Pendugaan Umur Simpan Bumbu Serbuk Kuah Bakso Dengan Metode Akselerasi

PENDUGAAN UMUR SIMPAN BUMBU SERBUK KUAH
BAKSO DENGAN METODE AKSELERASI

ASTRI HERMEINASARI
F252130075

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pendugaan Umur
Simpan Bumbu Serbuk Kuah Bakso dengan Metode Akselerasi” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Astri Hermeinasari
NIM F252130075

RINGKASAN
ASTRI HERMEINASARI. Pendugaan Umur Simpan Bumbu Serbuk Kuah Bakso
dengan Metode Akselerasi. Dibimbing oleh FERI KUSNANDAR dan DEDE R
ADAWIYAH.
Bumbu serbuk kuah bakso siap saji yang dikemas dalam kemasan plastik
metalik mengalami penurunan mutu secara berangsur-angsur yang diakibatkan
oleh penyerapan air atau reaksi kimia. Perubahan mutu fisik yang disebabkan oleh
penyerapan kadar air selama penyimpanan mengakibatkan penggumpalan produk,
sedangkan reaksi kimia menyebabkan perubahan warna dan mutu sensori. Kerusakan kimia terjadi karena bumbu serbuk kuah bakso mengandung komponen
kimia yang satu sama lain dapat beriteraksi secara kimia yang menyebabkan
penurunan mutu produk.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menduga umur simpan bumbu serbuk
kuah bakso dengan menggunakan dua metode akselerasi, yaitu model kadar air

kritis dan model Arrhenius. Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu (1)
karakteristik mutu awal produk (2) tahap pendugaan umur simpan dengan metode
kadar air kritis (3) tahap pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius (4)
tahap analisis data. Analisa yang dilakukan untuk menguji bumbu serbuk kuah
bakso terdiri atas sudut repose, bilangan Thio Barbituric Acid (TBA), nilai aw,
kadar proksimat, mutu mikrobiologi, dan pengujian warna (metode objektif dan
subjektif). Beberapa parameter dipilih untuk digunakan dalam menduga umur
simpan.
Bumbu serbuk kuah bakso memiliki nilai aktivitas air (aw) sebesar 0.47,
nilai kadar air kritis sebesar 0.0369 g H2O/g padatan dan mengikuti kurva
isotermis sorpsi air tipe II. Berdasarkan model kadar air kritis, produk memiliki
umur simpan selama 12.1 bulan pada kelembaban relatif 75%. Berdasarkan model
Arrhenius untuk parameter warna larutan secara sensori dengan skor mutu akhir
sebesar 4.15, umur simpan produk pada kondisi suhu dan kelembaban relatif
ruang penyimpanan yang sama dengan model kadar air kritis adalah 4.0 bulan.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kerusakan bumbu serbuk kuah bakso
yang disebabkan oleh reaksi kimia lebih cepat terjadi dibandingkan kerusakan
akibat penyerapan air.
Kata kunci: bumbu serbuk kuah bakso, penentuan umur simpan metode akselerasi, model Arrhenius, isotermis sorpsi air


SUMMARY
ASTRI HERMEINASARI. Shelf-life Determination of Meat-ball Seasoning
Powder with Acceleration Method. Supervised by FERI KUSNANDAR dan
DEDE R ADAWIYAH.
The ready to eat meat-ball seasoning powder packaged in a metalized plastic
experienced gradual quality deterioration due to moisture absorption or chemical
reaction. The physical moisture absorption caused product agglomeration, while
the chemical reaction caused color and sensory quality changes.
The aim of this research was to estimate the shelf-life of meat-ball seasoning
powder using two accelerated methods, i.e. a critical moisture model and
Arrhenius model. This research was conducted in several steps, (1) determination
of initial quality characteristic product (2) shelf life determination using critical
moisture model, and (3) shelf life determination using Arrhenius model. Several
analysis parameters were used to evaluate meat-ball seasoning powder samples,
i,e repose angle, thio barbituric acid value, water activity, proximate composition,
microbiologal quality, and colour (objective and subjective method). Several
quality parameters were selected to be applied in shelf-life prediction.
Meat-ball seasoning powder had water activity value (aw) of 0.474 and
critical moisture content of 0.0369 g H2O/g dry solid. It followed GAB moisture
sorption isotherm curve model (type II). Based on a modified critical moisture

model, the product had a shelf-life of 12.1 months at relative humidity of 75%.
Based on Arrhenius model for colour parameter of product solution with quality
limit value of 4.15, its shelf-life at the same storage temperature and relative
humidity as that of the critical moisture model was 4.0 months. The result
suggested that the product deterioration due to chemical reaction occured more
rapidly than that of moisture absorption.
Key words: meat-ball seasoning powder, accelerated shelf-life testing method,
Arrhenius model, moisture sorption isotherm

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENDUGAAN UMUR SIMPAN BUMBU KUAH BAKSO

SERBUK DENGAN METODE AKSELERASI

ASTRI HERMEINASARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Teknologi Pangan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2015 sampai Maret
2016 adalah pendugaan umur simpan bumbu serbuk kuah bakso dengan metode
akselerasi, yaitu dengan pendekatan metode Arrhenius dan metode kadar air kritis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Feri Kusnandar, Msc dan
Ibu Dr Ir Dede R Adawiyah, MSi selaku pembimbing yang telah membimbing
penulis dengan sabar dan memberi banyak masukan serta motivasi pada penulis
dalam menyusun tesis ini. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada
Bapak Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA selaku penguji luar komisi yang telah
menguji penulis pada ujian tesis dan Ibu Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi selaku
Ketua Program Studi Magister Profesional Teknologi Pangan. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada civitas akademika dan Sekretariat
Pascasarjana Magister Profesional Teknologi Pangan, Bapak/Ibu di laboratorium
Departemen Ilmu dan Teknologi pangan IPB dan PT. AGFI yang telah membantu
selama penelitian, rekan-rekan di PS MPTP angkatan IX atas dorongannya untuk
menyelesaikan tesis ini, terutama kakak Vina atas kerjasama dan kebersamaannya
selama menjalani proses perkuliahan dan penyelesaian tugas akhir. Ungkapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mamah Ate Sarah tersayang, Bapak
Herman Purwadinata tersayang, suami tersayang Farid Fatchurohman, putri tersayangku Andini, Adikku Ardi Herdian Purwadinata tersayang serta seluruh keluarga
atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, September 2016

Astri Hermeinasari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
3
3
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Bumbu Serbuk Kuah Bakso dan Komposisinya
Peran Air dalam Bahan Pangan
Isotermis Sorpsi Air
Penentuan Masa Kadaluwarsa Model Kadar Air Kritis
Laju Penurunan Mutu Bahan Pangan
Model Persamaan Arrhenius


5
5
7
8
9
10
11

3 METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Tempat dan Waktu
Prosedur Penelitian
Metode Analisis
Pengukuran Sudut Repose
Analisis Kadar Air
Penentuan Permeabilitas Kemasan
Berat Solid
Luasan Kemasan
Analisis Sensori

Analisis Bilangan TBA
Analisis Warna
Analisis Data

12
12
12
12
15
15
16
16
16
16
16
17
17
18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Mutu Awal Produk
Umur Simpan Produk Metode Kadar Air Kritis
Umur Simpan Produk Metode Arrhenius
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

19
19
20
27
37
37
37

DAFTAR PUSTAKA

38

LAMPIRAN

42

RIWAYAT HIDUP

57

2

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6

7
8
9
10
11
12

Komposisi kimia lada hitam dan lada putih.

