Analisis Risiko Faktor-Faktor Produktivitas Udang Windu (Penaeus monodon) pada Petambak Tradisional di Desa Pusakajaya Utara Kabupaten Karawang

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikanan merupakan sektor agribisnis yang hingga saat ini masih memberikan kontribusi yang cukup besar pada perekonomian Indonesia. Dari keseluruhan total ekspor produk perikanan, udang memberikan kontribusi sebesar 19 persen dari segi volume sebesar US$ 2.699.764.700 dan 43,3 persen dari segi nilai atau sebesar US$ 1.168.940.664 (Ditjen Perikanan Budidaya, April 2009)1. Perikanan dapat memberikan nilai strategis, diantaranya sumbangan terhadap ekspor, pendapatan nasional, ketahanan pangan serta penyediaan bahan pangan bergizi untuk dikonsumsi masyarakat2. Adapun beberapa negara pengekspor komoditi perikanan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Indonesia dan Beberapa Negara-Negara Eksportir Komoditi Perikanan Negara

Luas Wilayah

(km2)

Jumlah Penduduk Tahun 2001

Eksport Ikan (US $)

2001 2004

Thailand 513.515 61.251.000 4.039.127 4.034.003

China 9.572.900 1.274.915.000 3.999.274 6.636.839

Norwey 323.758 4.516.000 3.363.955 4.132.147

USA 9.518.323 286.067.000 3.316.056 3.850.629

Canada 9.970.610 31.081.900 2.797.933 3.487.477

Denmark 43.096 5.358.000 2.660.563 3.566.149

Chile 756.626 15.402.000 1.939.295 2.483.628

Spain 505.990 40.144.000 1.844.257 2.564.977

China, Taiwan 36.188 22.340.000 1.809.358 1.800.504

Indonesia 1.922.570 212.195.000 1.533.061 1.654.112 Sumber :Year Book Of Fisheries FHO, Webster s New International Atlas, Jawa

Barat Dalam Angka 2006

Dilihat dari Tabel 1 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan negara dengan luasan wilayah yang tergolong besar jika dibandingkan dengan negara Thailand, tetapi hal ini berbeda jauh dengan nilai ekspor yang didapat oleh Indonesia. Dengan luasan wilayah yang besar, Indonesia masih memiliki potensi

1

http://pheyodiccaps.blogspot.com/2010/12/potensi-bahari-Indonesia-udang.html (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

2


(2)

untuk meningkatkan hasil perikanan khususnya ekspor. Salah satu komoditi unggulan adalah udang windu yang merupakan indegeneous species Indonesia di tahun 1980-an. Udang windu adalah primadona produk perikanan karena dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan pendapatan, khususnya pada perusahaan. Volume ekspor udang pada tahun 2000-2006 mengalami peningkatan sebesar 6,65 persen, yaitu tahun 2000 produksi udang mencapai 116.188 ton dan pada tahun 2006 telah meningkat menjadi 169.581 ton. Negara tujuan ekspor komoditi udang saat ini adalah ke Jepang, USA dan Uni Europa. Volume dan nilai ekspor udang tahun 2000-2006 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.Volume dan Nilai Ekspor Udang Tahun 2000-2006

No. Tahun Volume (ton) Nilai Ekspor (US$)

1. 2000 116 188 1 002124

2. 2001 128 830 934989

3. 2002 124 765 836563

4. 2003 137 636 850222

5. 2004 139 450 887127

6. 2005 153 906 948130

7. 2006 169 581 1 098 651

Sumber : Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, 2008

Indonesia masih menjadi negara pengekspor udang terbesar setelah beberapa negara, seperti China, Thailand dan Vietnam. Pasar utama Indonesia untuk udang windu adalah Jepang dan Amerika Serikat. Sedangkan untuk pesaing Indonesia, yaitu Thailand memiliki pasang pasar yang kuat di Amerika Serikat dan memberikan kontribusi bagi perekonomian negaranya. Begitu pula dengan Vietnam yang mengekspor ke Negara Jepang dan Amerika Serikat dengan volume ekspor yang tidak terlalu jauh dengan Indonesia. Beberapa negara lainnya, seperti China dan Ekuador memiliki mengekspor udang ke Negara Amerika Serikat saja pada tahun 2009 dengan volume ekspor yang cukup besar. Berdasarkan data yang dikeluarkan olehNational Marine Fisheries Service(NMFS) menjelaskan negara-negera pengekspor udang tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3.


(3)

Tabel 3.Pengekspor Udang Ke Beberapa Negara Tahun 2009

No. Pengekspor Negara Tujuan Juni 2009

Volume Ekspor (MT)

Nilai Ekspor (juta yen)

1. Indonesia Jepang 2.894 2.561

Amerika Serikat 5.680

-2. Thailand Jepang 1.074

-Amerika Serikat 15.264

-3. Vietnam Jepang 2.968 2.532

Amerika Serikat 3.348

-4. Ekuador Amerika Serikat 5.338

-5. China Amerika Serikat 2.973

-Indonesia masih memegang peranan yang penting dalam menyediakan komoditi udang bagi negara jepang. Walaupun hasil yang didapatkan pada bulan Juni 2009 tidak jauh beda dengan negara Vietnam, tetapi nilai ekspornya lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. Sedangkan untuk pasar Amerika Serikat, Indonesia berada di urutan ke-2 sebagai negara pengekspor. Potensi udang windu juga dimiliki beberapa daerah di Jawa Barat, salah satunya adalah Kabupaten Karawang. Daerah ini terletak di bagian Utara Propinsi Jawa Barat yang secara geografis berada diantara 107°2-107°40 BT dan 5°56-6°34 LS. Kabupaten Karawang termasuk daerah daratan yang relatif rendah, mempunyai variasi kemiringan 0-2 persen, 2-15 persen dan diatas 40 persen. Potensi ikan dan udang di Kabupaten Karawang cukup beragam dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena didukung oleh panjang pantai yang terbentang dari bagian Utara sepanjang 84,23 km dan hutan mangrove seluas 8.736 ha. Adapun luas areal perikanan budidaya di Kabupaten Karawang Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.Luas Areal Perikanan Budidaya Kabupaten Karawang Tahun 2010 No. Areal Perikanan Potensi (ha) Dimanfaatkan (ha) Persentase (%)

1. Tambak 18.273,300 13.405,00 73,36

2. Sawah 10.580,80 179,05 1,69

3. Kolam 1.188,19 636,01 53,53

4. KJA (Keramba

Jaring Apung) 99 79 79,79


(4)

Daerah-daerah di Pantura terdiri dari beberapa wilayah, antara lain : Kota dan Kabupaten Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang dan Bekasi. Dari beberapa wilayah yang ada, Karawang merupakan tiga wilayah terbesar yang masyarakatnya bermatapencaharian sebagai nelayan dan ini merupakan potensi yang besar untuk meningkatkan produksi perikanan. Adapun data mengenai Rumah Tangga Perikanan (RTP) pantura tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5.Rumah Tangga Perikanan Pantura Tahun 2009

No. Wilayah RTP Pantura 2009

1. Kota Cirebon 204

2. Kabupaten Cirebon 8.025

3. Indramayu 6.101

4. Subang 726

5. Karawang 1.088

6. Bekasi 713

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat, 2009

Luas dan produksi tambak di Pantura tahun 2009 Karawang masih menghasilkan perikanan dalam jumlah yang besar setelah Indramayu. Dengan luasan yang cukup besar membuat produksi juga semakin besar dan ini merupakan potensi yang harus terus ditingkatkan. Luas dan produksi tambak Pantura tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6.Luas dan Produksi Tambak Pantura Tahun 2009

No. Lokasi Luas (ha) Produksi (ton) Jumlah

Pembudidaya

1. Kota Cirebon 91 47,08 200

2. Kabupaten Cirebon 7.500 16.067,3 431

3. Indramayu 22.800 50.588,03 6.565

4. Subang 10.000 18.810,14 548

5. Karawang 18.348 33.848,60 3.887

6. Bekasi 12.000 21.820,89 1.167

Sumber : Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut, 2009

Potensi perikanan yang dikembangkan khususnya di Kabupaten Karawang adalah budidaya ikan air payau (tambak), budidaya ikan air tawar dan perikanan hasil tangkapan, baik di laut maupun di perairan umum. Dilihat dari potensi lahan


(5)

tambak yang luas, membuat Karawang menghasilkan cukup tinggi hasil perikanan tambaknya. Salah satu komoditi perikanan tambak yang dibudidayakan adalah udang windu yang merupakan komoditi yang memiliki nilai jual yang tinggi di pasaran. Tidak hanya udang windu saja yang dibudidayakan, ada beberapa jenis komoditi perikanan yang cocok untuk dibudidayakan di tambak. Tingginya pemanfaatan areal tambak di Kabupaten Karawang dibandingkan dengan areal perikanan yang lain disebabkan oleh lokasi tambak yang dekat dengan sumber air, yaitu air laut di Pantai Utara (Pantura). Hasil produksi ikan tambak cukup besar dengan potensi luas areal yang cukup memadai dibandingkan dengan tempat budidaya lainnya. Disamping itu, beberapa jenis ikan maupun udang-udangan yang memiliki peran yang cukup besar di Kabupaten Karawang ini adalah udang windu sebagai salah satu komoditas utama. Udang windu masih banyak dibudidayakan karena memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan serta memiliki nilai jual yang tinggi dibandingkan dengan jenis udang dan ikan-ikan lainnya. Adapun produksi ikan, RTP (Rumah Tangga Perikanan), luas areal yang dimanfaatkan menurut tempat budidaya Tahun 2007-2010 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7.Produksi Ikan Menurut Tempat Budidaya Tahun 2007-2010

No. Tempat

Produksi Ikan

Produksi (ton)

2007 2008 2009 2010

1. Tambak 32.952,40 33.985,91 35.005,49 35.101,19

2. Sawah 2.093,40 2.156,58 671,47 611,92

3. Kolam 632,90 651,91 2.221,28 2.225,35

4. KJA (Keramba

Jaring Apung) 155,50 160,16 164,98 165,17

Jumlah 34.311,30 36,954,56 38.063,22 38,103.63 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karawang, 2011

Harga udang windu dengan size 30 (1 kg = 30 ekor) memiliki harga Rp 60.000,00 per kg. Sedangkan harga udang vanname yaitu Rp 45.000,00 dengan

size 30. Bandeng memiliki harga Rp 10.000,00 per kg dengan size 10 dan ikan nila memiliki harga Rp 9.000,00 per kg dengan size 10. Harga jual udang windu hingga sekarang masih unggul. Tingginya produksi perikanan tambak juga dikarenakan besarnya kontribusi komoditi perikanan lain, seperti bandeng, ikan


(6)

nila, rumput laut dan beberapa ikan-ikan lain dalam meningkatkan produksi perikanan tambak di Kabupaten Karawang. Adapun produksi ikan tambak berdasarkan jenisnya Tahun 2007-2010 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8.Produksi Ikan Di Tambak Berdasarkan Jenis Ikan Tahun 2007-2010 di Kabupaten Karawang

No. Jenis Ikan Jumlah (ton)

2007 2008 2009 2010

1. Bandeng 28.159,10 15.514,63 15.980,07 17.038,27

2. Mujaer 1.140,30 4.140,30 4.246,27 4.320,54

3. Blanak 22,40 2.249,90 2.317,38 2.402,08

4. Udang windu 1.430,70 5.415,90 5.578,37 3.481,43

Jumlah 30.752,50 27.320,73 28.122,09 27.242,32 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Karawang, 2011

Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa produksi udang windu mengalami peningkatan yang cukup tajam di tahun 2008 mencapai tiga kali lipat dari tahun 2007. Peningkatan jumlah produksi disebabkan oleh bebarapa hal salah satunya adalah pemanfaatan lahan tambak yang digunakan untuk membudiayakan udang windu sebagai komoditi unggulan di Kabupaten Karawang. Selain itu, keadaan atau lingkungan yang baik juga mempengaruhi kehidupan udang windu. Penurunan yang signifikan di tahun 2010 mencapai 2.096,94 ton, dimana hasil yang didapat pada tahun 2009 sebesar 5.578,37 ton. Beberapa jenis ikan tambak lainnya mengalami kenaikan tiap tahunnya, kecuali bandeng telah mengalami penurunan produksi di tahun 2008.

