Mikropropagasi Pisang Kepok Merah (Musa paradisiaca) : Pengaruh Media dan Zat Pengatur Tumbuh

MIKROPROPAGASI PISANG KEPOK MERAH
(Musa paradisiaca) : PENGARUH MEDIA DAN
ZAT PENGATUR TUMBUH

EFAH FITRAMALA

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Mikropropagasi Pisang
Kepok Merah (Musa paradisiaca) : Pengaruh Media dan Zat Pengatur Tumbuh
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Efah Fitramala
NIM G34100078

ABSTRAK
EFAH FITRAMALA. Mikropropagasi Pisang Kepok Merah (Musa paradisiaca) :
Pengaruh Media dan Zat Pengatur Tumbuh. Dibimbing oleh HADISUNARSO
dan DIAH RATNADEWI.
Pisang varietas kepok merah memiliki nilai komersial yang cukup tinggi
yaitu sebagai bahan dalam industri pembuatan keripik pisang. Selain itu pisang
kepok merah memiliki kandungan vitamin B kompleks untuk membantu produksi
energi dan pembentukan sel-sel otak pada bayi. Pengembangan secara komersial
dapat didukung dengan teknik kultur jaringan untuk produksi bibit secara masal
dalam waktu yang relatif singkat. Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan
keberhasilan multiplikasi tunas dan perakaran pada tanaman pisang kepok merah
(Musa paradisiaca) dengan perlakuan jenis media yang diperkaya dengan auksin
dan sitokinin. Pada tahap multiplikasi tunas digunakan empat jenis perlakuan
yaitu: media dasar Murashige and Skoog (MS) dan Woody Plant (WP), masingmasing media tersebut ditambah IAA 0.5 ppm dan 2 taraf BAP, 5 ppm dan 7 ppm.

Tahap perakaran digunakan empat jenis perlakuan yaitu: MS dengan masingmasing ditambah NAA 1 ppm atau IBA 1 ppm, dan WP dengan masing-masing
juga ditambah NAA 1 ppm atau IBA 1 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
media MS dengan penambahan IAA 0.5 ppm yang dikombinasikan dengan BAP 5
ppm memberikan multiplikasi tunas paling tinggi dengan membentuk tunas
sebanyak 6 – 17 tunas dan pertumbuhan tunas lebih baik. Pemberian NAA 1 ppm
pada media MS dapat memacu planlet membentuk akar, dengan jumlah akar
sebanyak 3 – 16 akar per planlet.
Kata kunci: kepok merah, multiplikasi, zat pengatur tumbuh.

ABSTRACT
EFAH FITRAMALA. Micropropagation of Plantain Kepok Merah (Musa
paradisiaca) : the effect of medium and growth regulating substances. Supervised
by HADISUNARSO and DIAH RATNADEWI.
Kepok merah has fairly high commercial value as an ingredient in the
manufacture of banana chips industry. Kepok merah contains vitamin B complex
that is important for energy production and the formation of brain cells in infants.
Commercial development of kepok merah can be supported by tissue culture
technique. The purpose of this study was to determine which media as well as
growth regulators and concentrations is the most favorable for shoot
multiplication and root formation in kepok merah. Shoot multiplication used four

treatments namely: basic Murashige and Skoog medium (MS) and Woody Plant
(WP), each of these media was enriched with 0.5 ppm IAA and two levels of BAP
(5 and 7 ppm). Rooting stage used four of treatments : MS with NAA 1 ppm or
IBA 1 ppm, and WP with NAA 1 ppm or IBA 1 ppm. Results of the experiment
showed that MS medium with 0.5 ppm IAA in combination with 5 ppm BAP
produce 6 – 17 buds on each explants and gave better growth for its shoots.
Planlet in media MS with NAA 1 ppm produce 3 – 16 roots better than that in MS
with IBA 1 ppm.
Keywords: plantain kepok merah, multiplication, growth regulating substances.

MIKROPROPAGASI PISANG KEPOK MERAH
(Musa paradisiaca) : PENGARUH MEDIA DAN
ZAT PENGATUR TUMBUH

EFAH FITRAMALA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Mikropropagasi Pisang Kepok Merah (Musa paradisiaca) :
Pengaruh Media dan Zat Pengatur Tumbuh
Nama
: Efah Fitramala
NIM
: G34100078