6
o

Nilai aktivitas air untuk larutan garam jenuh pada suhu 30 C.
Karakteristik mutu awal bumbu serbuk kuah bakso.
Data kadar air kesetimbangan bumbu serbuk kuah bakso pada
masing- masing RH.
Kadar air (g H2O/g padatan) dan nilai sudut repose serta skor
kesukaan panelis terhadap tingkat penggumpalan.
Perhitungan umur simpan bumbu serbuk kuah bakso pada
beberapa RH penyimpanan berdasarkan pendekatan kadar air
kritis termodifikasi
Penurunan mutu dan R2 dari masing-masing karakteristik
atribut mutu
Nilai kritis setiap atribut mutu kritis.
Orde reaksi dan nilai R2 masing- masing atribut mutu.
Nilai k dan ln k atribut mutu bumbu serbuk kuah bakso pada
tiga suhu penyimpanan
Nilai R2 dan Ea berdasarkan atribut mutu
Pendugaan umur simpan bumbu serbuk kuah bakso dengan
menggunakan pendekatan model Arrhenius berdasarkan orde
reaksi 0 dan 1

9
19
21
24

26
33
33
34
35
35

36

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Hubungan antara aw dengan aw/M untuk bumbu serbuk kuah
bakso
Sorpsi isotermis bumbu serbuk kuah bakso model GAB

22
23

Grafik hubungan antara kadar air (g H2O/g padatan) dengan ratarata skor sensori tingkat penggumpalan

25

Grafik hubungan antara sudut repose dengan kadar air (g H2O/g
padatan)

25

Intensitas nilai L bumbu serbuk kuah bakso selama penyimpanan
pada suhu 37,45 dan 550C

28

Intensitas nilai a bumbu serbuk kuah bakso selama penyimpanan
pada suhu 37,45 dan 550C

28

Intensitas nilai b bumbu serbuk kuah bakso selama penyimpanan
pada suhu 37,45 dan 550C

29

Nilai bilangan TBA bumbu serbuk kuah bakso selama
penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C

29

Intensitas ketengikan bumbu serbuk kuah bakso selama
penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C

30

Intensitas warna serbuk bumbu serbuk kuah bakso selama
penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C

30

Intensitas aroma bawang putih goreng bumbu serbuk kuah bakso
selama penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C

31

Intensitas rasa bawang putih goreng bumbu serbuk kuah bakso
selama penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C

31

Intensitas rasa gurih bumbu serbuk kuah bakso selama
penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C
Intensitas warna larutan bumbu serbuk kuah bakso selama
penyimpanan pada suhu 37,45 dan 550C

32
32

4

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Nilai sudut repose dan pengamatan sensori selang waktu penyimpanan
0 hingga 7 jam
Modifikasi persamaan dan contoh perhitungan mencari nilai konstanta
persamaan GAB
Kadar air kesetimbangan bumbu serbuk kuah bakso berdasarkan
model persdamaan GAB
Pengamatan penampakan dan daya gumpal sebelum dan sesudah
pengadukan setelah penyimpanan interval 4 jam
Hasil pengujian parameter warna L, a dan b bumbu serbuk kuah bakso
menggunakan chromameter
Grafik Arrhenius parameter warna bumbu orde nol dan orde satu
Grafik Arrhenius parameter aroma bawang putih goreng orde nol dan
orde satu
Grafik Arrhenius parameter rasa bawang putih goreng orde nol dan
orde satu
Grafik Arrhenius parameter rasa gurih orde nol dan orde satu
Grafik Arrhenius parameter warna larutan orde nol dan orde satu
Lembar kerja uji sensori rating intensitas bumbu serbuk kuah bakso
Lembar kerja uji sensori hedonik bumbu serbuk kuah bakso

43
44
45
46
48
49
50
51
52
53
54
56

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bakso merupakan makanan khas masyarakat Indonesia yang sudah sangat
dikenal luas. Bakso umumnya dijual oleh pedagang bakso dan disajikan dengan
kuah bakso yang merupakan kuah bening yang dibuat dari rempah-rempah dan
garam. Bakso umumnya dijual oleh pedagang untuk habis dalam waktu sehari.
Mengingat potensi pasarnya yang besar, maka saat ini berkembang bakso beku
dan bumbu serbuk kuah bakso yang banyak dijual di supermarket yang siap untuk
disajikan di rumah tangga.
Bumbu serbuk kuah bakso siap saji merupakan produk pangan yang dikembangkan oleh industri pangan untuk menjawab peluang pasar akan kebutuhan
masyarakat terhadap produk instan yang terus meningkat. Bahan yang digunakan
dalam membuat bumbu serbuk kuah bakso yang dikembangkan sama dengan
produk yang biasa diproduksi secara konvensional, yang terdiri dari bawang putih
goreng, bawang putih, bawang merah, gula, garam, lada putih dan penyedap rasa.
Bumbu serbuk kuah bakso ini selanjutnya diproses lebih lanjut di rumah tangga
dengan penambahan air dan pemanasan, dan disajikan bersama-sama bakso.
Bumbu serbuk kuah bakso yang dikemas diharapkan memiliki umur simpan
yang lebih lama. Sebagaimana umumnya produk pangan, bumbu serbuk kuah
bakso dapat mengalami kerusakan mutu fisik atau kimia secara berangsur-angsur
sehingga mencapai mutu yag sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Produk pangan
berbentuk serbuk umumnya rusak oleh penyerapan air dari lingkungan yang
menyebabkan penggumpalan produk (Ghorab et al. 2014). Penggumpalan ditandai produk mulai basah dan mengalami caking (Hartmann dan Palzer 2011).
Penggumpalan dapat menyebabkan perubahan kelarutan dan menyebabkan
penurunan mutu sensori (Wahl et al. 2008).
Bahan-bahan yang digunakan dalam bumbu serbuk kuah bakso dapat mengalami reaksi kimia, baik dipicu oleh interaksi antar komponen bahan penyusun
maupun oleh faktor lingkungan (seperti suhu, cahaya dan oksigen). Oleh karena
itu, kerusakan bumbu serbuk kuah bakso juga dapat disebabkan oleh reaksi kimia,
seperti reaksi oksidasi lemak dan reaksi Maillard. Oksidasi lemak merupakan
faktor utama yang berkontribusi terhadap mutu serta umur simpan produk pangan
olahan yang mengandung lemak dan akan berpengaruh pada pembentukan aroma
ketengikan akibat oksidasi lemak (Cui et al. 2016). Reaksi Maillard juga dapat
berlangsung selama penyimpanan untuk produk yang mengandung gula pereduksi
dan peptida atau komponen yang memiliki gugus amin (Dattatreya et al. 2007).
Kerusakan secara kasat mata yang disebabkan oleh reaksi Maillard adalah
pembentukan warna kecoklatan selama produk disimpan.
Penurunan mutu produk pangan selama penyimpanan tidak bisa dihindari,
baik akibat kerusakan fisik atau kimia sebagaimana dijelaskan di atas, sehingga
produk pangan akan mencapai batas waktu kadaluwarsa. Oleh karena itu, produk
pangan yang dikemas harus diberi keterangan batas kadaluwarsa pada label
kemasan primer dan atau sekundernya. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan
Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Keterangan
batas waktu kadaluwarsa ini penting sebagai informasi kepada konsumen tentang