Penurunan produksi udang windu di tahun 2010 diduga karena lingkungan sekitar tambak yang sudah tidak lagi memenuhi kriteria, khususnya air laut yang tercemar oleh bahan-bahan kimia berbahaya sehingga berakibat pada jumlah udang alam yang semakin menipis. Penurunan produksi udang windu juga bisa disebabkan oleh merambahnya virus white spotatau bintik putih ke areal tambak sehingga menurunkan kualitas lingkungan tambak sebagai media tumbuh kembang udang, lahan tambak yang sudah tidak produktif membuat semakin menyempitnya lahan untuk budidaya, abrasi setiap tahun yang membuat lahan tambak tertutup oleh air laut, beralihnya udang windu ke komoditi lain yang


(7)

dinilai dapat meningkatkan pendapatan para petambak seperti udang vanname, bandeng, kepiting dan beberapa jenis ikan lainnya seperti ikan nila dan ikan mas.

Kabupaten Karawang yang menjadi sentral perikanan khususnya udang windu mengalami kemunduran pada beberapa periode yang lalu. Untuk dapat meningkatkan produksinya, para petambak melakukan berbagai macam cara untuk dapat mempertahankan komoditas yang dibudidayakan. Berdasarkan data yang ada, produksi perikanan budidaya pembesaran tambak pada kuartal 1 sampai kuartal 4 tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9.Produksi Perikanan Budidaya Pembesaran Tambak Kuartal 1-4 Tahun 2008 Kabupaten Karawang

No Komoditas Kuartal (dalam ton)

1 2 3 4

1. Udang windu 530,40 1.479,20 1.589,40 1.665,20

2. Udang putih 257,80 695,70 699,70 772

3. Udang api-api 348 864,50 864,70 1.109,90

4. Udang vanname - - -

-Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Jawa Barat, 2010

Dalam satu kuartal (tahun 2008), udang windu masih memegang peranan pertama sebagai salah satu komoditas yang paling besar diproduksi dalam tambak. Hal ini terlihat dari peningkatan yang terjadi tiap kuartalnya. Peningkatan ini didasari bahwa udang windu masih menjadi primadona bagi para petambak di Kabupaten Karawang. Adapun Nilai produksi perikanan budidaya pembesaran tambak kuartal 1-4 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10.Nilai Produksi Perikanan Budidaya Pembesaran Tambak Kuartal 1 Kuartal 4 Tahun 2008 Kabupaten Karawang

No Komoditas Kuartal (satuan Rp 1.000)

1 2 3 4

1. Udang windu 31.824.000 88.752.000 95.364.000 99.912.000 2. Udang putih 6.702.800 19.479.600 19.591.600 21.616.000 3. Udang api-api 6.960.000 17.290.000 17.294.000 22.198.000

4. Udang vanname - - -


(8)

Udang memiliki kandungan protein yang dapat dikategorikan sebagai protein lengkap karena kadar asam amino yang tinggi. Dalam 100 gram udang mentah mengandung 20,3 gram protein untuk memenuhi kebutuhan protein sebesar 41 persen. Adapun kandungan asam amino yang baik untuk tubuh dalam 100 gram udang (Lampiran 8) sedangkan untuk dapat melihat kandungan udang windu yang tertinggi berturut-turut sesuai dengan persentase kebutuhan harian (daily value) (Lampiran 9).

Desa Pusakajaya Utara merupakan salah satu desa yang berada dalam lingkup Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang yang memiliki luas sebesar 9.111.140 m2 serta potensi yang cukup besar terhadap komoditas udang, khususnya udang windu. Sebagian besar masyarakatnya membudidayakan udang windu secara tradisional dalam tambak. Komoditas udang windu masih menjadi produk unggulan karena selain memiliki bentuk yang bisa mencapai size15 (1 kg = 15 ekor), harga jual tinggi, serta udang windu juga masih menjadi incaran pasar di dalam maupun luar negeri. Di dalam persaingan yang semakin ketat, para petambak udang windu di desa ini masih tetap mengusahakan udang windu sebagai produk andalan karena dinilai memiliki nilai jual yang tinggi dibandingkan dengan jenis ikan tambak lainnya.

Penelitian mengenai Analisis Risiko Faktor-Faktor Produktivitas Udang Windu (Penaeus monodon) pada Petambak Tradisional di Desa Pusakajaya Utara Kabupaten Karawang penting dilakukan karena untuk melihat kondisi nyata petambak udang windu tradisional di Desa Pusakajaya Utara sehingga para petambak dapat mengambil keputusan yang tepat dalam menjalankan usaha di bidang budidaya udang windu sehingga dapat meminimalkan risiko yang akan terjadi. Selain itu, dapat memberikan masukan serta saran yang berguna ke depannya.

1.2 Perumusan Masalah

Desa Pusakajaya Utara merupakan salah satu desa di Kecamatan Cilebar yang berlokasi dekat dengan Pantai Utara. Sebagian besar masyarakat desa bermatapencaharian sebagai petambak tradisional karena sebagian besar luasan wilayah di daerah ini adalah tambak. Komoditi yang masih memiliki potensi


(9)

untuk diusahakan adalah udang windu. Budidaya udang windu secara tradisional tidak menggunakan pakan buatan sehingga hanya memakan biaya operasi sebesar 40 persen saja. Biaya terbesar dalam usaha budidaya adalah biaya pakan yang memerlukan biaya tinggi untuk meningkatkan produksi, yaitu sekitar 60-70 persen. Selain itu, penggunaan input-input produksi tidak terlalu banyak dengan luasan lahan yang dimiliki para petambak tidak terlalu besar. Penggunaan biaya yang kecil membuat banyak pembudidaya mengembangkan usaha budidaya udang windu karena dinilai memiliki nilai jual tinggi dan komoditi yang cepat berkembang.

Penurunan kualitas lingkungan tambak yang terjadi di desa ini menjadi salah satu penyebab beralihnya para petambak udang windu ke komoditas perikanan lain yang dianggap memiliki prospek yang baik demi tercapainya peningkatan pendapatan para petambak. Permasalahan ini berdampak kepada produksi udang windu yang semakin menurun. Dengan teknologi yang sederhana masih belum bisa menangani permasalahan terhadap lingkungan tambak. Pokok permasalahan juga terdapat pada keseimbangan lahan yang mulai menurun di lokasi. Lahan tambak saat ini sudah terkontaminasi dengan virus yang masuk ke areal tambak melalui media air. Dimana tidak jauh dari tempat lokasi budidaya terdapat pengeboran kilang minyak yang membuat keseimbangan lingkungan menjadi terganggu. Tapi sebagian petambak lain masih tetap bertahan membudidayakan udang windu dengan alasan bahwa udang windu masih memiliki nilai jual yang tinggi. Walaupun produksi udang windu yang berfluktuatif membuat sebagian petambak yang masih bertahan saat ini berharap bahwa bisa mendapatkan hasil yang besar.

Adapun hama tambak dibagi menjadi tiga golongan, yaitu golongan pemangsa, golongan penyaing dan golongan pengganggu. Golongan pemangsa, terdiri dari kakap, kepiting maupun ular. Golongan penyaing, terdiri dari siput dan udang-udangan kecil dan golongan pengganggu terdiri dari udang tanah, tritip, remis dan tiram. Penyakit udang dapat terjadi pada masa pemeliharaan di tambak. Penyakit-penyakit ini dapat disebabkan oleh protozoa, bakteri, cendawan dan virus. Apabila udang sudah terserang penyakit maka sulit untuk disembuhkan, terlebih lagi teknologi yang digunakan masih sederhana. Cara digunakan untuk


(10)

mengatasi hal ini adalah dengan mengganti air sebagian atau seluruhnya apabila terlihat kondisi di lingkungan tambak yang menurun. Kondisi tambak yang menurun dapat dilihat dari kelainan udang yang berakibat produksi menurun dan kualitas udang yang dihasilkan tidak sesuai atau kurang baik. Salah satu gejala yang dialami oleh udang adalah insang hitam. Penanggulangannya adalah dengan mengganti air baru sampai air menjadi jernih. Adapun produktivitas udang windu di Desa Pusakajaya Utara Tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1.Produktivitas Udang Windu Di Desa Pusakajaya Utara Tahun 2010 (2 siklus penanaman)

Grafik diatas menggambarkan bahwa dari 30 responden yang dianalisis menujukkan sebesar 19 responden yang produktivitasnya berada di bawah garis standar atau rata-rata, yaitu 143,22 kg/ha. Banyaknya responden yang berada dibawah garis standar dikarenakan bahwa kurangnya penanganan dalam mengatasi berbagai kemungkinan yang terjadi di areal tambak karena pangetahuan yang dimiliki cukup terbatas. Selain itu, benur yang ditebar ke tambak tidak terlalu banyak dengan tingkat kehidupan (Survival Rate) yang rendah karena menggunakan sistem budidaya tradisional (teknologi yang digunakan sederhana).

Berdasarkan penjelasan diatas, maka rumusan permasalahan dapat dikaji lebih dalam lagi, antara lain :

0 50 100 150 200 250 300 350

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Produktivitas (Kg/Ha) standar


(11)

1. Bagaimana sumber-sumber risiko yang dihadapi oleh para petambak udang windu di Desa Pusakajaya Utara, Kabupaten Karawang?

2. Bagaimana faktor-faktor dalam kegiatan budidaya udang windu dapat mempengaruhi risiko dalam produktivitas udang windu bila dikaitkan dengan fungsi produktivitas rata-rata dan variance yang dihadapi petambak di Desa Pusakajaya Utara, Kabupaten Karawang?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka tujuan penelitian ini, yaitu : 1. Identifikasi sumber-sumber risiko.

2. Menganalisis faktor-faktor dalam kegiatan budidaya udang windu dilihat dari tingkat produktivitasnya dan dikaitkan dengan fungsi produktivitas rata-rata danvariancesecara signifikan pada komoditas udang windu.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian diharapkan dapat memberikan informasi yang cukup berharga dan bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan, diantaranya : 1. Bagi petambak udang, hasil kajian yang dilakukan dapat digunakan sebagai

literatur untuk meminimalkan risiko, memahami faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha udang windu dalam tambak tradisional agar dapat meningkatkan hasil produksi yang berdampak pada keuntungan yang diterima oleh petambak di Desa Pustakajaya Utara, Kabupaten Karawang.

