Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Kabupaten Karawang

ANALISIS KELAYAKAN USAHA
PEMBESARAN KEPITING SOKA DI BALAI
PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU DAN LAUT
(BPBAPL) KARAWANG, KABUPATEN KARAWANG

HAMDANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis
Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai Pengembangan Budidaya
Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Kabupaten Karawang adalah karya
sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Hamdani
H34086043

ABSTRAK
HAMDANI. Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai
Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Kabupaten
Karawang. Dibimbing oleh SUHARNO.
Sektor perikanan dan kelautan mempunyai peranan yang sangat penting
dalam upaya memberikan kontribusi terhadap pembangunan dalam menciptakan
tatanan masyarakat yang lebih baik Salah satu komoditas perikanan laut yang
mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan di sektor perikanan adalah
kepiting soka. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha
pembesaran kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut
(BPBAPL) Karawang berdasarkan aspek non finansial dan finansial. Semua aspek
non finansial dan finansial usaha ini layak untuk diusahakan. Kegiatan usaha
usaha pembesaran kepiting soka di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan
Laut (BPBAPL) Karawang sangat sensitif terhadap perubahan produksi.

Kata kunci: kepiting soka, aspek non finansial, aspek finansial.

ABSTRACT
HAMDANI. Feasibility Analysis Of Soft-Shelled Crabs Enlargement Business at
Karawang Aquaculture Development Center Brackish and Marine. Supervised by
SUHARNO.
Fisheries and marine sector has a very important role in contributing to the
development effort in creating a better social order. One of marine culture
commodity good prospects for development in the fisheries sector are soft-shelled
crabs. The objectives of this research are to analyze the feasibility of soft-shelled
crabs enlargement business at Karawang Aquaculture Development Center
Brackish and Marine based non-financial and financial aspects. All non-financial
aspects and financia aspects is feasible to do.
.
Keywords: Soft-Shelled Crabs, non-financial aspect, financial aspect.

ANALISIS KELAYAKAN USAHA
PEMBESARAN KEPITING SOKA DI BALAI
PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU DAN LAUT
(BPBAPL) KARAWANG, KABUPATEN KARAWANG


HAMDANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai
Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL)
Karawang, Kabupaten Karawang
Nama
: Hamdani

NIM
: H34086043

Disetujui oleh

Dr.Ir. Suharno, M.Adev
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai
Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL)
Karawang, Kabupaten Karawang
: Hamdani
Nama

: H34086043
NIM

Disetujui oleh

Vfr(L

Dr.Ir. Suharno, M.Adev
Pembimbing

Diketahui oleh

MS

Tanggal Lulus:

2 0 FEB 2014

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat limpahan,

karunia, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka di Balai
Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang, Kabupaten
Karawang.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis menganalisis kelayakan usaha
Pembesaran kepiting soka dari aspek non finansial dan aspek finansial, serta
menganalisis tingkat kepekaan (sensitivitas) Usaha Pembesaran Kepiting Soka di
Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan,
seperti bagi pembudidaya, investor, ataupun masyarakat luas untuk mempelajari
maupun menerapkan usaha pembesaran kepiting ini
.

Bogor, Januari 2014
Hamdani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3


Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA (OPSIONAL)

5

KERANGKA PEMIKIRAN

8

Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE


8
17
19

Lokasi dan Waktu Penelitian

19

Analisis Non Finansial

20

Analisis Finansial

22

HASIL DAN PEMBAHASAN

25


Gambaran Umum Lokasi Penelitian

25

Analisis Aspek‐Aspek Non Finansial

26

Analisis Kelayakan Finansial

34

SIMPULAN DAN SARAN

41

Simpulan

41


Saran

41

DAFTAR PUSTAKA

42

LAMPIRAN

44

RIWAYAT HIDUP

48

DAFTAR TABEL
1 Nilai PDB Nasional Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan
Perikanan Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2007-2011
2 Potensi Perikanan Tangkap dan Budidaya Kabupaten Karawang
3 Nilai Nilai Sisa Investasi Usaha Pembesaran Kepiting Soka
4 Rincian Investasi Usaha Budidaya Kepiting Soka
5 Biaya Reinvestasi Usaha Pembesaran Kepiting Soka
6 Biaya Tetep
7 Rincian Biaya Variabel Budidaya Kepiting Soka
8 Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran kepiting Soka
9 Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Kepiting Soka dengan
Penurunan Produksi 12 Persen
10 Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Kepiting Soka dengan Terjadi
Kenaikan Harga Benih 25 Persen
11 Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Kepiting Soka dengan Terjadi
Kenaikan Harga Benih 20 Persen dan 25 Persen Pakan Rucah

1
2
34
35
35
36
37
38
39
39
40

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6
7
8
9

Perkembangan Konsumsi Komoditi Perikanan di Kabupaten Karawang
Kurva Investasi
Kurva Hubungan Antara NPV dan IRR
Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Budidaya
Kepiting Soka di di Di Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan
Laut (BPBAPL) Karawang
Denah Lokasi Petak Budidaya Kepiting Soka
Proses Pemotongan Rucah dan Pemberian Pakan
Kepiting yang Siap Panen
Pengemasan dan Penyimpanan Kepiting Soka
Penimbangan Kepiting Soka

2
9
16

19
29
30
31
31
32

DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka
2 Analisis Sensitivitas Usaha Pembesaran Kepiting Soka dengan
Penurunan Produksi 12 Persen
3 Analisis Kelayakan Usaha Pembesaran Kepiting Soka Analisis
Sensitivitas Budidaya Kepiting Soka dengan kenaikan Harga Benih 25
Persen
4 Analisis Sensitivitas Budidaya Kepiting Soka dengan Kenaikan Harga
Benih 20 Persen dan Harga Pakan Naik 25 Persen