2

batas kelayakan produk untuk dikonsumsi. Batas waktu kadaluwarsa ini spesifik
untuk setiap produk berdasarkan pada masa simpan produk yang ditentukan
dengan percobaan.
Sebagai hasil pengembangan produk baru, bumbu serbuk kuah bakso belum
diketahui secara pasti penyebab utama kerusakannya, apakah oleh reaksi kimia
yang dipicu oleh suhu penyimpanan atau kerusakan fisik akibat menyerap uap air
dari lingkungan. Suhu penyimpanan akan memicu reaksi komponen kimia yang
ada di dalam produk, seperti reaksi oksidasi lemak yang dapat menyebabkan
produk menjadi tengik atau reaksi Maillard yang menyebabkan warna produk
serbuk menjadi kecoklatan (Li et al. 2016). Selama penyimpanan, produk bumbu
serbuk kuah bakso serbuk juga mungkin menyerap air yang menyebabkannya
mengalami penggumpalan (Kelly et al. 2016).
Kerusakan fisik oleh penyerapan air dapat dimanipulasi dengan model
penyerapan air pada kondisi kritis (saat produk mulai ditolak oleh konsumen)
(Faridah et al. 2013), sedangkan kerusakan kimia dapat dimanipulasi dengan
model Arrhenius (Kusnandar et al. 2010). Prinsip dari pendugaan umur simpan
dengan metode kadar air kritis didasarkan pada akselerasi penyerapan air oleh
produk pada kondisi kelembaban relatif, hingga bahan berubah kandungan airnya
hingga mencapai kadar air kritis (Carter dan Schmidt 2012). Umur simpan
ditentukan berdasarkan waktu yang diperlukan oleh bahan untuk berubah kadar
airnya dari kadar air awal hingga kadar air kritis (Labuza 1982). Lamanya umur
simpan dipengaruhi oleh kadar air awal, kadar air kritis, permeabilitas uap air dari
kemasan, luas kemasan yang kontak langsung dengan produk, kemiringan (slope)
kurva isotermis sorpsi air (ISA), dan kadar air kesetimbangan (Yogendrarajah et
al. 2015). Dalam beberapa hal, kurva isotermis sorpsi air dan kadar air
keseimbangan tidak dapat ditentukan, terutama untuk produk pangan dengan
kadar gula atau kadar garam yang tinggi (Blahovec dan Yanniotis 2009). Oleh
karena itu, Labuza (1982) mengembangkan pendekatan perubahan aktivitas air
(aw) sebagai dasar untuk menentukan umur simpan. Metode penentuan kadar air
kritis telah digunakan dalam produk pangan yang mudah menyerap air, seperti
biskuit (Kusnandar et al. 2010), maltodekstrin (Ghorab et al. 2014), buah apel
kering (Said et al. 2015), susu bubuk (Kelly et al. 2016), ekstrak biji chia
(Gutierrez et al. 2015) dan bandrek instan (Faridah et al. 2013).
Pendekatan pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius didasarkan
pada akselerasi kerusakan kimia pada beberapa suhu di atas suhu penyimpanan
normal, kemudian ditentukan konstanta laju reaksinya (Corradini dan Peleg 2007).
Perubahan parameter mutu produk diamati secara periodik sehingga dapat ditentukan konstanta laju reaksinya. Dengan menggunakan persamaan Arrhenius,
konstanta laju reaksi pada suhu normal dapat ditentukan (Dattatreya et al. 2007).
Waktu umur simpan ditentukan sebagai selisih dari nilai mutu awal dan mutu
akhir dibagi dengan konstanta laju reaksinya (Hough et al. 2006). Metode Arrhenius ini telah digunakan untuk menentukan umur simpan pada produk sirup buah
pala (Faridah et al. 2013), sweet whey powder (Dattatreya et al. 2007) dan buah
zaitun matang (Garcia et al. 2008) .
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan membandingkan umur
simpan bumbu serbuk kuah bakso yang dikemas dalam plastik metalik dengan
memakai dua pendekatan, yaitu model kadar air kritis dan model Arrhenius.

3

Perumusan Masalah
Bumbu serbuk kuah bakso yang dikemas dalam metalized plastic
mengalami perubahan kimiawi yaitu produk menjadi tengik dan warna serbuk
menjadi kecoklatan (reaksi Maillard). Selama penyimpanan, dapat pula terjadi
penggumpalan yang disebabkan oleh penyerapan uap air dari udara yang
melewati kemasan produk. Penggumpalan produk bumbu serbuk kuah bakso
akan meningkat seiring dengan meningkatnya kadar air dan aktivitas air (aw)
produk. Kerusakan produk bumbu serbuk kuah bakso dapat diakibatkan oleh
perubahan suhu dan penyerapan kadar air dari lingkungan, akan tetapi belum
diketahui faktor mana yang terlebih dahulu muncul, sehingga penentuan umur
simpan produk bumbu serbuk kuah bakso perlu dilakukan dengan model kadar
air kritis dan model Arrhenius. Selanjutnya, dapat dibandingkan umur simpan
diantara kedua model yang telah dilakukan. Dari hasil perbandingan umur
simpan tersebut, dapat diketahui model dan faktor yang memberikan umur
simpan terpendek pada produk yang diuji sehingga data tersebut dapat digunakan dalam menentukan berapa lama masa simpan dari produk.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dan membandingkan umur
simpan produk bumbu serbuk kuah bakso dengan menggunakan pendekatan
model kadar air kritis (untuk mensimulasi kerusakan fisik akibat penyerapan air)
dan model Arrhenius (untuk mensimulasi kerusakan akibat reaksi kimia),
sehingga diperoleh model mana yang memberikan umur simpan yang paling
akurat yaitu ditentukan berdasarkan umur simpan yang paling pendek berdasarkan
2 metode yang digunakan dan tidak terlepas dari keterbatasan dari jenis kemasan
yang digunakan untuk produk pangan yang diuji. Dalam penelitian ini juga
diperoleh model kurva isotermis sorpsi air untuk bumbu serbuk kuah bakso yang
dapat menjelaskan pola penyerapan (absorpsi) air oleh produk.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah: (1) memberikan informasi kepada industri mengenai umur simpan produk bumbu serbuk kuah bakso, baik dari hasil
pendekatan model kadar air kritis maupun model Arrhenius, dan (2) memberikan
informasi mengenai model isotermis sorpsi air untuk bumbu serbuk kuah bakso
yang dapat menjelaskan pola penyerapan (absorpsi) air oleh produk selama
penyimpanan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah penentuan umur simpan produk bumbu
serbuk kuah bakso dimana kerusakan produk serbuk dapat disebabkan oleh
penggumpalan akibat penyerapan uap air dari udara yang melewati kemasan
selama penyimpanan produk, serta kerusakan yang diakibatkan oleh reaksi

