Pendugaan Umur Simpan Kerupuk Bawang Kentang Dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Kadar Air Kritis

TINJAUAN PUSTAKA

Kerupuk Bawang
Kerupuk bawang merupakan makanan ringan/snack yang terbuat dari
tepung tapioka dengan tambahan bawang putih sehingga memiliki rasa bawang
putih, gurih, dan lezat. Bahan-bahan lain yang dapat dimanfaatkan untuk
pembuatan kerupuk adalah bahan makanan yang memiliki kandungan pati yang
cukup tinggi seperti ubi jalar, uwi, dan kentang. Biasanya dilakukan pembuatan
pati, tepung, ataupun pencampuran secara langsung dari bahan-bahan hasil
pertanian, peternakan, perikanan, ataupun limbahnya. Bahan tersebut kemudian
diadon sehingga membentuk adonan kerupuk (Purwanti, 2011).
Nama kerupuk biasanya diambil dari bahan yang digunakan ataupun dari
cara pengolahannya. Dari bahan yang digunakan misalnya kerupuk udang yang
dibuat dari bahan baku kerupuk kemudian ditambahkan udang kedalam adonan
kerupuk, sedangkan dari cara pengolahan misalnya kerupuk tayamum, dimana
pengolahannya dilakukan dengan cara menggoreng kerupuk menggunakan pasir
yang telah dicuci dan dikeringkan (Purwanti, 2011). Pada penelitian ini peneliti
menggunakan kerupuk bawang kentang, dimana dalam proses pembuatan kerupuk
bawang ditambahkan kentang yang telah dikukus dan dihaluskan. Kentang yang
telah halus dimasukkan kedalam adonan kerupuk kemudian diadon sampai kalis
dan dilakukan proses pencetakan. Setelah adonan kerupuk dicetak, dilakukan

proses penggorengan. Adapun gambar kerupuk bawang dapat dilihat pada
Gambar 1.

6

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Kerupuk bawang kentang
Kerupuk bawang kentang yang baik memiliki komposisi atau formulasi
bahan-bahan yang tepat, sehingga menghasilkan kerupuk bawang kentang
memiliki cita rasa yang disukai. Bahan-bahan yang digunakan juga memiliki
takaran atau jumlah yang sesuai. Formulasi kerupuk bawang kentang yang
digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Formulasi pembuatan kerupuk bawang kentang
No.
Nama bahan
1
Tapioka
2
Tepung terigu

3
Kentang
4
Telur
5
Garam
6
Gula
7
Bawang putih
8
Bawang merah
9
Udang
10 Air
11 Daun seledri

Jumlah
1.000 g
100 g

400 g
2 butir
16 g
8g
80 g
100 g
200 g
600 ml
100 g

Bahan yang Digunakan
Bahan

yang

digunakan

dalam

membuat


kerupuk

yaitu

bahan

dasar atau bahan baku, bahan tambahan, serta bahan pengembang dan
bumbu-bumbu.Bahan dasar atau bahan baku adalah bahan yang mempunyai
kandungan pati cukup tinggi, seperti beras, tepung beras, singkong, tapioka, dan
tepung terigu (Purwanti, 2011). Bahan baku adalah bahan yang digunakan dalam

Universitas Sumatera Utara

jumlah besar dan fungsinya tidak dapat digantikan dengan bahan lain. Bahan
tambahan adalah bahan yang ditambahkan dengan tujuan tertentu dan jumlahnya
lebih sedikit dari bahan baku (Keliat, 2013). Dalam pembuatan kerupuk bawang
kentang bahan dasar yang digunakan yaitu tapioka, bahan tambahan berupa
tepung terigu dan kentang; bahan pengembang berupa telur; serta bumbu-bumbu
seperti bawang merah, bawang putih, daun seledri, udang, garam, gula, dan air.