44
45

46
47

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau
sekitar 17 ribu, memiliki panjang pantai terpanjang kedua di dunia, setelah
Australia yang mencapai panjang pantai sekitar 81 ribu km. Sebagai negara
kepulauan yang dikelilingi laut, Indonesia mempunyai sumber daya laut yang
besar, baik sumber daya hayati maupun non hayati (DKP, 2011).
Sumber daya perikanan merupakan salah satu sumber daya yang penting
bagi hajat hidup masyarakat. Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk
menjadi salah satu produsen dan eksportir utama produk perikanan. Sumber daya
perikanan yang beragam, dan permintaan yang tinggi di dalam maupun di luar
negeri, merupakan kesempatan untuk memperbaiki perekonomian negara (Ditjen
Pemasaran Luar Negeri KKP, 2011).
Berdasarkan Tabel 1, subsektor perikanan merupakan salah satu
penyumbang terbesar kedua pada Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian
untuk kurun waktu 2008 hingga 2012. Subsektor perikanan memiliki kenaikan
rata-rata terbesar kedua dari keempat subsektor pertanian lainnya. Hal ini berarti,
subsektor perikanan Indonesia berpotensi untuk dikembangkan lebih besar lagi.
(KKP, 2013).
Tabel 1. Nilai PDB Nasional Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan
Perikanan Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2008-2012
Lapangan
Nilai PDB (dalam Rp Milyar)
Usaha
2008
2009
2010
2011
2012
Tanaman
349.795,0 419.194,8 482.377,1 530.603,7
574 330,00
Bahan
Makanan
Tanaman
105.960,5 111.378,5 136.026,8 153.884,7
159 753,90
Perkebunana
Peternakan
83.276,1 104.883,9 119.371,7 129 297,70
146 089,70
Kehutanan
40.375,1 45.119,6
48.289,8
51 781,30
54 906,50
Perikanan
137.249,5 176.620,0 199.383,4 226 691,00
255 332,30
716.656,2 857.196,8 985.448,8 1.091.447,30 1.190.412,40
Total
Sumber : Badan Pusat Statistik (2012).
Jawa Barat memiliki potensi sumber daya perikanan dan kelautan yang
cukup besar. Hal ini terlihat dari kondisi eksisting potensi perairan umum, seperti
pantai yang panjangnya mencapai 805 kilometer, sungai dengan panjang 13.666
kilometer, areal budidaya perikanan yang cukup luas mencapai 58.698 hektar,
danau/situ seluas 4.757 hektar, dan 3 waduk besar yaitu Saguling, Cirata, dan
Jatiluhur dengan luas total mencapai 21.429 hektar. Jawa Barat merupakan daerah
yang memiliki prospek yang sangat cocok untuk mengembangkan produksi
perikanan budidaya, karena Jawa Barat memiliki iklim yang kondusif dan
memiliki wilayah yang luas untuk budidaya di setiap kabupatennya, salah satunya
adalah Kabupaten Karawang (DPKP, 2010).

2
Kabupaten Karawang mempunyai potensi untuk mengembangkan sektor
perikanan karena mempunyai perairan yang cukup luas. Sumberdaya perairan
cukup besar di daerah ini, terutama yang berdekatan dengan sungai dan daerah
yang berada di sepanjang pesisir pantai. Maka kabupaten ini mulai mengandalkan
sektor perikanan sebagai salah satu pilar pembangunan daerahnya setelah melihat
potensi yang ada. Potensi perairan di Kabupaten Karawang tersebut dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2. Potensi Perikanan Tangkap dan Budidaya Kabupaten Karawang
Potensi
Dimanfaatkan

Jenis Perairan
Keseluruhan
Perikanan Tangkap
• Panjang Pantai
84,23 Km
84,23 Km
• Panjang Sungai
744,00 Km
577,00 Km
• Rawa
20,00 Ha
5,00 Ha
• Bekas Galian
282,30 Ha
132,00 Ha
Perikanan Budidaya
• Tambak
18.273,30 Ha
13.405,00 Ha
• Kolam
980,00 Ha
927,13 Ha
• Mina Padi
11.881,50 Ha
225,00 Ha
• KJA
86 unit
44 unit
Sumber : Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Karawang (2010)

Selain sebagai produsen Kabupaten Karawang merupakan salah satu pasar
yang potensial untuk komoditi perikanan, hal ini dapat dilihat dari data
permintaan dan konsumsi per kapita ikan yang terus meningkat setiapa tahunnya.
Hal ini dapat dilihat pada gambar 1.
Perkembangan Konsumsi Komoditi Perikanan di
Kabupaten Karawang (Kg/Kapita/Tahun)
25
24
23
22
21
20
2005

2006

2007

2008

2009

Gambar 1 Perkembangan Konsumsi komoditi Perikanan di Kabupaten Karawang
Sumber : Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten
Karawang (2010)

Hal ini terjadi karena semakin tinggi tingkat kesadaran masyarakat akan
pentingnya mengkomsumsi produk perikanan baik berupa hasil perikanan laut dan

3
air tawar yang banyak tersedia di setiap daerah dan penyebab lain adalah semakin
maraknya kasus flu burung dan penyakit kuku yang menyerang unggas dan ternak
menyebabkan masyarakat beralih ke komoditi perikanan karena takut tertular
penyakit tersebut.
Salah satu komoditi yang diminati oleh konsumen dari produk perikanan
adalah kepiting. Kepiting sangat diminati konsumen karena memiliki rasa gurih,
enak dan juga bergizi tinggi. Keunggulan dari kepiting antara lain daging kepiting
mengandung nutrisi penting bagi kehidupan dan kesehatan. Kepiting mengandung
kolesterol, tetapi rendah kandungan lemak jenuh, merupakan sumber niacin,
folate, pottassium, merupakan sumber protein, Vitamin B12, phosphorous, zinc,
copper, dan selenium yang sangat baik untuk tubuh. Selenium diyakini berperan
dalam mencegah kanker, perusakan kromosom, serta meningkatkan daya tahan
terhadap infeksi virus dan bakteri (Kasry, 1996).
Kepiting yang sangat digemari konsumen saat ini adalah kepiting soka.
Kepiting ini sangat diminati oleh pasar, meskipun harganya lebih mahal
dibandingkan kepiting biasa, kepiting ini tetap diburu oleh konsumen. Harga
kepiting soka dapat mencapai Rp 60.000-70.000/kg, harga ini jauh lebih tinggi
dibandingkan harga kepiting bisa yang mencapai Rp 30.000-40.000/kg. Prospek
pasar kepiting soka tidak hanya dalam negeri, kepiting soka selain dipasarkan
dalam negeri juga diekspor ke berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jepang,
Cina, Hongkong, Malaysia dan beberapa negara Eropa. Sedangkan untuk pasar
dalam negeri kepiting soka banyak digemari masyarakat terutama Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Sumatera, kalimantan dan Suluwesi (Nurdin,
2010).
Usaha penangkapan kepiting banyak dilakukan oleh nelayan di sekitar
pesisir, namun usaha ini hanya dijadikan sebagai usaha sampingan karena usaha
dipandang belum begitu menguntungkan dibanding usaha lain. Dengan
banyaknya nelayan melakukan usaha penangkapan kepiting sehingga banyak hasil
tangkapan yang tidak terserap pasar karena belum mencapai ukuran konsumsi .
Salah satu usaha agar hasil tangkapan nelayan tersebut dapat terserap dan
meningkatkan nilai jualnya dari kepiting adalah dengan melakukan usaha
pembesaran kepiting soka. Kepiting soka adalah kepiting bakau yang
dibudidayakan dan dilakukan pemanen disaat molting sehingga cangkannya
menjadi lunak dan mudah untuk dikonsumsi. Dengan melakukan usaha ini maka
dapat meningkatkan harga jual kepiting.
Usaha pembesaran kepiting soka ini sangat penting untuk dikaji lebih
dalam. Hal ini dikarenakan dengan adanya pembesaran kepiting soka diharapkan
mampu menjawab permasalahan nelayan tangkap, yaitu membantu nelayan
dengan menyerap kapiting hasil tangkapan nelayan yang umumnya mempunyai
harga lebih murah dan bahkan tidak laku dipasaran karena memenuhi ukuran
konsumsi yaitu sekitar 100 gram/ekor.
Perumusan Masalah
Berdasarkan prospek yang telah digambarkan membuat bisnis ini semakin
menarik bagi para petani, namun masih terkendala berbagai hal diantaranya dalam
hal teknis dan biaya karena budidaya kepiting soka termasuk masih baru dan
informasi budidayanya masih kurang, sehingga belum banyak masyarakat yang