2. Bagi penulis, sebagai sarana dalam peningkatan kompetensi diri, baik dalam pengetahuan dan keterampilan dalam hal menganalisis potensi dan permasalahan yang terdapat dalam sektor perikanan khususnya budidaya tambak tradisional.

3. Bagi institusi, sebagai literatur dan informasi mengenai analisis risiko produksi serta faktor-faktornya yang mempengaruhi kegiatan para petambak tradisional udang windu (Penaeus monodon) di Desa Pustakajaya Utara, Kabupaten Karawang.


(12)

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian ini difokuskan pada Analisis Risiko Faktor-Faktor Produktivitas Udang Windu (Penaeus monodon) pada Petambak Tradisional di Desa Pusakajaya Utara Kabupaten Karawang dengan ruang lingkup penelitian, antara lain :

1. Menganalisis faktor-faktor produktivitas pada usaha budidaya udang windu secara tradisional.


(13)

II

.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prospek Perikanan Di Indonesia

Sektor perikanan di Indonesia masih dipandang memiliki prospek yang cerah untuk terus dikembangkan karena potensi yang dimiliki tidak hanya dari luasan lahan, melainkan dari produk perikanan yang cukup beragam serta dapat memberikan nilai tambah bagi negara maupun pembudidayanya. Salah satu dari tiga komoditas program revitalisasi perikanan yang dilakukan pemerintah adalah udang windu. Udang windu merupakan komoditas asli Indonesia yang mengalami kelangkaan pada waktu-waktu tertentu karena semakin maraknya penangkapan yang dilakukan di alam. Kelangkaan tersebut membuat semakin menipisnya pasokan udang di alam sehingga harga di pasaran melambung tinggi. Hal inilah yang mendasari untuk digalakkannya usaha budidaya udang dengan tujuan agar produksi udang windu tidak mengalami penurunan yang signifikan serta menjadi tumpuan dalam meningkatkan devisa ekspor. Panjang pantai Indonesia yang mencapai 81.000 km2 pada tahun 2004 serta luas tambak yang mencapai 960.000 ha, memiliki tiap arti setiap satu km panjang pantai rata-rata memiliki luas tambak 11,9 persen. Mempertimbangkan bahwa, bumi tempat kita bernaung ini dianugrahi dengan 3 persen air tawar, maka secara kasar Indonesia dapat membuat tambak seluas 1.215.000 ha atau 15 ha setiap km panjang pantai.

Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara, seperti Thailand dan Filipina masih mendominasi sebagai produsen di wilayah ini. Peningkatan volume produksi di Indonesia memberikan peluang yang besar bagi masyarakat petambak untuk dapat terus meningkatkan kualitas, kuantitas, maupun kontinuitasnya. Penelitian Zulkarnaini (2010) menjelaskan bahwa sebagian besar petambak udang windu khususnya di wilayah Kabupaten Karawang masih menggunakan sistem tradisional (ekstensif) yang dibangun pada lahan pasang surut dekat rawa hutan bakau atau mangrove. Kabupaten karawang sendiri dapat menyumbang sekitar 60 persen hasil perikanan, khususnya perikanan tambak. Selain itu, udang windu juga menjadi salah satu komoditas dengan permintaan yang tinggi untuk pemenuhan permintaan pada usaha horeka (hotel, restoran dan kafe) di wilayah Jabodetabek. Dalam peningkatan produksi juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan lahan mangkrak (idle) yang ada di wilayah setempat. Pemanfaatan tersebut bertujuan


(14)

tidak hanya dapat meningkatkan produksi tetapi dapat memberikan peningkatan hasil perikanan, seperti ikan bandeng, mujair, bawal dan udang jenis lain.

Penelitian yang sama juga dijelaskan oleh Panjaitan (2009) dan Zepriana (2010) yang memaparkan mengenai prospek perikanan di Indonesia yang dapat memberikan kontribusi yang cukup besar pada pembangunan nasional, khususnya pada perikanan budidaya. Panjaitan (2009) menganalisis komoditas ikan bandeng di Desa Muara Baru Kecamatan Cilamaya Wetan, Kabupaten Karawang. Penelitian ini lebih membahas mengenai analisis tataniaga ikan bandeng. Potensi ikan bandeng di daerah ini cukup besar karena Desa Muara Baru merupakan sentral ikan bandeng terbesar di Indonesia. Ikan bandeng dapat dibudidayakan di tambak maupun di keramba jaring apung. Selain mudah untuk dikembangkan atau dibudidayakan, ikan bandeng juga merupakan salah satu hasil perikanan tambak yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Ikan Bandeng dapat dipelihara tanpa pemberian pakan, yaitu dengan memanfaatkan klekap (lumut) yang tumbuh di dasar tambak sehingga dapat meningkatkan nilai tambah bagi para petambak.

Ikan bandeng juga memiliki beberapa keunggulan, yaitu mengandung asam lemak omega-3, dimana asam lemak ini bermanfaat mencegah terjadinya penggumpalan keping-keping darah sehingga mengurangi risiko terkena

arteriosklerosis dan mencegah jantung koroner. Asam lemak juga bersifat

hipokolesteromik yang dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Ikan bandeng juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh serta berperan dalam pertumbuhan otak pada janin serta pendewasaan sistem saraf.

2.2 Produksi Serta Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Pada Komoditas Udang

Prospek udang windu yang dinilai masih baik ini ternyata berbeda jauh dengan apa yang ada di lapangan. Serangan virus bintik putih (White Spot Syndrome Virus) atau yang biasa dikenal dengan nama WSSV ini menyerang sebagian besar tambak udang di Karawang. Virus ini dapat mematikan udang dalam waktu yang begitu cepat. Jika suatu tambak udang sudah terserang white spotmaka dalam waktu kurang dari tiga hari udang-udang tersebut akan mati dan harus dipanen keesokannya. Penelitian Zepriana (2009) juga menjelaskan


(15)

faktor-faktor produksi yang diduga dalam budidaya udang galah terdiri dari sembilan faktor, antara lain : (1) luas lahan, (2) benih, (3) tenaga kerja dalam keluarga, (4) tenaga kerja luar keluarga, (5) pupuk urea, (6) pupuk TSP, (7) pupuk kandang, (8) pupuk buatan, (9) kapur. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan model Cobb-Douglas, dimana dalam fungsiCobb-Douglasnilai sekaligus menunjukkan nilai elastisitas X terhadap Y. adapun kelebihan dari model ini, antara lain : (1) penyelesaian fungsi produksi relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain, karena dapat diubah ke dalam bentuk linier, (2) hasil pendugaan garis fungsi akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan elastisitas, (3) besaran elastisitas tersebut juga sekaligus menunjukkanreturn to scale.

2.3 Penelitian Yang Terkait Dengan Risiko Produksi

Bila dilihat dengan pengukuran risiko tersebut penelitian Lestari (2009) mengenai Manajemen Risiko Dalam Usaha Pembenuran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei), Studi Kasus di PT. Suri Tani Pemuka, Kabupaten Serang, Provinsi Banten menggunakan analisis-analisis tersebut. Analisis yang digunakan adalah berawal dari mengidentifikasi sumber-sumber risiko yang ada dan terjadi di dalam perusahaan, lalu mengklasifikasikan sumber risiko ke dalam peta risiko. Analisis lain yang digunakan adalah mengidentifikasi strategi penanganan risiko perusahaan dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Analisis yang dilakukan selanjunya adalah analisis probabilitas dan dampak dari risiko produksi naupli, produksi benur, risiko derajat kelangsungan hidup benur, dan risiko penerimaan perusahaan. Pengukuran probabilitas atau kemungkinan terjadinya kerugian dapat dilakukan dengan analisis nilai standar atau analisis z-score. Sedangkan pengukuran dampak risiko dilakukan dengan menggunakan analisisValue at Risk(VaR).

Berbeda dengan penelitian Ginting (2009), Tarigan (2009) dan Wisdya (2009). Ketiga penelitian ini menggunakan analisis penilaian terhadap risiko produksi berdasarkan ukuran yang menggunakan pendekatan Expected Return. Dimana risiko produksi ini dapat diukur berdasarkan penilaian hasil perhitungan

Variance, Standard Deviation, dan Coefficient Variation yang diduga dapat menunjukkan besarnya risiko yang terjadi. Pada penelitian Ginting (2009)


(16)

mengidentifikasi tentang strategi pengelolaan risiko produksi terhadap perusahaan dengan menerapkan strategi preventif yang bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko. Indikasi risiko produksi pada budidaya jamur tiram putih dapat dilihat dengan adanya fluktuasi atau variasi jumlah produksi ataupun produktivitas yang dialami perusahaan. Hasil dari ukuran Coefficient Variation

didapat sebesar 0,32 artinya adalah setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh perusahaan, maka risiko atau kerugian yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan. Sedangkan penelitian Tarigan (2009) melakukan portofolio pada beberapa komoditas. Komoditas yang dianalisis pada spesialisasi adalah brokoli, bayam hijau, tomat, dan cabai keriting. Sedangkan kegiatan portofolio yang dilakukan adalah komoditas tomat dengan bayam hijau dan cabai keriting dengan brokoli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi, risiko produksi berdasarkan keempat komoditas yang diteliti diperoleh hasil risiko tertinggi adalah bayam hijau sebesar 0,225 artinya setiap satu satuan yang dihasilkan, maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,225. Risiko terendah adalah cabai keriting sebesar 0,048 artinya setiap satu satuan yang dihasilkan, maka risiko yang dihadapi sebesar 0,048. Analisis risiko produksi yang dilakukan pada kegiatan portofolio menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko.

Penelitian Wisdya (2009) dan Tarigan (2009) memiliki persamaan pada kegiatannya, yaitu spesialisasi dan portofolio. Hanya komoditas yang digunakannya berbeda. Komoditas yang digunakan Wisdya (2009) adalah tanaman anggrek bibit seedlingdengan bibit mericlone. Sedangkan portofolionya adalah bibit seedling dan bibit mericlone. Permintaan terhadap anggrek dunia terus meningkat karena didukung oleh berbagai keperluan, seperti upacara keagamaan, hiasan, dan dekorasi ruangan, ucapan selamat serta untuk ungkapan dukacita. Hasil penelitian yang didapat menyebutkan bahwa pada kegiatan spesialisasi, risiko produksi paling tinggi yang dihadapi adalah tanaman anggrek dengan menggunakan teknik seedling sebesar 0,078 artinya adalah setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,078. Koefisien variasi paling tinggi terjadi pada tanaman anggrek dengan teknik seedling, yaitu


(17)

1,319 artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 1,319.