Tapioka
Proses pengolahan snack menggunakan bahan baku yang mengandung pati
seperti kombinasi jagung dan beras ataupun dari campuran sereal lainnya. Bahanbahan tersebut kemudian dicampur menjadi suatu adonan yang kemudian di
ekstruksi. Dalam proses pengolahan dilakukan proses pencampuran yang
bertujuan untuk memperoleh produk ekstruksi yang memiliki nilai gizi yang lebih
baik, daya cerna, dan mutu fisik (organoleptik) yang lebih baik(Hutasoid, 2009).
Tapioka berperan sebagai bahan baku sehingga jumlah yang digunakan
lebih besar dari bahan lainnya. Tapioka dalam pembuatan kerupuk berfungsi
untuk membentuk struktur adonan yang kuat sehingga kerupuk yang dihasilkan
mengembang setelah digoreng. Harga tepung tapioka relatif lebih murah sehingga
lebih ekonomis (Ebook Pangan, 2009).
Tapioka merupakan pati umbi singkong yang dikeringkan kemudian
dihaluskan. Warna pada pati singkong yang dihasilkan adalah putih dan memiliki
tekstur lembut dan licin. Kualitas tapioka yang dihasilkan tergantung dari proses
pembuatannya.

Kualitas

yang


dihasilkan

akan

berbeda

dalam

hal

tingkat atau derajat keputihan, tingkat kehalusan, kadar air tersisa, dan kandungan
benda asing (Suprapti, 2005).

Universitas Sumatera Utara

Tapioka memiliki komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilopektin merupakan komponen yang dapat mempengaruhi daya kembang
kerupuk. Semakin besar kandungan amilopektin pada pati maka daya kembang
kerupuk yang dihasilkan akan semakin kembang pula (Istanti, 2005). Struktur
kimia amilosa dapat dilihat pada Gambar 2. Struktur kimia amilopektin

dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Struktur kimia amilosa

Gambar 3. Struktur kimia amilopektin
Apabila larutan pekat amilosa didinginkan secara perlahan-lahan maka
akan membentuk struktur krital yang disebut kristalisasi. Kristalisasi sering juga
disebut retrogasiyaitu proses di mana molekul pati menjadi tidak larut dalam air
secara irreversible sehubungan dengan pembentukan ikatan molekul yang kuat..
Amilopektin merupakan polimer dari D-glukosa yang mempunyai rantai lurus dan
percabangan. Amilopektin mempunyai ikatan α-(1,4)-D-glukosa pada rantai

Universitas Sumatera Utara

lurusnya dan ikatan β-(1,6)-D-glukosa pada titik percabangannya.
Jumlah ikatan percabangan sekitar 4-5% dari keseluruhan ikatan
yang ada pada amilopektin (Winarno, 1997).Amilopektin memiliki
bentuk globula yang memeperlihatkan peningkatan pembengkakan dan
viskositas yang lebih tinggi dibanding amilosa dalam larutan.


Tepung terigu
Penambahan tepung terigu dalam pembuatan kerupuk bertujuan agar
kerupuk yang dihasilkan memiliki daya kembang yang baik. Penambahan tepung
terigu yang terlalu rendah dapat menyebabkan adonan yang tidak kompak, namun
jika penambahan tepung terigu terlalu tinggi dapat menyebabkan kerupuk yang
dihasilkan tidak mengembang. Penambahan terigu juga bertujuan untuk
meningkatkan kandungan protein pada kerupuk yang dihasilkan (Wijaya, 2011).
Komposisi kimia tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi kimia tepung terigu
Komposisi
Kalori (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Zat Besi (mg)
Air (g)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)

Vitamin C (mg)

Jumlah
365,00
8,90
1,30
77,30
16,00
106,00
1,20
12,00
0,00
0,12
0,00

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. (2004)

Kentang

Universitas Sumatera Utara


Kentang merupakan jenis umbi yang dapat hidup di sepanjang tahun baik
musim hujan maupun musim kemarau. Kentang mengandung karbohidrat sebesar
18 %, protein 2,4 %, dan lemak 0,1 % . Kandungan air yang tinggi pada umbi
kentang yaitu sekitar 80 % menyebabkan kentang mudah mengalami kerusakan.
(Dinar, 2010). Kentang yang sudah membusuk, berwarna hijau, bertunas
dikatakan sudah rusak dan memiliki kandungan glikoalkaloid yang tinggi.
Senyawa glikoalkaloid mengandung racun berupa solanin dan chaconine.
Penambahan kentang dilakukan untuk menambah rasa pada kerupuk bawang.
Kentang dikukus terlebih dahulu dan dihaluskan, kemudian dicampurkan kedalam
adonan kerupuk bawang. Adapun gambar kentang dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Umbi kentang
Komposisi kentang sangat bervariasi tergantung varietas, tipe tanah, cara
budidaya, cara pemanenan, tingkat kematangan, dan kondisi penyimpanan.
Komposisi kimia kentang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi kimia kentang per 100g
Kandungan Kentang
Air (%)
Energi (kal)