4

kimia yang dapat memicu kerusakan produk, seperti ketengikan dan perubahan
warna serbuk menjadi kecoklatan.

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Bumbu Serbuk Kuah Bakso dan Komposisinya
Bumbu serbuk kuah bakso adalah produk bumbu yang berperisa daging
bakso dengan penambahan bahan pangan lain serta terdiri dari satu atau lebih
rempah-rempah atau ekstrak rempah-rempah dalam bentuk serbuk. Komposisi
bumbu serbuk kuah bakso terdiri atas bawang putih goreng serbuk, gula, bawang
putih bubuk, bawang merah, garam, lada putih dan penyedap rasa (Presse et al.
2015).
Bawang putih goreng serbuk merupakan produk hasil dari pengolahan
bawang putih yang telah dibersihkan dari kulitnya dan selanjutnya dilakukan
pemotongan dengan ukuran tertentu. Potongan bawang putih tersebut kemudian
digoreng hingga warna keemasan dan ditiriskan hingga minyak tidak tertinggal
di dalamnya. Selanjutnya dilakukan penggilingan dan pengayakan pada ukuran
saringan tertentu hingga diperoleh bawang putih goreng dalam bentuk serbuk.
Gula merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam karbohidrat, yang
memiliki rasa manis, larut dalam air serta mempunyai sifat optis aktif yang
dijadikan ciri khas untuk mengenal setiap gula. Gula dapat berada di dalam
pangan dalam bentuk kristal atau amorf. Kondisi struktur terkecil dalam bahan
pangan sangatlah penting untuk dapat dipertahankan dalam kondisi non kristal
untuk mencegah penurunan mutu bahan pangan terhadap parameter aroma,
warna dan rasa selama masa penyimpanan (Fan dan Roos 2016). Gula memiliki
berbagai karakteristik fungsional pada berbagai produk pangan misalnya gula
dapat berfungsi sebagai pemanis, bahan pengisi, pembentuk tekstur, pengawet
dan substrat dalam fermentasi (Imamura et al. 2013). Faktor utama yang
dijadikan sebagai penentu mutu gula secara sensori adalah rasa manis yang
ditimbulkan.
Bawang putih bubuk (garlic powder) merupakan bumbu makanan berupa
serbuk kering yang halus dan beraroma wangi khas bawang putih, yang dibuat
dari bawang putih yang bermutu tinggi dan diolah sedemikian rupa. Di Indonesia banyak dijumpai beberapa jenis bawang yang telah diusahakan oleh para
petani diantaranya bawang putih (Allium sativum L), bawang merah (Allium
cepa var. aggi-egatiim) yang dikenal dengan nama ascalonicum L., A. cepa var.
ascalomcum, A. cepa var. midtiplicaris dan cepa var. solaninum; bawang kucai
(Allium scboenoprasum L); bawang bombay (Allium cepa var. cepa) bawang
daun besar atau bawang bakung (Allium ampeloprasum L. var. porrum) yang
dikenal dengan nama A. porrum dan bawang daun kecil atau bawang prei
(Allium fistiilosum L). Bawang putih (Allium sativum L.) merupakan bumbu
yang termasuk kedalam 20 urutan peringkat utama yang paling penting di dunia
dengan berbagai macam tujuan penggunaan di seluruh dunia, baik dalam bentuk
mentah atau bahan baku dalam proses kuliner, bahan baku obat tradisional dan
obat modern dengan total area tanam sebesar 1.437.690 ha dan total produksi
dalam satu tahun sebesar 24.255.303 ton (Martins et al. 2016).
Garam adalah senyawa netral yang terdiri atas ion-ion. Senyawa yang
memiliki rumus kimia NaCl ini terdiri atas unsur natrium (Na) dan klorin (Cl).

6

Garam berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan kapang dan khamir pada
bumbu seasoning powder dan menambahkan rasa gurih. Garam berfungsi untuk
mengikat air terhadap bahan. Garam telah digunakan sebagai seasoning
makanan sejak dahulu dan tidak dapat dipungkiri garam berkontribusi terhadap
flavour, efek dietary, pengawet dan stabilitas produk. Penambahan garam dalam
makanan dapat memberikan kesan spesifik dan dimensi baru karena keasinannya
di atas semua rasa. Garam berperan sangat penting di dalam produk pangan
dalam segi rasa karena berkontribusi terhadap aroma, rasa dan tekstur serta peran
pentingnya terhadap keamanan pangan dalam kontribusi penghambatan
pertumbuhan mikroba (Cui et al. 2016).
Tanaman lada (Piper ningrum Linn) merupakan tanaman yang tergolong
dalam famili piperaceae, ordo piperales dan genus piper. Famili ini terdiri dari
10-12 genus dan kira-kira 1400 spesies (Rismunandar 1987). Kandungan buah
lada antara lain minyak atsiri, asam lemak bebas, asam lemak, alkaloid, pati,
resin, protein, selulosa, pentosa, mineral, air, dan Iain-lain. Rasa pedas pada lada
disebabkan oleh adanya senyawa piperine, chavicine daapiperemn (Rismunandar 1987). Aroma yang timbul pada lada disebabkan oleh minyak atsiri yang
mengandung monoterpene, sesquiterpene monoterpem-0 dan sesquiterpene-0
(Rismunandar 1987). Komposisi kimia biji lada biasanya tergantung dari jenis
lada dan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia lada hitam dan lada putih
Senyawa kimia (%)
Lada hitam
Kadar air
8-13
Zat protein
11
Minyak atsiri
1-4
Zat karbohidrat
22-42
Piperin (alkaloid)
5-9
Sumber : Rismunandar (1987)