Penelitian Fariyanti (2008) menjelaskan mengenai model ekonomi rumah tangga petani sayuran yang difokuskan pada dua komoditi secara monokultur, yaitu kentang dan kubis dimana kedua komoditi ini ditanam pada waktu yang bersamaan dengan areal yang berbeda. Penelitian ini juga membahas mengenai dua aspek, yaitu risiko produksi dan harga produk. Penentuan model analisis dengan Garch (1,1) yang dapat menjelaskan risiko dalam produksi serta data yang digunakan adalah data produktivitas kentang dan kubis dalam tiga musim tanam. Fungsi produksi yang digunakan dalam menganalisis variance produksi yaitu fungsi produksi logaritman Cobb-Douglas. Hasil pendugaan model Garch (1,1) menunjukkan R2 pada komoditi kentang sebesar 32,94 persen yang memiliki arti bahwa variabel-variabel independent hanya mampu menjelaskan variabel

dependent(produktivitas kentang) sebesar 32,94 persen dan sisanya sebesar 67,06 dijelaskan oleh error. Error kuadrat musim sebelumnya dan variance error

produksi musim sebelumnya menunjukkan tanda positif yang berarti risiko sekarang dipengaruhi oleh risiko sebelumnya.

Pada persamaan produksi menunjukkan bahwa variabel pupuk phospor dan pupuk kalium menunjukkan tanda negatif, berarti variabel tersebut dapat menurunkan produksi kentang karena pemakaian pupuk phospor dan kalium sudah melebihi batas normal pemakaian. Sedangkan lahan, benih kentang, pupuk nitrogen, tenaga kerja dan obat-obatan menunjukkan tanda positif yang berarti penggunaan variabel tersebut dapat meningkatkan produksi kentang. Pada fungsi

varianceterdapat beberapa variabel yang dapat mengurangi risiko adalah variabel lahan, benih kentang dan obat-obatan. Variabel yang dapat menimbulkan risiko, antara lain pupuk nitrogen, pupuk phospor, pupuk kalium dan tenaga kerja.

Hasil dugaan pada komoditi kubis menunjukkan bahwa R2 yang didapat 28,02 persen. Hasil pendugaan pada fungsi produksi menunjukkan beberapa variabel yang bertanda negatif yang berarti dapat menurunkan produksi kubis, yaitu variabel benih sedangkan variabel yang menunjukkan tanda positif yang berarti dapat meningkatkan produksi kubis terdapat lima variabel, yaitu lahan, pupuk nitrogen, pupuk NPK, tenaga kerja dan obat-obatan. Hasil dugaan fungsi


(18)

variance yang bertanda positif ditunjukkan oleh variabel lahan dan obat-obatan dan sisanya variabel yang bertanda negatif ditandai oleh variabel benih kubis, pupuk nitrogen, pupuk NPK dan tenaga kerja.

Jurnal Forum Pascasarjana Vol. 33 No. 2 April 2010 yang berjudul Pengaruh Preferensi Risiko Produksi Petani Terhadap Produktivitas Tembakau : Pendekatan Fungsi Produksi Frontier Stokastik Dengan Struktur Error Heteroskedastis menunjukkan hasil penelitian preferensi risiko produksi petani tembakau di Kabupaten Pamekasan menunjukkan hasil bahwa preferensi risiko produksi petani dikategorikan menjadi tiga macam, yaitu petani yang selalu menghindari risiko (risk averse), petani yang netral terhadap risiko (risk neutral) dan petani yang menyukai risiko (risk seeker/risk taker). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kabupaten Pemekasan menghasilkan bahwa petani di daerah ini tergolong ke dalam kategori petani yang menghindari risiko (risk averse). Adapun beberapa faktor penyebabnya, yaitu keterbatasan sumber daya yang dimiliki untuk membeli input-input produksi dan mengupah tenaga kerja dari luar keluarga, terbatasnya akses informasi karena sebagian besar petani tidak tergabung dalam kelompok tani dan ketidakpastian harga tembakau di pasaran karena petani bertindak sebagaiprice taker serta saluran pemasaran dikuasai oleh bandol dan juragan yang menjadi kepanjangan tangan dari pabrik rokok. Gambaran tersebut dipengaruhi oleh risiko dan inefisiensi. Di daerah pegunungan bentuk organisasi produksi usaha tani adalah dengan kemitraan, gambaran ini menghasilkan bahwa preferensi risk taker petani disana dalam mengalokasikan input-input produksi lebih dipengaruhi oleh inefisiensi teknis dibandingkan oleh risiko yang mereka hadapi. Sedangkan pada petani swadaya yang berada di tegalan preferensi risk averse pada kedua kelompok menunjukkan alokasi input-input produksi lebih dipengaruhi oleh risiko daripada inefisiensi teknis (ketakutan dalam risiko produksi menjadi pertimbangan utama dalam alokasi input).

Salah satu contoh petani tembakau di pegunungan yang bekerjasama dengan Sampoerna (pabrik rokok) tergolong sebagai risk taker walaupun lahan yang dimiliki terbatas, yaitu rata-rata keseluruhan 0,48 ha. Hal ini dikarenakan kemitraan yang sudah terjalin dengan baik dan masing-masing pelaku kemitraan berpegang pada komitmen yang telah disepakati. Adapun konsekuensinya adalah


(19)

semakin efisiensi kegiatan produksinya baik secara teknis maupun alokatif maka semakin besar pula produktivitas dan keuntungan yang diperoleh. Selanjutnya kasus petani kemitraan di daerah agroekosistem tegalan dan petani tembakau swadaya memilih menghindari risiko (risk averse) karena banyaknya pengingkaran kesepakatan antara petani dengan pabrik rokok dan juga petani yang memiliki lahan di bawah 0,5 ha menghasilkan produktivitas dan keuntungan yang semakin rendah. Begitu pula dengan petani tembakau kemitraan pada agroekosistem sawah memiliki menghindari risiko bagi petani yang memiliki lahan kurang dari 1 ha. Hal ini berimbas pada produktivitas dan keuntungan yang didapat juga sedikit.


(20)

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis penting untuk dibahas karena untuk mempermudah dalam pembahasan teori-teori yang terkait dengan risiko dalam suatu kegiatan usaha. Adapun beberapa teori yang perlu dibahas, antara lain : konsep risiko, sumber-sumber risiko, teori produksi dan risiko produksi.

3.1.1 Konsep Risiko

Kegiatan usaha yang kini semakin beragam dan kompleks dapat menimbulkan berbagai risiko di dalamnya. Risiko-risiko tersebut tidak hanya terjadi di dalam melainkan di luar perusahaan, dengan kata lain semakin kompleksnya suatu aktifitas yang dilaksanakan, maka akan semakin besar pula risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan tersebut. Kountur (2006) mendefinisikan risiko sebagai kemungkinan kejadian yang merugikan. Selain itu, risiko mengandung tiga unsur penting, yaitu kejadian, kemungkinan, dan akibat. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan satu sama lain. Jika dilihat dari unsur-unsur tersebut, kejadian merupakan unsur yang utama karena kejadian memiliki unsur kemungkinan dan akibat. Dalam kejadian tersebut tidak hanya ada unsur kemungkinan dan akibat melainkan ada tiga unsur lagi yang menjadi penentu besar kecilnya risiko yang dihadapi, antara lain :

1. Eksposur

Eksposur berhubungan dengan peluang terlibat pada suatu kejadian. Semakin besarnya suatu kejadian terekspos, maka semakin besar pula risiko yang akan dihadapi. Eksposur dapat dikelompokkan ke dalam akibat. Semakin terekspos sesuatu akan semakin besar akibat yang akan diderita jika terjadi sesuatu. 2. Waktu

Semakin lama atau panjangnya waktu yang dijalankan, maka semakin besar risiko yang akan diterima. Waktu dapat dikelompokkan ke dalam kemungkinan.


(21)

3. Rentan

Begitu pula dengan rentannya suatu produk yang diproduksi suatu perusahaan, maka semakin berisikonya barang tersebut. Rentan dapat dikelompokkan kedalam kemungkinan.

Gambar 2.Tiga Unsur Penting Dalam Risiko Sumber : Kountur (2006)

Djohanputro (2008) mendefinisikan risiko sebagai ketidakpastian yang telah diketahui tingkat probabilitas kejadiannya atau ketidakpastian yang bisa dikuantitaskan yang dapat menyebabkan kerugian atau kehilangan. Perbedaan risiko dan ketidakpastian, antara lain :

Tabel 11.Perbedaan Antara Risiko Dan Ketidakpastian

No Risiko Ketidakpastian

1. Subjek memiliki ukuran kuantitas. Subjek tidak ada ukuran kuantitas. 2. Diketahui tingkat probabilitas

kejadiannya.

Tidak dapat diketahui tingkat probabilitas kejadiannya.

3. Ada data pendukung mengenai kemungkinan kejadiannya.

Tidak ada data pendukung untuk mengukur kemungkinan kejadiannya. Sumber : Djohanputro (2008)

Kemungkinan Akibat

Kejadian

Waktu Eksposur

Rentan


(22)

Risiko yang ada dalam usaha harusnya dikelompokkan menurut kemiripan satu sama lain. Dengan pengelompokan tersebut, risiko-risiko yang ada akan lebih mudah ditangani dengan baik. Risiko-risiko yang dikelompokkan tersebut tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Hal ini dapat dilihat dari dua sudut pandang, antara lain : melihat risiko dari akibat yang ditimbulkan dan melihat risiko dari penyebabnya. Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, risiko dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu :

1. Risiko Murni

Risiko murni merupakan risiko yang akibatnya tidak memungkinkan untuk memperoleh keuntungan dan yang ada hanyalah kemungkinan rugi.

2. Risiko Spekulasi

Risiko spekulasi merupakan jenis risiko yang akibatnya selain merugikan dapat pula memberikan keuntungan. Jadi risiko spekulasi adalah kemungkinan kejadian yang bisa berakibat merugikan atau jika tidak merugikan sebaliknya bisa memberikan keuntungan.

Risiko dapat juga dikelompokkanberdasarkan penyebabnya, yaitu : 1. Risiko Keuangan

Risiko keuangan adalah jenis risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan, seperti perubahan harga, perubahan mata uang, dan perubahan tingkat bunga.

2. Risiko Operasional

Risiko operasional adalah jenis risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor operasional, seperti faktor manusia, teknologi, dan alam.

Djohanputro (2008) menyatakan bahwa risiko tergantung pada yang memandangnya, yaitu : (1) pengetahuan dan penguasaan informasi, (2) pengalaman sesorang mempengaruhi penilaian tingkat risiko, (2) budaya yang memandang, (4) posisi yang memandang, (5) posisi keuangan, (6) kemampuan mempengaruhi hasil, (7) sifat asimetris. Ketika kegiatan usaha yang dilakukan menghadapi berbagai risiko, sikap seseorang dalam mengatasinya akan berbeda pula. Ada seseorang yang senang menghadapinya, sebaliknya ada yang berusaha untuk menghindari risiko, hingga sesorang yang tidak berpengaruh dengan adanya


(23)

risiko. Menurut teori tentang utility (Utility theory), sikap seseorang dalam menghadapi risiko dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :

1. Kelompok orang yang tidak menyukai risiko (Risk Aversion)

Sikap seseorang menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan, maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan yang merupakan tingkat kepuasan. Hal ini ditunjukkan pada gambar A yang dikenal dengan istilah diminishing marginal utility of wealth, dimana semakin banyak kekayaan yang diperoleh, pertambahan manfaat dari kekayaan ini semakin kecil.