Karbohidrat (g)
Protein (g)
Lemak (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Serat (g)

Jumlah
80,00
83,00
19,10
2,00
0,10
11,00
56,00
0,30

Universitas Sumatera Utara

Zat Besi (mg)
Vitamin B1(mg)
Vitamin B2 (mg)
Vitamin C (mg)
Niasin (mg)

0,70
0,09
0,03
16,00
83,00

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1997).

Telur
Telur berfungsi sebagai penambah nilai gizi, meningkatkan rasa, sebagai
pengemulsi, dan sebagai pengikat komponen adonan sehingga saat pemasakan
adonan menghasilkan kerupuk bawang yang kokoh (Purwanti, 2011). Komposisi
kimia telur ayam dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia telur ayam
Komposisi kimia
Kalori (kal)
Air (%)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Vitamin A (SI)

Telur ayam segar
Kuning telur
361,0
49,4
16,3
31,9
0,7
147,0
586,0
2000,0

Telur utuh
148,0
74,0
128,0
11,5
0,7
54,0
180,0
900,0

Putih telur
50,0
87,8
10,8
0,0
0,8
6,0
17,0
0,0

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1989).

Garam
Penambahan garam dalam pengolahan makanan befungsi sebagai
penambah rasa. Garam juga dapat menaikkan rasa manis dari gula dan
mengurangi rasa asam dari beberapa jenis asam. Dalam pembuatan kerupuk
bawang dengan substitusi kentang hitam, garam berfungsi untuk memberi rasa
gurih

dan

untuk

memantapkan

rasa

pada

kerupuk

yang

dihasilkan

(Purwanti, 2011).
Garam merupakan salah satu bumbu penting dalam pengolahan makanan.
Makanan yang diolah akan memiliki rasa jika mengandung garam minimal 0,3%

Universitas Sumatera Utara

dan akan terasa hambar jika jumlah garam yang ditambahkan kurang dari itu
(Purawisastra dan Yunianti, 2010). Garam yang ditambahkan dalam pembuatan
snack berfungsi sebagai penambah rasa. Selain itu garam berperan sebagai pelapis
produk pada bagian luar sehingga pengaruh rasa cepat dirasakan. Garam juga
berfungsi sebagai bahan yang sangat baik digunakan untuk distribusi bahan-bahan
mikro secara merata dari beberapa komponen seperti flavor, vitamin, dan
antioksidan. Dimana hasilnya akan terlihat pada keseluruhan produk akhir
(Matz, 1997).
Gula pasir
Gula merupakan karbohidrat, termasuk didalamnya fruktosa, glukosa, laktosa,
dan sukrosa. Tebu (Saccarum officinarum) dan bit gula (Betavulgaris) adalah
bahan baku dalam pembuatan gula. Jenis gula yang sering dimanfaatkan di
masyarakat adalah sukrosa yang berasal dari tebu dan glukosa yang berasal dari
jagung. Fungsi utama gula adalah sebagai zat pemanis (sweeteners), sebagai zat
pengawet jika konsentrasinya diatas 50 %, dan sebagai penambah flavor . Dalam
pembuatan kerupuk bawang, gula yang ditambahkan adalah jenis sukrosa. Fungsi
gula dalam pembuatan kerupuk bawang adalah sebagai penambah flavor dan
mempertegas rasa (Purwanti, 2011).
Bawang putih
Bawang putih berfungsi sebagai pemberi aroma dan rasa bawang pada
kerupuk (Purwanti, 2011). Bawang putih berfungsi sebagai antimikroba,
antitrombotik, hipolipidemik, antiarthritis, lipoglikemik, dan antitumor. Selain itu
bawang putih dapat sebagai antioksidan dengan adanya kandungan asam