Disetujui oleh

Ir Hadisunarso, MSi
Pembimbing I


Dr Ir Diah Ratnadewi, DEA
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Iman Rusmana, MSi
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian
dengan judul Mikropropagasi Pisang Kepok Merah (Musa paradisiaca) :
Pengaruh Media dan Zat Pengatur Tumbuh dilaksanakan sejak bulan November
2013 hingga Juni 2014. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir
Hadisunarso, MSi dan Ibu Dr Ir Diah Ratnadewi, DEA selaku pembimbing. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Pak Kusmayadi dan Pak
Asep yang telah banyak membantu selama berlangsungnya penelitian ini. Penulis
juga mengucapkan terimakasih untuk Kak Eva Khaerunnisa yang telah
memberikan kultur steril pisang kepok merah dan berbagai saran dalam penelitian

ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Mamah, Ceuceu
Wiwin, Ceuceu Diah, Kak Fathul, Yurika, Nita, Hanin, Uum, Hanna, Lilis, dan
Nindya atas segala doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014
Efah Fitramala

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Tujuan Penelitian

2

BAHAN DAN METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Bahan dan Alat


2

Metode Inisiasi Kultur

2

Metode Multiplikasi Tunas

2

Metode Perakaran

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3

Inisiasi Kultur


3

Multiplikasi Tunas

4

Perakaran

6

SIMPULAN

8

DAFTAR PUSTAKA

8

LAMPIRAN


10

RIWAYAT HIDUP

12

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rata-rata jumlah tunas dan waktu tumbuh tunas kultur pisang
kepok merah

5

Tabel 2 Rata-rata jumlah akar dan panjang akar kultur pisang kepok
merah

6

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pertumbuhan dan perkembangan tunas perlakuan MT1 umur
12 minggu setelah tanam (a), perlakuan WT1 umur 6

minggu setelah tanam (b)

5

Gambar 2 Penampilan akar pada planlet pisang kepok merah umur 12
minggu setelah tanam planlet dengan perlakuan NAA 1 ppm
(a), planlet dengan perlakuan IBA 1 ppm (b)

7

Gambar 3 Penampilan tanaman pisang kepok merah yang telah berhasil
diaklimatisasi pada media tanah dicampur kompos dan
arang sekam

8

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Komposisi media dasar MS (Murashige dan Skoog 1962)

10

Lampiran 2 Komposisi media dasar WP (Lloyd dan Mc. Cown 1981)

11

PENDAHULUAN
Pisang merupakan salah satu jenis buah tropis yang mempunyai potensi
cukup tinggi untuk dikembangkan di Indonesia. Permintaan pisang semakin
meningkat baik untuk konsumsi pangan maupun untuk bahan baku industri.
Produksi pisang mewakili 40 – 45 % dari produksi buah nasional. Tahun 2009
produksi pisang mencapai 6,3 juta ton (Artianingsih 2012), sedangkan menurut
BPS (2013) produksi pisang mencapai 5 359 126 ton pada tahun 2013.
Pisang kepok mengandung tiamin (vitamin B1) untuk mencegah penyakit
beri-beri, juga vitamin B3 dan B6. Menurut Prabantini (2010) Berbagai vitamin B
kompleks membantu produksi energi dan pembentukan sel-sel otak pada bayi,
maka pisang kepok ini dapat digunakan sebagai makanan pendamping ASI untuk
bayi. Menurut Damayanti (2010) Hasil produksi buah pisang telah meningkat
menjadi mata perdagangan ekspor di pasaran internasional. Pisang kepok
bermanfaat sebagai bahan olahan pisang untuk pembuatan keripik, maka pisang
kepok layak dikembangkan untuk tujuan komersial (Supriati 2010).
Pengembangan kebun pisang secara komersial memerlukan bibit dalam
jumlah yang besar. Bibit tanaman pisang tersebut dapat diperbanyak dengan
anakan, atau belahan bonggol (bit) yang bermata melalui kultur jaringan
(Sunarjono 2008). Pengadaan bibit secara konvensional menghadapi kendala
karena jumlah anakan yang dihasilkan sedikit. Teknik kultur jaringan dapat
memproduksi bibit yang dapat dilakukan secara masal dalam waktu yang relatif
singkat.
Zat pengatur tumbuh pada tanaman ada lima kelompok, yaitu akusin,
sitokinin, giberelin, ABA (asam absisat), dan etilen. Auksin dan sitokinin paling
sering digunakan dan pengaruhnya sangat dibutuhkan dalam teknik kultur
jaringan (Biotrop 2012). Zat pengatur tumbuh dibutuhkan untuk merangsang
pertumbuhan tunas dan akar. Zat pengatur tumbuh yang baik untuk multiplikasi
tunas pisang kepok amorang dalam kultur in vitro adalah Benzil Adenin (BA) 1
ppm, sedangkan untuk perakaran menggunakan Indole Butiric Acid (IBA) 1 ppm
(Supriati 2010). Sitokinin atau campuran sitokinin dengan auksin rendah dipakai
untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas aksilar atau merangsang tumbuh
tunas-tunas adventif. Auksin konsentrasi tinggi yang dikombinasikan dengan
sitokinin akan menghasilkan akar, sedangkan auksin konsentrasi rendah
dikombinasikan dengan sitokinin akan menghasilkan tunas (Hartmann et. al
1997). Jenis sitokinin yang sering dipakai adalah Benzyl Amino Purine (BAP),
karena efektivitasnya tinggi, harganya murah, dan bisa disterilisasi dengan panas.
Menurut Khaerunnisa (2013) media WP dan MS modifikasi dengan penambahan
BAP 5 mg/L yang dikombinasikan dengan IAA 0.2 mg/L dapat memacu
pertumbuhan tunas namun jumlahnya tidak banyak. Tunas paling banyak
dihasilkan adalah 9 tunas per kultur. Rerata jumlah tunas terbanyak yang
dihasilkan 4 -5 tunas per kultur.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan meningkatkan keberhasilan multiplikasi tunas dan
perakaran pada tanaman pisang kepok merah (Musa paradisiaca) dengan
perlakuan auksin (IAA, NAA, dan IBA) dan sitokinin (BAP).

