yang ada, (4) dapat
mengurangi pemborosan sumberdaya. Maka dari itu, kegiatan investasi perlu
dianalisis kelayakannya yang dapat menunjukkan apakah bisnis yang
direncanakan sudah dilakukan layak untuk dilaksanakan atau dipertahankan.
Nurmalina et al. (2010) menyatakan bahwa studi kelayakan bisnis
merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah suatu kegiatan investasi
memberikan hasil bila dilaksanakan dan merupakan dasar untuk menilai apakah
suatu kegiatan investasi atau bisnis layak untuk dijalankan. Sama halnya dengan
yang dijelaskan oleh Kasmir dan Jakfar (2009) mengatakan bahwa studi
kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam
tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan
layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Hal tersebut juga dinyatakan oleh
Suliyanto (2010) bahwa studi kelayakan bisnis merupakan penelitian yang
bertujuan untuk memutuskan apakah sebuah ide bisnis layak untuk dilaksanakan
atau tidak. Sebuah ide bisnis dinyatakan layak untuk dilaksanakan jika ide
tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi semua pihak
(stakeholder) dibandingkan dampak negatif yang akan diperoleh.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa studi
kelayakan bisnis adalah alat untuk mengukur dan menilai suatu bisnis investasi
yang akan, sedang dan sudah dilaksanakan layak (memberi manfaat) atau tidak
(rugi). Dan ada beberapa hal yang perlu dipahami dalam melakukan studi
kelayakan bisnis yaitu tentang investasi yang ditanamkan ke dalam bisnis.
Biasanya investasi ini dilihat jika suatu pihak atau seseorang dapat melihat suatu
kesempatan usaha yang dapat memberikan manfaat secara ekonomis, serta dapat
memperoleh suatu keuntungan yang layak dari investasi yang ia tanamkan dalam
bisnis tersebut. Adapun manfaat dari investasi memiliki waktu dikeluarkan dan
diterima yang berbeda selama umur usaha. Hal ini karena adanya pengaruh waktu
terhadap nilai uang atau dinamakan konsep time value of money (Nurmalina et al.
2010). Terdapat beberapa teori yang dapat digunakan sebagai acuan dari berbagai
sumber buku dalam menganalisis kelayakan usaha yaitu teori investasi dan teori
biaya-manfaat. Kedua hal tersebut saling berkaitan satu sama lain karena pada

13
dasarnya studi kelayakan bisnis ini adalah membandingkan komponen-komponen
biaya dan manfaat dari periode waktu yang ditentukan. Berikut adalah
penjelasannya.
Teori Investasi
Investasi merupakan suatu kegiatan yang dapat direncanakan dan
dilaksanakan dalam bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber
untuk mendapatkan benefit (Grey at al. 1992 dalam Nurmalina et al. 2010).
Menurut Nurmalina et al. (2010) sumber-sumber yang dapat dipergunakan dalam
pelaksanaan bisnis dapat berbentuk barang-barang modal, tanah, bahan-bahan
setengah jadi, bahan-bahan mentah, tenaga kerja dan waktu.
Pilihan jenis investasi ini akan dipertimbangkan bagi pengusaha untuk
menggunakan modal yang dimilikinya. Selain itu, investasi akan berkaitan time
value of money, hal ini pun sangat bergantung dengan tingkat suku bunga yang
ditentukan oleh pemerintah, namun tingkat suku bunga memiliki hubungan
korelasi yang negatif dengan investasi. Apabila suku bunga naik maka jumlah
investasi akan berkurang, dengan suku bunga yang tinggi orang akan memilih
menabung daripada berinvestasi. Pernyataan tersebut didukung oleh Mankiw
(2006) yang menyatakan bahwa investasi sangat bergantung pada tingkat suku
bunga. Gambar 1 menunjukkan kurva hubungan antara tingkat suku bunga dan
investasi.
Tingkat suku bunga riil (r)

Investasi (I)
Gambar 1 Kurva teori investasi
Sumber: Mankiw (2006)

Untuk mengukur kelayakan investasi pada bisnis maka dibutuhkan beberapa
kriteria investasi. Adapun menurut Nurmalina et al. (2010) kriteria investasi dapat
digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan apakah suatu bisnis layak
atau tidak untuk dilaksanakan. Selain itu, setiap kriteria kelayakan dapat dipakai
untuk menentukan urutan-urutan berbagai alternatif bisnis dari investasi yang
sama.
Teori Biaya dan Manfaat
Menurut Gittinger (1986) ana

Dokumen yang terkait

Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Nila” Studi Kasus di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

5 66 103

Analisis Kelayakan Usaha Gula Aren (StudiKasus :Desa Mancang, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat)

42 190 67

Analisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak udang vaname pada usaha dagang jasa hasil diri desa Lamaran Tarung, kecamatan Cantigi, kabupaten Indramayu, Jawa Barat

0 16 109

Analisis Risiko Faktor-Faktor Produktivitas Udang Windu (Penaeus monodon) pada Petambak Tradisional di Desa Pusakajaya Utara Kabupaten Karawang

0 13 211

Analisis kelayakan usaha budidaya krisan potong di Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Cianjur

4 26 119

Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Kabupaten Karawang

1 18 59

Analisis Usaha Budidaya Tambak Bandeng Pada Teknologi Tradisional Dan Semi-Intensif Di Kabupaten Karawang

4 15 70

Estimasi Nilai Ekonomi Dan Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang)

0 5 145

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polikultur Kepiting Soka – Ikan Nila - Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting-Ikan Nila” Studi Kasus di Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang.

0 0 17

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Polikultur Kepiting Soka – Ikan Nila - Analisis Usaha Tambak Polikultur Kepiting – Ikan Nila (Studi Kasus: Desa Paluh Manan, Kecamatan Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang)

0 0 17