Universitas Sumatera Utara

sulfenat yang terbentuk dari dekomposisi allicin yang terkandung didalamnya
(Anandika, 2011).
Bawang merah
Bawang merah mengandung bau sulfur yang khas. Komponen sulfur yang
terkandung didalamnya merupakan dasar dari bau khas bawang merah yang
menarik perhatian. Bau khas tersebut akan muncul ketika bawang merah diiris
maupun digiling, dimana alliin sebagai komponen bioaktif yang terkandung dalam
jaringan akan berubah menjadi allisin melalui reaksi enzimatis. Selain menambah
cita rasa dan aroma, bawang juga berfungsi sebagai pengawet. Sifat bawang
sebagai pengawet ini juga dikaitkan dengan kemampuan allisin dan diallil disulfid
sebagai anti mikroba (Ebook Pangan, 2006).
Daun seledri
Daun seledri yang ditambahkan dalam pembuatan kerupuk bawang
kentang bertujuan sebagai penambah aroma. Daun seledri mengandung komponen
minyak atsiri yang mudah menguap, sehingga menghasilkan aroma yang khas.
Kandungan utamanya adalah butilftalida dan butilidftalida sebagai pembawa
aroma utama. Selain itu daun seledri juga mengandung senyawa flavonoid seperti
graveobiosid A (1-2%)dan B (0,1 - 0,7%), serta senyawa golongan fenol
(Wikipedia, 2015).
Udang
Fungsi penambahan udang di dalam pembuatan kerupuk bawang kentang
yaitu sebagai penambah cita rasa dan meningkatkan nilai gizi. Udang
mengandung protein yang cukup tinggi, sehingga dengan dilakukannya

Universitas Sumatera Utara

penambahan udang kedalam adonan kerupuk dapat meningkatkan kandungan
protein pada kerupuk bawang kentang yang dihasilkan.
Air
Air adalah komponen penting dalam bahan makanan. Air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, dam cita rasa peroduk yang dihasilkan.
Dalam makanan kering seperti buah kering, tepung, dan biji-bijian juga
mengandung air dalam jumlah tertentu (Winarno, 2002). Dalam pembuatan
kerupuk bawang ditambahkan air dalam proses pencampuran. Pemberian air harus
cukup agar gelatinisasi berjalan sempurna. Jika jumlah air yang ditambahkan
kurang akan menyebabkan adonan tidak tercampur sempurna dan tekstur kerupuk
yang dihasilkan akan renggang. Sebaliknya jika air yang ditambahkan berlebihan
akan menyebabkan adonan menjadi lembek dan sulit dicetak (Purwanti, 2011).

Penurunan Mutu Kerupuk Bawang Kentang
Makanan kering berupa keripik akan mengalami penurunan kerenyahan dan
tekstur pada Awberkisar antara 0,35 – 0,50. Pada makanan yang mengandung
gula atau karbohidrat akan mengalami proses rekristalisasi (pembebasan air) pada
saat nilai Awmengalami peningkatan. Keadaan ini yang menyebabkan tekstur dan
mutu produk mengalami penurunan. Nilai Aw juga mempengaruhi proses
pengawetan maupun penyimpanan makanan, misalnya terjadi oksidasi lipid dan
pencoklatan non enzimatis

(Taoukis, dkk., 1988). Kerupuk bawang kentang

memiliki sifat yang sama dengan keripik, dimana kerenyahan menjadi faktor
utama penentu mutu dan akan kehilangan kerenyahan ketika kadar airnya
meningkat.

Universitas Sumatera Utara

Pada umumnya produk kering yang bersifat hidrofilik harus dilindungi
dari masuknya uap air dan oksigen. Hal ini disebabkan oleh produk kering
memiliki ERH yang rendah sehingga harus dikemas dengan menggunakan
kemasan yang memiliki permeabilitas yang rendah, walaupun bahan pangan pada
dasarnya memiliki kepekaan yang berbeda-beda terhadap penyerapan dan
pengeluaran gas udara dan uap air(Marissa, 2010).