2. Kelompok orang yang tidak terpengaruh dengan adanya risiko (Risk Neutral)

Sikap sesorang ini menunjukkan bahwa juka terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan atau menaikkan keuntungan yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan pada gambar B yang dikenal dengan constant marginal utility of wealth, dimana orang tidak berpengaruh dengan adanya risiko.

3. Kelompok orang yang senang menghadapi risiko (Risk Taker)

Sikap seseorang ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan. Hal ini ditunjukkan pada gambar C yang dikenal dengan increasing marginal utility of wealth, dimana semakin meningkatnya kekayaan, semakin besarutilityyang diterima.

Total Utility (util)

C B

12 A

10 6

Kekayaan (Rp) 5 10 15

Gambar 3. Utility Theory Of Risk


(24)

3.1.2 Sumber-Sumber Risiko

Kasidi (2010) sumber risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga sumber, yaitu :

1. Risiko sosial

Sumber utama risiko ini adalah masyarakat, yaitu tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan merugikan. Sebagai contoh : pencuiran, peperangan, huru-hara.

2. Risiko fisik

Risiko fisik sebagian merupakan fenomena alam dan sebagian karena tingkah laku manusia.

3. Risiko ekonomi

Banyak risiko yang dihadapi oleh manusia itu bersifat ekonomi, misalnya : inflasi, resesi, fluktuasi harga.

Sedangkan menurut Hardwood (1999) sumber risiko dapat dibagi menjadi lima3, yaitu :

1. Risiko Produksi

Risiko produksi seperti gagal panen, produksi rendah, kualitas kurang baik. Hal ini bisa disebabkan oleh hama dan penyakit, curah hujan, maupun teknologi.

2. Risiko Pasar (harga)

Risiko pasar bisa terjadi karena produk tidak dapat terjual. Disebabkan oleh perubahan harga output, permintaan rendah, ataupun banyak produk substitusi.

3. Risiko Kelembagaan

Risiko kelembagaan terjadi karena perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah, baik dari segi penggunaan saponin dan obat-obatan, pajak, kredit.

3


(25)

4. Risiko Finansial

Risiko finansial terjadi karena tidak mampu membayar hutang jangka pendek, kenaikan tingkat suku bunga pinjaman, piutang tak tertagih sehingga menyebabkan penerimaan produksi menjadi rendah.

5. Risiko Manajemen

Risiko manajemen merupakan memilih diantara alternatif untuk mengurangi efek risiko.

3.1.3 Teori Produksi

Dalam teori produksi ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bentuk fungsi produksi, yaitu : (1) bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan yang sebenarnya, (2) bentuk fungsi produksi yang dipakai harus mudah diukur atau dihitung secara statistik, (3) fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan, khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. Selain itu untuk dapat meningkatkan produksi dapat dilakukan dengan cara, antara lain : (1) menambah jumlah salah satu dari input yang digunakan, (2) menambah jumlah beberapa input (lebih dari satu) dari input yang digunakan. Dalam fungsi produksi berlaku hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang atau The Law of Diminishing Return. Hukum tersebut mempunyai arti bahwa jika suatu faktor produksi terus ditambah dalam suatu proses produksi sedangkan faktor produksi lainnya tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan faktor produksi pada akhirnya akan menurun. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi.

Produk Marjinal (PM) adalah penambahan atau pengurangan keluaran atau output yang dihasilkan dari setiap penambahan satu satuan masukan atau input yang digunakan. Produk Rata-Rata (PR) adalah tingkat produksi yang dicapai setiap satuan faktor produksi atau input. PM dan PR merupakan tolak ukur yang digunakan untuk mengukur produktivitas dari suatu proses produksi (Soekartawi, 2003). Sedangkan elastisitas (Ep) didefinisikan sebagai persentase perbandingan dari output yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase dari input yang digunakan. Di dalam proses produksi terdapat tiga daerah produksi berdasarkan


(26)

elastisitas produksi dari faktor-faktor produksi, antara lain daerah produksi I, daerah produksi II, daerah produksi III.

1. Daerah I

Daerah dengan elastisitas Ep > 1 sampai Ep = 1 dinamakan daerah tidak rasional (irrasional stage of production) dan ditandai sebagai daerah I dari produksi. Daerah ini belum akan tercapai keuntungan maksimum sehingga keuntungan masih dapat diperbesar dengan adanya penambahan input.

2. Daerah II

Daerah II terjadi ketika PM menurun dan lebih rendah dari PR. Pada keaadaan ini PM sama atau lebih rendah dari PR. Daerah II berada diantara X2 dan X3. Daerah ini memiliki nilai Ep antara 1 dan 0 (0 < Ep < 1), artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum, sehingga daerah ini disebut daerah rasional dalam produksi.

3. Daerah III

Daerah ini memiliki nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep > 0). Pada daerah ini Produk Total (PT) mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh Produk Marjinal (PM) yang bernilai negatif yang berarti setiap penambahan faktor produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan dan mengurangi pendapatan karena itulah daerah ini dinamakan sebagai daerah tidak rasional (irasional).


(27)

Keterangan :

X = Faktor Produksi

Y = Hasil Produksi

PR = Produk Rata-rata

PM = Produk Marjinal

PT = Produk Total

Daerah I = Daerah produksi irasional Daerah II = Daerah produksi rasional Daerah III = Daerah produksi irasional Gambar 4.Tahapan Proses Produksi

Sumber : Soekartawi (2003)

3.1.4 Risiko Produksi

Robison dan Berry (1987) diacu dalam Fariyanti (2008) menjelaskan terdapat perbedaan antara risiko dengan ketidakpastian. Jika peluang suatu kejadian dapat diketahui oleh pembuat keputusan, yang didasarkan pada pengalaman, maka hal tersebut menunjukkan konsep risiko. Sedangkan jika peluang suatu kejadian tidak dapat diketahui oleh pembuat keputusan, maka hal tersebut menunjukkan konsep ketidakpastian. Risiko merupakan kejadian yang

D a e r a h 2 D

a e r a h 1

D a e r a h 3


(28)

dapat merugikan. Pada dasarnya pengukuran risiko dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu metode yang digunakan untuk megukur kemungkinan dan akibat dari suatu kejadian. Kemungkinan dapat diukur dengan z-score, poisson, binomial,

weighted-average approximation. Sedangkan metode yang mengukur akibat bisa menggunakan VaR (Value at Risk).

Fahmi (2010) menerangkan mengenai risiko yang terkandung dalam berbagai sektor usaha, salah satunya adalah sektor perikanan. Dalam sektor ini risiko produksi yang terkandung didalamnya, diantaranya :

1. Produk yang dimiki mudah mengalami pembusukan atau cepat mengalami kadaluarsa.

2. Harus memiliki tempat penyimpanan yang aman, bersih, dan nyaman guna membuat produk tersebut tetap segar.

3. Produk perikanan, khususnya harus dihindari masuknya berbagai bentuk bakteri, dan penyakit lainnya karena sangat sensitif.

4. Membutuhkan perawatan yang intensif agar produk perikanan selalu dalam keadaan baik.

5. Naik turunnya harga akan memberi pengaruh pada harga jual serta keuntungan yang akan diperoleh.

6. Berhubungan dengan cuaca dan perubahan iklim global.

7. Mengikuti standar mutu yang berlaku baik di dalam maupun di luar negeri. Menurut Just (1974) diacu dalam Fariyanti (2008) penelitian mengenai risiko sangat penting dilakukan terkait dengan pengambilan keputusan terhadap petani, khususnya pada kegiatan produksi. Dengan mengetahui risiko yang terjadi sebelumnya membuat petani dalam mengambil keputusan yang terkait dengan proses produksi dapat mengurangi atau meminimalkan terjadinya risiko dalam proses produksi. Just and Pope (1979) diacu dalam Fariyanti (2008) mengemukakan di dalam analisis risiko, fungsi produksi merupakan fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan produksi variance (variance production function) yang masing-masing dipengaruhi oleh penggunaan input dalam kegiatan produksi.

Menurut Walter et al., 2004; Hutabarat, 1985; Anderson et al., 1977, diacu dalam Fariyanti (2008) dimana pendugaan terhadap fungsi produksi dapat


(29)

dilakukan terpisah antara fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan produksi variance (variance production function). Baik fungsi produksi rata-rata maupun produksi variance dipengaruhi oleh variabel input faktor, seperti lahan, benih, pupuk, tenaga kerja, dan saponin.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Karawang merupakan salah satu sentral perikanan untuk komoditas udang windu di Propinsi Jawa Barat yang saat ini mengalami penurunan yang diakibatkan oleh penurunan kualitas air sehingga sudah tidak ada lagi keseimbangan lahan tambak. Salah satu Kecamatan yang menghasilkan produksi udang windu yang cukup tinggi adalah Kecamatan Cilebar. Kecamatan ini memiliki 10 desa dan salah satunya adalah Desa Pusakajaya Utara yang merupakan lokasi penelitian. Desa Pusakajaya Utara adalah desa yang dekat dengan Pantai Utara dan sebagian masyarakatnya membudidayakan udang windu secara tradisional. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa lahan tambak yang ada disana sudah kurang memberikan hasil yang maksimal bagi produktivitas udang windu. Penggunaan input-input yang dipakai juga dapat mempengaruhi fluktuasi produktivitas. Tidak hanya air saja yang menjadi salah satu sumber risiko yang mempengaruhi fluktuasi produksi udang windu yang ada di daerah ini, hama dan penyakit, cuaca, hingga human error juga menjadi sumber risiko yang perlu menjadi perhatian penting. Penerapan budidaya udang windu dengan sistem tambak yang tradisional membuat produksi udang berbeda-beda tiap siklusnya.

Fluktuasi juga disebabkan oleh beberapa faktor, seperti luasan lahan yang dimiliki para petambak, kualitas benur, pakan, obat-obatan, saponin, hingga tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan usaha. Hal inilah yang perlu adanya penanganan serta manajemen yang baik dalam mengusahakan kegiatan budidaya udang windu. Sumber-sumber risiko yang mempengaruhi fluktuasi produktivitas, yaitu hama dan penyakit, virus, cuaca dan human error. Untuk dapat mengetahui lebih jelas lagi mengenai tingkat risiko, maka dapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis produksi Just and Pope, dimana metode ini menjelaskan lebih rinci faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh dalam kegiatan usaha budidaya udang windu di tambak tradisional. Just and Pope terdiri


(30)

dari fungsi produksi rata-rata (mean production function) dan fungsi produksi

variance (variance production function). Adapun alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.