Lada putih
9.9-15
11
< dari lada hitam
50-65
5-9

Dalam dunia perdagangan terdapat dua jenis lada yaitu lada hitam dan lada
putih. Perbedaan kedua lada ini sebenarnya teletak pada proses pengolahannya
dan bukan pada varietas ladanya, sehingga varietas lada apapun dapat menjadi
lada hitam maupun lada putih (Ahmad et al. 2015). Lada putih diperoleh dari
buah lada yang matang di pohon, sedangkan untuk lada hitam merupakan dari
buah lada yang masih muda yang kemudian dikeringkan. Jenis lada yang
digunakan untuk pembuatan bumbu serbuk kuah bakso adalah lada putih
(Ahmad et al. 2015).
Bagian tanaman lada yang dimanfaatkan adalah bagian buahnya. Minyak
esensial pada lada putih hanya terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu
sekitar 1% (Rismunandar 1987). Ketajaman aroma lada putih lebih menyengat
tetapi kurang memiliki aroma dibandingkan dengan lada hitam. Lada putih
banyak digunakan sebagai bumbu masakan di dalam makanan yang tidak
menginginkan kontaminan penampakan. Manfaat lada dalam produk bumbu
serbuk kuah bakso yaitu sebagai penyedap rasa, karena lada mengandung
senyawa alkaloid piperin dan berasa pedas yang dihasilkan oleh senyawa
capsaicin, dihydrocapsaicin dan capsaicinoids yang disintesis secara alami oleh
buah lada (Sweat et al. 2016).

7

Penyedap rasa adalah bahan tambahan makanan yang memberikan rasa pada
bahan tertentu, sehingga suatu makanan dapat bertambah manis, asam, dan
sebagainya. Umumnya penyedap rasa diberikan kepada makanan yang tidak atau
kurang memiliki rasa sehingga disukai konsumen (Khan et al. 2015).

Peran Air dalam Bahan Pangan
Bahan pangan berinteraksi dengan molekul air yang terkandung di
dalamnya dan molekul air di udara sekitarnya. Interaksi molekul air dengan bahan
pangan dan lingkungan dapat dilihat dari isotermis sorpsi airnya. Isotermis sorpsi
air menunjukkan hubungan antara kadar air bahan dengan kelembaban relatif
(RH) kesetimbangan ruang tempat penyimpanan bahan baku atau aktivitas air
pada suhu tertentu (Yogendrarajah et al. 2015).
Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan dalam kadar air dan
aktivitas air (aw), sedangkan peranan air di udara dinyatakan dengan RH dan
kelembaban mutlak. Secara umum dipahami bahwa aw lebih berpengaruh terhadap
mutu fisik, kimia dan biologi pada bahan pangan dibandingkan dengan kadar air
total (Farahnaky et al. 2016). Kadar air adalah persentase kandungan air suatu
bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan basis basah (wet basis) atau basis kering
(dry basis). Kadar air kesetimbangan adalah kadar air saat tekanan uap air bahan
setimbang dengan lingkungannya. Pada saat terjadi keseimbangan, jumlah uap air
yang menguap dari bahan ke udara sama dengan jumlah air yang masuk ke bahan.
Kadar air kesetimbangan yang terjadi karena bahan kehilangan air disebut kadar
air keseimbangan desorpsi, sedangkan apabila terjadi karena bahan menyerap air
disebut kadar air kesetimbangan absorpsi (Carter dan Schmidt 2012).
Yogendrarajah et al. (2015) menjelaskan hubungan antara kadar air dalam
bahan pangan dengan daya awetnya. Pengurangan air baik dengan pengeringan
atau penambahan bahan penguap air bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan
sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan
kimiawi. Bazardeh dan Esmaiili (2014) menjelaskan bahwa kriteria ikatan air
dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi
larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air (aw).
Tingkat mobilitas dan peranan air dalam bahan biasanya dinyatakan dengan
aw. Dalam konsep aw ini, air yang memiliki aktivitas biologi dan kimia dinyatakan
dengan air bebas. Air bebas dalam pangan digunakan untuk reaksi oksidasi lemak,
reaksi enzimatis, reaksi pencoklatan non enzimatis, dan untuk pertumbuhan
mikroorganisme untuk partumbuhannya (Sablani et al. 2007).
aw dapat dinyatakan sebagai potensi kimia yang kisaran nilainya bervariasi
dari 0.0–1.0. Pada nilai aw 0.0 berarti molekul air yang bersangkutan sama sekali
tidak dapat melakukan aktivitas selama proses kimia, sedangkan nilai aw 1.0
berarti potensi air dalam proses kimia dalam kondisi maksimal. Aktivitas air suatu
bahan pangan berhubungan dengan kelembaban relatif kesetimbangan atau
equilibrium relative humidity (ERH), yaitu:
aw

8

Menurut Yanniotis dan Blahovec (2009) nilai aw mempengaruhi daya tahan
makanan terhadap serangan mikroba. Berbagai mikroorganisme mempunyai aw
minimum agar dapat tumbuh dengan baik, misalnya aw bakteri = 0.90 ; aw khamir
= 0.80–0.90 dan aw kapang = 0.60–0.80. Beberapa jenis garam dan asam dapat
digunakan untuk mengontrol aw atau ERH. Tham et al. (2016) menjelaskan bahwa
untuk membuat kurva isotherm sorpsi air produk disimpan dalam beberapa
desikator yang berisi larutan garam jenuh dengan aw yang berbeda sehingga dapat
dicapai kondisi kesetimbangan. Kesetimbangan dicapai pada saat tekanan uap air
pada bahan sama dengan tekanan uap air lingkungan sekitar.