4
menekuninya. Memelihara kepiting soka lebih sulit dari kepiting lainnya karena
membutuhkan ketelitian dan kesabaran. Disamping itu modal yang dibutuhkan
dalam budidayanya cukup besar baik untuk membeli komponen investasi maupun
input (benih). Budidaya ini juga cukup beresiko dalam hal teknis (pada saat proses
cutting) apabila tidak cermat maka akan menyebabkan kematian pada benih.
Salah satu instansi yang berhasil membudidayakan kepiting soka adalah Di
Balai Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang.
BPBAPL Karawang merupakan tempat proyek percontohan milik pemerintah
untuk budidaya kepiting soka saat ini, yang diharapkan dapat memberikan
informasi cara budidaya dan informasi finansial yang didapat menunjang dalam
bisnis ini bagi masyarakat. Sesuai dari salah satu tujuan balai yaitu
menyelengarakan ketatausahaan balai, balai diberikan wewenang dan dituntut
untuk mandiri, salah satu usaha yang diwujutkan dalam tujuan tersebut yaitu
melakukan usaha pembesaran kepiting soka. Namun, saat akan didirikan dan
sampai usaha ini berjalan belum pernah dilakukan analisis kelayakannya. Hal ini
tentu berlawan dengan pendapat yang dikemukan oleh Nurmalina et al. (2009),
bahwa dalam memulai bisnis tidak cukup hanya dengan mengandalkan feeling
dan insting saja, tapi perlu didukung dengan data dan analisis yang komprehensif
untuk mengambil keputusan yang berkonsekkuensi jangka panjang dan
berdampak secara finansial. Maka langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk
meyakinkan bahwa usaha ini dapat memberikan keuntungan baik bagi pelakunya
maupun pihak lain maka kegiatan studi kelayakan bisnis perlu dilakukan. Saat ini
saja, hampir setiap bisnis yang akan didirikan, dikembangkan dan diperluas
maupun dilikuidasi selalu didahului dengan kegiatan yang disebut studi
kelayakan. Kekeliruan dan kesalahan dalam menilai investasi akan menyebabkan
kerugian dan resiko yang besar. Penilaian investasi dalam bisnis dalam studi
kelayakan bisnis yang bertujuan untuk menghindari keterlanjuran investasi yang
tidak menguntungkan karena bisnis yang tidak layak.
Mengingat pentingnya penerapan studi kelayakan bisnis dalam suatu usaha,
maka usaha ini perlu dilakukan analisis kelayakannya dari berbagai aspek baik
aspek non finansial dan finansial. Aspek-aspek itu terdiri dari aspek teknis, aspek
manajemen, aspek sosial, aspek pasar, dan aspek finansial agar dapat memberikan
hasil yang maksimal.
Berdasarkan gambaran diatas, maka permasalahan yang diteliti menyangkut
pertanyaan-pertanyan sebagai berikut :
1. Bagaimana kelayakan budidaya kepiting soka di Di Balai Pengembangan
Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang jika dilihat dari aspek
teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan,
dan aspek pasar ?
2. Bagaimana kelayakan finansial budidaya kepiting soka di Di Balai
Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang jika
dilihat dari aspek finansial ?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitan ini adalah:
1. Menganalisis kelayakan budidaya kepiting soka di Di Balai Pengembangan
Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang jika dilihat dari aspek

5
teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan
aspek pasar.
2. Menganalisis kelayakan finansial budidaya kepiting soka di Di Balai
Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang jika
dilihat dari aspek finansial.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan bagi pihak-pihak
yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti :
1) Bagi petani, hasil penelitian ini dapat memberikan alternatif budidaya dengan
hasil yang lebih baik.
2) Bagi investor atau masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah
satu referensi dalam mempertimbangkan penanaman modal pada budidaya
kepiting soka.
3) Bagi mahasiswa Sebagai bahan informasi, pustaka dan pengetahuan
mengenai studi kelayakan untuk peneliti selanjutnya.
4) Bagi penulis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan ilmu yang
didapat selama perkuliahan di kampus.

TINJAUAN PUSTAKA
Kepiting Soka
Kepiting soka adalalah nama lain dari kepiting cangkang lunak. Lunaknya
cangkang yang dimiliki kepiting ini bukan karena jenis kepitingnya. Namun,
lunaknya cangkang kepiting ini disebababkan kepiting baru melewati tahapan
ganti kulit (molting). Jadi, cangkang kepiting yang keras ditinggalkan dan muncul
cangkang baru yang masih lunak. Cangkang baru yang lunak ini juga akan
mengeras beberapa saat setelah terjadi molting (Nurdin, 2010).
Menurut nurdin (2010), ada beberapa spesies kepiting di Indonesia, ada
yang terdapat di lingkungan air tawar, bakau dan laut. Adapun jenis yang
berpotensi besar untuk dibudidayakan adalah kepiting bakau dan rajungan.
Terdapat empat jenis kepiting bakau yang ditemui di Indonesia, yaitu kepiting
bakau merah (Scylla olivacea), kepiting bakau hijau (S. Serrata) atau giant mud
crab karena kepiting ini dapat mencapai ukuran sangat besar yaitu 2-3 kg/ekor,
kepiting bakau ungu (S. Tranquebarica), dan kepiting bakau putih (S.
Paramamosain).
Lebih lanjut Nurdin (2010), menjelaskan bahwa semua jenis kepiting bakau
tersebut berpotensi untuk dijadikan produk kepiting soka. Namun, kepiting yang
dapat mempunyai ukuran lebih besar yang berpotensi untuk dijadikan kepiting
bercangkang lunak atau kepiting soka, yaitu kepiting bakau hijau (S. Serrata) atau
giant mud crab, kepiting bakau ungu (S.Tranquebarica), dan kepiting bakau putih
( S. Paramamosain).
Penelitian Terdahulu
Studi kelayakan yang berhubungan dengan komoditas kepiting sampai saat
ini masih belum ada terutama mengenai analisis kelayakan usaha pembesaran