Pengemasan
Kemasan yang berupa kemasan logam, plastik, gelas, kertas, dan karton
memiliki bermacam-macam fungsi. Fungsi utama kemasan yaitu menjaga dan
melindungi produk dari kotoran dan kontaminasi, melindungi makanan dari
kerusakan fisik, perubahan kadar air, dan cahaya, memiliki fungsi yang baik,
efisiensi, dan ekonomis selama proses penempatan makanan dalam kemasan;
mudah untuk dibuka/ditutup, dalam tahap penanganan, pengangkutan, dan
distribusi, memiliki bentuk, ukuran, dan bobot sesuai standar dan mudah
dibentuk/dicetak, serta efektif dalam pemberian informasi mengenai bahan yang
dikemas dan penampilan jelas yang membantu proses promosi dan penjualan.
Kemasan dalam proses produksi dan pengawetan bahan pangan sangat
mempengaruhi

mutu

produk

seperti

perubahan

fisik

dan

kimia

(Syarief, dkk., 1989).
Terdapat berbagai jenis kemasan plastik yang sering digunakan. Salah satu
jenis kemasan plastik yang sering digunakan yaitu jenis PP (polypropylene).
Kemasan PP sering digunakan karena memiliki sifat-sifat antara lain : mudah

Universitas Sumatera Utara

untuk proses pembentukan, memiliki bobot yang ringan, tembus pandang, jernih
dalam bentuk film, namun tidak dalam bentuk kemasan kaku, memiliki
daya/kekuatan tarik yang lebih besar dari polyethylene, tidak gampang sobek dan
kaku sehingga memudahkan penanganan dan distribusi, permeabilitas terhadap
uap air rendah dan permeabilitas terhadap gas sedang, tahan terhadap asam kuat,
suhu tinggi, basa, dan minyak, memiliki titik lebur tinggi sehingga susah dibuat
kantung (Syarief, dkk., 1989).
Kemasan plastik polyethylene sangat banyak digunakan di masyarakat.
Kemasan plastik polyethylene memiliki sifat mudah dibentuk, lemas, dan mudah
ditarik, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penampakan bervariasi, daya
rentang tinggi tanpa sobek, mudah dikelim panas sehingga dapat digunakan
sebagai

bahan

laminasi,

dan

memiliki

sifat

kedap

air

dan

udara

(Syarief, dkk., 1989).
Metalized plastic merupakan kemasan kombinasi antara plastik dan
aluminium. Metalized plastic bersifat tidak tembus cahaya, menghambat
masuknya oksigen, tahan terhadap bau, mengkilap, mampu menahan gas, serta
mudah

sobek

sehingga

konsumen

mudah

untuk

membuka

kemasan

(Marissa, 2010).
Pada penelitian Mutu Dan Umur Simpan Ubi Jalar Putih(Ipomoea
batatas L.) Dalam Kemasan Plastik Pada Berbagai Suhu Penyimpanan yang
dilakukan oleh Pertiwi (2009) memberikan hasil bahwa jenis kemasan yang
digunakan memberikan perpengaruh nyata terhadap susut bobot, kadar air, kadar
pati, dan kekerasan ubi jalar selama penyimpanan. Ubi jalar yang disimpan pada

Universitas Sumatera Utara

suhu ruang dengan kemasan PP memiliki umur simpan lebih lama yaitu 10 hari
dibandingkan dengan ubi jalar yang dikemas dengan kemasan LDPE.
Pada

penelitian

Pendugaan

Umur

Simpan

Keripik

Wortel

Dalam Kemasan Polypropylene yang dilakukan oleh Latifah (2010) memberikan
hasil bahwa tingkat ketebalan kemasan plastik PP mempengaruhi umur simpan
pada produk keripik wortel. Semakin tebal kemasan yang digunakan maka umur
simpan keripik wortel akan semakin panjang, dimana umur simpan keripik wortel
yang dikemas dengan kemasan plastik PP dengan ketebalan 0,08 mm adalah 29
hari, dengan kemasan PP 0,05 mm adalah 22 hari, dan dengan ketebalan kemasan
PP 0,03 mm adalah 15 hari.