Isotermis Sorpsi Air (ISA)
Isotermis sorpsi air (ISA) adalah kurva yang menghubungkan data kadar air
kesetimbangan dengan aw suatu bahan pada suhu yang sama. Carter dan Schmidt
(2012) menjelaskan bahwa ISA dapat ditunjukkan dalam bentuk kurva isotermis
sorpsi. Ditam-bahkan oleh Sormoli dan Langrish (2015), bentuk kurva ISA bagi
setiap bahan pangan khas dan harus dievaluasi secara eksperimen. Hal ini
berkaitan dengan struktur, sifat fisikokimia dan kimia, serta komponen penyusun
bahan pangan.
Kurva ISA sangat penting untuk merancang proses pengeringan terutama
dalam menentukan titik akhir pengeringan serta menentukan stabilitas bahan
pangan selama penyimpanan (Adawiyah dan Soekarto 2010). Istilah sorpsi menurut Gulati et al. (2015) menunjukkan semua proses dimana solid dari suatu bahan
pangan bergabung dengan molekul air secara reversible yang melibatkan proses
absorpsi fisik dan kondensasi kapiler dan sistem akan menjadi equilibrium ketika
tekanan kapiler mencapai keseimbangan.
Banyak model yang telah dikembangkan untuk mendeskripsikan kurva
sorpsi isotermis air diantaranya adalah model Langmuir yang dibuat pada tahun
1918 dan dimodifikasi menjadi persamaan BET (Braunauer, Emmet dan Teller)
pada tahun 1938. Persamaan lain adalah Smith (1947), Oswin (1946), Halsey
(1948), Henderson (1952), Chen (1971), GAB (Guggenheim-Anderson-de Boer)
(1981) dan lain-lain. Dari sekian banyak model yang dikembangkan tersebut,
persamaan BET dan GAB mewakili model kurva ISA yang memiliki daya guna
cukup baik yaitu dalam hal kemampuannya secara matematis menguraikan ISA
dan kemampuan tetapan-tetapan dalam model tersebut untuk menjelaskan fenomena secara teoritis (Adawiyah dan Soekarto 2010).
Fungsi lain dari ISA adalah untuk memprediksi efek satu atau lebih komponen terhadap penurunan atau peningkatan aw produk pangan. Beberapa model
yang digunakan untuk keperluan tersebut adalah persamaan Raoult, Norrish,
Grover dan Ross (Bell dan Labuza 2000). Model yang memiliki daya guna cukup
baik dalam kemampuannya secara matematis dalam menguraikan ISA dan yang
memiliki rentang yang paling lebar adalah model GAB. Model ini bisa menggambarkan ISA bahan pangan pada kisaran aw yang lebih luas yaitu 0.5-0.9.
Persamaan GAB merupakan persamaan yang tepat untuk menggambarkan ISA
pada sebagian besar produk pangan dengan persamaan :

9

=

………………………(1)

dimana : M (kadar air basis kering), Mm (kadar air monolayer), aw (aktivitas air),
C (tetapan adsorpsi air monolayer), K (konstanta air multilayer (diatas air
monolayer)
Untuk mendapatkan kurva isotermis sorpsi air diperlukan larutan garam
jenuh yang digunakan untuk mengatur RH desikator. Garam yang digunakan
adalah MgCl2, K2CO3, NaBr, NaCl, KCl, dan KNO3 yang memberikan nilai
aktivitas air 0.324-0.923 atau RH lingkungan berkisar 32.4-92.3% (Tabel 2).
Tabel 2 Nilai aktivitas air untuk larutan garam jenuh pada suhu 30oC
Larutan
Aktivitas
Kelembaban
Garam
Air (aw)
Relatif (%)
MgCl2
0.324
32.4
K2CO3
0.432
43.2
NaBr
0.560
56.0
NaCl
0.794
74.9
KCl
0.836
83.6
KNO3
0.923
92.3
Sumber : Bell and Labuza 2000
Produk pangan kering pada dasarnya mempunyai sifat - terhadap perubahan
kadar air. Setiap produk pangan kering mempunyai karakteristik kadar air kritis
yaitu suatu nilai kadar air maksimum dimana produk tersebut masih mempunyai
mutu yang dapat diterima (Hariyadi et al. 2012).
Untuk produk pangan yang relatif mudah rusak akibat penyerapan kadar air
dari lingkungan, penentuan umur simpan dilakukan berdasarkan metode kadar air
kritis. Kerusakan produk semata-mata pada kerusakan produk akibat menyerap air
dari udara hingga mencapai batas yang tidak dapat diterima secara . Batas
penerimaan tersebut berdasarkan pada standar mutu yang akan spesifik untuk
setiap jenis produk, waktu yang diperlukan oleh produk untuk mencapai kadar air
kritis menyatakan umur simpan produk (Kusnandar 2011).

Penentuan Masa Kadaluwarsa Model Kadar Air Kritis
Produk bumbu serbuk kuah bakso merupakan produk pangan kering yang
bersifat peka akan perubahan kadar air sekitarnya. Oleh karena itu, stabilitas produk
pangan kering ditentukan oleh dua faktor - utama, yaitu kelembaban relatif kesetimbangan atau aktivitas air (aw), tempat penyimpanan dan kadar air kesetimbangan
bahan pangan (Me) (Loredo et al. 2016).
Umur simpan produk bumbu serbuk kuah bakso diduga berdasarkan model
kadar air kritis dengan metode pendekatan kurva sorpsi isotermis air. Umur simpan
dapat dihitung dengan persamaan Labuza (1982):

10

………………………(2)
dimana : t (Waktu perkiraan umur simpan, hari); Me (kadar air keseimbangan produk,
g H2O/g padatan), Mi (kadar air awal produk (g H2O/g padatan); b (kemiringan
kurva sorpsi isotermis); Mc (kadar air kritis, g H2O/g padatan); k/x permeabilitas uap
air kemasan, g/m2.hari.mmHg), A (luas permukaan kemasan, m2); Ws (bobot kering
produk dalam kemasan, g padatan), Po (tekanan uap jenuh, mmHg).

Laju Penurunan Mutu Bahan Pangan
Umur simpan suatu produk didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan
untuk mempertahankan mutu atau sifat karakteristik suatu produk pada kondisi
penyimpanan tertentu hingga produk tersebut tidak dapat diterima oleh konsumen
(Garcia et al. 2008). Pentingnya penentuan umur simpan suatu produk pangan
sudah dibahas dalam berbagai publikasi dan prinsip utama dalam metode
penentuan umur simpan adalah beberapa model matematik yang digunakan untuk
mengestimasi tingkat penurunan mutu produk pangan yang disimpan (Corradini
dan Peleg 2007). Prinsip kinetika kimia dapat diterapkan dalam ilmu pangan
untuk memprediksi perubahan mutu suatu produk sebagai fungsi waktu maupun
kondisi lingkungan (Labuza 1982). Penurunan mutu suatu produk pangaan secara
umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Laju Penurunan Mutu = dQ/dt = kQn ………………………(γ)
dimana: Q (faktor mutu yang diukur), t (waktu), k (konstanta laju penurunan mutu),
n (ordo reaksi penurunan mutu), dQ/dt (perubahan mutu Q terhadap waktu, tanda
negatif menunjukkan laju penurunan mutu, dengankan tanda positif menunjukkan
laju penambahan jumlah produk yang tidak diinginkan)
Pada banyak produk pangan, penurunan mutu bahan pangan mengikuti reaksi
ordo nol, pada kondisi ini, laju perubahan mutu suatu produk bahan pangan berlangsung konstan. Beberapa jenis penurunan mutu produk pangan yang mengikuti ordo
nol adalah degradasi enzimatis (buah dan sayuran segar, beberapa bahan pangan
beku, dan beberapa adonan yang didinginkan), browning non enzimatis (biji kering,
produk susu kering dan penurunan nilai gizi protein), oksidasi lemak (peningkatan
ketengikan pada snack, makanan kering dan pangan beku) (Hariyadi et al. 2012).
Selain mengikuti orde reaksi nol, laju penurunan mutu produk pangan juga
dapat mengikuti reaksi ordo 1. Pada reaksi ordo 1 hubungan antara nilai mutu yang
tersisa dengan waktu tidak menghasilkan kurva yang lurus, untuk mendapatkan
bentuk kurva yang lurus, dilakukan dengan memplotkan nilai Ln Q dengan waktu.
Jenis penurunan mutu pada bahan pangan yang mengikuti ordo reaksi 1 adalah
ketengikan (pada minyak salad dan sayuran kering), pertumbuhan mikroorganisme (pada ikan dan daging), kematian jumlah mikroorganisme (proses pemanasan dan penyimpanan), kerusakan vitamin (makanan dalam kaleng, makanan
semi kering, makanan kering), dan kehilangan mutu protein (maknan kering)
(Hariyadi et al. 2012).