6
kepiting soka. Penelitian-penelitain terdahulu mengenai komoditas ini masih
membahas cara budidaya atau produksi dan belum sampai mengenai aspek
finansial. Berikut ini studi kelayakan yang berhubungan dengan pengusahaan
perikanan.
Wijayanto (2005) penelitiannya yang berjudul Analisis Kelayakan Finansial
Usaha Pembesaran Ikan Mas Kolam Air Deras, studi kasus di MN Fish Farm,
Kabupaten Subang. Dari penelitian ini menunjukan hasil perhitungan diperoleh
bahwa usaha pembesaran ikan mas air deras MN Fish Farm layak pada tingkat
diskonto 6 persen dengan modal sendiri. Hasil yang didapat adalah NPV sebesar
Rp. 823.606.812,00 dengan Net B/C sebesar 3,06 dan IRR sebesar 26 persen serta
pengembalian modal (MPI) selama 4 tahun 6 bulan. Proyek ini menghasilkan
keuntungan bersih sekarang yang positif, pengeluaran sebesar Rp 1,00
menghasilkan manfaat sebesar Rp 3,06 dan tingkat pengembalian internal dari
proyek lebih besar dari suku bunga bank yang berlaku. Selain dengan skenario
satu, ini dilakukan analisis dengan perubahan skenario yaitu dengan modal
sebagian berasal dari pinjaman bank (Skenario II). Pada Skenario II tingkat
diskonto yang digunakan adalah 6 dan 15 persen. Hasil yang diperoleh dengan
suku bunga 6 persen adalah NPV sebesar Rp 682.145.459,00, Net B/C 4,41
dengan IRR sebesar 32 persen dan PMI 5 tahun 1 bulan. Usaha ini masih layak
untuk dilaksanakan dengan Skenario II pada tingkat suku bunga sebrsar 6 persen,
pelaksanaan usaha dengan modal pinjaman dari bank lebih layak untuk
dilaksanakan. Pada tingkat suku bunga 15 persen dengan modal sebagian berasal
dari pinjaman bank hasil yang diperoleh adalah NPV sebesar Rp 324.433.731 Net
B/C sebesar 2,62 dengan sebesar IRR 22 % dan MPI 6 tahun 1 bulan. Nilai NPV
positif dan Net B/C lebih besar dari pengeluaran, sedangkan nilai IRR sebesar 22
% menunjukan bahwa usaha tersebut akan dapat mengembalikan pinjaman beserta
bungunya karena pengembalian internal usaha tersebut lebih besar dari suku
bunga kredit yang berlaku yaitu 15 persen. Analisis sensitivitas dilakukan pada
penurunan harga output sebesar 5,65%, 11,11% dan 16,67%, serta kenaikan harga
input benih sebesar 30,4% dan harga input pakan sebesar 7,91%. Usaha masih
layak apabila terjadi kenaikan harga benih sebesar 30,4%, kenaikan harga pakan
sebesar 7,91%, penurunan harga output sebesar 5,56% dan kenaikan suku bunga
menjadi 15%.
Penelitian yang dilakukan Wijayanto (2005) ini menganalis kelayakan usaha
hanya dari segi finansial saja. Dalam menganalisis finansial, dia menggunkan
kriteria investasi yang terdiri NPV, IRR, Net B/C dan PP serta dilakukan analisis
sensitivitas. Perhitungan arus kas (cash flow) yang digunakan untuk menganalisis
usaha adalah 10 tahun hal ini berdasarkan investasi terlama dan asumsi suku
banga yang dipakai berdasarkan suku bunga bank Indonesia karena SBI
merupakan acuan bagi semua bank.
Agustika (2009) telah melakukan penelitian mengenai Analisis Kelayakan
Perluasan Usaha Pemasok Ikan Hias Air Tawar Budi Fish Farm, Kecamatan
Cibinong, Kabupaten Bogor. Dari hasil penelitian dilihat dari aspek teknis
menunjukan bahwa perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam persiapan
pengadaan ikan hias dari petani maupun dalam proses produksinya, dari aspek
manajemen menunjukan perusahaan menggunakan struktur organisasi yang
sederhana akan tetapi mampu menjalankan tugas masing-masing sesuai dengan
kewajibannya; aspek sosial melihat sejauh mana keluhan dari masyarakat sekitar

7
lokasi usaha terhadap kegiatan perusahaan. Aspek pasar menunjukan peluang
yang masih terbuka lebar untuk bisnis ikan hias ini. Penentuan kelayakan aspek
non finansial ini berdasarkan pengamatan langsung dan hasil wawancara dari
pemilik.
Hasil dari perhitungan aspek finansial menunjukan bahwa perhitungan
nilai NPV yang diperoleh sebesar Rp 483.160.979,00 berarti bahwa investasi yang
ditanam pada 10 tahun yang akan datang dapat memberikan keuntungan bersih
sebesar Rp 483.160.979,00; Net B/C sebesar 2,70 artinya setiap Rp. 1,00 investasi
bersih yang dikeluarkan pada tahun ke 10 akan memberikan keuntungan bersih
sebesar Rp 2,70,00; dengan IRR sebesar 66% menunjukan bahwa usaha ini layak
dan mampu mengembalikan modal dalam tingkat bunga sebesar 66% per tahun.
Jika bunga pinjaman bank yang berlaku kurang dari nilai tersebut maka usaha ini
layak untuk dijalankan, sebaliknya jika suku bunga pinjaman bank yang berlaku
lebih besar dari 66% per tahun berarti usaha ini tidak layak untuk dijalankan.
Dalam menganalisis finansial, Agustika (2009) menggunkan kriteria investasi
yang terdiri NPV, IRR, Net B/C dan PP. Perhitungan arus kas (cash flow) yang
digunakan untuk menganalisis usaha adalah 10 tahun hal ini berdasarkan investasi
terlama dan asumsi suku banga yang dipakai berdasarkan suku bunga bank
Indonesia.
Bukit (2007), analisis kelayakan usaha ikan patin dari analisis finansial
menunjukan bahwa nilai NPV yang dihasilkan dari budidaya pembenihan ikan
patin adalah positif sebesar Rp 108.796.492,2. Nilai NPV pada tingkat diskonto
8% yang lebih besar dari nol, ini berarti usaha pembenihan ikan patin yang
dilakukan menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dilaksanakan karena
memberikan tambahan manfaat atau keuntungan sebesar Rp 108.796.492,2 untuk
jangka waktu 10 tahun. Nilai Net B/C ratio 1,725 lebih besar dari satu, artinya
setiap pengeluaran investasi sebesar satu rupiah sekarang akan menerima
tambahan pendapatan sebesar Rp 1,725 dan berarti layak. Nilai IRR dari
pembenihan ikan patin sebasar 22,75% dan nilai ini berada diatas tingkat bunga
deposito yang berlaku yaitu 8 persen, berarti modal yang diinvestasikan di usaha
pembenihan ikan patin lebih menguntungkan dibandingkan ditabung dalam
bentuk deposito. Payback period atau titik pengembalian investasi dari usaha
pembesaran kepiting sokasetelah usaha ini berjalan selama tiga tahun sembilan
bulan.
Penelitian yang dilakukan Bukit (2007) ini menganalis kelayakan usaha
hanya dari segi finansial saja. Dalam menganalisis finansial, dia menggunkan
kriteria investasi yang terdiri NPV, IRR, Net B/C dan PP serta dilakukan analisis
sensitivitas. Perhitungan arus kas (cash flow) yang digunakan untuk menganalisis
usaha adalah 10 tahun hal ini berdasarkan investasi terlama dan asumsi suku
banga yang dipakai berdasarkan suku bunga bank Indonesia.
Penelitian mengenai Kelayakan Finansial Pembenihan dan Pendederan Ikan
Nila Wanayasa pada Kelompok Pembudidaya Mekarsari Desa Tanjungsari,
Kecamatan Pondoksalam, Kabupaten Purwakarta oleh Irianni (2006) bertujuan
menganalisis Keuntungan usaha, menganalisis kelayakan investasi yang
ditanamkan dan menganalisis sensitivitas usaha terhadap perubahan harga faktor
produksi, dalam hal ini adalah pakan. Kelayakan usaha dan sensitivitas dinilai
berdasarkan kriteria investasi yang terdiri dari NPV, Net B/C, dan IRR.
Perhitungan arus kas (cash flow) yang digunakan untuk menganalisis usaha adalah