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada November 2013 – Juni 2014 di Laboratorium
Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan, yaitu eksplan berupa planlet steril dari
penelitian sebelumnya. Zat pengatur tumbuh yang digunakan yaitu IAA, BAP,
NAA, dan IBA. Media yang digunakan adalah Murashige and Skoog (MS) dan
Woody Plant (WP). Alat yang digunakan antara lain botol kultur, autoklaf,
laminar air flow cabinet (LAFC), alat-alat diseksi, timbangan, dan pH meter.

Metode Inisiasi Kultur
Tunas muda pisang kepok merah steril didapatkan dari hasil penelitian
sebelumnya ditumbuhkan pada media MS dan WP tanpa zat pengatur tumbuh.
Eksplan tersebut masih berada dalam botol perlakuan sehingga harus dilakukan
netralisasi dengan memindahkan eksplan tersebut ke dalam media tanpa zat
pengatur tumbuh MS 0 (M1) dan WP 0 (M2) kemudian diamati selama dua
minggu. Parameter yang diamati yaitu kontaminasi dan kultur yang mencoklat.
Metode Multiplikasi Tunas
Eksplan berupa tunas muda dari media sebelumnya dikupas pada bagian
yang berwarna kehitaman dan dipotong secara aseptik di dalam laminar air flow
cabinet (LAFC) menjadi dua bagian secara membujur. Eksplan ditumbuhkan
dalam media baru. Media dasar yang digunakan adalah media MS (Murashige dan
Skoog 1962) dan WP (Woody Plant) (Lloyd dan Mc. Cown 1981), yang diberi
perlakuan zat pengatur tumbuh. Masing-masing media ditambah dengan zat
pengatur tumbuh (BAP 5 ppm dan 7 ppm) dan IAA yaitu 0.5 ppm, sehingga
terdapat empat perlakuan, yaitu :
1. MT1 = Media MS + IAA 0.5 ppm dan BAP 5 ppm
2. MT2 = Media MS + IAA 0.5 ppm dan BAP 7 ppm
3. WT1 = Media WP + IAA 0.5 ppm dan BAP 5 ppm
4. WT2 = Media WP + IAA 0.5 ppm dan BAP 7 ppm