11

Model Persamaan Arrhenius
Model persamaan Arrhenius menggambarkan hubungan antara suhu dengan
kecepatan reaksi yang terjadi, sehingga dapat digunakan untuk menentukan
hubungan antara suhu penyimpanan dengan tingkat degradasinya. Penggunaan
persamaan Arrhenius memungkinkan untuk memperkirakan stabilitas bahan pada
suhu penyimpanan berdasarkan tingkat degradasi yang diamati pada suhu yang
lebih tinggi. Pada umumnya, persamaan Arrhenius digunakan untuk menentukan
stabilitas suatu senyawa dengan metode akselerasi (Garcia et al. 2008). Berikut
adalah persamaan Arrhenius.
k= ko. Exp –EA/RT …………………..(4)
atau ln k = ln ko –(Ea/R)(1/T) …………………..(5)
Untuk memperoleh kurva yang linier, diperlukan beberapa nilai K pada
beberapa suhu pengamatan, selanjutnya nilai Ln k digambarkan terhadap nilai 1/T
pada kurva yang dikenal sebagai kurva persamaan Arrhenius. Kemiringan kurva
(slope) didefinisikan sebagai nilai Ea/R sehingga nilai Ea diperoleh dengan
mengkalikan nilai kemiringan kurva dengan konstanta gas (Garcia et al. 2008).

12

3 METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan utama penelitian ini adalah bawang merah, bawang putih, bawang
putih goreng, merica, bahan pengisi dan penyedap rasa, gula halus dan garam
yang digunakan untuk membuat bumbu serbuk kuah bakso. Bahan lain yang
digunakan adalah beberapa garam dengan berbagai nilai aw, yaitu NaOH (0.08),
LiCl (0.11), MgCl2 (0.32), K2CO3 (0.43), KNO2 (0.47), NaBr (0.56), NaNO2
(0.64), KI (0.68), NaCl (0.75), KCl (0.84), KNO3 (0.92) dan K2SO4 (0.97). Bahan
lain yang digunakan adalah silica gel, vaselin, kemasan plastik metalik
(OPP20+PET12+CPP30) dan akuades. Peralatan utama yang digunakan adalah
peralatan untuk memproses bumbu serbuk kuah bakso (timbangan, ribbon mixer,
ayakan dan vertical filling packing), dan peralatan analisis (desikator, oven, awmeter, inkubator, neraca analitik, thermohigrometer, peralatan gelas dan komputer).

Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Analisis Pangan, Institut Pertanian
Bogor (IPB) Darmaga, Laboratorium PT. Indopoly Swakarsa Industry Tbk dan
Laboratorium PT.XYZ Cikarang Pusat. Sampel diambil dari PT. AGFI, Bogor.
Penelitian dimulai pada bulan Juli 2015 – Maret 2016.
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dalam empat tahap, yaitu (1) karakterisasi mutu awal
produk (2) tahap pendugaan umur simpan dengan metode kadar air kritis (3) tahap
pendugaan umur simpan dengan metode Arrhenius (4) tahap analisis data.
Karakterisasi Mutu Awal Produk
Karaketristik mutu awal produk meliputi mutu fisik yang terdiri dari sudut
repose (Flodex, powder flowability, hanson research). Pengujian mutu kimia
meliputi uji bilangan Thio Barbituric acid (TBA) secara spektrofotometri, nilai aw,
kadar protein (mikro kjedhal AOAC 1995 Chapter 12.1.07, AOAC 960.52), kadar
air (SNI 01-2891 1992), kadar abu (SNI 01-2891 1992), kadar lemak (soxhlet SNI
01-2891 1992) dan kadar karbohidrat by difference. Pengujian mutu mikrobiologi
meliputi Aerobic Plate Count (metode ISO 4883:2003), Enterobacteriaceae
(metode ISO 21528-2:2004), Staphylococcus aureus (metode ISO 6888-2:1999)
dan Yeast and mould (metode 21527-2:2008).
Sudut repose produk diukur dengan menggunakan powder flowability
(Flodex 21-101-000). Metode pengujian berdasarkan Teunou et al. (1995).
Sebanyak 100 g sampel dimasukkan pada permukaan bidang corong atas dari alat
powder flowability dan dilewatkan pada corong hingga habis. Sampel dibiarkan
turun ke bawah melalui corong. Lebar dan tinggi puncak pada tumpukan sampel