8
10 tahun hal ini berdasarkan investasi terlama dan asumsi suku banga yang
dipakai berdasarkan suku bunga bank Indonesia yang sering menjadi patokan bagi
pengusaha.
Hasil analisis yang diperoleh bahwa nilai NPV sebesar Rp
225.116.401,83,00 nilai B/C diperoleh sebesar 19,38 dan niali IRR sebesar 707%.
Hasil analisis sensitivitas dengan metode switching value diperoleh bahwa usaha
masih layak dijalankan dengan adanya peningkatan harga pakan sampai batas
kenaikan sebesar 800,91%, karena nilai NPV sama dengan nol, Net B/C sama
dengan 1, sedangkan IRR sama dengan tingkat suku bunga.
Perbedaan penelitian ini adalah tempat perusahaan dan komoditas yang
diproduksi. Dari penelitian terdahulu memberikan masukan bagi penulis mengenai
sejauh mana penelitian sebelumnya mengenai analisis finansial dan analisis non
finansial. Hal ini memeberikan gambaran bagi penulis dengan topik studi
kelayakan bisnis. Selain itu, dari penelitian terdahulu mengenai analisis kelayakan
non finansial yang ingin dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen,
dan aspek sosial ekonomi, sehingga dapat menjadi acuan bagi penulis untuk
menganalisis usaha dari kegiatan produksi kepiting soka di Di Balai
Pengembangan Budidaya Air Payau dan Laut (BPBAPL) Karawang.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Menurut Gittinger (1986), usaha atau proyek merupakan suatu kegiatan
yang mengeluarkan uang/biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan
secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan,
pembiayaan dan pelaksanaan dalam satu unit. Rangkaian dasar dalam
perencanaan dan pelaksanaan usaha adalah siklus usaha yang terdiri dari tahaptahap identifikasi, persiapan dan analisis penelitian, pelaksanaan dan evaluasi.
Evaluasi usaha sangat penting, evaluasi ini dapat dilakukan beberapa kali selama
pelaksanaan usaha.
Studi kelayakan bisnis adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu
proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil
(Husnan dan Muhammad 2005). Menurut Nitisumito dalam Permatasuri (2004),
evaluasi proyek identik dengan studi kelayakan (feasible study), karena di antara
keduanya terdapat faktor kesamaan pokok yaitu bertujuan untuk menilai
kelayakan suatu gagasan usaha atau proyek. Evaluasi tersebut kemudian dijadikan
bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan apakah suatu gagasan usaha atau
proyek dapat diteruskan (diterima) atau dihentikan (ditolak). Namun demikian,
selain memiliki faktor kesamaan di antara keduanya, terdapat faktor-faktor
ketidaksamaan dilihat dari beberapa segi, antara lain:
1. Studi kelayakan dilaksanakan pada waktu suatu gagasan usaha belum
dilaksanakan, sedangkan evalusi proyek dapat dilaksanakan sebelum, pada
waktu atau setelah selesainya suatu proyek.
2. Umumnya ruang lingkup pembahasan evaluasi proyek lebih luas dari
ruang lingkup pembahasan studi kelayakan. Studi kelayakan lebih
menitikberatkan pada kelayakan suatu gagasan usaha dilihat dari segi

9
kacamata pengusaha sebagai individu, sedangkan evaluasi proyek melihat
kelayakan suatu proyek tidak hanya dilihat dari kacamata individuindividu yang terkena akibat langsung dari suatu proyek, tetapi juga dilihat
dari kacamata masyarakat lebih luas yang mungkin mendapat akibat tidak
lansung proyek.
3. Sejalan dengan ruang lingkup pembahasan evaluasi proyek yang lebih
luas, maka metode evaluasi yang digunakan umumnya lebih rumit dari
metode evaluasi dalam studi kelayakan. Evaluasi dalam studi kelayakan
menekankan aspek finansial, sedangkan pada evaluasi proyek menekankan
aspek ekonomi, meskipun aspek finansial juga diperhatikan.
Teori Investasi
Pada saat merencanakan, memulai, dan menjalankan suatu bisnis,
pengusaha dihadapkan kepada pertimbangan apakah bisnis yang
dijalankannya layak atau tidak. Biasanya langkah awal yang menjadi bahan
pertimbangan adalah penyediaan modal untuk investasi. Investasi memiliki
umur ekonomis dan akan mengalami penyusutan tiap tahunnya. Oleh sebab
itu, investasi tidak hanya dipersiapkan pada saat awal memulai bisnis saja,
tetapi juga pada saat bisnis tersebut tengah berjalan. Berdasarkan hal tersebut
maka didapat pengertian dari investasi, yaitu suatu usaha menanamkan modal
barang dalam bentuk wujud fisik yang sangat menunjang kegiatan produksi
dengan masa pakai lebih dari satu tahun dan investasi tersebut mesti dilakukan
lagi pada saat umur ekonomisnya telah habis agar bisnis yang dijalankan tetap
berjalan (Gittinger, 1986 dan Sundjaja dan Barlian, 2003). Sumber lain
menyatakan bahwa investasi adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi
langka dalam proyek tertentu dan proyek itu sendiri dapat bersifat baru sama
sekali atau perluasan proyek yang ada (Sutojo, 1983). Investasi berkorelasi
negatif dengan suku bunga, di mana jika suku bunga turun maka jumlah
investasi akan bertambah dan sebaliknya apabila suku bunga naik maka
jumlah investasi akan berkurang (Gambar 2).
Investasi (Rp)