Pendugaan Umur Simpan
Dalam pendugaan umur simpan produk sebelum dipasarkan dapat
menggunakan lima metode pendekatan yaitu literature value, distribution turn
over, distribution abuse test, consumer complaints, dan ASLT (Accelerated Shelf
Life Testing). Selain itu faktor kemasan perlu diperhatikan terutama nilai
permeabilitas kemasan. Nilai permeabilitas kemasan tergantung dari bahan
penyusun kemasan yang digunakan. Permeabilitas kemasan PE (polyethylene)
lebih kecil dibandingkan nilai permeabilitas kemasan PP (polypropylene)
(Herawati, 2008).
Pendekatan berdasarkan Literature value atau nilai pustaka biasanya
digunakan dalam penentuan awal atau sebagai pembanding dalam penentuan
produk pangan karena keterbatasan fasilitas yang dimiliki produsen pangan.
Pendekatan berdasarkan distribution turn over adalah cara yang digunakan
berdasarkan informasi produk sejenis yang terdapat dipasaran. Pendekatan ini

Universitas Sumatera Utara

dapat digunakan pada produk yang memiliki kesamaan dari aspek proses
pengolahan, komposisi bahan, dan aspek lainnya. Dimana produk sejenis yang
terdapat dipasaran sudah diketahui umur simpannya. Pendekatan berdasarkan
distribution abuse test merupakan metode berdasarkan hasil analisis produk
selama proses penyimpanan dan distribusi di lapangan ataupun berdasarkan
penurunan mutu produk yang disimpan pada kondisi ekstrim. Pendekatan
berdasarkan consumer complaints dilakukan berdasarkan komplain konsumen
terhadap produk yang dipasarkan, dimana produsen menghitung nilai umur
simpan berdasarkan komplain terhadap produk yang didistribusikan. Pendekatan
berdasarkan ASLT (Accelerated Shelf Life Testing) dengan cara menyimpan
produk pada kondisi dimana produk cepat mengalami kerusakan kemudian
melakukan perhitungan dengan model matematika, dimana cara ini merupakan
cara yang cepat dan tepat.
Selama proses pendugaan umur simpan harus memperhatikan suhu
karena suhu merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap perubahan
makanan. Laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat jika suhu
penyimpanan yang digunakan semakin tinggi. Sehingga dalam perhitungan
kecepatan penurunan mutu produk selama penyimpanan harus memperhitungkan
faktor suhu yang digunakan (Syarief dan Halid, 1993).
Penentuan umur simpan produk pangan dapat dilakukan dengan dua
metode yaitu metode

Extended Storage Studies (ESS) yaitu dengan cara

menyimpan produk pada kondisi penyimpanan yang sebenarnya. Cara ini
menghasilkan hasil yang tepat tetapi memerlukan waktu yang lama dan biaya
yang besar. Metode Accelerated Shelf-life Testing (ASLT) yaitu dilakukan dengan

Universitas Sumatera Utara

cara menyimpan produk pangan pada lingkungan yang menyebabkan produk
tersebut cepat mengalami kerusakan, baik dalam suhu maupun kelembaban yang
tinggi. Kemudian data diubah dalam model matematika, dan umur simpan
ditentukan dengan cara ekstrapolasi persamaan pada kondisi penyimpanan
normal. Penentuan umur simpan dengan metode akselerasi dapat dilakukan
dengan waktu yang singkat dan tetap menghasilkan akurasi yang baik
(Arpah, 2001).
Pendugaan umur simpan pada produk tertentu dapat menggunakan
metode akselerasi. Metode akselerasi merupakan metode kinetik yang disesuaikan
dengan sifat dari produk pangan tertentu. Model yang digunakan dalam metode
akselerasi yaitu pendekatan kadar air kritis dengan teori difusi yang sering
digunakan pada produk kering dan mengunakan kadar air atau aktifitas air sebagai
kriteria kadaluarsa, dan pendekatan semi empiris dengan menggunakan persamaan
Arrhenius dengan teori kinnetika yang pada umumnya mempunyai reaksi ordo nol
atau satu untuk produk pangan (Syarief dan Halid, 1993).
Pendugaan umur simpan dengan metode akselerasi model Labuza
merupakan penilaian deskriptif kuantitatif dari produk, bahan pengemas, dan
lingkungan (Arpah, 2001). Model Labuza memakai pendekatan sorpsi isotermik.
Sorpsi

isotermik

merupakan

hubungan

antara

kadar

air

pada

saat

kesetimbangan dan kelembaban pada suhu tertentu. Bentuk sorpsi isotermik
pada umumnya akan menentukan stabilitas penyimpanan (Supriadi, dkk.,2004).
Model Labuza sangat cocok digunakan untuk pendugaan umur simpan produk
makanan kering yang akan menghasilkan kurva isotermik berbentuk sigmoid
(Nugroho, 2007).

Universitas Sumatera Utara