3
Masing-masing perlakuan dilakukan 10 kali ulangan. Pengamatan dilakukan
hingga terlihat warna hijau pada bagian tunas-tunas yang tumbuh. Parameter yang
digunakan adalah jumlah tunas dan waktu tumbuh tunas. Komposisi media dasar
MS dan WP tercantum di Lampiran 1 dan 2.
Metode Perakaran
Planlet yang dihasilkan dari multiplikasi umumnya belum lengkap dengan
akar sehingga belum mampu untuk mendukung pertumbuhan. Oleh karena itu,
planlet tersebut dipilih yang seragam (> 2 cm) kemudian dipindahkan ke media
perakaran. Media dasar yang digunakan adalah media MS dan media WP dengan
perlakuan zat pengatur tumbuh NAA 1 ppm atau IBA 1 ppm, yaitu :
1. MA1 = Media MS + NAA 1 ppm
2. MA2 = Media MS + IBA 1 ppm
3. WA1 = Media WP + NAA 1 ppm
4. WA2 = Media WP + IBA 1 ppm
Pengamatan dilakukan selama 12 minggu. Parameter yang diamati adalah jumlah
akar dan waktu tumbuh akar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Inisiasi kultur
Tahap inisiasi merupakan tahap permulaan dari penelitian ini. Pada tahap
penetralan ini terjadi kontaminasi dan pencoklatan pada kultur pisang kepok
merah. Kultur dalam media M1 mulai terkontaminasi pada lima hari setelah tanam
sebesar 10 %, sedangkan pada minggu kedua setelah tanam kontaminasi kultur
pada M1 mencapai 30 %. Media M2 terkontaminasi pada minggu kedua setelah
tanam sebesar 10 %. Kontaminasi merupakan permasalahan mendasar yang sering
terjadi pada kultur in vitro. Kontaminan yang menyerang eksplan sebagian besar
adalah cendawan. Cendawan tersebut diduga berasal dari media atau berasal dari
alat yang digunakan untuk menanam yang kurang steril. Selain itu, sumber
kontaminasi juga dapat berasal dari eksplan dan lingkungan kerja yang kotor,
sehingga harus dilakukan sterilisasi lingkungan kerja, alat-alat, media dan bahan
tanaman (Gunawan 1992). Kontaminasi terjadi mulai dari minggu pertama setelah
tanam. Upaya penyelamatan eksplan telah dilakukan dengan memindahkan
eksplan pada media baru, dengan terlebih dahulu eksplan disterilisasi dengan
bayclin pada konsentrasi 5 % selama 5 menit, tetapi cendawan masih tumbuh pada
bagian eksplan setelah tiga hingga tujuh hari setelah tanam dan tidak dapat
diselamatkan lagi.
Selain kontaminasi, pencoklatan juga di antaranya merupakan salah satu
permasalahan yang terjadi dalam penelitian ini. Eksplan berubah menjadi
berwarna coklat (browning) kemudian menghitam (blackening) setelah
pemotongan atau setelah penanaman. Pencoklatan ini dapat menghambat
pertumbuhan dan akhirnya menyebabkan kematian jaringan. Aktivitas enzim
oksidase yang mengandung tembaga seperti polifenol oksidase dan tirosinase
merupakan penyebab pencoklatan jaringan (Lerch 1981). George dan Sherrington
(1984) menyatakan beberapa tanaman tropika cenderung mempunyai kandungan

4
senyawa fenol yang tinggi yang teroksidasi ketika sel dilukai atau terjadi
senesens.
Persentase pencoklatan pada minggu pertama setelah tanam mencapai
10 % pada media M1 dan M2. Pencoklatan yang terjadi pada media M2 mencapai
25 % pada minggu kedua setelah tanam. Pencoklatan ini terjadi dalam waktu yang
relatif cepat, dua hari setelah tanam eksplan sudah mulai terlihat mencoklat.
Pisang kepok merah merupakan buah tropis bergenom ABB. Rodinah et al.
(2012) menyatakan bahwa genom B membawa sifat memiliki aktivitas yang
tinggi menghasilkan enzim polifenol oksidase penyebab pencoklatan.
Multiplikasi Tunas
Pertumbuhan kultur pisang dimulai dari pembentukan nodul-nodul
berwarna putih yang kemudian menghijau (scalp), setelah itu berkembang
membentuk tunas dan daun muda. Secara keseluruhan multiplikasi tunas terjadi
pada semua media perlakuan. Sebagian eksplan dapat tumbuh membentuk tunas
langsung, namun sebagian tumbuh melalui scalp terlebih dahulu (Tabel 1). Ratarata jumlah tunas pada media MT1 sebanyak 15.4 sedangkan pada media WT1
rata-rata jumlah tunas yang terbentuk sebanyak 9.4. Perlakuan MT2 dan WT2
dapat membentuk scalp namun hanya sedikit atau tidak berkembang menjadi
tunas. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan konsentrasi BAP 7 ppm terlalu
tinggi bagi jaringan tanaman pisang kepok merah. Menurut Kusmianto (2008)
pemberian sitokinin dengan konsentrasi rendah dapat menginduksi tunas karena
kandungan sitokinin endogen sudah mencukupi. Penggunaan BAP pada
konsentrasi tinggi dapat mengganggu penyerapan unsur hara serta menghambat
pertumbuhan eksplan. Eksplan pada perlakuan MT1 dan WT1 mampu
membentuk tunas pada hari kedelapan setelah tanam, waktu yang dibutuhkan
dalam pembentukan tunas tersebut lebih cepat jika dibandingkan dengan
perlakuan MT2 dan WT2. Pertumbuhan tunas pada perlakuan WT2 lebih lambat
yaitu pada hari keempat belas setelah tanam disusul oleh MT2 pada hari keenam
belas setelah tanam (Tabel 1).
Jumlah kultur bermultiplikasi tertinggi terdapat pada perlakuan MT1 yang
merupakan media MS dengan pemberian IAA 0.5 ppm yang dikombinasikan
dengan BAP 5 ppm dan diikuti oleh WT1 yang merupakan media WP dengan zat
pengatur tumbuh dan konsentrasi yang sama. Dalam hal ini BAP 5 ppm
menunjukkan hasil yang lebih unggul dalam multiplikasi tunas pada kultur pisang
kepok merah jika dibandingkan dengan perlakuan BAP 7 ppm. Hasil penelitian
ini mengkonfirmasi hasil Khaerunnisa (2013) bahwa penambahan BAP 5 mg/L
yang dikombinasikan dengan IAA 0.2 mg/L terbukti lebih memacu pertumbuhan
nodul, sedangkan BAP 3 mg/L belum optimal. Hal yang sama juga dilaporkan
oleh Rahman et al. (2004) bahwa BAP 5 mg/L merupakan konsentrasi yang
paling baik untuk multiplikasi pisang BARI-1. Tampaknya pada tanaman pisang
kepok merah BAP 7 ppm melebihi kebutuhan untuk perbanyakan tunas.
Penggunaan sitokinin dalam konsentrasi yang terlalu tinggi menyebabkan
pertumbuhan tunas tidak normal, pendek-pendek, dan gagal untuk tumbuh tinggi
(Biotrop 2012).