Suku Bunga (%)
Gambar 2 Kurva Investas
Sumber : Samuelson (1967)

Para investor selalu dihadapkan dengan peluang untuk mendapatkan
tingkat pengembalian positif dari dana yang diinvestasikannya. Oleh karenanya
saat dari aliran kas keluar dan aliran kas masuk mempunyai konsekuensi ekonomi
yang penting, yang dikenal sebagai nilai waktu dari uang (Sundjaja dan Barlian,
2003). Menurut Nurmalina et al. (2009), ada beberapa alasan nilai uang berubah
dari waktu ke waktu, yaitu adanya inflasi, kesempatan konsumsi, dan
produktifitas. Jika terjadi inflasi dan kesempatan konsumsi, uang yang kita miliki
sekarang akan lebih berharga daripada pada masa yang akan datang. Hal ini

10
dikarenakan nilai uang pada saat sekarang dapat dimanfaatkan lebih banyak
daripada pada masa yang akan datang karena adanya faktor risiko dan
ketidakpastian. Sementara pada faktor produktifitas atau “earning power” uang,
ketika kita mendepositokan uang di bank atau melakukan investasi pada suatu
bisnis dengan harapan memperoleh return pada masa yang akan datang maka
jumlah uang tersebut dapat berlipat ganda daripada jika kita hanya menyimpan
uang di dalam rumah saja. Adapun besarnya perbedaan uang pada masa sekarang
dan pada masa yang akan datang tergantung dari biaya yang ditimbulkan pada
waktu menentukan pilihan (opportunity cost). Di mana setiap orang bahkan setiap
negara akan mempunyai biaya yang berbeda-beda. Opportunity cost of capital
atau biaya imbangan dari modal yang akan diinvestasikan dalam bisnis
merupakan dasar dalam penentuan tingkat bunga (tingkat diskonto/discount factor
atau tingkat penggandaan/compounding factor).
Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu
proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil
(Husnan dan Muhammad, 2005). Sedangkan menurut Nurmalina et al. (2009),
studi kelayakan bisnis merupakan penelaahan atau analisis tentang apakah suatu
kegiatan memberikan manfaat atau hasil bila dilaksanakan. Studi kelayakan bisnis
akan menganalisis suatu bisnis tidak hanya pada saat akan dijalankan tetapi
sampai bisnis tersebut berjalan nantinya dengan tidak ada batasan waktu. Hal
yang sama juga diungkapkan Umar (2007), beliau mengatakan studi kelayakan
proyek merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek dibangun
untuk jangka waktu tertentu, sedangkan studi kelayakan bisnis merupakan
penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak
layak bisnis dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka
pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan.
Teori Biaya dan Manfaat
Menurut Debertin (1986), biaya total (total cost) adalah penjumlahan dari
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang seharusnya tidak
berubah dengan atau tanpa memproduksi output oleh petani, sedangkan biaya
variabel adalah biaya produksi yang berkaitan langsung dengan tingkat output
yang dihasilkan
Dalam menjalankan suatu bisnis diperlukan kemampuan untuk
mengidentifikasi biaya dan manfaat dalam bisnis yang akan atau sedang
dijalankan. Biasanya biaya menimbulkan beban bagi pengusaha atau orang-orang
yang menjalankan aktivitas bisnis dan kegiatan ekonomi, sedangkan manfaat akan
menjadi prioritas bagi pengusaha yang menjalankan bisnisnya atau orang-orang
yang menjalankan suatu kegiatan ekonomi. Jadi, Apapun yang mengurangi
pendapatan dan mengurangi jumlah barang dan jasa akhir jelas adalah suatu biaya
dan apapun yang langsung menambah hal tersebut jelas adalah suatu manfaat
(Gittinger, 1986).
Adapun komponen-komponen biaya tersebut adalah (Nurmalina et al.,
2009) :
1. Barang-barang fisik
Barang atau bahan dalam bentuk fisik dibutuhkan baik sebagai material
untuk terbentuknya aset bisnis maupun yang dibutuhkan untuk bahan material
dalam operasional bisnis. Barang-barang fisik tersebut relatif lebih mudah

11
dikenali karena wujudnya yang tampak dan akan sangat mempermudah pelaku
usaha jika mereka mau mencatat barang-barang fisik yang dimilikinya.
2. Tenaga kerja
Tenaga kerja secara umum sering dibedakan atas dua landasan, yaitu
terdidik (skilled labour) dan tidak terdidik (unskilled labour). Semakin terdidik
dan terlatih biasanya mobilitasnya makin besar dan berimplikasi pada biaya yang
relatif besar, dan sebaliknya makin tidak terdidik akan sulit mobilitasnya. Dalam
menjalankan bisnis, pelaku usaha harus menetapkan upah minimum karyawan
berdasarkan Upah Minimum Propinsi, di samping juga memperhatikan besarnya
tanggung jawab tugas yang dipegang oleh karyawan tersebut.
3. Tanah
Komponen ini tidak habis terpakai selama umur bisnis dan tanah juga
tidak sulit diidentifikasi atau dikenali. Tanah memegang peranan penting dalam
penentuan lokasi bisnis dan luasan yang digunakan. Berbeda dengan barang
investasi lain (jika tanah yang digunakan adalah dibeli atau bukan disewa), tanah
tidak memiliki umur ekonomis dan umur teknis sehingga tidak mengalami
penyusutan, bahkan harga tanah akan terus meningkat dari tahun ke tahun.
4. Biaya tak terduga
Dalam dunia bisnis terdapat perubahan-perubahan, baik pada perubahan
harga domestik ataupun internasional yang diakibatkan oleh inflasi pada periode
tertentu suatu bisnis. Sedangkan seringkali di dalam perencanaan bisnis sangat
sulit untuk mengetahui ketepatan suatu harga karena adanya perubahan-perubahan
yang terjadi. Untuk itu di dalam perencanaan bisnis yang baik harus memasukkan
unsur-unsur biaya tak terduga, seperti biaya tak terduga yang bersifat fisik dan
biaya tak terduga harga.
5. Sunk Cost
Sunk cost adalah biaya-biaya yang dikeluarkan di masa lalu sebelum
investasi baru yang direncanakan akan ditetapkan. Sunk cost diperlukan karena
biasanya pelaku usaha hanya memperkirakan biaya dan manfaat yang akan
datang, bukan pengeluaran di masa lalu yang tidak akan muncul di dalam
perhitungan bisnis.
Untuk manfaat dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Tangible benefit, yaitu manfaat yang dapat diukur. Seperti peningkatan
produksi, perbaikan kualitas produk, perubahan waktu dan lokasi penjualan,
perubahan bentuk produk, mekanisasi pertanian, pengurangan biaya
transportasi, dan penurunan atau menghindari kerugian. Tidak seperti pada
indirect atau secondary benefit dan intangible benefits, pada tangible benefit
lebih difokuskan pada peningkatan manfaat dari suatu proses dan hasil output
dari kegiatan bisnis yang dijalankan oleh perusahaan atau usaha yang
dijalankan.
2. Indirect atau secondary benefit, yaitu manfaat yang dirasakan di luar bisnis itu
sendiri sehingga mempengaruhi keadaan eksternal di luar bisnis. Pada indirect
atau secondary benefit lebih ditekankan pada multiplier effect dari bisnis yang
dijalankan oleh suatu perusahaan terhadap masyarakat sekitar lingkungan
usaha.
3. Intangible benefits, yaitu manfaat yang riil ada tetapi sangat sulit untuk diukur.
Seperti perbaikan lingkungan hidup di sekitar lingkungan atau tempat bisnis.
Pada intangible benefits lebih ditekankan pada aspek estetika, keindahan,