Keterangan :

= Ruang Lingkup Penelitian Gambar 5.Kerangka Pemikiran Operasional

Sumber-sumber risiko : 1. Cuaca 2. Hama dan

penyakit 3. Virus 4. Kualitas air

5. Human error

Produksi udang windu di Desa Pusakajaya Utara, Kabupaten

Karawang

Fluktuasi produktivitas

Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas

udang windu, yaitu : 1. Benur

2. Pupuk urea 3. Obat-obatan 4. Saponin 5. Tenaga Kerja

Rekomendasi Alternatif Strategi Penanganan Risiko

Analisis Fungsi Produksi Just

and Pope Analisis Fungsi


(31)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pusakajaya Utara, Kabupaten Karawang, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) karena didasarkan pada pertimbangan bahwa daerah Karawang merupakan sentral perikanan, khususnya udang windu sebagai komoditas perikanan asli Indonesia serta Karawang dapat memberikan kontribusi hasil perikanan tambak sebesar 60 persen. Desa Pusakajaya Utara dipilih karena merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang yang rata-rata masyarakatnya membudidayakan udang windu dengan media tambak secara tradisional sebagai mata pencaharian. Kecamatan Cilebar juga merupakan salah satu kecamatan yang menghasilkan udang windu dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan kecamatan lain yang ada di Kabupaten Karawang. Desa ini juga sangat dekat dengan sumber air laut sehingga memungkinkan dengan mudah memperoleh sumber air langsung dari laut. Akses jalan ke Desa Pusakajaya Utara juga cukup terjangkau sehingga memudahkan dalam penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2011.

4.2 Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan para petambak tradisional yang mengusahakan komoditas udang windu. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, baik dari buku, jurnal, maupun hasil penelitian terdahulu yang digunakan sebagai data pelengkap atau penunjang dalam penelitian. Data sekunder juga didapat dari berbagai instansi, seperti Dinas Kelautan dan PerikananKabupaten Karawang dan Badan Pusat Statistik (BPS).

4.3 Metode Pengambilan Data

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan judgment sampling

yaitu sampel diambil berdasarkan referensi dari wakil desa yang mengetahui secara lebih jelas mengenai data petambak udang windu yang ada di Desa


(32)

Pusakajaya Utara. Responden yang akan diambil adalah 30 orang petambak tradisional yang membudidayakan udang windu (Penaeus monodon) karena untuk memenuhi aturan umum data statistik dengan jumlah 30 orang petambak sehingga sebaran terdistribusi normal. Responden-responden tersebut merupakan responden yang ahli di bidangnya sehingga data yang didapat mendapatkan kesahihan. Data yang digunakan dalam penelitian adalahcross sectiondantime series(panel) pada tahun 2010 dengan 2 siklus produksi. Hal ini didasarkan karena petambak udang windu tidak memiliki catatan khusus mengenai penggunaan input-input yang dibutuhkan dan produksi yang dihasilkan sehingga menggunakan tahun sebelumnya agar memudahkan petambak dalam mengingatnya. Lalu, dasar penentuan titik dengan 2 siklus (1 tahun = 2 kali panen) adalah dalam 1 tahun petambak rata-rata membudidayakan udang windu sebanyak 2 kali mulai dari persiapan lahan hingga panen udang windu yang bisa mencapai 6 bulan.

Data dan informasi yang telah didapat akan langsung diolah dengan menggunakan Minitab versi 14, Eviews seri 6, Microsoft Excel 2010. Penelitian ini juga dilakukan dengan analisis kualitatif dan kuantatif dimana analisis kualitatif dilakukan melalui pendekatan deskriptif. Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran umum dan alternatif strategi apa yang cocok untuk diterapkan oleh para petambak tradisional khusus komoditas udang windu di Desa Pusakajaya Utara, Kabupaten Karawang.

4.4 Metode Analisis

Pengolahan serta analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan analisis deskriptif yang merupakan suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran maupun suatu peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui sumber-sumber yang menjadi penyebab terjadinya risiko yang muncul pada aspek teknis maupun aspek ekonomis. Analisis dilakukan berdasarkan penilaian pengambilan keputusan para


(33)

petambak tradisional udang windu secara subjektif yang dilakukan untuk melihat apakah manajemen risiko yang diterapkan sudah cukup efektif untuk meminimalkan risiko. Metode analisis deskriptif untuk menganalisis faktor-faktor risiko yang berpengaruh serta diterapkan para petambak tradisional. Hal ini dilakukan secara observasi, wawancara dan diskusi dengan para petambak udang windu di Desa Pusakajaya Utara.

4.4.1 Analisis Model Fungsi Produksi Just And Pope

Soekartawi (1995) menjelaskan bahwa analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi analisis regresi, yaitu analisis yang menjelaskan hubungan sebab-akibat. Jadi bila produksi (Y) dipengaruhi oleh pakan (X), maka pakan akan selalu mempengaruhi produksi dan tidak akan terjadi sebaliknya (produksi mempengaruhi jumlah pakan yang dipakai). Hubungan Y dan X dapat berupa regresi berganda dimana jumlah variabel X lebih dari satu, yaitu :

Y = f (X1, X2, X3, ..., Xn)

Terdapat lima variabel X (variabel yang mempengaruhi produksi) yang penting dalam budidaya udang windu, yaitu :

X1 = Benur (ekor) X2 = Pupuk urea (Kg) X3 = Obat-obatan (Kg) X4 = Saponin (Kg)

X5 = Tenaga kerja (HOK)

Disamping itu, dalam menganalisis perlu memperhatikan tentang ada atau tidaknya hubungan (korelasi) antara variabel (X) yang dianalisis. Perlu dilihat mengenai multikolinearitas yaitu hubungan yang sempurna antara beberapa atau semua variabel bebas (X) dalam model regresi yang digunakan. Soekartawi (1990) besarnya koefisien korelasi antara variabel bebas (X) tersebut dianggap cukup tinggi jika bernilai sama dengan atau sampai lebih besar dari nilai 0,8. Sedangkan model fungsi produksi Just And Pope, antara lain :


(34)

Y = f (x, ) + h (x, ) Dimana :

Y = Hasil produktivitas

f = Bentuk hubungan yang mentranformasikan faktor-faktor produksi dalam rata-rata hasil produktivitas

h = Bentuk hubungan yang mentranformasikan faktor-faktor produksi dalam

variancehasil produktivitas

x = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (input) , = Besaran yang akan diduga

=Error

Model risiko fungsi produksi Just And Pope secara sistematis, yaitu : Y = f (x)

Ln Y =Ln + 1LnX1+ 2LnX2+ 3LnX3+ 4LnX4+ 5LnX5+ dan

2

= f (x)

Ln 2y=Ln + 1LnX1+ 2LnX2+ 3LnX3+ 4LnX4+ 5LnX5+ Dimana :

Y = Produktivitas udang windu (kg/ha)

X1 = Jumlah benur per siklus (ekor/ha)

X2 = Pupuk urea per siklus (kg/ha)

X3 = Obat-obatan per siklus (kg/ha)

X4 = Saponin per siklus (kg/ha)

X5 = Tenaga Kerja per siklus (HOK/ha) =Mean intercept

=Variance intercept

=Error term

1, 2,.., 5 = Koefisien parameter dugaanX1,X2,X3,X4,X5 1, 2,.., 5 = Koefisien parameter dugaanX1,X2,X3,X4,X5 Hipotesis :

 Jika 1, 2,..., 5 > 0, artinya semakin banyak input X yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas udang windu dalam tambak tradisional semakin meningkat.


(35)

 Jika 1, 2,..., 5 > 0, artinya semakin banyak input X yang digunakan dalam proses produksi maka variasi hasil produktivitas udang windu dalam tambak tradisional semakin meningkat.

4.4.2 Model Analisis Regresi Berganda

Model analisis regresi berganda merupakan model yang bertujuan untuk merepresentasikan pola hubungan fungsional, 1 variabel dependent (metrik) yang dipengaruhi oleh > 1 variabelindependent(metrik). Model terbaik untuk :

1. Memprediksikan arah, besar dan sensitifitas perubahan variabel dependent

sebagai respon atas perubahan variabelindependent.

2. Peramalan nilai variabeldependent, berdasarkan atas variabelindependent. Adapun unsurerror( t) dalam model mewakili, antara lain :

1. Variabel yang tidak dimasukkan ke model.

2. Komponen nonlinearitas hubungan variabelindependentdengandependent. 3. Salah ukur saat observasi dilakukan.

4. Kejadian yang sifatnyarandom.

5. Hubungan parameter variabeldependent.

6. Errormenyebar normal,mean= 0 ragam darierrorhomogen.

4.4.3 Multikolinearitas Pada VariabelIndependent

Multikolinier pada variabel independent adalah kondisi dimana terdapat hubungan linier diantara variabelindependent.

1. Variabelindependentberkorelasi.

Sempurna tidak mungkin mengestimasi koefisien regresi. 2. Variabelindependentsaling bebas.

Tidak perlu regresi berganda karena estimasi dapat dilakukan untuk masing-masing variabelindependent.

3. Sebagian besar kasus yang ditemui berada diantara 2 kondisi yang ekstrim tersebut.


(36)

Adapun penyebab multikolinier dikarenakan adanya kecenderungan variabel-variabel ekonomi yang bergerak secara bersamaan. Selanjutnya perlu dilakukan tindakan perbaikan model, seperti :

1. Tambah observasi akan menyebabkan ragam (b) jadi turun.

2. Mengeluarkan variabel-variabel independent yang berkorelasi kuat dengan variabelindependentlainnya.

3. Gunakan teknik pendugaan regresi kompenen utama (principal component rgression).

4. Gunakan teknik pendugaanpartial least square.

4.4.4 KomponenError Heteroscedaticity

Homoskedastisitas adalah kondisi dimana komponen error pada model regresi memiliki ragam yang sama, untuk setiap nilai variabel independent. Lalu, akibat heteroskedastisitas, antara lain : koefisien regresi dugaan masih konsisten dan tidak bias, namun ragam koefisien regresi underestimate maka uji T tidak valid. Deteksi Heteroskedastisitas bisa dilakukan dengan menggunakan grafik, yaitu plot komponen error kuadrat menurut dependent variabel dugaan atau menurut masing-masing independent variabel, yaitu jika tidak berpola berarti

homoskedastisitas.

4.4.5 Uji Durbin Watson dStatistics

Uji Durbin Watson digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel bebas. Untuk ukuran sampel besar, d akan mendekati nilai 2 (1-p). Nilai d=0 bila ada autokorelasi positif sempurna. Nilai d=4 bila ada autokorelasi negatif sempurna. Nilai d=0 bila tidak ada autokorelasi. Statistik d dibawah H0 menyebar Durbin-Watson, untuk n, ,

dan k (banyak variabelindependent) tertentu, dari tabel tersebut didapat dudan di

 Bila, d < ditolak H0.

 Bila, d > (4-d1)tolak H0.


(37)

 Bila, di< d < duatau (4-du) < d(4-di)tidak ada keputusan.

4.4.6 Perhitungan Dengan Uji F.

Uji Signifikansi Model Regresi Dugaan Hipotesis :

H0: 1 = 2 = ... = j = ... = k = 0.

H1 : minimal ada satuslope( ) yang 0. Statistik Uji :

=

[ ]

− − 1 =

Statistik Fhit di bawah H0 menyebar F, dengan derajat bebas pembilang =

Dfregression = v1 = k, dan derajat bebas penyebut =Dferror= Dferror= v2= (n-k-1).

Dari Tabel F, untuk taraf nyata = , v1= k dan v2= (n-k-1), diperoleh nilai

F (v1=k, v2=(n-k-1)) > Fhit).