5
Tabel 1 Rata-rata jumlah tunas dan waktu tumbuh tunas kultur pisang kepok
merah
Perlakuan
Waktu
Jumlah
Rata-rata
Pertumbuhan tunas
tumbuh
kultur
jumlah
tunas
bertunas*
tunas
(HST)
Langsung
Scalp
MT1
8
8
15.4 (6-17)
57
66
MT2
16
5
7.2 (3-16)
10
26
WT1
8
8
9.4 (2-10)
42
33
WT2
14
8
5.2 (2-9)
33
9
Keterangan: HST= hari setelah tanam
*Jumlah total dari 10 kultur
Media MT1 menunjukkan rata-rata pertumbuhan jumlah tunas yang
paling tinggi, namun perkembangan tunas yang berasal dari scalp lambat,
sedangkan pada WT1 rata-rata jumlah tunas lebih sedikit dibandingkan dengan
MT1 tetapi memperlihatkan perkembangan tunas lebih cepat (Gambar 1).
Menurut Kasutjianingati et al. (2011) jumlah tunas yang terlalu banyak
menyebabkan tunas tumbuh kecil-kecil. Hasil pengamatan pada empat media
perlakuan yang berbeda menunjukkan media MT1 merupakan media yang lebih
cocok untuk multiplikasi tunas pisang kepok merah. Hasil ini menunjukkan
bahwa media MS dengan perlakuan IAA 0.5 ppm yang dikombinasikan dengan
BAP 5 ppm merupakan media yang paling optimal untuk pembentukan dan
pertumbuhan tunas pada kultur pisang kepok merah. Hasil ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Khaerunnisa (2013) yang menyatakan bahwa
media WP lebih mendukung pertumbuhan dan perkembangan kultur in vitro
pisang kepok merah. Media MS yang digunakan oleh Khaerunnisa (2013) dalam
penelitiannya merupakan media MS yang telah dimodifikasi yaitu tidak
mengandung inositol yang berfungsi untuk membantu dalam pertumbuhan sel,
sehingga pertumbuhan dan perkembangan planlet pada media MS modifikasi
menjadi terhambat.

(a)

(b)

Gambar 1 Pertumbuhan dan perkembangan tunas perlakuan MT1 umur
12 minggu setelah tanam (a), perlakuan WT1 umur 6 minggu
setelah tanam (b).