12
sosial, dan budaya dari bisnis yang dijalankan yang berpengaruh terhadap
orang-orang sekitar.
Adapun yang termasuk ke dalam manfaat adalah :
1. Nilai Produksi Total
Nilai produksi total adalah nilai yang didapatkan dari produksi total yang
dihasilkan pada suatu usaha dan dikalikan dengan harga per satuan produk
tersebut.
2. Penerimaan Pinjaman (Loan)
Penerimaan pinjaman adalah semua tambahan modal yang diterima suatu
usaha untuk digunakan sebagai biaya investasi, biaya tetap ataupun biaya variabel.
Pinjaman ini dapat berasal dari berbagai pihak dan instansi, seperti pihak bank,
kreditor ataupun teman dan keluarga.
3. Bantuan (Grants)
Bantuan adalah semua tambahan dana yang diterima suatu usaha yang
sifatnya bantuan atau hibah. Dana ini dapat berupa uang tunai ataupun barang.
Untuk dana yang berupa barang, maka dana tersebut dikuantifikasikan terlebih
dahulu ketika memasukkannya ke dalam komponen manfaat.
4. Nilai Sewa
Nilai sewa adalah nilai dari hasil menyewakan alat atau bahan yang
dimiliki oleh suatu usaha.
5. Salvage Value
Salvage value adalah nilai barang investasi yang tidak habis selama umur
usaha. Nilai ini diukur pada akhir usaha atau di tahun terakhir usaha.
Setelah mengelompokkan bisnis ke dalam komponen biaya dan manfaat,
maka dapat dilakukan perhitungan incremental net benefit untuk mengetahui
tambahan manfaat bersih dari adanya bisnis baru terhadap bisnis lama.
Incremental net benefit atau manfaat bersih tambahan yaitu manfaat bersih dengan
bisnis (net benefit with business) dikurangi manfaat bersih tanpa bisnis (net
benefit without business). Yang menjadi dasar pertanyaan dari perhitungan
Incremental Net Benefit adalah apakah faktor-faktor produksi yang sebelumnya
tidak ataupun belum termanfaatkan dapat memberikan manfaat atau tidak bagi
bisnis yang dijalankan selanjutnya (Nurmalina et al., 2009).
Aspek-aspek Analisis Kelayakan
Dalam melakukan studi kelayakan perlu memperhatikan aspek-aspek yang
secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari
suatu penanaman investasi tertentu. Menurut Umar (2007), membagi analisis
kelayakan menjadi aspek teknis dan teknologi, aspek pasar dan pemasaran, aspek
yuridis, aspek sosial, aspek manajemen, aspek lingkungan, dan aspek finansial.
Menurut Gittinger (1986), aspek-aspek analisis kelayakan terdiri dari aspek
teknis, aspek manajemen, aspek sosial, aspek pasar, aspek finansial, dan aspek
ekonomi. Sedangkan menurut Husnan dan Suwarno (2005), aspek-aspek studi
kelayakan terdiri dari aspek-aspek pasar, teknis, keuangan, hukum, dan ekonomi
negara. Namun tergantung pada besar kecilnya dana yang tertanam dalam
investasi tersebut, maka tekadang juga ditambah studi tentang dampak sosial.
Aspek Pasar dan Pemasaran
Aspek pasar dan pemasaran menempai urutan pertama dalam studi
kelayakan (Sutojo, 1983). Hal ini dikarenakan bisnis tidak akan berjalan kalau
tidak ada pasar yang menampung produk yang dihasilkan, seberapapun bagusnya

13
produk tersebut. Hal senada juga diungkapkan oleh Umar (2007), yaitu
pengkajian aspek pasar penting dilakukan karena tidak ada proyek bisnis yang
berhasil tanpa adanya permintaan atas barang atau jasa yang dihasilkan oleh bisnis
tersebut. Menurut Nurmalina et al. (2009), pada aspek pasar dan pemasaran
mempelajari tentang :
1. Permintaan.
Permintaan adalah jumlah barang yang ingin dibeli dan dikonsumsi oleh
konsumen. Permintaan di sini baik secara total ataupun diperinci menurut
daerah, jenis konsumen, atau perusahaaan besar pemakai. Di sini juga
perlu diperkirakan tentang proyeksi permintaan tersebut.
2. Penawaran.
Penawaran adalah jumlah barang atau jasa (output yang dihasilkan) yang
mampu dihasilkan oleh produsen. Penawaran di sini baik yang berasal dari
dalam negeri, maupun juga yang berasal dari impor. Selain itu, pada
penawaran juga dibahas tentang bagaimana perkembangan di masa lalu
dan bagaimana perkiraan di masa yang akan datang. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penawaran ini seperti jenis barang yang bisa menyaingi,
kebijakan dari pemerintah, dan sebagainya yang perlu diperhatikan.
3. Harga.
Pada harga akan dilihat apakah ada kecenderungan perubahan harga.
Selain itu juga dilihat bagaimana pola harga output tersebut.
4. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan
Pada bagian ini akan mengkaji tentang market share yang bisa dikuasai
perusahaan. Pada bagian market share ini dikenal istilah pengukuran pasar
potensial dan pengukuran sales potensial. Pasar potensial merupakan
keseluruhan jumlah produk yang mungkin dapat dijual dalam pasar
tertentu atau permintaan industri jika usaha pemasaran (marketing effort)
yang dilakukan perusahaan dalam industri tersebut mencapai titik optimal,
sedangkan sales potensial merupakan proporsi dari keseluruhan pasar
potensial yang diharapkan dapat diraih oleh bisnis yang bersangkutan atau
permintaan perusahaan tertentu di bawah usaha pemasaran (marketing
effort) yang dilakukan (market share perusahaan).
Market Share =

Sales Revenue output usaha pada tahun t
x100 %
∑ Sales Revenue output industri pada tahun t