Kriteria uji :

Bila Fhit > f (v1,v2) atau P < .

Simpulkan tolak H0pada taraf nyata .

Pengujian dilakukan untuk mengetahui seberapa besar keterkaitan masing-masing variabel bebas (X) yang digunakan berpengaruh signifikan terhadap variabel yang tidak bebas (Y). Uji statistik yang dilakukan adalah uji t.

4.4.7 Perhitungan Dengan Uji T.

1. Hipotesis dan Uji t Untuk Fungsi Produktivitas Rata-Rata Hipotesis :

H0: i = 0.

H1: i > 0 ; 1,2,3,4.

Statistik Uji :


(38)

Dimana :

i = koefisien regresi ke-i yang diduga.

S i = standar deviasi dari i.

Kriteria Uji :

t-hitung > t-tabel ( /2, n-k), maka tolak H0.

t-hitung < t-tabel ( /2, n-k), maka terima H0.

Jika tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat dari nilai P dengan kriteria sebagai berikut :

P-value < , maka tolak H0.

P-value > , maka terima H0.

Jika nilai t-hitung > t-tabel atau P-value < , maka variabel faktor-faktor produksi yang diuji berpengaruh secara nyata terhadap variabel hasil produksi. Sedangkan jika nilai t-hitung < t-tabel atau P-value > , maka variabel faktor- faktor produksi yang diuji tidak berpengaruh secara nyata terhadap variabel hasil produksi.

2. Hipotesis dan Uji T Untuk Fungsi Produktivitas Varian (Variance) Hipotesis :

H0:θ = 0.

H1:θ > 0 ; j = 1,2,3,...,6.

Statistik Uji :

− =

Dimana :

= koefisien regresi ke j yang diduga. = standar deviasi .

Kriteria Uji, sebagai berikut :

t hitung > t tabel ( /2,n k), maka tolak H0.

t hitung < t tabel ( /2,n k), maka terima H0.


(39)

n = jumlah variabel. k = jumlah data.

Jika H0 ditolak, maka variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel

tidak bebas (Y), dan jika terima H0 maka variabel bebas (X) tidak berpengaruh

nyata terhadap variabel tidak bebas (Y). Apabila tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat dari nilai P, dengan kriteria sebagai berikut:

P value / 2 < , maka tolak H0.

P value / 2 > , maka terima H0.

Jika nilai P value / 2 < , maka variabel bebas (X) berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (Y), sedangkan jika nilai P value / 2 > , maka variabel bebas (X) tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas (Y).

4.4.8 Hipotesis

1. Hipotesis Fungsi Produktivitas Rata-Rata

Hipotesis ini digunakan sebagai pertimbangan bahwa semua faktor produksi yang ada berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi udang windu. Penjelasan hipotesis ini, antara lain :

a. Jumlah Benur (X1)

Benur atau benih udang merupakan faktor produksi yang juga penting untuk diperhatikan. Jumlah benur yang ditebar dalam tambak mempengaruhi hasil produksi. Padat tebar benur pada tiap tambak berbeda-beda tergantung pada dua hal, yaitu luasan yang dimiliki oleh petambak dan teknologi apa yang digunakan. Dalam konsep penggunaan teknologi secara tradisional, jumlah benur yang optimal untuk ditebar adalah 20.000-50.000 benur/ha. Jika 1 > 0 artinya semakin banyak benur

yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produksi udang windu akan meningkat.

b. Pupuk Urea (X2)

Pupuk urea adalah input yang digunakan petambak untuk menumbuhkan pakan alami dan menjernihkan pH air yang ada di lingkungan tambak. Jika


(40)

produksi maka rata-rata hasil produksi udang windu akan semakin meningkat.

c. Obat-obatan (X3)

Obat-obatan yang sering digunakan oleh sebagian besar petambak yang ada di Desa Pusakajaya Utara adalah jenis lodan. Manfaat pemakaian obat-obatan ini adalah untuk memperkuat daya tahan tubuh udang dengan lingkungan tambak yang sudah mulai mengalami ketidakseimbangan. Jika

3 > 0 artinya semakin banyak obat-obatan yang digunakan dalam proses

produksi maka rata-rata hasil produksi udang windu akan meningkat. d. Saponin (X4)

Saponin bermanfaat untuk membunuh hama-hama yang ada di dalam tambak, agar tidak mengganggu perkembangan dari udang windu yang sedang dibudidayakan. Jika 4 > 0 artinya semakin banyak saponin yang

digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produksi udang windu akan meningkat.

e. Tenaga kerja (X5)

Tenaga kerja penting dibutuhkan dalam kegiatan ini, mulai dari persiapan hingga panen. Tenaga kerja ini dibagi menjadi 2, yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Rata-rata dalam proses persiapan membutuhkan tenaga kerja yang tidak begitu banyak karena lahan yang dimiliki oleh petambak juga tidak terlalu besar. Saat budidaya berlangsung, biasanya hanya dikerjakan oleh 1 orang saja karena lebih mudah dalam mengontrol keadaan udang yang sedang dibudidaya. Sedangkan saat panen, jumlah tenaga kerja bertambah banyak hingga bisa mencapai lebih dari 5 orang. Hal ini disebabkan karena panen harus dikerjakan secara cepat agar bisa menghasilkan udang windu yang segar. Jika 5 > 0 artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam

proses produksi maka rata-rata hasil produksi udang windu akan meningkat.


(41)

2. Hipotesis Fungsi ProduksiVariance

Hipotesis ini digunakan sebagai pertimbangan bahwa semua faktor produksi yang ada berpengaruh positif terhadap variasi hasil produksi udang windu. Penjelasan hipotesis ini, yaitu : 1, 2, 3, 4, 5> 0, artinya semakin banyak

benur (X1), pupuk urea (X2), obat-obatan (X3), saponin (X4) dan tenaga kerja (X5) maka variasi hasil atau risiko produktivitas udang windu akan semakin meningkat.

4.4.9 Definisi Operasional a. Produksi (Y)

Produksi adalah jumlah total dari keseluruhan hasil panen udang windu yang diukur dengan satuan kilogram per siklus. Dalam satu tahun terdapat dua siklus penanaman yang masing-masing siklus terdiri dari enam bulan. b. Jumlah benur (X1)

Jumlah benur yang digunakan diukur dalam satuan ekor benur per hektar. Sebagian besar petambak menggunakan satuan laksa. Jika dikonversi 1 laksa sama dengan 10.000 ekor.

c. Pupuk urea (X2)

Pupuk urea digunakan oleh para petambak untuk meningkatkan jumlah pakan alami yang ada di tambak. Pupuk urea diukur dalam satuan kilogram (kg).

d. Obat-obatan (X3)

Obat-obatan merupakan salah satu input yang digunakan oleh petambak untuk meningkatkan pH tanah dan meningkatkan kualitas air. Obat-obatan ini diukur dalam satuan kilogram (kg). Jenis obat-obatan yang dipakai ada Lodan, Raja Bandeng, dll. Bentuk dari obat-obatan adalah padat.

e. Saponin (X4)

Saponin berfungsi untuk mematikan hama yang cukup membahayakan udang di areal tambak. Saponin ini diukur dalam satuan kilogram (kg). Jenis saponin yang digunakan adalah saponin dan bentuknya adalah padat.


(42)

f. Tenaga kerja (X5)

Tenaga kerja diukur dalam bentuk HOK (Hari Orang Kerja). Satu HOK sama dengan delapan jam per hari.

4.5 Model ARCH-GARCH

ARCH adalah singkatan dari Autoregressive Conditional Heteroscedasticity. Model ini dikembangan terutama untuk menjawab persoalan adanya volatilitas pada data ekonomi dan bisnis, khususnya dalam bidang keuangan. Hal ini menyebabkan model-model peramalan sebelumnya kurang mampu mendekati kondisi aktual. Volatilitas tercermin dalam varians residual yang tidak memenuhi asumsi homoskedastisitas (varians residual konstan sepanjang waktu). Selain itu, model ARCH juga mampu memperhitungkan heteroskedastisitas dalam analisis deret waktu. Varian terdiri dari dua komponen yaitu varians yang konstan dan varians yang tergantung dari besarnya volatilitas di periode sebelumnya. Jika volatilitas pada periode sebelumnya besar, baik negatif atau positif, maka varians pada saat ini akan besar pula. Sehingga model ARCH dapat dirumuskan sebagai berikut :

ht = + 2t+ 1 2t-1+ 2 2t-2+ + m 2t-m

Dimana :

ht = Variabel terikat pada periode t. = Variabel yang konstans.

2

t-m = ARCH/volatilitas pada periode sebelumnya.

, 1, 2, m = Koefisien orde m yang diestimasikan.

Sedangkan GARCH yaitu singkatan dari Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasiticity. Secara sederhana volatilitas berdasarkan model GARCH (r,m) mengasumsikan sebelumnya dan sejumlah r data volatilitas sebelumnya. Model ini seperti dalam model autoregresi biasa (AR) dan pergerakan rata-rata (MA), yaitu untuk melihat hubungan variabel acak dengan variabel acak sebelumnya. Varian terdiri dari tiga komponen. Komponen pertama adalah varians yang konstan, volatilitas pada periode sebelumnya dan varian pada periode sebelumnya. Model GARCH dapat dirumuskan sebagai berikut :


(43)

ht = k + 1ht-1+ 2ht-2+ . + rht-r+ 1 2t-1+ 2 2t-2+ + m 2t-m

Dimana :

ht = Variabel respon pada waktu t.

K = Varians yang konstan.

2

t-m = Arch/volatilitas pada periode sebelumnya.

, 1, 2, m = Koefisien orde m yang diestimasikan.

, 1, 2, .. r = Koefisien orde r yang diestimasikan.

ht-r = Suku Garch.

Adapun prosedur Estimasi Model ARCH-GARCH, yaitu : 1. Identifikasi Efek ARCH

Dalam pemodelan ARCH-GARCH dahului dengan identifikasi apakah data yang diamati mengadung heroskedastisitas atau tidak. Ini dapat dilakukan antara lain dengan mengamati beberapa ringkasan statistik dari data.

2. Estimasi Model

Tahapan ini dilakukan simulasi beberapa model ragam dengan menggunakan model rataan yang telah didapatkan. Kemudian dilanjutkan dengan pendugaan parameter model. Tahap ini dilakukan pemilihan model terbaik.

3. Evaluasi Model

Tahap ini dilakukan evaluasi model dengan memperhatikan beberapa indikator, yaitu apakah residula sudah terdistribusi normal; keacakan residual yang dilihat dari fungsi autokorelasi dan kuadrat residual dan pengujian efek ARCH-GARCH.


(44)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Potensi Umum Desa Pusakajaya Utara

Potensi umum Desa Pusakajaya Utara masih cukup besar, hal ini dilihat dari lokasi desa yang dekat dengan pantai utara dan potensi tambak yang luas sehingga sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petambak tradisional.