13

yang terbentuk diukur dengan menggunakan busur derajat, sehingga dapat
ditentukan sudut repose bahan.
Tahap Pendugaan Umur Simpan dengan Metode Kadar Air Kritis
Pendugaan umur simpan metode kadar air kritis meliputi penentuan kurva
sorpsi isotermis air (ISA), pengukuran kadar air awal (Mi), penentuan kadar air
kritis (Mc), laju transmisi uap air, penentuan berat padatan per kemasan (Ws) dan
luas kemasan (A), nilai aw serta perhitungan penentuan umur simpan dengan
kadar air kritis. Menurut Farahnaky et al. (2016) persamaan GAB mewakili
model isotermis yang memiliki daya guna cukup baik dalam hal kemampuannya
secara matematis menguraikan isotermis sorpsi.
Pembuatan Kurva Isotermis Sorpsi Air. Penentuan kurva isotermis sorpsi
air (ISA) diawali dengan pembuatan beberapa larutan garam jenuh untuk
mengatur RH desikator. Sebanyak 5 g bumbu serbuk kuah bakso disimpan dalam
cawan aluminium kering kosong yang telah diketahui beratnya (tanpa kemasan).
Cawan yang berisi contoh tersebut dimasukan ke dalam desikator yang berisi
larutan garam jenuh yang membentuk RH lingkungan yang berbeda-beda (desikator ditutup rapat dengan vaselin). Desikator kemudian disimpan dalam inkubator 30oC. Contoh dalam cawan ditimbang bobotnya secara periodik setiap hari
sampai diperoleh bobot yang konstan yang berarti kadar air kesetimbangan telah
tercapai. Contoh yang telah mencapai berat konstan kemudian diukur kadar airnya
dengan metode oven (SNI 01-2891:1992) dan dinyatakan dalam g H2O/g padatan.
Kadar air ini merupakan kadar air kesetimbangan (Me) pada RH tertentu. Kurva
sorpsi isotermis dibuat dengan cara memplotkan kadar air kesetimbangan (Me)
dengan nilai RH kesetimbangan (ERH). Metode pengujian dilakukan dengan
metode Bazardeh dan Esmaiili (2014). Kurva ISA digunakan untuk menentukan
konstanta kurva ISA (b) dan kadar air kesetimbangan (Me) pada RH penyimpanan
yang diinginkan.
Kadar air awal. Pengukuran kadar air awal (Mo) dilakukan berdasarkan
metode SNI 01-2891:1992 dengan menggunakan oven pada suhu 105-110oC.
Kadar air dinyatakan dalam basis kering (g H2O/g padatan).
Kadar Air Kritis. Penentuan kadar air kritis (Mc) dilakukan dengan cara
menyimpan sampel produk bumbu serbuk kuah bakso pada suhu kamar (30oC) di
ruangan terbuka tanpa kemasan (RH 75-80%). Selama periode penyimpanan
tersebut dilakukan uji sensori untuk menentukan titik produk mulai menggumpal
atau mengempal dan diuji sudut repose (Teunou et al. 1995). Kadar air kritis
(metode SNI 01-2891:1992) diperoleh ketika sampel tidak dapat diterima lagi
oleh panelis karena telah mulai menggumpal dan tidak memiliki daya flowability
yang baik (diukur nilai sudut reposenya). Secara peri-odik setiap 1 jam sekali
dilakukan pengujian sensori terhadap atribut mutu penggumpalan bumbu serbuk
kuah bakso oleh panelis dengan skala skor 1 (sangat suka) sampai 7 (sangat tidak
suka sekali) dimulai dari jam ke-0 hingga produk ditolak panelis. Nilai kadar air
kritis akan didapatkan ketika respon panelis semi terlatih dengan pengujian
hedonik memberikan respon nilai 3 (agak tidak suka). Dalam penentuan kadar air
kritis, selain pengujian sensori dilakukan pula pengujian sudut repose dan
pengujian kadar air pada sampel bumbu serbuk kuah bakso. Lembar kerja uji
sensori hedonik bumbu serbuk kuah bakso dapat dilihat pada Lampiran 12.

14

Pengukuran permeabilitas uap air kemasan. Penentuan permeabilitas uap
air (k/x) dilakukan dengan menggunakan alat Permatran Mocon W*3/31 dengan
mengikuti metode ASTM, F1249-01.
Berat awal dan luas kemasan. Berat produk awal (Wo) dalam satu kemasan
ditimbang dan dikoreksi dengan kadar air awalnya (Mo) dan selanjutnya dinyatakan sebagai berat padatan per kemasan (Ws). Luas kemasan primer (A) yang
digunakan dihitung dengan mengalikan panjang dengan lebar kemasan yang
dinyatakan dalam m2.
Nilai aw. Nilai aw diukur dengan menggunakan aw meter (Rotronic HygroLab C1). Sampel dimasukkan ke dalam wadah aw-meter. Setelah dibiarkan
beberapa saat, nilai aw terbaca pada layar display.
Perhitungan umur simpan. Umur simpan (dalam hari) dihitung dengan
persamaan (6) (Labuza 1982). Apabila kemiringan kurva ISA (b) dan kadar air
kesetimbangan (Me) sulit ditentukan, maka persamaan (7) digunakan (Labuza
1982). Dalam hal ini, nilai P adalah selisih antara tekanan udara lingkungan
dimana produk disimpan (lingkungan) (Pout=Po*RH) dan tekanan udara di dalam
kemasan (Pin=Po*aw). Nilai Po adalah tekanan uap air murni pada suhu penyimpanan yang diinginkan. Umur simpan ditentukan pada kelembaban relatif (RH)
75%, 80% dan 85% pada suhu 28oC.
…………………………(6)

………………………...(7)

Pendugaan Umur Simpan dengan Model Arrhenius
Penyimpanan dan analisis sampel selama penyimpanan. Sampel dalam
kemasan primer disimpan dalam tiga inkubator yang diset suhunya pada 35, 45
dan 55oC. Sampel diamati setiap 7 hari selama 49 hari. Parameter mutu yang
diamati adalah warna, bilangan TBA, dan organoleptik. Warna sampel diukur
dengan Chromameter (Konica Minolta CR-400, Japan). Sampel bumbu serbuk
kuah bakso diletakkan dalam cawan petri dan diukur nilai L* (lightness), nilai a*
dan nilai b* (Dattatreya et al. 2007).
Analisis bilangan TBA dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer
(AOAC 2012). Sampel (10 g) didestilasi hingga diperoleh destilat sebanyak 50
mL. Selanjutnya sebanyak 5 mL destilat ditambahkan 5 mL pereaksi TBA dan
dipanaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Setelah didinginkan selama 10
menit, sampel diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 528 nm.
Bilangan TBA dihitung dengan mengalikan nilai absorbansi dengan 7.8.
Karakteristik sensori bumbu serbuk kuah bakso dievaluasi menggunakan uji
skoring menggunakan 10 orang panelis terlatih. Sebelum pengujian sampel
bumbu serbuk kuah bakso dilakukan, panelis melakukan focus group discussion
(FGD) dan dilatih untuk mengidentifikasi mutu sensori sampel bumbu serbuk
kuah bakso. Panelis juga diminta untuk mendeskripsikan atribut mutu dan skor

15

untuk sampel bumbu serbuk kuah bakso yang meliputi mutu eksternal (warna
bumbu dalam bentuk serbuk dan warna bumbu dalam bentuk larutan) dan mutu
internal (derajat ketengikan, aroma bawang putih goreng, rasa bawang putih
goreng dan rasa gurih larutan). Skala skor sensori yang digunakan adalah dari 1
hingga 7. Pelatihan dilakukan dua kali untuk produk yang sama oleh panelis yang
sama (dilakukan pada waktu yang berbeda). Untuk pengujian sampel bumbu
serbuk kuah bakso, masing-masing sampel uji dari suhu inkubator penyimpanan
37, 45, 55oC dan kontrol diuji mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-49 dengan
selang waktu pengujian setiap 7 hari oleh setiap panelis. Semua sampel disajikan
pada saat yang sama untuk masing-masing suhu penyimpanan. Bumbu serbuk
kuah bakso ditempatkan pada wadah khusus dengan diberi kode 3 digit acak dan
disajikan seperti pada kondisi terkontrol yang sama. Jeda waktu diberikan antara
pengujian terhadap satu sampel bumbu serbuk kuah bakso serbuk dengan sampel
bumbu serbuk kuah bakso lainnya. Urutan penyajian sampel dilakukan secara
acak.
Penentuan nilai mutu akhir (Qs) untuk atribut mutu kritis dari bumbu serbuk
kuah bakso diperoleh dari rata-rata skor sensori ketika produk mulai ditolak oleh
panelis (skor sensori