Selain itu ada juga pemasaran output yang merupakan bagian dari aspek pasar.
Pada pemasaran output berisi tentang pembahasan output yang dihasilkan, baik
output utama maupun sampingan dan juga saluran pemasaran yang akan dilewati
atau ditempuh.
Aspek Teknis
Husnan dan Muhammad (2005) mengatakan bahwa aspek teknis
merupakan suatu aspek yang berkenan dengan proses pembangunan proyek secara
teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun.
Berdasarkan analisa ini dapat diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi
termasuk biaya eksploitasinya.
Analisis secara teknis berhubungan dengan proyek (penyediaan) dan output
(produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa. Hal ini sangat penting, dan
kerangka kerja proyek harus dibuat secara jelas supaya analisis secara teknis dapat
dilakukan dengan teliti (Gittinger 1986). Aspek-aspek lain dari analisa proyek

14
hanya akan dapat berjalan bila analisis secara teknis dapat dilakukan, walaupun
asumsi-asumsi teknis dari suatu perencanaan proyek mungkin sekali perlu direvisi
sebagaimana aspek-aspek yang lain diteliti secara terpelinci.
Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa
pembangunan bisnis dan manajemen dalam masa operasi. Manajemen dalam
operasi menganalisis bagaimana struktur organisasi, bagaimana deskripsi masingmasing jabatan, dan berapa banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan.
Sedangkan pada aspek hukum mempelajari tentang bentuk badan usaha yang akan
dilaksanakan dikaitkan dengan kekuatan hukum dan konsekuensinya dan
mempelajari jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan
pinjaman, berbagai akat, sertifikat, dan izin (Nurmalina et al., 2009).
Menurut Gitinger (1986), analisi aspek institusional-organisasi-manajerial
ini berkaitan dengan hal-hal yang berkenaan dengan pertimbangan mengenai
sesuai tidaknya proyek dengan pola sosial, budaya, lembaga yang akan dilayani
proyek di masyarakat setempat, susunan organisasi proyek agar sesuai dengan
prosedur organisasi setempat, kesanggupan atau keahlian staf yang ada untuk
mengelola proyek.
Menurut Umar (2007), aspek manajemen dilaksanakan dalam dua macam,
yang pertama yaitu manajemen pada saat pembangunan proyek bisnis, terkait
penyusunan rencana kerja, siapa yang terlibat, dan bagaimana mengkoordinasikan
dan mengawasi pelaksanaan proyek. Kedua manajemen saat bisnis
dioperasionalkan secara rutin, antara lain menentukan secara efektif dan efisien
mengenai bentuk badan usaha jenis pekerjaan, struktur organisasi serta pengadaan
tenaga kerja yang dibutuhkan.
Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya
Dalam aspek sosial, ekonomi, dan budaya yang akan dinilai adalah
seberapa besar bisnis mempunyai dampak sosial, ekonomi, dan budaya terhadap
masyarakat secara keseluruhan (Nurmalina et al., 2009). Dalam pelaksanaannya
suatu usaha tidak hanya memperhatikan keuntungan pribadi atau individu saja.
Pada aspek sosial, perusahaan tidak dapat hidup sendiri. Perusahaan hidup
bersama-sama dengan komponen lain dalam suatu tatanan kehidupan yang
pluralistis dan kompleks, walau hendaknya selalu berada dalam keseimbangan
(Umar, 2007). Sementara itu, pada aspek ekonomi akan dianalisis mengenai
peluang suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan asli
daerah, pendapatan dari pajak, dan dapat menambah aktivitas ekonomi.
Sedangkan pada aspek budaya yang dianalisis adalah bagaimana secara budaya
teknologi atau peralatan mekanis dalam bisnis dapat mengubah jenis pekerjaan
yang dilakukan oleh masyarakat (Nurmalina et al., 2009).
Menurut Gittinger (1986), analisis aspek sosial berkaitan dengan hal-hal
yang menjadi pertimbangan-pertimbangan sosial yang harus dipikirkan secara
cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap
terhadap keadaan sosial tersebut sebab tidak ada proyek yang akan bertahan lama
bila tidak bersahabat dengan lingkungan. Beberapa pertanyaan yang menjadi
permasalahan mengenai penciptaan lapangan kerja, kualitas masyarakat,
kontribusi proyek dan dampak lingkungan yang merugikan dari keberadaan
proyek.

15
Tujuan utama perusahaan adalah mencari keuntungan yang sebesarsebesarnya, namun demikian perusahaan tidak dapat hidup sendirian dan
hendaknya perusahaan memiliki tanggung jawab sosial. Beberapa tanggung jawab
sosial perusahaan seperti penelitian, penyediaan lapangan pekerjaan baru,
melaksanakan alih teknologi, meningkatkan mutu hidup dan pengaruh positif
(Umar, 2007).
Aspek Lingkungan
Aspek ini mempelajari bagaimana pengaruh bisnis terhadap lingkungan,
apakah dengan adanya bisnis menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin
rusak. Pertimbangan tentang sistem alami dan kualitas lingkungan dalam analisis
suatu bisnis justru akan menunjang kelangsungan suatu bisnis itu sendiri, sebab
tidak ada bisnis yang akan bertahan lama apabila tidak bersahabat dengan
lingkungan (Hufschmidt et al., 1987 dalam Nurmalina et al., 2009).
Aspek Finansial ( Keuangan)
Analisis finansial dalam suatu usaha dilakukan untuk mengetahui
pengaruh-pengaruh finansial dari suatu usaha yang dijalankan terhadap pelaku
usaha tersebut atau secara privat. Selain itu, analisis finansial juga berperan dalam
mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas dari suatu bisnis, sehingga dapat
diketahui apakah suatu bisnis layak atau tidak layak untuk dijalankan. Adapun
setiap kriteria investasi menggunakan present value yang telah didiscount dari
arus-arus biaya dan manfaat selama umur suatu proyek (Nurmalina et al., 2009) .
Analisis secara finansial menggunakan perhitungan kriteria investasi yang terdiri
dari empat bagian, yaitu :
1) NPV (Net Present Value)
Perhitungan NPV dilakukan untuk mengetahui keuntungan bersih yang
diperoleh dari usaha pembesaran kepiting soka. Usaha ini layak jika nilai
NPV yang diperoleh lebih besar dari nol (NPV > 0).
2) IRR (Internal Rate of Return)
Perhitungan IRR dilakukan untuk melihat tingkat pengembalian dari
investasi yang ditanamkan pada usaha pembesaran kepiting soka. Usaha
pembesran kepiting soka dikatakan layak jika nilai IRR yang diperoleh lebih
besar atau sama dengan discount rate yang digunakan. IRR memiliki
hubungan dengan NPV, di mana IRR adalah tingkat discount rate (DR)
yang menghasilkan NPV sama dengan nol (Gambar 3).
3) Net B/C
Perhitungan Net B/C berfungsi untuk melihat perbandingan antara
jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan dengan keseluruhan jumlah manfaat
(benefit) yang diperoleh. Usaha pembesaran kepiting soka dikatakan lay