5.1.1 Batas Wilayah Desa Pusakajaya Utara

Kabupaten Karawang terletak di Provinsi Jawa Barat yang memiliki ketinggian relatif rendah, yaitu sekitar 25 meter diatas permukaan laut khususnya bagi daerah-daerah yang berada di bagian utara, sedangkan di sebagian daerah lainnya memiliki ketinggian antara 26-1.200 meter diatas permukaan laut. Di Pantai Utara (Pantura) tertutup pasir pantai yang merupakan batuan sedimen yang dibentuk oleh bahan-bahan lepas terutama endapan laut dan aluvium vulkanik. Dibagian tengah ditempati oleh perbukitan terutama dibentuk oleh batuan sedimen sedangkan bagian selatan terletak Gunung Sanggabuana dengan ketinggian kurang lebih 1.291 meter diatas permukaan laut yang mengandung endapan vulkanik4. Luas wilayah Kabupaten Karawang adalah 1.753,27 km2 dan hampir sekitar 3,73 persen merupakan bagian dari luasan Provinsi Jawa Barat. Desa Pusakajaya Utara merupakan desa yang berada di salah satu Kecamatan Cilebar, Kabupaten Karawang. Desa ini terletak diantara 107 02 BT-107 40 BT dan 05 56 LS-06 34 LS. Curah hujan yang ada tergolong tinggi dengan suhu rata-rata 30 C. Topografi atau kemiringan wilayah di Desa Pusakajaya Utara adalah dataran rendah memiliki topografi seluas 50 Ha, desa/kelurahan tepi pantai/pesisir seluas 100 ha, desa/kelurahan aliran sungai seluas 8 ha dan desa/kelurahan bentaran sungai seluas 5 ha. Adapun batas wilayah Desa Pusakajaya Utara dapat dilihat pada Tabel 12.

4

http://www.karawangkab.go.id/selayang-pandang/tentang-karawang/gambaran-umum-daerah/geografis.html


(45)

Tabel 12.Batas Wilayah Desa Pusakajaya Utara Tahun 2010

Batas Desa/Kelurahan Kecamatan

Utara Laut Jawa

-Selatan Pusakajaya Selatan Cilebar

Timur Mekar Pohaci Cilebar

Barat Sungai Buntu atau Kendaljaya Pedes

Sumber : Desa Pusakajaya Utara, 2010

5.1.2 Luas Wilayah Menurut Penggunaan

Wilayah yang ada di Desa Pusakajaya Utara ini terdiri dari 5 wilayah yang cukup besar penggunaannya, antara lain wilayah pemukiman, wilayah persawahan, wilayah perkebunan, wilayah taman dan wilayah tambak. Sebagian besar penggunaan wilayah ini adalah tambak karena secara garis besar masyarakat Desa Pusakajaya Utara bermatapencaharian sebagai petambak dan petani. Berdasarkan data potensi Desa Pusakajaya Utara, Kabupaten Karawang menunjukkan bahwa :

Tabel 13.Luas Wilayah Menurut Penggunaan Tahun 2010

Wilayah Luas (ha)

Pemukiman 42

Persawahan 370

Perkebunan 0,9

Taman 6

Tambak (Prasarana Umum) 460

Total (ha) 879,9

Sumber : Desa Pusakajaya Utara, 2010

Berdasarkan data yang ada, wilayah tambak mendominasi penggunaan wilayah di Desa Pusakajaya Utara. Tambak yang ada digunakan untuk budidaya perikanan yang memiliki nilai jual yang tinggi dan memiliki permintaan yang tinggi. Komoditas tersebut adalah udang windu, udang vanname, bandeng, nila, kepiting soka, rajungan, kerang, mujair, patin dan rumput laut dan beberapa komoditas perikanan lainnya. Sebagian besar media tambak memiliki tekstur tanah berlumpur dan ada sebagian yang berpasir tergantung dari lokasi tambak yang ada. Diantara sebagian komoditas yang dibudidayakan, udang windu


(1)

Lampiran 15.Hasil GARCH (1,1)

DependentVariable: LNY

Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 08/05/11 Time: 21:25

Sample: 1 60

Included observations: 60

Convergence achieved after 53 iterations

Bollerslev-Wooldridge robust standarderrors & covariance Presample variance: backcast (parameter = 0.7)

GARCH = C(7) + C(8)*RESID(-1)^2 + C(9)*GARCH(-1) + C(10)*LNX1 +

C(11)*LNX2 + C(12)*LNX3 + C(13)*LNX4 + C(14)*LNX5

Variable Coefficient Std.Error z-Statistic Prob. Keterangan

LNX1 0.377569 0.137536 2.745243 0.0060 signifikan

LNX2 -0.056834 0.181029 -0.313949 0.7536 Tidak signifikan LNX3 0.061616 0.070852 0.869633 0.3845 Tidak signifikan

LNX4 0.232836 0.113986 2.042683 0.0411 Signifikan

LNX5 0.773777 0.236146 3.276685 0.0011 Signifikan

C -4.358507 0.890680 -4.893460 0.0000 Signifikan

Variance Equation

C 0.403526 0.377006 1.070344 0.2845

RESID(-1)^2 0.168901 0.201076 0.839987 0.4009 GARCH(-1) 0.222292 0.232482 0.956171 0.3390 LNX1 -0.001552 0.064641 -0.024017 0.9808 LNX2 -0.017008 0.078424 -0.216875 0.8283 LNX3 0.044091 0.037196 1.185380 0.2359 LNX4 -0.057899 0.057904 -0.999908 0.3174 LNX5 -0.008208 0.114585 -0.071632 0.9429 R-squared 0.642287 Mean dependentvar 4.153814 Adjusted R-squared 0.541195 S.D.dependentvar 1.024245 S.E. of regression 0.693774 Akaike info criterion 2.140081 Sum squared resid 22.14082 Schwarz criterion 2.628761 Log likelihood -50.20242 Hannan-Quinn criter. 2.331231 F-statistic 6.353453 Durbin-Watson stat 1.375464 Prob(F-statistic) 0.000001


(2)

94 Lampiran 16.Foto Kegiatan Budidaya Udang Windu Secara Tradisional

Gambar 7.Tambak Udang Windu Gambar 8. Pengeringan Lahan

Gambar 9.Pengisian Air Gambar 10.Benur Udang Windu


(3)

Gambar 13.Pemberian Air Pada Saponin Gambar 14.Sortasi Udang


(4)

96 Lampiran 17.Peta Kabupaten Karawang


(5)

RINGKASAN

VELA ROSTWENTIVAIVI SINAGA. Analisis Risiko Faktor-Faktor Produktivitas Udang Windu (Penaeus monodon) pada Petambak Tradisional di Desa Pusakajaya Utara Kabupaten Karawang. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA).

Perikanan merupakan salah satu sektor agribisnis yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. Cukup banyak komoditi perikanan yang dapat memberikan nilai tambah (added value) bagi masyarakat sekitar, salah satunya adalah udang windu yang merupakan satu dari tiga komoditi revitalisasi perikanan yang terus dikembangkan.

Kabupaten Karawang merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar untuk dikembangkan. Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara pengekspor udang terbesar di dunia setelah beberapa negara seperti China, Thailand dan Vietnam. Tujuan penelitian ini, antara lain : (1) identifikasi sumber-sumber risiko, (2) Menganalisis faktor-faktor dalam kegiatan budidaya udang windu dilihat dari tingkat produktivitasnya dan dikaitkan dengan fungsi produktivitas rata-rata danvariancesecara signifikan pada komoditas udang windu.

Penelitian dilakukan di Desa Pusakajaya Utara, Kabupaten Karawang yang dilaksanakan pada Bulan Mei hingga Juli 2011. Jumlah sampel yang diambil yaitu sebanyak 30 responden yang dilakukan dengan cara judgment sampling yaitu sampel diambil berdasarkan referensi dari wakil desa yang mengetahui secara lebih jelas mengenai data petambak udang windu yang ada di Desa Pusakajaya Utara. Selanjutnya data yang diambil adalah data panel (cross section dan time series) dengan dua siklus penebaran udang windu di tahun 2010. Model yang digunakan adalah Garch (1,1). Pengolahan data dilakukan dengan Minitab versi 14,Eviewsseri 6,Microsoft Excel2010.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan menunjukkan ada lima variabel yang mempengaruhi produktivitas udang windu. Kelima variabel tersebut, antara lain : benur, pupuk urea, obat-obatan, saponin dan tenaga kerja. Dalam fungsi produktivitas rata-rata, variabel yang dapat mengurangi produktivitas dalam usaha budidaya udang windu adalah variabel pupuk urea. Sedangkan variabel yang dapat meningkatkan produktivitas udang windu, antara lain variabel benur, obat-obatan, saponin dan tenaga kerja. Untuk variabel pupuk urea dan obat-obatan tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas udang windu. Sedangkan untuk fungsi varians ditunjukkan oleh variabel obat-obatan yang dapat menimbulkan risiko yang ada serta variabel-variabel, seperti benur, pupuk urea, saponin dan tenaga kerja dapat mengurangi risiko yang ada.

Data yang ada di lapangan menunjukkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas (VIF < 10), artinya kondisi dimana terdapat hubungan linier diantara variabel independent. Hasil olahan data juga menunjukkan bahwa data yang ada menunjukkan homoskedastisitas, yaitu data yang ada tidak berpola dan berdasarkan pengujian Durbin Watson menunjukkan bahwa hasil yang di dapat


(6)

juga cukup bagus, yaitu 64,22 persen yang berarti 64,22 persen dari keragaman atau variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh model, sedangkan sisanya sebesar 35,78 persen dapat dijelaskan oleh komponen error. Nilai R2 dari model tersebut sudah mampu menjelaskan pengaruh penggunaan input-input yang dibutuhkan pada budidaya udang windu terhadap produksi dan pengaruh risiko produksi musim sebelumnya terhadap risiko produksi musim tertentu. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa fungsi produktivitas rata-rata, variabel pupuk urea (X2) dapat menurunkan produktivitas udang windu jika pupuk urea diberikan dalam jumlah yang banyak dan variabel lainnya, seperti benur (X1), obat-obatan (X3), saponin (X4) dan tenaga kerja (X5) dapat meningkatkan produktivitas udang windu jika jumlah input variabel-variabel tersebut ditambahkan. Untuk fungsi varians produktivitas menunjukkan bahwa variabel obat-obatan (X3) dapat menimbulkan risiko dalam usaha budidaya udang windu sedangkan sisanya, yaitu variabel benur (X1), pupuk urea (X2), saponin (X4) dan tenaga kerja (X5) dapat mengurangi risiko yang akan terjadi dalam usaha ini.

Saran yang sebaiknya dilakukan oleh petambak udang windu, antara lain dengan memperhatikan dengan baik dosis pemberian pupuk urea ke dalam tambak karena jika pemberian pupuk urea tidak sesuai (terlalu sedikit atau terlalu banyak) akan menyebabkan kondisi lingkungan tambak tidak seimbang. Pemberian pupuk urea yang optimal berkisar antara 75-150 kg per ha dan harus tetap melihat kondisi tambak yang ada. Sedangkan dosis obat-obatan yang seharusnya diberikan sekitar 20 kg per ha dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan tambak. Obat-obatan dapat meningkatkan daya tahan tubuh udang selama budidaya berlangsung dan jika pemberian ini terlalu banyak akan menimbulkan risiko karena daya tahan tubuh udang semakin menurun.