6
Perakaran
Planlet yang berasal dari multiplikasi tunas pada umumnya belum
memiliki akar, sehingga harus disubkultur ke media perakaran, agar planlet dapat
tumbuh menjadi tanaman yang sempurna. Kemampuan setiap planlet dalam
membentuk akar tidak sama, dipengaruhi oleh jenis tanaman, jenis zat pengatur
tumbuh beserta konsentrasinya yang tepat. Planlet yang dapat disubkultur ke
media perakaran jumlahnya berbeda-beda dari setiap perlakuan. Planlet yang
memenuhi kriteria tinggi tunas lebih dari 2 cm pada perlakuan MT1 adalah 5
kultur, MT2 5 kultur, WT1 8 kultur, dan WT2 8 kultur. Pertumbuhan akar
terdapat pada tiga kultur di perlakuan MA1, dan satu kultur pada perlakuan MA2.
Sebanyak tiga kultur yang dapat membentuk akar pada perlakuan WA1 dan dua
kultur pada perlakuan WA2. Persentase kultur berakar tertinggi terdapat pada
perlakuan MA1 sebesar 60 %, diikuti dengan WA1 sebesar 37.5 %. Persentase
kultur berakar pada MA2 sebesar 20 % dan pada WA2 sebesar 25 % (Tabel 2).
Hal tersebut menunjukkan bahwa MA1 merupakan media perlakuan yang lebih
unggul dalam membentuk akar.
Tabel 2 Rata-rata jumlah akar dan panjang akar kultur pisang kepok merah
Perlakuan
Waktu
Jumlah
Persentase
Rata-rata
Rata-rata
tumbuh
kultur
Jumlah
jumlah akar panjang akar
akar
berakar
kultur
(cm)
berakar (%)
(HST)
MA1
10
3/5
60
8.7 (3 - 16) 0.8 (0.2-2.1)
MA2
9
1/5
20
6
(6)
1.2 (0.5-2.6)
WA1
12
3/8
37.5
7.3 (3 - 10) 0.7 (0.4-1.7)
WA2
14
2/8
25
3.5 (2 - 5) 1.3 (0.3-3.2)
Keterangan : HST = Hari Setelah Tanam
Diamati pada 12 MST
Waktu yang diperlukan planlet untuk berakar berbeda-beda dari setiap
perlakuan. Planlet pada MA1 berakar pada hari kesepuluh setelah tanam, MA2
pada hari kesembilan, WA1 pada hari kedua belas, sedangkan WA2
membutuhkan waktu untuk berakar pada hari keempat belas. Rata-rata jumlah
akar terbanyak terdapat pada perlakuan MA1 yaitu media MS dengan
penambahan NAA 1 ppm sebesar 8.7. MA1 merupakan media perlakuan yang
lebih unggul jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan WA1
menunjukkan rata-rata jumlah akar yang cukup banyak setelah MA1 yaitu sebesar
7.3. Perlakuan MA2 dan WA2 menunjukkan pertumbuhan akar dengan rata-rata
jumlah akar yang lebih sedikit (Tabel 2). Planlet dengan perlakuan NAA 1 ppm
mampu membentuk akar dengan jumlah yang banyak tetapi akar yang terbentuk
pendek-pendek (Gambar 2.a), sedangkan planlet dengan perlakuan IBA 1 ppm
membentuk akar sedikit tetapi akar yang terbentuk cukup panjang (Gambar 2.b).
Planlet pada perlakuan MA2 dan WA2 berasal dari kultur multiplikasi tunas
dengan penambahan BAP 7 ppm, kemungkinan BAP tersebut menyebabkan
terakumulasi dalam jaringan planlet. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya
aktivitas sitokinin eksogen konsentrasi tinggi yang diberikan dapat menghambat
auksin endogen yang diproduksi pada tunas sehingga pembentukan akar dapat
terhenti (Santoso dan Fatimah 2003).

7

(a)

(b)

Gambar 2 Penampilan akar pada planlet pisang kepok merah umur 12
minggu setelah tanam planlet dengan perlakuan NAA 1 ppm (a),
planlet dengan perlakuan IBA 1 ppm (b)
Rata-rata akar terpanjang adalah pada perlakuan WA2 yaitu sebesar 1.3
cm, diikuti dengan perlakuan MA2 sebesar 1.2 cm, dan MA1 0.8 cm, serta WA1
sebesar 0.7 cm. Kisaran akar terpanjang pada perlakuan NAA 1 ppm tidak terlalu
besar jika dibandingkan dengan media dengan pemberian IBA 1 ppm. Hal
tersebut karena jumlah akar cukup banyak yang terbentuk pada perlakuan NAA 1
ppm, sehingga dapat menghambat perpanjangan akar. Hal ini sesuai dengan
penelitian Avivi dan Ikrarwati (2004) bahwa NAA 1 ppm menghasilkan akar
dalam jumlah lebih banyak tetapi akarnya lebih pendek.
Berdasarkan rata-rata jumlah akar dan rata-rata panjang akar, zat pengatur
tumbuh yang cocok untuk pertumbuhan akar pada pisang kepok merah adalah
NAA dengan konsentrasi 1 ppm. Ganapathi et al. (1992) melaporkan dalam
penelitiannya bahwa media MS dengan penambahan NAA 1 mg/L dapat
menumbuhkan akar pada pisang basrai dalam periode waktu satu minggu setelah
tanam. Avivi dan Ikrarwati (2004) melaporkan bahwa tanaman pisang abaca pada
tahap pengakaran tunas mikro perlakuan 1 ppm NAA memberi hasil terbaik
dengan rata-rata jumlah akar 6.67 per planlet dan rata-rata panjang akar 1.24 cm,
konsentrasi NAA optimum untuk pembentukan akar pisang diduga berada pada
kisaran 0 – 1 ppm. Peningkatan konsentrasi NAA di atas 1 ppm secara nyata
menghambat pertumbuhan akar (Avivi dan Ikrarwati 2004). Jika dilihat dari
waktu yang diperlukan untuk berakar dan jumlah akar yang dihasilkan, NAA
dengan konsentrasi 1 ppm menunjukkan respon yang baik dibandingkan dengan
IBA 1 ppm. Begitu juga MS dengan penambahan NAA 1 ppm menunjukkan nilai
rata-rata jumlah akar dan rata-rata panjang akar yang lebih besar daripada media
WP penambahan NAA 1 ppm.
Planlet yang telah memiliki akar dan sudah berumur 12 minggu
diaklimatisasi pada media tanah yang dicampur dengan kompos dan arang sekam
dengan perbandingan 4 : 4 : 2. Tanaman pisang kepok merah tetap hidup selama
satu bulan pengamatan dan menunjukkan pertambahan tinggi tanaman setiap satu
minggu (Gambar 3). Aklimatisasi adalah masa adaptasi dari kultur heterotropik
menjadi autotropik (Gunawan 1992).

8

Gambar 3 Penampilan tanaman pisang kepok merah yang telah berhasil
diaklimatisasi pada media tanah dicampur kompos dan arang
sekam

SIMPULAN
Mikropropagasi pisang kepok merah telah berhasil dilakukan menggunakan
media MS dengan perlakuan zat pengatur tumbuh auksin yang dikombinasikan
dengan sitokinin. Media MS dengan penambahan BAP 5 ppm yang
dikombinasikan dengan IAA 0.5 ppm menunjukkan hasil yang lebih unggul
dalam pertumbuhan dan perkembangan tunas dengan jumlah tunas yang terbentuk
sebanyak 6 - 17 tunas. Jenis zat pengatur tumbuh yang tepat untuk memacu
pertumbuhan akar adalah NAA dengan konsentrasi 1 ppm dalam media MS
dengan jumlah akar yang terbentuk sebanyak 3 - 16 akar per planlet.

DAFTAR PUSTAKA
Avivi S, Ikrarwati. 2004. Mikropropagasi pisang abaca (Musa textillis Nee)
melalui teknik kultur jaringan. Ilmu Pertanian. 11 ( 2): 27-34.
Artianingsih S. 2012. 19 Peluang Investasi Kayu, Tanaman Perkebunan, dan
Tanaman Buah. Jakarta (ID): Agromedia.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi buah dan sayur [internet]. [diacu
2014 Maret 6]. Tersedia dari: http://www.bps.go.id.
[Biotrop] Biologi Tropika. 2012. Produksi Bibit Tanaman dengan Menggunakan
Teknik Kultur Jaringan. Bogor (ID): Seameo Biotrop.
Damayanti F. 2010. Peningkatan ketahanan pisang kepok (Musa paradisiaca L.)
hasil kultur jaringan terhadap penyakit layu Fusarium melalui asam
fusarat. Jurnal Ilmiah Faktor Exacta. 3 (4): 310-319.
Ganapathi TR, Suprasanna P, Bapat, Rao PS. 1992. Propagation of banana
through encapsulated shoot tips. Plant Cell Reports. 11: 571-575
George EF, Sherrington PD. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. England
(GB). Eastern Press.
Gunawan LW. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor (ID): Pusat Antar
Universitas Bogor: Bogor.

9
Hartmann HT, Dale EK, Fred TD, Robert LG. 1997. Plant Propagation:
Principles and Practices Sixth Edition. New Jersey (US): Prentige Hall.
Kasutjianingati, Poerwanto R, Widodo, Khumaida N, Efendi D. 2011. Pengaruh
media induksi terhadap multiplikasi tunas dan pertumbuhan planlet pisang
rajabulu (AAB) dan pisang tanduk (AAB) pada berbagai media
multiplikasi. J. Agron. Indonesia 39 (3) : 180 – 187.
Khaerunnisa E. 2013. Multiplikasi in vitro tanaman pisang kepok merah (Musa
Paradisiaca cv. Kepok Merah). [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian
Bogor.
Kusmianto. 2008. Pengaruh thidiazuron dan BAP terhadap pertumbuhan Plb dan
tunas Dendrobium ntennatum Lindl. [Skripsi]. Depok (ID): Universitas
Indonesia.
Lerch K. 1981. Tyrosinase kinetics: A semi-quantitative model of the mechanism
of oxidation of monohydric and dihydric phenolic substrates In Sigel, H.
(Ed.). Metal Ions in Biology System. New York (US): 13 Marcel Dekker
Inc.
Lloyd G, Mc Cown B. 1981. Commercially feasible micropropagation of
mountain laurel, Kalmia latifolia by use of shoot tip culture. Comb Proc
Intl Plant Prop Soc 30: 421-427.
Murashige T, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bio assasys
with tobacco tissue culture. Physiol Plant 15: 473.
Prabantini D. 2010. A to Z Makanan Pendamping Asi. Yogyakarta (ID) : Andi
Offset.
Rahman MZ, Nasiruddin KM, Amin MA, Islam MN. 2004. in vitro response and
shoot multiplication of banana with BAP and NAA. Asian Journal of Plant
Sciences. 3 (4): 406-409
Rodinah, Nisa C, Rohmayanti E. 2012. Inisiasi pisang talas (Musa paradisiacal
var sapientum L.) dengan pemberian sitokinin secara in vitro.
Agroscientiae. 19 (2): 107-111.
Santoso, Fatimah N. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Malang (ID): UMM Press.
Sunarjono H. 2008. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Supriati Y. 2010. Efisiensi mikropropagasi pisang kepok amorang melalui
modifikasi formula media dan temperatur. Jurnal Agrobiogen. 6 (2): 91100.

10
LAMPIRAN
Lampiran 1 Komposisi media dasar MS (Murashige dan Skoog 1962)
No
Garam Mineral
Konsentrasi
Hara Makro
(mg/L)
1
NH4NO3
1650
2
KNO3
1900
3
CaCl2.2H2O
440
4
MgSO4.7H2O
370
5
KH2PO4
170
6
FeSO4.7H2O
27.8
7
Na2EDTA.2H2O
37.3
Hara Mikro
(mg/L)
1
MnSO4.4H2O
22.3
2
ZnSO4.7H2O
8.6
3
H3BO3
6.2
4
KI
0.83
5
Na2MoO4.7H2O
0.25
6
CuSO4.5H2O
0.025
7
CoCl2.6H2O
0.025
Vitamin
(mg/L)
1
Inositol
100
2
Thiamin-HCl
0.1
3
Asam Nikotianat
0.5
4
Piridoksin-HCl
0.5
Asam Amino
(mg/L)
1
Glisin
2

(mM)
20.6
18.8
30.1
1.5
1.3
0.1
0.1
(mM)
100
30
100
5
1
0.1
0.1
(mM)
550
0.3
4.1
2.4
(mM)
26.6

11
Lampiran 2 Komposisi media dasar WP (Lloyd dan Mc. Cown 1981)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
5
1
2
3
4
1

Garam Mineral
Hara Makro
NH4NO3
CaCl2.2H2O
MgSO4.7H2O
KH2PO4
Ca(NO3).4H2O
K2SO4
FeSO4.7H2O
Na2EDTA.2H2O
Hara Mikro
MnSO4.4H2O
ZnSO4.7H2O
H3BO3
Na2MoO4.7H2O
CuSO4.5H2O
Vitamin
Inositol
Thiamin-HCl
Asam Nikotianat
Piridoksin-HCl
Asam Amino
Glisin

Konsentrasi
(mg/L)
400
96
370
170
556
990
27.85
37.25
(mg/L)
22.3
8.6
6.2
0.25
0.25
(mg/L)
100
0.1
0.5
0.5
(mg/L)
2

(mM)
5.0
0.7
1.5
1.3
2.4
5.7
0.1
0.1
(mM)
100
30
100
1
1
(mM)
550
0.3
4.1
2.4
(mM)
26.6

12

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Subang pada tanggal 1 April 1992 dari Bapak Warma S dan
Ibu Oneng Aisah. Penulis merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara. Pada tahun
2010, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ciasem dan pada tahun yang sama lulus
seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis
memilih mayor Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kepanitiaan
yang diselenggarakan di IPB. Penulis telah melaksanakan Studi Lapangan di
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Cibodas pada tahun 2012 yang
berjudul “Keragaman Semut di Kebun Raya Cibodas di bawah Tegakan
Eucalyptus”. Selain itu penulis telah melaksanakan Praktik Lapangan pada tahun
2013 dengan judul “Teknik Perbanyakan untuk Konservasi Tanaman Obat Langka
Pranajiwa (Euchresta horsfieldii) di Kebun Raya Eka Karya Bali”. Pada semester
genap tahun ajaran 2013/2014 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah
Fisiologi Tumbuhan dan Kultur Jaringan Tanaman.